Anda di halaman 1dari 32

RESPONSI KASUS

HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL

Oleh:
Luh Marina Wirahartari 1702612023
A.A Istri Agung Siswandewi 1702612153
Komang Jegek Triangga Apsari 1702612040
I Pande Putu Deny Heriwijaya 1702612058
Putu Krisna Yama Dewi 1702612046
I Gusti Ayu Eka Arirahmayanti 1702612093
Anfiksyar K.S.S 1702612119
I Gusti Agung Ayu Sriningrat 1702612208
I Made Pramana Dharmatika 1702612052
Rizky Darmawan 1702612216

Pembimbing:
Dr. dr. I Made Arimbawa, Sp.A(K)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI DEPARTEMEN/KSMILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan Responsi Kasus Hiperplasia Adrenal Congenital ini tepat pada waktunya.
Laporan ini dibuat sebagai prasyarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Departemen / KSM Ilmu Kesehatan Anak FK Unud / RSUP Sanglah,
Denpasar. Dalam penyusunan laporan kali ini, penulis memperoleh banyak
bimbingan, petunjuk dan dukungan dari berbaga ipihak. Oleh karena itu, Penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Ketut Ariawati, Sp.A(K) selaku ketua Departemen/KSM Ilmu
Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar;
2. dr. I Wayan Darma Artana, Sp.A(K) selaku koordinator pendidikan
Departemen/KSM Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah,
Denpasar;
3. Dr. dr. I Made Arimbawa, Sp.A(K) selaku pembimbing sekaligus
penguji responsi kasus ini;
4. Dokter PPDS di Departemen/KSM Ilmu Kesehatan Anak FK
Unud/RSUP Sanglah, Denpasar yang turut membantu dalam
penyelesaian laporan responsi ini;
5. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat kekurangan,
diharapkan adanya saran demi penyempurnaan karya ini. Semoga bisa
memberikan sumbangan ilmiah bagi dunia kedokteran dan manfaat bagi
masyarakat. Terimakasih.

Denpasar, 15 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
BAB III LAPORAN KASUS ....................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN .........................................................................................
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Hyperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah suatu kelainan genetik


akibat defisiensi enzim atau gangguan pada salah satu dari tahap enzimatik yang
diperlukan untuk biosintesis steroid di kelenjar adrenal.1 Hyperplasia adrenal
congenital merupakan salah satu kegawatan medis yang mengakibatkan dampak
sangat besar bagi pasien, keluarga dan lingkungannya. Manifestasi gejala maupun
derajat penyakit sangat bervariasi menyebabkan seringkali terjadi keterlambatan
atau salah diagnosis. Perbedaan manifestasi ini tergantung dari usia, jenis kelamin
pasien serta derajat gangguan hormon yang terkait.2
Hyperplasia adrenal kongenital adalah penyebab tersering genitalia
ambigu pada neonatus dengan angka kejadian sebesar 1: 10.000 sampai 1:15.000
kelahiran hidup. Bayi baru lahir dengan ambigu genital memerlukan pelacakan
diagnosis yang tepat secepatnya. Sampai saat ini angka kejadian HAK di
Indonesia masih belum diketahui pasti. Penyebab HAK yang paling sering adalah
defisiensi enzim 21-hidroksilase meliputi 90% kasus, disusul oleh defisiensi
enzim 11β-hidroksilase sebanyak 5 % kasus dan sisanya adalah karena defisiensi
enzim 3β -hidroksilase.1,2
Pada bayi baru lahir, ambiguitas genitalia menjadi masalah besar karena
penentuan jenis kelamin pada umumnya hanya berdasar pada fenotip bayi.
Dengan pertambahan usia, ambiguitas genitalia akan makin menimbulkan beban
psikologis bagi pasien dan keluarganya. Masalah lain yang mungkin menyusul
pada beberapa minggu setelah kelahiran adalah kolaps kardiovaskular dan
kehilangan garam karena produksi hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid
yang sangat kurang (salt-losing/salt-wasting). Keterlambatan dan kesalahan
diagnosis hiperplasia adrenal kongenital pada bayi laki-laki lebih sering terjadi
karena tidak ada tanda ambiguitas genitalia, yang pada bayi wanita dapat dipakai
sebagai tanda diagnosis kemungkinan HAK. Pubertas prekoks yang terjadi pada
anak laki-laki dapat merupakan suatu manifestasi HAK.3,4Anak-anak dengan
HAK mempunyai tinggi badan yang lebih pada masa awal kanak-kanak, namun
pada akhirnya pendek setelah dewasa. Dari data yang ada, pasien yang lahir
dengan HAK biasanya 10cm lebih pendek dibandingkan dengan potensi tinggi

1
genetiknya. Faktor utama yang mempengaruhi penutupan epifisis yang terlalu
awal adalah adanya peningkatan bone age dan pubertas prekok sentral akibat dari
androgen yang berlebihan. Ancaman insufisiensi adrenal akut pada keadaan
tertentu seperti sakit dan pembedahan merupakan beban lain yang harus
dihadapi.5
Dengan penanganan yang tepat banyak kasus HAK berat yang dapat hidup
dengan baik sampai usia tua. Ketelitian dalam menentukan jenis kelamin seorang
bayi dan melakukan koreksi ambiguitas genitalia dapat membantu menempatkan
kembali pasien dalam kelompok gender yang benar. Pemantauan jangka panjang
diperlukan untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal, termasuk optimalisasi
supresi hormon androgen dan optimalisasi fertilitas pada pasien wanita.2
Kemajuan dalam bidang teknologi biomolekular memungkinkan dilakukannya
deteksi dan terapi dini HAK. Diagnosis dan terapi prenatal juga sudah dapat
dilakukan sehingga dapat mencegah virilisasi genitalia eksterna pada bayi
perempuan. Deteksi dan terapi dini memungkinkan anak dapat tumbuh dan
berkembang optimal sesuai dengan potensinya. Beberapa masalah dalam
diagnosis dan terapi kadang-kadang memerlukan pendekatan secara individual
karena adanya respon klinis yang berbeda terhadap terapi. 1
Mengacu kepada fakta di atas, penting untuk mengenal kasus HAK
sehingga dapat dideteksi secara dini dan mendapatkan terapi yang sesuai sehingga
dampak yang lebih buruk dapat dihindarkan atau dikurangi. Pada laporan ini akan
dipaparkan landasan teori terkait HAK serta laporan kasus pada pasien dengan
HAK yang dirawat di RSUP Sanglah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) merupakan kelainan genetik yang
bersifat diturunkan secara autosomal resesif akibat adanya mutasi CYP 21 yang
mempengaruhi produksi hormon pada kelenjar adrenal sehingga menyebabkan
defisiensi satu dari lima enzim yang dibutuhkan dalam proses sintesis hormon
kortisol dan aldosteron dari kolesterol pada korteks adrenal (steroidogenesis).
Defek fungsional yang terjadi dapat mengganggu sekresi kortisol, berakibat pada
hipersekresi corticotropin releasing hormone (CRH) dan adrenocorticotropic
hormone (ACTH) sehingga terjadi hiperplasia kelenjar adrenal, terjadi perubahan
berupa produksi hormon steroid seksual (testosteron) menjadi berlebihan yang
kemudian akan merubah perkembangan karakteristik sexual wanita dengan
kariotipe 46 XX menjadi ke arah laki-laki (maskulinisasi).6 Bentuk kelainan
hiperplasia adrenal kongenital tersering adalah defisiensi enzim 21 hidroksilase
(21-OH) hingga mencapai 90% kasus.6,7
2.2 Epidemiologi
Lebih dari 90% kasus HAK disebabkan karena defisiensi enzim 21-
hidroksilase. Insiden klasik HAK di dunia yakni 1 : 15.000 sampai 1 : 16.000
kelahiran hidup, dimana 75% adalah tipe salt wasting sedangkan insiden HAK
non klasik adalah 1 : 1.000 kelahiran hidup. Data mengenai jumlah penderita
HAK di Indonesia belum diketahui. HAK pertama kali dilaporkanpada 14 pasien
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1968.7
2.3 Patofisiologi
Kelenjar adrenal mensintesis tiga kelas utama hormon, yaitu
mineralokortikoid, glukokortikoid dan androgen. Sintesis hormon golongan
mineralortikoid terjadi dalam zona glomerulosa korteks adrenal, sedangkan
hormon glukokortikoid dan androgen disintesis di zona fasikulata dan retikularis
korteks adrenal. Fungsi dari masing-masing hormon tersebut adalah sebagai
berikut8 :
a. Glukokortikoid

