Anda di halaman 1dari 116

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perkembangan oklusi dari gigi desidui menuju gigi permanen merupakan suatu

rangkaian kejadian yang dapat terjadi secara bertahap dan tepat waktu. Periode

pergantian dari gigi ini berpengaruh pada beberapa faktor seperti pada faktor

fungsional, estetik dan oklusi, namun apabila rangkaian ini terganggu maka akan

muncul beberapa masalah yang akan mempengaruhi perkembangan oklusi dan gigi

permanen. Ketika gangguan tersebut muncul, tindakan perbaikan yang diperlukan

yaitu memulihkan proses normal dari perkembangan oklusi.1

Periode gigi desidui merupakan periode yang penting dalam perkembangan

anak, apabila terjadi kerusakan pada gigi anak dan tidak dapat lagi dirawat secara

konservatif maka akan terjadi tanggalnya gigi desidui sebelum waktunya atau gigi

penggantinya belum erupsi (premature loss), akibatnya perkembangan lengkung gigi

anak akan menjadi kurang berkembang.2

Pada dasarnya lengkung gigi desidui dapat mengalami perubahan dalam ukuran

dimensi rata- rata, hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran dari gigi- geligi rahang

atas yang dapat mengubah posisi gigi- geligi rahang bawah atau sebaliknya, dan pada

akhirnya dimensi lengkung gigi mengalami perubahan. Pada masa perkembangan,

gigi desidui akan terus mengalami perubahan dimensi ukuran panjang dan lebar

lengkung gigi sejalan dengan pertambahan umur dan erupsi gigi permanen.2

1
Perkembangan rahang anak dengan gigi- geligi yang lengkap tentu akan lebih

baik dibanding perkembangan rahang anak dengan beberapa gigi yang telah tanggal

sebelum waktunya. Anak dengan gigi yang tanggal sebelum waktunya sangat

berpotensi terhadap terjadinya gigi berjejal, kejadian ini sering terjadi pada periode

gigi bercampur yang disebabkan oleh tanggalnya gigi desidui yang terlalu cepat

sedangkan gigi penggantinya belum erupsi sehingga terjadi pergeseran gigi yang ada

dalam mulut dan menyebabkan ruang bagi gigi penggantinya tidak mencukupi.1

Hilangnya ruang untuk tempat tumbuhnya gigi permanen dapat diantisipasi

dengan menggunakan alat space maintainer yang fungsinya mempertahankan ruang

yang ada. Space maintainer ini umumnya terdiri dari dua jenis yaitu space

maintainer cekat dan lepasan. Dalam menentukan penggunaan kedua jenis space

maintainer, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu tahap perkembangan

gigi, jumlah gigi yang hilang, oklusi, lengkung rahang, usia pasien, kondisi

psikologis, dan tingkat kooperatif pasien. Beberapa tipe space maintainer yang

tersedia saat ini yaitu band and loop atau modifikasi crown and loop, distal shoe,

mandibular lingual arch, palatal arch, dan space maintainer lepasan.1

Perawatan dengan space maintainer selain memberikan dampak positif, piranti

ini juga memberikan dampak negatif. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

perawatan ortodontik seperti space maintainer mempunyai peranan penting terhadap

peningkatan dan perubahan jumlah mikroorganisme rongga mulut. Penelitian yang

dilakukan oleh Noranjo dkk, membuktikan bahwa dengan adanya piranti ortodontik

dan protesa akan memperbanyak jumlah kandida, tidak hanya di oklusal tetapi pada

semua sisi rongga mulut.3

2
Departement of Pathological Physiology, Faculty of Medicine, Masaryc

University, melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi terjadinya

kelainan periodontal pada pasien dengan manifestasi klinis dari plak yang

menyebabkan gingivitis dalam perawatan piranti ortodontik cekat. Dalam penelitian

ini, sebanyak 32 pasien yang dirawat dengan piranti ortodontik cekat yang terdiri dari

11 orang perempuan dan 21 pria dengan diagnosis yang menunjukkan gejala

gingivitis, dan sebanyak 80% dari pasien yang dirawat dengan piranti ortodontik

cekat mengalami gingivitis yang merupakan manifestasi klinis dari plak.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pasien dengan perawatan

piranti ortodontik cekat cenderung menunjukkan tanda- tanda gingivitis dan

pembesaran gingiva dengan pertambahan kedalaman poket.4

Gingivitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada gingiva, tingkat

keparahannya dapat terjadi mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Gingivitis yang

tidak dirawat akan menjadi periodontitis dan kemudian akan terbentuk poket

periodontal, terjadi resorpsi pada tulang alveolar, serta kerusakan pada jaringan

pendukung lainnya. Dampak lebih parah yang akan timbul yaitu terjadinya

kegoyangan gigi hingga kehilangan gigi. 5

Pada anak- anak dan remaja, berbagai penyakit periodontal dapat terjadi,

beberapa diantaranya dapat merusak dengan cepat. Untuk melihat prevalensi

penyakit periodontal, khususnya pada anak- anak dapat digunakan standar

pengukuran WHO dengan menggunakan probe ujung berbentuk bola 0,5 mm dan

lingkaran hitam pada 3,5 sampai 5,5 mm yang berfungsi mengukur kedalaman poket

pada sulkus gingiva.5

3
Anak- anak merupakan usia yang paling rentan terkena penyakit periodontal,

terlebih lagi pada anak yang memakai piranti ortodonti karena pada usia ini anak-

