Anda di halaman 1dari 20

KONSEP KEHILANGAN DAN BERDUKA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH: Kelompok 2
1. Febi Saputri 6. Medita Angnasari Marbun
2. Harapan Jaya Laia 7. Puja Utami Nainggolan
3. Hemmiya Florenta 8.Roeska Hotmauli Sitorus
4. Lewistin Dachi 9. Shinty Tania Dewi
5. Lilis Oktavia Simanjuntak

Dosen Pembimbing:
Ns. Jek Amidos Pardede, S.Kep, Sp,Kep.J

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat serta penyertaa-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM
KEPERAWATAN tentang Konsep Kehilangan Dan Berduka Dalam Praktik
Keperawatan.
Dalam proses penyusunan makalah ini tentunya kami kelompok 2 mengalami
berbagai maslah. Namun berkat arahan dan dukungan dari beberapa pihak
akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesampatan
ini kami kelompok 2 mengucapkan terimakasih kepada dosen matakuliah yaitu
Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp,Kep.J yang telah membimbing kami dalam
proses penyusunan makalah ini.
Terlepas dari semua itu kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah
kami ini jauh dari kesempurnaan serta masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan susunan kalimat maupun tata bahasanya. Maka kami harap kerjasam,
supaya segala sesuatu bentuk kesalahannya mohon dimaklumi dan kami berharap
adanya masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Medan, Oktober 2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 4
1.2 Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................... 3
2.1 Pengertian ...................................................................................... 5
1. Kehilangan ................................................................................. 5
2. Berduka ...................................................................................... 5
2.2 Tahapan Kehilangan dan Berduka ................................................. 6
2.3 Kasus.............................................................................................. 10
2.4 Pengkajian ...................................................................................... 11
2.5 Diagnosa dan Intervensi ................................................................. 12
2.6 Implementasi ................................................................................. 16
2.7 Evaluasi .......................................................................................... 15
BAB III PENUTUP .................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ................................................................................... 10
3.2 Saran .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan dan kematian merupakan peristiwa yang bersifat umum dari
peristiwa pengalaman manusia. Kehilangan adalah bagian yang tidak dapat
dihindari dari kehidupan dan kesedihan adalah bagian alamiah dari proses
kehilangan. Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan
sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Setiap individu akan menghadapi
kehilangan dan kematian dengan keadaan yang berbeda-beda. mekanisme
koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Berduka adalah respons alamiah pada seseorang yang
mengalami kehilangan. Dukacita adalah suatu proses kompleks yang normal
meliputi respons dan perilaku emosional fisik, spiritual, sosial, dan intelektual
ketika individu, keluarga, dan komunitas memasukkan kehilangan yang actual,
adaptif, atau dipersepsikan kedalam kehidupan mereka sehari-hari (NANDA,
2015).
Apabila seseorang tidak dapat melewati keadaan berduka setelah
mengalami kehilangan yang sangat besar maka individu akan terjadi masalah
emosi, mental dan sosial yang serius. Untuk mengatasi atau mencegah depresi
dari berduka yang dialami klien, maka dibutuhkaan berbagai upaya dari
keluarga, tim kesehatan ataupun lingkungan sosial klien.
Perawat bekerjasama dengan klien yang mengalami berbagia tipe
kehilangan. Sangat penting untuk diperhatikan bahwa apapun yang dikatan
disini tentang proses dukacita dan kehilangan yang terdapat dalam perspektif
sosial dan historis mungkin berubah sepanjang waktu dan situasi. Perawat
membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks
kultur yang dimiliki klien hingga kehidupan klien dapat berlanjut. Sebagian
besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan berduka, maka penting bagi perawat memahami kehilangan
dan dukacita. Perawat menggunakan pengetahuan tentang konsep kehilangan
dan dukacita untuk secara kreatif menerapkan intervensi untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, dan memberi dukungan kepada klien yang
menjelang kematian (Potter & Perry, 2005).
Kelahiran, kematian dan kehilangan merupakan sebuah kejadian yang
pasti akan dialami oleh setiap individu didalam pengalaman hidupnya.
Kehilangan adalah suatu keadaan dimana individu mengalami kehilangan
sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan sesuatu
yang sulit dihindari (Stuart, 2005), seperti kehilangan harta, kesehatan, orang
yang dicintai, dan kesempatan. Berduka merupakan respon emosi dari rasa
kehilangan yang dimanifestasikan dengan perasaan sedih, gelisah, takut,
cemas, susah tidur dan lain-lain. Selain itu berduka ini merupakan hal yang
normal bagi setiap individu yang baru mengalami kehilangan