3
Disintesis di korteks adrenal, dalam bentuk kortisol dan kortikosteron.
Sumber glukokortikoid terdapat dalam sel-sel zona fasikulata (spongiosit).
Dalam mekanisme sekresinya memerlukan hormon pengatur yaitu ACTH.
Fungsi hormon glukokortikoid antara lain mengatur metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, menurunkan sintesis protein,
meningkatkan kadar asam amino dalam darah, menstimulasi
glukoneogenesis dengan mengaktifkan hepar untuk mengubah asam amino
menjadi glukosa; melepaskan asam lemak dan gliserol, berperan sebagai
agen antiinflamasi, menurunkan permeabilitas kapiler dan menekan respon
imun.
b. Hormon mineralkortikoid
Disintesis di kortek adrenal, dalam bentuk aldosteron dan
deoksikortikosteron. Sumber mineralkortikoid terdapat dalam sel-sel zona
glomerulosa. Dalam mekanisme sekresinya memerlukan hormon pengatur
angiotensin II dan ACTH. Fungsi mengatur volume cairan tubuh dan
konsentrasi ion dengan mempengaruhi tubulus kontortus distal ginjal,
sehingga menyebabkan ekskresi potasium dan resorbsi sodium, bila cairan
ekstra sel lebih banyak maka menyebabkan volume darah lebih banyak
(urin juga lebih banyak) dan akibatnya menyebabkan hipertensi.
c. Hormon androgen
Di bentuk dari 17-OH pregnenolon, prekursor androgen yang dihasilkan
adalah dehidroepiandrosteron (DHEA). Produksi androgen adrenal
mengalami peningkatan bila biosintesis glukokortikoid terhambat oleh
defisiensi salah satu enzim hidroksilase. Sebagian besar DHEA akan
dimodifikasi secara cepat lewat penambahan sulfat dan sekitar separuh
dari modifikasi ini terjadi di dalam adrenal sedangkan sisanya di hati.
DHEA sulfat merupakan unsur inaktif tetapi pengeluaran gugus sulfat
akan mengakibatkan pengaktifan kembali. Enzim 3β-OHSD akan
mengubah DHEA androgen yang lemah menjadi androstenedion yang
lebih poten. Reduksi androstenedion menghasilkan terbentuknya
testosterone yang berperan dalam sifat seks sekunder.

4
Hipofisis mengatur proses steroidogenesis di adrenal melalui
adrenocorticotropic hormone (ACTH). ACTH menstimulasi sintesis steroid
dengan meningkatkan substrat utama dalam jalur steroidogenesis di adrenal.
Proses tersebut dapat terilustrasikan melalui Gambar 1.9

Gambar 1. Mekanisme yang terjadi pada aksis Hipotalamus-Hipofisis-


Adrenal.9
Kebanyakan HAK yang memiliki defek pada suatu enzim yang memblok sintesis
kortisol akan mengganggu kontrol umpan-balik sekresi ACTH melalui kortisol.
Sekresi ACTH kemudian menjadi berlebihan yang selanjutnya akan memicu
terjadinya hiperplasia adrenocortical. Hal ini menyebabkan stimulasi sintesis
produk-produk dari adrenal berlebihan, dan dengan adanya defisiensi salah satu
enzim dari jalur steroidogenesis akan menyebabkan akumulasi dari molekul
prekursor jalur tersebut. Prekursor-prekursor tersebut akan teralihkan ke jalur lain
yaitu jalur androgen, sehingga menyebabkan level androgen menjadi tinggi. 8,9
2.4 Mekanisme steroidogenesis pada HAK
Terjadinya defisiensi dari enzim 21-OH ini terjadi, maka progesteron dan
17-hidroksiprogesteron akan terakumulasi, sedangkan jumlah 11-
deoksikortikosteron (DOC) dan 11- deoksikortisol akan menurun. Oleh karena
jumlah 11-DOC dan 11-deoksikortisol sedikit, hal ini menyebabkan produksi
akhir dari dua prekursor hormon tersebut, yaitu aldosteron dan kortisol juga
menurun. Selain itu, karena adanya akumulasi dari progesteron dan 17-
hidroksiprogesteron akibat jalur pembentukan aldosteron dan kortisol yang
terblok, maka akan semakin banyaklah hormon-hormon tersebut diubah ke jalur

5
lain untuk menjadi androstenedion. Pada akhirnya androstenedion ini akan diubah
oleh enzim 17β-HSD menjadi testosteron (androgen). Hal ini menyebabkan
produksi testosteron di perifer menjadi berlebih. 10

Gambar 2. Skema proses steroidogenesis. 10


2.5 Aspek genetik
Semua tipe HAK diturunkan melaui cara autosomal resesif yang
disebabkan karena perubahan pada sepasang gen. Seseorang dengan HAK
mengalami perubahan dalam masalah penyalinan dari gen yang bertanggung
jawab untuk memproduksi enzim yang terlibat dalam pemecahan kolesterol.
Seseorang akan terkena HAK akibat diturunkannya salah satu gen yang berubah
dari ibu dan satu gen lain diturunkan dari ayah dan kemudian akan menjadi bakal
pasangan gen tersebut.7 Sintesis enzim yang terlibat dalam sintesis kortisol dan
aldosteron merupakan protein sitokrom P450 (CYP). Sitokrom 21 (CYP21)
adalah gen yang mengkode enzim 21-OH, sitokrom 11B1 (CYP11B1) mengkode
enzim 11β-OH dan CYP17 mengkode enzim 17-OH. Oleh karena CYP21 dan
CYP21P memiliki 98% kemiripan dalam urutan nukleotidanya, maka diketahui
terdapat banyak mutasi yang menyebabkan produk dari gen menjadi terinaktivasi.
Hal ini termasuk delesi 8-bp pada exon 3, frame shift mutation pada exon 7, dan
nonsense mutation pada exon. 11