anak belum bisa mandiri dan membutuhkan perhatian khusus dari keluarga

terdekatnya mengenai perlindungan kesehatan.3 Anak- anak biasanya tidak begitu

memahami tetantang perawatan space maintainer yang diberikan, mereka tidak

mengetahui cara membersihkan mulut dengan baik serta tidak memahami instruksi-

instruksi khusus yang perlu dilakukan untuk merawat piranti space maintainer yang

ada di dalam mulutnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut

mengenai keadaan jaringan periodonsium pada anak- anak yang menggunakan space

maintainer, kemudian dihubungkan dengan keluhan yang dialami serta kebiasaan

membersihkan rongga mulut pasien selama pemakaian alat space maintainer. Maka

dari itu penulis mengangkat judul yaitu perbandingan keadaan jaringan periodonsium

pada anak pengguna space maintainer cekat dan lepasan di Klinik Ilmu Kedokteran

Gigi Anak RSGMP Universitas Hasanuddin.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut maka hal yang harus dipertimbangkan dalam

penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan keadaan jaringan periodonsium antara anak

pengguna space maintainer cekat dan lepasan di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi Anak

RSGMP Universitas Hasanuddin?

4
1.3. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan membandingkan keadaan

jaringan periodonsium antara anak pengguna space maintainer cekat dan lepasan.

1.4. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan keilmuan peneliti tentang keadaan jaringan periodonsium

pada anak yang menggunakan space maintainer.

2. Menambah wawasan keilmuan peneliti mengenai perbedaan space maintainer

cekat dan lepasan

3. Memberikan kontribusi referensi bagi peneliti selanjutnya.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuh kembang kraniofasial

Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua setelah

lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun

besarnya kranium sudah mencapai 90% kranium dewasa. Mekanisme pertumbuhan

kartilagio, sutura, dan periosteum penting dalam pembesaran basis kranium.

Pertumbuhan kartilago daerah kranium terutama terjadi pada basis kranium, daerah

septum tulang, dan kondilus mandibula. Semua daerah pertumbuhan kartilago

berperan dalam pertumbuhan kepala, pertumbuhan sutura- sutura tulang kepala

mempengaruhi besar ukuran kepala pada semua dimensi. Sutura yang memisahkan

fasial dan kranium diperkirakan tersusun sedemikian rupa sehingga pertumbuhannya

akan menggerakkan fasial ke depan dan ke bawah.6

Basis kranium terbagi dua yaitu basis kranium posterior dan anterior. Basis

kranium posterior dimulai dari basis osipital sampai sela tursika, sedangkan basis

kranium anterior dimulai dari sela tursika sampai nasion. Pertumbuhan basis kranium

anterior lebih cepat selesai dibandingkan basis kranium posterior. Basis kranium

posterior akan terus meluas karena adanya spenoosipital sinkondrosis. Pertumbuhan

basis kranium posterior akan berhenti setelah dewasa pada saat terjadi kalsifikasi

pada spenoosipital sinkondrosis.6

6
Gambar 2.1. Perkembangan kraniofasial
(Sumber: Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed. Canada
: Elsever ; 2013)

2.1.1. Pertumbuhan dan perkembangan cranium vault

Ruang kranial adalah bagian kranium yang membentuk tutup kepala atau

menutupi otak dan terdiri dari sejumlah tulang pipih yang terbentuk langsung melalui

pembentukan tulang intramembranus tanpa didahului pembentukan cartilage. Fungsi

utama ruang kranium adalah melindungi otak. Pertumbuhan cranium vault akan

sejalan dan seiring dengan pertumbuhan otak itu sendiri.7

Pertumbuhan pada daerah ruang kranium kebanyakan sudah selesai seluruhnya

pada usia 7 tahun, termasuk pertumbuhan sutura, periosteal, maupun endosteal,

semuanya ikut memainkan perannya masing- masing. Pertumbuhan sutura sangat

aktif pada tahun- tahun permulaan ketika tulang- tulang yang sebelumnya saling

terpisah pada saat bayi lahir menjadi bertumbuh bersama. Sutura pada garis tengah

antara tulang- tulang frontal normalnya berosifikasi pada usia 8 tahun dan

pertumbuhan sutura pada daerah kranium ini tidak lagi aktif sesudah usia tersebut.

Pada saat pertumbuhan periosteal dan endosteal akan terjadi penambahan ukuran

7
keseluruhan volume serta ketebalan tulang yang akan mengubah bentuknya, sebagai

contoh pada tulang parietal yang relatif datar pada saat lahir akan menjadi cembung

pada akhir periode pertumbuhan.7

2.1.2. Pertumbuhan dan perkembangan basis kranium

Basis kranium merupakan dasar kranium yang terletak di bawah otak dan

merupakan batas antara kranium dan wajah. Fungsinya selain mendukung dan

melindungi otak serta tulang spinal, juga berguna untuk menegakkan tubuh,

melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebrata, mandibula dan sebagian

maksila. Fungsi terpenting lainnya adalah sebagai daerah penyangga diantara otak,

wajah, dan regio faringeal, dimana pertumbuhan berjalan dengan cara berlainan.