1.2 Tujuan Umum


Setelah mengikuti perkuliahan ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
konsep kehilangan dan berduka dalam praktik keperawatan

1.3 Tujuan Khusus


Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa mampu
1. Mengetahui pengertian kehilangan dan brduka
2. Memahami tahapan kehilangan dan berduka
3. Memahami askep kehilangan dan berduka
a. Pengkajian
b. Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi
d. Implementasi
e. Evaluasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Kehilangan dan Berduka

1. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berart sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisipasi atau tidak diharapkan atau diduga, sebagian atau
total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang terpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert, 1985. Hal. 35).
Kehilangan memiliki beberapa kategori seperti, kehilangan orang
yang dicintai atau orang yang sangat berarti adalah hal yang membuat
stress dan mengganggu. Kehilangan pada diri sendiri, beranggapan pada
mental individu yang dapat meliputi perasaan, kemampuan fisik, peran
dalam kehidupan dan lain-lain. Kehilangan objek eksternal contohnya
individu yang kehilangan harta benda yang dimilikinya. Kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal dapat diartikan sebagai terpisahnya
individu dari lingkungan yang sangat berpengaruh pada latar belakang
keluarga dalam waktu ke waktu. Kemudian yang terakhir yaitu kehilangan
kehidupan atau meninggal, seseorang dapat mengalami mati baik
perasaan, pikiran serta repon pada kegiatan atau orang disekitarnya.

2. Berduka
Berduka yaitu merupakan suatu respon emosi dari rasa kehilangan
yang dimanifestasikan dengan perasaan sedih, takut, cemas, gelisah, dan
lain-lain. Serta berduka merupakan hal yang normal bagi setiap individu
yang baru mengalami kehilangan. Menurut NANDA kehilangan
dikategorikan dengan dua tipe yaitu berduka disfungsional dan berduka
diantisipasi.
Berduka diantisipasi merupakan suatu pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang actual yaitu seperti hubungan, ketidak
mampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan dan dalam hal ini
masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional merupakan suatu status dimana suatu
pengalaman bagi setiap individu yang di respon dengan di besar- besarkan
saat kehilangan secara actual, potensial, hubungan dan ketidakmapuan
fungsional. Respon dan gejala bagi klien yang berduka yaitu meliputi
respon kognitif, respon emosional, respon spiritual, respon perilaku,
respon fisiologis.
a. Respon kognitif: gejala yang terdapat dalam respon kognitif yaitu
dapat berupa gangguan keyakinan atau asumsi, berupaya untuk
mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
b. Respon emosional: gejala yang terdapat dalam respon emosional yaitu
dapat berupa sedih, marah, benci, cemas, depresi, perasaan mati rasa,
kesepian yang berat, mandiri
c. Respon spiritual: gejala yang terdapat dalam respon spiritual yaitu
dapat berupa marah dan kecewa kepada Tuhan, serta tidak memiliki
harapan dan kehilangan makna
d. Respon perilaku: gejala yang terdapat dalam respon perilaku yaitu
berupa berteriak dengan menangis atau tidak terkontrol, menyimpan
benda kenangan, menyalahgunakan obat, gelisah, mencari aktivitas,
refleksi personal dan upaya bunuh diri
e. Respon fisiologi: gejala yang terdapat dalam respon fisiologi yaitu
berupa insomnia, sakit kepala, BB turun, lemas, tidak nafsu makan,
gangguan pencernaan, serta perubahan sistem imun.
2.2 Tahapan Kehilangan dan Berduka

Terdapat beberapa teori mengenai respon berduka terhadaap kehilangan.


