•
Jl. Mandala V No. 67 CiJilitan Besar, Jakana Timur
CERTIFICATE
o. MSAC-QMS-0012
Ha, established and applies a
�KAN
..................
K.nlte Ak,HitMi Nasioul
�
LNM-CIHolc»i
PT Ms.A Cffl,lkrihon - Ooduq ANTAM Office Tov,'ff B, I.a. I I ,JI l.ct.>end Tij S..n•up11111 No I. "*1a JliJO, &1111111 •fo�wi:utdkaban.co..-1
Thlll om,tlca•� u � ul'PT MSACmlrllClllOll..t lftilll be re� uPIJII ftqW!,lcd(F lb-06, Re" I>
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan
“KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta” dengan baik.
Kegiatan ini adalah kelanjutan dari kegiatan review yang sudah dilakukan sebelumnya.
Dalam penyusunan pekerjaan ini, utamanya adalah untuk menyediakan Rekomendasi
perbaikan untuk pengembalian keputusan kebijakan, rencana, dan/ atau program (KRP) yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam pemanfaatan
kawasan strategis Pantura Jakarta. Sehingga dapat secara jelas dilakukan mitigasi dampak
negatif terhadap potensi maupun kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam
setiap perencanaan pembangunan yang bersifat strategis dengan mengedepankan prinsip
pembangunan yang berkelanjutan.
Penyusunan dokumen ini telah melalui proses penjaminan kualitas sebagaimana amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang telah berpartisipasi dan membantu penyusunan “KLHS Raperda RTR
Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta” yang sangat bermanfaat ini.
Jakarta, 2017
Sekretaris Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Saefullah
NIP 196402111984031002
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABLE ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
ii
2.2.6.3. Pelayanan Air Bersih .................................................................... 2 - 85
2.3. KAJIAN KEBIJAKAN TERKAIT .......................................................... 2 - 86
2.3.1. Tinjauan Kebijakan Terkait Reklamasi .............................................. 2 - 86
2.3.1.1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria .................................................................... 2 - 86
2.3.1.2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ... 2 - 89
2.3.1.3. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Jo. Undang-Undang
No. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil ......................................................................... 2 - 92
2.3.1.4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah ....................................................................................... 2 - 94
2.3.1.5. Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ..................................................... 2 - 98
2.3.1.6. Rangkuman Isu dari Peraturan Perundang-Undangan ..................... 2 - 104
2.3.2. Tinjauan Kebijakan Dengan Penataan Ruang Kawasan
Strategis Provinsi Pantai Utara DKI Jakarta ...................................... 2 - 106
2.3.2.1. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 ..................................... 2 - 106
2.3.2.2. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012
Tentang RTRW DKI Jakarta 2030 .................................................. 2 - 108
2.3.2.3. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.1 Tahun 2014 tentang RDTR dan
Perturan Zonasi ........................................................................... 2 - 112
2.3.2.4. Rencana Pembangunan Tanggul Laut NCICD ................................. 2 – 128
iv
Tabel 2.31. Klasifikasi, Distribusi, dan Luas Zona Di Kecamatan Pademangan ....... 2 - 117
Tabel 2.32. Klasifikasi, Distribusi, dan Luas Zona Di Kecamatan Tanjung Priok...... 2 - 119
Tabel 2.33. Klasifikasi, Distribusi, dan Luas Zona Di Kecamatan Koja ................... 2 – 121
Tabel 3.1. Hasil Studi dan Kajian Sebelumnya .................................................. 3 - 1
Tabel 3.2. Review Isu Strategis Berdasarkan Kajian Studi Yang Telah Dilakukan . 3 - 2
Tabel 3.3. Distribusi Zona Peruntukan Pulau A Hingga Pulau M.......................... 3 - 15
Tabel 3.4. Kajian Pengaruh Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Terhadap Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan DKI Jakarta ....... 3 - 18
Tabel 3.5. Luas Pulau dan Lantai pada Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta ....... 3 - 23
Tabel 3.6. Perkiraan Konsentrasi BOD oleh Limbah Cair Domestik ...................... 3 - 28
Tabel 3.7. Perkiraan Konsentrasi BOD oleh Limbah Cair Non-Domestik ............... 3 - 29
Tabel 3.8. Timbulan Sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau
.................................................................................................... 3 - 30
Tabel 3.9. Kebutuhan Air Bersih di Pulau-pulau Reklamasi Kawasan Pantura ...... 3 - 33
Tabel 3.10. Informasi Titik Kemacetan Eksisting Pada Situasi Hari Kerja Di Kawasan
Pesisir Pantura Jakarta ................................................................... 3 - 40
Tabel 3.12. Informasi Titik Kemacetan Eksisting Pada Situasi Hari Libur Kerja
(Weekend Days) Di Kawasan Pesisir Pantura Jakarta......................... 3 – 44
Tabel 4.1. Alternatif Penyempurnaan KRP terkait Isu Strategis Pembentukan
Pulau – Pulau Hasil Kegiatan Reklamasi ........................................... 4 - 7
Tabel 4.2. Alternatif Penyempurnaan KRP terkait Isu Pembangunan
Kawasan Baru Perkotaan ................................................................ 4 – 18
Tabel 5.1. Rekomendasi Penyempurnaan KRP RTR KSP Pantura Jakarta ............ 5 - 2
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Tahapan Penyelenggaraan KLHS Rancangan Perda RTR KSP Jakarta .. 1 – 8
Gambar 2.1. Lingkup Wilayah KLHS Kawasan Strategis Pantura ............................ 2 - 1
Gambar 2.2. Ekoregion Darat di Provinsi DKI Jakarta ........................................... 2 - 4
Gambar 2.3. Persandingan Peta Kejadian Banjir dengan Ekoregion Darat Provinsi DKI
Jakarta .......................................................................................... 8
Gambar 2.4. Sebaran Klasifikasi Tanah berdasarkan N – SPT di DKI Jakarta........... 2 - 11
Gambar 2.5. Peta Penurunan Muka Tanah DKI Jakarta Periode 2000 - 2014 .......... 2 - 12
Gambar 2.6. Peta Muka Air Tanah (MAT) Akifer 0 – 40 m DKI Jakarta ................... 2 - 13
Gambar 2.7. Peta Kualitas Air Tanah pada akuifer 0 – 40 m dan 40 – 30 m berdasarkan
Parameter DHL .............................................................................. 2 – 14
Gambar 2.8. Konsentrasi Logam Berat pada Lapisan Sedimen Dasar Laut Teluk
Jakarta .......................................................................................... 2 - 16
Gambar 2.9. Penurunan Muka Tanah di DKI Jakarta ............................................ 2 - 17
Gambar 2.10. Sebaran Hutan Manggrove Sekunder ............................................... 2 - 20
Gambar 2.11. Penggunaan Lahan DKI Jakarta Tahun 2000 .................................... 2 - 24
Gambar 2.12. Penggunaan Lahan DKI Jakarta Tahun 2010 .................................... 2 - 25
Gambar 2.13. Penggunan Lahan di Kawasan Pantura............................................. 2 - 26
Gambar 2.14. Kepadatan Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 dan Pelayanan
Utilitas .......................................................................................... 2 - 28
Gambar 2.15 Jaringan Jalan Kawasan Jabodetabek ............................................... 2 – 29
Gambar 2.16 Kinerja Jaringan Jalan di Wilayah DKI Jakarta ................................... 2 – 30
Gambar 2.17 Koridor Utama dengan Kinerja Jaringan Jalan Rendah ....................... 2 - 31
Gambar 2.18 Peta Batimetri Teluk Jakarta ............................................................ 2 - 32
Gambar 2.19. Blank Zone di Teluk Jakarta Berdasarkan Interpretasi Seismik............ 2 - 34
Gambar 2.20. Potongan Melintang Kondisi Tanah Dasar Laut di Pulau C di Teluk
Jakarta .......................................................................................... 2 - 35
Gambar 2.21. Grafik Variabilitas dan Trend Suhu Udara Rerata Tahunan Periode 1976-2012
di Teluk Jakarta ............................................................................. 2 - 36
Gambar 2.22. Peta Indeks Kerentanan Pesisir Jakarta ............................................ 2 - 36
Gambar 2.23. Kenaikan Muka Air Laut di Stasiun Pengamatan Altimetri Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara. ..................... 2 - 38
Gambar 2.24. Persentase Penutupan Karang di Pulau Pemagaran ........................... 2 - 39
Gambar 2.25. Persentase Penutupan Karang di Pulau Tidung ................................. 2 - 39
Gambar 2.26. Persentase Penutupan Karang di Pulau Pramuka (2012) .................. 2 - 40
Gambar 2.27. Persentase Penutupan Karang di Pulau Panggang ............................. 2 - 40
Gambar 2.28. Peta Indeks Tunggang Pasang di Kawasan Pesisir Wilayah Daratan
Provinsi DKI Jakarta ....................................................................... 2 – 42
Gambar 2.29. Grafik Ramalan Pasang Surut di Wilayah Pesisir DKI Jakarta .............. 2 - 44
Gambar 2.30. Peta Kelerengan Dasar Laut Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta ....... 2 - 46
Gambar 2.31. Ekoregion Laut DKI Jakarta ............................................................. 2 - 47
Gambar 2.32. Peta Sub Ekoregion Laut 6.3.1 Lingkup Kawasan Perairan Pantura
Jakarta .......................................................................................... 2 - 48
Gambar 2.33. Sungai dan Kanal di wilayah DKI Jakarta dan bermuara di Teluk
vi
Jakarta .......................................................................................... 2 - 49
Gambar 2.34. Lokasi Rawan Bencana Rob di Pesisir DKI Jakarta ............................. 2 - 50
Gambar 2.35. Masa Pembilasan Massa Air Teluk Jakarta Sebelum dan Setelah
Reklamasi Pulau Pantura Jakarta. .................................................... 2 - 53
Gambar 2.36. Peta Area Penangkapan Ikan di Teluk Jakarta .................................. 2 - 63
Gambar 2.37. Lokasi Buidaya Kerang dan Keramba di Kawasan Pantura Jakarta ...... 2 - 64
Gambar 2.38. Peta Lokasi Infrastruktur Pendukung Kegiatan Perikanan................... 2 - 65
Gambar 2.39. Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman ................. 2 - 69
Gambar 2.40. Peta Lokasi RW Kumuh Pantai Utara Jakarta .................................... 2 - 73
Gambar 2.41. Peta Lokasi Kampong Nelayan Pantai Utara Jakarta .......................... 2 - 74
Gambar 2.42. Permukiman Kumuh di Bantaran Sungai di Jakarta Utara ................... 2 - 75
Gambar 2.43. Persebaran RW Kumuh di Jakarta Utara ........................................... 2 - 76
Gambar 2.44. Peta Lokasi Infrastruktur dan Fasilitas Strategis di Daratan Pantai Utara
Jakarta .......................................................................................... 2 - 77
Gambar 2.45. Lay Out Fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok ....................................... 2 - 73
Gambar 2.46. Terminal di Sekitar Tanjung Priok .................................................... 2 - 79
Gambar 2.47. Pelabuhan Sunda Kelapa ................................................................ 2 - 81
Gambar 2.48. Jaringan Kabel dan Pipa Gas di Perairan Teluk Jakarta ...................... 2 - 83
Gambar 2.49. PLTGU Tanjung Priok ..................................................................... 2 - 84
Gambar 2.50. Area yang Belum Terlayani oleh PAM Jaya ....................................... 2 - 86
Gambar 2.51. Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah DKI Jakarta Bagian Utara.. 2 - 109
Gambar 2.52. Peta Zonasi dan Peruntukan Blok di Kecamatan Penjaringan .............. 2 - 114
Gambar 2.53. Peta Zonasi dan Peruntukan Blok di Kecamatan Cilincing ................... 2 - 116
Gambar 2.54. Peta Zonasi dan Peruntukan Blok di Kecamatan Pademangan ............ 2 – 118
Gambar 2.55. Peta Zonasi dan Peruntukan Blok di Kecamatan Tanjung Priok ........... 2 - 120
Gambar 2.56. Peta Zonasi dan Peruntukan Blok di Kecamatan Koja ........................ 2 - 122
Gambar 2.57. Tahapan PTPIN.............................................................................. 2 - 124
Gambar 2.58. Jalur tanggul di Tahap A (bagian tengah) ......................................... 2 - 126
Gambar 2.59. Tahap B & C Tanggul dan waduk lepas-pantai .................................. 2 - 127
Gambar 2.60. Pengkombinasian Antara Pengembangan Polder dan Program NCICD
(PTPIN) Tahap A ............................................................................ 2 – 129
Gambar 3.1. Model Keterkaitan Isu Strategis Pengembangan Kawasan Strategis Pantura
Jakarta ......................................................................................... 3 - 4
Gambar 3.2. Peta Isu Lingkungan Lingkup di Pesisir Pantai Utara Jakarta .............. 3 - 6
Gambar 3.3. Peta Infrastruktur Yang Potensial Terdampak Rencana Pengembangan
Kawasan Strategis Pantura ............................................................. 3 - 6
Gambar 3.4. Peta Blank Zone di Perairan Teluk Jakarta ........................................ 3 - 8
Gambar 3.5. Hasil Sampel Coring Lapisan Tanah di Kawasan Teluk Jakarta ........... 3 - 9
Gambar 3.6. Peta Kesenjangan Lingkup Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Menurut
Perda Provinsi DKI Jakarta No.1 Tahun 2012 .................................... 3 - 12
Gambar 3.7. Peta Proporsi Luas Lahan Rencana Pulau Reklamasi dan Wilayah Administrasi
Provinsi DKI Jakarta ....................................................................... 3 - 14
Gambar 3.8. Rencana Jaringan Transportasi Kawasan Pantura Jakarta .................. 3 - 16
Gambar 3.9. Peta Identifikasi Permukiman Padat, Nelayan, dan Infrastruktur
Pendukungannya ........................................................................... 3 - 17
vii
Gambar 3.10. Peta Ekoregion Darat dan Blank Zone di Kawasan Pantura Jakarta ..... 3 - 23
Gambar 3.11. Zona Rawan Penurunan Muka Tanah ............................................... 3 - 24
Gambar 3.12. Peta Ketinggian dan Amplop Bangunan Pada Kawasan Pesisir
dan Pulau Reklamasi Pantura Jakarta............................................... 3 - 25
Gambar 3.13. Cekungan Air Tanah Provinsi DKI Jakarta dan Sekitarnya .................. 3 - 32
Gambar 3.14. Titik Lokasi Instalasi Penting Kawasan Pesisir Pantura ....................... 3 - 37
Gambar 3.15. Peta Isu Lingkungan Lingkup Pesisir Pantai Utara Jakarta .................. 3 - 37
Gambar 3.16 Titik Kemacetan Kawasan Pesisir Serta Perkiraan Dampak Dari Timbulnya
Bangkitan Lalu Lintas Dari Pengembangan Kawasan Reklamasi ......... 3 - 39
viii
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI
Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang
dari arah laut, dengan berbagai aktivitas masyarakat dan pembangunan yang sangat
beragam, termasuk beberapa obyek vital yang berlokasi di kawasan tersebut.
Mengacu pada Pasal 10 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
yang mengatur bahwa setiap provinsi berwenang untuk menetapkan Kawasan
Strategis Provinsi, maka Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030 menetapkan kawasan Pantai Utara
(Pantura) Jakarta sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP). Hal ini sejalan dengan
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 29 Tahun 2007
tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 26 Ayat 4) yang mengatur penetapan
dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam dan
lingkungan hidup, pengendalian penduduk dan permukiman, transportasi, industri,
perdagangan dan pariwisata sebagai bagian dari kewenangan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta.
Berdasarkan Keppres No. 17 Tahun 1994 kawasan Pantura Jakarta pada awalnya
dikategorikan sebagai Kawasan Andalan, yakni kawasan yang mempunyai nilai
strategis dipandang dari sudut pandang ekonomi dan perkembangan kota. Upaya
untuk mewujudkan fungsi Kawasan Pantura Jakarta sebagai Kawasan Andalan dapat
dilakukan melalui reklamasi Pantura sekaligus menata ruang daratan pantai yang ada
secara terarah dan terpadu. Kriteria tersebut merupakan nomenklatur ditetapkannya
Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantura Jakarta.
Peraturan ini secara spesifik dibedakan dengan peraturan untuk substansi yang sama
di Kawasan Andalan lainnya di wilayah Pantura, yaitu reklamasi yang berada di
wilayah Tangerang ditetapkan melalui Keppres No. 73 Tahun 1995 tentang
Reklamasi Pantai Kapuk Naga, Tangerang, Keppres No. 114 Tahun 1999 tentang
Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur, dan Keppres No. 1 Tahun 1997
tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.
Menindaklanjuti kebijakan Pemerintah Pusat tentang pengembangan dan penataan di
Kawasan Andalan Pantura Jakarta serta Keppres No. 52 Tahun 1995, maka
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun
1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan
Pantura Jakarta. Pasal 28 dan 29 dalam Perda tersebut mengatur pembentukan
Badan Pelaksana Reklamasi (BPR) Pantura Jakarta yang diberikan tugas dan
wewenang untuk menyelenggarakan reklamasi, mengelola tanah hasil reklamasi, dan
mengkoordinasikan penataan kembali kawasan daratan Pantura Jakarta. BPR
Bab 1 - 1
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Pantura Jakarta kemudian dibentuk pada tahun 1997dan melaksanakan tugas sekitar
12 tahun. Sesuai dengan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah, pada tahun 2009 kelembagaan BPR Pantura Jakarta dihapuskan. Saat ini,
tugas BPR Pantura Jakarta dilaksanakan oleh Asisten Pembangunan Sekretariat
Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai caretaker.
Dalam perkembangannya,Pemerintah Pusat menerbitkan Perpres No. 54 Tahun 2008
tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,
Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur). Lingkup wilayah kawasan Jabodetabekpunjur
merujuk pada PP No. 26 Tahun 2008 yang menetapkan kawasan Jabodetabekpunjur
sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), yang oleh karenanya diperlukan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
secara terpadu. Penetapan ini terkait dengan arahan Kawasan Strategis Nasional
sebagai kawasan ekoregion.
Dengan diterbitkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No. 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, PP No. 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang
Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka Keppres No. 52 Tahun 1995
tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, khususnya yang terkait dengan penataan
ruang dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini memberi pengaruh terhadap peraturan di
tingkat daerah, khususnya yang terkait dengan penataan kawasan Pantura Jakarta,
yaitu Perda Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Pada dasarnya Perpres No. 54 Tahun 2008 memuat tentang pembangunan Kawasan
Pantura melalui kegiatan reklamasi yang terintegrasi dengan kegiatan revitalisasi
melalui penataan kawasan pada kawasan daratan yang berbatasan. Dalam Keppres
No. 52 Tahun 1995 diatur bahwa kegiatan reklamasi dapat dilakukan melalui
perpanjangan kawasan daratan. Sedangkan Perpres No. 54 Tahun 2008 mengatur
bahwa reklamasi harus dilakukan dalam bentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal
lateral berjarak ± 200-300 meter dengan kawasan daratan, tergantung pada
ketentuan zonasi masing-masing.
Oleh karenanya, dalam pelaksanaannya dilakukan perencanaan kembali penataan
ruang kawasan Pantura Jakarta yang mencakup pulau reklamasi dan revitalisasi
daratan sebagaimana amanat Pasal 10 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007. Diatur
bahwa Kawasan Strategis Provinsi perlu ditetapkan melalui suatu peraturan daerah
dan oleh karenanya Kawasan Pantura Jakarta sebagai salah satu Kawasan Strategis
Provinsi sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Jakarta 2030 membutuhkan landasan
hukum dalam bentuk Perda Provinsi DKI Jakarta terkait rencana tata ruang Kawasan
Strategis Pantura Jakarta sebagai revisi Perda Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun 1995
yang dinyatakan tidak berlaku.
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta selain diharapkan akan
menjadi pedoman bagi pranata pengaturan operasional, juga bertujuan mewujudkan
Kawasan Pantura Jakarta tumbuh sebagai green city yang memadukan eco city dan
waterfront city yang bersifat mandiri menuju resilience city sebagai solusi yang
Bab 1 - 2
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 1 - 3
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 46
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS. Rancangan RTR Kawasan
Strategis Pantura Jakarta diperkirakan akan memberikan dampak terhadap kondisi
lingkungan hidup yang bersifat strategisdi wilayah DKI Jakarta. Alternatif dan
penanganan dampak negatif terhadap kerusakan sumber daya alam dan lingkungan
hidup menjadi hal yang perlu diintegrasikan dalam setiap perencanaan
pembangunan berlandaskan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Melalui upaya
tersebut, kerusakan dan penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan dapat
dikendalikan sejak dini. Pencegahan kerusakan dan penurunan kualitas sumber daya
alam dan lingkungan hidup menjadi lebih efektif apabila dipertimbangkan sejak
proses formulasi Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP), termasuk penyusunan
rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dan Perdanya.
Berdasarkan hal tersebut, maka proses penyusunan rancangan Perda RTR Kawasan
Strategis Pantura Jakarta didukung oleh Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
sesuai amanat Pasal 15 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009) dan PP No. 46 Tahun 2016.
Oleh karena rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta pada
hakekatnya merupakan kesatuan dengan perencanaan dan perancangan teknis
pembangunan lahan melalui kegiatan reklamasi, maka isu strategis lingkungan hidup
yang menjadi unsur utama KLHS akan mencakup pranata pengaturan lainnya yang
relevan dengan pembangunan lahan baru Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
1.2. TUJUAN
Tujuan utama KLHS rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah
menyiapkan rekomendasi bagi penyempurnaan rancangan Perda RTR Kawasan
Strategis Pantura Jakarta melalui pengintegrasian prinsip pembangunan
berkelanjutan, khususnya dalam pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Pantura
Jakarta.
1.3. SASARAN
Sasaran penyelenggaraan KLHS Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta adalah :
a. Teridentifikasinya isu lingkungan hidup yang bersifat prioritas dan strategis,
termasuk yang dijaring melalui saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat
melalui forum konsultasi publik dan media penghimpunan masukan lainnya,
b. Tersusunnya rambu-rambu bagi proses perencanaan penataan ruang Kawasan
Strategis Pantura Jakarta yang lebih baik;
c. Terjaminnya pengintegrasian prinsip ketergantungan, keberlanjutan lingkungan
hidup, dan keadilan dalam penataan ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta ke
dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan yang ditetapkan melalui
rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta,
Bab 1 - 4
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 1 - 5
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 1 - 6
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 1 - 7
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Isu Strategis Lingkungan Hidup dan Muatan RTR KSP Jakarta yang
Pembangunan Berkelanjutan Potensial Mempengaruhi LH Strategis
Gambar 1.1 Tahap Penyelenggaraan KLHS Rancangan Perda RTR KSP Jakarta
Bab 1 - 8
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
BAB II
RONA LINGKUNGAN DAN ISU LINGKUNGAN
Bab 2 - 1
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Secara keseluruhan kawasan perairan tersebut berbatasan dengan garis pantai Utara
Provinsi DKI Jakarta sepanjang ±32 km, di bagian barat berbatasan dengan Pantai
Utara Kabupaten Tangerang dan di bagian Timur berbatasan dengan Pantai Utara
Kabupaten Bekasi. Kawasan pantai yang ada di bagian Utara Provinsi DKI Jakarta
meliputi bagian wilayah Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan,
Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing.
Lokasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta di Teluk Jakarta menjadikannya
sebagai akses antara kawasan daratan dengan Kepulauan Seribu dan berbagai
kegiatan dan aktivitas yang melalui atau berada di Laut Jawa. Oleh karenanya,
Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta juga berfungsi sebagai transhipment point
untuk moda transportasi laut dan darat pada skala yang lebih luas dari kota Jakarta.
Di kawasan ini terdapat berbagai kegiatan transportasi, seperti pelabuhan Tanjung
Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal MRT, jalan tol, dan
jaringan jalan arteri lainnya.
Beberapa kegiatan utama yang telah berlangsung di kawasan bagian Utara Provinsi
DKI Jakarta, di antaranya PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTU Tanjung Priok,
Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, dermaga
dan TPI Muara Angke, kawasan Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya
Ancol, dan lainnya.
Di wilayah bagian Barat terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung
Angke Kapuk, dan Taman Wisata Alam Kamal, serta pada beberapa lokasi terdapat
bangunan dan obyek peninggalan sejarah yang dilestarikan sebagai cagar budaya,
antara lain Kampung Luar Batang di Kelurahan Penjaringan, Kampung Si Pitung di
Kelurahan Marunda, Gereja Tugu di Kelurahan Semper Barat, kawasan kota lama/tua
seperti Stasiun Kota, Museum Fatahillah, dan sebagainya.
Bab 2 - 2
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi.
Walaupun demikian, lingkup kajian perencanaan tata ruang mencakup kawasan
perairan laut dimana reklamasi direncanakan dan kawasan daratan DKI Jakarta yang
terpengaruh oleh Kawasan Strategis Pantura Jakarta, yang secara administratif
termasuk wilayah kota administrasi Jakarta Utara. Perencanaan tata ruang kawasan
daratan DKI Jakarta yang terpengaruh merujuk pada Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan
Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing Provinsi DKI Jakarta
sebagaimana ditetapkan oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang
RDTR dan PZ, sehingga tidak dikaji secara khusus namun menjadi pertimbangan
dalam KLHS.
Wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta berada di perairan laut
Teluk Jakarta dengan batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta;
b. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang
pada koordinat 106o43’10’’BT, 6o22’55’’LS - 106o43’00’’BT, 5o57’30’’LS.
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi pada
koordinat 106o57’40’’BT, 6o22’55’’LSS – 106o57’40’’BT, 5o47’00’’LS; dan
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan, Kecamatan
Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja dan Kecamatan
Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara.
Berdasarkan pada konstelasi ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta di perairan
laut Teluk Jakarta yang berpotensi mempengaruhi ekosistem daratan, pesisir, dan
laut Provinsi DKI Jakarta, maka uraian tentang rona lingkungan akan mencakup
ekosistem daratan yang termasuk wilayah pesisir dan ekosistem perairan laut DKI
Jakarta.
Bab 2 - 3
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 4
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
abrasi. Anasir geomorfik (geomorphic agent) utama yang bekerja di dataran ini
adalah arus pasang-surut (tide) air laut yang membawa material atau sedimen.
Material permukaan di dataran ini umumnya bertekstur halus (lumpur) yang
merupakan hasil proses deposisi marin dari sedimen halus yang terangkut dari
sungai yang bermuara di sekitar dataran ini, kemudian disebarkan oleh arus
sepanjang pantai (longshore drift) dan arus pasang-surut. Dengan karakteristik
bentuk lahan tersebut, dataran pasang-surut berlumpur umumnya :
− Memiliki relief datar sehingga rentan terhadap konversi lahan.
− Habitat flora-fauna bersifat spesifik.
− Terjadi banyak genangan air sejenis rerawaan yang dipengaruhi arus laut dan
sungai.
− Rentan terhadap bencana banjir rob dan luapan sungai.
− Sesuai bagi pengembangan budidaya tambak.
− Tempat tumbuh mangrove, sehingga sesuai diperuntukkan sebagai kawasan
lindung.
Luas dataran pasang-surut berlumpur di Provinsi DKI Jakarta mencapai 56,11 km2
atau sekitar 8.74% dari luas wilayah provinsi.
Bab 2 - 5
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
3. Dataran Rawa
Dataran ini terbentuk dari hasil proses deposisi fluvial, seperti banjir, yang
meninggalkan suatu dataran dengan cekungan-cekungan kecil yang tersebar
secara acak. Cekungan-cekungan ini sesuai dengan sifatnya mudah menampung
air, sehingga di dataran ini banyak terdapat rawa-rawa. Dengan karakteristik
bentuk lahan tersebut, dataran rawa umumnya :
− Memiliki kelembaban tanah tinggi.
− Rentan terhadap genangan atau banjir.
− Aksesibilitas rendah.
− Sesuai untuk budidaya ikan atau pertanian sawah.
− Tidak sesuai untuk pengembangan kawasan terbangun secara langsung, oleh
sebab itu penimbunan pada dataran rawa sering dilakukan sebelum dilakukan
konversi lahan untuk pembangunan.
Luas dataran rawa di Provinsi DKI Jakarta mencapai sekitar 16,90 km2 atau
sekitar 2,63 % dari luas wilayah provinsi.
4. Dataran Banjir
Merupakan dataran yang terletak di sekitar alur sungai. Bentuk lahan ini berada
di dalam lembah sungai (river valley) yang terbentuk akibat proses deposisi
fluvial. Sesuai dengan namanya, dataran ini selalu tergenang banjir jika terjadi
perluapan air sungai, terutama peningkatan debit dalam musim hujan. Dengan
karakteristik bentuk lahan tersebut, dataran banjir umumnya :
− Memiliki tanah yang gembur dan subur.
− Rentan terhadap banjir.
− Sesuai untuk budidaya tanaman semusim terutama pada musim kemarau.
− Tidak sesuai untuk pengembangan kawasan terbangun, oleh sebab itu
penimbunan pada dataran banjir sering dilakukan sebelum dilakukan konversi
lahan untuk pembangunan.
Luas dataran banjir di Provinsi DKI Jakarta mencapai sekitar 38,50 km2 atau
sekitar 6,0 % luas wilayah provinsi.
5. Dataran Fluvio-marin
Dataran ini terbentuk oleh gabungan proses fluvial dan marin, seperti delta
sungai atau dataran estuarin lain dimana pembentukannya dipengaruhi oleh dua
jenis proses geomorfik, yaitu aliran sungai dan arus/gelombang laut. Lokasi
bentuk lahan ini umumnya agak jauh dari garis pantai atau berada di belakang
dataran pasang-surut berlumpur. Pengaruh proses marin pasang-surut masih
dapat dirasakan, namun jika pertumbuhan garis pantai atau akresi relatif cepat,
maka pengaruh pasang-surut semakin kecil. Dengan karakteristik tersebut,
dataran fluvio-marin umumnya :
− Memiliki tanah gembur dan agar subur.
− Rentan terhadap genangan, banjir dan rob.
− Sesuai untuk pengembangan budidaya tambak atau pertanian sawah.
− Sering kali dilakukan penimbunan dan rentan terhadap konversi lahan.
Bab 2 - 6
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Luas dataran fluvio–marin di Provinsi DKI Jakarta mencapai sekitar 183,58 km2
atau sekitar 28,61 % dari luas wilayah provinsi.
6. Dataran Fluvio-vulkanik
Merupakan suatu dataran yang terbentuk oleh proses deposisi fluvial (aliran air
sungai) dengan material dominan dari bahan vulkanik, seperti abu, pasir, kerikil,
dan bongkahan batu vulkanik. Material vulkanik tersebut pada umumnya mudah
termobilisasi oleh hujan sesaat setelah terjadinya erupsi gunungapi. Sumber
material vulkanik di wilayah Provinsi DKI Jakarta secara dominan berasal dari
gunungapi Pangrango dan gunungapi Salak yang terletak di bagian Selatan
Provinsi DKI Jakarta atau di wilayah Bogor. Kawasan ini dikenal sebagai
kawasanyang memiliki curah hujan tinggi, dan kedua gunungapi tersebut dalam
sejarahnya pernah mengalami letusan cukup besar (tipe plinian) yang
menghasilkan endapan vulkanik lepas (pyroclastics) cukup melimpah. Hasil erupsi
dari kedua gunungapi tersebut kemudian termobilisasi oleh aliran air membentuk
aliran lahar, dan lahar tersebut terdeposisi di lereng kaki Utara membentuk
dataran fluvio-vulkanik DKI Jakarta. Dengan karakteristik bentuk lahan tersebut,
dataran fluvio-vulkanik umumnya :
− Memiliki aksesibilitas tinggi karena relief datar.
− Memiliki kemampuan lahan tinggi.
− Tanahnya gembur dan subur.
− Sesuai untuk pengembangan budidaya pertanian dan kawasan terbangun
lainnya.
− Lembah sungainya agak dalam.
− Cenderung terjadi konversi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian.
Luas dataran fluvio–vulkanik di Provinsi DKI Jakarta mencapai sekitar 299,00 km2
atau sekitar 46,60 % dari luas wilayah provinsi.
Dari uraian tentang karakteristik ekoregion tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa secara geohidromorfologi wilayah DKI Jakarta sebagian besar, kecuali
pada ekoregion fluvio-vulkanik dan beting-gesik memiliki kerawanan yang tinggi
terhadap genangan, banjir, dan rob. Berdasarkan karakteristik tersebut,
penanggulangan banjir di DKI Jakarta membutuhkan pengelolaan DAS secara
menyeluruh, terutama pengaturan run off yang mengalir ke wilayah DKI Jakarta
serta penyediaan prasarana drainase di wilayah DKI Jakarta.
Kerawanan terhadap banjir tertera pada persandingan antara peta kejadian
bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007, 2013 dan 2014, serta
peta ekoregion pada Gambar 2.2.
Bab 2 - 7
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Kejadian banjir di DKI Jakarta dalam kurun waktu 2007, 2013, dan 2014 tampaknya
tidak senantiasa berlangsung sesuai karakteristik kerentanan terhadap banjir suatu
ekoregion. Kejadian banjir berlangsung menurut lokasi, luasan, dan lama genangan
yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan fisik di Provinsi DKI Jakarta serta
perubahan sebaran curah dan intensitas hujan.
Distribusi ekoregion berdasarkan wilayah kecamatan tertera pada Tabel 2.2. berikut.
Bab 2 - 8
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Dalam Tabel 2.2. dapat dilihat bahwa kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir DKI
Jakarta yang berbatasan dengan Kawasan Strategis Pantura Jakarta, yaitu
Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok,
Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing termasuk dalam ekoregion dataran fluvio-
marin, dataran rawa, dataran pasang-surut berlumpur, dan dataran beting-gesik dan
Bab 2 - 9
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 2.3. menunjukkan bahwa sebagian besar kecamatan di wilayah pesisir DKI
Jakarta termasuk dalam ekoregion Dataran Pasang-Surut Berlumpur dan/atau
Dataran Fluvio-marin, yaitu ekoregion dengan karakteristik kerawanan terhadap
banjir/genangan oleh karena jenis tanah sulit meresapkan air atau jenuh air serta
kerawanan terhadap rob. Ekoregion Pasang-Surut Berlumpur yang dipengaruhi oleh
pasang-surut laut pada dasarnya sesuai untuk tanaman mangrove yang memiliki
fungsi sebagai pemecah ombak atau menahan rob.
Kerawanan terhadap banjir di DKI Jakarta sesuai karakteristik ecoregion dipengaruhi
pula oleh beberapa faktor antara lain (SLHD Provinsi DKI Jakarta, 2014) yaitu :
1. Curah hujan tahunan rata-rata DKI Jakarta termasuk dalam kategori tinggi, yaitu
sebesar 2.000 mm/tahun.
2. DKI Jakarta berada di bagian hilir 13 (tigabelas) DAS, diantaranya Sungai
Ciliwung, Pesanggrahan, Cipinang, Moorkevart, dan Krukut.
3. Keterbatasan prasaranai drainase.
4. Potensi penurunan muka tanah (lang subsidence).
5. Intensitas penggunaan lahan terbangun yang tinggi.
Ekoregion di DKI Jakarta juga mengindikasikan potensi penurunan muka tanah yang
diwakili oleh kondisi N–SPT tanah atau ukuran konsistensi atau densitas tanah. Data
pada Dinas Pertambangan dan Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta
menunjukkan N–SPT di wilayah DKI yang relatif rendah karena batuannya terbentuk
oleh sedimentasi dan masih berumur muda. Hal ini menyebabkan sifat muka tanah
yang lunak dan mudah dipengaruhi oleh beban di atas tanah. Sebaran N–SPT di DKI
Jakarta tertera pada gambar berikut.
Bab 2 - 10
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar di atas menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah DKI Jakarta terutama di
bagian Utara merupakan soft soil dengan N–SPT < 15, termasuk Kawasan Strategis
Pantura Jakarta. Apabila dipersandingkan dengan delineasi ekoregion, dapat
diidentifikasi bahwa ekoregion di DKI Jakarta dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kategori :
1. Ekoregion dengan karakteristik soft soil yang berarti memiliki kerawanan yang
tinggi terhadap amblesan (land subsidence) adalah :
a. Ekoregion dataran pasang-surut berlumpur.
b. Ekoregion dataran beting-gisik dan lembah antar-gisik.
c. Ekoregion dataran rawa.
d. Ekoregion dataran banjir.
Data penurunan muka tanah dalam periode tahun 2000 – 2014 menunjukkan
bahwa di ekoregion di atas terjadi penurunan muka tanah yang beragam antara
0,2 meter sampai dengan lebih dari 2 meter. Dominasi penurunan tanah berkisar
1 – 1,6 meter.
2. Ekoregion dengan dominasi medium soil yang memiliki kerawanan yang rendah -
sedang terhadap amblesan (land subsidence) adalah ekoregion fluvio-vulkanik.
Penurunan muka tanah yang terjadi di wilayah ini berkisar antara 0 – 1 meter
dalam kurun waktu tahun 2000 – 2014 dengan dominasi penurunan tanah
berkisar antara 0 – 0,4 m.
Bab 2 - 11
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
3. Ekoregion dengan karakteristik campuran antara soft soil dan medium soil, yaitu
ekoregion fluvio-marin. Di bagian Barat dan terutama di bagian Timur ekoregion
ini berupa material medium soil sedang di bagian tengah merupakan soft soil.
Bagian Utara Provinsi DKI Jakarta mengalami penurunan muka tanah beragam.
Gambaran penurunan muka tanah di DKI Jakarta antara tahun 2000 – 2014 tertera
pada gambar berikut.
Gambar 2.5. Peta Penurunan Muka Tanah DKI Jakarta Periode 2000-2014
Gambar di atas juga menunjukkan bahwa penurunan muka tanah paling tinggi terjadi
di wilayah DKI Jakarta bagian Utara yang berbatasan dengan Kawasan Strategis
Pantura Jakarta. Faktor penyebab penurunan muka tanah di DKI Jakarta yang
dominan adalah konsolidasi alamiah batuan/tanah setempat dan konsolidasi non-
alamiah oleh beban bangunan, pengambilan air tanah, dan lainnya.
Selain terjadi penurunan muka tanah, pengambilan air tanah yang tidak terkendali
juga menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah. Hasil studi menunjukkan
bahwa terjadi kerucut penurunan muka air tanah pada daerah yang cukup luas di
wilayah bagian Utara Jakarta, sedang wilayah bagian Selatan DKI Jakarta belum
terpengaruh oleh pengambilan air tanah (Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta
dan Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 1995). Sedang pengukuran muka air tanah
dangkal pada tahun 1999 di wilayah Jakarta bagian Utara menunjukkan kedudukan
muka air tanah dangkal mencapai -1 m di bawah permukaan laut.
Bab 2 - 12
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Kajian sumur pantau menunjukkan kondisi muka air tanah dalam dengan kedalaman
> 40 m berkedudukan di bawah permukaan laut dengan kerucut penurunan pada
bagian Utara Jakarta, sedang kedudukan muka air tanah dalam di bagian Selatan DKI
Jakarta relatif lebih tinggi dibandingkan bagian Utara (Dinas Pertambangan Provinsi
DKI Jakarta dan Jurusan Teknik Geologi Usakti, 2001 dan 2002).
Pemetaan muka air tanah pada akifer hingga - 40 m di DKI Jakarta pada tahun 2014
menunjukkan bahwa wilayah Jakarta bagian Utara mengalami penurunan muka air
tanah yang membentuk kerucut 5 – 10 m di bawah permukaan air laut (Dinas
Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta). Kondisi penurunan muka air tanah
tersebut menyebabkan terjadinya instrusi air laut. Makin ke arah Selatan kondisi
penurunan muka air tanah semakin stabil.
Gambar 2.6. Peta Muka Air Tanah (MAT) Akifer 0 – 40 m DKI Jakarta
Gejala intrusi air laut telah berlangsung di beberapa bagian wilayah DKI Jakarta dan
mempengaruhi kualitas air tanah menjadi bersifat payau atau asin. Intrusi air laut
yang terjadi diidentifikasi melalui pengukuran Daya Hantar Listrik (DHL), dimana
kondisi umum DHL air tanah memiliki harga antara 100 – 5.000 μmhos (μS) atau
disetarakan dengan konsentrasi garam terlarut dalam satuan mg/l.
Berdasarkan klasifikasi Davis dan DeWiest (1966), kualitas air dikategorikan sebagai
berikut :
Bab 2 - 13
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 2.7. Peta Kualitas Air Tanah pada Akuifer 0 – 40 m dan 40 – 300 m
Berdasarkan Parameter DHL
Pemantauan kualitas air tanah dilakukan oleh BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada tahun
2014 di 5 (lima) wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan 30 titik sampel di Jakarta Pusat,
37 titik sampel di Jakarta Selatan, 28 titik sampel di Jakarta Barat, 35 titik sampel di
Jakarta Timur, dan 20 titik sampel di Jakarta Utara.
Hasil pemantauan kualitas air tanah diperbandingkan terhadap PerMen Kesehatan
No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Lampiran II
Persyaratan Kualitas Air Bersih dengan rangkuman kesimpulan sebagai berikut :
1. Parameter Fisik :
Nilai rerata parameter TDS (Total Dissolved Solids) dan kekeruhan di seluruh
lokasi pemantauan masih dalam kondisi baik.
2. Parameter Kimia :
Nilai konsentrasi parameter kimia relatif beragam antara lain :
− Besi (Fe) : Nilai rerata Fe masih berada dalam kondisi yang relatif baik, yaitu
secara keseluruhan memenuhi baku mutu.
− Fluorida (F) : Nilai rerata F masih berada dalam kondisi yang relatif baik, yaitu
secara keseluruhan memenuhi baku mutu.
Bab 2 - 14
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 15
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 2.8. Konsentrasi Logam Berat pada Sedimen Dasar Laut Teluk Jakarta
Proses akumulasi kandungan logam berat dalam sedimen oleh pencemar dari hulu
sungai hingga ke muara telah berlangsung lama dan diperkirakan akan terus
berlangsung jika tidak dilakuka pengendalian.
Bab 2 - 16
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Berdasarkan hasil analisis spasial diidentifikasi sekitar 33,6% kawasan pesisir telah
mengalami penurunan tanah > 1 m dalam kurun waktu 14 tahun dari tahun 2000
hingga 2014.
Bab 2 - 17
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Klasifikasi
No. Jumlah Zona Luas (Ha) Persentase (%)
Penurunan (m)
1. 0 - 0,2 8 1.725,07 13,9%
2. 0,2 - 0,4 8 2.572,76 20,7%
3. 0,4 - 0,6 7 1.338,81 10,8%
4. 0,6 - 0,8 9 1.237,68 9,9%
5. 0,8 - 1 4 1.385,06 11,1%
6. 1 - 1,2 5 1.168.,11 9,4%
7. 1,2 - 1,4 5 1.460,84 11,7%
8. 1,4 - 1,6 5 1.058,69 8,5%
9. 1,6 - 1,8 3 305,60 2,5%
10. 1,8 - 2 3 110,94 0,9%
11. >2 2 78,32 0,6%
Sumber : Hasil Overlay GIS, 2016
Bab 2 - 18
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
hutan mangrove, pemanfaatan untuk usaha tambak yang dilakukan secara tidak
bijaksana. Hal ini merupakan kekeliruan dalam menilai fungsi hutan mangrove. Untuk
jangka pendek, manfaat ekonomi yang diperoleh dari lahan untuk industri relatif
tinggi dibanding sebagai lahan mangrove. Namun demikian, untuk jangka panjang,
terjadi penurunan nilai lahan industri yang semakin menurun, sedangkan nilai lahan
hutan mangrove relatif stabil untuk jangka panjang. Dengan demikian, pertimbangan
jangka panjang dalam pembangunan akan menjadi faktor penting dalam pelestarian
hutan mangrove.
Saat ini, DKI Jakarta hanya memliki kawasan hutan mangrove sekitar 300 sampai
400 hektar saja atau tersisa sekitar 30% dari total luas hutan mangrove sekitar 1.334
ha pada tahun 1960 (seluas 1.334,62 ha pada tahun 1960 menjadi hanya sekitar
232,81 ha pada tahun 2002). Berdasarkan Dinas Kehutanan DKI Jakarta (1996), luas
kawasan hutan di DKI Jakarta tercatat sekitar 428,61 ha (kira-kira 0,66% dari luas
wilayah DKI Jakarta) yang secara terperinci dapat dilihat pada berikut.
Tabel 2.6. Status dan Luas Kawasan Hijau di Kawasan Pantura DKI Jakarta
Bab 2 - 19
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Secara umum kawasan mangrove di pesisir dan Teluk Jakarta didominasi oleh jenis
anggota dari genera Rhizophora, Avicennia, dan Sonneratia.
Berdasarkan survei terhadap persepsi keberadaan mangrove di Muara Angke, Muara
Gembong. dan Mauk, teridentifikasi permasalahan sebagai berikut :
a. Sebagian besar responden di wilayah pesisir Muara Angke dan Muara Gembong
mengenal hutan mangrove.
b. Sebagian besar responden di wilayah pesisir Muara Angke dan Muara Gembong
mengetahui fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan mangrove.
c. Sebagian besar responden di wilayah pesisir Muara Angke dan Muara Gembong
mendapat manfaat atas keberadaan kawasan hutan mangrove.
d. Kondisi mangrove di wilayah Muara Angke sebagian besar buruk, telah berubah
fungsi menjadi kegiatan usaha, dibagi dalam kavling, direklamasi, dan dipagar
tembok. Sedang kondisi mangrove di Muara Gembong kurang baik, mengalami
kerusakan dan menjadi green belt sepanjang muara.
e. Sebagian besar responden di wilayah pesisir Muara Angke dan Muara Gembong
tidak sepakat bilamana hutan mangrove dihilangkan.
f. Sebagian besar responden di wilayah pesisir Muara Angke tidak peduli terhadap
upaya mempertahankan hutan mangrove. Sedang di Muara Gembong bersedia
menjaga keberadaan hutan mangrove di kawasannya.
g. Sebagian besar responden di wilayah pesisir Muara Angke dan Muara Gembong
belum berkontribusi untuk mempertahankan keberadaan hutan mangrove.