Pertumbuhan basis kranium dipengaruhi oleh suatu keseimbangan yang kompleks

antara pertumbuhan sutura, perpanjangan sinkondrosis, pergerakan kortikal yang luas

serta remodeling.6

Basis kranium posterior akan terus meluas karena adanya spenoosipital

sinkondrosis. Spenoosipital sinkondrosis adalah suatu kartilago yang

menghubungkan tulang spenoid dengan tulang osipital. Pertumbuhan basis kranial ke

arah antero-posterior terjadi karena adanya pertumbuhan endokondral pada

spenoosipital sinkondrosis, pertumbuhan sutura spheno-ethmoidalis, dan sutura

fronto- ethmoidalis. Pertumbuhan basis kranium mempunyai efek langsung terhadap

pertumbuhan muka bagian tengah dan mandibula. Kranium yang tumbuh dengan

cepat sebelum lahir akan terus tumbuh dengan cepat sampai usia satu tahun untuk

tempat otak, setelah itu laju pertumbuhan menurun dan pada usia tujuh tahun,

dimana kranium sudah mencapai 90%. Sejak usia ini, kranium akan membesar

8
dengan perlahan sampai maturitas. Wajah berkembang ke arah depan dan bawah

dalam kaitannya dengan kranium. Bertambah lebarnya rangka wajah postnatal

terutama dipengaruhi oleh deposisi permukaan dan resorpsi internal pada cavitas

orbitalis, cavum nasi, cavitalis paranasalis, dan cavum oris.7

2.2. Pertumbuhan dan perkembangan rahang

Rahang adalah bagian dari struktur total kepala dan setiap rahang bisa

mempunyai hubungan posisional yang bervariasi terhadap struktur lain dari kepala,

variasi semacam itu bisa terjadi pada ketiga bidang yaitu sagital, vertikal, dan lateral.

Posisi rahang juga dihubungkan dengan basis anterior kranium dan masing- masing

rahang dapat bervariasi dalam hubungannya terhadap kranium.6

Rahang memiliki dua komponen yaitu tulang alveolar yang merupakan tempat

gigi- geligi dan tulang basal yang membentuk struktur utama rahang. Pembagian

tulang- tulang rahang menjadi komponen basal dan alveolar bersifat artifisial karena

keduanya berasal dari tulang yang sama, tetapi pembagian tersebut dapat diterima

karena mengalami perkembangan dan memiliki fungsi yang berbeda. Setiap kondisi

patologis yang mempengaruhi pertumbuhan rahang bisa menimbulkan efek besar

terhadap oklusi gigi. Malformasi kongenital baik bawaan maupun dapatan, trauma,

serta infeksi selama tahun- tahun pertumbuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan rahang.7

Lebar wajah ketika bayi lahir adalah dua pertiga besar wajah dewasa, tinggi

wajah adalah setengahnya, dan kedalaman wajah adalah sepertiga kedalaman

dewasa. Bagian rangka wajah yang terletak di bawah bidang frankfurt adalah kira-

kira seperdelapan besar kranium ketika bayi lahir. Pada saat dewasa besarnya

9
meningkat menjadi sepertiga besar kranium, dengan kata lain regio infraorbitalis atau

bagian rangka wajah yang berhubungan dengan mastikasi tumbuh lebih besar setelah

bayi lahir daripada kranium regio olfaktoris dan regio orbitalis dari wajah. Pada

orang dewasa, kepala membentuk seperdelapan dari tinggi total tubuh. Oleh karena

itu, antara lahir sampai maturasi tubuh tentunya tumbuh lebih pesat, baik pada

proporsi maupun ukuran dibandingkan kepala.6

2.2.1. Maksila

Pertumbuhan maksila dipengaruhi oleh pertumbuhan otak, pertumbuhan tulang

cranial dan nasalseptal memberikan pengaruh signifikan terhadap pergerakan maju

mundur maksila dari lahir hingga umur 7 tahun. Setelah umur 7 tahun hingga

dewasa, pengaruh- pengaruh tersebut berkurang secara drastis seiring pertumbuhan

sutural dan pertumbuhan permukaan intramembranosa. Pertumbuhan postnatal

maksila seluruhnya terjadi dengan osifikasi intramembran karena tidak terdapat

kartilago. Pertumbuhan maksila terjadi melalui dua cara yaitu aposisi sutura yang

menghubungkan maksila dengan kranium dan basis kranial serta remodeling tulang.

Sementara maksila tumbuh ke bawah dan depan, permukaan anteriornya mengalami

remodeling. Hampir seluruh permukaan anterior maksila mengalami resorpsi kecuali

daerah disekitar spina nasalis anterior. Saat terjadi pertumbuhan maksila ke arah

bawah dan depan, ruang antara sutura yang terbuka diisi oleh proliferasi tulang.7

Aposisi terjadi pada kedua sisi sutura sehingga tulang tempat perlekatan maksila

bertambah besar, tepi posterior maksila yang merupakan daerah tuberositas

mengalami aposisi sehingga menambah ruang untuk tempat erupsi gigi molar

permanen. Aposisi permukaan terjadi di sebelah anterior lengkung tulang maksila,

10
dimana panjang maksila akan bertambah setelah umur dua tahun yang terjadi akibat

dari tuberositas maksila dan dengan pertumbuhan sutura sepanjang tulang palatal.7

2.2.2. Mandibula

Mandibula merupakan tulang kraniofasial yang sangat mobile dan merupakan

tulang yang sangat penting karena terlibat dalam fungsi- fungsi vital antara lain

pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara, dan ekpresi wajah. Mandibula

adalah tulang pipih berbentuk U dengan mekanisme pertumbuhan melalui proses

osifikasi endokondral maupun aposisi periosteal (osifikasi intramembranous) dan di

mandibula merupakan tempat melekatnya otot- otot serta gigi. Menurut Proffit dan

Fields, pertumbuhan mandibula ada dua macam yaitu8 :

1. Pola pertama, bagian posterior mandibula dan basis kranium tetap, sementara

dagu bergerak ke bawah dan ke depan.

2. Pola kedua, dagu dan korpus mandibula hanya berubah sedikit sementara

pertumbuhan sebagian besar terjadi pada tepi posterior ramus, koronoid dan

kondilus mandibula. Gerakan pertumbuhan mandibula pada umumnya

dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di maksila.

Dagu bergerak ke bawah dan depan hanya sebagai akibat pertumbuhan kondilus

dan tepi posterior ramus mandibula. Korpus mandibula bertambah panjang melalui

aposisi tepi posteriornya, sementara ramus bertambah tinggi melalui osifikasi

endokondral pada kondilus dan remodeling tulang. Selain tumbuh ke bawah dan ke

depan, mandibula juga tumbuh ke lateral melalui aposisi permukaan lateral korpus,

ramus, dan alveolaris mandibula. Untuk mengimbangi aposisi lateral, terjadi resorpsi

pada permukaan lingualnya. Pembentukan prosesus alveolaris dikontrol oleh erupsi

11
gigi dan resorpsi bila gigi tanggal ataupun diekstraksi. Gigi pada kedua lengkung

tidak menjadi protrusi ketika maksila dan mandibula tumbuh dan berpindah tempat

karena adanya relasi interkuspal gigi. Pertumbuhan prosesus alveolaris sangat aktif

selama erupsi dan berperan penting selama erupsi serta terus memelihara hubungan

oklusal selama pertumbuhan vertikal maksila dan mandibula.6

2.3. Tahap erupsi

Tahap erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari

awal pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut.

Pada tahap erupsi terjadi pergerakan mahkota gigi yang telah terbentuk dari tempat

asalnya menembus mukosa alveolar dan muncul di rongga mulut sampai berkontak

dengan gigi lawannya. Meskipun erupsi gigi muncul pada waktu yang berbeda pada

setiap orang, namun terdapat waktu erupsi yang umum terjadi. Erupsi gigi memiliki

3 tahapan, yang pertama dikenal sebagai tahapan decidous dentition dimana hanya

terdapat gigi desidui dalam mulut, ketika gigi permanen pertama erupsi maka gigi

memasuki tahapan kedua yaitu mixed dentition (tahap gigi campuran), lalu setelah

gigi desidui terakhir tanggal maka terjadi fase terakhir yaitu permanent dentition

(fase gigi permanen). Saat melewati tahap akhir pembentukan mahkota gigi,

selanjutnya gigi akan memasuki tahap erupsi gigi yang terdiri dari dua tahap yaitu7,8 :

1. Tahap pra- erupsi

Pada tahap pra- erupsi terjadi pembentukan benih gigi, kemudian rahang

mengalami pertumbuhan pesat di bagian lateral lalu meningkat ke arah anterior dan

berlanjut ke arah posterior, fase ini dipengaruhi oleh tumbuhnya jaringan disekitar

kantong gigi. Selain itu, saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk, maka

12
kantong gigi yang berada dalam tulang rahang bergerak secara lambat ke arah labial

maupun bukal. Pergerakan kantong gigi bukan merupakan mekanisme erupsi karena

erupsi baru terjadi ketika akar gigi mulai terbentuk.

Proses penting yang terjadi dalam tahap pra- erupsi adalah resorpsi tulang

alveolar serta akar gigi desidui dan juga adanya gerakan mahkota gigi menembus

mukosa alveolar. Gigi molar pertama permanen adalah gigi permanen yang paling

pertama menembus ke luar, lalu diikuti oleh gigi seri sentral bawah.

2. Tahap erupsi

Tahap erupsi secara garis besar terdiri dari tahap pra- fungsional dan tahap

fungsional, pada tahap pra- fungsional terjadi proses pembentukan akar gigi yang

bersamaan dengan sampainya gigi pada daratan oklusal. Ketika gigi menembus

jaringan mukosa dalam mulut, gerakannya menjadi sangat cepat dan prosesnya akan

berakhir ketika mahkota gigi telah mencapai posisi oklusi fungsional dalam rongga

mulut. Gigi didesak keluar sebagai hasil dari kekuatan yang berasal dari bawah

seperti pertumbuhan tulang alveolar, akar, tekanan darah, tekanan cairan dalam

jaringan, dan hasil tarikan jaringan penghubung di sekitar ligamentum periodontal.

Pada tahap fungsional, erupsi terjadi setelah gigi mencapai oklusi. Proses erupsi

pada tahap ini terjadi sangat lambat, pada tahap ini terjadi pemakaian permukaan

insisal atau oklusal gigi oleh karena proses pengunyahan dan gigi tersebut berusaha

mempertahankan kontak oklusal. Tahap fungsional terjadi terus- menerus sepanjang

umur seseorang dan berhenti jika gigi tersebut hilang atau dicabut.