6
Mutasi lain pada CYP21P dapat mempengaruhi proses splicing dari
messenger RNA (mRNA) atau mempengaruhi urutan dari asam amino. Namun,
mutasi yang paling sering menyebabkan defisiensi enzim 21-OH adalah dua tipe
rekombinasi diantara gen CYP21 dengan CYP21P. Sekitar 75% terjadi delesi
pada pseudogen yang kemudian ditransfer ke CYP21 selama mitosis melalui
proses yang dinamakan “gene conversion”. CYP21 adalah salah satu gen manusia
yang paling polimorfik. Pada sperma, kemungkinan terjadi rekombinasi spontan
antara gen CYP21 dengan CYP21P adalah 1:1000 sampai 1:100.000 sel. Ketika
gen CYP21 berubah, akan menyebabkan situasi dimana enzim 21-OH menjadi
tidak dapat diproduksi, atau diproduksi dalam jumlah yang sedikit. Banyak gen
yang dapat mengurangi level dari enzim 21-OH. Jumlah enzim 21-OH yang
diproduksi, bergantung pada jenis dan kombinasi dari perubahan gen CYP21 dan
sebagian hal ini juga menentukan derajat beratnya penyakit HAK akibat defisiensi
enzim 21-OH.11,12
Tipe klasik defisiensi enzim 21-OH 25% terjadi karena delesi dari CYP21
sedangkan 75% sisanya disebabkan mutasi pada CYP21. Pada tipe non klasik
defisiensi enzim 21-OH, merupakan kejadian yang timbul karena substitusi ringan
dari asam amino yang berlangsung lama pada gen yang mengkode enzim 21-OH.
Orang tua yang memiliki anak dengan HAK disebut sebagai carrier karena salah
satu dari mereka memiliki satu gen CYP21 yang telah mengalami perubahan dan
satu gen lain yang tidak mengalami perubahan. Carrier biasanya tidak memiliki
gejala karena mereka masih memiliki satu gen yang tidak mengalami perubahan
yang dapat memproduksi enzim 21-OH dalam jumlah yang cukup untuk
mencegah timbulnya HAK. Anak yang lahir dari orang tua yang keduanya adalah
carrier untuk tipe HAK yang sama akan memiliki peluang 25% untuk terkena
HAK, 50% peluang untuk menjadi seorang carrier dan juga 25% peluang untuk
tidak menjadi carrier maupun anak yang mengidap HAK.11,12
2.6 Presentasi Klinis
Presentasi Klinis dari pasien HAK tergantung dari defisiensi enzim yang
terjadi. Sebagian besar HAK disebabkan oleh defisiensi enzim 21-hidroksilase,
yang selanjutnya secara klinis dibagi menjadi
1. HAK dengan kehilangan garam (HAK klasik)

7
2. HAK tanpa kehilangan garam
3. HAK dengan onset terlambat (HAK non klasik)
Tipe HAK tesebut tergantung pada keparahan defek/gangguan pada enzim yang
menyebabkan penurunan jumlah hormon aldosterone.13
a. HAK dengan Kehilangan Garam
Tipe HAK dengan kehilangan garam terjadi akibat defisiensi / kekurangan
enzim yang sangat parah sehingga menyebabkan rendahnya kadar kortisol
dan aldosterone tetapi kadar androgen tinggi. Gejala awal pada keadaan ini
adalah kemampuan minum yang buruk, dehidrasi, penurunan berat badan,
muntah, hiponatremia, dan hiperkalemia yang biasanya terjadi pada
minggu pertama dan kedua kehidupan. Hal ini terjadi karena rendahnya
kadar aldosterone yang menyebabkan lepasnya garam dan air pada urin.
Kondisi ini membutuhkan tindakan medis segera (kegawatan
medis).Presentasi klinis yang selanjutnya dapat terjadi pada pasien yaitu
pasien akan mengalami hipertensi, alkalosis hipokalemik, atau keduanya.
Anak laki-laki dengan tipe HAK ini mungkin dapat berpenampilan
normal pada saat lahir namun kulit terutama daerah genitalia bertambah
gelap.Anak perempuan dengan HAK tipe kehilangan garam lebih mudah
untuk didiagnosis akibat gejala dari kelebihan hormone androgen.13,14
b. HAK Tanpa Kehilangan Garam
Anak-anak dengan HAK tanpa kehilangan garam biasanya sehat dan tidak
menunjukkan penyakit berat saat baru lahir. Pada anak perempuan dengan
HAK tanpa kehilangan garam biasanya bentuk ini bisa terdiagnosis saat
lahir akibat gejala peningkatan hormone androgen yaitu klitoris yang
membesar serta labia yang sebagian menyatu. Terkadang perubahan tidak
terlihat terlalu nyata saat lahir dan semakin jelas seiring waktu. Karena
kadar aldosterone yang normal atau hanya sedikit rendah, sebagian besar
anak tidak memiliki masalah dengan kehilangan garam seperti anak
dengan HAK serta kehilangan garam. HAK tipe ini terjadi akibat
defek/kekurangan enzim yang lebih ringan yang mengakibatkan kadar
kortisol dan aldosterone sedikit lebih rendah atau bisa normal serta kadar
androgen tinggi. Gejala pada masa kanak-kanak berupa pertumbuhan yang

8
cepat serta munculnya bulu pubis terlalu dini. Anak laki-laki mungkin
mengalami pembesaran penis dan anak perempuan mengalami
pembesaran pada klitoris. Keadaan ini terjadi akibat androgen yang
berlebihan. Walaupun anak laki-laki dan perempuan memiliki
kecenderungan untuk lebih tinggi dari anak seusia mereka, apabila tidak
diterapi mereka biasanya akan memiliki perawakan yang lebih pendek
ketika dewasa. Hal ini terjadi akibat tingginya kadar androgen yang
menyebabkan penutupan tulang yang lebih cepat sehingga pertumbuhan
berhenti lebih awal dari normal.13,14
c. HAK dengan Onset Lambat
Bentuk HAK ini (disebut juga dengan ‘HAK non-klasik‘) adalah bentuk
teringan. Gejala dari HAK non-klasik adalah pertumbuhan yang cepat
serta munculnya bulu pubis dan jerawat terlalu dini. Terkadang anak
terlihat normal sampai terjadinya proses pubertas, di mana bulu wajah
muncul berlebihan, serta menstruasi yang tidak teratur. Laki-laki dengan
HAK non-klasik sering tidak terdeteksi, tetapi mereka memiliki
kesuburan/ fertilitas yang berkurang atau janggut yang tumbuh terlalu
dini.13,14
Gejala yang juga umum terlihat yaitu gejala akibat kelebihan
hormon androgen. Gejala klinis HAK pada anak perempuan dengan
defisiensi 21-hydroxylase, 11-beta-hydroxylase, dan 3-beta-hydroxylase
yaitu terdapat genitalia atipikal atau ambigu saat kelahiran yang berupa
menyatunya lipatan labia kiri dan kanan secara komplit atau parsial, dan
adanya klitoromegali. Anak perempuan dengan defisiensi 21-hydroxylase
pada masa anak-anak dapat pula mengalami pertumbuhan rambut pubis
prekoks, klitoromegali, atau keduanya, juga sering disertai dengan
percepatan pertumbuhan dan maturasi skeletal. Anak perempuan dengan
defisiensi 21-hydroxylase atau 3-beta-hydroxylase ringan pada saat remaja
dapat mengalami oligomenorea, hirsutism, dan atau infertilitas. Sedangkan
laki-laki dengan defisiensi 21-hydroxylase memiliki genitalia yang
normal. Jika defek enzim yang terjadi sangat berat maka pasien anak laki-
laki akan menunjukkan gejala kehilangan garam yang biasanya muncul