Teori yang dikemukakan Kubler-Ross, 1969 (Dalam Nurhidayah, 2015)
mengenai tahapan berduka akibat kehilangan berorientasi pada perilaku dan
menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut :

a. Fase penyangkalan (Denial)


Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar
terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual,
diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berlangsung beberapa menit hingga beberapa tahun. Manifestasi yang
mungkin muncul antara lain sebagai berikut.
1. “ Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
2. “ Diagnosa dokter itu salah.”
3. Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas dalam,
panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat banyak, anoreksia, serta merasa tak
nyaman.
4. Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme pertahanan
(defense menchanim) terhadap rasa cemas.
5. Pasien perlu waktu beradaptasi
6. Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannnya dan
menggunakan pertahanan yang tidak radikal.
7. Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan
kematian tapi tidak demikian dengan emosional.

b. Fase marah (Anger)


Pada fase ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang
timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang
yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku
agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan,
bahkan menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respon fisik yang
sering terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan menggepal, dan seterusnya. Respons pasien dapat mengalami
hal seperti berikut.
1. Emosional tak terkontrol
“ Mengapa aku?”
“ Apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum saya?”
2. Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan terhadap
orang atau lingkungan
3. Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik
“ Peraturan RS terlalu keras/kaku.”
“ Perawat tidak becus!”
4. Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi dari
sisi keluarga dan staf rumah sakit.
5. Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan
perasaan yang akan mengurangi tekanan emosi dam nenurunkan stres.

c. Fase tawar menawar (Bargaining)


Pada fase ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan
secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat
dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar
dengan memohon kemurahan Tuhan. Ungkapan yang sering diucapkan
adalah “.....seandainya saya tidak melakukan hal tersebut.....munkin semua
tidak akan terjadi.....” atau “misalkan dia tidak memilih pergi ketempat
iti.....pasti semua akan baik-baik saja,”dan sebagainya. Respons pasien
dapat berupa hal sebagai berikut.
1. Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah
pada masa hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
2. Ada beberpa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan
waktu hidup, terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau berobat.
3. Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua
tawar-menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau
diungkapakan secara tersirat atau diungkapkan di ruang kerja pribadi
pendeta.

“Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini


dan tidak menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah, ia
mungkin lebih berkenan bila aku ajukan permintaan itu dengan cara
yang lebih baik.”

“Bila saya sembuh, saya akan.....”

4. Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali


perbuatannya, dan menangis mencaripendapat orang lain.

d. Fase depresi (Depression)


Pada fase ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau berbicara menyatakan
keputusan, rasa tidak berharga bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri.
Gejala fisik yang dirunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur,
letih, turunnya dorongan libido, dan lain-lain
Fokus pikiran ditunjukan pada orang-orang yang dicintai, misalnya
“Apa yang terjadi pada anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah
keluarga saya mengatasi permasalahannya tanpa kehadiran saya?”
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan
tahap yang penting dan bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam
tahap penerimaan dan damai. Tahap penerimaan terjadi hanya pada pasien
yang dapat mengatasi kesedihan dan kegelisahannya.

e. Fase penerimaan (Acceptence)


Pada fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan,
pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang didalamnya
dan mulai memandang kedepan. Gambaran tentang objek yang hilang akan
mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek
yang baru. Apabula individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima
dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta
dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk
masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu
tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Fokus pemikiran terhadap sesuatu yang hilang berkurang.
Penerimaan terhadap kenyataan kehilangan mulai dirasakan, sehingga
sesuatu yang hilang tersebut mulai dilepaskan secara bertahap dan
diahlikan kepada objek lain yang baru. Individu akan mengungkapkan ,
“Saya sangat mencintai anak saya yang telah pergi, tetapi dia lebih bahagia
di alam yang sekarang dan saya pun harus berkonsentrasi kepada
pekerjaan saya.....”

Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu


fase awal, pertengahan, dan pemulihan.
a. Fase awal
Pada fase awal seseorang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin,
tidak percaya, perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasaan
tersebut berlangsung selama beberapa hari, kemudian individu kembali
pada perasaan berduka berkelebihan. Selanjutnya, individu merasakan
konflik dan mengekspresikannya dengan menangis dan ketakutan. Fase
iniakan berlangsung selama beberapa minggu.
b. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan
adanya perilaku obsesif. Sebuah perilaku yang terus mengukang-ulang
peristiwa kehilangan yang terjadi
c. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu
memutuskan untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk
melanjutkan kehidupan. Pada fase ini individu sudah mulai
berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
2.3 Kasus

Klien perempuan yaitu Ny X berusia 65 tahun telah bertindak depresif.


