Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS JURNAL KEGAWATDARURATAN

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun oleh:
Riya Ulin Nuha

1610104105

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan analisis jurnal kegawatdaruratan
dengan Judul “Hipertensi dalam Kehamilan”.
Analisis jurnal kegawatdaruratan ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan analisi jurnal ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan analisi jurnal kegawatdaruratan ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki analisis jurnal ilmiah
ini. Akhir kata saya berharap semoga analisis jurnal kegawatdaruratan “Hipertensi dalam
Kehamilan” ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, Oktober 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C. Tujuan .......................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hipertensi dalam Kehamilan ..................................................... 11
B. Epidemiologi Hipertensi dalam Kehamilan ................................................ 28
C. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan ..................................................... 29
D. Faktor Resiko Hipertensi dalam Kehamilan................................................ 48
E. Phatofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan.................................................51
F. Manifestasi Klinis Hipertensi dalam Kehamilan..........................................52
G. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan ...................................................... 28
H. Penatalaksanaan Klinis Hipertensi dalam Kehamilan................................. 52
I. Pencegahan Hipertensi dalam Kehamilan ................................................... 28
BAB III ANALISIS JURNAL
A. Rancangan Penelitian .................................................................................. 54
B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 54
C. Subyek Penelitian ........................................................................................ 55
BAB IV REKOMENDASI ASUHAN KEBIDANAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 70
B. Pembahasan ................................................................................................. 80
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 96
LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan dapat berjalan lancar baik karena ada faktor-faktor yang mempengaruhi
kehamilan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kehamilan, yaitu faktor fisik meliputi
status kesehatan, status gizi, gaya hidup; faktor psikologis meliputi stressor, support
keluarga, Subrainstormingtan abuse (subtance abuse), partner abuse; dan faktor sosial
budaya dan ekonomi (Marmi, 2011).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian besar
kehamilan ini berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15% menderita komplikasi berat,
dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini
mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun (Prawirohardjo, 2014).
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian ibu
langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan
segala intervensi atau penangan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak
langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul
sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia,
HIV/AIDS, penyakit kardiovaskular, perdarahan, infeksi, hipertensi dalam kehamilan,
partus macet dan aborsi (Prawirohardjo, 2014).
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan, tekanan darah mencapai nilai
140/90 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di
atas nilai normal (Junaidi, 2010).
Preeklampsia pada kehamilan adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah
atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20
minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang
menimbulkan terjadinya hipertensi, edema, dan dijumpai proteinuria 300 mg per 24 jam
atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin
sewaktu (Brooks MD, 2011).
Perempuan hamil dengan hipertensi dalam kehamilan mempunyai resiko yang
tinggi untuk komplikasi yang berat seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskular,
gagal organ, dan koagulasi intravaskular. Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh
buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta,
hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak
preeklampsia pada janin adalah intratuterine growth restriction (IUGR), oligohidramnion,
dan kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intratuterine
growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta (Angsar, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hipertensi dalam Kehamilan?
2. Apa epidemiologi Hipertensi dalam Kehamilan?
3. Apa saja klasifikasi dari Hipertensi dalam Kehamilan?
4. Apa saja faktor resiko dari Hipertensi dalam Kehamilan?
5. Bagaimana phatofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan?
6. Bagaimana manifestasi klinis Hipertensi dalam Kehamilan?
7. Apa diagnosis dari Hipertensi dalam Kehamilan?
8. Bagaimana penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan?
9. Bagaimana pencegahan Hipertensi dalam Kehamilan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Hipertensi dalam Kehamilan
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Hipertensi dalam Kehamilan
3. Untuk mengetahui klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
4. Untuk mengetahui faktor resiko Hipertensi dalam Kehamilan
5. Untuk mengetahui phatofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Hipertensi dalam Kehamilan
7. Untuk konsentrasi diagnosis dari Hipertensi dalam Kehamilan
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan
9. Untuk mengetahui pencegahan Hipertensi dalam Kehamilan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hipertensi dalam Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih setelah 20 minggu usia
kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai
140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg
di atas nilai normal (Junaidi, 2010).
B. Epidemiologi Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas
maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7-10% seluruh
kehamilan. Dari seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama hamil, setengah sampai dua
pertiganya didiagnosis mengalami preeklampsi atau eklampsi (Bobak, 2005).
Di Indonesia, mortalitas dan morbiditas hipertensi pada kehamilan juga masih
cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh etiologi yang tidak jelas, dan juga perawatan dalam
persalinan masih ditangani petugas non medik serta sistem rujukan yang belum sempurna.
Hipertensi pada kehamilan dapat dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun
di daerah (Prawirohardjo, 2014).
C. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
Menurut Prawirohardjo (2014), gangguan hipertensi pada kehamilan diantaranya
adalah :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan
2. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria
3. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi adalah hipertensi kronik di sertai
tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan
tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalin,
kehamilan dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria.

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
(NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam
kehamilan, (NHBPEP, 2000) yaitu :

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai dengan kejang-kejang
dan/atau koma
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic
hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda- tanda preeklampsi atau hipertensi
kronik disertai proteinuria
4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian
dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi tanpa proteinuria.