Bab 2 - 20
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tumbuhan Burung
Luas
No. Kawasan Jumlah Jenis Jumlah Jenis Permasalahan Pustaka
(Ha)
Jenis Dominan Jenis Dominan
1. Hutan 44,76 10 (4) Avicennia 19 Pecuk − Pencemaran Fakultas
Lindung marina sampah Kehutanan
Angke − Kematian IPB (2000)
Kapuk tegakan api-
api
2. Suaka 25,02 30 (5) Sonneratia 43 Blengkok − Penutupan Fakultas
Margasatwa alba sawah lahan oleh Kehutanan
Muara dan enceng IPB (1996)
Angke* Kowak gondok dan
malam semak
belukar
− Pencemaran
sampah
3. Hutan 99,82 8 (3) A. marina 46 Pecuk − Okupasi Fakultas
Wisata hitam tambak Kehutanan
Angke IPB (1996)
Kapuk
4. Suaka 45,00 8 (7) Rhizophora 72 Pecuk, − Abrasi Fakultas
Margasatwa sp. Bengau, − Kematian Kehutanan
Pulau Blekok vegetasi IPB (1997)
Rambut dan mangrove
Kowak − Pencemaran
air oleh
minyak
5. Cagar Alam 19,00 2 (2) R. 12 Cici dan − Abrasi Fakultas
Pulau mucronata Kepodang − Pencemaran Kehutanan
Bokor* minyak IPB (1997)
− Okupasi
tumbuhan
bawah
6. Cagar Alam 18,41 4 (4) R. stylosa 13 Srigunting − Pengambilan PKSPL IPB
Penyaliran dan (1996) dan
Barat pengeboman Fakultas
karang Kehutanan
− Peracunan IPB (1997)
ikan
− Pencemaran
minyak
7. Cagar Alam 19,50 5 (4) R. stylosa 8 Emprit PKSPL IPB
Penyaliran (1996) dan
Timur Fakultas
Kehutanan
IPB (1997)
8. Cilincing t.d t.d Avicennia - - − Pencemaran Pengamatan
Bab 2 - 21
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tumbuhan Burung
Luas
No. Kawasan Jumlah Jenis Jumlah Jenis Permasalahan Pustaka
(Ha)
Jenis Dominan Jenis Dominan
(spesimen) sp. minyak dan Pribadi
sampah (2000)
9. Marunda t.d t.d Avicennia - - − Pencemaran Pengamatan
(spesimen) sp. minyak dan Pribadi
sampah (2000)
10. Segara t.d t.d - - - − Pencemaran PKSPL IPB
Makmur (spesimen) minyak dan (1996)
sampah
11. Gugus t.d 2 (2) R. stylosa - - PKSPL IPB
Pulau Pari (berupa (1996)
gerombol)
12. Pancoran 6,3 3 (3) A. marina 30 Pecuk − Pencemaran Fakultas
Mas dan dan deterjen dan Kehutanan
S.caseolaris Kuntul sampah IPB (1997)
− Okupasi
gulma di
lantai hutan
13. Kawasan 77,67 12 (5) A. marina 37 Pecuk − Okupasi Fakultas
sepanjang rumput dan Kehutanan
tol semak IPB (2001)
Sedyatmo belukar
(serasah)
− Banjir air
tawar
− Land
subsidence
− Genangan air
cukup dalam
(>2m)
Keterangan :
*
CA Pulau Bokor dan SM Muara Angke dihuni oleh monyet ekor panjang
Angka dalam tanda kurung menunjukkan jumlah jenis pohon mangrove sejati
Bab 2 - 22
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
umum telah terjadi peningkatan luasan kawasan terbangun dengan prakiraan sekitar
500 Ha per tahun dalam periode tahun 2000 hingga tahun 2010.
Tabel 2.8. Perubahan Penggunaan Lahan di DKI Jakarta Tahun 2000 – 2010
Area (Ha)
Landuse Category
Tahun 2000 Tahun 2010 Perubahan
Perumahan Developer/ Formal 13.531,91 12.107,52 (1.424,39)
Permukiman Padat 19.707,40 20.133,40 426,01
Permukiman Renggang 4.435,93 3.766,31 (669,62)
Industri dan Pergudangan 4.597,06 5.715,89 1.118,83
Komersil dan Jasa 4.299,41 6.641,85 2.342,44
Pendidikan dan Fasilitas Public 1.648,10 3.342,41 1.694,32
Fasilitas Pemerintah 602.11 1.737,57 1.135,46
Taman dan Pemakaman 577.50 1.757,87 1.180,37
Pertanian dan Tegalan 11.175,15 6.137,47 (5.037,67)
Rawa, Sungai, dan Kolam 2.351,23 1.397,91 (953,32)
Fasilitas Transportasi 395.81 324,33 (71,48)
Semak dan Hutan 6,85 5,38 (1,48)
Hutan Bakau 2,20 2,16 (0,03)
Tanah Berbatu - -
Fasilitas Rekreasi 1.095,79 1.534,38 438,59
Lain-lain 0.10 0.00 (0,10)
Bab 2 - 23
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
TAHUN 2000
Bab 2 - 24
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
TAHUN 2010
Bab 2 - 25
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Di kawasan ini terdapat berbagai kegiatan dengan fungsi transhipment point, seperti
pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal
Mass Rapid Transit (MRT), jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya. Beberapa
kegiatan skala besar lain yang telah berlangsung di kawasan Pantura Jakarta, antara
lain PLTU/PLTGU Muara Karang dan Muara Tawar, PLTU Tanjung Priok, permukiman
Pantai Mutiara, permukiman Pantai lndah Kapuk, pelabuhan Tanjung Priok,
pengembangan pelabuhan perikanan samudera di Sunda Kalapa, Kawasan Berikat
Nusantara Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, permukiman
nelayan di Muara Angke dan Kamal Muara, pusat perdagangan Glodok dan Mangga
Dua, dan kegiatan pelayaran rakyat.
Permukiman di kawasan ini terdiri atas permukiman nelayan, permukiman kampung
kota, rumah susun dan apartemen, dan permukiman mewah. Data Evaluasi RW
Kumuh (BPS,2013) menunjukkan bahwa di kawasan ini terdapat RW Kumuh berat
sampai dengan ringan. Hasil evaluasi RW kumuh tahun 2013 adalah sebagai berikut:
Bab 2 - 26
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 27
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 2.14. Kepadatan Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 dan
Pelayanan Utilitas
Bab 2 - 28
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Jalan Tol
Jalan Arteri Primer
Sistem transportasi di wilayah DKI Jakarta didominasi oleh jaringan jalan raya yang
saat ini mencakup sekitar 90% pasokan untuk melayani kebutuhan perjalanan,
sedang sisanya dipenuhi oleh angkutan berbasis rel. Oleh karenanya, sistem
angkutan umum di DKI Jakarta juga didominasi oleh angkutan umum jalan raya.
Sistem jaringan jalan yang ada belum sepenuhnya saling terhubungkan dan
berkesinambungan. Terdapat beberapa lokasi missing link pada sistem jaringan jalan
utama dan pendukung yang memberikan pengaruh bagi kinerja jaringan. Senjang
jarak ruas arteri juga belum tepat mengakibatkan fungsi dan operasional jalan belum
konsisten dengan klasifikasinya.
Keterbatasan dan belum terstrukturnya hirarki prasarana jalan mengakibatkan kondisi
lalu-lintas di Jabodetabek, khususnya yang mengarah ke dan dari DKI Jakarta saat ini
berada pada tingkat kritis dengan kecepatan yang rendah pada jam-jam sibuk dan
hampir sepanjang siang hari, termasuk kinerja jalan tol. Hal ini memberikan implikasi
pada jaringan jalan kolektor dan jalan penghubung lainnya yang terbentuk sebagai
Bab 2 - 29
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
suatu sistem dan digunakan oleh lalu-lintas pengguna jalan. Selama jam-jam sibuk
dan siang hari kecepatan lalu-lintas di jalan tol dan arteri umumnya berkisar antara
10-20 km/jam dengan besar tundaan sekitar 10-15 menit pada persimpangan kritis.
Secara umum kondisi kinerja pergerakan di DKI Jakarta ditunjukkan oleh gambar
berikut.
Besaran kapasitas jalan menunjukkan tingkat sediaan ruang lalu-lintas yang relatif
rendah untuk hampir keseluruhan koridor utama yang mendekati wilayah DKI Jakarta
dan ruas jalan utama di DKI Jakarta. Kinerja ruas jalan dengan indikator VCR,
kecepatan perjalanan, dan kepadatan rata-rata umumnya menunjukkan kondisi jauh
dari memadai, terutama koridor yang merupakan ruas jalan utama dan yang terletak
pada kawasan pusat bisnis. Hampir seluruh koridor tersebut memiliki nilai VCR > 0,85
dan kecepatan perjalanan <15 km/jam. Gambar berikut menunjukkan beberapa
koridor pada ruas jalan utama dan yang terletak pada kawasan pusat bisnis yang
memiliki kinerja pelayanan jalan rendah.
Bab 2 - 30
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 31
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Jakarta. Akses menuju bandar udara dilayani oleh jalan tol yang menjadi bagian dari
jaringan transportasi utama DKI Jakarta.
Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta melakukan perbandingan peta
batimetri tahun 1950 dan 2014 yang menyimpulkan bahwa berdasarkan pola
Bab 2 - 32
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
perpotongan kontur batimetri di Teluk Jakarta, Tangerang dan Kerawang dari Barat
hingga ke Timur terdapat beberapa poros wilayah yang mengalami proses
pendalaman sangat cepat. Wilayah tersebut antara lain :
1. Wilayah perairan Cilegon di sekitar Tanjung Awuran dekat Pulau Kali dan Pulau
Salira. Kecepatan pendalaman berkisar 5 – 10 meter per 50 tahun atau sekitar 10
cm /tahun.
2. Wilayah perairan Tangerang di sebelah Barat Kepulauan Seribu. Pendalaman
semakin cepat ke arah laut lepas, yaitu 5 m, 10 m hingga mencapai 20 m per 50
tahun atau rata-rata 40 cm/tahun
3. Wilayah perairan Teluk Jakarta, pendalaman berada di bagian Timur Laut teluk di
sekitar Tanjung Kerawang – Tanjung Bungin. Kecepatan pendalaman 5 m -10 m
per 50 tahun atau 10 - 20 cm per tahun.
Bab 2 - 33
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Selain survei seismik, di Teluk Jakarta juga telah dilakukan penyelidikan tanah
(pemboran) untuk mengetahui kondisi lapisan bawah tanah. Hasil penyelidikan
tersebut dapat memverifikasi hasil interpretasi seismik yang mengindikasikan
terdapatnya blank zone di Teluk Jakarta. Dari penyelidikan yang dilakukan, diketahui
keberadaan lapisan tanah lunak di bawah dasar laut Teluk Jakarta dengan ketebalan
yang beragam yang tidak seluruhnya selaras dengan delineasi hasil interpretasi blank
zone.
Gambar berikut menunjukkan contoh kondisi lapisan bawah laut di Teluk Jakarta
berdasarkan penyelidikan tanah pada area yang diindikasikan sebagai blank zone.
Gambar tersebut menunjukkan potongan melintang (cross section) lapisan tanah
bawah laut 1’ – 1’ Pulau C yang di bagian Utaranya diindikasikan sebagai blank zone.
Bab 2 - 34
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Penyelidikan tanah yang dilakukan menunjukkan bahwa pada lapisan teratas dasar
laut terdapat lapisan lunak hingga kedalaman 10 - 15 m dan pada lapisan yang lebih
dalam dijumpai lapisan tanah yang lebih keras. Penyelidikan tanah yang relatif rinci
tersebut menjadi dasar dalam perancangan teknis reklamasi, dimana keberadaan
lapisan lunak yang berpotensi menyebabkan amblesan diantisipasi melalui rekayasa
konsolidasi tanah hasil penimbunan material urug maupun soil improvement melalui
pembangunan sand key, penggantian lapisan lunak dengan pasir laut, dan lainnya.
Bab 2 - 35
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 2.21. Grafik Variabilitas dan Trend Suhu Udara Rerata Tahunan
Periode 1976 – 2012 di Teluk Jakarta
(Sumber : Stasiun Maritim BMKG di Pelabuhan Tanjung Priuk, http://ccis.klimat.bmkg.go.id)
Bab 2 - 36
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 37
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 38
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
3% 0% 1% 3%
DCA DCA
14% 12%
HC HC
MA 10% OT
12% 0%
1% OT 7% R
1%
R S
69% 67%
S SC
SC SP
Bab 2 - 39
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
sebesar 19%. Berdasarkan kriteria Gomez et al (1981), kondisi karang hidup di Pulau
Tidung termasuk dalam kriteria sedang.
39% MA 44% OT
20% 22%
R R
17% SC 13% SC
SP
3%
Bab 2 - 40
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
persentase 36%, diikuti oleh persentase penutupan karang keras (hard coral)
sebesar 29%. Berbeda hal dengan kedalaman 3 meter, pada kedalaman 10 meter
persentase karang keras (hard coral) lebih tinggi dibandingkan dengan persentase
karang lunak (soft coral) sebesar 42% berbanding dengan 24%. Berdasarkan kriteria
Gomez et al (1981), kondisi karang hidup di Pulau Panggang termasuk dalam kriteria
sedang.
Nilai persentase penutupan karang keras merupakan kondisi terumbu karang yang
terlihat dari kategori berikut (Gomez et.al., 1981) :
− Buruk : (0% - 24,9%)
− Sedang : (25% - 49,9%)
− Baik : (50% - 74,9%)
− Sangat Baik : (75% - 100%)
Hasil pengamatan ini sejalan dengan hasil penelitian Suharsono (1995) menyatakan
bahwa terdapat korelasi positif antara penutupan karang dengan jarak antara lokasi
karang dengan daratan utama, yaitu semakin menjauhi daratan utama maka makin
tinggi prosentase penutupan karang hidup. Hal ini mengingat ada 13 sungai sumber
pencemar dan sumber sedimen dari daratan yang bermuara ke perairan hingga
mempengaruhi kualitas perairan dan biota terumbu karang.
Bab 2 - 41
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Drain, dan Cengkareng Drain. Pada perairan pantai terjadi perubahan pola dan
konsentrasi arus, dimana pengaruh pasang-surut menjadi lebih besar serta
dipengaruhi oleh debit saluran drainase dan badan sungai yang bermuara di Teluk
Jakarta. Kecepatan arus di perairan dalam Teluk Jakarta berkisar antara 25 - 50
cm/detik mengikuti pola angin dominan, yaitu ke arah Timur pada musim Barat dan
ke arah Barat pada musim Timur.
Bab 2 - 42
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Dimana :
A = Amplitudo K1 = Komponen matahari
G = Beda fase O1 = Komponen utama bulan (diurnal)
SO = Elevasi muka air rata-rata P1 = Komponen utama matahari (diurnal)
M2 = Komponen utama bulan (semi diurnal) M4 = Komponen utama bulan kuarter (diurrnal)
S2 = Komponen utama matahari (semi diurnal) MS4 = Komponen utama matahari bulan
K2 = Komponen bulan Z0 = Posisi datum
Berdasarkan analisis bilangan formzhal (F) diketahui nilai bilangan F-nya adalah 3,8
yang berarti tipe pasang-surut di Teluk Jakarta adalah tipe diurnal. Kisaran pasang
tertinggi sebesar 90 - 150 cm, namun dalam kondisi tertentu melebihi kisaran
tersebut, yaitu pada saat dipengaruhi oleh kenaikan muka air laut akibat surge yang
disebabkan oleh badai (torm surge). Berdasarkan besaran konstituen di atas, DP2T
Provinsi DKI Jakarta dan Jurusan Teknik Geodesi ITB membuat peramalan pasang-
surut selama 20 tahun dengan pertimbangan bahwa periode pengulangan variasi
pasang-surut adalah 18,7 tahun sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel 2.11. Hasil Peramalan Tinggi Muka Air Pasang Surut di Teluk Jakarta
Satuan
Keterangan Nilai
(dari datum)
Highest high Water Level (HHWL) Cm 118,23
Mean High Water Spring (MHWS) Cm 104,22
Mean High Water Level (MHWL) Cm 82,37
Mean Sea Level (MSL) Cm 55,68
Mean Low Water Level (MLWL) Cm 29,64
Mean Low Water Spring (MSWL) Cm 12,20
Lowest Low Water Level (LLWL) Cm 0,00
Sumber: DP2T Provinsi DKI Jakarta -Jurusan Teknik Geodesi ITB (2007)
Bab 2 - 43
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
2.2.2.7. Gelombang
Menurut Komar (1983) pembentukan gelombang di Teluk Jakarta terutama
disebabkan oleh angin. Pembentukan gelombang akibat energi angin yang terjadi di
sekitar pengamatan disebut seas, sedangkan gelombang yang merambat menjauh
dari lokasi pengamatan disebut swell. Seas dicirikan oleh bentuk gelombang yang
acak, arahnya sesuai dengan arah angin, periode pendek dan tinggi gelombang
rendah. Sedangkan swell dicirikan oleh bentuk yang relatif teratur, arah sesuai
dengan tiupan angin, periode gelombang lebih lama dan tinggi gelombang lebih
lama.
Teluk Jakarta sebagian besar dipengaruhi oleh Monsoon Tenggara yang berlaku dari
Mei sampai September dan Monsoon Barat Daya berlaku dari November sampai
Maret. Angin musiman tersebut dari arah Selatan - Timur dan Utara - Barat masing-
masing, dengan kecepatan hingga 10 m/detik. Sedangkan kondisi gelombang di
bagian barat Laut Jawa dan Teluk Jakarta dapat diklasifikasikan sebagai landai.
Ketinggian gelombang kurang dari 0,5 m di daerah dekat pantai dengan bagian
tengah teluk menjadi lebih terbuka daripada Timur dan Barat.
Hasil hindcasting yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta -
LPM ITB tahun 1997 tinggi gelombang di pelabuhan Tanjung Priok berkisar antara 50
- 100 cm dengan periode 3 - 5 detik. Untuk periode ulang 50 tahun, tinggi
gelombang dapat mencapai 2,15 m dengan periode 6,6 detik, sedangkan untuk
periode ulang 100 tahun tinggi gelombang dapat mencapai 2,25 m dengan periode
7,0 detik.
Bab 2 - 44
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 45
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
kelerangannya makin curam. Sekitar Pulau Pari terdapat alur memanjang yang dalam
sampai sekitar 90 m.
Sedimen dasar di kawasan ekoregion laut DKI Jakarta terutama terdiri dari komponen
pasir dan lanau (31,07 %) dan lumpur (68.93 %). Lanau adalah material granular
dengan ukuran butir antara pasir dan lempung dengan mineral dominan berupa
kuarsa dan felspar. Lanau berupa tanah atau campuran sedimen yang terendapkan
pada badan air.
Gambar 2.30. Peta Kelerengan Dasar Laut Ekoregion Laut DKI Jakarta
Dalam konteks kewilayahan nasional, ekoregion laut DKI Jakarta termasuk dalam
Ekoregion Laut 6 (EL-6). Secara umum, EL-6 yang merupakan bagian dari Laut Jawa
adalah laut dangkal yang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Ini
dimungkinkan karena hembusan angin di atas laut dangkal dapat menyebabkan
terjadinya percampuran air secara vertikal (vertical mixing) pada seluruh kolom air
Bab 2 - 46
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
dari permukaan sampai ke dasar, hingga nutrien yang lebih kaya di dasar dapat
terangkat dan dimanfaatkan dalam proses produksi organik. Selain itu, Laut Jawa
juga diapit oleh pulau-pulau besar seperti Pulau Jawa dan Kalimantan yang
melimpahkan air dari sungai-sungai yang membawa nutrien yang memperkaya
perairan tersebut. Tingginya produktivitas organik di suatu perairan, dalam banyak
hal menunjang tingginya keanekaragaman hayati. Di EL-6 misalnya terdapat banyak
ekosistem lamun, terumbu karang dan mangrove dengan kehati yang sangat tinggi.
Meskipun demikian, perairan EL-6 kini menghadapi berbagai ancaman lingkungan,
beberapa diantaranya oleh eksplotasi sumber daya secara berlebih, pencemaran, dan
kerusakan lingkungan pantai.
Hasil studi yang dilakukan oleh BPLHD Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 menghasilkan
pembagian ekoregion laut DKI Jakarta menjadi :
a. Ekoregion laut 6.3.1 : Pesisir Utara Jawa
b. Ekoregion laut 6.3.2 : Dangkalan Utara Jawa
c. Ekoregion laut 6.3.3 : Alur Utara Jawa
d. Ekoregion laut 6.3.4 : Perairan Kepulauan Seribu
e. Ekoregion laut 6.2.2 : Dangkalan Lampung
Bab 2 - 47
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 2.32. Peta Sub Ekoregion Laut 6.3.1 Kawasan Perairan Pantura Jakarta
Bab 2 - 48
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 2.33. Sungai dan Kanal di Wilayah DKI Jakarta dan Bermuara
di Teluk Jakarta
Oleh karena itu, EL 6.3.1 memiliki tingkat pencemaran yang sangat tinggi, baik
oleh limbah padat maupun limbah cair yang mengandung bahan beracun dan
Bab 2 - 49
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 50
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Air sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta mengalirkan berbagai limbah yang
menimbulkan pencemaran berat di perairan ini. Bahan pencemar ini dapat berupa
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat terutama berupa sampah rumah tangga
dan industri, merupakan pencemar yang sangat mengganggu fungsi lingkungan.
Diperikirakan sekitar 30% limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai yang
akhirnya mengalir ke laut dan mencemari pantai-pantai. Limbah padat selain yang
dapat terurai (biodegradable) juga terdiri dari bahan yang sulit terurai (non
biodegradable) di lingkungan. Limbah padat ini tidak saja terakumulasi di pantai
Teluk Jakarta, namun terbawa pula hingga pulau-pulau di Kepulauan Seribu.
Limbah cair terutama dihasilkan industri, diantaranya mengandung bahan beracun
dan berbahaya (B3) yang dibuang ke sungai dan selanjutnya mengalir ke perairan
Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Bahan pencemar logam berat seperti merkuri
(Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn) telah terdeteksi di
perairan Teluk Jakarta, tidak saja di badan air tetapi juga di sedimen. Tingginya
kandungan pencemar dalam air juga telah terbukti menyebabkan berbagai logam
berat terserap dan terakumulasi dalam tubuh biota air seperti ikan, kerang,
krustasea, hingga dapat mengancam kesehatan pada manusia lewat makanan laut
(sea food).