Ketika anda menanyakan kepadanya apa yang terjadi, Ny X mengatakan
bahwa Ny X telah kehilangan suaminya Tn Y yang berusia 50 tahun sebulan
yang lalu. Anak – anak Ny X mengatakan kepadanya bahwa ia harus menjual
rumahnya dan melanjutkan hidupnya. Anak – anak Ny X mengatakan pasti
ada yang tidak beres dengan Ny X karena “tidak dapat melupkan” suaminya
(Potter & Perry, 2005).

2.4 Pengkajian Keperawatan

a. Faktor Predisposisi

1. Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau dibesarkan dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan mengalami ksulitan dalam
bersikap optimis dan menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan teratur
mempunyai kemampuan dalam menghadapi stres dengan lebih baik
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki tingkat
kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan berisiko untuk
kambuh kembali.
4. Pengalaman kehilangan sebelumya
Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti di masa kanak-kanak
akan memengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di
masa dewasa.

b. Faktor presipitasi

Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi


individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit,
kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan peran, dan kehilangan posis di masyarakat.

c. Perilaku

1. Menangis atau tidak mampu menangis


2. Marah
3. Putus asa
4. Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain

d. Mekanisme Koping

1. Denial
2. Regresi
3. Intelektualisasi/rasionalisasi
4. Supresi
5. Proyeksi

2.5 Diagnosa dan intervensi Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


No. Diagnosa Intervensi
Hasil
1. Duka Cita NOC NIC
 Ketahanan keluarga Peningkatan Koping
Tujuan: klien dapat individu
menuntaskan duka cita 1. Berikan penilaian
dengan kriteria hasil : mengenai dampak
a. Klien mendapatkan dari situasi
dukungan dari kehidupan klien
anggota keluarga terhadap peran dan
b. Klien dapat hubungan yang ada
berkomunikasi 2. Gunakan
dengan jelas antara pendekatan yang
anggota keluarga tenang
c. Klien dapat berbagi 3. Berikan suasana
canda dengan penerimaan
keluarga 4. Bantu pasien
d. Klien dapat dalam
menjalankan mengidentifikasi
rutinitas seperti respon positif dari
biasa orang lain
Keluarga
5. Dukung
keterlibatan
keluarga dengan
cara yang tepat
Bantuan Kontrol Marah
Individu
1. Bangun rasa
percaya dan
hubungan yang
dekat danharmonis
dengan klien
2. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
3. Bantu pasien
mengidentifikasi
sumber kemarahan
4. Sediakan umpan
balik pada perilaku
pasien untuk
membantu pasien
mengidentifikasi
kemarahannya.
2. Dukacita terganggu NOC NIC
 Tingkat Depresi Konseling
Tujuan : Klien dapat Individu
memahami hubungan 1. Bangun hubungan
anatar kehilangan yang terapeutik yang
dialami dengan keadaan didasarkan pada
dirinya dengan kriteria rasa saling percaya
hasil : dan saling
a. Klien tidak menghormati
mengalami depresi 2. Tunjukkan empati,
b. Klien mengatakan kehangatan dan
tidak lagi merasa ketulusan
bersalah yang 3. Sediakan informasi
berlebihan factual yang tepat
c. Klien tidak tampak sesuia dengan
bersedih kebutuhan
d. Klien tampak tidak 4. Dukung ekspresi
marah-marah perasaan klien
5. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
kekuatan dan
menguatkan hal
tersebut