D. Faktor Resiko Hipertensi dalam Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial. Beberapa faktor
risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah (Katsiki N et al., 2010) :
1. Faktor Maternal
a. Usia maternal
Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20
tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20-29 tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat menimbulkan komplikasi
selama kehamilan. Setiap remaja primigravida mempunyai risiko yang lebih besar
mengalami hipertensi dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun
(Manuaba, 2010)
b. Primigravida
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama.
Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman
adalah kehamilan kedua sampai ketiga (Katsiki N et al., 2010).
c. Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan
(Muflihan FA, 2012).
d. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana komplikasi
tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis
dalam kehamilan (Manuaba, 2010).
e. Tingginya Indeks Masa Tubuh (IMT)
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena kelebihan
kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi faktor risiko terjadinya berbagai
jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan,
penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan
gangguan kesehatan lain. Hal tersebut berkaitan dengan adanya timbunan lemak
berlebih dalam tubuh (Muflihan FA, 2012).
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan
kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi
pembuluh darah (Muflihan FA, 2012).
2. Faktor Kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda
berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi
mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi
kembar dua, didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian ibu
karena eklampsi (Manuaba, 2010).
E. Phatofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak
ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah (Prawirohardjo, 2014) :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis.
Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan memberi cabang
arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut,
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar
arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
spiralis mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhna janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif
mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga
aliran darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat
menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
2. Teori iskemia plasenta
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas Sebagaimana dijelaskan
pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta
yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Produksi oksidan pada manusia
adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal bebas dalam darah, maka hipertensi dalam
kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya vitamin
E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominan kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai
oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh tubuh melalui
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan
sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan
membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”
(endothelial disfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2)
suatu vasodilator kuat
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel
yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan
(TXA2) suatu vasokontriktor kuat
Dalam keadaan normal perbandingan kadar protasiklin/tromboksan lebih
tinggi kadar prostasiklin (vasodilator). Pada preeklampsi kadar tromboksan
lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, maka
terjadi kenaikan tekana darah
3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis)
4) Peningkatan permeabilitas kapiler
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
vasodilator menurun, sedangkan endotelin (vasokontriksi) meningkat
6) Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
dengan fakta sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika dibandingkan dengan multigravida
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya
c. Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode
ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan

Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G
(HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak
menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh natural killer cell (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kadalam
jaringan desidua ibu, jadi HLA-G merupakan prokondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu disamping untuk menghadapi sel natural killer.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan HLA-G. Berkurngnya
HLA-G di desidua didaerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur
sehingga mepermudah terjadinya reaksi inflamasi kemungkinan terjadi immune-
maladaptation pada preeklampsia.

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan


terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi sel yang lebih rendah di banding
pada normotensif.

4. Teori adaptasi kardiovaskuler


Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan bahan vasopresor,
atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons
vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh daerah terhadap
bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya rafrakter terhadap bahan
vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata
adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang
sehingga pembuluh darah menjadi peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti
telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor
pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan
kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi
akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
F. Manifestasi Klinis Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit teoritis, sehingga terdapat
berbagai usulan mengenai pembagian kliniknya. Pembagian klinik hipertensi dalam
kehamilan adalah sebagai berikut (Manuaba, 2010):
1. Hipertensi dalam kehamilan sebagai komplikasi kehamilan
a. Preeklampsia
Preeklampsi adalah suatu sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklampsi
ditegakkan jika terjadi hipertensi disertai dengan proteinuria dan atau edema yang
terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke-20. Proteinuria didefinisikan sebagai
terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam atau 30 mg/dl (+1 dipstik)
secara menetap pada sampel acak urin (Cunningham G, 2013).
b. Eklampsia
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia
yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal atau tonik-
klonik generalisata dan mungkin timbul sebelum, selama atau setelah persalinan.
Eklampsia paling sering terjadi pada trimester akhir dan menjadi sering mendekati
aterm. Pada umumnya kejang dimulai dari makin memburuknya preeklampsia dan
terjadinya gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri
epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu
(Prawirohardjo, 2014).
2. Hipertensi dalam kehamilan sebagai akibat dari hipertensi menahun
a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah ≥140/90 mmHg yang
didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi kronis dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan
sekunder. Pada hipertensi primer penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau
idiopatik. Hipertensi jenis ini terjadi 90-95% dari semua kasus hipertensi.
Sedangkan pada hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui secara spesifik yang
berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin dan penyakit
kardiovaskular (Manuaba, 2010).
b. Superimposed preeklampsia
Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin
memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai proteinuria,
diagnosisnya adalah superimpose preeklampsi pada hipertensi kronik
(superimposed preeclampsia). Preeklampsia pada hipertensi kronik biasanya
muncul pada usia kehamilan lebih dini daripada preeklampsi murni, serta
cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan
pertumbuhan janin (Manuaba, 2010).
3. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional didapat pada wanita dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg
atau lebih untuk pertama kali selama kehamilan tetapi belum mengalami proteinuria.
Hipertensi gestasional disebut transien hipertensi apabila tidak terjadi preeklampsi dan
tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam klasifikasi ini,
diagnosis akhir bahwa yang bersangkutan tidak mengalami preeklampsi hanya dapat
dibuat saat postpartum. Namun perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi
gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan preeklampsi,
misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium atau trombositopenia yang akan
mempengaruhi penatalaksanaan (Cunningham G, 2013).
G. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala, penyakit
terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri
kepala, gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu, nyeri dada, mual muntah dan
kejang. Penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada
pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit ginjal. Riwayat gaya hidup meliputi
keadaan lingkungan sosial, merokok dan minum alkohol (POGI, 2010).
2. Pemeriksaan fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien dalam posisi duduk
di kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur
tekanan darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga.
Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat melingkarinya. Pada wanita
hamil bila tidak memungkinkan duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu
30 menit sebelumnya tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak minum obat-obat
stimulant adrenergik serta istirahat sedikitnya 5 menit sebelum dilakukan pengukuran
tekanan darah (POGI, 2010).
Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan darah adalah sphygmomanometer.
Letakkan manset atau bladder cuff di tengah arteri brachialis pada lengan kanan, sisi
bawah manset kurang lebih 2,5 cm diatas fosa antecubital. Manset harus melingkari
sekurang- kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan menutupi 2/3 lengan atas.
Menentukan tekanan sistolik palpasi dengan cara palpasi pada arteri radialis dekat
pergelangan tangan dengan dua jari sambil pompa cuff sampai denyut nadi arteri
radialis menghilang. Baca berapa nilai tekanan ini pada manometer, kemudian buka
kunci pompa. Selanjutnya untuk mengukur tekanan darah, cuff dipompa secara cepat
sampai melampaui 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik palpasi. Pompa dibuka untuk
menurunkan mercury dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik. Tentukan tekanan darah
sistolik dengan terdengarnya suara pertama (Korotkoff I) dan tekanan darah diastolik
pada waktu hilangnya denyut arteri brakhialis (POGI, 2010).
Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk sangat praktis, untuk skrining.
Namun pengukuran tekanan darah dengan posisi berbaring, lebih memberikan hasil
yang bermakna, khususnya untuk melihat hasil terapi. Pengukuran tekanan darah
tersebut dilakukan dalam dua kali atau lebih (POGI, 2010).
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai komplikasi
kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsi yang merupakan akibat
dari hipertensi kehamilan. Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan
proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah urin. Nilai tersebut
setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1 dipstick) dari urin acak tengah yang
tidak menunjukkan tanda- tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil dari
proteinuria dengan metode dipstick adalah (POGI, 2010) :

+1 = 0,3 – 0,45 g/L


+2 = 0,45 – 1 g/L
+3 = 1 – 3 g/L
+4 = > 3 g/L.
Prevalensi kasus preeklampsi berat terjadi 95% pada hasil pemeriksaan +1 dipstick,
36% pada +2 dan +3 dipstick.
H. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan
Penanganan umum meliputi:
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai
tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah
hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah
turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan
tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu
labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis labetolol adalah 10
mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus
Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan cairan,
jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian cairan dihentikan.
Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30
ml per jam, infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema
paru. Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap jam
(Prawirohardjo, 2014).
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan
Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4 pada
preeklampsi dan eklampsi adalah (Prawirohardjo, 2014) :
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit. Diikuti dengan
MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain 2% (dalam semprit yang sama).
Pasien akan merasa agak panas saat pemberian MgSO4.
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam. Pemberian tersebut
dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum pemberian
MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16 kali/menit, refleks patella positif dan
urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika
frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella negatif dan urin <30 ml/jam. Siapkan
antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi henti nafas. Dosis glukonat adalah 2
gr (20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan sampai pernafasan membaik.
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang pada
eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat gawat janin, atau
persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan seksio sesarea (Mustafa
R et al., 2012).
3. Perawatan postpartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Teruskan
pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih >110 mmHg dan
pemantauan urin (Mustafa R et al., 2012).
I. Pencegahan Hipertensi dalam Kehamilan
Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan meliputi upaya
nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya nonfarmakologi meliputi edukasi, deteksi
prenatal dini dan manipulasi diet. Sedangkan upaya farmakologi mencakup pemberian
aspirin dosis rendah dan antioksidan (Cunningham G, 2013).
1. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya
Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus dievaluasi pada masa
postpartum dini dan diberi penyuluhan mengenai kehamilan mendatang serta risiko
kardiovaskular mereka pada masa yang akan datang. Wanita yang mengalami
preeklampsi-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit hipertensi pada kehamilan
berikutnya (James R dan Catherine N, 2004). Edukasi mengenai beberapa faktor risiko
yang memperberat kehamilan dan pemberian antioksidan vitamin C pada wanita
berisiko tinggi dapat menurunkan angka morbiditas hipertensi dalam kehamilan
(Cunningham G, 2013).
2. Deteksi pranatal dini
Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali saat trimester
pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Kunjungan dapat
ditambah tergantung pada kondisi maternal. Dengan adanya pemeriksaan secara rutin
selama kehamilan dapat dilakukan deteksi dini hipertensi dalam kehamilan. Wanita
dengan hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg) sering dirawat inapkan selama 2 sampai
3 hari untuk dievaluasi keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul.
Meskipun pemilihan pemeriksaan laboratorium dan tindakan tambahan tergantung
pada sifat keluhan utama dan biasanya merupakan bagian rencana diagnostik,
pemeriksaan sel darah lengkap dengan asupan darah, urinalisis serta golongan darah
dan rhesus menjadi tiga tes dasar yang memberikan data objektif untuk evaluasi
sebenarnya pada setiap kedaruratan obstetri ginekologi. Hal tersebut berlaku pada
hipertensi dalam kehamilan, urinalisis menjadi pemeriksaan utama yang dapat
menegakkan diagnosis dini pada preeklampsi (Cunningham G, 2013).
3. Manipulasi diet
Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi sebagai penyulit
kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet tinggi kalsium dan pemberian kapsul
dengan kandungan minyak ikan dapat menyebabkan penurunan bermakna tekanan
darah serta mencegah hipertensi dalam kehamilan (Cunningham G, 2013).
4. Aspirin dosis rendah
Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin 60 mg atau
placebo pada wanita primigravida mampu menurunkan kejadian preeklampsi. Hal
tersebut disebabkan karena supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta
tidak terganggunya produksi prostasiklin (Cunningham G, 2013).
5. Antioksidan
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan
mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini bermanfaat dalam pencegahan hipertensi
kehamilan, terutama preeklampsi. Antioksidan tersebut dapat berupa vitamin C dan E
(Cunningham G, 2013).

BAB III

ANALISIS JURNAL

Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh padatahun 2012
terdapat 142 kasus eklampsia dan preeklampsia. Berdasarkan profil kesehatan kota Banda Aceh
diketahui keduanya merupakan penyebab 20% kematian maternal setiap tahunnya dan kelompok
risiko tinggi usia ibu hamil yaitu kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun sebanyak 80 kasus dan
kelompok usia tidak beresiko sebesar 62 kasus, berdasarkan profil kesehatan kota Banda Aceh
tahun 2014 diketahui preeklamsia dan eklampsia merupakan penyebab 20% kematian maternal
setiap tahunnya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada penolongan persalinan pada pasiendengan
preeklampsia berat (PEB), Pasien dengan PEB sebaiknya tidak diperkenankan untuk mengejan
terlalu hebat, hal ini dikarenakan proses mengejan dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan
darah. Seperti yang kita ketahui, peningkatan tekanan darahpada wanita dengan PEB berbanding
lurus dengan terjadinya eklampsia. Hal yang perludilakukan pada pasien dengan PEB adalah
mempercepat proses persalinan kala duadenganSectiocaesareaataudapatjugamelakukan tindakan
ekstraksi forsepdanekstraksi vacuum bertujuan untuk mengurangi efek komplikasi yang
mungkinterjadi.

Kejang masih mungkin akan terjadi walau tatalaksana MgSO4 telahdiberikan, angka
kejadian ini terjadi sekitar 10%dariseluruhkasus. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
2gram bolus MgSO4 atau dapat diberikan sodium amoborbital 250 mg intra
venasecarapelanselama 3 sampai 5 menit.

Kejang pada eklampsia terdiridari beberapa fase. Fase pertama terjadi adanya twiching
pada wajah pada 20 detik pertama diikuti pada fase kedua timbulnya sentakan tonik-klonik pada
pada badan dan ekstremitas pasien diikuti dengan fase penurunan kesadaran saat setelah kejang
pasien dapatmenjadi agitasi serta terjadi hiperventilasi, keadaan ini merupakan kompensasi dari
keadaan asidosis laktat yang terjadi selama kejang.

Dari berbagai studi menyebutkan kejang yang terjadi setelah tatalaksana preeklampsia
masih belum dimengerti sepenuhnya. Kemungkinan hal ini terjadi akibat peningkatan jumlah
MgSO4 tidak diikuti dengan peningkatan kadar Mg2+ total dan yang terionisasisehingga efek
inhibisi terhadap ion Ca2+ tidak terjadi. Walaupun peningkatan jumlah MgSO4 meningkat secara
signifikan, tetapi kadar Ca2+ yang terionisasi tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal
ini menunjukan bahwa efek MgSO4 tidak melalui modulasi kadar kalsium Ca2+terionisasi,
sehingga hal ini mampu memicu terjadinya kejang walaupun tatalaksana MgSO4 sudah diberikan.

Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah, walaupun tidak ditemukan
perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal dan preeklampsia ataueklampsia. Penurunan
kadar magnesium dalam darah pada penderita preeklampsia daneklampsia mungkin dapat
diterangkan atas dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan.(13,15) Pengaruh yang paling
berbahaya dari ion Mg2+ adalah hambatan pelepasan Asetilkolin.(18)Ion Magnesium berperan
dalam proses pelepasan ion Ca2+, Na+ dan K+ trans membran pada fase depolarisasi dan
repolarisasi, melalui aktivitas enzim Ca-ATPase dan Na-6ATPase. Defisiensi Mg2+ akan
menurunkan konsentrasi Kalium dalam sel dan meningkatkan konsetrasi Na+ dan Ca2+ dalam sel
yang pada akhirnya mengurangi ATP intraseluler, sehingga Mg2+ dianggap sebagai stabilisator
dari berbagai kanal ion tidak berfungsi, dalam keadaan ini penurunan jumlah ion Mg2+ akan
meningkatkan ambang batas eksitasi sehingga dapat menyebabkan kejang.

Atas dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan.(13,15) Pengaruh yang paling
berbahaya dari ion Mg2+ adalah hambatan pelepasan Asetilkolin.(18)Ion Magnesium berperan
dalam proses pelepasan ion Ca2+, Na+ dan K+ trans membran pada fase depolarisasi dan
repolarisasi, melalui aktivitas enzim Ca-ATPase dan Na-6ATPase. Defisiensi Mg2+ akan
menurunkan konsentrasi Kalium dalam sel dan meningkatkan konsetrasi Na+ dan Ca2+ dalam sel
yang pada akhirnya mengurangi ATP intraseluler, sehingga Mg2+ dianggap sebagai stabilisator
dari berbagai kanal ion tidak berfungsi, dalam keadaan ini penurunan jumlah ion Mg2+ akan
meningkatkan ambang batas eksitasi sehingga dapat menyebabkan kejang.

Magnesium memilikiefek minor pada post junctional sedangkan pada motor end plate ion
Mg2+ memiliki efek kompetisi terhadapion Ca2+ didaerah pre-junctional. Pada beberapa keadaan
tertentu kompetisi tersebut tidak dapat terjadi walaupun kadar Mg2+ yang sudah ada sudah
mencapai ambang batas, halini yang di curigai menyebabkan efek
inhibisitidakdapatditekanwalaupun serum ion Mg2+ sudahberada di ambangbatas normal.(16,18)

Ion Mg2+ dan ion Ca2+ bersifat antagonis satu sama lain,konsentrasi ion Mg2+ yang sudah
tinggi akan menghambat pelepasan Asetilkolin, sedangkankonsentrasi ion Calsium yang tinggi
akan meningkatkan pelepasan asetilkolin dari nervusterminal presinaptik.(18,21) Ion Mg2+
memiliki efek inhibisi pada potensial post junctional danmenyebabkan penurunan eksitabilitas dari
serabut-serabut otot, sehingga dengan 4 gram MgSO4 pada keadaan preeklampsia mampu
meningkatkan ambang kejang, dengan penjelasan tersebutlah MgSO4 memberi efek anti kejang
pada tatalaksanapreeklampsia.
BAB IV

REKOMENDASI ASUHAN KEBIDANAN

Pemberian MgSO4 merupakan terapi pilihan pada tatalaksana preeclampsia berat dalam
mencegah eklampsia. Kemungkinan kejang pasca tatalaksana MgSO4 masih dapat terjadi, oleh
karena itu pemantauan pasca pemberia obat sangat penting untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Angsar, M.D. (2010). Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Saifudin, A.B., Rachimhadi, T., dan
Wiknjosastro, G.H., (Eds.), Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Edisi IV: 530-561.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Bobak, L. (2005). Keperawatan Maternita edisi 4. Jakarta: EGC

Brooks, M.D. (2011). Pregnancy, Preeclampsia. St Mary Corwin Medical Center: Department of
Emergency Medicine

Cunningham, G. (2013). Hipertensi dalam Kehamilan dalam: Obstetri Williams Edisi 23 Vol 1.
Jakarta : EGC

Junaidi. (2010). Hipertensi (Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan). Jakarta : PT. Bhuana Ilmu
Populer

Katsiki, N., Godosis, D., Komaitis, S., & Hatzitolios. S. (2010). Hypertention in Pregnancy:
clasification, diagnosis and treatment. Greece: Aristotle University of Thessaloniki

Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2.
Jakarta: EGC

Marmi. (2011). Asuhan Kebidanan pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Muflihan, F.A. (2012). Analisis Faktor-Faktor Terjadinya Preeklamsia Berat. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Mustafa, R., Ahmed, S., Gupta, A., & Venuto, R.C. (2012). Comprehensive Review of
Hypertention in Pregnancy. Hindawi Publishing Corporation Journal of Pregnancy. USA:
State University of New York

NHBPEP. (2000). Report of The National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy. Bethesda: American Journal of Obstetrics
and Gynecology; 183(1) hal. 1-22

Persatuan Dokter Obsgyn Indonesia. (201). Panduan Penatalaksanaan Hipertensi dalam


Kehhamilan. Jakarta: POGI

Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Sihotang, P.C., Rahmayanti, E.I., Tebisi, J.M., & Bantulu, F.M. (2016). Hubungan Pola Makan
dan Kecukupan Istirahat Tidur dengan Kejadian Hipertensi pada Ibu Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Biromaru. Jurnal Kesehatan Tadulako. Vol. 2 No. 1, Januari 2016: 1-75.
(Online)
(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/download/5747/4513.p
df,diakses 13 Oktober 2019
EKLAMPSIA POSTPARTUM: SEBUAH TINJAUAN KASUS

Mohd Andalas1, Andry Khairani Ramadana2, dan Rudiyanto2

1
Bagian Obstetrik dan Genikologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh


2
Mahasiswa Kepanitraan Klinik Senior Departemen Obstetrikdan Genikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Bada Aceh

Email: andalas_dr@yahoo.com

Abstrak. Eklampsia adalah kejang pada kehamilan dengan gejala preeklampsia.


Preeklampsia merupakan suatu kumpulan gejala pada ibu hamil ditandai dengan peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg dan proteinuria pada usia kehamilan ≥ 20 minggu.
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum, eklampsia intrapartum, dan eklampsia
pospartum. Kejadian eklampsia sekitar 2-8% diseluruh dunia dan merupakan penyebab
kematian 500.000 ibu melahirkan setiap tahunnya. Angka kejadian eklampsia di Indonesia
mencapai128.273 kasus setiap tahun. Di RSUZA pada tahun 2012 terdapat 142 kasus, dari
profil kesehatan kota Banda Aceh tahun 2012 eklampsia dan preeklampsia merupakan
penyebab 20% kematian ibu hamil setiap tahunnya. Berikut dibahas kasus seorang wanita
Indonesia 37 tahun dengan usia kehamilan 39-40 minggu, pasien dengan pre eklampsia berat,
inpartu, pembukaan lengkap 10cm, dan ditatalaksana dengan protap preeclampsia berat
menggunakan MgSO4 4 gram bolus lambat dilanjutkan 6 gram MgSO4 40% dalam 500 ml
cairan RL, dilakukan pimpinan persalinan dan bayi lahir normal. Pascapersalinan kala tiga
pasien mengalami kejang selama 15 detik. Kasus membahas mengapa eklampsia dapat
terjadi setelah tatalaksana MgSO4, hal ini dihubungkan dengan rendahnya kadar ion Mg2+
yang terionisasi di dalam darah tidak mampu memberikan efek ini bisa pada potensial post
junctional dan menyebabkan peningkatan eksitabilitas dari serabut otot dan berefek terhadap
kejang. (JKS 2017; 1: 33-37)

Kata kunci: preeklampsia, eklampsia, postpartum

Abstract. Eclampsia is a condition of the seizure caused by preeclampsia. Preeclampsia itself


is a condition when the blood pressure of pregnancy increase up to ≥140/90 mmHg with
proteinuria and the gestational age ≥ 20 weeks.Eclampsia divided into eclampsia
gravidarum, eclampsia intrapartum and eclampsia postpartum.Incidents of eclampsia is
about 2-8% in the world, and its couse 500.000mortality every year. Amount of Eclampsia
in Indonesia reached 128.273cases every years. At RSUZA in 2012 there was 142 cases,
based on Banda Aceh Health Ministry Profile 2012 known that they are 20% etiology which
can make pregnant woman dead every year.This Article discuss about an Indonesian
pregnant woman, 37 years old with 39-40 weeks of gestational age,she has severe
preeclampsia wihinpartu condition, complete opening 10cm, and treated by severe
preeclampsia treatment guide. Its treated using MgSO4 4 gram bolus gradually and after
that giving 6 gram MgSO4 40% in 500 ml RL. Then,delivering babies with normal condition.
After third stage of laborn, she was seized for about 15 seconds. This case discuss about why
eclampsia happen after given MgS04, this associated with lowof Mg2+level in the body which
ionized in theblood that can’t giving inhibition effect in the postjunctional potential and
cause increase of eksitability from miofibronal and seizure.

(JKS 2017; 1: 33-37)

Keyword: preeclampsia, eclampsia, postpartu33


JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 17 Nomor 1 April 2017

Salah satuteori etiologi preeklampsia yang


saat ini cukup banyak dianut yaitu teori
iskemiaplasenta, radikal bebas, dan disfungsi
Pendahuluan endotel.(7) Penatalaksanaan preeklampsia
lebih ditekankan pada pencegahan kejang dan
pengontrolan hipertensi. Pemberian anti
Eklampsia adalah kejang yang terjadi pada
ibu hamil dengan tanda-tanda preeklampsia. kejang Magnesium sulfat (MgSO4)
Preeklampsia sendiri merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari hipertensi (Tekanan
merupakan pilihan pertama dalam tatalaksana
darah ≥140/90 mmHg) bersamaan dengan
preeklamsia berat, pemberian jalur intravena
proteinuriamasif yang terjadi pada usia
dapat diberikan dengan
kehamilan lebih dari 20 minggu. Eklampsia
dibagi menjadi tiga yaitu, eklampsia
antepartum, eklampsia intrapartum, dan
eklampsia postpartum. Eklampsia banyak
terjadi pada trimester terakhir dan semakin
meningkat saat mendekati persalinan.(1).
Sekitar 60-75% eklampsia dapat terjadi
sebelum persalinan, dansekitar 40-50%
terjadi saat persalinan dan 48 jam pertama
setelah melahirkan. Ancaman kejang dapat
tetap terjadi hingga 6 minggu pasca

persalinan yang sering disebut dengan


eclampsia late onset..(1,2,4)

Mekanisme terjadinya preeklampsia dan


eklampsia masih belum dimengerti, halini

digambarkan sebagai “disease of


(5,6,7)
theory”. Teori-teori tersebut di antaranya

adalah;

a. Teori iskemia plasenta, radikal bebas,


dan disfungsi endotel,

b. Teori intoleransi imunologik antara


ibu dan janin,

c. Teori kelainan pada vaskularisasi


plasenta,
d. Teori adaptasi kardiovaskular,
e. Teori inflamasi,
f. Teori defisiensi gizi, dan
g. Teori genetik.
drip 6 mg dengan kecepatan 1 gram per jam
dan nifedipin 10 mg oral, dan dilakukan
pimpinan persalinan.

loading dose 4 gram diencerkan dalam 10 ml


cairan aquades diberikan selama 15 hingga 20
menit bolus lambat. Selanjutnya dapat Lahir bayi laki-laki dengan berat badan lahir
2700 gram, panjang badan48 cm, dengan
memulai dosis rumatan MgSO4 6 gram dalam
500 mL cairan Ringer laktat dengan
kecepatan dosis 1gram/jam atau sekitar 28
34
tetes makro permenit.(6,7,9) Penatalaksanaan
hipertensi dan pencegahan kejang dapat
menurunkan risiko komplikasi. Pemberian
obat anti hipertensi yang direkomendasikan
ialah nifedipin sebanyak 10 mg diberikan
setiap 20 menit sampaitekanan darah turun

mencapai 25% dari mean arterial


pressure(MAP).(9,11)

Laporan Kasus

Seorang wanita hamil G3P2A0 usia37 tahun


datang ke Instalasi Gawat Darurat
RumahSakit Umum dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh

dengan keluhan perut mulas, HPHT


4/5/2015,usia kehamilan diketahui 39-40
minggu, TTP 8/2/2016. Ibu merasakan mules
sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit,
disertai keluar lendir bercampur darah dari
jalan lahir. Pada pemeriksaan didapatkan
tekanan darah 200/110 mmHg, denyut nadi
110 dpm, laju nafas 22x/i, serta proteinuria
+3. Pemeriksaan status obstetrik didapatkan
tingi fundus uteri (TFU) 31 cm dengan
taksiran berat janin 3100 gram, pada fundus
kesan bokong, punggung pada sisi kanan
dengan denyut jantung janin 140 denyut per-
menit, kepalamengisi bagian terbawah rahim,
sudah masuk pintu atas

panggul. Hasil pemeriksaan dalam


didapatkan pembukaan lengkap 10 cm, teraba
kepala, selaput ketuban (-), selanjutya
dilakukan penatalaksaan MgSO4 loading
dose 4 grambolus lambat dilanjutkan dengan
Mohd Andalas1, Andry Khairani Ramadana2, dan
Rudiyanto3 Eklampsia Postpartum: Sebuah Tinjauan Kasus

memicu terjadinya peningkatan tekanan


darah.(8,10) Seperti yang kita ketahui,
skor apgar 5/6. Selanjutnya dilakukan
manajemen aktif kala tiga plasenta lahir peningkatan tekanan darahpada wanita
lengkap. Evaluasi persalinan kala empat,
dengan menilai jumlah pendarahan serta
dengan PEB berbanding lurus dengan
mengevaluasi kontraksi dari uterus.Sepuluh
menit kemudian pasien kejang selama satu terjadinya eklampsia(10,13). Hal yang
menit, Tekanan darah 190/110mmHg, denyut
nadi 115 dpm, laju napas 30 x/menit. Pasien perludilakukan pada pasien dengan PEB
didiagnosis dengan eklampsia post partum adalah mempercepat proses persalinan kala
pada P3A0. Selanjutnya pasien ditatalaksana duadenganSectiocaesareaataudapatjugamela
dengan MgSO4 40% 2 gram secarabolus kukan tindakan ekstraksi forsepdanekstraksi
lambat, beberapa saat kemudian kejang
teratasi dan pasien di evaluasi lebih lanjut.

Pembahasan

Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel


Abidin Kota Banda Aceh padatahun 2012
terdapat 142 kasus eklampsia dan

preeklampsia.(1,2) Berdasarkan profil


kesehatan kota Banda Aceh diketahui
keduanya merupakan penyebab 20%
kematian maternal setiap tahunnya dan
kelompok risiko tinggi usia ibu hamil yaitu
kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun
sebanyak 80 kasus dan kelompok usia tidak
beresiko sebesar 62 kasus, berdasarkan profil
kesehatan kota Banda Aceh tahun 2014
diketahui preeklamsia dan eklampsia

merupakan penyebab 20% kematian maternal


setiap tahunnya.(1,2,4,5)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan

pada penolongan persalinan pada


pasiendengan preeklampsia berat (PEB),
Pasien dengan PEB sebaiknya tidak
diperkenankan untuk mengejan terlalu hebat,
hal ini dikarenakan proses mengejan dapat
magnesium darah, walaupun tidak ditemukan
perbedaan yang bermakna antara kehamilan
normal dan preeklampsia ataueklampsia.
vacuumbertujuanuntukmengurangiefekkomp
Penurunan kadar magnesium dalam darah
likasi yang mungkinterjadi.(9,10) pada penderita preeklampsia daneklampsia
mungkin dapat diterangkan

Kejangmasihmungkinakanterjadiwalautatala
ksana MgSO4 telahdiberikan, angka kejadian 35
ini terjadi sekitar 10%dariseluruhkasus.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
2gram bolus MgSO4 atau dapat diberikan
sodium amoborbital 250 mg intra
(21)
venasecarapelanselama 3 sampai 5 menit.

Kejang pada eklampsia terdiridari beberapa


fase. Fase pertama terjadi adanya twiching
pada wajah pada 20 detik pertama diikuti
pada fase kedua timbulnya sentakan tonik-
klonik pada pada badan dan ekstremitas
pasien diikuti dengan fase penurunan
kesadaran saat setelah kejang pasien

dapatmenjadi agitasi serta terjadi


hiperventilasi, keadaan ini merupakan
kompensasi dari keadaan asidosis laktat yang
terjadi selama kejang.(20)

Dari berbagai studi menyebutkan kejang


yang terjadi setelah tatalaksana preeklampsia
masih belum dimengerti sepenuhnya.
Kemungkinan hal ini terjadi akibat
peningkatan jumlah MgSO4 tidak diikuti
dengan peningkatan kadar Mg2+ total dan
yang terionisasisehingga efek inhibisi
terhadap ion Ca2+ tidak terjadi. Walaupun
peningkatan jumlah MgSO4 meningkat
secara signifikan, tetapi kadar Ca2+ yang
terionisasi tidak mengalami peningkatan
yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa
efek MgSO4 tidak melalui modulasi kadar
kalsium Ca2+terionisasi, sehingga hal ini

mampu memicu terjadinya kejang walaupun


tatalaksana MgSO4 sudah diberikan.(18,19)

Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar


JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 17 Nomor 1 April 2017

Asetilkolin, sedangkankonsentrasi ion


Calsium yang tinggi akan meningkatkan

atas dasar hipervolemia yang fisiologis pada pelepasan asetilkolin dari nervusterminal
kehamilan.(13,15) Pengaruh yang paling presinaptik.(18,21) Ion Mg2+ memiliki efek

berbahaya dari ion Mg2+ adalah hambatan inhibisi pada potensial post junctional
pelepasan Asetilkolin.(18)Ion Magnesium danmenyebabkan penurunan eksitabilitas
berperan dalam proses pelepasan ion Ca2+, dari serabut-serabut otot, sehingga dengan 4
Na+ dan K+ trans membran pada fase gram MgSO4 pada keadaan preeklampsia
depolarisasi dan repolarisasi, melalui mampu meningkatkan ambang kejang,
aktivitas enzim Ca-ATPase dan Na-6ATPase. dengan penjelasan tersebutlah MgSO4
Defisiensi Mg2+ akan menurunkan
konsentrasi Kalium dalam sel dan
memberi efek anti kejang pada
meningkatkan konsetrasi Na+ dan Ca2+ (16,19,20,21)
dalam sel yang pada akhirnya mengurangi tatalaksanapreeklampsia.
ATP intraseluler, sehingga Mg2+ dianggap
sebagai stabilisator dari berbagai kanal ion
tidak berfungsi, dalam keadaan ini penurunan
jumlah ion Mg2+ akan