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tingkat pencemaran tertinggi terdapat di
bagian tengah Teluk Jakarta, terutama di depan Sungai Ciliwung, dan semakin jauh
ke Utara tingkat pencemarannya semakin menurun. Nutrien yang mengalir ke Teluk
Jakarta dapat memicu terjadinya ledakan populasi fitoplankton (red tide) yang
mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang besar sehingga mengakibatkan
kekurangan oksigen (oxygen depletion) yang mengakibatkan kematian ikan secara
massal. Di perairan Kepulauan Seribu, dampak pencemaran masih terdeteksi
meskipun semakin kecil.
Selain bersumber dari wilayah daratan, pencemaran di ekoregion laut DKI Jakarta
juga bersumber dari kegiatan transportasi laut, seperti pencemaran gumpalan minyak
(tar ball) telah mencemari pantai Kepulauan Seribu yang bersumber dari buangan
minyak mentah kapal tanker yang melintasi perairan DKI Jakarta.
Bab 2 - 51
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 2.12. Konsentrasi Rata-Rata Aliran Air pada Lokasi Pemantauan BPLHD Jakarta
Debit TSS O2 BOD CL NO3-N NH4-N PO4-P Fe Zn
Muara Sungai (m3/dt) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (µ/l) (µg/l)
Kamal 5,10 46,62 0,13 38,68 458 0,05 10,45 0,39 585 477,00
Cengkareng 13,12 35,00 0,38 19,24 467 0,06 4,74 0,17 856 56,00
Ciliwung/ Jemb PIK 14,16 47,14 1,39 15,19 56 0,11 3,30 0,12 789 73,00
Grogol 2,03 39,21 0,32 42,36 1.665 0,05 9,72 0,36 277 63,00
Pompa Pluit 1,02 18,00 0,72 34,30 5.346 0,04 7,21 0,31 189 92,00
Ancol Marina 1,02 23,86 0,49 28,38 731 0,02 9,46 0,40 286 67,00
BML*)
50.00 6.00 2.00 600.00 10.00 0.50 0.20 0.30 0.05
Sumber : B.5 Thematic Report SEA Buiding Bllocks, 2014
*)
Baku Mutu Lingkungan (BML) menurut PP No. 82 Tahun 2001
Bab 2 - 52
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Kajian dari DHI Tahun 2011 menunjukkan bahwa dampak reklamasi pulau-pulau di
Kawasan Pantura Jakarta sebagaimana tertuang dalam RTRW DKI Jakarta 2030
diantaranya adalah dampak terhadap kualitas perairan Teluk Jakarta, dimana akan
memperpanjang masa pembilasan (flushing rate) massa air di Teluk Jakarta dari 7
hari menjadi sekitar 14 hari. Gambar berikut menunjukkan simulasi masa pembilasan
sebelum dan sesudah reklamasi di kawasan Pantura Jakarta.
Gambar 2.35. Masa Pembilasan Massa Air Teluk Jakarta Sebelum dan Setelah
Reklamasi Pulau di Pantura Jakarta
2.2.2.10. Sedimentasi
Konsentrasi material organik dan anorganik yang terbawa ke dalam perairan
mengakibatkan peningkatan kekeruhan atau turbiditas di perairan tersebut.
Berdasarkan penelitian Hendiarti et al. (2011) memperlihatkan konsentrasi sedimen
dan klorofil dalam periode tahunan di Sungai Ciliwung, Cisadane, dan Citarum yang
bermuara di Teluk Jakarta berada pada level yang tinggi. Poerbandono et al. (2014)
menyatakan bahwa input sedimen yang terjadi di perairan Teluk Jakarta meningkat
menjadi 2,5 - 35 m3/detik/bulan dengan jumlah konsentrasi sedimen bervariasi
Bab 2 - 53
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 2.13. Karakteristik Input Air di Sungai Citarum, Ciliwung, dan Cisadane
yang Bermuara di Teluk Jakarta
Material Tersuspensi Chorophyll-a Potensi
Pola Level
Sungai Algae
Konsentrasi Bulan Konsentrasi Bulan Distribusi Kekeruhan
(mg/l) Puncak (mg/l) Puncak Blooming
Studi tentang dinamika morfologi dan evolusi pantai Jakarta oleh LIPI (1995)
mencatat beberapa daerah yang mengalami erosi seperti Tanjung Pasir ke Muara
Pecah (Kabupaten Tangerang) dengan tingkat pengikisan antara 0,25 - 2,0 m/tahun.
Erosi juga terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa sekitar 0,50 m/tahun, Pantai Ancol
sekitar 0,8 m/tahun dan Pantai Cilincing sekitar 24 m/tahun.
Tanjung Gembong merupakan daerah sedimentasi yang disebabkan oleh pengaruh
muara Sungai Citarum dan Sungai Bekasi dengan tingkat pertumbuhan akibat
sedimentasi dari daratan antara 15 m/tahun dan 50 m/tahun (Pardjaman, 1977),
dengan pengaruh sedimentasi sampai kedalaman 20 m di Teluk Jakarta (Suyarso,
1995). Ongkosongo (1980) meneliti pola punggungan perubahan pantai akibat
sedimentasi di Teluk Jakarta dan membaginya menjadi tiga kelas morfologi, yaitu
pantai landai (<5o) yang ditandai oleh hutan bakau dan proses sedimentasi yang
membentuk lumpur landai, seperti di Kamal dan Angke; kemiringan pantai antara 5o -
15o yang berpasir dengan energi gelombang cukup tinggi, seperti di Marunda -
Segara Makmur Pantai; serta pantai curam pada pantai tererosi, seperti di Cilincing
sampai ke Marunda.
Bab 2 - 54
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Barat, sementara penduduk Jakarta Utara adalah paling sedikit diantara ke 5 kota
administrasi yang ada yaitu hanya 11,9 juta jiwa atau sebesar 17,17% penduduk
Jakarta.
Pertumbuhan penduduk rata-rata tahunan pada periode tahun 2010 - 2015 adalah
sebesar 1,09 % per tahun dan mengalami kecenderung perlambatan yang terlihat
dari data pertumbuhan satu tahun terakhir sebesar 1,02%. Pertumbuhan penduduk
tertinggi pada kurun waktu 2010 - 2015 terjadi di wilayah kota administrasi Jakarta
Barat (1,45%), sementara terendah terdapat di kota administrasi Jakarta Pusat
(0,42%). Pertumbuhan penduduk di Jakarta Utara masih lebih tinggi dari rata-rata
Jakarta yaitu sebesar 1,11% pada kurun waktu 2010 - 2015 dan mengalami
perlambatan pada satu tahun terakhir. Pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta selain
disebabakan pertumbuhan alamiah juga migrasi ke DKI Jakarta. Wilayah Jakarta
Pusat relatif memiliki laju pertumbuhan penduduk rendah.
Laju
Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Distribusi Kepadatan
Kabupaten/ (%/th) Penduduk Penduduk
Kota
2010 - 2014 - 2015 (%) (jiwa/km2
2010 2014 2015
2015 2015 )
Kepulauan 21.414 23.011 23.340 1,74 1,43 0,23 2683,96
Seribu
Jakarta Selatan 2.071.628 2.164.070 2.185.711 1,08 1,00 21,48 15.472
Jakarta Timur 2.705.818 2.817.994 2.843.816 1,00 0,92 27,94 15.124
Jakarta Pusat 855.371 91.0381 914.182 0,42 0,42 8,98 18.993
Jakarta Barat 2.292.997 2.430.410 2.463.560 1,45 1,36 24,20 19.018
Jakarta Utara 1.653178 1.729.444 1.747.315 1,11 1,03 17,17 11.914
DKI Jakarta 9.640.406 10.075.310 10.177.924 1,09 1,02 100,00 15.367
Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2016.
Di wilayah Kota Jakarta Utara penduduk tersebar di enam kecamatan yang ada. Lima
kecamatan, yaitu Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, dan
Cilincing termasuk dalam Kawasan Pantura Jakarta diperkirakan akan menjadi areal
sebaran pengaruh perencanaan tata ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
Konsentrasi penduduk terbesar terdapat di 2 (dua) kecamatan yaitu di kecamatan
Tanjung Priok dan Kecamatan Koja sebesar masing 23% atau keduanya hampir
mencakup setengah dari penduduk Jakarta Utara. Kawasan ini merupakan kawasan
yang sangat padat dengan dominasi kegiatan adalah pelabuhan, industri dan
pergudangan. Kecamatan Kelapa Gading yang didominasi perumahan tertata dihuni
oleh sekitar 7% penduduk Jakarta Utara.
Bab 2 - 55
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 56
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 57
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
sektor perdagangan, industri dan jasa. Statistik tahun 2016 mencatat bahwa lebih
dari separuh angkatan kerja mengandalkan ketiga sektor tersebut sebagai sumber
pencarian nafkah.
Sementara sektor pertanian dalam struktur mata pencaharian penduduk Kota Jakarta
Utara tercatat sebanyak 1,1%, sementara penduduk angkatan kerja DKI Jakarta di
sektor ini hanya 0,42 %. Lapangan pekerjan di sektor pertanian Jakarta Utara adalah
terkait dengan adanya beberapa kampung nelayan, usaha pertambakan dan lahan
petanian yang masih tersisa.
Tabel penduduk berdasarkan lapangan pekerjaan menunjukkan aktifitas ekonomi di
wilayah Jakarta Utara yang didominasi oleh kegiatan industri pengolahan,
transportasi (pelabuhan dan pergudangan) serta konstruksi.
Tabel 2.17. Proporsi Penduduk Provinsi DKI Jakarta dan Kota Jakarta Utara
Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2015
Berdasarkan survey sosial ekonomi Nasional 2009 - 2013 yang dilakukan oleh BPS
DKI Jakarta, diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada tahun
2013 sebanyak 371.700 jiwa. Secara umum jumlah ini mengalami peningkatan sejak
tahun 2009. Untuk wilayah Jakarta Utara, jumlah penduduk miskin pada tahun 2013
tercatat paling tinggi di DKI Jakarta, yaitu sebesar 90.900 jiwa. Jumlah tersebut
mengalami peningkatan dari tahun 2009. Peningkatan jumlah penduduk miskin
mengindikasikan bahwa kondisi perekonomian penduduk DKI Jakarta maupun
Jakarta Utara secara keseluruhan mengalami penurunan. Hal ini dapat diakibatkan
oleh semakin terbatasnya peluang bekerja bagi penduduk yang mayoritas
berpendidikan non-sarjana.
Bab 2 - 58
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 2.18. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2013
Penduduk Miskin (x 000 orang)
Kabupaten/Kota
2009 2010 20111) 20121) 20131)
Kepulauan Seribu 2,4 2,7 2,47 2,6 2,5
Jakarta Selatan 73,7 78,4 71,84 74,1 74,6
Jakarta Timur 81,2 91,6 83,82 86,5 86,8
Jakarta Pusat 32,1 35,7 32,63 33,6 33,6
Jakarta Barat 74 87,2 79,71 82,3 83,2
Jakarta Utara 76,2 92,6 84,73 87,2 90,9
Provinsi DKI Jakarta 339,6 388,2 355,2 366,3 371,7
Catatan : Keadaan bulan Juli
1)
Sumber : BPS DKI Jakarta, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2009 – 2013
Bab 2 - 59
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Di Kamal Muara, permukiman nelayan yang dibangun puluhan tahun silam, yaitu
sejak tahun 1964, semula muncul secara individual yang kemudian diikuti oleh
kelompok keluarga lainnya dari Bugis, Bone, dan sebagian Madura. Oleh karena itu,
permukiman terbentuk dengan tata letak bersifat organik. Mula-mula yang dibangun
adalah rumah Bugis oleh karena penduduk berasal dari Bugis-lah yang pada awalnya
datang dan bermukim dengan permukiman corak arsitektur Bugis. Dalam
perkembangannya, di lokasi yang sama dibangun rumah dengan arsitektur seperti di
Jakarta pada umumnya. Hingga kini, sejumlah rumah Bugis dapat dijumpai di
kawasan Muara Kamal.
Di Muara Angke, permukiman nelayan yang ada menghuni dua RW di Kelurahan
Pluit, Kecamatan Penjaringan. Penduduk nelayan di Muara Angke berasal dari
Madura, Cirebon, Jawa, Lampung, Banten (Kulon), Bugis, dan Makassar, selain
penduduk asli Jakarta. Permukiman nelayan Muara Angke termasuk berusia panjang
dan merupakan salah satu dari dua permukiman nelayan penting di kawasan Pantura
Jakarta, selain Kamal Muara. Secara fisik, permukiman Muara Angke dapat
dikelompokkan menurut dua kategori. Yang pertama adalah yang terdapat di
sempadan pantai yang umumnya bersifat semi-permanen dengan kondisi prasarana
dan sarana yang kurang memadai. Sebagian dari permukiman tersebut terdapat di
sekitar Pasar Ikan Muara Angke. Sementara, yang kedua adalah kelompok
permukiman dengan karakteristik berbeda, yaitu permukiman yang direvitalisasi
melalui program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 1978. Permukiman
tersebut sebagian merupakan lokasi pemukiman kembali nelayan dari daerah Lagoa,
Kalibaru, dan Muara Angke sendiri. Pembangunan perumahan untuk pemukiman
kembali dilakukan secara bertahap, di mana pada tahap selanjutnya melibatkan
berbagai instansi lain, misalnya Departemen Sosial melalui program HKSN. Program
tersebut menurut catatan hingga tahun 1996 telah menghasilkan lebih dari 1.000 unit
rumah yang diperuntukkan bagi nelayan, ABK, pedagang, dan lain-lain. Permukiman
yang diintervensi oleh program tersebut memiliki pola fisik relatif teratur, dilengkapi
prasarana dan sarana, dan terdiri dari berbagai tipe unit bangunan maupun rumah,
seperti rumah panggung, rumah bermis, rumah susun, dan lain-lain.
Seluruh kawasan nelayan Muara Angke merupakan milik Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta di bawah pengawasan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, sehingga
pihak lain tidak diijinkan untuk mendirikan bangunan baik sementara maupun
permanen di wilayah tersebut. Rumah yang telah diperbaiki melalui program tersebut
pada dasarnya tidak dapat dipindahtangankan. Sedangkan upaya renovasi atau
penambahan bangunan dapat dilakukan dengan izin Dinas Kelautan dan Pertanian
DKI Jakarta. Namun, praktek pemindahtanganan rumah telah berlangsung oleh
karena lokasi perkampungan Muara Angke relatif baik dan memiliki akses tinggi ke
pusat kota.
Disisi lain, di wilayah ini juga bermukim masyarakat menengah atas yang menghuni
kawasan perumahan real estate. Perumahan real-estate adalah perumahan
terencana yang dibangun oleh perusahaan pengembang. Perumahan real-estat
tersebar hampir di seluruh bagian kawasan Pantura Jakarta. Perumahan real-estat
yang pertama di kawasan Pantura Jakarta kawasan Pluit, kemudian disusul oleh
Bab 2 - 60
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
kompleks Sunter Agung Podomoro dan Pantai Mutiara. Kompleks perumahan real-
estat terdapat di sebelah Barat dan Selatan Pelabuhan Tanjung Priok, Pantai Indah
Kapuk, Pantai Mutiara, Villa Kapuk Mas dan sebagainya. Pantai Mutiara merupakan
kompleks perumahan yang sangat eksklusif.
Di sekitar TIJA, kecuali dua kompleks perumahan mewah yang terdapat di dalam
TIJA, kompleks perumahan real-estat berdiri berbatasan dengan permukiman
nelayan atau permukiman kampung kota. Pantai Mutiara, Kompleks Pluit Indah, dan
Muara Karang di Kecamatan Penjaringan secara bersama berbatasan dengan
kampung Muara Angke dan permukiman kampung kota yang terdapat di selatan
Jalan Pluit Selatan Raya. Sedangkan kompleks perumahan Sunter Agung Podomoro
berbatasan dengan permukiman kampung kota yang terdapat di kelurahan Warakas
dan kelurahan Papanggo.
Kondisi sosial budaya masyakarat di Kabupaten Kepulauan Seribu sedikit berbeda.
Kondisi sosial ekonomi di Kabupaten Kepulauan Seribu yang wilayahnya merupakan
ekoregion laut Provinsi DKI Jakarta sangat dipengaruhi oleh pola pemanfaatan SDA di
perairan teluk dan laut. Kondisi sosial ekonomi dengan penyebaran pola
kependudukan dan aktifitasnya besifat multikultural dan etnisitas. Etnis dan suku
yang dominan adalah asal Betawi, akan tetapi terdapat pendatang dari berbagai suku
yang meliputi Jawa, Sunda, Bugis, Madura dan beberapa dari Sumatera. Hal ini
dikarenakan wilayah Kepulauan Seribu pada awalnya merupakan merupakan open
access untuk masyarakat yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Etnis
Bugis yang tinggal di wilayah Kepulauan Seribu merupakan etnis yang sebagaian
besar bermatapencaharian sebagai nelayan. Etnis Bugis menempati Pulau Sebira
sebagai komunitas dengan mempunyai pola terpisah dari etnis lainnya.
Keberagaman mata pencaharian masyarakat di Kepulauan Seribu terlihat dari pola
ekonomi keseharian masyarakat di Kepulauan Seribu yang berprofesi sebagai
nelayan, guide tourism, pedagang serta penyedia home stay bagi wisatawan yang
berkunjung ke wilayah Kepulauan Seribu. Pada umumnya masyarakat kepulaun
seribu menangkap ikan dengan menggunakan kapal dan perahu kecil. Alat tangkap
yang digunakan adalah alat tangkap jaring payang, mourami, bagan, bubu dan
pancing. Kondisi mata pencaharian masyarakat Kepulauan Seribu saat ini sudah
mengalami pergeseran dari nelayan menjadi pemandu wisatawan atau menjual jasa
resort untuk wisata.
Bab 2 - 61
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Sebagian pelaku kegiatan perikanan di Teluk Jakarta tergolong nelayan skala kecil,
kecuali beberapa pengusaha perikanan yang mempekerjakan warga Kawasan
Pantura Jakarta dan Kepulauan Seribu dalam penangkapan ikan di perairan di luar
DKI Jakarta dengan enggunakan kapal berukuran besar di atas 30 GT dengan masa
penangkapan ikan hingga satu bulan. Berdasarkan hasil penghimpunan informasi
terhadap persepsi usaha perikanan tangkap di pesisir di Muara Angke, Muara
Gembong dan Mauk disimpulkan :
− Sebagian besar nelayan di kawasan Muara Angke dan Muara Gembong.
termasuk nelayan skala kecil dan subsistance.
− Memiliki perahu berukuran di bawah 5 GT.
− Perahu dilengkapi motor mesin ketinting berkekuatan 3,5 – 5,5 HP.
− Menggunakan alat tangkap jaring insang (gill net) dan pancing.
− Aktifitas penangkapan ikan dilakukan dalam sehari (one day fishing).
Produksi perikanan laut meningkat dari tahun 2008 sampai 2012. Pada tahun 2008,
produksi perikanan di DKI Jakarta sebesar 24.668.518 kg, meningkat menjadi
36.623.577 kg pada tahun 2012. Area fishing ground nelayan di Teluk Jakarta dapat
dilihat pada gambar berikut.
Bab 2 - 62
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 63
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 64
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambaran beberapa TPI dan PPI di kawasan Pantura Jakarta yang dipengaruhi oleh
perencanaan tata ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah sebagai berikut:
1. TPI Cilincing TPI (Tempat Pendartan Ikan) Cilincing merupakan TPI yang berkembang
secara alami, sebagai tempat pelelangan dan pendaratan untuk kapal
motor berukuran di bawah 5 GT dan lebih dari 5 GT. Di TPI ini tersedia
fasilitas pendukung, seperti pabrik es, garam, air bersih, cold storage,
tempat pengisian bahan bakar dan juga pertokoan peralatan kapal dan
suku cadang.
Bab 2 - 65
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
2. TPI Kalibaru TPI Kalibaru merupakan bagian Barat dari TPI Cilincing dengan kondisi
fisik, ekonomi dan sosial yang sama. TPI Kalibaru merupakan tempat
pendaratan dan pelelangan bagi armada kapal skala kecil dengan ukuran
sekitar 1 - 5 GT. Selain itu, wilayah TPI Kalibaru sebagai tempat bagi
pengolahan ikan asin kering yang dikerjakan di daerah permukiman.
Kawasan Kalibaru merupakan tempat pembudidayaan kerang hijau.
3. TPI Muara TPI Muara Baru berlokasi di Kelurahan Penjaringan. TPI ini memiliki area
Baru pendaratan kapal yang luas sekitar 3.000 Ha dan merupakan yang terbesar
di Asia. TPI ini melayani armada penangkapan ikan di atas 30 GT.
TPI ini memiliki fasilitas, seperti cold storage skala besar, pabrik es, air
bersih, tempat pengisian bahan bakar dan juga pertokoan peralatan kapal
dan suku cadang. TPI ini memfasilitasi pemasaran ikan baik lokal, regianal
dan ekspor.
4. TPI Muara Basis pendaratan adalah TPI Kamal Muara terletak di Desa Kamal Muara.
Kamal TPI ini adalah tempat pendaratan kapal penangkap ikan jaring kejer,
paying, mini purse seine, bagan (liftnets) dan sero. TPI ini melayani
armada penangkapan ikan dibawah 30 GT.
Selain itu, di sekitar TPI terdapat usaha pengolahan ikan asin.
5. Pangkalan Kawasan pelabuhan perikanan Muara Angke merupakan pusat pembinaan
Pendaratan perikanan dimana sebagian besar masyarakat dengan jumlah lebih dari
Ikan (PPI) 40.000 orang memiliki mata pencaharian kegiatan perikanan. PPI Muara
Muara Angke Angke terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan. Sebagian besar
penduduk Muara Angke adalah nelayan, produsen (pengolah) ikan asin dan
pedagang ikan. Sebagian nelayan Muara Angke berasal dari luar DKI
Jakarta, seperti Indramayu, Cirebon dan Tegal.
PPI Muara Angke awalnya dibangun untuk nelayan kecil, namun telah
berkembang menjadi pelabuhan bagi kapal berukuran besar (> 50 GT).
Bab 2 - 66
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
hasil perikanan; 4). Distribusi dan pemasaran ikan; 5) Fasilitas dan eksploitasi lahan;
6) Perbaikan kapal perikanan dan layanan pemeliharaan; 7) Jasa logistik kapal
penangkap ikan; 8) Wisata bahari; 9) Layanan lainnya sesuai dengan hukum yang
berlaku.
1) Armada Penangkapan Ikan dan Jenis Alat Tangkap
Kapal yang bersandar dan labuh di PPS Nizam Zachman umumnya beroperasi di
wilayah teritorial Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)
(PER.16/MEN/2006). Kapal yang masuk di PPS Nizam Zachman didominasi oleh
kapal-kapal yang berukuran relatif besar, yaitu kapal berukuran 21 – 30 GT dan kapal
berukuran 101 - 200 GT. Jumlah kapal yang masuk di PPS dari tahun 2008-2011 dan
perkembangannya disajikan pada tabel berikut. Jenis alat tangkap yang terdapat di
PPS, yaitu gillnet, bubu, purse seine, longline, dan life nets. Jenis alat tangkap yang
terbanyak jumlahnya adalah longline dengan hasil tangkapan utamanya adalah ikan
tuna.
