Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMasalah


Pengobatan tradisional yang berlandaskan sumber alam hayati terutama
tumbuh-tumbuhan dalam bentuk jamu,telah digunakan oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia untuk mengobati berbagai penyakit. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan apabila tumbuhan obat merupakan salah satu topik yang
sangat penting dari pengobatan tradisional. Indonesia merupakan negara yang
kaya akan tanaman obat, dari sekian ribu tanaman obat tersebut, masih banyak
sekali tanaman yang belum diketahui khasiatnya. Salah satu diantara tanaman
obat tersebut adalah tanaman singkong atau ketela pohon atau ubi kayu, atau
dalam bahasa Inggris disebut cassava (Manihot esculanta). Tanaman singkong
dapat diolah sebagai bahan makanan, dan daunnya dibuat sayuran, tetapi untuk
pengobatan masih jarang digunakan. Salah satu senyawa yang terkandung di
dalam daun singkong adalah flavonoid rutin (Markham, 1998).
Adapun tujuan dilakukannya penelitian tentang kandungan senyawa
flavonoid dari sampel daun singkong (Manihot esculanta) ini yaitu untuk
mengetahui cara dan mempraktekkan isolasi senyawa flavonoid dari tanaman ini
dan mengetahui cara mendapatkan senyawa murni dari sampel tersebut
(Markham, 1998).
Melihat banyaknya manfaat rutin untuk kesehatan dan bahan baku industri
yang prospek sebagai agen pengobatan, maka perlu disediakan rutin sebagai
bahan baku dalam jumlah yang cukup. Daun singkong yang merupakan sumber
rutin, melimpah dan mudah didapat di Indonesia, sehingga diharapkanrutin dapat
menjadi salah satu produk unggulan dari Indonesia.Tanaman singkong sebagai
penghasil rutin, merupakan tanaman yang mudah untuk ditanam, murah dan
mudah didapatkan daunnya dalam jumlah banyak. Sehingga, seperti kita ketahui
negara kita kekurangan dalam penyediaan bahan baku untuk obat dan mungkin ini
dapat menjadi salah satu solusi bagi penyakit-penyakit endemik yang ada di
negara kita tanpa mengeluarkan biaya produksi yang mahal dan dapat membantu
masyarakat yang kurang secara finansialnya (Markham,1998).
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi flavonoid dari daun
singkong (Manihot esculanta) dengan metode KLT
2. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa flavonoid

1.3 Manfaat
Mendapatkan senyawa murni flavonoid dengan metode pemisahan KLT dari
Manihot esculanta sehingga kita dapat mengetahui senyawa murni apa yang telah
terpisah dan berguna dalam pengerjaan tugas praktikum Kimia Bahan Alam II ini.
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang
kandungan dan manfaat Manihot esculanta baik dalam bidang kesehatan maupun
kehidupan sehari-hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi

Gambar 1. Manihot esculanta

(Haryati, 2004).

Kingdom: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Subkelas: Rosidae
Ordo: Euphorbiales
Famili: Euphorbiaceae
Genus: Manihot
Spesies: Manihot esculenta Crantz (Haryati, 2004).

2.2 Nama Lain


Nama Indonesia : Ketela Pohon, Ubi Kayu, Singkong
Nama Inggris : Cassava (Haryati, 2004).

2.3 Morfologi Tanaman


Tanaman singkong (Manihot esculanta) termasuk tumbuhan berbatang pohon
lunak atau getas (mudah patah). Tanaman singkong berbatang bulat dan bergerigi
yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan
termasuk tumbuhan yang tinggi. Tanaman Singkong bisa mencapai ketinggian 1-4
meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Daun singkong memiliki tangkai
panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai
mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning,
hijau atau merah (Susilawati, 2008).
Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Cranz atau Manihot utilissima
Pohl) termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae, mempunyai daun berbentuk
tangan, batang beruas-ruas dan bercabang, tumbuh tegak, serta ketinggiannya
dapat mencapai tiga meter. Daunnya menjari dengan variasi panjang, elip dan
melebar, dengan warna hijau kuning dan hijau ungu serta warna tangkai hijau,
merah, kuning atau kombinasi dari ketiga warna tersebut (Mahmud, dkk, 1990).
Daun ubi kayu atau cassava leaves adalah jenis sayur yang berasal dari
tanaman singkong atau ketela pohon. Tanaman ini memiliki nama latin Manihot
utilissima atau Manihot esculenta (Soedarmo, dkk, 1984).
Tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz.) termasuk tumbuhan
berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Tanaman singkong berbatang
bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian
tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Tanaman Singkong bisa
mencapai ketinggian 1-4 meter. Daun singkong memiliki tangkai panjang dan
helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun
sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah
(Soedarmo, dkk, 1984).

2.4 Kandungan Senyawa Kimia


Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon
yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6yaitu cincin benzene yang
dihubungkan oleh tiga atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga. Ketiga cincin tersebut masing-masing cincin A, B dan C (Soebito,
1998).
Flavonoid terdapat dalam hampir semua tumbuhan dari bangsa algae hingga
gimnospermae. Flavonoid biasanya berikatan dengan gula sebagai glikosid.
Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut aglikon. Hampir lebih dari 500
aglikon dan kurang lebih 2000 flavonoid yang telah dikenal (Soebito, 1998).
Vitamin C dikenal sebagai nutrisi yang berguna untuk mengobati dan
mencegah terjadinya penyakit sariawan atau kelainan mulut yang lainnya.
Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, berfungsi sebagai antioksidan,
meningkatkan kerja sistem imun tubuh dan sebagai pencegah kanker ( Murray,
2006).
Vitamin A berperan dalam diferensiasi dan pergantian sel sedangkan protein
dalam daun singkong berupa asam amino methionin yang nantinya akan
menginduksi cystein. Cystein adalah faktor pertumbuhan yang berperan dalam
sintesis kolagen. Adanya zat-zat diatas dapat memungkinkan daun singkong
(Manihot esculenta) dapat digunakan sebagai obat herbal yang dapat
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel (Murray, 2006 )
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rutin memiliki aksi fisiologis yang
luas seperti antiinflamasi, antitumor, antibakteri, dan dapat juga memperbaiki
fungsi kapiler yang abnormal dengan mengurangi kebocoran, mengurangi
kerusakan kapiler vena karena ketidakcukupan ekstremitas bawah dan juga
berfungsi sebagai hepatoprotektif. Rutin dan aglikon kuersetin juga memiliki
kemampuan sebagai antioksidan. Disamping antioksidan, rutin memiliki efek
farmakologis yang menarik seperti vasokontriktif, spasmolitik, antiviral, positif
inotropik, siklooksigenase dan lipoksigenase inhibitor, dan antitumor. Rutin juga
mampu menghambat aktivitas enzim mikrosomal dalam memetabolisme
benzo(a)piran sebagai inhibitor enzim mikrosomal (Widyaningsih, 2004).
Rutin memiliki nama kimia 3, 3’, 4’, 5, 7-penta hidroxil flavon—rutinatau
Kuersetin3-rutindengan beratmolekul 610,51. Suatu kristal berair kristal, terdapat
pada beberapa tumbuh-tumbuhan diataranya adalah Fagopyrum Usculentum
Moench, Buckwheat Leaf Meal, Nicotiana tabacum L, Forsythia suspensa,
ydrangea paniculata. Kelarutanrutin adalah1 gram larut dalam 1 liter air, 200 ml
air mendidih, 7 ml alkohol mendidih, larut dalam piridin, formamide dan larutan
alkali, tetapisukar larut dalam alkohol, aseton, dan etil asetatserta tak larut dalam
kloroform, eter, benzene, dan petroleum eter . Rutin merupakan senyawa turunan
dari flavonoid. Rutin memiliki aktifitas antioksidan yang kuat, memperkuat daya
kapilaritas pembuluh darah dan membantu menghentikan edem atau
pembengkakan vena. Rutin juga dapat menstabilkan vitamin C, jika rutin
diberikan secara bersamaan dengan vitamin C, maka aktifitas penyerapan vitamin
C akan semakin intensif. Rutin memiliki aktifitas antiinflamasi, sehingga dapat
diindikasikan bahwa rutin dapat menghambat beberapa pertumbuhan sel kanker
dan kondisi pra-kanker. Rutin dapat membantu mencegah aterogenesis dan
mengurangi toksisitas dari oksidasi kolesterol LDL (Markham,1988).