Mg2+ meningkatkan ambang batas


eksitasi sehingga dapat
menyebabkan kejang.(18,20)

Magnesium memilikiefek minor pada post


junctional sedangkan pada motor end plate

ion memiliki efek kompetisi

terhadapion Ca2+ didaerah pre-junctional.


Pada beberapa keadaan tertentu kompetisi
tersebut tidak dapat terjadi walaupun kadar
Mg2+ yang sudah ada sudah mencapai
ambang batas, halini yang di curigai
menyebabkan efek

inhibisitidakdapatditekanwalaupun serum

ion Mg2+ sudahberada di ambangbatas


normal.(16,18)

Ion Mg2+ dan ion Ca2+ bersifat antagonis


satu sama lain,konsentrasi ion Mg2+ yang
sudah tinggi akan menghambat pelepasan
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2013: p28-30

5. Amiruddin R, dkk. Issu Mutakhir


Kesimpulan
tentang Komplikasi Kehamilan
(Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian
Pemberian MgSO4 merupakan terapi pilihan
pada tatalaksana preeclampsia berat dalam
mencegah eklampsia. Kemungkinan kejang Epidemiologi Fakultas Kesehatan
pasca tatalaksana MgSO4 masihdapatterjadi, Masyarakat. UNHAS: 2007
oleh karena itu pemantauan pasca pemberia
obat sangat penting untuk dilakukan.
6. Cunningham, F.G.et al. Hipertensive
Disorder in Pregnancy In: Williams
Obstetrics- 22nd Edition USA: Mc Graw
Hill: 2008
Daftar Pustaka 7. Angsardkk. Pedoman Pengelolaan
Hipertensi Dalam Kehamilan Di
1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Indonesia edisi kedua. Himpunan
Jakarta: PT Bina Pustaka. 2010.p 15-45 Kedokteran Fetomaternal POGI: 2005

8. Prasetiyo I. Eklampsia. [online]. [cited:


2. Lindheimer MD, Taler SJ, Cunningham November 2012]. Available
FG. Hipertension in pregnancy. In:
Journal of the American Society of
Hypertension; 2008. 9 (3) :119-123 from:http://rsud.patikab.go.id/?page=do

3. Djannah, SN. Arianti, IS. Gambaran wnload&file=EKLAMPSIA.doc&id=13


epidemiologi kejadian preeklampsia/

eklampsia Di RSU PKU 9. Tierney, M.L. McPhee, S.J. Papadakis,


muhammadiyyah yogyakarta tahun 2007- M.A. Current Medical Diagnosis
2009. 2010. &Treatment-45th Edition USA: Mc Graw
Hill: 2006

4. Rizky Amalia.Hubungan usia ibu hamil


dengan angka kejadian preeklampsia di

36
Mohd Andalas1, Andry Khairani
Ramadana2, dan Rudiyanto3 Eklampsia
Postpartum: Sebuah Tinjauan Kasus

10. Rambulangi J, Ong T.


Preeklampsia dan
Eklampsia In:
Rangkuman Protap
Obgyn Unhas: 2010

11. Galan, H. et al. Obstetrics


Normal and Problem
Pregnancies USA:
Elsevier: 2007

12. JNPK-KR. Buku Acuan Pelatihan Klinik

Pelayanan Obstetri
Emergensi DasarJakarta:
2008

13. Pokharel SM,


Chattopadhyay SK.
HELLP Syndrome – a
pregnancy disorder with
poor diagnosis USA:
Elsevier: 2008

14. Witlin AG, Sibai BM.


Diagnosis and
Management of Women
with HELLP syndrome.
USA. Elsevier:2000

15. Greer IA, Walters B,


Nelson C. Maternal
Medicine. London:
Elsevier: 2007

16. Dinas kesehatan Kota


Banda
Aceh,Profilkesehatantahu
n 2012. Banda Aceh: 2014

17. Idama To, Lindow SW.


Magnesium sulfate: A
Review O Clinical

31
Pharmacology Applied
Toobstetrics. Br J Obstet
Gynecol. 1998. 105:
p260-83

18. Pritchard JA. The Use Of Magnesium

Ion In The Management


Of Eclamtogenic
Toxemia.Gynecol Obstet.
2005. 100: p131-40

19. Sibai BM, Villar MA,


Bray E. Magnesium
Suplementation During
Pregnancy : A
Doubleblind Randomizid
Controlled Clinical Trial.
Am J Obstet Gynecol.
2009. 161: p115-9

20. ACOG. ACOG Practice Bulletin:

Diagnosis and
Management of
Preeclampsia and
Eclampsia: The American
College of Obstetricians
and Gynecologists
Number 33.2002:1

21. Sibai BM. Diagnosis, prevention, and

management of
eclampsia.Obstet
Gynecol. 2005 Feb.
105(2): p402-10

37

32
33

Anda mungkin juga menyukai