Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

LATAR BELAKANG

1.1 Latar belakang


Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mecampur, meracik formulasi
obat, identifikasi, kombinasi, analisis dan standarisasi atau pembakuan obat serta
pengobatan, termasuk pula sifar-sifat obat dan distribusinya serta penggunaannya yang
aman pada obat ( Syamsuni, 2007). Dalam ilmu farmasi, dituntut untuk mempelajari sifat
fisik suatu obat disebut farmasi fisika.
Ilmu farmasi erat hubungannya dengan ilmu fisika karena dalam membuat sediaan
farmasi kita harus bisa mengetahui sifat fisik dari suatu zat aktif maupun zat tambahan
(eksipien) yang akan ditambahkan kedalam suatu formula obat sehingga menghasilkan
sediaan farmasi yang berstandar baik, berefek baik dan mempunyai kestabilan yang baik
pula. Farmasi Fisika adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara fisika (sifat-sifat
Fisika) dengan kefarmasian dengan mempelajari tentang analisis kualitatif serta
kuantitatif senyawa organik dan anorganik yang berhubungan dengan sifat fisikanya
serta menganalisis pembuatan dan pengujian hasil akhir dari sediaan obat (Martin,1990).
Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan kelarutan
suatu senyawa dengan penambahan zat pengkompleks yaitu senyawa yang terbentuk
karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya dapat
berdiri sendiri (Martin, 1993).
Banyak bahan obat yang mempunyai kelarutan dalam air yang rendah atau
dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik. Senyawa-
senyawa yang tidak larut seringkali menunjukan absorbs yang tidak sempurna atau tidak
menentu (Linda, 2009).

Dalam bidang farmasi prinsip kompleks ini digunakan untuk menambah


kelarutan suatu senyawa obat. Karena ada sebagian dari senyawa obat tidak dapat larut
dengan baik pada pelarut tertentu sehingga diperlukan perubahan senyawa
pengkompleks. Dalam praktikum kali ini kami mengambil sampel paracetamol karena
kelarutan dari paracetamol adalah larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%), dalam 40 bagian gliserol, dan 9 bagian propilenglikol, dan larut dalam larutan
alkali hidroksida (Dirjen POM, 1979).
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat
pengompleks.
1.2.1 Tujuan Percobaan
Menetapkan kelarutan paracetamol dalam larutan dengan penambahan Na EDTA
menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS
1.3 Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan Paracetamol di dalam air dengan penambahan NaEDTA dengan
konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada pembentukan senyawa kompleks yang terjadi
antara Paracetamol dan Na EDTA yang diukur serapannya dengan menggunakan
spektrofotometri UV-VIS.
1.4 Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan dari paracetamol dalam larutan dengan penambahan Na EDTA
dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks yang terjadi antara
paracetamol dengan Na EDTA yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Larutan Standar

No Sampel Absorbansi
1. Blangko - 0,001
2. 10 ppm 0,211
3. 20 ppm 0,270
4. 30 ppm 0,315
4.1.2 Kurva Larutan Standar

Kurva Baku
0.4
0,315 y = 0,005x + 0,8164
Absorbansi

0.3
R² = 0,973
0,278
0.2
0,211 absorbansi
0.1
0 Linear
(absorbansi)
0 10 20 30 40
Kosentrasi (Ppm)

4.1.3 Larutan Sampel


No Sampel Absorbansi
1. PCT + Na Edta 0,2 g 0,431
2. PCT + Na Edta 0,4 g 0,429
3 PCT + Na Edta 0,6 g 0,562