9
pada minggu 1-4, yaitu berupa gagal tumbuh, muntah berulang, dehidrasi,
hipotensi, hiponatremia, hyperkalemia, dan syok. Anak laki-laki dengan
defisiensi 21-hydroxylase yang lebih ringan, pada masa anak-anak akan
menunjukkan pertumbuhan rambut pubis lebih awal, pembesaran penis,
atau keduanya, juga disertai dengan percepatan pertumbuhan dan maturasi
skeletal.13
2.7 Diagnosis
Dari gejala klinis HAK ditegakkan berdasarkan ada tidaknya15 :
 Insufisiensi adrenal/hiperkortisolism
 Hipoaldosteronism
 Virilisasi
Ketiga gejala tersebut dapat terjadi secara bersamaan atau tidak tergantung jenis
kelamin dan jenis HAK.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu13,15 :
a. Pemeriksaan Hormonal
 Defisiensi 21-hydroxylase : didapatkan konsentrasi serum 17-
hydroxyprogesterone yang tinggi (biasanya > 1000 ng/dL) dan adanya
pregantriol (metabolit 17-hydroxyprogesterone) di urin.
 Defisiensi 11-beta-hidroksilase : didapatkan peningkatan 11-
deoksikortisol dan deoksikortikosteron
 Defisiensi 3-beta-hidroksilase : rasio yang abnormal dari 17-
hidroksipregnenolon terhadap 17-hidroksiprogesteron dan
dehidroepiandrosteron terhadap androstenedion
b. Imaging berupa CT scan adrenal gland; USG pelvis, urogenitografi, dan
usia tulang dapat dilakukan pada kasus yang meragukan
c. Elektrolit untuk melihat apakah terdapat hiponatremia dan hyperkalemia
d. Gula darah untuk melihat apakah terdapat hipoglikemia
e. Analisis gas darah dimana pada insufisiensi adrenal dapat terjadi asidosis
metabolik.
2.8 Manajemen
Pada masa infancy, tujuan pengobatan adalah untuk mencegah krisis
adrenal, pemberian gender yang tepat, pembedahan (bila diperlukan) dan

10
mendukung pertumbuhan dan perkembangan. Hydrocortisone 10-25 mg/m2/hari
dalam tiga dosis terpisah dan fludrocortisone 0,05-0,2 per hari digunakan pada
infant. Infant dengan HAK tipe SW perlu diberikan suplementasi NaCl, karena
Air Susu Ibu (ASI) biasanya tidak memiliki NaCl yang cukup. Hydrocortisone
dipilih disbanding prednisolone dan dexamethasone karena dipercaya memiliki
efek penekanan pertumbuhan yang lebih rendah dan mudah untuk diberikan.14
Pengobatan glucocorticoid dan mineralocorticoid merupakan pengobatan
rutin pada HAK. Menurut pernyataan suatu konsensus pediatri, glucocorticoid
yang direkomendasikan untuk anak adalah hydrocortisone sekitar 10-15
mg/m2/hari yang dibagi kedalam tiga dosis harian. Belum ada konsensus
mengenai penanganan HAK pada orang dewasa. Jika pasien terkendali dengan
baik saat masa remaja dengan obat hydrocortisone, pasien dapat melanjutkan
dosis. Namun, glucocorticoid long acting dapat ditambahkan kondisi pasien
belum terkendali dengan hydrocortisone.16
Semua pasien HAK klasik perlu mendapatkan fludrocortisone saat
didiagnosis dan saat satu tahun pertama kehidupan. Penggunaan fludrocortisone
pada virilizing HAK direkomendasikan dan dapat membuat dosis glucocorticoid
menjadi rendah. Selanjutnya, kebutuhan pengobatan mineralocorticoid
berkelanjutan perlu dipelajari pada masing-masing pasien.16 Kadar 17-
hydroxyprogesterone androstenedione dan aktivitas plasma renin digunakan untuk
mengevaluasi kecukupan terapi di samping mengevaluasi tanda dan gejala
klinis.16
Jika seorang anak diberikan terlalu banyak hydrocortisone, efek
sampingnya dapat terjadi pertumbuhan yang terganggu, obesitas, dan sindrom
cushing. Jika dosis hydrocortisone tidak cukup, anak dengan HAK beresiko tinggi
mengalami pubertas precox, yang juga dapat menyebabkan pertumbuhan yang
terganggu. Penentuan dosis steroid yang tepat didapatkan dengan pemeriksaan
laboratorium rutin dan mengukur tinggi badan, berat badan, dan umur tulang
setiap 3-6 bulan pada anak. Stress dosing atau peningkatan dosis steroid oral
sebanyak dua atau tiga kali lipat diperlukan ketika anak mengalami serangan akut,
seperti demam atau patah tulang. Injeksi intramuscular hydrocortisone untuk
gawat darurat diperlukan ketika anak tidak mampu mentoleransi pengobatan oral

11
dan/atau ketika tanda-tanda krisis adrenal muncul. Kebutuhan untuk stress dosing
melalui oral atau injeksi, yang berhubungan dengan penyakit virus atau bakteri
pada masa kanak-kanak sering terjadi dan tidak dapat diperkirakan, dan sering
membuat orang tua pasien membuat keputusan yang kompleks.17
Anak perempuan yang lahir dengan HAK sering mengalami virilization,
yang menyebabkan alat kelamin atipikal saat lahir, akibat peningkatan
testosterone yang berhubungan dengan disfungsi adrenal. Anak laki-laki yang
lahir dengan HAK biasanya memiliki alat kelamin laki-laki yang tipikal. Keluarga
yang memiliki anak perempuan dengan HAK dapat menjalani operasi
pembedahan jika keluarga memiliki keinginan untuk menjalani rekonstruksi
genitoplasty.17
Tabel 1. Manajemen pasien dengan HAK klasik17
Monitoring efektivitas terapi substitusi glucocorticoid
Konsentrasi serum pagi hari 17-OHP, 4-androstenedione, testosterone total,
SHBG setiap 6-12
bulan
Monitoring efektivitas substitusi mineralocorticoid
Tekanan darah
Elektrolit plasma
Konsentrasi aktivitas plasma rennin pagi hari
Pengukuran secara berkala dan/atau monitoring:
Berat badan
Profil lipid
Gula darah
Densitas mineral tulang
Pemeriksaan fertilitas dan fungsi gonad laki-laki
Testicular adrenal rest dengan USG
Analisis sperma
Fertility Preservation
Pemeriksaan hormon: testosterone total, LH, FSH
Pemeriksaan fertilitas dan fungsi gonad perempuan
Perawatan ginekologis, obstetrik dan endokrin

12
Siklus menstruasi
Seksualitas
Hiperandrogenism klinis dan biologis
Pemeriksaan hormon: progesterone, estradiol, FSH
Konseling Genetik
Manajemen kehamilan
Pemantauan ketak oleh ginekologis dan endokrinologis
Dukungan psikologis

Dalam keadaan gawat darurat yaitu penanganan krisis adrenal yang


disertai dengan syok atau dehidrasi berat, dilakukan pertolongan untuk
mempertahankan jalan napas dan sirkulasi. Cairan kristaloid isotonis diberikan
hingga sirkulasi teratasi. Untuk 24 jam berikutnya, cairan rumatan yang diberikan
adalah garam fisiologis dalam dekstrosa 5%. Bila terdapat dehidrasi ringan atau
tanpa dehidrasi, cairan yang diberikan dalam 24 jam adalah 1,5 kali kebutuhan
rumatan. Dosis inisial hydrocortisone yang diberikan adalah 25 mg yang dapat
dilanjutkan dengan 10-25 mg tiap 6 jam.20
Pencegahan terjadinya krisis adrenal pada pasien HAK adalah dengan
minum obat secara teratur, pasien harus mendapatkan stress dosing
hydrocortisone selama sakit seperti saat demam, muntah, setelah mendapatkan
luka yang serius, olah raga berat, dan sebelum tindakan operasi.20
2.8 Prognosis
Dengan tersedianya pengobatan glucocorticoid dan membantu pasien
mencapai masa dewasa, efek jangka panjang dari penyakit HAK dan
pengobatannya menjadi sebuah masalah penting. Mayoritas masalah berhubungan
dengan tinggi badan akhir, fertilitas, risiko kardiovaskuler, metabolism tulang dan
masalah psikoneurologis.1 HAK berhubungan dengan peningkatan risiko
kardiovaskuler dan morbiditas metabolik. Pemeriksaan rutin diperlukan, dengan
perubahan gaya hidup, untuk mencegah berat badan berlebih dan obesitas,
mendeteksi diabetes, penyakit metabolik lainnya dan risiko kardiovaskuler.
Fertilitas pada perempuan dengan HAK menurun akibat masalah seperti biologis

13
(keseimbangan hormonal yang buruk), mekanis (berhubungan dengan
pembedahan), faktor psikologis dan seksual.18
2.9 Edukasi
Ada berbagai tantangan bagi dokter dan keluarga mengenai pengobatan
dan monitoring anak dengan HAK, seperti mencapai dosis optimal glucocorticoid,
masalah tinggi badan dan berat badan, paparan testosterone, dan kebutuhan stress
dosing. Anak dengan HAK dan keluarganya juga berhadapan dengan aspek
psikososial penyakit kronis, seperti berhadapan dengan petugas sekolah yang
tidak paham mengenai kondisi ini dan kemungkinan stigma, dan bagi anak
perempuan adalah alat kelamin yang atipikal. Untuk itu diperlukan edukasi
kepada keluarga mengenai pentingnya pengobatan yang rutin dan memantau
pertumbuhan anak.17

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama :By. IGAEE
Umur : 0 tahun 1 bulan 7 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Ulun Swi Jimbaran Badung
No. RM : 19038838
Tanggal MRS : 24 Agustus 2019
3.2 Heteroanamnesis (Ibu Pasien)
3.2.1 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama: penurunan nafsu minum
Pasien datang ke Triage Anak RSUP Sanglah rujukan dari RS Kasih Ibu
Kedonganan pada tanggal 24 Agustus 2019dengan curiga terdapat
penyakit jantung bawaan dan ketidakseimbangan elektrolit. Pasien datang
dengan keluhanutama penurunan nafsu minum.Penurunan nafsu minum
muncul sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit (21/8/2019).
Pasien lebih sering tertidurdan tidak mau diberi ASI, hanya minum sekitar
1 - 2 kali saja dalam sehari, dimana biasanya pasien sering diberikan ASI
tiap ± 3 jam sekali.
Pasien juga dikatakan muntah berupa cairan berwarna kekuningan.
Muntah terjadi sejak 3 hari yang lalu (21/8/2019). Muntah biasa terjadi
setelah pasien minum ASI, terjadi sekitar 1 – 2 kali dalam sehari. Muntah
yang terjadi didahului oleh mual, tidak menyemprot, dengan volume
sekitar 20 ml.Pasien juga disertai dengan perut kembung. Hingga sebelum
masuk triage anak RSUP Sanglah, perut kembung tersebut tidak
bertambah besar. Pasien masih dapat BAB dengan frekuensi 2 – 3 kali
sehari seperti biasanya tanpa disertai darah dan masih dapat kentut.
Pasien juga dikeluhkan kulit tubuh bertambah hitam yang dialami
sejak 2 jam setelah lahir ketika pasien berada di infant warmer. Kulit

15
menghitam terjadi merata diseluruh tubuh pasien dan menetap hingga saat
ini. Keluhan lain seperti sesak dikatakan tidak ada, kebiruan tidak ada.
3.2.2 Riwayat penyakit dahulu
Pasien pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Pasien tidak ada
riwayat dirawat di rumah sakit, riwayat operasi, maupun riwayat transfusi
darah sebelumnya. Riwayat alergi baik obat-obatan, makanan, atau zat lain
disangkal.
3.2.3 Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada anggota keluarga satu rumah yang sedang mengalami sakit
infeksi sebelum pasien sakit. Riwayat penyakit diabetes, Tuberkulosis
(TB), hepatitis B, hipertensi, jantung, atau asma pada ibu pasien disangkal.
Riwayat penyakit bawaan pada anggota keluarga lain disangkal.
3.2.4 Riwayat pribadi/sosial/lingkungan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak kandung pasien
tidak pernah mengalami hal serupa dengan pasien.
3.2.5 Riwayat pengobatan
Pasien sempat dibawa ke spesialis anak mengenai keluhan yang diderita
dan dikatakan curiga penyakit jantung bawaan. Pasien sempat periksa ke
dokter konsultan jantung anak dan telah dijadwalkan pemeriksaan
ekokardiografi di RS Prima Medika, namun pasien tidak sempat
melakukan echo karena keluhan bertambah parah sehingga langsung
dibawa ke IGD.
3.2.6 Riwayat persalinan
Pasien lahirspontan pervaginam ditolong oleh dokter di RS Kasih Ibu
Kedonganan tanggal 10 Agustus 2019. Berat badan lahir yaitu 3,000 gram,
panjang badan lahir 50 cm, lingkar kepala dan lingkar dada lahir berturut-
turut 34 cm dan 32 cm. Dikatakan pasien segera menangis setelah lahir.
3.2.7 Riwayat nutrisi pasien
ASI eksklusif : sejak lahir sampai sekarang, frekuensi on demand.
3.2.8 Riwayat tumbuh kembang pasien
Menegakkan kepala : belum
Membalik badan : belum

16
Duduk : belum
Merangkak : belum
Berdiri : belum
Berjalan : belum
Bicara : belum
Kesan : belum
3.3 Pemeriksaan Fisis (26 Agustus 2019)
3.3.1 Status present
ATR : cukup
Nangis : cukup
Nadi : 142 kali/menit, cukup, teratur
Laju respirasi : 40 kali/menit
Suhu aksila : 36,8C
Saturasi : 98 % udara ruangan
Skor Nyeri (PIPP) :4
3.3.2 Status generalis
Kepala : normosefali, UUB terbuka datar, UUK terbuka
datar, sefal hematom (-), caput succedaneum (-)
Mata : konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , reflek pupil +/+
pupil isokor, edema palpebra -/-, mata cowong -/-,
THT
Telinga : sekret -/-, deformitas (-)
Hidung : sekret-/-, napas cuping hidung (-), sianosis (-),
deformitas (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), T1/ T1
Mulut : celah palatum tidak ada
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks : simetris (+), retraksi (-), areola mammae (+)
4mm/4mm
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS V MCL Sinistra