Gambar 2. Struktur Rutin

Gambar 3. Reaksi oksidasi senyawa rutin


Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari
2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk
cincin ketiga. Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini
disebut flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan
sebagai astringen (turunan tanin) (Soebito,1988).
2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini
disebut flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid
yang paling banyak memiliki aktivitas farmakologi (Soebito,1988).
3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid
ini disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan
sebagai pewarna alami(Soebito,1988).

2.5 Flavonoid

a. Isolasi Flavonoid

Isolasi flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi, yakni dengan


cara maserasi atau sokletasi menggunakan pelarut yang dapat melarutkan
flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam pelarut polar, kecuali flavonoid
bebas seperti isoflavon, flavon, flavanon,dan flavonol termetoksilasi lebih mudah
larut dalam pelarut semipolar. Oleh karena itu pada proses ekstraksinya, untuk
tujuan skrining maupun isolasi, umumnya menggunakan pelarut metanol atau
etanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini bersifat melarutkan senyawa–
senyawa mulai dari yang kurang polar sampai dengan polar. Ekstrak metanol atau
etanol yang kental, selanjutnya dipisahkankandungan senyawanya dengan tekhnik
fraksinasi, yang biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut (Harborne, 1987).
Senyawa flavonoid diisolasi dengan teknik maserasi, menggunakan pelarut
metanol teknis. Ekstraksi metanol kental kemudian dilarutkan dalam air. Ekstrak
metanol–air kemudian difraksinasi dengan N-heksan dan etil asetat. Masing–
masing fraksiyang diperoleh diuapkan, kemudian diuji flavonoid. Untuk
mendeteksi adanya flavonoid dalam tiap fraksi, dilakukan dengan melarutkan
sejumlah kecil ekstrak kental setiap fraksi kedalam etanol. Selanjutnya di
tambahkan pereaksi flavonoid seperti : natrium hidroksida, asam sulfat pekat,
bubuk magnesium–asam klorida pekat, atau natrium amalgam–asam klorida
pekat. Uji positif flavonoid ditandai dengan berbagai perubahan warna yang khas
setiap jenis flavonoid (Harborne, 1987).
Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi cair-cair,
kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas. Isolasi dan
pemurnian dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis atau kromatografi
kertas preparatif dengan pengembangan yang dapat memisahkan komponen
paling baik (Harborne, 1987).
Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika
dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksi yang
dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi menggunakan solven yang sesuai dengan
tipe flavonoid yg dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama. Flavonoid
kurang polar (seperti isoflavon, flavanon, flavon termetilasi, dan flavonol)
terekstraksi dengan kloroform, diklorometan, dietill eter, atau etil asetat,
sedangkan flavonoid glicosida dan aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan
alkohol atau campuran alkohol air (Harborne, 1987).

2.6 Manfaat dan Kegunaan


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rutin memiliki aksi fisiologis yang
luas seperti antiinflamasi, antitumor,antibakteri, dan dapat jugamemperbaiki
fungsi kapiler yang abnormal dengan mengurangi kebocoran, mengurangi
kerusakan kapiler vena karena ketidak cukupan ekstremitas bawah danjuga
berfungsi sebagai hepato protektif (Susilawati, 2008).
Rutin dan aglikon kuersetin juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan.
Disamping antioksidan, rutin memiliki efek farmakologis yang menarik seperti
vasokontriktif, spasmolitik, antiviral,positif inotropik, siklooksigenase dan
lipoksigenase inhibitor, dan antitumor. Rutin juga mampu menghambat aktivitas
enzim mikrosomal dalam memetabolisme benzopiran sebagai inhibitor enzim
mikrosomal (Susilawati, 2008).
BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Boiler, Steamer, kempa Hidrolik, Wadah Penampung, Erlenmeyer/Beker


Glass, Seperangkat alat rotary evaporator, corong, kain penyaring, plat
KLT

3.1.2 Bahan

- Daun singkong 10 kg, Metanol, etil asetat, penampak noda untuk flavonoid
(sitro borak) kertas saring

3.2 Cara kerja


1. Daun singkong segar (10 kg) dikutil dirajang
2. Direbus selama 1 jam
3. Kempa, tampung air hasil kempa, diamkan selama 3 hari
4. Saring, ambil endapan
5. Endapan dimaserasi dengan metanol 500 ml, jika perlu dipanaskan dan
disaring selagi panas
6. Uapkan filtrat endapan daun singkong dengan rotary evaporator
7. Lakukan rekristalisasi
8. Ambil endapan yang terbentuk
9. Cek KLT hasil isolasi dengan fase diam kertas saring, fase gerak etil
butanol : Asam asetat : Air (4 :1 :5 ). Liat fasa diam dibawah sinar UV
365nm
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Rendemen
Berat isolate + botol = 33,729 gram
Berat botol kosong = 26,7293 gram
Berat isolate = 7 gram gram
Rendemen = Jumlah senyawa isolat
X 100%
Jumlah sampel awal
= 7 gram
X 100%
10000 gram
= 0,07 %

Retention factor (Rf)


Rf = Jarak noda
Jarak pengembangan
= 0,8cm
4 cm
= 0.2 cm
4.2 Pembahasan

Pada praktikum Kimia Bahan Alam kali ini adalah isolasi senyawa flavonoid
pada daun singkong (Manihot esculanta) untuk mengisolasi rutin (flavonoid-3-
glikosida)sebagai salah satu jenis glikosida flavonoid (glikosida flavonol) yang
terkandung dalam daunsingkong/ketela pohon.
Disini kami mengumpulkan 10 kg daun singkong yang telah dikutil dan
dirajang, daun singkong yang telah dirajang itu direbus dengan tujuan agar zat-zat
yang tidak dibutuhkan dapat keluar dari daun seperti hal nya daun singkong
mengandung sianida yang dapat berbahaya bagi tubuh jika dikonsumsi dalam
jumlah berlebih. Daun singkong direbus selama 1 jam dan kemudian diambil air
hasil kempaannya yang didiamkan selama beberapa hari untuk menunggu hasil
endapannya. Setelah ditunggu beberapa hari kemudian saring endapannya dan
larutkan dalam metanol 500ml dimana fungsi dari metanol ialah untuk
membebaskan sampel dari zat-zat pengotornya, karena sifat rutin yang polar maka
pengisolasian rutin dilakukan dengan penggunaan pelarut polar yaitu metanol,
dengan penggunaan metanol yang kemudian dipanaskan membuat semua senyawa
polar tertarik bersama filtrat. Filtrat yang diperoleh diuapkan hingga didapat
ekstrak kental, kemudian disimpan dalam lemari pendingin untuk mempercepat
pembentukan kristal rutin dan untuk mencegah terjadinya penjamuran pada
sampel, karena jika terbentuk jamur maka hasil yang kita dapatkan tidak berupa
senyawa rutin, jamur akan menghidrolisi rutin sehingga yang terbentuk adalah
quersetin. Endapan yang telah terbentuk diambil kemudian lakukan penguapan
dengan rotary evaporator dimana prinsip rotary evaporator ini adalah
memisahkan uap yang terbentuk dari cairan berdasarkan titik didihnya. Pada
rotary evaporator suhu yang digunakan yaitu 640C karena metanol memiliki titik
didih 64,70C, sehingga pada suhu tersebut akan menguap seluruh metanol.
Pengerjaan ini dapat dihentikan apabilasudah tidak ada lagi pelarut yang turun
kedalam wadah penampung dan diperolehlah ekstrak kental hasil rotary.
Setelah itu lakukan rekristalisasi dengan N-heksana : etil asetat (3 : 2) dimana
rekristalisasi merupakan proses pemurnian senyawa dari zat-zat pengotornya.
Prinsip rekristalisasi adalah pencucian fraksi dengan konsentrasi kecil pelarut
yang melarutkannya. Oleh sebab itu, maka etil asetat yang ditambahakan lebih
sedikit daripada penambahan N-heksan sehingga rutin yang terbentuk tidak akan
larut dalam pelarut N-heksan. Lalu tunggulah sampai terbentuknya kristal,
kemudian barulah cek KLT dibawah sinar UV λ365nm.
Kelompok kami hanya mendapatkan endapan yang lumayan banyak,
sehingga hasil kristal yang telah ditimbang pun mempunyai berat 5,32 g dalam 10
g sampel yang diambil,
Pada pengujian dengan KLT menggunakan fase diam kertas saring dan fase
gerak butanol : asam asetat :air (4 :1 :5) . Dengan digunakannya eluen yang
bersifat polar maka senyawa polar akan terelusi lebih dulu dan memiliki Rf yang
lebih tinggi, dibandingkan dengan senyawa non polar ataupun semipolar. Pada
KLT ini yang diuji adalah senyawa polar yaitu glikosida flavonoid (rutin).
Pada praktikum yang dilakukan dapat kita lihat bahwa didapatkan jarak eluen
(noda) sepanjang 0,8 cm dan jarak antar eluen ke noda 4 cm sehingga didapatkan
nilai Rf nya 0,2. Menurut literatur seharusnya nilai Rf dari rutin adalah sekitaran
0,5cm hal ini dikarenakan sifat gugus glikosida flavonoid termasuk rutin
merupakan salah satu metabolitsekunder yang bersifat polar, termasuk kedalam
kelompok glikosida O (molekul gulaberikatan dengan O-aglikon).
Melihat dari banyaknya manfaat rutin pada tinjauan pustaka diatas baik
terhadap kesehatan maupun bahan baku industri yang prospek sebagai agen
pengobatan, maka perlu disediakan rutin sebagai bahan baku dalam jumlah yang
cukup dan menjadi salah satu produk unggulan Indonesia, hal ini juga merupakan
salah satu cara untuk memperkecil pengeluaran negara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Rutin merupakan salah satu jenis glikosida flavonoid yang bersifat polar,
sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut polar, seperti air, methanol atau etanol.
Filtrat yang didapatdari hasil penyarian didinginkan untuk mempercepat
pembentukan kristal. Analisa dari aglikon dan glikosida ini dapat dilakukan
dengan menggunakankromatografi lapis tipis, dan menggunakan eluen tertentu
sesuai dengan kepolaran senyawayang dianalisa.
Didapatkan nilai Rf dari isolasi flavonoid daun Singkong (Manihot
esculanta)ini adalah 0,2 cm dengan Rendemennya 0,07 %.