4.2 Perhitungan
4.2.1 Pengenceran Paracetamo
Dik : N1 = 1.000.000 Ppm
N2 = 1.000 Ppm
V2 = 10 Ml
Dit : V1 …. g ?
Peny : V1 × N1= V2 × N2
V1 × 1.000.000= 10 × 1.000
10.000
V1=
1.000.000
= 0,01 g
4.2.2 Konsentrasi Sampel
1. PCT 0,01 g + Na Edta 0,2 g
Dik : y = 0,005x + 0,614
a = 0,164
b = 0,005
y = 0,413
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
0,413 = 0,005x+ 0,164
0,005 x = 0,413 – 0,164
0,249
x =
0,005
x = 49,8
x
Konsentrasi = x 100%
ml
49,8
= x 100%
10 ml
= 498 %
2. PCT 0,01 g + Na Edta 0,4 g
Dik : y = 0,005x + 0,164
a = 0,164
b = 0,005
y = 0,487
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
0,487 = 0,005 x + 0,164
0,005 x = 0,487 – 0,164
0,323
x =
0,005
x = 64,6
x
Konsentrasi = x 100%
mL
64,4
= x 100%
10 mL
= 646 %
3. PCT 0,01 g + Na Edta 0,6 g
Dik : y = 0,005x + 0,164
a = 0,005
b = 0,164
y = 0,526
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
0,526 = 0,005 x + 0,164
0,005 x = 0,526 – 0,164
0,362
x =
0,005
x = 72,4
x
Konsentrasi = x 100%
mL
72,4
= 𝑥 100 %
10 mL

= 724 %

4.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan tentang kompelksasi obat. Tujuan dari
praktikum kompleksasi obat yaitu Menetapkan kelarutan paracetamol dalam larutan dengan
penambahan Na EDTA menggunakan metode spektrofotometri UV-VIS.

Kompelksasi adalah proses pembentukan kompleks koordinasi dari atom atau ion
yang terkoordinasi dari satu set ligan. Sedangkan senyawa pengompleks yaitu senyawa yang
terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya
dapat berdiri sendiri ( Roth, 1994).