17
Austkultasi : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Paru
Inspeksi : bentuk normal, simetris
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi :bronkovesikuler +/+, rales -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), meteorismus (-), nyeri tekan (-),ascites
(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, massa (-)
Ekstremitas : akral hangat + + , edema - -
+ + - -
CRT <3 detik
Kulit : hiperpigmentasi seluruh tubuh
Genitalia : laki-laki, skrotum dan testis (+), penis kesan
membesar
3.3.3 Status antropometri
Berat badan : 2.850 gram
Panjang badan : 50cm
Lingkar dada : 32 cm
Lingkar kepala : 35 cm
3.4 Pemeriksaan penunjang
3.4.1 Laboratorium
24/8/2019 Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap
WBC 19,90 103/µL 9,10 – 34,0
NE% 53,25(L) % 65,90 – 69,10
LY% 36,21(H) % 27,40 – 30,80
MO% 8,57 % 0,0 – 10,30
EO% 0,12 % 0,0 – 5,80
BA% 1,85(H) % 0,0 – 1,10
NE# 10,60 103/µL 6,00 – 23,50
LY# 7,21 103/µL 2,50 – 10,50
MO# 1,71 103/µL 0,00 – 3,50
EO# 0,02 103/µL 0,00 – 2,00
BA# 0,37 103/µL 0,0 – 0,4
RBC 3,88(L) 106/µL 4,0 – 6,6

18
HGB 12,96(L) g/dL 14,5 – 22,5
HCT 36,51(L) % 45,0 – 67,0
MCV 94,07 fL 92,0 – 121,0
MCH 33,39 pg 31,0 – 37,0
MCHC 35,50 g/dL 29.00 – 36.00
RDW 13,99(L) % 14,9 – 18,7
PLT 564,3(H) 103/µL 140 – 440
MPV 6,71(L) fL 6,80 – 10,0

24/8/2019 26/8/2019 Satuan Nilai Rujukan


Kimia Darah
Gula darah Acak - 77(H) mg/dL 45 - 60
IT RATIO 0,01 - < 20
Procalcitonin 0,74(H) - ng/mL < 0.15

24/8/2019 25/8/2019 26/8/2019 Satuan Nilai


Rujukan
Elektrolit
Kalium (K) 9,7(H) 9,10(H) 8,05(H) mmol/L 3.50 – 5.10
Natrium (Na) 106(L) 120(L) 118(L) mmol/L 136 - 145
Klorida (Cl) 75(L) 90,0(L) 87,8(L) mmol/L 94 - 110
Kalsium (Ca) 10,7(H) 10,1 mg/dL 8.5 – 10.5
Keterangan :
(L) menandakan menurun dari nilai rujukan normal
(H) menandakan menurun dari nilai rujukan normal
Cetak tebal menandakan nilai kritis
3.4.2 Radiologi
1. Foto Babygram (24 Agustus 2019)
Kesan :Pneumonia, Obs. pengaburan dinding usus regio hipochondia
kiri , adanya NEC belum dapat disingkirkan
2. Foto Babygram (25 Agustus 2019)
Kesan : Pneumonia kesan bertambah, Tak tampak gambaran NEC
Tak tampak gambaran ileus maupun pneumoperitoneum
3.4.3. Elektrokardiografi (24 Agustus 2019)

Kesan : Gambaran T tinggi (tall T)

19
3.5 Diagnosis
Imbalance Elektrolit (Hiponatremia + Hiperkalemia), Suspek Hiperplasia
Adrenal Kongenital (HAK)

3.6 Penatalaksanaan
1. Diagnostik
- Cek elektrolit
- Cek 17-OH-progesteron
2. Terapi
- Kebutuhan cairan 120 ml/kg/hari ~ 360 ml/hari ~ ASI minimal 45 ml
tiap 3 jam
- Total parenteral nutrition 336 ml ~ D12,5% 249 ml ; NaCl 3% 24 ml ;
Ca Glukonas 3 ml ; Aminosteril 5% 60 ml (1 gr/kg/hari) GIR : 7,2 ~
kecepatan 14 ml/jam
- Paracetamol 0-15 mg/kg/kali ~ 20 mg tiap 4 jam atau suhu ≥38oC
- Nebulisasi β2 agonist salbutamol 0,1 mg/kg/kali ~ 0,3 ml sampai 4 ml
tiap 4 jam
- Koreksi natrium target 130 mcg ~ (130-106) x 3 x 0,6 ~ 43,2 mEq
diberi setengahnya 21,6 mEq ~ 44 ml dalam dispensing dalam 12 jam
- Koreksi kalium dengan insulin 0,1 U/kg/jam ~ 0,3 U/jam ~ 7,5 U
dalam D10% 36 ml ~ kecepatan 1,5 ml/jam
3. Monitor
- Tanda vital, keluhan, klinis dan hasil laboratorium

3.7 KIE
- Menjelaskan kepada orangtua tentang keadaan pasien, penyakit yang
dialami, pengobatan, komplikasi, dan cara pencegahan dari penyakitnya.
- Menjelaskan kepada orangtua bahwa penyakit ini memerlukan konsumsi
obat seumur hidup dan rutin memberikan obat kepada anak secara
teratur.
- Menjelaskan kepada orangtua agar selalu menjaga kondisi anak dari
sakit atau stress berlebih, baik secara fisik (demam > 38oC, muntah, luka
serius, olahraga berat) maupun psikis.

20
- Menjelaskan kepada orangtua bila menemui tanda-tanda krisis adrenal
kembali segera bawa ke instalasi gawat darurat (IGD).
3.8 Follow-up
Tanggal 29 Agustus 2019 (Pukul 11.00)
S : Pasien mengalami kejang – kejang selama ±5 menit, kejang dikatakan
kejut-kejut dan seluruh tubuh, pasien tampak sesak.
O : Status Present :
 Nadi : 110 kali/menit
 Napas : VTP on neopuff
 Suhu : 36,8oC
Status General :
- Thorax : retraksi, simetris
- Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
- Pulmo : broncovesikular, rales dan wheezing tidak ada
- Abdomen : distensi tidak ada, bising usus normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT >3 detik
- Kulit : Hiperpigmentasi seluruh tubuh
- Genital : laki-laki, skrotum dan testis (+), Penis kesan
membesar
A :Neonatal seizure et causa imbalance elektrolit, suspek congenital
adrenal hiperplasia
P:
- CPAP support, FiO2 40%, PEEP 7, Flow 8
- Cek septik marker, AGD, faal hemostasis
Tanggal 29 Agustus 2019 (Pukul 13.30)
S : Pasien tidak bernapas
O : Status Present :
 Nadi : 100 kali/menit
 Napas : VTP on neopuff
 Suhu : 36,5oC
Status General :
- Thorax : retraksi, simetris

21
- Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
- Pulmo : bronchovesikular, rales dan wheezing tidak ada
- Abdomen : distensi tidak ada, bising usus normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT >5 detik
- Kulit : Hiperpigmentasi seluruh tubuh
- Genital : laki-laki, skrotum dan testis (+), Penis kesan
membesar
A :Apneu, imbalance elektrolit, krisis adrenal
P:
- Intubasi
- Resusitasi jantung paru dengan VTP on neopuff
- Adrenalin 1 : 10000 0,3 ml IV
- Bolus NaCl 0,9% 20ml/kg ~ 50 ml bolus cepat
Tanggal 29 Agustus 2019 (Pukul 14.00)
S :Pasien dengan riwayat kejang, saat ini dirasakan badan demam, pasien
apnea yang sudah terintubasi. Pasien riwayat imbalance elektrolit dan
dicurigai HAK. Pasien juga didapatkan dengan syok.
O : Status Present :
 Nadi : 120 kali/menit
 Napas : VTP on neopuff
 Suhu : 38oC
Status General :
- Mata : konjungtiva tidak pucat
- Thorax : retraksi, simetris
- Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
- Pulmo : broncovesikular, rales dan wheezing tidak ada
- Abdomen : distensi tidak ada, bising usus normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT <3 detik
- Kulit : Hiperpigmentasi seluruh tubuh
- Genital : laki-laki, skrotum dan testis (+), Penis kesan
membesar
Pemeriksaan Glukosa perifer : 15 mg/dL

22
A :krisis adrenal
P :Tatalaksana krisis adrenal :
- Tatalaksana syok dengan cairan kristaloid
- Bolus dekstrosa 10% 3ml/kgBB jika hipoglikemia
- Pemberian kortikosteroid
o Hari-1 : Hidrokortison Na-suksinat 25 mg i.v. tiap 3 jam
o Hari-2 : Hidrokortison Na-suksinat 12,5 mg i.v. tiap 3 jam
o Hari-3 : Hidrokortison 40 mg oral dibagi 3 dosis : 20-10-10 mg
o Hari-4 : Hidrokortison 20 mg oral dibagi 3 dosis : 10-5-5 mg
- Fluodrokortison 0,1 – 0,2 mg/kgBB ~ 0,3 mg tiap 24 jam peroral

Tanggal 10 September 2019


S : Kejang tidak ada, Letargis tidak ada, instabilitas suhu tidak ada
O : Status Present :
 Nadi : 140 kali/menit
 Napas : 40 kali/menit
 Suhu : 36,8oC
Status General :
- Mata : Pucat tidak ada
- Thorax : simetris, retraksi tidak ada
- Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
- Pulmo : broncovesikular, rales dan wheezing tidak ada
- Abdomen : distensi tidak ada, bising usus normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT <3 detik
- Kulit : Hiperpigmentasi seluruh tubuh
- Genital : laki-laki, skrotum dan testis (+), Penis kesan
membesar
A : Krisis Adrenal, neonatal seizure et causa imbalance elektrolit,
Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK), SNAL et causa klebsiella
pneumoniae ssp pneumoniae
P:
- Kebutuhan cairan 120 ml/kg/hari ~ 360 ml/hari ~ ASI minimal 45 ml
tiap 3 jam

23
- Paracetamol 10-15 mg/kg/kali ~ 20 mg tiap 4 jam atau suhu ≥38oC
- Nebulisasi β2 agonist salbutamol 0,1 mg/kg/kali ~ 0,3 ml sampai 4 ml
tiap 4 jam
- Hidrokortison 25 mg/m2/hari ~ 2,5 mg tiap 12 jam PO
- Fludrokortison 1 tablet tiap 24 jam PO
- Ampisilin sulbactam 50 mg/kg/kali ~ 135 mg tiap 8 jam intravena
- Amikasin 7,5 mg tiap 8 jam intravena
- Phenobarbital 5 mg/kg/hari ~ 6,5 mg tiap 12 jam PO
- Monitor tanda vital dan keluhan
Tanggal 12 September 2019
S : Kejang tidak ada, Letargis tidak ada, instabilitas suhu tidak ada
O : Status Present :
 Nadi : 140 kali/menit
 Napas : 40 kali/menit
 Suhu : 37oC
Status General :
- Mata : Pucat tidak ada
- Thorax : simetris, retraksi tidak ada
- Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada
- Pulmo : broncovesikular, rales dan wheezing tidak ada
- Abdomen : distensi tidak ada, bising usus normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT <3 detik
- Kulit : Hiperpigmentasi seluruh tubuh
- Genital : laki-laki, skrotum dan testis (+), Penis kesan
membesar
Pemeriksaan 17-OH-Progesteron (8 September 2019)
17-OH-Progesteron :529,50 ng/mL (nilai normal ≤1,7)
A : Krisis Adrenal, neonatal seizure et causa imbalance elektrolit,
Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK), SNAL et causa klebsiella
pneumoniae ssp pneumoniae

24
P:
- Kebutuhan cairan 120 ml/kg/hari ~ 360 ml/hari ~ ASI minimal 45 ml
tiap 3 jam
- Paracetamol 10-15 mg/kg/kali ~ 20 mg tiap 4 jam atau suhu ≥38oC
- Nebulisasi β2 agonist salbutamol 0,1 mg/kg/kali ~ 0,3 ml sampai 4 ml
tiap 4 jam
- Hidrokortison 25 mg/m2/hari ~ 2,5 mg tiap 12 jam PO
- Fludrokortison 1 tablet tiap 24 jam PO
- Ampisilin sulbactam 50 mg/kg/kali ~ 135 mg tiap 8 jam intravena
- Amikasin 7,5 mg tiap 8 jam intravena
- Phenobarbital 5 mg/kg/hari ~ 6,5 mg tiap 12 jam PO
- Monitor tanda vital dan keluhan

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Hiperplasia adrenal kongenital adalah kelainan genetik yang diturunkan


secara autosomal resesif akibat defisiensi/defek dari salah satu enzim dari 5
tahapan enzimatik yang diperlukan untuk biosintesis steroid adrenal. Defisiensi
salah satu enzim tersebut menyebabkan kadar kortisol rendah, dengan akibat
mekanisme umpan balik negatif, maka terjadi sekresi berlebihan hormon
adrenokortikotropin (ACTH) sehingga terjadi hiperplasia kelenjar adrenal. Bentuk
kelainan hiperplasia adrenal kongenital yang tersering adalah defisiensi enzim 21-
hidroksilase (CYP21) hingga mencapai 90% kasus. Kelainan utama pada pasien
dengan defisiensi enzim 21-hidroksilase adalah kegagalan sintesis kortisol secara
adekuat. 19,20
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan keluhan utama yaitu penurunan
nafsu minum, selain itu pasien juga mengeluh muntah serta kulit kehitaman yang
dialami sejak 2 jam setelah lahir, Dari anamnesis tersebut, kasus ini dapat
mengarah ke HAK tipe salt wasting atau kehilangan garam. Tipe HAK dengan
kehilangan garam terjadi akibat defisiensi / kekurangan enzim 21- hidroksilase
yang sangat parah sehingga menyebabkan rendahnya kadar kortisol dan
aldosterone tetapi kadar androgen tinggi. Gejala awal pada keadaan ini adalah
kemampuan minum yang buruk, dehidrasi, penurunan berat badan, muntah,
hiponatremia, dan hiperkalemia yang biasanya terjadi pada minggu pertama dan
kedua kehidupan. Hal ini terjadi karena rendahnya kadar aldosteron yang
menyebabkan lepasnya garam dan air pada urin. Kondisi ini membutuhkan
tindakan medis segera (kegawatan medis) jika tidak ditangani dapat memicu
terjadinya krisis adrenal. Anak laki-laki dengan tipe HAK ini mungkin dapat
berpenampilan normal pada saat lahir namun kulit terutama daerah genitalia
bertambah gelap. Selain itu, pasien sempat mengalami kejang selama ± 5 menit.
Kejadian kejang dapat diakibatkan ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh
karena kemungkinan adanya salt-wasting atau kehilangan garam. 19,20,21
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit hiperpigmentasi dan penis kesan
membesar. Hiperpigmentasi sering ditemukan di daerah genitalia dan papilla