2) Fasilitas Pelabuhan
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman memiliki area daratan seluas 70 Ha,
dan area perairan seluas 40 Ha. Beberapa fasilitas yang terdapat di Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman terdiri dari fasilitas pokok, penunjang, dan
fungsional sebagai berikut.
Bab 2 - 67
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 68
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 69
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 70
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Untuk menunjang kegiatan perikanan, pengolahan dan pemasaran hasil PPS Nizam
Zachman didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai termasuk di dalamnya
terdapat 49 perusahaan yang berlokasi di pelabuhan dengan kegiatan usaha baik
kegiatan utamanya sebagai perusahaan penangkapan sampai dengan perusahaan
pengolah produk perikanan dan pemasaran produk perikanan, sampai dengan
perusahaan yang mendukung kegiatan perikanan di dalam pelabuhan.
Bab 2 - 71
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
PPS Nizam Zachman merupakan pelabuhan yang memiliki multifungsi dalam aktivitas
perikanan laut yiatu sebagai unitbisnis dengan berbagai jenis bisnis yang
dikembangkan antara lain industri ikan (penyimpanan ikan, unit pengolahan ikan),
pabrik pakan ikan, Bank, koperasi dan lain-lain. Selain itu, PPS ini merupakan
perputaran uang dan tenaga kerja. Bersirkulasi Rp 31,4 miliar per hari atau Rp 9
miliar per tahun. Ini sangat berpengaruh pada tenaga kerjadi mana jumlahnya
mencapai 40.438 orang.
Bab 2 - 72
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 73
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
keluarga lainnya dari Bugis, Bone, dan sebagian besar dari Madura. Oleh karena itu,
tata letak perumahan berbentuk organik. Rumah Bugis yang datang lebih awal
memiliki arsitektur Bugis.
Dalam perkembangannya, rumah yang dibangun di daerah tersebut mengikuti
arsitektur rumah perkotaan pada umumnya. Sampai saat ini, sejumlah rumah
berarsitektur Bugis dapat ditemukan di Kelurahan Kamal Muara. Di Kelurahan Muara
Angke, permukiman nelayan menghuni dua RW di Pluit, Penjaringan. Nelayan di
Muara Angke berasal dari Madura, Cirebon, Jawa, Lampung, Banten (Kulon), Bugis
dan Makassar, selain penduduk asli Jakarta. Permukiman nelayan di Muara Angke
termasuk permukiman tua dan merupakan salah satu dari dua permukiman nelayan
penting di Teluk Jakarta, selain Kamal Muara.
Bab 2 - 74
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 75
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 76
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 77
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tanjung Priok. Kunjungan kapal meningkat rata-rata 3,29 % per tahun setara dengan
18.688 unit. Untuk mendukung jasa pangangkutan barang, pelabuhan Tanjung Priok
dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat umum, kargo, curah cair/kering dan
kontainer oleh terminal serbaguna. Terminal kontainer melayani kegiatan bongkar
muat peti kemas internasional dan antar pulau, didukung oleh fasilitas modern,
teknologi informasi dan sistem manajemen terminal kontainer. Terminal lainnya
adalah terminal curah, terminal kering massal dan terminal penumpang.
Fasilitas Pelabuhan Tanjung Priok meliputi :
a. Groove dan pooland breakwater. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki wilayah
perairan seluas 424 Ha dan sekitar 640 Ha lahan.
b. Mooringdock, stacking field and warehouse. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki
gudang seluas 101 977 m3 dan bidang susun konvensional (open yard) seluas
305,616 m3 dan 1.690.321 m3 bidang kontainer.
c. Equipment. Peralatan untuk kapal dan jasa angkutan di Pelabuhan Tanjung Priok
terdiri dari peralatan mengambang, peralatan terminal konvensional, peralatan
terminal kontainer dan peralatan terminal pendukung lainnya.
d. Utility. Utilitas di pelabuhan Tanjung Priok terdiri dari pembuluh air, seperti 8 unit
pompa diesel, 36 HP dengan kapasitas 150 ton/jam dan 4 unit 110 HP dengan
kapasitas 200 ton/jam.
e. Navigation. Kunjungan kapal masuk dan keluar Pelabuhan Tanjung Priok dilayani
oleh satu pintu masuk yang terletak di sebelah Barat dengan kedalaman alur
sekitar -14 m yang digunakan untuk kapal komersial. Pintu masuk di bagian
Timur tidak dimanfaatkan karena alur sempit dan dangkal. Dengan kedalaman
sekitar -5 m LWS hanya dapat digunakan oleh kapal kecil, seperti kapal nelayan,
kapal tunda, dan lain-lain.
Alur di pelabuhan Tanjung Priok digunakan untuk satu jalan kapal dan selanjutnya
dibantu oleh kapal tunda. Kapal dengan LOA < 150 m dilayani oleh 2 kapal tunda
dan kapal dengan LOA ≥150 m dilayani oleh 3 kapal tunda.
Bab 2 - 78
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Seiring dengan meningkatnya permintaan angkutan barang dan jasa dan angkutan
penumpang, maka disiapkan Rencana Induk Pengembangan (RIP) Pelabuhan
Tanjung Priok. Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan (RIP) diatur melalui Keputusan
Bab 2 - 79
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Menteri Perhubungan No. 42 Tahun 2011. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki cakupan
layanan kerja sampai Kabupaten Bekasi dan Karawang.
RIP Tanjung Priok dibagi menjadi Rencana Pembangunan Jangka Pendek (2011 -
2015), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2011 - 2020), dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (2011 - 2030).
a. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (2011 -2015)
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Pendek, kontainer akan dikembangkan di
Kalibaru Utara dilengkapi dengan tambatan dengan panjang 1.200 m dan
kedalaman -5,5 m. Kapasitas terminal direncanakan 1,9 juta TEUs per tahun.
Selain itu, jembatan akses sepanjang 1.100 m akan dibangun yang
menghubungkan ke terminal pedalaman kontainer.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2011 - 2020)
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, terminal kontainer akan
dibangun di Cilamaya, Karawang dengan panjang 2.160 m dan kedalaman
mooring -12,5 hingga -15,5 m. Terminal peti kemas memiliki luas sekitar 87 Ha
dengan rencana kapasitas 3,2 juta TEUs per tahun. Selain itu, jembatan akses
800 m akan dibangun untuk menghubungkan ke terminal pedalaman kontainer.
c. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2011 - 2030)
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, akan dikembangkan dua lokasi
Kalibaru Utara dan Cilamaya. Di Kalibaru Utara, akan dibangun terminal curah
cair dengan panjang dermaga 1.080 m dan kedalaman -15,5 m serta terminal
curah kering dengan panjang dermaga 915 m dan kedalaman -15,5 m.
Di Cilamaya dibangun terminal sebaguna dengan panjang dermaga 600 m dan
kedalaman -9 m serta perbaikan kolam pelabuhan sepanjang 800 m dan
kedalaman mooring -4 m. Selain itu, dibangun perpanjangan jembatan 150 m,
sehingga total panjang jembatan menjadi 950 m.
Bab 2 - 80
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 81
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 82
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 2.48. Jaringan Kabel dan Pipa Gas di Perairan Teluk Jakarta
Bab 2 - 83
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 84
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Kecepatan rata-rata kapal di dalam area pelabuhan berkisar antara 1 sampai 2 knot
karena pemanduannya (di dalam pelabuhan) dilakukan dengan bantuan tug boat.
Sebagai contoh adalah kapal peti kemas yang merapat di tambatan (dermaga)
Terminal Koja memerlukan waktu sekitar 2 sampai 2,5 jam sejak dari pintu masuk
pelabuhan sampai sandar di tambatan secara sempurna. Jika tidak ada hal-hal yang
khusus/emergency, maka prioritas pelayanan/penambatan diutamakan adalah untuk
kapal penumpang, kemudian kapal peti kemas dan selanjutnya kapal-kapal lainnya.
Lokasi tunggu kapal berada di luar perairan pelabuhan/breakwater (Masterplan
Pelabuhan Tanjung Priok, 2011).
Bab 2 - 85
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 86
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Hak menguasai negara ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA yaitu negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat pada tingkatan tertinggi menguasai bumi, air,
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pasal 2
ayat (2) UUPA menetapkan berdasar hak menguasai, negara mempunyai wewenang:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air, dan ruang angkasa
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Wewenang dalam hak atas tanah ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA yaitu
menggunakan tanah yang bersangkutan, termasuk pula tubuh bumi dan ruang serta
ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-
undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. Sedangkan hak
atas permukaan bumi atau hak atas tanah disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) UUPA
dan dijabarkan macamnya pada pasal 16 ayat (1) dan pasal 53 ayat (1) UUPA. Dari
segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi dua (2) kelompok, yaitu hak
atas tanah yang bersifat primer dan hak atas tanah yang bersifat sekunder. Hak atas
tanah yang bersifat primer adalah hak atas tanah yang berasal dari tanah negara.
Macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
atas tanah negara, dan Hak Pakai atas tanah negara. Hak atas tanah yang bersifat
sekunder adalah hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam hak atas
tanah ini adalah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai
atas tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil,
Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Terjadinya hak atas tanah oleh perseorangan atau badan hukum dapat melalui 2
(dua) cara yaitu originair dan derivatif. Pengertian originair adalah perolehan hak
atas tanah terjadi untuk pertama kali melalui Penetapan Pemerintah, atau karena
ketentuan Undang-Undang (penegasan konversi). Hak atas tanah yang lahir melalui
Penetapan Pemerintah adalah Hak Milik yang berasal dari tanah negara, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah negara, dan Hak Pakai atas tanah Hak
Pengelolaan. Hak atas tanah yang lahir karena ketentuan undang-undang
(penegasan konversi) adalah hak milik yang berasal dari konversi bekas tanah milik
adat. Sedangkan pengertian derivatif adalah perolehan hak atas tanah terjadi dari
tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh pihak lain melalui peralihan hak atas tanah.
Perolehan hak atas tanah dapat terjadi melalui pemindahan hak atas tanah dalam
bentuk jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan, dan
lelang. Perolehan hak atas tanah juga dapat terjadi dalam bentuk pewarisan.
Ada 4 (empat) cara perolehan hak atas tanah yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Pertama melaui penetapan pemerintah. Perolehan hak atas
tanah ini berasal dari tanah negara atau hak pengelolaan melalui penetapan
Bab 2 - 87
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
pemerintah dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak. Kedua melalui ketentuan
Undang-undang (penegasan konversi). Perolehan hak atas tanah ini terjadi karena
ketentuan Undang-Undang melalui permohonan penegasan konversi yang berasal
dari bekas tanah milik adat. Ketiga melalui peralihan hak yaitu perolehan hak atas
tanah yang beralih karena pewarisan, jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam modal perusahaan, dan lelang. Keempat melalui pemberian hak. Perolehan
Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang dibuktikan dengan
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Subjek hak atas tanah atau pemegang hak atas tanah adalah perseorangan yang
meliputi warga negara Indonesia dan orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
dan badan hukum yang meliputi Lembaga Negara, Kementerian, Lembaga
Pemerintah Non Kementerian, Badan Otorita, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Badan Keagamaan, Badan Sosial, Badan Hukum Asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia, Perseroan Terbatas, Perwakilan Negara Asing, dan
Perwakilan Badan Internasional.
Berdasarkan aspek penggunaan atau pemanfaatan tanah, hak atas tanah dibagi
menjadi 2 (dua) macam yaitu (1) hak atas tanah untuk keperluan mendirikan
bangunan yaitu untuk rumah tempat tinggal, rumah toko, rumah kantor, rumah
susun, rumah sakit, toko, kantor, pabrik, gudang, hotel, pasar/plaza/mall, gedung
pendidikan, terminal, pelabuhan, bandar udara, dan sebagainya. Dan (2) hak atas
tanah untuk keperluan bukan mendirikan bangunan yaitu untuk kawasan pertanian,
perikanan, peternakan, perkebunan, dan sebagainya.
Berdasarkan aspek masa penguasaan hak atas tanahnya, hak atas tanah dibagi
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu (1) hak atas tanah tidak berjangka waktu tertentu,
yakni hak milik; (2) hak atas tanah berjangka waktu tertentu, yakni Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai yang bersifat privat, dan Hak Sewa Bangunan; (3)
hak atas tanah yang berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk pelaksanaan
tugasnya, yakni hak pakai yang dikuasai oleh Lembaga Negara, Kementerian,
Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, Badan Otorita, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, Badan Keagamaan, Badan Sosial, Badan Hukum Asing yang
mempunyai perwakilan di Indonesia, Perseroan Terbatas, Perwakilan Negara Asing,
dan Perwakilan Badan Internasional.
Untuk melaksanakan kegiatan pembangunan dibutuhkan tanah sebagai wadah
kegiatannya. Tanah yang diperoleh pelaku pembangunan dapat berasal dari
reklamasi pantai. Tanah dari reklamasi pantai dapat ditujukan untuk kepentingan
umum dan/atau kepentingan komersial. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, reklamasi diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan orang dalam rangka meningkatkan manfaat
sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan sosial ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi wilayah pesisir dan pulau-
Bab 2 - 88
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
pulau kecil dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/ atau nilai tambah
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial
ekonomi. Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah menyatakan bahwa tanah yang berasal dari tanah timbul atau
hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut rawa, danau, dan bekas
sungai dikuasai langsung oleh negara.
Ruang darat baru atau tanah baru yang berasal dari reklamasi pantai yang dilakukan
oleh pihak yang melakukan reklamasi akan diberikan prioritas untuk mendapatkan
hak atas tanah melalui permohonan pemberian hak atas tanah negara kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional. Perolehan hak atas tanah yang berasal dari tanah
negara melalui penetapan pemerintah dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak
(SKPH) yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Bab 2 - 89
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kerjasama penataan ruang antar
provinsi, dan pemfasilitasan kerjasama penataan ruang antar kabupaten/kota. Dalam
penataan ruang kawasan strategis provinsi, pemerintah daerah provinsi menetapkan
kawasan strategis provinsi, perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi,
pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi dan pengendalian pemanfaatan
kawasan strategis provinsi.
Selanjutnya pada Pasal 14 menyatakan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan
untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang dimana
secara berhirarki rencana tata ruang terdiri atas rencana tata ruang wilayah nasional,
rencana tata ruang wilayah provinsi; dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan
rencana tata ruang wilayah kota. Rencana rinci tata ruang terdiri atas rencana tata
ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; rencana
tata ruang kawasan strategis provinsi; dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota
dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Dinyatakan bahwa
rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata
ruang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang
diatur dengan peraturan pemerintah.
Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan
dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga
penetapak blok dan subblok peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut
dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar
penetapan peraturan zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur
tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan
zonasi yang melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam
pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum.
Lingkup rencana tata ruang provinsi sesuai Pasal 15 mencakup ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. Selanjutnya, muatan rencana
tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang meliputi
rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Rencana
pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Peruntukan
kawasan lindung dan kawasan budidaya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan
pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan. Dalam
rangka pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan
hutan paling sedikit 30 persen dari luas daerah aliran sungai.
Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah,
antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. Ketentuan mengenai muatan,
pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi diatur
dengan peraturan menteri di mana rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi
pedoman untuk penataan ruang kawasan strategis provinsi. Selanjutnya, Pasal 24
mengatur bahwa rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan daerah
Bab 2 - 90
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
provinsi, dan ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan
rencana rinci tata ruang diatur dengan Peraturan Menteri.
Perencanaan tata ruang wilayah kota, rinciannya perlu ditambahkan rencana
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka non-hijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan
prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan
wilayah.
Pasal 29 menyebutkan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan
ruang terbuka hijau privat di mana proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota
paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik
pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang
terbuka hijau publik pada pasal 30 disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki
pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang
terbuka non-hijau diatur dengan peraturan Menteri.
Pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi dilakukan dengan perumusan
kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata
ruang kawasan strategis; perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan
struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan
strategis. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana
tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis ditetapkan kawasan
budidaya yang dikendalikan dan kawasan budidaya yang didorong
pengembangannya. Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui pengembangan
kawasan secara terpadu. Pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang dan standar kualitas lingkungan serta
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pengendalian Pemanfaatan
Ruang pada Pasal 35 menyebutkan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan
melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
serta pengenaan sanksi.
Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan reklamasi, Kementerian Pekerjaan Umum
menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang
Pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai. Peraturan ini
menjelaskan tentang faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam tahapan-tahapan
pelaksanaan kegiatan reklamasi, yaitu aspek fisik, ekologi, sosial ekonomi dan
budaya, tata lingkungan dan hukum, aspek kelayakan, perencanaan dan metode
yang digunakan. Pedoman ini juga memberikan batasan, persyaratan dan ketentuan
teknis yang harus dipenuhi agar suatu wilayah dapat melakukan reklamasi pantai.
Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007
tersebut kegiatan reklamasi reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan berikut :
Bab 2 - 91
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
- Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi
daratan;
- Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan
membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan
kebutuhan yang ada;
- Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan
lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;
- Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah
dengan daerah/negara lain.
Terhadap kawasan reklamasi pantai yang telah memenuhi ketentuan di atas,
terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam
secara signifikan perlu disusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan.
Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila telah memenuhi
persyaratan administratif berikut :
- Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendelineasi
kawasan reklamasi pantai;
- Lokasi reklamasi telah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan
direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
- Telah didukung studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi
pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);
- Telah didukung studi AMDAL kawasan maupun regional.
Rencana detail tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktur ruang
dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain meliputi
jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon.
Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini adalah
ruang terbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan peruntukan permukiman,
kawasan perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan
pariwisata, kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan
bandar udara, dan kawasan campuran.
Bab 2 - 92
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
keterpaduan antar sektor. Amanat UU No. 27 Tahun 2007 Pasal 3 juga secara tegas
menyatakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau–pulau kecil harus
berasaskan keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan,
pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan
keadilan.
Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) meliputi
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan
di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke
arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Pengelolaan WP3K
meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
terhadap interaksi manusia dalam pemanfaatannya serta proses alamiah secara
berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa poin penting dinyatakan sebagai berikut:
a. Dalam ketentuan umum hanya menyebutkan Kawasan Strategis Nasional
Tertentu (KSNT), tidak menyebutkan Kawasan Strategis Nasional (KSN);
b. Rencana Zonasi sebagai wujud rencana strategis dilakukan pemerintah daerah
serta dunia usaha dengan melibatkan masyarakat untuk mendapatkan masukan,
tanggapan dan saran perbaikan (Pasal 14 ayat 1,2,3);
c. Gubernur menyampaikan final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil provinsi kepada Menteri dan Bupati/Walikota di wilayah provinsi
bersangkutan (Pasal 14 ayat 5);
d. Pemanfaat perairan pesisir diberikan dalam bentuk Hak Pengusahaan Perairan
Pesisir atau HP-3 (Pasal 16 ayat 1);
e. Menteri (yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan) berwenang
memberikan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) di Wilayah Perairan Pesisir
Lintas provinsi dan Kawasan Strategis nasional Tertentu (Pasal 50 ayat 1); HP-3
menurut UU ini adalah adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan
pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan
pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas
permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas
keluasan tertentu;
f. Gubernur berwenang memberikan HP-3 di Wilayah Perairan Pesisir sampai
dengan 12 (duabelas) mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau
kearah perairan kepulauan, dan Perairan Pesisir lintas kabupaten/kota (Pasal 50
ayat 2);
g. Semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pengelolaan wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini, tetap berlaku sampai dikeluarkannya peraturan
pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini (Pasal 78).
Tentang izin diatur di dalam Pasal 17 ayat (4) UU No. 1 Tahun 2014 yang
menyatakan bahwa izin lokasi tidak dapat diberikan pada zonasi inti kawasan
konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum. Juga diatur bahwa izin
Bab 2 - 93
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
hanya diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dalam bentuk luasan dan waktu tertentu. Selain itu, pemberian izin juga mesti
mempertimbangkan kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat,
nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing.
Sementara, izin lokasi sendiri merupakan dasar dalam pemberian izin pengelolaan.
Hal lain yang juga diatur berkaitan dengan reklamasi adalah diperlukannya peraturan
zonasi sebagai mana diatur di dalam UU No. 27 Tahun 2007 yang menyebutkan
bahwa pengelolaan sumber daya dan wilayah pesisir laut di bawah 12 mil, pada Pasal
9 memandatkan adanya Peraturan Zonasi sebagai arahan pemanfaatan sumber daya
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Peraturan tersebut bertujuan meminimalisasi
adanya konflik pemanfaatan sumber daya.
Bab 2 - 94
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 95
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
memudahkan jalur birokrasi yang kelak akan mempermudah pemerintah baik pusat
maupun daerah dalam melayani masyarakat.
Dalam urusan pemerintahan umum, juga diatur secara spesifik yang meliputi 7
bidang utama dan termasuk bidang yang bukan kewenangan daerah dan tidak
dilaksanakan oleh Instansi Vertikal. Urusan pemerintahan umum ini dilaksanakan
oleh Gubernur dan Bupati/Walikota di wilayah kerjanya masing-masing. Yang patut
dicatat disini adalah penggunaan APBN dalam penyelenggaraan pemerintahan
umum. Hal in dimaksudkan agar APBD di masing-masing pemerintah daerah dapat
digunakan untuk melaksanakan urusan konkuren yang pelayanan dasar. Disinilah
terlihat komitmen Pemerintah Pusat, untuk menghindari beban berlebih yang harus
ditanggung APBD dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Sinergi penyelenggaraan urusan pemerintahan antara kementerian dengan
pemerintahan daerah, Presiden melimpahkan kewenangan kepada Menteri Dalam
Negeri untuk bertindak selaku kordinator dari kementerian atau lembaga pemerintah
non kementerian yang sebagian urusannya diserahkan ke daerah (Naskah Akademik
RUU Pemda, hal 77, 2011). Kementerian yang kewenangannya diserahkan kepada
daerah berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan yang bersifat
teknis kepada pemerintahan daerah, sedangkan Kementerian Dalam Negeri
melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat umum. Mekanisme
tersebut diharapkan mampu menciptakan harmonisasi dan sinergi antara Pemerintah
Pusat dengan pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
secara keseluruhan.
Sebagai Negara yang bercirikan kepulauan, dalam UU ini juga mengakomodasi
daerah yang bercirikan kepulauan dan diatur dalam Bab V tentang Kewenangan
Daerah Provinsi Di Laut dan Daerah Provinsi yang Bercirikan Kepulauan. Realitas
daerah yang memiliki ciri khas kepulauan adalah tidak meratanya sarana dan
prasarana yang memadai untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan
sehingga pembangunan dan penciptaan kesejahteraan bagi masyarakat yang hidup
di daerah kepulauan masih jauh dari harapan. Maka dari itu, pemerintah daerah yang
bercirikan kepulauan haruslah memiliki model pembangunan yang berbeda dengan
pada umumnya, model pelayanan administrasi/pelayanan publik yang berbasis
kepulauan, dan meningkatkan intensitas pembangunan sarana-prasarana yang
mengedepankan pendekatan prosperity dan security secara linier.