3. Resiko dukacita terganggu NOC NIC


 Resolusi Berduka Fasilitas Proses Berduka
Tujuan : Klien mampu Individu
mengungkapkan 1. Identifikasi
perasaan dukacita kehilangan
dengan kriteria hasil : 2. Dengarkan ekspresi
a. Klien mampu berduka
menyampaikan 3. Bantu klien
perasaan akan mengidentifikasi
penyelesaian kealamiahan
mengenai keterikatan klien
kehilangan dengan dengan obyek atau
baik orang yang hilang
b. Klien mengatakan 4. Berikan intruksi
menerima dalam proses fase
kehilangan berduka dengan
c. Klien mengatakan tepat
dapat membagi 5. Kuatkan kemajuan
perasaan kehilangan yang dibuat dalam
dengan orang lain proses berduka
d. Klien Dukungan Keluarga
menyampaikan dan Keluarga
mengekspresikan 1. Dengarkan
harapan positif kekhawatiran,
mengenai masa perasaan dan
depan pernyataan dari
keluarga
2. Tingkatkan
hubungan saling
percaya dengan
keluarga
3. Berikan informasi
bagi keluarga
terkait
perkembangan
pasien dengan
sering, sesuai
kehendak pasien
Masalah keperawatan yang sering timbul pada pasien kehilangan dalah
sebagai berikut.

1. Berduka kehilangan aktual


2. Berduka disfungsional
3. Berduka fungsional

2.4 Inplementasi/Tindakan Keperawatan

Tindakan Keperawatan pada Pasien

a. Tujuan
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami pasien
3. Pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami
dengan keadaan dirinya
4. Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang
dialaminya
5. Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung.
b. Tindakan
1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran, perasaan,
fisik, sosial, dan spiritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa
kehilangan serta hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa
kehilangan yang terjadi)
3. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
1. Cara verbal (mengungkapkan perasaan)
2. Cara fisik (memberi kesempatan ktivitas fisik)
3. Cara sosial (sharing melalui self help group)
4. Cara spiritual (berdoa, berserah diri)
4. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia
untuk saling memberikan pengalaman dengan saksama
5. Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

a. Tujuan
1. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka
2. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan
3. Keluarga dapat mempraktikan cara merawat pasien berduka
disfungsional
4. Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat
b. Tindakan
1. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka
dan dampaknya pada pasien
2. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami
oleh pasien
3. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien dengan berduka
disfungsional
4. Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami
oleh pasien

2.5 Evaluasi

1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami


2. Memahami hubungan antara kehilangan dialami dengan keadaan dirinya
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya
4. Memanfaatkan faktor pendukung
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan
7. Keluarga mempraktikan cara merawat pasienberduka disfungsional
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kehilangan adalah suatu situasi potensial yang dapat dialami individu


ketika terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada baik sebagian ataupun keseluruhan.

Berduka merupakan respon total terhadap pengalaman emosional akibat


kehilangan. Terjadi efek- efek yang mempengaruhi terjadinya kehilangan dan
berduka. Pertam efek fisik dimana seseorang akan merasakan lelah, kehilangan
selera serta sulit untuk tidur. Kedua merupakan efek emosi dimana seseorang akan
merasa bersalah, marah kebencian, depresi, kesedihan, perasaan gagal dan
menerima kenyataan.

Ada beberapa tugas yang harus dilaksanakan oleh klien yang mengalami
peristiwa berduka. Klien harus menerima realita kehilangan, menerima sakitnya
rasa duka dan harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Status ekonomi
yang rendah, kesehatan yang buruk, kematian yang tiba- tiba atau sakit yang
mendadak, merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai dan kurangnya
dukungan dari kepercayaan keagamaan merupakan faktor- faktor yang menjadi
penyebab proses kehilangan dan berduka.

3.2 Saran

Diharapkan untuk perawat memahami kehilangan dan dukacita yang


dialami klien, sehingga dapat membantu klien dengan baik dalam menghadapi
proses kehilangan dan berduka. Perawat juga diharapkan dapat menerapkan
asuhan keperawatan dengan baik. Dengan mengetahui setiap individu akan
mengalami kehilangan dan berduka seperti yang telah dipaparkan penulis
diharapkan masyarakat dapat mengetahui dampak berduka yang berkepanjangan
sehingga masyarakat dapat mengendalikan rasa kehilangan dan berduka dengan
baik nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Potter, patricia A dan Perry, Annc Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, proses, dan praktik. Edisi 4. Volume 1. Jakarta : EGC

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta : Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai