Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

CLOSE FRACTURE NECK FEMUR DEXTRA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh :
Andi Nadya Sahnaz
21804101050

Pembimbing
dr. Johan Bastian, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU ORTHOPEDI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
2019
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar ..................................................................................................................... i

Daftar Isi.............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3. Tujuan.................................................................................................................. 2

1.4. Manfaat ................................................................................................................ 2

BAB II LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien .................................................................................................... 3

2.2. Anamnesis ........................................................................................................... 3

2.3. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................... 5

2.4. Status Lokalis ...................................................................................................... 7

2.5. Resume ................................................................................................................ 9

2.6. Diagnosa Kerja .................................................................................................. 10

2.7. Planning ............................................................................................................. 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Histologi ............................................................................................................ 11

3.1. Anatomi ............................................................................................................. 16

3.2. Definisi .............................................................................................................. 25


3.3. Epidemiologi dan Etiologi ................................................................................ 25

3.4. Klasifikasi.......................................................................................................... 26

3.5. Diagnosis ........................................................................................................... 32

3.6. Penatalaksanaan ................................................................................................ 33

3.7 Komplikasi ......................................................................................................... 39

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan........................................................................................................ 42

4.2. Saran .................................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Studi Kasus Stase Bedah
Ortopedi yang berjudul “Close Fracture Neck Femur Dextra” ini dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi
tugas Kepaniteraan klinik madya serta melatih keterampilan klinis dan
komunikasi dalam menangani kasus kedokteran.

Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belumlah sempurna. Untuk


itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi
perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun
ucapkan terima kasih.

Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca
serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kedokteran.

Penyusun

Andi Nadya Sahnaz


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Later Belakang

Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh

trauma atau keadaan patologis (Saunders,2009). Fraktur adalah terputusnya

kontinuitas jaringan tulang dan atau rawan yang umumnya disebabkan oleh

rudapaksa (Sjamsuhidajat & Jong, 2007). Kebanyakan fraktur adalah akibat dari

trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis

yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram,1998).

Menurut DEPKES RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang

mengalami fraktur, yaitu sebanyak 45.987 orang, prevalensi kejadian fraktur yang

paling tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang (Sjamsuhidajat &

Jong, 2007). Angka kejadian fraktur femur keseluruhan adalah 11,3 dalam 1000

per tahun. fraktur pada laki-laki adalah 11,67 dalam 1000 per tahun, sedangkan

pada perempuan 10,65 dalam 1000 per tahun (Maharta, 2014). Jenis fraktur femur

mempunyai insiden yang tinggi diantara fraktur tulang lain. Fraktur collum atau

neck (leher) femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur pada usia

lanjut. Namun fraktur collum femur bukan semata-mata akibat penuaan. Fraktur

collum femur cenderung terjadi pada penderita osteopenia diatas rata-rata, banyak

diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang

dan kelemahan tulang, misalnya pada penderita osteomalasia, diabetes, stroke,

dan alkoholisme. Beberapa keadaan tadi juga menyebabkan meningkatnya

kecenderungan terjatuh. Selain itu, orang lanjut usia juga memiliki otot yang
lemah serta keseimbangan yang buruk sehingga meningkatkan resiko jatuh

(Solomon, 2001 ; Egol,2002).

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang

ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa

penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Reposisi dilakukan agar terjadi

penyatuan tulang kembali untuk mengembalikan fungsi seperti semula.

Sementara, imobilisasi dilakukan untuk menghilangkan spasme otot pada

ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat

(Helmi, 2011 ; Bucholz et al,2006).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis,
penatalaksanaan dan komplikasi fraktur neck femur?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis,
penatalaksanaan dan komplikasi fraktur neck femur.

1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah orthopedi khususnya
fraktur neck femur
1.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang
mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah orthopedi.
BAB II

STATUS PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 76 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Desa Clumprit, Kec. Pagelaran

Tanggal MRS : 07 Oktober 2019 07:19 WIB

No. Registrasi : 279962

Tanggal Pemeriksaan : 08 Oktober 2019 14.30 WIB

2.2. Anamnesis (Heteroanamnesis)

1. Keluhan Utama

Nyeri pinggul kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Ny.S datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Malang pada Senin, 07

Oktober 2019 00:30 WIB dengan keluhan nyeri pada pinggul kanan.

Sebelumnya pasien terjatuh setelah sholat magrib saat ingin keluar dari

ruang mushola. Pasien jatuh dengan posisi terduduk dengan bagian


pinggul kanan membentur lantai terlebih dahulu. Setelah jatuh, pasien

merasakan nyeri di bagian pinggul kanan. Nyeri yang dirasakan pada

bagian pinggul kanan menjalar sampai ke tungkai kaki bawah sebelah

kanan. Nyeri yang dirasakan terus-menerus dan terasa seperti ditusuk-

tusuk. Nyeri bertambah parah saat kaki kanan digerakkan dan diangkat.

Hal tersebut membuat pasien sulit berdiri dan berjalan, sehingga pasien

dibantu untuk berdiri. Pasien menyangkal rasa baal dan kebas pada

daerah pinggul kanan dan pasien masih bisa merasakan sentuhan pada

bagian kaki kanan. Ny.S mengaku badan terasa lemas sesaat setelah

kejadian. Pasien tidak mendapat terapi apapun setelah jatuh dan langsung

dibawa ke rumah sakit.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal

- Riwayat Hipertensi : Disangkal

- Riwayat Diabetes : Disangkal

- Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

- Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal

- Riwayat Stroke : Disangkal

- Riwayat Penyakit paru : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Penyakit Serupa : Disangkal

- Riwayat Hipertensi : Disangkal

- Riwayat Diabetes : Disangkal

- Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal


5. Riwayat Alergi : Disangkal

6. Riwayat Pengobatan : Tidak ada

7. Riwayat Kebiasaan

Makan 3 kali sehari, minum alkohol (-), minum kopi/teh (-), merokok (-),
aktivitas sehari-hari memasak

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran : GCS E4V5 M6

3. Tanda Vital

a. Tensi : 114/61 mmHg

b. Nadi : 79 x/menit, reguler

c. RR : 20 x/menit

d. Suhu : 36,5º C

4. Kulit

Warna kulit kuning langsat, ikterik (-), pucat (-).

5. Kepala

Bentuk simetris, luka (-), makula (-), papula (-), nodul (-) deformitas.

6. Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+),

edema palpebra (-/-), cowong (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm,

radang (-/-), lagoftalmus (-/-) racoon eye (-/-).

7. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-), epistaksis (-/-), deformitas (-/-).
8. Mulut

Sianosis (-), bibir pucat (+), tremor (-), gusi berdarah (-)

9. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-/-), secret (-/-), pendengaran berkurang (-/-)

10. Tenggorokan

Hiperemi (-), tonsil membesar (-/-)

11. Leher

Trakea ditengah, peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)

12. Toraks : Normochest, simetris, retraksi (-) ICS melebar (-).

 Cor :

- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : ictus cordis tidak teraba

- Perkusi : batas kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah : ICS V Mid Clavicular Line Sinistra

batas kanan bawah : ICS IV Linea Para Sternalis Dextra

(batas jantung terkesan normal)

- Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 single, murmur (-)

 Pulmo :

- Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama dengan kiri

- Palpasi : Fremitus raba kiri sama dengan kanan

- Perkusi : Sonor/Sonor

- Auskultasi : Suara dasar Vesikuler, Suara tambahan Rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)
13. Abdomen

- Inspeksi : bentuk datar, caput medusa (-), spider nevi (-), scar (-)

- Auskultasi : BU (+) normal

- Palpasi : dinding perut supel, undulasi (-), distensi abdomen (-), hepar 2

cm dibawah arcus costae dengan permukaan rata, lien tidak teraba,

nyeri tekan abdomen (-) , defans muskuler (-)

- Perkusi : Timpani , shifting dullness (-)

14. Ekstremitas :

- Atas: Tremor (-/-), Akral dingin (-/-), Edema (-/-), Ulkus (-/-)

- Bawah: Tremor (-/-), Akral dingin (-/-), Edema (-/-), Ulkus (-/-)

15. Sistem genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.3. Status Lokalis Regio Femur Dextra

Gambar 2.1 Regio Femur Dextra

Look : Warna kulit kuning langsat, anemis (+), luka (-), deformitas (+)
terdapat shortening pada kaki kanan, pembengkakan (+), perubahan
warna (-), perdarahan aktif (-)
Feel : Suhu teraba hangat (+), nyeri tekan (+), sensibilitas (+), pulsasi arteri
dorsalis pedis (+), CRT < 2 detik. Pengukuran panjang tungkai
didapatkan Leg Length Discrepancy (LLD) 2 cm.
Dextra Sinistra

Apparent Leg 77cm 79 cm


Length (ALL)

True Leg Length 70 cm 72 cm


(TLL)

Move :
 Gerakan aktif :
Fleksi hip tidak dapat dievaluasi (nyeri), ekstensi hip tidak dapat
dievaluasi (nyeri), internal rotasi tidak dapat dievaluasi (nyeri), eksternal
rotasi tidak dapat dievaluasi (nyeri). Fleksi dan ekstensi pada
pergelangan kaki (+), fleksi jari kaki (+), ekstensi jari kaki (+), abduksi
jari kaki (+), adduksi jari kaki (+).
AROM Knee : tidak dapat dievaluasi (nyeri).
 Gerakan pasif :
Fleksi hip tidak dapat dievaluasi (nyeri), ekstensi hip tidak dapat dievaluasi
(nyeri), internal rotasi tidak dapat dievaluasi (nyeri), eksternal rotasi tidak
dapat dievaluasi (nyeri). Fleksi dan ekstensi pada pergelangan kaki (+),
fleksi jari kaki (+), ekstensi jari kaki (+), abduksi jari kaki (+), adduksi
jari kaki (+).
PROM Knee : tidak dapat dievaluasi (nyeri).

2.4. Resume

Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Malang pada Senin, 07

Oktober 2019 00:30 WIB dengan keluhan nyeri pada pinggul kanan.

Sebelumnya pasien terjatuh setelah sholat magrib saat ingin keluar dari

ruang mushola. Pasien jatuh dengan posisi terduduk dengan bagian kanan

membentur lantai terlebih dahulu. Setelah jatuh, pasien merasakan nyeri


di bagian pinggul kanan. Nyeri dirasakan pada bagian pinggul kanan

menjalar sampai ke kaki bawah kanan. Nyeri terasa terus-menerus dan

bertambah parah saat kaki digerakkan dan diangkat. Hal tersebut

membuat pasien sulit berdiri dan berjalan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas

normal. Pada pemeriksaan regio hip joint dextra didapatkan anemis (+),

deformitas (+), pembengkakan (+), suhu teraba hangat (+), nyeri tekan (+),

terdapat shortening, LLD 2 cm. Gerakan aktif dan pasif pada kedua

tungkai tidak dapat dievaluasi karena nyeri.

2.6 Diagnosis Kerja

Suspect Close Fraktur Neck Femur Dextra

2.7 Planning Diagnosis

- Foto rontgen AP/Lateral femur dextra

- Foto rontgen pelvis AP

- Laboratorium : Pemeriksaan Darah Lengkap, Kadar Albumin, Kimia

Darah (GDS, SGOT, SGPT), Faal ginjal (Ureum, Kreatinin), Faal

hemostasis (PT, APTT)

- EKG

2.8 Planning Terapi

1. Non Operatif
Non Medikamentosa
 Memberi KIE kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien
 Melakukan inform consent bahwa pasien harus MRS untuk
evaluasi dan persiapan dilakukan tindakan selanjutnya
 Melakukan inform consent mengenai tindakan yang akan
dilakukan pada pasien
 Imobilisasi kaki kanan
 Merubah posisi badan setiap 2 jam
 ROM Exercise

Medikamentosa
 Analgesik
 Antibiotik
2. Operatif
 Hemiarthroplasty dextra
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Femur


Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat
dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur
menyerupai bentuk silinder yang memanjang. Femur terbagi atas tiga bagian
yaitu bagian proximal, medial, dan distal (Sloane, 2004).
a. Proximal femur
Adalah bagian tulang femur yang berdekatan dengan Pelvis. Terdiri atas :
kepala (caput), leher (collum), trochanter mayor, dan minor.
1. Kepala (Caput)
Bentuk kepala femur membulat dan berartikulasi dengan
accetabulum. Permukaan lembut dari bagian caput femur mengalami
depresi, fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen yang menyangga
caput agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh darah ke kepala
femur tersebut.
Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Caput femur masuk
dengan pas ke accetabulum untuk membentuk sudut sekitar 1250 dari
bagian Collum femur.
2. Leher (Collum)
Collum femur menyerupai bentuk piramida memanjang, serta
merupakan penghubung antara Caput femur dengan trochanter.
3. Trochanter Mayor dan Minor.
Trochanter mayor Adalah prominance besar yang berlokasi di
bagian superior dan lateral tulang femur. Trochanter minor merupakan
prominance kecil yang berlokasi di bagian medial dan posterior dari leher
dan corpus tulang femur.
Trochanter mayor dan minor berfungsi sebagai tempat perlekatan
otot untuk menggerakan persendian panggul.
b. Medial Femur
Adalah bagian tulang femur yang membentuk corpus dari femur menyerupai
bentuk silinder yang memanjang. Bagian batang permukaannya halus dan
memiliki satu tanda saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa
otot.
c. Distal Femur
Bagian anterior dari distal femur merupakan lokasi tempat melekatnya tulang
patella, terletak 1, 25 cm di atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur
terdapat dua buah condilus, yaitu condilus lateral dan condilus medial. Kedua
condilus ini dipisahkan oleh forsa intercondilus.
Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat produksi sel darah
merah pada sumsum tulangnya.

Gambar 3.1 Os. Femur penampang anterior dan posterior


Gambar 3.2 Susunan muskulus pada femur dilihat dari anterior
Gambar 3.3 Susunan muskulus pada femur dilihat dari posterior
Gambar 3.4 Susunan muskulus pada femur dilihat dari lateral
Gambar 3.5 Vaskularisasi Femur
Gambar 3.6 Inervasi pada femur anterior cabang dari pleksus lumbal
Gambar 3.7 Inervasi pada femur posterior cabang dari pleksus lumbal
Gambar 3.8 Inervasi pada femur anterior dan posterior cabang dari pleksus
sakralis
3.2 Definisi

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat

total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur

lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan

tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang (Helmi, 2011). Secara umum,

keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka,

fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur

dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak

tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan

lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah

fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion

dan infeksi tulang (Bucholz, 2006).

Fraktur collum femoris merupakan fraktur yang terjadi antara ujung

permukaan articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum femur

merupakan bagian terlemah dari femur. Pembuluh yang memiliki risiko tinggi

terkena adalah cabang cervical ascenden lateralis dari arteri sircumflexa femoralis

medialis. Aliran darah yang terganggu dapat meningkatkan risiko nonunion pada

lokasi fraktur dan memungkinkan terjadinya nekrosis avaskular pada caput femur

(Koval, 2010).

3.3 Epidemiologi

Berdasarkan data Depkes RI pada tahun 2011 sebanyak 45.987 orang

mengalami fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang


diantaranya mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami

fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 9.702 orang mengalami

fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula.

Diestimasikan bahwa insidensi fraktur femur proksimal akan bertambah dua kali lipat

menjadi 2,6 juta pada tahun 2025 dan 4,5 juta pada tahun 2050. Persentase

peningkatannya meningkat lebih besar pada pria (310%) dibanding perempuan (240%).

Pada tahun 1990, 26% fraktur femur proksimal terjadi di Asia, diperkirakan pada tahun

2025 akan mencapai 37%, dan pada tahun 2050 akan mencapai 45%. Risiko seseorang

untuk mengalami fraktur femur proksimal semasa hidupnya adalah 5,6% pada laki-laki

dan 20% pada perempuan (Canale & Beaty, 2008).

3.4 Etiologi

Berdasarkan penyebab terjadinya fraktur femur, dapat dibedakan menjadi tiga


berdasarkan besar energi penyebab trauma, yaitu (Yoo et al., 2017):
a. High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup besar, jenis
kecelakaan yang menyebabkan terjadinya fraktur jenis ini antara lain adalah
trauma kecelakaan bermotor (kecelakaan sepeda motor, kecelakaan mobil,
pesawat jatuh, dsb), olahraga yang berkaitan dengan kecepatan seperti
misalnya: ski, sepeda balap, naik gunung; jatuh, jatuh dari tempat tinggi; serta
luka tembak.
b. Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, karena struktur
femur adalah sturktur yang cukup kuat, ada kecenderungan trauma karena
energi yang lemah lebih disebabkan karena tulang kehilangan kekuatannya
terutama pada orang-orang yang mengalami penurunan densitas tulang karena
osteoporosis; penderita kanker metastasis tulang dan orang yang
mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi mengalami
fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang.
c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari fraktur
femur adalah tekanan atau trauma yang berulang. Trauma jenis ini
mengakibatkan jenis fraktur yang berbeda karena biasanya terjadi secara
bertahap. Trauma tekanan berulang mengakibatkan kerusakan internal dari
struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini seringkali terjadi pada atlet atau
pada militer yang menjalani pelatihan yang berat. Fraktur jenis ini biasanya
mempengaruhi area corpus femoris.

3.5 Klasifikasi

3.5.1. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur secara umum dibagi menjadi sebagai berikut (Rasjad,

2007):

1. Klasifikasi Klinis

a. Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak.
c. Fraktur dengan komplikasi
Fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed
union, nonunion dan infeksi tulang.
2. Menurut etiologis
a. Fraktur traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
b. Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
pada tulang maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi atau
osteoporosis.
c. Fraktur stress
Terjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus pada
suatu tempat tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau metatarsal
pada tentara atau olehragawan yang sering berlari atau baris-berbaris.
3. Klasifikasi Radiologis
a. Lokalisasi
 Diafisial
 Metafisial
 Intraartikuler
 Fraktur dengan dislokasi
 Konfigurasi
 Fraktur transversal
 Fraktur oblik
 Fraktur spiral
 Fraktur Z
 Fraktur segmental
 Fraktur kominutif
 Fraktur impaksi
 Fraktur pecah (burst)
 Fraktur epifisis
b. Ekstensi
 Fraktur komplit
Apabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
 Fraktur inkomplit
Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,
seperti buckle fracture, hairline fracture, dan green stick fracture.
c. Hubungan antar fragmen tulang
 Tidak bergeser (undisplaced)
 Bergeser (displaced), dapat terjadi dalam 6 cara yaitu;
bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, impaksi dan over riding.
3.5.2 Klasifikasi Fraktur Femur

Femur merupakan tulang terpanjang dari seluruh seluruh tulang. Oleh

karena itu, fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal hingga ke distal
tulang. Berdasarkan letak frakturnya, fraktur femur dekategorikan sebagai

(Rasjad, 2007):

1. Fraktur collum femur


2. Fraktur trokanterik
3. Fraktur diafisis
4. Fraktur suprakondiler
5. Fraktur intrakondiler
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita umur 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis.
a. Mekanisme trauma
Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari tempat tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana panggul
dalam keadaan fleksi dan rotasi.
b. Klasifikasi
1) Hubungan terhadap kapsul
 Ekstrakapsuler
 Intrakapsuler
2) Sesuai lokasi

- Sub-kapital : Fraktur Subkapital terjadi apabila garis fraktur yang

melewati collum femur berada tepat di bawah caput femur.

- Trans-servikal : terjadi apabila garis fraktur melewati setengah atau

pertengahan collum femur.

- Basiliar/ basiservikal : terjadi apabila garis fraktur melewati bagian

basis collum femur.


Gambar 3.9 Klasifikasi fraktur leher femur mengikut lokasi anatomi

3) Radiologis

a) Berdasarkan keadaan fraktur


 Tidak ada pergeseran fraktur
 Fragmen distal, rotasi eksterna, abduksi dan dapat bergeser ke
proksimal
 Fraktur impaksi
b) Klasifikasi menurut Garden
Tingkat I : Fraktur impaksi yang tidak total
Tingkat II : Fraktur total tetapi tidak bergeser
Tingkat III : Fraktur total disertai dengan sedikit pergeseran
Tingkat IV : Fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat

Gambar 3.10 Klasifikasi Garden


c) Klasifikasi menurut Pauwel
Tipe I : Garis fraktur membentuk sudut 30º dengan sumbu horizontal
Tipe II : Garis fraktur membentuk sudut 50º dengan sumbu horizontal
Tipe III : Garis fraktur membentuk sudut 70º dengan sumbu horizontal

Gambar 3.11 Klasifikasi Pauwel

4) Patologi
Caput femur mendapat aliran darah dari tiga sumber, yaitu:
a. Pembuluh darah intrameduler di dalam collum femur
b. Pembuluh darah servikal asendens dalam retinakulum kapsul sendi
c. Pembuluh darah dari ligamen yang berputar
Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intrameduler dan
pembuluh darah retinakulum selalu mengalami robekan, bila terjadi
pergeseran fragmen. Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat
intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam
penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang
rapuh serta hambatan dari cairan sinovial.
b. Fraktur Trokanter Femur
Fraktur daerah trokanter biasa juga disebut fraktur trokanterik
(intertrokanterik) adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Fraktur ini bersifat ekstra-artikuler dan sering terjadi pada orang tua di
atas umur 60 tahun.
a. Mekanisme trauma
Fraktur trokanterik terjadi bila penderita jatuh dengan trauma langsung
pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Keretakan
tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor dimana fragmen proksimal
cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat komunitif terutama
pada korteks bagian posteromedial.
b. Klasifikasi
Fraktur trokanterik dapat dibagi atas:
a. Stabil
b. Tidak stabil
Disebut fraktur tidak stabil bila korteks bagian medial hancur dan
fragmen besar mengalami pergeseran terutama trokanter minor. Fraktur
trokanterik diklasifikasikan atas empat tipe, yaitu:
Tipe I : Fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran
Tipe II : Fraktur melewati trokanter mayor dan minor disertai pergeseran
trokanter minor
Tipe III :Fraktur yang disertai dengan fraktur komunitif
Tipe IV :Fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur
c. Gambaran klinis
Penderita lanjut usia dengan riwayat trauma pada daerah femur
proksimal. Pada pemeriksaan didapatkan pemendekan anggota gerak bawah
disertai rotasi eksterna.
c. Fraktur Diafisis Femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap umur, biasanya
karena trauma hebat misalnya kecelakaan lalu lintas atau trauma lain
misalnya jatuh dari ketinggian. Femur diliputi oleh otot yang kuat dan
merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi juga daat berkibat jelek
karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat
pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur
femur sering disertai dengan perdarahan masif yang harus selalu
dipikirkan sebagai penyebab syok.
a. Mekanisme trauma
Fraktur spiral terjadi apabila jatuh dengan posisi kaki melekat erat
pada dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur. Fraktur
yang bersifat transversal dan oblik terjadi karena trauma langsung dan
trauma angulasi.
b. Klasifikasi
Fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel,
komunitif, fraktur Z atau segmental.
c. Gambaran klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan
mungkin datang dalam keadaan syok.
d. Fraktur Suprakondiler Femur
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Terapi konservatif dengan cara lutut
difleksi dilakukan untuk menghilangkan tarikan otot.
a. Mekanisme trauma
Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial
dan putaran.
b. Klasifikasi
1) Tidak bergeser
2) Impaksi
3) Bergeser
4) Komunitif
Pergeseran terjadi pada fraktur oleh karena tarikan otot sehingga
pada terapi konservatif lutut harus difleksi untuk menghilangkan tarikan
otot.
c. Gambaran klinis
Berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat trauma yang disertai
pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Pada pemeriksaan
mungkin ditemukan adanya krepitasi.
e. Fraktur suprakondiler femur dan fraktur interkondiler
Menurut Neer, Grantham, Shelton (1967)
- Tipe I : Fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T
- Tipe IIA : Fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian
metafisis (bentuk Y)
- Tipe IIB : Sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil
- Tipe III : Fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler
yang tidak total
e. Fraktur Kondilus Femur
Klasifikasi fraktur kondilus femur dapat dibagi menjadi:
f. Tipe I; Fraktur kondilus dalam posisi sagital
g. Tipe II; Fraktur dalam posisi koronal dimana bagian posterior kondilus
femur bergeser
h. Tipe III; Kombinasi antara sagital dan koronal
Gambaran klinis terdapat trauma pada lutut disertai nyeri dan
pembengkakan. Mungkin ditemukan krepitasi dan hemaartrosis sendi lutut.

3.6 Patofisiologi

Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup

menyebabkan patah, maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya terjadi

disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut.

Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat

timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mati berakumulasi

menyebabkan peningkatan aliran darah di tempat tersebut. Fagositosis dan

pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan fibrin

(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru.

Aktifitas osteoblas segera terangsang dan membentuk tulang baru imatur yang

disebut kalus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan

lahan mengalami remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan


kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan

beberapa minggu sampai beberapa bulan. (Corwin, 2001).

3.7 Diagnosis

Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap

mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma;

pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pencitraan menggunakan

foto polos sinar-x (Rex, 2012).

3.7.1 Look (Inspeksi):

 Deformitas: Deformitas dapat timbul dari tulang itu sendiri atau penarikan dan

kekakuan jaringan lunak.

 Sikap anggota gerak: Kebanyakan fraktur terlihat jelas, namun fraktur satu

tulang di tungkai atau fraktur tanpa pergeseran mungkin tidak nampak.

3.7.2 Feel (Palpasi):

 Nyeri tekan: Tanyakan pada pasien daerah mana yang terasa paling sakit.

Perhatikan ekspresi pasien sambal melakukan palpasi.

 Krepitasi: Krepitasi tulang dari gerakan pada daerah fraktur dapat diraba

 Pemeriksaan kulit dan jaringan lunak di atasnya: Pada fraktur akut, terapi

tergantung pada keadaan jaringan lunak yang menutupinya. Adanya blister atau

pembengkakan merupakan kontraindikasi untuk operasi implan. Abrasi pada

daerah terbuka yang lebih dari 8 jam sejak cedera harus dianggap terinfeksi dan
operasi harus ditunda sampai luka sembuh sepenuhnya. Bebat dan elevasi

menurunkan pembengkakan dan ahli bedah harus menunggu untuk keadaan kulit

yang optimal.

 Neurovaskular distal: Kondisi neurovaskular distal harus diperiksa karena

fraktur apapun dapat menyebabkan gangguan neurovaskular.

3.7.3 Move (Gerakan):

Sebagai skrining cepat, gerakan aktif dari seluruh anggota gerak diuji pada

penilaian awal. Pasien dengan fraktur mungkin merasa sulit untuk bergerak dan

fraktur harus dicurigai jika ada yang nyeri yang menimbulkan keterbatasan.

Manuver yang memprovokasi nyeri sebaiknya tidak dilakukan.

3.7.4 Pengukuran

Pada fraktur dengan pergeseran atau dislokasi, hal ini nampak jelas. Apparent

leg length discrepancy dapat diukur dari xiphisternum ke maleolus medial dengan

menjaga tubuh dan kaki sejajar dengan alas dan tidak membuat setiap upaya untuk

menyamakan sisi panggul. Hal ini akan memberikan perbedaan fungsional pada

panjang kaki. Raba spina iliaka anterior superior (SIAS) dan atur panggul agar

sejajar (garis yang menghubungkan kedua SIAS tegak lurus dengan alas).Lalu

ukur panjang kaki dari SIAS ke maleolus medial, maka akan didapatkan true

length measurement. Pastikan kaki berada dalam sikap dan posisi yang sama

(Rex, 2012).
Gambar 3.12 Pengukuran Leg Length Discrepancy

3.7.5 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-x pelvis posisi anteroposterior (AP) dan sinar-x

proksimal femur posisi AP dan lateral diindikasikan untuk kasus curiga fraktur

collum femur. Dua hal yang harus diketahui adalah apakah ada fraktur dan apakah

terjadi pergeseran. Pergeseran dinilai dari bentuk yang abnormal dari outline

tulang dan derajat ketidaksesuaian antara garis trabekula di kaput femur, collum

femur, dan supra-asetabulum dari pelvis. Penilaian ini penting karena fraktur

terimpaksi atau fraktur yang tidak bergeser akan mengalami perbaikan setelah

fiksasi internal, sementara fraktur dengan pergeseran memiliki angka nekrosis

avaskular dan malunion yang tinggi (Solomon, 2001; Egol, 2002)

Magnetic resonance imaging (MRI) saat ini merupakan pilihan pencitraan

untuk fraktur tanpa pergeseran atau fraktur yang tidak nampak di radiografi biasa.

Bone scan atau CT scan dilakukan pada pasien yang memiliki kontraindikasi MRI

(Solomon, 2001; Egol, 2002)

3.8 Penatalaksanaan

Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan


pertolongan pertama pada penderita seperti pembebasan jalan nafas, penilaian
ventilasi, menutup luka dengan verban steril, penghentian perdarahan dengan
balut tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut dengan ambulans. Penderita
dengan fraktur multipel biasanya datang dengan syok sehingga diperlukan
resusitasi cairan dan transfusi darah serta pemberian obat anti nyeri (Rasjad,
2007).
Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu
jangan membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan
prognosis yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti
menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan
terjadinya penyambungan tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal,
mengingat hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara
individual (Rasjad, 2007).

Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa :

a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas.

Non-operatif:

Indikasi:

Fraktur nondisplaced pada pasien mampu memenuhi pembatasan weight bearing.

b. Terapi operatif:

Indikasi: displaced fraktur dan nondisplaced

Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada pasien muda,patah

tulang yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien muda

Bentuk pengobatan bedah yang dipilih ditentukan terutama oleh lokasi

fraktur (femoralis leher vs intertrochanteric), displacement, dan tingkat aktivitas

pasien.Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada pasien dengan stress

fracture dengan kompresi pada leher femur dan fraktur leher femur pada pasien
yang tidak bisa berjalan atau komplikasi yang tinggi.Terapi operatif hampir sering

dilakukan pada orang tua karena:

 Perlu reduksi yang akurat dan stabil

 Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi

Jenis-jenis operasi:

a.Pemasangan pin

Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena

pemasangan pin yang tidak akurat ( percobaan pemasangan pin secara multiple

atau di bawah trokanter) telah diasosiasi dengan fraktur femoral sukbtrokanter.

b.Pemasangan plate dan screw

Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal


screw atau apex proximal screw. Pemasangan screw secara distal sering gagal
berbanding dengan distal. Fiksasi dengan cannulated screw hanya bisa dilakukan
jika reduksi yang baik telah dilakukan. Setelah fraktur direduksi, fraktur
ditahan dengan menggunakan screw atau sliding screw dan side plate yang
menempel pada shaft femoralis. Sliding hip screw (fixed-angle device)
ditambah derotation screw diindikasikan untuk fraktur cervical basal dan patah
tulang berorientasi vertikal.
c.Artroplasti
dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa:
- Eksisi artroplasti
- Hemiartroplasti. Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur
displaced risiko yang lebih rendah untuk dislokasi berbanding
artroplasti pinggul total, terutama pada pasien tidak dapat memenuhi
tindakan pencegahan dislokasi (demensia, penyakit Parkinson). Prostesis
disemen memiliki mobilitas yang lebih baik dan kurang nyeri paha; prostesis
tidak disemen harus disediakan untuk pasien yang sangat lemah di mana
status pra cedera menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin dicapai
setelah operasi.
- Artroplasti total
Indikasi:
Untuk pasien usia lanjut yang aktif dengan fraktur displaced.
Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthropathy (OA dan RA).
Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa minggu dan curiga
kerusakan acetabulum.
Pasien dengan metastatic bone disease seperti Paget’s Disease
Hasil fungsional lebih baik daripada hemiarthroplasty
Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiarthroplasty.

3.9 Komplikasi

Komplikasi dini (Rasjad, 2007):

1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal
ini biasanya terjadi pada fraktur, pada kondisi tertentu terjadi syok
neurogenic pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien.
2. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh; tidak adanya nadi; CRT
(Capillary Refill Time) menurun; sianosis distal; hematoma yang lebar;
serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaian; perubahan posisi pada yang sakit; tindakan reduksi dan
pembedahan.
3. Sindrom kompartemen
Adalah suatu kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh
darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau
hematoma yang menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah. Kondisi
sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya terjadi pada fraktur
yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah
tulang. Tanda khas untuk sindrom kompartemen adalah 5 P (pain/ nyeri
local, pallor/ pucat, parestesi/tidak ada sensasi, pulselessness/ tidak ada
denyut nadi , perubahan nadi , perfusi yang kurang baik pada bagian distal,
CRT > 3 detik pada bagian distal kaki, paralysis/kelumpuhan tungkai)
4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik, infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal
ini biasanya terjadi karena kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF)
atau plat.
5. Avaskular Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmanns
ischemia.
6. Sindrom emboli lemak
Adalah suatu komplikasi serius yang sering terjadi pada fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel –sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang
kuning masuk pada aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi,
hipertensi, takipneu, dan demam.

Komplikasi lanjut (Rasjad, 2007):


1. Delayed union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyatu kembali / tersambung dengan baik. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur
yang tidak sembuh setelah selang waktu 3- 5 bulan (3 bulan untuk anggota
gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah
2. Non union
Apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak
terjadi konsolidasi sehingga dapat pseudoartrosis. Pseudoartrosis dapat
terjadi dengan infeksi maupun tidak dengan infeksi.
3. Mal union
Keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas
yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Telah diperiksa seorang pasien Ny. S usia 76 tahun tanggal 08 Oktober

2019 14.30 WIB dengan dengan keluhan nyeri pada pinggul kanan dan riwayat

jatuh 2 hari yang lalu. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik disimpulkan bahwa

diagnosis pada Ny S adalah suspect close fracture neck femur dextra.

Dalam penatalaksanaan kasus ini diberikan terapi non operatif berupa non

medikamentosa, yaitu imobilisasi tungkai kanan, sedangkan farmakologi yaitu

analgetik dan antibiotik. Terapi operatif pada pasien ini adalah hemiarthroplasty

dextra.

4.2. Saran
Setelah mengkaji laporan kasus ini disarakan kepada pembaca maupun
penulis untuk menambah wawasan lebih dalam lagi melalui sumber-sumber lain
yang lebih relevan terutama pada penentuan fraktur femur dan tatalaksana lanjut
pada fraktur femur.

Anda mungkin juga menyukai