Semangat dari UU No. 23 Tahun 2014 ini adalah memaksimalkan peranan
Pemerintah Daerah yang mampu melaksanakan kewenangannya yang berorientasi
pelayanan dasar bukan kekuasaan semata. Dengan kondisi tersebut, mau tidak mau,
peran serta masyakarat dalam hal pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang berbasis pelayanan publik. Bentuk manifestasi dari semangat
pembaharuan secara yuridis termaktub dalam BAB XIII tentang Pelayanan Publik.
Dalam bab ini dibahas tentang upaya pemerintah daerah dalam memenuhi
kebutuhan masyakarat sebagai bentuk pelayanan publik. Dengan demikian,
masyarakat mampu memberikan feedback terhadap pelayanan publik yang diberikan
Bab 2 - 96
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
oleh Pemerintah Daerah. Maka dari itu, dalam UU ini juga diatur tentang Partisipasi
Masyarakat di Bab XV.
Partisipasi masyarakat ditujukan untuk mendorong dan meningkatkan tingkat
kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanaan publik yang diberikan
oleh pemerintah daerah. Hal ini tentunya akan menjadi katalisator bagi pemerintah
daerah untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik. Keberadaan UU No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ini harapannya mampu memperbaiki
sstem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selain itu, perubahan orientasi dari
kekuasaan semata menjadi pelayanan publik seharusnya mampu mendorong adanya
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah
Dalam rangka menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki
kewenangan dan kemandirian dalam mengatur urusan pemerintahan daerah.
Masing-masing daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya berhak untuk membuat kebijakan baik dalam rangka peningkatan
pelayanan maupun dalam rangka meningkatan peran serta masyarakat dalam
pembangunan daerah. Salah satu unsur penting dalam implementasi proses tersebut
adalah melalui pembentukan peraturan daerah.
Peraturan Daerah merupakan instrumen yang strategis dalam mencapai tujuan
desentralisasi. Peranan perda dalam otonomi daerah meliputi:
1. Perda sebagai instrumen kebijakan dalam melaksanakan otonomi daerah yang
luas dan bertanggungjawab.
2. Perda merupakan pelaksana peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
3. Penangkap dan penyalur aspirasi masyarakat daerah.
4. Sebagai alat transformasi perubahan daerah.
5. Harmonisator berbagai kepentingan.
Peraturan Daerah yang disebut dengan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota
adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Jenis peraturan daerah
termasuk kedalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang termuat
dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Perda memiliki
muatan materi sebagai berikut.
- penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan;
- penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi;
- memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penyusunan perda mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,
penetapan, dan pengundangan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundangundangan yang selanjutnya akan dibahas pada posting selanjutnya.
Bab 2 - 97
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Hukum lingkungan merupakan salah satu instrumen yuridis yang memuat tentang
kaidah-kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun makna yang
dapat terkandung dan diamanatkan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (UUPPLH)
adalah upaya penegakan hukum yang terdiri dari :
Bab 2 - 98
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 99
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
hidup dari 13 instrumen yang ada di UUPPLH dalam upaya pencegahan pencemaran
dan kerusakan lingkungan, dan Ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 36
UUPPLH, telah menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Akan tetapi dalam
persoalan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, AMDAL/UKL-UPL dan
perizinan bukanlah merupakan alat serbaguna yang dapat menyelesaikan segala
persoalan lingkungan hidup. Efektivitas AMDAL dan UKL UPL sangat ditentukan oleh
pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya dan pengawasan yang
dilakukan oleh pemerintah atau instansi pemberi izin. Terdapat 23 pasal yang
mengatur tentang AMDAL yang memuat antara lain:
1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi
AMDAL;
4. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya.
Selain hal-hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas terkait sanksi pidana dan
perdata apabila terjadi pelanggaran AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang
sanksi-sanksi tersebut, yaitu :
1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi
dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Selain AMDAL dan UKP/UPL, instrumen lain yang terdapat dalam UUPPLH yang
mengatur tentang pencegahan pencemaran lingkungan hidup, antara lain:
1. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)
2. Tata ruang
3. Baku mutu LH
4. Kriteria baku mutu kerusakan LH
5. AMDAL
6. UKL-UPL
7. Perizinan
8. Instrumen ekonomi LH
9. Peraturan perundang-undangan LH
10. Anggaran berbasis LH
11. Analisis resiko LH
12. Audit LH
13. Instrumen lain sesuai kebutuhan
Bab 2 - 100
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 101
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
dalam Pasal 16 ayat (1) dan Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) di wilayah Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan
kewenangannya. Pasal 78A ditambahkan untuk memperjelas wewenang Menteri.
Pasal 78A UU No. 1 Tahun 2014 berbunyi: Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan
sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri. Kemudian
pada Pasal 63 terjadi penambahan ‘Pemerintah Daerah’. Hal ini dimaksudkan bahwa
Pemerintah Daerah juga berperan dalam memberdayakan masyarakat dan
meningkatkan kesejahteraannya. Pasal ini juga menjelaskan kewajiban dan tanggung
jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengelola masyarakat pesisir.
Kewajiban pemegang izin lingkungan sesuai dengan UUPPLH Pasal 53 sangat jelas
terkait dengan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, antara lain :
1. Izin pembuangan air limbah
2. Izin pemanfaatan air limbah
3. Izin penyimpanan sementara limbah B3
4. Izin pemanfaatan limbah B3
5. Izin pengolahan limbah B3
6. Izin penimbunan limbah B3
7. Izin pembuangan air limbah ke laut
8. Izin dumping ke media lingkungan
9. Izin pembuangan air limbah dengan cara reinjeksi
10. Izin emisi
11. Izin venting
Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Izin PPLH) diterbitkan oleh
Menteri, Gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup dan rekomendasi UKL-UPL.
Dengan berbagai aturan yang termuat di dalamnya, UUPPLH merupakan bahan
acuan atau menjadi payung hukum bagi peraturan-peraturan lingkungan hidup dan
pembangunan daerah yang sudah ada atau yang akan ada dalam upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu, seluruh kebijakan
dan peraturan sektoral bidang lingkungan hidup misalnya kehutanan, perkebunan,
dan pertambangan, pariwisata, dan sebagainya harus memenuhi beberapa kondisi,
antara lain:
1) UU dan peraturan turunannya terkait sektor tersebut harus tunduk terhadap
UUPPLH,
2) Seluruh pelaksanaan UU dan peraturan turunannya pada bidang sektoral terkait
lingkungan hidup harus selaras dengan UUPPLH,
3) Segala penegakan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup harus
berpedoman kepada UUPPLH.
Pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (izin
PPLH) merupakan suatu pelanggaran terhadap izin lingkungan. Berdasarkan Pasal 76
UUPPLH dimana Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota dapat menerapkan sanksi
administrasi kepada pelaku usaha sesuai dengan kewenangannya jika di dalam
Bab 2 - 102
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 103
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 104
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 105
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 106
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
perkembangan ekonomi yang tidak sembang di antara kota inti (DKI Jakarta) dengan
kota dan kabupaten di sekitarnya. Selain itu, daya saing global mayoritas terjadi
untuk Jakarta, yang didukung oleh kawasan perkotaan di sekitarnya. Sehingga di sini
terlihat adanya hubungan centre-periphery yang menjadi dasar keterkaitan kawasan.
Dengan demikian sebaimana diamanatkan dalam Pasal 3 tentang peran dan fungsi
disebutkan bahwa Perpres ini merupakan pedoman bagi perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian pemanfaatan ruang, maka diperlukan pengelolaan pembangunan
yang lebih terkoordinir antar pemerintah darah sehingga tercapai harmonisasi dan
sinkronisasi.
Perpres ini mencakup peraturan mengenai kebijakan dan strategi penataan ruang,
perencanaan tata ruang, arahan pemanfaatan, pengendalian, pengawasan ruang,
kelembagaan, peran serta masyarakat, dan pembinaan di Kawasan Jabodetabek. Ada
tiga hal strategi yang ditetapkan yaitu pertama, terselenggaranya pengembangan
kawasan atas dasar keterpaduan antar daerah sebagai satu kesatuan wilayah
perencanaan. Kedua adalah mendorong adanya jaminan bagi konservasi air dan
tanah, serta penanggulangan bencana banjir, dengan mempertimbangkan daya
dukung lingkungan yang berkelanjutan. Ketiga, mendorong perekonomian wilayah
untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan.
Rencana tata ruang ini berisi rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
Rencana struktur ruang menjelaskan susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana untuk mendukung kebutuhan sosial dan ekonomi. Rencana
struktur ruang ini merupakan alat memadu dan sinkronisasi Rencana Tata Ruang
Wilayah. Sedangkan rencana pola ruang maksudnya adalah rencana peruntukan
ruang. Rencana Pola Ruang ini dikelompokan dalam tiga macam zona yaitu Zona
Non-Budi Daya (Zona N), Zona Budi Daya (Zona B), dan Zona penyanggah (Zona P).
Pemanfaatan zonasi N, B, dan P diatur oleh pemerintah yang berwenang dengan
memperhatikan rencana rinci tata ruang, peraturan zonasi dan syarat teknis yang
melekat dengannya. Untuk Kawasan Pantura, melalui Perpres ini ditetapkan terdiri
dari zona N terkonsentrasi di bagian barat dan timur. sedangkan zona B
terkonsentrasi di bagian tengah, dan Zona P ditetapkan disepanjang perairan Pantai
Teluk Jakarta di dalam Kawasan Pantura.
Sasaran penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah Pasal
2 ayat (2) terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora,
dan fauna dengan ketentuan. Hal ini menjadi perhatian mengingat hal ini berkaitan
erat dengan dengan kualitas lingkungan menjadi perhatian pengaturan dalam
peraturan ini adalah pengelolan tata air untuk konservasi sumber daya air dan
pengendalian banjir dengan meningkatkan fungsi situ dan sungai, pembangunan
sistem polder, serta drainase. Selain itu limbah cair dan sampah domestik dan
industri juga menjadi pertimbangan. Penanganan permasalahan lingkungan ini
dikaitkan dengan pembangunan infrastrukturnya tersebut. Upaya pengelolaan
permasalahan ini juga dijelaskan peran kelembagaan yang melibatkan instansi
pemerintah pusat terkait dan pemerintah daerah sampai pada tingkat terendah yaitu
kelurahan serta juga partisipasi masyarakat.
Dengan adanya Perpres ini maka peraturan sebelumnya yang terkait tentang
penataan ruang dan berlaku di Kawasan Jabodetabekpunjur tidak berlaku lagi.
Bab 2 - 107
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Secara keseluruhan Perpres ini telah mencakup perhatian yang cukup berimbang
antara kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dalam konteks satu
ekosistem dan juga mempertimbangkan pengelolaan kelembagaannya, khususnya
diantara lembaga pemerintah pusat, provinsi, walikota, kecamatan dan bahkan
sampai kelurahan serta partisipasi masyarakat, termasuk dalam kaitannya dengan
kerjasama antar pemerintah daerah yang tercakup dalam Kawasan
Jabodetabekpunjur.
2.3.2.2. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang
RTRW DKI Jakarta 2030
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI
Jakarta 2030 menetapkan Kawasan Pantura DKI Jakarta sebagai kawasan strategis
provinsi. Kawasan Pantura Jakarta direncanakan sebagai pengembangan lahan
baru yang dipisahkan oleh lateral kanal dari garis pantai melalui kegiatan reklamasi.
Lahan baru di Kawasan Pantura Jakarta terbentuk sebagai pulau-pulau, di mana
tanggul areal yang direklamasi diintegrasikan dalam rencana pengembangan
jaringan jalan guna membentuk struktur ruang, sekaligus sebagai infrastruktur
keamanan lahan dan pantai. Rencana struktur ruang juga menetapkan sentra
primer utara di lokasi lahan baru hasil reklamasi di bagian tengah Kawasan Pantura
DKI Jakarta.
Rencana pola ruang wilayah DKI Jakarta bagian utara meliputi kawasan pelabuhan,
industri, dan pergudangan di bagian timur yang diwakili oleh Kawasan Ekonomi
Khusus Marunda dan pelabuhan Tanjung Priok; kawasan permukiman,
perdagangan, dan jasa di bagian tengah yang diwakili oleh Taman Impian Jaya
Ancol, pusat perdagangan Mangga Besar, pusat transportasi dan TOD; dan
kawasan permukiman di bagian Barat yang diwakili oleh perumahan skala besar
Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, kawasan Pluit, dan lainnya.
Rencana pola ruang meliputi pengembangan hingga lahan hasil reklamasi di
Kawasan Pantura Jakarta. Rencana pola ruang juga mengatur Suaka Margasatwa
Muara Angke, Hutan Lindung Angke Kapuk, dan Hutan Wisata alam Kamal yang
merupakan ekosistem mangrove sebagai kawasan lindung.
Bab 2 - 108
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
KAWASAN Pasal 5 huruf a Pasal 6 ayat (1) huruf c Pasal 7 ayat (3) huruf b
PANTURA
Terciptanya ruang wiayah Peningkatan pertumbuhan Membangun kawasan
yang menyediakan ekonomi berbasis ekonomi di Pantura
kualitas kehidupan kota sektor perdagangan, jasa,
yang produktif dan industri kreatif, industri
inovatif teknologi tinggi dan pariwisata
Pasal 5 huruf h Pasal 6 ayat (8) huruf c Pasal 14 ayat (3) huruf c
Tercapainya penurunan Peningkatan adaptasi dan Mengembangkan Kawasan
bencana mitigasi terhadap ancaman Pantura sebagai upaya
pemanasan global dan mengantisipasi perubahan
perubahan iklim serta resiko iklim
bencana lainnya
REKLAMASI Pasal 5 huruf b Pasal 6 ayat (2) huruf c Pasal 8 ayat (3) huruf b
Terwujudnya Pengendalian perkembangan Melaksanakan reklamasi dan
pemanfaatan kawasan budidaya agar tidak melampaui revitalisasi kawasan Pantura
budidaya secara optimal daya dukung dan daya
dalam rangka memenuhi tampung lingkungan
kebutuhan 12,5 juta
(Jakut 18,6%)
Bab 2 - 109
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 110
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 111
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
2.3.2.3. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang
RDTR dan Peraturan Zonasi
Kecamatan yang berada pada kawasan pesisir pada wilayah daratan Provinsi DKI
Jakarta terdiri dari 5 (lima) kecamatan. Penjelasan mengenai rencana pola ruang
lingkup 5 kecamatan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Kecamatan Penjaringan
Pola peruntukan lahan di Kecamatan Penjaringan diidentifikasi melalui interpretasi
peta citra dan survey lapangan yang selanjutnya dikategorikan menurut
peruntukan perumahan, perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan,
fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau. Identifikasi dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang dominasi peruntukan lahan di Kecamatan Penjaringan serta
distribusinya menurut kelurahan. Secara keseluruhan peruntukan lahan di
Kecamatan Penjaringan cenderung didominasi oleh kawasan perumahan.
Dominasi tersebut juga terdistribusi secara merata di setiap kelurahan.
Tujuan penataan ruang Kecamatan Penjaringan untuk :
Bab 2 - 112
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
JUMLAH
No. KLASIFIKASI ZONA (PERUNTUKAN BLOK) LUAS (Ha)
BLOK
1 Zona Campuran 35 95.82
2 Zona Hijau Rekreasi 4 82.88
3 Zona Industri Dan Pergudangan 30 396.52
4 Zona Jalur Hijau 368 316.45
5 Zona Lindung 8 302.99
6 Zona Pelayanan Umum Dan Sosial 132 105.33
7 Zona Pemerintahan Daerah 14 16.91
8 Zona Pemerintahan Nasional 3 1.84
9 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa 95 310.82
10 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa Kdb Rendah 28 90.74
11 Zona Perumahan Kampung 2 7.98
12 Zona Perumahan Kdb Rendah 2 38.40
13 Zona Perumahan Kdb Sedang-Tinggi 143 1.009,82
14 Zona Perumahan Vertikal 20 47.42
15 Zona Perumahan Vertikal Kdb Rendah 6 20.72
16 Zona Reklamasi Pantura 6 1.284,17
17 Zona Taman Kota/Lingkungan 121 47.08
18 Zona Terbuka Biru 113 1.254,35
Sumber: Hasil Perhitungan Data GIS RDTR DKI Jakarta 2014
Bab 2 - 113
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
b) Kecamatan Cilincing
Pola peruntukan lahan di Kecamatan Cilincing diidentifikasi melalui interpretasi
peta citra dan survey lapangan yang selanjutnya dikategorikan menurut
peruntukan perumahan, perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan,
fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau. Identifikasi dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang dominasi peruntukan lahan di Kecamatan Cilincing serta
distribusinya menurut kelurahan. Secara keseluruhan peruntukan lahan di
Kecamatan Cilincing cenderung didominasi oleh kawasan perumahan. Dominasi
tersebut juga terdistribusi secara merata di setiap kelurahan.
Tujuan penataan ruang Kecamatan Cilincing untuk :
a. terwujudnya pembangunan dan penataan kawasan industri dan pergudangan
berteknologi tinggi dan ramah lingkungan dilengkapi prasarana yang
Bab 2 - 114
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
JUMLAH
No. KLASIFIKASI ZONA (PERUNTUKAN BLOK) LUAS (ha)
BLOK
1 Zona Campuran 17 31.50
2 Zona Hijau Rekreasi 6 3.38
3 Zona Industri Dan Pergudangan 166 1,212.91
4 Zona Jalur Hijau 343 452.12
5 Zona Lindung 4 7.29
6 Zona Pelayanan Umum Dan Sosial 230 143.67
7 Zona Pemerintahan Daerah 12 7.38
8 Zona Pemerintahan Nasional 1 10.55
9 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa 54 113.25
10 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa Kdb Rendah 12 79.84
11 Zona Permakaman 9 38.82
12 Zona Perumahan Kampung 1 1.34
13 Zona Perumahan Kdb Rendah 19 33.28
14 Zona Perumahan Kdb Sedang-Tinggi 150 663.74
15 Zona Perumahan Vertikal 47 333.84
16 Zona Reklamasi Pantura 4 1,387.98
17 Zona Taman Kota/Lingkungan 372 62.64
18 Zona Terbuka Biru 192 1,622.77
Sumber : Hasil Perhitungan Data GIS RDTR DKI Jakarta 2014
Bab 2 - 115
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
c) Kecamatan Pademangan
Pola peruntukan lahan di Kecamatan Pademangan diidentifikasi melalui
interpretasi peta citra dan survey lapangan yang selanjutnya dikategorikan
menurut peruntukan perumahan, perdagangan dan jasa, industri dan
pergudangan, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau. Identifikasi dilakukan
untuk memperoleh informasi tentang dominasi peruntukan lahan di Kecamatan
Pademangan serta distribusinya menurut kelurahan. Secara keseluruhan
peruntukan lahan di Kecamatan Pademangan cenderung didominasi oleh
kawasan perumahan. Dominasi tersebut juga terdistribusi secara merata di setiap
kelurahan.
Tujuan penataan ruang Kecamatan Pademangan untuk :
Bab 2 - 116
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
JUMLAH
No. KLASIFIKASI ZONA (PERUNTUKAN BLOK) LUAS (ha)
BLOK
1 Zona Campuran 39 60.65
2 Zona Industri Dan Pergudangan 11 77.17
3 Zona Jalur Hijau 128 79.10
4 Zona Pelayanan Umum Dan Sosial 43 33.52
5 Zona Pemerintahan Daerah 10 6.91
6 Zona Pemerintahan Nasional 5 12.34
7 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa 86 243.54
8 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa Kdb Rendah 25 126.60
9 Zona Permakaman 1 5.28
10 Zona Perumahan Kdb Sedang-Tinggi 58 213.89
11 Zona Perumahan Vertikal 15 38.79
12 Zona Perumahan Vertikal Kdb Rendah 6 23.64
13 Zona Reklamasi Pantura 6 1,885.34
14 Zona Taman Kota/Lingkungan 59 59.21
15 Zona Terbuka Biru 56 926.48
Sumber: Hasil Perhitungan Data GIS RDTR DKI Jakarta 2014
Bab 2 - 117
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 118
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 2.32. Klasifikasi, Distribusi, dan Luas Zona Di Kecamatan Tanjung Priok
JUMLAH
No. KLASIFIKASI ZONA (PERUNTUKAN BLOK) LUAS (ha)
BLOK
1 Zona Campuran 43 65.71
2 Zona Hijau Rekreasi 3 1.05
3 Zona Industri Dan Pergudangan 33 460.09
4 Zona Jalur Hijau 183 90.43
5 Zona Pelayanan Umum Dan Sosial 151 80.20
6 Zona Pemerintahan Daerah 12 14.05
7 Zona Pemerintahan Nasional 7 13.94
8 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa 77 292.40
9 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa Kdb Rendah 4 19.23
10 Zona Permakaman 1 0.33
11 Zona Perumahan Kdb Rendah 5 6.63
12 Zona Perumahan Kdb Sedang-Tinggi 116 773.96
13 Zona Perumahan Vertikal 9 10.19
14 Zona Perumahan Vertikal Kdb Rendah 6 16.27
15 Zona Taman Kota/Lingkungan 94 40.42
16 Zona Terbuka Biru 78 311.58
Sumber: Hasil Perhitungan Data GIS RDTR DKI Jakarta 2014
Bab 2 - 119
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
e) Kecamatan Koja
Bab 2 - 120
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
JUMLAH
No. KLASIFIKASI ZONA (PERUNTUKAN BLOK) LUAS (ha)
BLOK
1 Zona Campuran 29 29.56
2 Zona Hijau Rekreasi 4 7.20
3 Zona Industri Dan Pergudangan 12 150.53
4 Zona Jalur Hijau 116 47.02
5 Zona Pelayanan Umum Dan Sosial 103 68.90
6 Zona Pemerintahan Daerah 15 10.12
7 Zona Pemerintahan Nasional 4 48.97
8 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa 32 62.76
9 Zona Perkantoran, Perdagangan, Dan Jasa Kdb Rendah 17 41.53
10 Zona Permakaman 2 1.04
11 Zona Perumahan Kdb Rendah 1 1.33
12 Zona Perumahan Kdb Sedang-Tinggi 83 433.44
13 Zona Perumahan Vertikal 5 25.93
14 Zona Reklamasi Pantura 1 264.93
15 Zona Taman Kota/Lingkungan 31 5.67
16 Zona Terbuka Biru 66 307.91
Sumber: Hasil Perhitungan Data GIS RDTR DKI Jakarta 2014
Bab 2 - 121
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 122
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tantangan pokok dalam pengembangan ekonomi DKI Jakarta adalah ruang yang
terbatas dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat perekonomian nasional.
Bertumpunya kegiatan ekonomi di DKI Jakarta mengakibatkan berbagai infrastruktur
yang ada tidak memadai dalam memenuhi kenaikan permintaan yang tinggi baik itu
pelabuhan, bandara, prasarana perhubungan, dan lain-lain.