13
Gambar 2.2. Erupsi gigi
(Sumber: Mitchell L. An introduction to orthodontic 2nd ed. UK : Oxford university
press ; 2001)

2.4. Kelainan erupsi gigi

Pada umumnya erupsi gigi pertama kali muncul pada usia 6-8 bulan sesudah

lahir dan seluruh gigi desidui muncul pada usia 2,5 tahun yang ditandai dengan gigi

molar desidui kedua yang telah mecapai kontak dengan gigi antagonisnya.

Pembentukan struktur gigi yang sehat dan sempurna didukung oleh gizi yang cukup

khususnya protein, kalsium, fosfat, dan vitamin (vitamin C dan D).7

Usia anak 6-11 tahun adalah periode gigi bercampur, gigi kelihatan tidak

beraturan karena berada pada masa peralihan saat tanggalnya gigi desidui dan saat

tumbuhnya gigi permanen. Pada masa ini perlu perhatian dari orangtua untuk

memeriksa kesehatan gigi anaknya ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali agar

pertumbuhan gigi tetap terkontrol dengan baik.9

Sama halnya dengan gigi permanen, gigi desidui secara umum membantu proses

pencernaan, pengecapan, dan estetika. Selain itu gigi desidui memiliki fungsi

istimewa yaitu sebagai petunjuk bagi gigi permanen agar kelak tumbuh pada

tempatnya dan menjaga pertumbuhan lengkung rahang. Bila gigi desidui tanggal

sebelum waktunya baik karena karies ataupun dicabut, gigi permanen yang akan

14
tumbuh tidak mempunyai petunjuk sehingga letaknya salah dan gigi permanen

tumbuh tidak pada posisi yang ideal. Selain itu gigi desidui yang telah tanggal

sebelum erupsi akan menyebabkan pertumbuhan lengkung rahang terganggu,

lengkung rahang akan menyempit sehingga tidak cukup menampung semua gigi

dalam susunan yang teratur, akibatnya susunan gigi- geligi tidak beraturan.9

2.4.1. Erupsi prematur

Gigi yang lebih cepat erupsi dapat terjadi karena faktor keturunan dan cenderung

terjadi pada anak yang memiliki berat badan tinggi pada waktu lahir. Erupsi dini dari

gigi permanen juga terlihat pada anak yang mengalami masa pubertas lebih cepat

akibat ketidaknormalan kelenjar endokrin yang menghasilkan sekresi hormon

pertumbuhan atau tiroid secara berlebih.7

Kelainan erupsi ini dapat ditandai dengan kehadiran gigi natal dan deonatal yaitu

gigi yang sudah erupsi sejak lahir atau sampai 30 hari setelah lahir. Gigi neonatal

seringkali sangat goyang karena akar yang tidak berkembang dan ditandai dengan

jaringan gusi yang sering membengkak serta terdapat ulserasi pada permukaan

ventral lidah. Untuk mengatasi ulserasi yang terjadi, cara terbaik yang dapat

dilakukan yaitu dengan menggunakan pasta carmellose sodium pada cotton bud yang

dioleskan sebelum makan.9

Salah satu contoh dari gigi yang mengalami erupsi prematur adalah natal teeth,

dimana kelainan ini dapat terjadi pada satu atau lebih gigi- geligi yang telah erupsi

pada waktu kelahiran. Gigi- geligi ini biasanya merupakan bagian dari rangkaian

yang normal dan bukan merupakan gigi supernumerari (gigi berlebih). Natal teeth

paling sering ditemukan pada regio insisivus bawah.7

15
2.4.2. Erupsi yang lambat

Terdapat beberapa kondisi yang berhubungan dengan keterlambatan erupsi gigi.

Secara umum keterlambatan ini antara lain dapat dilihat pada anak- anak yang

memiliki kromosom abnormal yaitu penderita sindrom down dan turner yang pada

beberapa kasus gigi desidui akan terus bertahan dalam rongga mulut hingga anak

berumur 15 tahun. Keterlambatan yang signifikan juga disebabkan oleh adanya

defisiensi nutrisi, hipotiroidisme, atau hipotuaitarisme pada masa anak- anak.

Hiperplasia gusi herediter bersama hipertrikosis juga menyebabkan keterlambatan

erupsi. Selain itu, pencabutan gigi molar satu desidui yang terlalu dini dapat

menyebabkan penundaan erupsi gigi permanen.9

Perawatan untuk menanggulangi gigi yang belum erupsi adalah menghilangkan

faktor etiologi, pemeliharaan ruangan, dan penarikan gigi ke arah oklusal.

Penatalaksanaan gigi yang terlambat erupsi dapat dilakukan dengan menghilangkan

faktor penyebab diantaranya yaitu dengan pengangkatan obstruksi pada gigi

supernumerari maupun odontoma, surgical exposure, dan pergerakan ortodontik

untuk gigi kaninus rahang atas yang ektopik, serta gingivektomi pada hiperplasia

gusi herediter. Adapun perawatan non-bedah yang dapat dilakukan meliputi

perawatan ortodontik dan prostodontik. Penggunaan alat ortodontik diperlukan untuk

mempertahankan ruangan yang ada sampai gigi penggantinya mencapai posisi

normal. Perawatan yang dilakukan untuk menggantikan gigi insisivus atau molar

permanen yang belum erupsi yaitu dengan pemasangan alat space maintainer.

Perawatan lainnya yang dapat dilakukan pada gangguan ini berupa perbaikan

beberapa faktor sistemik seperti terapi hormon.9

16
2.5. Waktu erupsi gigi serta lebar mesio distal gigi.

Dalam mulut biasanya ada tiga periode gigi, yaitu periode gigi- geligi desidui,

periode gigi- geligi campuran, dan periode gigi- geligi permanen. Erupsi gigi- geligi

desidui biasanya dimulai pada usia 5 atau 6 bulan. Pada umumnya gigi desidui

pertama yang muncul dalam mulut adalah dua gigi bawah bagian depan atau

insisivus satu. Waktu erupsi gigi- geligi desidui umumnya bervariasi, begitu juga

dengan lebar mesio- distal dari gigi- geligi desidui.10

Tabel 2.1 Waktu erupsi dan lebar mesio- distal gigi- geligi desidui.

Waktu erupsi (bulan) Lebar mesiodistal (mm)

 Gigi atas :

Insisivus sentral 8 6,5

Insisivus lateral 9 5,0

Kaninus 18 6,5

Molar pertama 14 7,0

Molar kedua 24 8,5

 Gigi bawah :

Insisivus sentral 6 4,0

Insisivus lateral 7 4,5

Kaninus 16 5,5

Molar pertama 12 8,0

Molar kedua 20 9,5

Pada umur 6 tahun gigi- geligi permanen mulai erupsi, biasanya gigi molar

pertama atau insisivus atas. Seperti halnya pada gigi- geligi desidui, gigi- geligi

17
permanen memiliki waktu erupsi dan lebar mesio- distal yang bervariasi. Saat gigi

permanen mulai erupsi maka di dalam lengkung rahang terdapat gigi- geligi desidui

dan gigi- geligi permanen dalam waktu yang bersamaan, inilah yang dinamakan

periode gigi- geligi bercampur.10

Tabel 2.2 Waktu erupsi dan lebar mesio- distal gigi- geligi permanen.

Waktu erupsi (bulan) Lebar mesiodistal (mm)

 Gigi atas :

Insisivus sentral 7,5 8,5

Insisivus lateral 8,5 6,5

Kaninus 11,5 8,0

Premolar pertama 10,0 7,0

Premolar kedua 11,0 6,5

Molar pertama 6,0 10,0

Molar kedua 12,0 9,5

 Gigi bawah :

Insisivus sentral 6,5 5,5

Insisivus lateral 7,5 6,0

Kaninus 10,0 7,0

Premolar pertama 10,5 7,0

Premolar kedua 11,0 7,0

Molar pertama 6,0 11,0

Molar kedua 12,0 10,5

Dikutip dari : Wather’s orthodontic notes

18
2.6. Penyebab tanggalnya gigi desidui diusia dini

Gigi desidui berperan penting dalam perkembangan rahang, erupsi gigi, maupun

pertumbuhan gigi permanen. Gigi anak yang lepas sebelum waktunya, misalnya

karena karies ataupun trauma dapat menyebabkan ruang yang tertinggal menjadi

menyempit, hal ini akan mengganggu erupsi gigi permanen dibawahnya. Tanggalnya

gigi desidui secara prematur dapat terjadi pada gigi anterior maupun pada gigi

posterior. Adapun penyebab terjadinya premature loss pada gigi desidui yaitu2,8 :

1. Garis luar fungsional tertentu dari gigi gagal dalam perkembangannya

2. Resorpsi dini dari akar gigi desidui

3. Oklusi yang tidak baik yang menyebabkan gigi goyang saat berkontak

4. Karies gigi yang besar, infeksi, maupun hal lainnya yang menyebabkan

bentuk fisiologis berubah

5. Terdapat kelainan herediter misalnya pada jaringan periodontal yang

menyebabkan gigi desidui tidak dapat bertahan pada soketnya

6. Gigi dengan kondisi abnormal karena keadaaan kurang bersih dan adanya

sulkus gingiva pada jaringan periodonsium.

7. Trauma yang terjadi karena benturan maupun terjatuh

8. Adanya penyakit atau kondisi pada rongga mulut yang menjadi penyebab

prematur ekstraksi harus dilakukan

2.7. Dampak tanggal dini gigi desidui

Gigi desidui pada daasarnya bersifat sementara namun tetap perlu dijaga

kesehatannya sehingga gigi permanen yang akan erupsi nantinya akan tumbuh

dengan baik. Jika gigi desidui tanggal terlalu cepat maka akan mempengaruhi gigi

19
permanen karena gigi permanen yang belum siap erupsi dirangsang untuk segera

tumbuh, hal tersebut bisa saja menyebabkan berbagai masalah misalnya gigi berjejal,

gigi yang keluar dari garis pertumbuhan, serta gangguan fungsi lainnya seperti

mastikasi dan artikulasi. Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat hilangnya

gigi desidui secara prematur, beberapa dampak yang ditimbulkan yaitu8,11 :

1. Dampak terhadap gigi permanen

Dampak yang paling penting dari tanggalnya gigi- geligi desidui yang terlalu

dini adalah penutupan ruang pada lengkung rahang sehingga gigi penggantinya tidak

mempunyai tempat untuk bererupsi. Tanggalnya gigi desidui pada lengkung rahang

yang sempit akan menimbulkan susunan yang berjejal pada gigi penggantinya, oleh

karena itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan pencabutan keseimbangan pada

regio berbeda atau pemasangan alat space maintainer.