5.2 Saran
1. Sampel yang akan diisolasi atau diuji harus merupakan spesies yang
sama
2. Lakukan pengerjaan sesuai prosedur dan literatur
3. Gunakan pelarut-pelarut yang sesuai berdasarkan kepolarannya
4. Alat – alat yang digunakan dalam keadaan steril
DAFTAR PUSTAKA

Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia penuntun cara modern menganalisis


tumbuhanterbitan kedua. Bandung: ITB.
Haryati, A. 2004. Produksi Maltodekstrin Dari Pati Umbi Minor Secara
Enzimatis. Bogor : Departemen teknologi Industri Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Mahmud, Mien K. dkk. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Bogor :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Markham, K.R. 1988 .Cara mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB.
Murray, Granner, Rodwell, Biokimia Harper. (2006). Edisi 25. Jakarta : Penerbit
Buku kedokteran EGC.
Soebito, S. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Soedarmo, P. dkk. 1984. Aneka Sayuran Hijau di Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
Susilawati, S dan Putri, S. 2008. Karakteristik Sifat Fisika dan Kimia Ubi Kayu
(Manihot esculanta) Berdasarkan Lokasi Penanaman dan Umur Panen
Berbeda. Jurnal teknologi industri dan hasil pertanian. 13(2).
Widyanigsih, Wahyu, Sugiyanto. 2004. Efek Flavonoid Rutin Terhadap
Metabolisme Mikrosomal Benzo(a)piren, Jurnal Ilmu Farmasi. Vol 2,
No2, hal 71-76, fakultas Farmasi UNAND
Gambar 4. Hasil KLT Manihot esculenta Crantz

Gambar 3. Hasil Isolat Manihot esculenta Crantz

Anda mungkin juga menyukai