Dalam menetapkan kelarutan suatu zat dengan penambahan zat pengkompleks, kita
menggunakan metode kompleksasi obat. Dalam metode kompleksasi obat kita harus
membuat 3 larutan yaitu larutan standar, larutan sampel dan larutan blangko. Dan dalam
menggunakan metode ini kita harus membuat pengenceran bertingkat, karena. Tujuan dari
pembuatan larutan standar yaitu larutan yang digunakan sebagai pereaksi yang akan
menentukan suatu konsentrasi atau kadar pada suatu larutan. Kemudian tujuan dari
pembuatan larutan blangko yaitu sebagai larutan pembanding. Serta tujuan dari pembuatan
larutan sampel yaitu sebagai larutan yang akan ditentukan konsentrasi atau kadar dari suatu
larutan tersebut (Day, 1995).
4.3.1 Larutan standar
Larutan standar adalah suatu larutan yang mengandung konsentrasi yang diketahui
secara tepat dari unsur atau zat ( Bassed, 1978 ).
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, Batang pengaduk, gelas ukur 10 mL,
gelas beker 10 mL, kuvet, lap kasar, lumping alu, Neraca analitik, pipet mikro, pipet tetes,
spektrofotometer UV-VIS, sudip. Selain itu, adapula bahan yang digunakan yaitu alkohol
70%, aquadest, kertas perkamen, Na EDTA 0,2 gram, 0,4 gram, 0,6 gram, paracetamol, tissu.
Pada percobaan ini, terlebih dahulu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Alat yang digunakan dibersihkan menggunakan alkohol 70%. Menurut pratiwi (2008), tujuan
dibersihkan menggunakan alkohol 70% karena dapat membunuh mikroba ataupun sebagai
antiseptik, konsentrasi optimal adalah 70-80%, dan konsentrasi alkohol 60-90% terlihat lebih
cepat membunuh mikroba.
Kemudian dilakukan perhitungan pengenceran paracetamol dengan konsentrasi 1000
ppm dalam 10 mL. Menurut Tortora (2010), pengenceran ini bertujuan untuk menurunkan
konsentrasi dari larutan atau sampel yang digunakan.
Ditimbang paracetamol sebanyak 0,01 gram dan dimasukan dalam gelas beker.
Menurut Dirjen POM (1979), kelarutan dari paracetamol yaitu larut dalam 70 bagian air,
dalam 7 bagian etanol (95%), dalam 40 bagian gliserol, dan 9 bagian propilenglikol, dan larut
dalam larutan alkali hidroksida. Kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 10 mL dan
diaduk hingga homogen,lalu dimasukkan ke dalam vial. Tujuan dari pengadukan secara
homogeny, yaitu agar zat tersebut menjadi satu atau tercampur secara merata ( Brady, 1990).
Kemudian dibuat konsentrasi 100 ppm dengan mengambil 1 mL larutan 1000 ppm
lalu ditambahkan air sampai 10 mL. Lalu, dibuat larutan paracetamol dengan konsentrasi 10
ppm, 20 ppm, 30 ppm. Dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur pada spektrofotometer UV-
VIS. Prinsip dari spektrofotometer yaitu suatu metode untuk mengukur seberapa banyak zat
kimia menyerap cahaya dengan mengukur intensitas cahaya ketika seberkas cahaya melewati
larutan sampel ( Campbell, 2011).
Setelah itu, dilihat nilai absorbansi tiap larutan. . Nilai yang keluar dari cahaya yang
diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan konsentrasi
sampel. Studi spektrofotometri dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual yang
lebih mendalam dari absorbsi energi. Hukum Beer menyatakan absorbansi cahaya berbanding
lurus dengan dengan konsentrasi dan ketebalan bahan/medium (Miller J.N 2000).
Hasil yang kami dapatkan pada percobaan kali ini yaitu hasil absorbansi pada larutan
standar 10 ppm yaitu 0,211 nm, larutan yang 20 ppm didapatkan yaitu 0,278 nm dan pada 30
ppm didapatkan 0,315 nm
4.3.2 Larutan Sampel
Larutan sampel adalah larutan yang akan ditentukan kadar nya. Pada percobaan
untuk menentukan larutan sampel terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Kemudian bersihkan alat menggunakan alkohol 70%, tujuannya yaitu dibersihkan
menggunakan alkohol 70% karena dapat membunuh mikroba ataupun sebagai antiseptik,
konsentrasi optimal adalah 70-80%, dan konsentrasi alkohol 60-90% terlihat lebih cepat
membunuh mikroba ( Pratiwi, 2008).
Kemudian diambil 1 mL larutan standar 100 ppm, lalu ditambahkan aquadest hingga
10 mL. dan dilakukan sebanyak tiga kali dan dimasukkan ke dalam vial dan diberi label 10
ppm. Lalu ditambahkan Na EDTA 0,2 gram , 0,4 gram, 0,6 gram dalam masing-masing vial
dan beri label. Dimasukkan kedalam kuvet dan diukur menggunakan spektrofotometer.
Setelah itu, dilihat nilai absorbansi tiap larutan dengan spektrofotometer UV-VIS.
Salah satu cara agar dapat mengetahui pengaruh zat pengompleks yaitu dengan
menggunakan spektrofotometri UV-VIS. Fungsi dari pengukuran menggunakan
spektrofotometri dalam percobaan ini adalah mengukur transmitans atau absorbans suatu
sampel yang dinyatakan dalam fungsi panjang gelombang ( Hardjadi, 1990).
Hasil yang kami dapatkan pada percobaan kali ini yaitu hasil absorbansi pada larutan
standar 10 ppm yaitu 0,211 nm, larutan yang 20 ppm didapatkan 0,278 nm dan pada 30 ppm
didapatkan 0,315 nm. Nilai absorbansi pada larutan sampel paracetamol dan 0,2 gr Na EDTA
yaitu 0,413 nm, sampel PCT dan 0,4 gr Na EDTA yaitu 0,487 nm, dan sampel yang PCT dan
0,6 gr Na EDTA yaitu 0,526 nm.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada percobaan ini yaitu, kurangnya ketelitian
dari praktikan pada saat proses pengukuran pada spektrofotmeter yaitu adanya serapan oleh
pelarut, selain itu juga kemungkinan kesalahan yang terjadi pada saat perhitungan.

Anda mungkin juga menyukai