2. Dampak terhadap fungsi dan kesehatan rongga mulut

Tanggalnya gigi desidui yang terlampau cepat bisa mempengaruhi fungsi

mastikasi karena dengan hilangnya gigi- geligi pada lengkung rahang maka tekanan

kunyah akan berkurang. Tanggalnya gigi anterior pada gigi desidui bisa

mempengaruhi fungsi bicara yaitu penyebutan huruf- huruf tertentu menjadi

terganggu, serta mengganggu fungsi estetik karena akan mempengaruhi penampilan

anak. Dampak lain yang ditimbulkan yaitu hilangnya daerah penimbunan makanan

dan sepsis oral, selain itu tanggalnya gigi desidui terutama gigi molar dapat

mengurangi insiden karies bagi gigi yang tersisa.

20
3. Efek psikologis terhadap anak dan orangtua

Tanggalnya gigi desidui terutama gigi anterior akan mengubah penampilan anak

sehingga menimbulkan efek psikologis yang tidak diinginkan yaitu anak- anak

menjadi kurang percaya diri dan merasa malu untuk bergaul dengan teman-

temannya karena giginya yang hilang. Tanggalnya gigi desidui yang terlampau cepat

juga memberikan dampak psikologis bagi orangtua karena dengan hilangnya gigi

diusia dini membuat orangtua merasa gagal dalam merawat dan mengawasi

kesehatan gigi anaknya, terutama bila orangtua sudah melakukan berbagai upaya

untuk mempertahankan gigi- geligi tersebut.

2.8. Pengukuran dimensi ruang

Pengukuran dimensi ruang diperlukan untuk memprediksi apakah gigi permanen

yang akan tumbuh mendapat tempat yang cukup pada lengkung rahang. Pengukuran

dimensi ruang merupakan metode untuk memprediksi keadaan gigi saat dewasa.

Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk menentukan jumlah ruang yang tersedia

pada rahang untuk erupsi gigi permanen dan untuk kepentingan penyelarasan

oklusal. Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan pada pengukuran dimensi ruang

yaitu ukuran seluruh gigi anterior permanen sampai gigi molar pertama permanen,

perimeter rahang, dan perkiraan perubahan perimeter rahang akibat pertumbuhan dan

perkembangan. Pengukuran dimensi ruang membantu dalam memprediksi terjadinya

gigi berjejal atau diastema yang akan terjadi saat gigi desidui digantikan oleh gigi

permanen. Pengukuran dimensi ruang yang dapat digunakan yaitu metode Moyers,

metode Nance, metode Huckaba, maupun metode pengukuran Johnson dan Tanaka.12

21
2.8.1. Metode Moyers
Analisa moyers menggunakan gigi- geligi dari segmen bukal insisivus rahang

bawah. Pengukuran ruang dapat dilakukan setelah erupsi gigi- geligi insisivus rahang

bawah permanen. Untuk menentukan cukupnya panjang lengkung maka jumlah dari

ruang yang tersedia untuk erupsi gigi pengganti setelah gigi- geligi insisivus tumbuh

sempurna dilakukan pengukuran pada model studi. Lebar mesio distal dari setiap

gigi- geligi insisivus permanen rahang bawah dijumlahkan, lalu digunakan daftar

probabilitas pada tabel Moyers untuk memperkirakan berapa banyak ruang yang

dibutuhkan untuk erupsi gigi kaninus, premolar satu, dan premolar dua berdasarkan

jumlah lebar mesio distal gigi insisivus rahang bawah dengan presentase 75%.8

Setelah gigi- geligi insisivus diatur dalam lengkung rahang dengan baik (bila

terdapat gigi- geligi yang berdekatan), selanjutnya besar ruang dari distal gigi- geligi

insisivus dua sampai mesial molar satu permanen diukur untuk mendapatkan

available space, kemudian hasil pengukuran ini dikurangi dengan hasil perkiraan

besar ruang yang didapatkan dari tabel moyers, hasil dari pengukuran ini disebut lee

way space. Nilai Lee way space yang normal menurut Dr.R. Moyers, adalah 1,3 mm

untuk rahang atas, sedangkan untuk rahang bawah yaitu 3,1 mm.8

2.8.2. Metode Nance

Analisa kasus gigi bercampur lainnya yang dapat digunakan yaitu menggunakan

metode Nance. Nance adalah orang pertama yang melakukan pengukuran besar gigi

kaninus dan molar desidui serta besar gigi kaninus dan premolar yang belum erupsi

secara radiografi. Nance menemukan kesamaan antara besar gigi yang terlihat pada

radiografi dengan standar besar mesiodistal gigi yang dikeluarkan oleh G.V Black.12