Terkait dengan arahan Presiden pada tanggal 27 April 2016 tentang National Capital
Integrated Coastal Development (NCICD), pembangunan ekonomi Jakarta perlu
dilihat lebih menyeluruh dengan pertimbangan dasar dan implementasi sebagai
berikut.
a) Pertama, pembangunan DKI Jakarta harus benar-benat memperhatikan ruang
yang terbatas. Ini menuntut efisiensi ruang dalam pemanfaatannya bagi
kepentingan pembangunan.
b) Kedua, pembangunan DKI Jakarta perlu berwawasan jangka panjang. Yang
dengan demikian bersifat antisipatif terhadap kebutuhan pembangunan yang
sangat dinamis misalnya 20 tahun ke depan. Proyek Garuda perlu dijadikan
momentum bagi evaluasi dan penyusunan kembali rencana menyeluruh dan
sektor penting dalam perspektif jangka panjang.
c) Ketiga, pelonggaran ruang yang terbatas antara lain bersama dengan daerah-
daerah lain di sekitar DKI Jakarta untuk meratakan manfaat ekonomi dari
aglomerasi ke DKI Jakarta.
d) Keempat, mengendalikan migrasi penduduk ke Jakarta termasuk dengan
mengembangkan ekonomi di luar Jakarta. Kepadatan penduduk DKI tahun 2010
mencapai 14.469 jiwa/km2. Dengan densitas penduduk DKI Jaya yang sangat
tinggi tersebut, daya dukung Jakarta akan terus tertekan semakin berat yang
pada gilirannya akan memberi dampak sosial ekonomi bagi masyarakat luas.
e) Kelima, mengingat peranan DKI Jakarta yang penting bagi nasional, rencana
pembangunan DKI Jakarta perlu terintegrasi penuh dengan rencana
pembangunan nasional baik induk maupun sektor penting. Masterplan besar
harus disusun bersama bagi pembangunan DKI Jakarta ke depan.
f) Keenam, perlu dipikirkan lebih lanjut rencana pemindahan pusat pemerintahan ke
luar Jakarta yang tidak terlalu jauh dari Jakarta.
National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) adalah Pengembangan
Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) yang dimaksudkan untuk memberikan solusi
perlindungan jangka panjang atas wilayah Jakarta dan sekitarnya terhadap banjir
yang berasal dari laut, menciptakan ruang baru untuk ibukota dengan memekarkan
wilayah ke arah laut secara terencana. Diharapkan dengan NCICD akan tercapai
solusi untuk mengatasi banjir, kemacetan, perbaikan mutu air, dan pengembangan
kota.
Dasar hukum pelaksanaan Program NCICD adalah Peraturan Presiden No. 3 Tahun
2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, dimana Program
NCID merupakan salah satu dari Proyek Strategis Nasional.
Hal tersebut didasarkan pada beberapa isu lingkungan di DKI Jakarta, antara lain:
Bab 2 - 123
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 124
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 125
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 126
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 127
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
C. Kondisi Prasyarat
Mitigasi penurunan muka tanah dan perbaikan kualitas air sungai, kanal dan waduk
merupakan kondisi prasyarat untuk menjamin kesuksesan Program NCICD. Realisasi
kondisi prasyarat awal ini dapat dilaksanakan pada saat yang bersamaan dengan
pengembangan Program NCICD. Kegiatan-kegiatan ini harus dilihat sebagai usaha
yang memang harus diambil dan tidak dapat dihindari. Air yang tercemar bukan saja
merupakan bahaya bagi ekosistem laut, namun juga bagi sungai, kanal dan waduk di
kawasan daratan. Program percepatan perbaikan kualitas air (oleh PD PAL Jaya) dan
program pengembangan penyediaan air perpipaan (PAM Jaya) telah dirancang,
namun pelaksanaan dan pembiayaannya masih membutuhkan dukungan yang besar.
Program NCICD akan memfasilitasi pelaksanaan bagian-bagian yang relevan dari
program-program tersebut; dan akan mendukung percepatan pelaksanaannya
dengan menyediakan informasi mengenai pengaruh lingkungan (yang positif) dari
program-program ini.
Sebuah pertemuan internasional yang membahas mengenai penurunan muka tanah
baru telah dihelat di Jakarta. Berdasarkan bukti dari berbagai negara, disimpulkan
bahwa penyedotan air tanah merupakan penyebab utama dari penurunan muka
tanah. Sekitar 3.000 sumur penyedot air tanah terdapat di Jakarta saat ini. Secara
keseluruhan, sumur-sumur ini mengambil lebih dari 50 Juta m3 air tanah per tahun.
Sumur-sumur ini terdapat hampir di semua bangunan, termasuk bangunan
pemerintah pusat maupun daerah. Sebuah tim kerja akan dibentuk untuk
menghentikan praktek penyedotan air tanah, yang akan dimulai dari kantor milik
Pemerintah DKI Jakarta. Pada saat yang bersamaan, jaringan suplai air perpipaan
harus dikembangkan dengan menambah setidaknya 1 juta sambungan domestik
baru.
D. Hubungan Dengan Upaya Hulu-Hilir
Tujuan utama dari pengkombinasian Program NCICD dan Program Hulu - Hilir adalah
untuk mengendalikan banjir di Jakarta yang berasal dari limpasan sungai dan kanal
dan dari laut. Rapat Koordinasi Kementerian pada tanggal 9 Desember 2014
menyimpulkan bahwa Program NCICD akan diselaraskan dengan upaya Hulu - Hilir
yang sedang dan akan dilaksanakan. Kombinasi antara penurunan muka tanah yang
cepat di kawasan hilir dan peningkatan debit sungai dari kawasan hulu (dari 480
m3/detik menjadi 720 m3/detik atau lebih) menciptakan sebuah urgensi untuk
pengambilan upaya pengalihan dan penampungan air untuk mencegah kebanjiran di
Jakarta; khususnya yang disebabkan oleh hujan dan/atau debit puncak sungai.
Upaya-upaya tambahan ini akan direncanakan dan diprogramkan dibawah koordinasi
Kementerian PUPR dan kerjasama dengan Program NCICD.
Tahap A berfokus untuk menekan resiko banjir yang merupakan imbas dari
penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut; sedangkan program Hilir-Hulu
berfokus pada penanganan banjir yang disebabkan kenaikan debit sungai.
Pemerintah DKI Jakarta dan Kementerian PUPR akan memegang otoritas dalam
menyelaraskan Program NCICD, pengembangan polder di Jakarta Utara,
pengembangan sistem pemompaan, program pengerukan sungai dan upaya-upaya di
Bab 2 - 128
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 129
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 130
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 2 - 131
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
BAB III
PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN
STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI
LINGKUNGAN
Berdasarkan hasil kajian terhadap rona awal DKI Jakarta sebagaimana diuraikan
dalam Bab sebelumnya, permasalahan lingkungan yang saat ini berlangsung di
daratan, pesisir, dan laut wilayah DKI Jakarta adalah :
1. Penurunan muka tanah (land subsidence)
2. Kejadian rob yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut
3. Banjir dan genangan
4. Kerawanan air bersih dan keterbatasan sistem penyediaan air bersih
5. Sedimentasi
6. Pencemaran badan sungai
7. Pencemaran perairan laut oleh limbah domestik dan industri dari wilayah
daratan
8. Keterbatasan penanganan sampah dan sanitasi, termasuk air limbah
9. Intesitas pemanfaatan ruang di wilayah daratan, pesisir, dan laut yang intensif
10. Pemanfaatan sumber daya air tanah secara berlebih.
Selain dari kajian yang dilakukan dalam kegiatan ini, dilakukan juga review
terhadap hasil-hasil studi yang berkaitan dengan rencana pengembangan di wilayah
pesisir dan Teluk Jakarta. Dokumen hasil kajian yang direview tertera pada Tabel
3.1.
Bab 3 - 1
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 2
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Keterangan:
1. Dokumen KLHS Pantura Teluk Jakarta
2. Dokumen KLHS Teluk Jakarta
3. Scoping Report for SEA of NCICD
4. KLHS NCICD
5. Komite Bersama
Sumber : Hasil Kompilasi, 2016
Dari tabel di atas disimpulkan bahwa hasil identifikasi permasalahan DKI Jakarta
secara umum memiliki kesamaan. Bahkan sejak tahun 2009 saat dokumen KLHS
Pantura Teluk Jakarta disusun, permasalahan banjir, penurunan air tanah,
sedimentasi dan pencemaran air laut serta keberadaan slum area telah mampu
diidentifikasi. Sedang hasil kajian pada tahun-tahun berikutnya menunjukkan
bahwa permasalahan tersebut masih menjadi isu lingkungan penting, meskipun
terdapat masalah-masalah lanjutan atau turunan yang kemudian terjadi. Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan untuk mengurani permasalah
lingkungan tersebut belum sepenuhnya berhasil.
Untuk memfokuskan permasalahan lingkungan menjadi isu strategis serta
mengidentifikasi keterkaitannya dengan isu-isu yang lain, maka dilakukan analisis
terhadap hubungan sebab akibat sebagaimana terlihat dalam Gambar 3.1. berikut.
Bab 3 - 3
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 3.1. Model Keterkaitan Isu Strategis Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Bab 3 - 4
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 5
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 6
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 3.2 dan 3.3 menunjukkan pentingnya penanganan isu strategis lingkungan
oleh karena infrastruktur dan prasarana penting berskala Nasional dan regional
berlokasi di wilayah ini. Sebagian besar infrastruktur yang ada seperti pelabuhan
maupun jalur pelayarannya, pembangkit listrik dan jaringan kabel dan gas bawah
laut membutuhkan ruang perairan dengan kondisi tertentu. Selain itu, pada beberapa
lokasi permukiman kumuh dan permukiman nelayan yang rentan terhadap bencana
berada pada kawasan yang memiliki eermasalahan lingkungan, seperti penurunan
muka, bencana banjir, dan rob. Pencemaran perairan pesisir dan laut mengganggu
ekosistem dan kehidupan vegetasi mangrove dan habitat hewan lainnya.
Identifikasi kerawanan terhadap air bersih di kawasan Pantura Jakarta juga
mengindikasikan jangkauan pelayanan yang terbatas serta kondisi air tanah yang
tidak layak dimanfaatkan sebagai sumber air bersih. Berdasarkan hasil kajian Daya
Dukung Daya Tampung DKI Jakarta tahun 2015 (BPLHD Provinsi DKI Jakarta), air
bersih perpipaan digunakan hanya oleh 21,15% warga Jakarta Utara, sedang air
tanah sebagian besar digunakan untuk kebutuhan non-domestik. Data SLHD Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2014 menunjukkan bahwa masih terdapat 283 pelanggan sumur
bor dengan volume 504.021 m3 dan 145 pelanggan sumur pantek dengan 58.956 m3
pada tahun 2013.
Selain permasalahan di atas, kondisi perairan Teluk Jakarta terindikasi rawan
terhadap penurunan dasar laut. Hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi DKI Jakarta menunjukkan adanya indikasi blank
zone di Teluk Jakarta sebagaimana tertera pada Gambar 3.4. Namun, data tersebut
perlu dilengkapi dengan data empirik hasil penyelidikan tanah melalui pemboran
(coring) guna verifikasi secara rinci struktur lapisan dasar laut di perairan Teluk
Jakarta.
Bab 3 - 7
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Dalam pelingkupan isu strategis lingkungan hidup, isu blank zone tidak tercakup di
dalamnya, oleh karena kondisi tersebut berstatus potensial menimbulkan
permasalahan, dimana kegiatan yang berlangsung saat ini adalah kegiatan pelayaran
dan perikanan. Walaupun demikian, dalam kegiatan pelayaran, pada beberapa lokasi
dilarang untuk membuang jangkar yang kemungkinan merupakan lokasi yang sama
dengan blank zone tersebut.
Selain survei seismik yang mengindikasikan adanya blank zone, di rencana lokasi
reklamasi di Teluk Jakarta juga telah dilakukan penyelidikan tanah
(pemboran/coring) secara intensif guna memperoleh infrmasi tentang kondisi lapisan
bawah laut Teluk Jakarta. Uji kondisi tanah tersebut dilakukan pada lokasi rencana
reklamasi yang sebagian sama posisinya dengan indikasi adanya blank zone. Melalui
pengujian empirik tersebut dapat dilakukan verifikasi secara rinci kondisi lapisan
tanah, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut sebagai contoh. Penyelidikan
tanah tersebut dilakukan pada lokasi atau titik yang jumlahnya relatif banyak, oleh
karena menjadi bagian dari keperluan desain enjiniring reklamasi dan kerekayasaan
lainnya.
Gambar berikut menunjukkan potongan melintang 1’ – 1’ lapisan bawah laut di
sekitar rencana Pulau C di Kawasan Pantura Jakarta.
Bab 3 - 8
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 3.5. Hasil Sampel Coring Lapisan Tanah di Kawasan Teluk Jakarta
Hasil penyelidikan tanah tersebut yang bersifat empirik dan rinci tidak selalu sesuai
dengan indikasi blank zone sebagaimana hasil rekaman seismik yang dilakukan.
Misalnya pada potongan melintang 1’ – 1’ menujukkan bahwa pada lapisan teratas
terdapat tanah lunak hingga kedalaman 10 - 15 m berupa silty clay dan pada lapisan
tanah yang lebih dalam terdapat lapisan tanah yang lebih keras, seperti tuffaceous
sand.
Dalam pelaksanaan reklamasi kondisi tanah lunak tersebut dipertimbangkan untuk
merancang rekayasa teknis guna menghindarkan amblesan.
Bab 3 - 9
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 10
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 11
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 12
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 13
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 3.7. Peta Proporsi Luas Lahan Rencana Pulau Reklamasi dan Wilayah
Administrasi Provinsi DKI Jakarta
Bab 3 - 14
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 15
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
diatur lebih lanjut. Hal itersebut telah sesuai dengan Permendagri No. 9 Tahun 2009
Tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan
Permukiman di Daerah, meskipun peraturan ini mengatur khusus untuk pengembang
kawasan perumahan dan permukiman.
Pengembangan lahan dan aktivitas secara massif dengan luas lebih dari 5.000 Ha
akan menimbulkan bangkitan lalu-lintas yang besar. Sistem jaringan prasarana
transportasi yang direncanakan dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis
Pantura Jakarta mencakup sistem jaringan angkutan umum masal dan jaringan
kendaraan pribadi. Gambar rencana sistem jaringan transportasi adalah sebagai
berikut :
Bab 3 - 16
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta mengindikasikan adanya blank zone di
lokasi tersebut yang berpotensi rawan terhadap amblesan.
c. Potensi terlampauinya daya tampung lingkungan perairan di sekitar pulau-pulau.
Potensi dampak terjadi jika penyediaan prasarana, sarana, dan pasokan pelayanan
dasar tidak terpenuhi. Pengelolaan sampah dan limbah cair yang tidak memenuhi
kebutuhan akan menyebabkan terjadinya pembuangan limbah padat dan cair
langsung ke perairan. Kondisi ini secara berlanjut akan menyebabkan pencemaran di
wilayah perairan sehingga daya tampung lingkungan perairan terlampaui. Dampak
lain yang ditimbulkan adalah terganggunya kehidupan biota laut.
d. Adanya potensi konflik sosial
Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta berupa pulau-pulau buatan
membutuhkan investasi pembangunan dalam jumlah besar, sehingga kawasan ini
hanya dapat dijangkau oleh masyarakat berpendapatan tinggi. Kondisi tersebut
berpotensi menimbulkan konflik sosial, terutama bagi masyarakat penghuni kawasan
pesisir Utara Jakarta. Pembangunan kawasan reklamasi berpotensi mengganggu
keberlangsungan kegiatan ekonomi dan masyarakat di kawasan pantai lama dan
dapat mengubah pola kegiatan perekonomian wilayah secara menyeluruh. Terlebih
jika pengembangan pulau-pulau reklamasi mengganggu area kegiatan perikanan.
Bab 3 - 17
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 18
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 19
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 20
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 21
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa muatan rancangan Perda RTR
Kawasan Strategis Pantura Jakarta memiliki potensi menimbulkan pengaruh pada isu
strategis lingkungan hidup atau menimbulkan isu lingkungan hidup baru. Selanjutnya
akan dibahas besar pengaruh rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta terhadap isu strategis lingkungan hidup di DKI Jakarta secara lebih rinci
untuk menunjang penyempurnaan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta.
3.3.1. Pengaruh Muatan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta Terhadap Isu-Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan
Sebagaimana dibahas dalam Sub-bab 3.1. isu strategis pembangunan berkelanjutan
DKI Jakarta adalah penurunan muka tanah, banjir dan rob, pencemaran sungai dan
perairan laut, dan kerawanan air bersih.
A. Isu tentang Penurunan Muka Tanah
Penurunan muka tanah dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain :
a. Konsolidasi batuan/tanah setempat yang tidak kompak secara alamiah.
b. Pengambilan air tanah berlebih tanpa upaya konservasi yang sesuai.
c. Beban bangunan di atas lahan yang besar melebihi daya dukung tanah.
d. Gaya tektonik aktif atau kondisi struktur geologi (bawah tanah) DKI Jakarta.
Pada tabel sebelumnya dapat dilihat bahwa muatan rancangan Perda RTR Kawasan
Strategis Pantura Jakarta berpotensi menimbulkan penurunan muka tanah yang
disebabkan oleh :
1) Tanah hasil reklamasi merupakan tanah yang tidak kompak secara alamiah.
Oleh karena itu, tingkat kekompakan tanah hasil reklamasi perlu dijamin secara
teknis untuk mendukung beban di atasnya. Secara alamiah, kondisi wilayah
Jakarta Utara memiliki Nilai SPT yang rendah. Wilayah pesisir Pantura Jakarta
juga termasuk dalam kelompok ekoregion darat dataran pasang-surut yang
memiliki kerawanan terhadap penurunan muka tanah. Pulau-pulau tersebut
sebagian besar akan dibangun pada Ekoregion Laut 6.3.1., yaitu Ekoregion
Pesisir Pulau Jawa yang dasar lautnya merupakan tanah lempung berpasir
(lanau) dan memiliki kemiripan dengan karakteristik ekoregion daratan yaitu
dataran pasang-surut berlumpur. Selain itu, pulau-pulau tersebut terletak pada
lokasi terindikasi sebagai blank zone yang rawan terhadap penurunan muka
dasar laut seperti terlihat pada Gambar 3.10 berikut. Namun demikian, perlu
diverifikasi oleh hasil penyelidikan tanah melalui pemboran (coring) yang
memberikan data struktur lapisan tanah lebih rinci.
Bab 3 - 22
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 3.5. Luas Pulau dan Lantai pada Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta
Bab 3 - 23
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa daya dukung tanah pada kawasan
reklamasi harus mampu mendukung beban bangunan dengan total luas lantai
bangunan sebesar 8.402,87 Ha, belum termasuk beban infrastruktur jalan
maupun beban aktivitas yang berlangsung. Hal ini perlu menjadi pertimbangan
mengingat pulau reklamasi merupakan bentukan tanah baru dan pertimbangan
mengenai kondisi ketidak-stabilan tanah.
Sebagai gambaran, penurunan muka tanah di wilayah Jakarta Utara selain
karena secara alamiah merupakan tanah lunak juga disebabkan karena beban
bangunan dan pengambilan air tanah secara berlebih. Sementara, seperti telah
disampaikan sebelumnya, bahwa secara alamiah dasar laut Ekoregion Laut 6.3.1.
memiliki kemiripan dengan karakteristik ekoregion pasang-surut berlumpur yang
terletak di wilayah Jakarta Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi
penurunan muka tanah pada pulau-pulau apabila daya dukung tanah terlampaui
oleh beban di atasnya.
Gambar berikut menunjukkan lokasi pengembangan pulau-pulau terkait dengan
ekoregion DKI Jakarta dan kondisi penurunan muka tanah di ekoregion darat.
Zona rawan
penurunan muka
tanah karena beban
Bab 3 - 24
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Selanjutnya untuk melihat seberapa besar beban yang akan didukung oleh pulau-
pulau dan diperbandingkan dengan beban wilayah kecamatan di pesisir DKI
Jakarta, maka dilakukan visualisasi amplop bangunan berdasarkan intensitas
bangunan pada rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dan
pada RDTR dan Peraturan Zonasi kecamatan-kecamatan pesisir sebagaimana
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 3.12. Peta Ketinggian dan Amplop Bangunan Pada Kawasan Pesisir
dan Pulau Reklamasi Pantura Jakarta
Bab 3 - 25
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Dari gambar tersebut perlu diperhatikan beban bangunan yang akan dibangun di
atas pulau-pulau tersebut, serta rekayasa teknis yang diperlukan untuk
meminimalkan potensi penurunan muka tanah karena beban bangunan.
Pada Tabel 3.2. tertera muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta yang akan mempengaruhi isu banjir, genangan dan rob disebabkan oleh
perubahan bentuk lansekap yang massif di perairan teluk Jakarta dan adanya
rencana pengembangan bangunan yang massif di atas pulau-pulau.
Seperti telah disebutkan pada Sub-bab 3.2., keberadaan pulau-pulau yang akan
dibangun akan berdampak positif sebagai pemecah ombak bagi wilayah daratan
pesisir. Namun demikian, keberadaan pulau-pulau tersebut perlu diperhitungkan
secara cermat sehingga tidak berpotensi menimbulkan kenaikan muka air laut.
Sebaliknya, dalam kaitannya dengan banjir yang bersumber dari wilayah hulunya,
pengembangan pulau-pulau dapat berpotensi sebagai penghambat laju air ke laut.
Hal ini dapat diartikan bahwa banjir yang berasal dari hulu akan berpotensi semakin
meluas. Wilayah yang paling rawan terkena dampak adalah wilayah pesisir karena
menjadi lokasi limpasan banjir yang tidak dapat mengalir ke laut, dimana pada saat
bersamaan terjadi peningkatan muka air laut karena dipengaruhi oleh perubahan
iklim global. Kawasan di pesisir Pantura yang diperkirakan mengalami peningkatan
kerawanan banjir atau genangan adalah kawasan di muara sungai dan kawasan
yang berada di bawah permukaan laut. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan
adanya kanal vertikal pada 13 (tiga belas) muara sungai, sehingga tidak
menghambat laju aliran, termasuk juga pengerukan sedimentasi secara berkala.
Dalam Pasal 40 ayat (2) huruf d rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta telah direncanakan pembangunan tanggul pulau reklamasi yang dirancang
dengan kala ulang minimal 1.000 (seribu) tahun kondisi ekstrim badai (pasang laut,
wind setup, storm surge, gelombang) dan mempertimbangkan aspek-aspek
kegempaan, liquifaction, kestabilan makro dan mikro, piping, rembesan (seepage),
dorongan air tanah ke atas terhadap konstruksi tanggul (uplift), amblesan tanah,
kenaikan muka air laut, residual settlement dan potensi tsunami.
Meskipun pesisir daratan lama terlindungi dari abrasi dengan adanya pulau reklamasi
sebagai penahan gelombang, namun kawasan pesisir belum terlindungi dari
ancaman banjir yang berasal dari hulu maupun banjir rob. Untuk mencegah banjir
rob, maka diperlukan tanggul pesisir serta tanggul di sepanjang muara sungai. Pada
lokasi pesisir yang berada di dalam tanggul, perlu dikombinasikan dengan sistem
polder yang dilengkapi dengan pompa. Sementara itu, untuk penyelesaian
permasalahan banjir di DKI Jakarta, tetap harus diimbangi dengan upaya
pengelolaan dan penanganan DAS terpadu dari hulu hingga hilir.
