Kebebasan sendiri merupakan salah satu ciri khas manusia. Manusia dapat
melakukan segala hal sesuai dengan pikiran dan perasaan manusia itu sendiri.
Menurut Spohocles, bahwa takdir seseorang sudah diatur oleh semacam hukum
yang tidak dapat dilanggar. Kebebasan dalam pendapat Sophocles, hanya
mungkin di dalam proses memaknai takdir dan hukum yang tidak dapat dilanggar
tersebut. Inilah yang disebut sebagai kebijaksanaan oleh Sophocles. Untuk
mendapat sedikit kebebasan , orang harus berani berubah atau bertindak berbeda
dari sebelumnya, padahal untuk mau berubah orang harus memiliki kesiapan atau
kemapanan untuk mau berubah.
Di sisi lain, menrut Satre, manusia itu bebas secara aboslut akan tetapi
kebebasan itulah tidak menjamin bahwa mansusia itu mampu menentukan dirinya
sendiri, karena ia tidak mau menerima dirinya dan tidak mau bertanggungjawab
atas tindakannya sendiri. Meskipun beberap individu takut akan hak
kebebasannya, tetapi setiap individu dapat memilih apakah individu tersebut dapat
bertanggungjawab atas dirinya, dan tindakannya dan mau bertanggungjawab atau
tidak. Freud percaya bahwa neurosis manusia masih dapat diatasi. Proses
penyembuhan ini dapat diartikan sebagai tahap manusia mau berubah mau
bertanggungjawab atas tindakannya, dan mau menerima resikoatas tindakan yang
dilakukannya. Tuhan menciptakan manusia secitra dengan Allah, baik secara
rohani dan jasmani. Tuhan menciptakan manusia lebih sempurna dibandingkan
dengan makhluk ciptaan lainnya. Manusia diberi kebebasan untuk dapat
menguasai seluruh isi bumi. Tetapi masih ada sikap yang keluar dari apa yang
dikehendaki Tuhan. Sikap tersebut karena manusia menganggap dengan
kebebasan yang diberikan Tuhan kepada kita menjadi dampak yang buruk, timbul
keserakahan karena ingin menguasai seluruh bumi. Tuhan menghendaki agar
manusia dapat menjaga apa yang diberikan Tuhan kepada manusia, dengan
memeliharanya tanpa merusaknya. Di dalam filsafat modern, mnurun Dilman,
kebebasan manusia tidaklah dipertentangkan dengan Tuhan, tetapi dengan hukum
sebab akibat. Tetapi menurut Descartes, semua tidak terjadi karena sebab akibat
salah satunya yang tidak sesuai adalah manusia untuk berkehendak. Di sisi lain
juga, Hume menjawab, bahwa kebebasan tidaklah lagi dipertentangkan dengan
hukum sebab akibat, melainkan dengan keterpaksaan. Orang yang terpaksa bukan
merupakan orang yang bebas. Kant berpendapat bahwa kehendak manusia
tidaklah bebas, karena masih terjebak dalam hukum sebab akibat. Manusia, dapat
dikatakan bebas ketika kehendak dan erbuatannya dituntun oleh akal budi.
Menanggapi pendapat Kant, Spinoza berpendapat bahwa segala sesuatu di dalam
realitas, terkena hukum sebab akibat. Menurut G.E. Moore, kepercayaan manusia
akan kebebasan mengandaikan banyak kesempatan, dimana ia bisa melakukan
sesuatu yang daripada sesuatu yang diperlukan. Sesuai dengan fakta apa yang
terjadi pasti memiliki sebab dan akibat. Jika menyangkal hukum sebab akibat,
maka tindakan manusia akan terlihat acak tanpa pola. Dapat disimpulkan bahwa
hukum sebab akibat sebenarnya bukanlah musuh dari kebebasan manusia. Bila
seseorang sedang mempertimbangkan segala aspek untuk membuat suatu
keputusan tertentu, maka ia sebenarnya sedang menata sebab akibat dari
keputusannya. Tindakan yang diambil bukanlah tindakan yang diambil secara
acak, namun tetap mengikuti hukum sebab akibat. Dalam kehidupan sehari-hari,
contoh paling nyata ialah dalam ilmu kedokteran. Dimana organ tubuh yang
mengalami kerusakan akan merubah sifat fungsi dari organ tubuh tersebut. Yang
dapat mengakibatkan fungsi dari organ tubuh tidak dapat berfungsi secara
optimal. Dilman menyimpulkan bahwa ketika orang itu bebas, maka ia tidak
terikat untuk melakukan apa yang ia lakukan. Inti dari kebebasan ialah
kemampuan untuk berbuat lain daripada apa yang sebenarnya kita perbuat.
Kebebasan semacam ini mengandaikan adanya hukum sebab akibat, tetapi tidak
terjebak penuh di dalam hukum itu. Kebebasan memang ridak perlu
dipertentangkan dengan terminisme, tetapi dengan pemaksaan atas kehendak diri
kita.
Manusia dan Kebenaran
Kata kebenaran ini akan muncul di benak manusia ketika apa yang
dilakukannya menurut pikiran dan perasaan sesuai atau menurutnya itu benar.
Kebenaran merupakan hal yang sangat penting baik didalam dunia politik, dan
dalam aspek kehidupan lainnya. Kebenaran ada ketika, timbul konflik yang
membutuhkan keyakinan apakah fakta yang diperbincangkan atau dibahas benar
atau tidak. Kesalahan terjadi ketika manusia berusaha melanggar aturan atau
norma yang ada. Sebagai contoh ialah ketika di suatu daerah kita ada larangan
untuk melakukan tindak kriminal, tetapi ada individu yang melanggar itu disebut
sebagi suatu kesalahan. Berbagai pendapat dari beberapa filsuf menyebutkan
kebenaran merupakan sebagai sebuah pernyataan tentang fakta sebagaimana
adanya atau sesuai dengan keadaan atau apa adanya. Menurut Lynch, salah satu
alasan mengapa kebeneran itu sulit untuk didefinisikan adalah, karena begitu
banyak pandangan yang saing bertentangan di dalam proses mendefinisikan apa
yang dimaksud dengan kebenaran itu. Ada juga orang yang berpendapat
kebenaran itu ditemukan, kebenaran itu diciptakan, dan di sisi lain juga kebenaran
itu adalah sesuatu yang diketahui oleh manusia, dan ada yang beranggapan lain
bahwa kebenaran itu adalah sesuatu yang misterius. Sebenarnya itu hanyalah
pendapat-pendapat orang saja, akan tetapi kebenaran tetap merupakan sesuatu
yang layak dikejar, baik didalam kehidupan personal, maupun politik. Di dalam
proses memahami keenaran, manusia sering kali jatuh keedalam kesalahan. Hanya
karena kita percaya bahwa sesuatu itu benar bukan berarti pernyataan itu sungguh-
sungguh benar. Lynch kemudian memberi contoh tentang Gunung Everest.
Menurut fakta yangada, gunung Everest merupakan gunung yang tertinggi, tetapi
beberapa tidak meyakini bahwa gunung Everest merupakan yang tertinggi di
dunia. Secara lebih jauh, Lynch menjabarkan bahwa kebenaran, secara sederhana,
merupakan pernyataan tentang fakta sebagaimana adanya. Ketika ada
kata”benar”, maka dunia akan berjalan sesuai dengan kebenaran. Jika dipahami
seperti ini, kebenaran bukanlah sesuatu yang kontroversial. Ide bahwa kebenaran
itu obyektif merupakan bagian teori dari korespondensi. Jadi apa yang dinyatakan
itu berkorespondensi langsung dengan realitas, apa yang dinyatakan apa yang
terjadi. Beberapa pemikiran berpendapat bahwa kepercayaan tidaklah berarti, jika
mengacu pada sesuatu di luar pikiran manusia yang bersifat mandiri, seperti
keberadaan benda-benda fisik dalam bentuk benda mati. Di konteks teori ini,
kebenaran adalah sesuatu yang murni obyektif. Setiap pernyataan haruslah
mengacu pada keberadaan benda-benda fisik. “kepercayaan yang benar” menurut
Lynch, “adalah kepercayaan yang menggambarkan dunia sebagaimana dirinya
sendiri dan bukan sebagaimana kita mengharapkannya, atau takut padanya,
realitas pun dipahami sebagai realitas yang obyektif ada.
Secara umum ada beberapa teori tentang kebenaran. Yang pertama adalah
teori kebenaran korespondensi, dimana adanya kesesuaian antara pikiran,
perkataan, dan realitas obyektif, yaitu realitas yang ada secara mandiri tak
tergantung pikiran manusia . Yang kedua adalah teori kebenaran konsensus.
Contoh paling jelas adalah nilai-nilai moral dan keberlakuannya. Yang ketiga
adalah teori kebenaran koherensi, yakni kebenaran sebagai sesuatu yang muncul
dari penarikan kesimpulan logis dengan berdasar pada premis-premis yang bisa
dipertanggungjawabkan. Yang keempat adalah bahwa teori kebenaran sebagai
kebahagiaan.
Ducker menekankan bahwa ada lima dimensi dari bekerja. Bekerja adalah
aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Kerja adalah tanda dari kemanusiaannya.
Dimensi pertama adalah dimensi fisiologis, bahwa manusia bukanlah mesin, cara
manusia bekerja berbeda dengan mesin. Dimensi kerja kedua adalah dimensi
psikologis. Dalam arti ini kerja bisa berarti berkat sekaligus kutuk. Orang perlu
untuk bekerja, namun seringkali kerja juga menjadi beban yang sangat berat. Dari
sudut pandang ini, fenomena pengangguran yang disebabkan oleh emiskinan tidak
hanya merusak situasi ekonomi seseorang, tetapi juga harga dirinya. Hegel
seorang filsuf Jerman, bahwa kerja adalah aktualissasi diri seseorang. Drucker
sendiri berpendapat bahwa kerja merupakan perpanjangan dari kepribadian
manusai. Kerja adalah suatu pencapaian mimpi dan perwujudan prestasi. Kerja
adlaah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang utnuk mendefinisikan dirinya
sendiri dan kemanusiaannya. Dimensi yang ketiga adalah dimensi sosial. Kerja
menyatukan orang dari berbagai latar belakang untuk bertemu dan menjalin relasi.
Profesi seseorang menentukan tempatnya di masyarakat. Bahwa setiap orang
butuh untuk bekerja, karena ia memiliki kebutuhan untuk menjadi bagian dari
suatu kelompok, dan menjalin relasi yang bermakna dengan orang-orang yang ada
disana. Dalam arti ini, ikatan emosional yang dibentuk di dalam pekerjaan tidak
kalah kuatnya dengan ikatan keluarga. Ikatan pekerjaan muncul karena orang
sering bekerja sama. Dan dimensi ini, menjadi peluang untuk membentuk suatu
komunitas kerja yang bermakna. Dinamis keempat ialah dinamis ekonomi.
Dimensi ini berakar pada fakta, bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan ia
memerlukan orang lain. Dalam kerangka lain, manusia yang satu melakukan
perdagangan dngan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya masing-
masing, dan membentuk apa yang disebut sebagai jaringan ekonomi. Ekonomi
sudah selalu menjadi bagian dari kehidupan manusia, dan sekarang ini manusia
tidak bisa lepas dari ekonomi. Di dalam perkembangan jaman, tujuan dari
ekonomi ini mengalami perubahan, yakni bukan lagi sebagai pemenuhan
kebutuhan murni, tetapi untuk mengumpulkan dna mengembangkan modal. Kerja
pun bukan lagi demi pemenuhan kebutuhan hari ini, tetapi juga memiliki orientasi
ke masa depan. Dimensi yang kelima ialah kekuasaan kerja. Di dalam organisasi
selalu ada relasi-relasi kekuasaan, baik secara implisit atau eksplisit. Secara
eksplisit kekuasaan tampak diantara hubungan atasan dan bawahan, serta
hubungan antara konsumen dan produsen. Di sisi lain ada kekuasaan yang sifat
implisit, namun efeknya sangat terasa seperti krisis global di pasar internasional,
bencana alam, dan perubahan iklim yang mempengaruhi proses produksi,
distribusi, atau konsumsi. Dahulu kala orang tidak memiliki jam kerja. Konsep am
kerja ditemukan pada masyarkat industrial pertama di Eropa. Sekilas konsep ini
memang terlihat tidak relevan. Namun pad awalnya penerapan jam kerja
mengakibatkan terjadinya culture shock di masyarakat seluruh dunia. Di dalam
organisasi modern, kerja haruslah direncanakan dan diatur dalam jadwal yang
tepat. Banyak pemikir berpendapat bahwa organisasi modern adalah suatu bentuk
alienasi( keterasingan). Orang menjadi tidak mengenal dirinya sendiri, orang lain,
dan hasilnya jika mereka bekerja di perusahaan yang ditata secara modern.
Meneropong Sisi Gelap Manusia