26
mammae. Hal ini dikarenakan rendahnya enzim yang berperan dalam sintesis
kortisol sehingga terjadi umpan balik negatif yang membuat ACTH meningkat
selanjutnya mempengaruhi pigmentasi kulit. Penis kesan membesar diakibatkan
karena kelebihan hormon androgen. 19,20,21
Diagnosis HAK ditegakkan berdasarkan pada gejala klinis pasien, hasil
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium (hormonal, elektrolit, gula darah,
serta analisis gas darah) dan imaging. Dari gejala klinis dapat dilihat ada atau
tidaknya insufisiensi adrenal/hiperkortisolism, hipoaldosteronism, dan virilisasi.
Ketiga gejala tersebut dapat terjadi secara bersamaan atau tidak tergantung jenis
kelamin dan jenis HAK. Kecurigaan diagnosis HAK berdasarkan pada riwayat
HAK dalam keluarga, hiperpigmentasi, ambiguitas genitalia, muntah dan/atau
diare yang sering disertai gagal tumbuh bayi pada awal kehidupan, pubertas
prekoks serta terjadinya krisis adrenal. Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
hormonal dapat menunjukkan defisiensi 21-hidroksilase, 11-beta-hidroksilase,
atau 3-beta-hidroksilase. Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti elektrolit
untuk melihat apakah terdapat hiponatremia dan hiperkalemia, gula darah untuk
melihat apakah terdapat hipoglikemia, analisis gas darah dimana pada insufisiensi
adrenal dapat terjadi asidosis metabolik. Dan pemeriksaan imaging berupa CT
scan kelenjar adrenal atau USG pelvis.
Pada kasus ini, pasien mengeluh penurunan nafsu makan, muntah, dan
kejang, serta ditemukan kulit kehitaman dan penis membesar. Pada hasil
laboratorium didapatkan kadar elektrolit kalium tinggi (6,31 mmol/L) dan natrium
rendah (122 mmol/L), serta kadar hormon pembentuk kortisol meningkat yaitu
17-OH-progesteron mencapai 529,50 ng/mL (nilai normal ≤1,7). Kadar 17-OH-
progesteron meningkat diakibatkan karena kemungkinan terjadi penurunan atau
defisiensi kadar enzim 21-hidroksilase yang akan mengubah 17-OH pregesteron
menjadi 11-Deoksikortisol, sehingga kortisol juga tidak dapat diproduksi.19,20,21
Penatalaksanaan pasien HAK pada kasus ini diberikan Fluodrokortison 0,1
– 0,2 mg/kgBB tiap 24 jam peroral. Fluodokortison diberikan untuk terapi
substitusi mineralokortikoid (Fluodrokortison 0,05-0,2 mg/hari) atau NaCl 2-5
g/hari.20 Pada keadaan gawat darurat (penanganan krisis adrenal) yang disertai
dengan syok atau dehidrasi berat, dengan mempertahankan jalan napas, dan

27
sirkulasi. Diberikan cairan kristaloid isotonis sampai sirkulasi teratasi. Untuk 24
jam berikutnya cairan rumatan yang diberikan adalah garam fisiologis dalam
dektrosa 5%. Jika terdapat dehidrasi ringan atau tanpa dehidrasi, cairan yang
diberikan dalam 24 jam adalah 1,5 kali kebutuhan rumatan. Bolus dektrosa 10%
dapat diberikan sebanyak 3 ml/kgBB jika terdapat hipoglikemia. Protokol
pemberian kortikosteroid yang digunakan dalam mengatasi keadaan stres adrenal
adalah hari pertama diberikan hidrokortison Na suksinat 8 x 25 mg iv, hari kedua
hidrokortison Na suksinat 8 x 12,5 mg iv, hari ketiga hidrokortison 40 mg oral
yang diberikan 3 kali yaitu 10-10-20 mg atau 20-10-10 dan hari keempat
hidrokortison 20 mg oral yang diberikan 3 kali 5-5-10 mg atau 10-5-5 mg, atau
jika dosis rumatan lebih besar dari 20 mg/hari, maka kembali sesuai dengan dosis
rumatan. Setelah itu dilanjutkan dengan dosis rumatan.20 Pada kasus ini untuk
tatalaksana krisis adrenal diberikan sesuai protokol yaitu tatalaksana syok dengan
cairan kristaloid, bolus dekstrosa 10% 3ml/kgBB jika hipoglikemia. Pemberian
kortikosteroid pada Hari-1 (Hidrokortison Na-suksinat 25 mg i.v. tiap 3 jam),
Hari-2 (Hidrokortison Na-suksinat 12,5 mg i.v. tiap 3 jam), Hari-3 (Hidrokortison
40 mg oral dibagi 3 dosis : 20-10-10 mg), Hari-4 (Hidrokortison 20 mg oral
dibagi 3 dosis : 10-5-5 mg). Kemudian pasien mendapatkan terapi
mineralokortikoid dengan Fluodrokortison 0,1 – 0,2 mg/kgBB tiap 24 jam peroral,
pemberian terapi ini sedapat mungkin diteruskan. Penghentian terapi selama
beberapa hari tidak akan membahayakan dan tidak diperlukan tatalaksana khusus.
Setelah keadaan stress adrenal teratasi pasien sampai saat ini dilanjutkan dengan
terapi kortikosteroid dosis rumatan yaitu Hidrokortison 25 mg/m2/hari ~ 2,5 mg
tiap 12 jam PO. Terapi mineralokortikoid dengan Fludrokortison 1 tablet tiap 24
jam PO juga dilanjutkan.
Pencegahan terjadinya krisis adrenal pada pasien HAK adalah dengan
minum obat secara teratur, pasien harus mendapatkan dosis stres hidrokortison
selama sakit/ stres pada keadaan seperti demam lebih dari 38°C, muntah, setelah
mendapatkan luka yang serius, olah raga berat dan sebelum tindakan operasi.
Pasien tidak boleh mengalami stres mental dan emosional.20

28
BAB V
SIMPULAN

Diagnosis HAK ditegakkan berdasarkan pada gejala klinis pasien, hasil


pemeriksaan penunjang seperti laboratorium (hormonal, elektrolit, gula darah,
serta analisis gas darah) dan imaging. Pada kasus ini, pasien mengalami
penurunan nafsu makan, muntah, dan kejang, serta ditemukan kulit kehitaman dan
penis membesar. Pada hasil laboratorium didapatkan kadar elektrolit kalium
tinggi (6,31 mmol/L) dan natrium rendah (122 mmol/L), serta kadar hormon
pembentuk kortisol meningkat yaitu 17-OH-progesteron mencapai 529,50 ng/mL
(nilai normal ≤1,7). Kadar 17-OH-progesteron meningkat diakibatkan karena
kemungkinan terjadi penurunan atau defisiensi kadar enzim 21-hidroksilase yang
akan mengubah 17-OH pregesteron menjadi 11-Deoksikortisol, sehingga kortisol
juga tidak dapat diproduksi. Penatalaksanaan pasien HAK pada kasus ini
diberikan fluodokortison untuk terapi substitusi mineralokortikoid dan pemberian
hidrokortison sebagai pengganti kortisol. Pada keadaan gawat darurat
(penanganan krisis adrenal) yang disertai dengan syok atau dehidrasi berat dapat
diberikan cairan kristaloid isotonis sampai syok teratasi.

29

Anda mungkin juga menyukai