Oleh sebab itu, pengaruh muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta berkaitan dengan isu banjir, genangan dan rob akan bergantung pada
kebijakan dan rencana lainnya, seperti :
Bab 3 - 26
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 27
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 28
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Perkiraan Limbah Cair Non Penggunaan Air Limbah Cair Kandungan BOD
Domestik
m3/hari m3/hari kg/hari
Limbah Cair Non Domestik Pulau A 1,154.76 808.33 153.58
Limbah Cair Non Domestik Pulau B 5,011.07 3,507.75 666.47
Limbah Cair Non Domestik Pulau C 3,218.74 2,253.12 428.09
Limbah Cair Non Domestik Pulau D 3,150.28 2,205.19 418.99
Limbah Cair Non Domestik Pulau E 3,891.17 2,723.82 517.53
Limbah Cair Non Domestik Pulau F 3,129.34 2,190.54 416.20
Limbah Cair Non Domestik Pulau G 2,230.78 1,561.55 296.69
Limbah Cair Non Domestik Pulau H 857.96 600.57 114.11
Limbah Cair Non Domestik Pulau I 10,699.96 7,489.97 1,423.09
Limbah Cair Non Domestik Pulau J 7,804.32 5,463.02 1,037.97
Limbah Cair Non Domestik Pulau K 166.89 116.82 22.20
Limbah Cair Non Domestik Pulau L 11,670.58 8,169.40 1,552.19
Limbah Cair Non Domestik Pulau M 13,119.52 9,183.66 1,744.90
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016
B. Limbah Padat
Timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta mencakup sampah
domestik dan sampah industri. Penanganan timbulan sampah domestik meliputi
proses pemilahan; pengumpulan; pengangkutan; pengolahan; dan pemrosesan
akhir sampah. Berdasarkan SNI 3242 : 2008 dan justifikasi dari SNI 19-3964-
1994 tentang timbulan sampah di permukiman kota besar sebesar 2 – 2,5
liter/orang/hari atau setara dengan 0,4 – 0,5 kg/orang/hari, timbulan sampah di
kawasan reklamasi Pantura Jakarta diasumsikan sebesar 3 liter/orang/hari atau
setara dengan 0,44 kg/orang/hari. Jika penduduk penghuni dan penduduk
komuter yang merepresentasikan intensitas kegiatan dianggap menghasilkan
Bab 3 - 29
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
timbulan sampah sama besar dengan faktor kepadatan sebesar 80% dan faktor
keserempakan sebesar 70%, maka timbulan sampah di kawasan reklamasi
Pantura Jakarta diprakirakan sebagai beriku :
Jumlah penduduk penghuni dan komuter : 1.698.147 jiwa
Satuan timbulan sampah : 3 liter/orang/hari
: 0,44 kg/org/hari
Timbulan sampah : (1.698.147 x 0,8) x 0,7 x 3 liter/hari)
: 2.852.887 liter/hari
: 418.423 kg/hari
: 418 ton/hari
Dengan asumsi yang sama, distribusi timbulan sampah di setiap pulau diterakan
dalam tabel berikut.
Tabel 3.8. Timbulan Sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta
Menurut Pulau
Bab 3 - 30
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Selain itu, penanganan masalah pencemaran badan air yang bersumber dari
kegiatan di daratan menjadi faktor penentu bagi keberlangsungan aktifitas pulau-
pulau reklamasi. Hal ini berkaitan dengan adanya arahan pemanfaatan sumber
air baku yang berasal dari air laut.
Masalah kerawanan air bersih di DKI Jakarta pada dasarnya berkaitan erat dengan
masalah pencemaran badan air sungai. Meskipun DKI Jakarta dilalui oleh banyak
sungai diantaranya Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sumber air baku DKI
Jakarta diperoleh dari Sungai Citarum yang dialirkan melalui Saluran Tarum Barat.
Sungai-sungai yang mengalir di DKI Jakarta lebih banyak memberi jasa ekosistem
sebagai tempat pengaliran limbah.
Selain itu, pemanfaatan jaringan air perpipaan oleh penduduk DKI Jakarta juga
belum dilakukan oleh penduduk maupun kegiatan ekonomi lainnya. Hingga saat ini,
pemanfaatan air tanah dalam terutama untuk gedung-gedung bertingkat tinggi,
industri dan rumah tangga diindikasikan telah melampaui groundwater recharge rate.
Data dari PAM Jaya sebagaimana disampaikan oleh Bappenas pada Rapat Koordinasi
KLHS NCICD dan reklamasi pada tanggal 21 Oktober 2016, bahwa saat ini kebutuhan
air DKI Jakarta mencapai 24 m3/detik, sementara yang mampu disuplai oleh PAM
Jaya hanya berkisar 18 m3/detik. Hal ini menunjukkan DKI Jakarta saat ini sudah
Bab 3 - 31
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
mengalami kekurangan air baku sekitar 6 m3/detik yang pada akhirnya dipenuhi dari
pengambilan air tanah.
Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pengambilan air tanah dalam
pada Cekungan Jakarta telah mencapai sekitar 40% dari potensi air tanah sementara
maksimal yang diperbolehkan adalah berkisar 20%. Gambar berikut menunjukkan
peta cekungan air tanah Jakarta yang mencakup pelayanan lintas provinsi, yaitu DKI
Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
pengambilan air tanah dalam telah mencapai 21 juta m3/tahun dan sekitar 10 juta
m3/tahun diantaranya untuk memenuhi keterbatasan air di DKI Jakarta.
Gambar 3.13. Cekungan Air Tanah Provinsi DKI Jakarta dan Sekitarnya
Bab 3 - 32
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 33
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
3.3.2. Potensi Dampak Materi Muatan KRP Terhadap Lingkungan Hidup Lainnya
Dari tabel pengaruh rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terhadap isu
strategis pembangunan berkelanjutan DKI Jakarta, dapat dilihat bahwa muatan
rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga berpotensi menimbulkan isu
baru yang lebih spesifik, seperti :
A. Isu berkaitan dengan masalah status kawasan
Status kawasan Pulau-pulau reklamasi sebagai bagian dari wilayah administrasi
Provinsi DKI Jakarta dan wilayah administrasi Kota Jakarta Utara telah diatur
dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Meskipun
demikian, belum dijelaskan lebih lanjut apakah kawasan baru ini akan menjadi
satu kecamatan tersendiri atau terpadu dengan kecamatan-kecamatan di wilayah
pesisirnya sesuai dengan letak pulau. Hal ini diatur lebih lanjut mengingat akan
membawa konsekuensi pada status kependudukan, pertanahan maupun
kebutuhan administrasi lainnya. Pengaturan tersebut harus bersifat antisipatif
terhadap kecepatan realisasi pembangunan dan pengembangan pulau reklamasi,
yang dapat berupa revisi terhadap Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur
mengenai wilayah administrasi.
B. Isu berkaitan dengan batas wilayah
Sebagaimana di atur dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta, batas wilayah sebelah Selatan adalah kecamatan-kecamatan di wilayah
pesisir. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah daratan terutama wilayah pesisir
tidak merupakan satu kesatuan wilayah perencanaan sebagaimana diamanatkan
oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012. Sehingga muatan yang
mengatur tentang RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai bagian dari
pengembangan Kawasan Strategis Provinsi belum signifikan. Beberapa muatan
rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta tentang keterkaitan
pulau-pulau dengan wilayah pesisir antara lain bahwa salah satu tujuan Penataan
Ruang Pantura Jakarta adalah terwujudnya penataan kembali daratan pantai
utara Jakarta dan pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang
memperhatikan kualitas lingkungan, yang kemudian dijabarkan dalam kebijakan
penataan ruang dalam Pasal 7 ayat (4) sebagai berikut :
− penataan kembali permukiman daratan Pantai Utara Jakarta untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat; dan
− pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang ramah
lingkungan untuk mengurangi resiko bencana.
Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui strategi dalam Pasal 11 yang meliputi :
Bab 3 - 34
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 35
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 36
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Gambar 3.15. Peta Isu Lingkungan Lingkup Pesisir Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 37
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 38
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 39
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 3.10. Informasi Titik Kemacetan Eksisting Pada Situasi Hari Kerja Di Kawasan Pesisir Pantura Jakarta
Bab 3 - 40
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 41
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 42
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 43
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 3.11. Informasi Titik Kemacetan Eksisting Pada Situasi Hari Libur Kerja (Weekend Days) Di Kawasan Pesisir Pantura
Jakarta
Bab 3 - 44
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 45
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 46
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 3 - 47
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
BAB IV
PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN KRP
Berdasarkan Pasal 15 PP No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS,
perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dapat
berupa :
− Perubahan tujuan atau target;
− Perubahan strategi pencapaian target;
− Perubahan atau penyesuaian ukuran, skala, dan lokasi yang lebih memenuhi
pertimbangan Pembangunan Berkelanjutan;
− Perubahan atau penyesuaian proses, metode, dan adaptasi terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih memenuhi pertimbangan Pembangunan
Berkelanjutan;
− Penundaan, perbaikan urutan, atau perubahan prioritas pelaksanaan;
− Pemberian arahan atau rambu-rambu untuk mempertahankan atau meningkatkan
fungsi ekosistem; dan/atau
− Pemberian arahan atau rambu-rambu mitigasi dampak dan risiko Lingkungan Hidup.
Dalam kaitannya dengan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terdapat
beberapa pengaturan dan fakta terkait yang bersifat tetap oleh karena telah ditetapkan
oleh peraturan-perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan sosial dan ekonomi
yang lebih luas, serta keterkaitan secara keruangan untuk mewujudkan tatanan ruang
yang lebih efektif, seperti :
1. Adanya Pelabuhan Tanjung Priok yang dalam skala Nasional ditetapkan sebagai
Pelabuhan Laut Primer dengan skala pelayanan internasional. Pelabuhan Tanjung
Priok saat ini juga sedang melakukan pengembangan kapasitas dan kinerja
operasional kegiatan pelabuhan Tanjung Priok memerlukan prasyarat perairan laut
yang dapat dilalui kapal besar dua arah secara bebas. Maka, hal tersebut perlu
dimitigasi melalui pengembangan pulau reklamasi yang mempertimbangkan
kebutuhan ruang dan alur pelayaran kapal di Pelabuhan Tanjung Priok serta
prasyarat kedalaman alur pelayaran yang harus dijaga;
2. Adanya jaringan kabel telekomunikasi dan pipa gas dan BBM bawah laut yang
berfungsi penting untuk keperluan pembangkitan listrik dan telekomunikasi
Nasional dan internasional. Jaringan kabel telekomunikasi dan pipa gas dan BBM
memerlukan prasyarat perairan dengan kondisi dan jarak tertentu sebagai faktor
keamanan instalasi dan keperluan pemeliharaan. Jaringan kabel telekomunikasi dan
pipa gas dan BBM bawah laut yang ada dan yang akan dikembangkan perlu
disinkronkan dalam perencanaan tata ruang.
3. Adanya pembangkit listrik Muara Karang dan Tanjung Priok yang direncanakan
dikembangkan dalam membutuhkan persyaratan kondisi perairan tertentu baik
untuk pendinginan maupun pengamanan instalasi. Saat ini sedang dilakukan
simulasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian bidang Kemaritiman terkait layout,
Bab 4 - 1
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
bentuk pulau, dan jarak Pulau G dengan PLTGU Muara Karang. Oleh sebab itu,
dalam pembangunan pulau reklamasi agar memperhatikan rekomendasi dari hasil
simulasi tersebut.
4. Adanya rencana NCICD (PTPIN) tahap A yang telah mulai dilaksanakan. Kegiatan
pembangunan tanggul tepi pantai dilaksanakan dalam rangka mengantisipasi banjir
rob. Pembangunan tanggul NCICD ini akan mengubah garis pantai. Hal ini akan
membawa konsekuensi pada batas diperbolehkannya dilakukan reklamasi sesuai
dengan peraturan yang ada. Oleh sebab itu, mitigasi atas kondisi ini perlu
dipertimbangkan dalam peninjauan kembali dan revisi Rencana Tata Ruang
Kawasan Jabodetabekpunjur.
Prasyarat kondisi lingkungan bagi terselenggara dan berfungsinya kinerja operasional
instalasi dan prasarana vital di kawasan Pantura Jakarta perlu menjadi pertimbangan
dalam perencanaan dan perancangan bentuk, ukuran dan letak pulau-pulau hasil
reklamasi. Hal ini juga diamanatkan dalam Pasal 103 huruf h Perda Provinsi DKI Jakarta
No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030, dimana skenario bentuk, ukuran dan
letak pulau-pulau ini belum mempertimbangkan adanya rencana pembangunan tanggul B
dan C dalam NCICD, maupun skenario M dan O konsep NCICD baru yang saat ini sedang
dalam tahap pembahasan di tingkat Pemerintah Pusat. Pertimbangan ini belum dapat
dilakukan dalam kajian ini mengingat rencana pembangunan tersebut masih dalam proses
penyempurnaan rencana. Sebaliknya, ketetapan bentuk, ukuran dan letak pulau-pulau
reklamasi ini diharapakan dapat menjadi pertimbangan dalam perumusan perbaikan
rencana NCICD.
Pada skala perencanaan tingkat provinsi, dalam Pasal 102 ayat (1) Perda Provinsi DKI
Jakarta No. 1 Tahun 2012 disebutkan bahwa penyelenggaraan reklamasi Pantura Jakarta
diarahkan bagi terwujudnya lahan hasil reklamasi siap bangun dan pemanfaatannya sesuai
dengan tata ruang yang terpadu dengan penataan kembali kawasan daratan Pantura
Jakarta. Syarat keterpaduan tersebut membawa konsekuensi bahwa rencana reklamasi
pulau dan rencana penataan kembali kawasan daratan merupakan satu kesatuan
perencanaan. Sementara dalam Pasal 112 disebutkan bahwa penataan kembali daratan
Pantura Jakarta mencakup kegiatan :
1. Relokasi kawasan industri dan pergudangan ke wilayah sekitar DKI Jakarta melalui
koordinasi dengan pemerintahan sekitar;
2. Revitalisasi lingkungan dan bangunan bersejarah;
3. Perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan;
4. Peremajaan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan;
5. peningkatan sistem pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai untuk
mengantisipasi banjir akibat rob dan meluapnya air sungai;
6. Perbaikan manajemen lalu lintas dan penambahan jaringan jalan;
7. Relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui
penyediaan rumah susun;
8. Pelestarian hutan bakau dan hutan lindung;
9. Perluasan dan peningkatan fungsi pelabuhan; dan
10. Pengembangan pantai untuk kepentingan umum.
Bab 4 - 2
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Berdasarkan hasil kajian pengaruh rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
terhadap isu lingkungan pembangunan berkelanjutan terdapat dua materi muatan pokok
yaitu berkaitan dengan rencana :
A. Pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi.
B. Pembangunan area baru berupa kawasan perkotaan untuk kegiatan lingkungan,
sosial dan ekonomi.
Selanjutnya, masing – masing muatan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta
tersebut akan dijabarkan berdasarkan fakta yang ada, hasil analisis pengaruh, serta
alternatif penyempurnaannya. Sebagai mana tertuang dalam PP No. 46 Tahuh 2016,
alternatif penyempurnaan dapat berupa :
a. perubahan tujuan atau target;
b. perubahan strategi pencapaian target;
c. perubahan atau penyesuaian ukuran, skala, dan lokasi yang lebih memenuhi
pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
d. perubahan atau penyesuaian proses, metode, dan adaptasi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih memenuhi
pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
e. penundaan, perbaikan urutan, atau perubahan prioritas pelaksanaan;
f. pemberian arahan atau rambu-rambu untuk mempertahankan atau
meningkatkan fungsi ekosistem; dan/atau
g. pemberian arahan atau rambu-rambu mitigasi dampak dan risiko lingkungan
hidup.
Bab 4 - 3
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 4
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 5
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 6
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 4.1. Alternatif Penyempurnaan KRP terkait Isu Strategis Pembentukan Pulau – Pulau Hasil Kegiatan Reklamasi
Materi Muatan Fakta Pengaruh Alternatif Penyempurnaan
1. Delineasi Kawasan Strategis Peta Kawasan Strategis Pantai Utara Perbedaan definisi dan 1) Penyepakatan batas wilayah perencanan
Pantai Utara Jakarta. Jakarta dalam RTRW DKI Jakarta 2030 lingkup kawasan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
(i) Terdapat ketidak-sinkronan berbeda dengan Materi Teknis dan perencanaan antara berdasarkan ketentuan peraturan hukum.
batas kawasan Rancangan Perda RTR Kawasan Dokumen Perda No.1 Hal-hal yang perlu disepakati adalah :
perencaanaan : Strategis Pantai Utara Jakarta. Tahun 2012 tentang RTRW (i) Batasan wilayah perencanaan
- Bab 1 Ketentuan Umum, Perbedaan delineasi kawasan : DKI Jakarta 2030 dengan Kawasan Strategis Provinsi bersifat
Pasal 1 ayat (9) (i) Dalam lingkup RTRW DKI Jakarta peraturan terkait fungsional, sehingga proses
mengenai definisi 2030: Rancangan Perda RTR perencanaan kawasan strategis
Kawasan Strategis Pantai Kawasan Strategis Pantura Kawasan Strategis Pantai diawali dengan penentuan delineasi
Utara Jakarta yang Jakarta meliputi sebagian Utara Jakarta menimbulkan ruang yang direncanakan.
menjadi lingkup wilayah pesisir daratan hingga ketidak-sinkronan peraturan Oleh karena ketetapan tentang
perencanaan. inidikasi pulau reklamasi. yang mengakibatkan delineasi Kawasan Pantura Jakarta
Namun selain Pulau A dan Pulau ketidakpastian hukum bagi sebagai kawasan strategis provinsi
- Pasal 3 mengenai letak
B dalam lingkup pulau reklamasi pengembangan kawasan. (KSP) digambarkan dalam Lampiran
Kawasan Strategis Pantai
tidak masuk dalam lingkup RTR Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1
Utara Jakarta yang
Kawasan Strategis Pantura Tahun 2012, maka makna yang
dijabarkan pada ayat (1),
Jakarta. bersifat fungsional perlu
ayat (2), dan ayat (3)
(ii) Dalam dokumen Materi Teknis dan disempurnakan dalam peninjauan
- Lampiran Gambar 1 Peta kembali RTRW DKI Jakarta 2030.
Rancangan Perda RTR Kawasan
Rencana Bentuk Pulau Sebagai ruang yang bersifat
Strategis Pantai Utara Jakarta,
Kawasan Strategis Pantai fungsional, perencanaan tata ruang
Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Utara Jakarta. bagi 5 (lima) Kecamatan berbatasan di
masuk dalam lingkup wilayah Kota
Administrasi Jakarta Utara namun bagian Selatan diakomodasikan dalam
untuk 5 Kecamatan pesisir DKI Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1
Jakarta tidak termasuk dalam Tahun 2014 tentang RDTR dan PZ
kawasan perencanaan. Hal ini yang telah mengacu pada kebijakan,
didasarkan pada Pasal 3 ayat (2) strategi, dan arahan RTRW DKI
yang menjelaskan: Jakarta 2030.
(ii) Rancangan Perda RTR Kawasan
“Wilayah perencanaan Kawasan
Strategis Pantura Jakarta akan
Strategis Pantai Utara Jakarta
mengatur tatanan ruang yang belum
berada di perairan laut Teluk
diatur oleh Perda Provinsi DKI Jakarta
Jakarta dengan batas wilayah
No. 1 Tahun 2014.
sebagai berikut :
Bab 4 - 7
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 8
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 9
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 10
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 11
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 12
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 13
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 14
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 15
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 16
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 17
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Tabel 4.2. Alternatif Penyempurnaan KRP terkait Isu Pembangunan Kawasan Baru Perkotaan
Bab 4 - 18
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 19
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 20
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 21
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 22
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 4 - 23
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN
RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA
5.1. KESIMPULAN
Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta
sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memerlukan
pengaturan tata ruang yang lebih rinci yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
Berdasarkan hasil telaah terhadap Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura
Jakarta dikaitkan dengan kondisi dan rona lingkungan wilayah DKI Jakarta pada umumnya
maupun Jakarta Utara pada khususnya serta hasil telaah terhadap perkiraan pengaruh
Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terhadap kondisi lingkungan,
maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
1. Kawasan daratan Pantura Jakarta yang mencakup 5 (lima) wilayah kecamatan, yaitu
Penjaringan, Pademangan, Koja, Tanjung Priok dan Cilincing terindikasi memiliki
kondisi daya dukung dan daya tampung yang terbatas. Hal ini didasarkan pada kondisi
permasalahan lingkungan yang terjadi antara lain terdapatnya beberapa lokasi
kawasan kumuh, rawan bencana rob, rawan bencana banjir, keterbatasan air bersih,
penurunan muka tanah, buruknya sanitasi serta pencemaran air;
2. Kawasan daratan Pantura Jakarta dan perairan laut DKI Jakarta dimanfaatkan untuk
kegiatan dan berlokasinya berbagai infrastrukutr dan fasilitas yang bersifat vital, antara
lain pelabuhan Tanjung Priok dan alur pelayarannya, pelabuhan regional dan
pelabuhan perikanan serta alur pelayarannya, Pelabuhan Angkatan Laut dan
Pelayarannya, PLTU/PLTGU Muara Karang, jaringan kabel telekomunikasi dan pipa gas
dan BBM bawah laut, dan lainnya yang membutuhkan jaminan terhadap keamanannya;
3. Kondisi perairan yang relatif dangkal dan telah tercemar akibat buangan kegiatan di
daratan dan telah mengganggu keaneka ragaman hayati biota laut;
4. Kondisi geomorfologi wilayah DKI Jakarta daratan bagian Utara maupun perairan laut
merupakan tanah lunak yang cenderung mudah mengalami amblesan. Penurunan
muka tanah yang terjadi di DKI Jakarta diantaranya dikarenakan oleh beban bangunan
dan pengambilan air tanah yang berlebih.
5. Rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta antara lain dilakukan dengan
membentuk pulau-pulau baru di wilayah perairan laut yang terhubungkan dengan
wilayah daratan oleh beberapa akses jembatan. Rencana tersebut telah termuat dalam
RTRW DKI Jakarta 2030. Meskipun demikian, secara administrasi keruangan Kawasan
Strategis Pantura Jakarta belum sinkron dengan batasan yang diatur dalam Perda
Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030, Perda Provinsi
DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan Peraturan Zonasi, serta rancangan
Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta.
Bab 5 - 1
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
5.2. REKOMENDASI
Dalam rangka penyempurnaan terhadap rancangan Perda RTR Kawasan Strategis
Pantura Jakarta dirumuskan rekomendasi penyempurnaan sebagaimana termuat
dalam tabel berikut.
Bab 5 - 2
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 5 - 3
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 5 - 4
KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta
Bab 5 - 5