Pengukuran dimensi gigi dengan metode radiografi memerlukan kualitas gambar

22
yang baik dan tidak kabur. Ketepatan metode pengukuran ini sangat bergantung pada

teknik pengambilan gambar yaitu jarak target film, ada tidaknya distorsi pada film,

kejelasan batas mahkota, dan overlapping. Diperlukan radiografi foto secara vertikal

agar tidak ada penyimpangan jarak kemudian dilakukan pengukuran jarak antara gigi

c, m1, dan m2 dengan gigi pengganti yang ada dalam foto radiografi.12

Misalnya : Jarak gigi c, m1, m2 RA = 17 mm

Jarak C, P1, P2 di Ro = 19 mm

Maka gigi pengganti yang nantinya erupsi tidak akan mendapat tempat yang

cukup akibatnya gigi menjadi berjejal. Menurut Nance, perbedaan ukuran jarak atau

selisih gigi desidui dengan gigi permanen normalnya adalah 0,9 – 1 mm untuk

rahang atas dan 1,7- 2 mm untuk rahang bawah. Selisih ukuran ruang ini disebut

leeway space yang berguna untuk memberikan ruang untuk erupsi gigi C, P1, dan P2

serta untuk mengatasi gigi berjejal.12

2.8.3. Metode Huckaba

Metode Huckaba pada analisa gigi bercampur menggunakan foto radiologi

periapikal. Metode ini memerlukan gambaran radiografi yang jelas dan tidak

mengalami distorsi. Distorsi gambaran radiografi pada umunya lebih sedikit terjadi

pada foto periapikal dibandingkan dengan foto panoramik. Meskipun menggunakan

film tunggal, seringkali sulit untuk menghindari distorsi terutama pada gigi yang

panjang seperti kaninus sehingga pada akhirnya akan mengurangi tingkat akurasi.8

Metode radiografi yang digunakan dalam analisis Huckaba tidak jauh beda

dengan pengukuran pada metode Nance, dimana dalam prosedur perhitungan analisis

23
ruangnya tetap membutuhkan periapikal radiografi yang lengkap. Prosedur analisis

ruang pada metode Huckaba adalah sebagai berikut8 :

x′y
x : x’ = y : y’ atau 𝑥 = y′

y’= Ukuran lebar gigi desidui dengan Ro foto

x’= Ukuran lebar gigi permanen pengganti Ro foto

y = Ukuran lebar gigi desidui dalam mulut atau pada model

x = Ukuran ruang gigi permanen yang akan tumbuh.

2.8.4. Metode Johnson dan Tanaka

Tanaka dan Johnson mengembangkan cara lain dalam melakukan pengukuran

ruang, pengukuran dilakukan dengan menggunakan keempat gigi insisivus rahang

bawah untuk memperkirakan ukuran kaninus dan premolar yang belum erupsi.

Menurut mereka, metode ini mempunyai keakuratan yang cukup baik dengan tingkat

kesalahan yang kecil. Metode ini juga sangat sederhana dan tidak memerlukan tabel

maupun gambaran radiografi.12

Metode ini menganalisis lebar lengkung gigi dan merupakan suatu variasi dari

analisa Moyers dimana tabel probabilitas masih tetap digunakan. Prosedur

pengukurannya yaitu dengan memperkirakan lebar gigi kaninus yang belum erupsi

dalam hubungannya dengan gigi premolar pada tabel 75% dari kemungkinan pada

tabel moyers, kemudian diukur jumlah lebar insisivus permanen rahang bawah lalu

dibagi dua. Pada rahang bawah hasilnya ditambah 10,5 mm sedangkan untuk rahang

atas hasilnya ditambah 11 mm.12

24
Menurut Foster, gigi- geligi dapat digolongkan dalam dua tipe yaitu tidak

berjejal apabila tersedia ruangan yang berlebih atau cukup untuk tempat tumbuhnya

gigi- geligi premolar dan kaninus yang belum erupsi dan dikatakan berjejal apabila

ada sedikit kekurangan ruangan ataupun terdapat kekurangan ruang yang banyak

untuk tempat tumbuhnya gigi premolar dan kaninus yang belum erupsi.8

2.9. Space maintainer

Space maintainer adalah alat yang dipasang untuk mempertahankan ruang bekas

gigi desidui yang mengalami premature lost atau premature extraction (pencabutan

dini). Pemasangan alat ini bertujuan agar tidak terjadi penyempitan ruang akibat

bergesernya gigi tetangga dan juga ekstrusi/ elongasi dari gigi antagonisnya.3

Ada berbagai macam tipe space maintainer yang sering digunakan, secara

umum bisa dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu cekat dan lepasan. Tipe

lepasan dapat digunakan untuk periode relatif singkat yaitu kurang lebih satu tahun

sedangkan untuk tipe cekat didesain dengan bagus dan tidak mengganggu jaringan

rongga mulut agar dapat dipakai dalam jangka waktu yang lama yaitu kurang lebih

dua tahun.3

2.9.1. Indikasi dan kontra indikasi penggunaan space maintainer

Space maintainer digunakan untuk mempertahankan ruang bekas pencabutan

akan tetapi penggunaan space maintainer terkadang menimbulkan kerusakan pada

jaringan lunak rongga mulut terutama pada penggunaan dalam jangka waktu yang

lama.12 Indikasi dan kontra indikasi pada pemakaian space maintainer harus

diperhatikan dengan baik agar perawatan dapat berhasil sesuai dengan yang

diharapkan tanpa menimbulkan efek negatif pada jaringan sekitar.

25
Ada beberapa keadaan dimana penggunaan space maintainer tidak dapat

diaplikasikan pada anak, misalnya jika gigi yang tanggal sebelum waktunya adalah

gigi insisivus desidui maka pemasangan space maintainer tidak perlu karena

pertumbuhan daerah ini ke arah transversal sangat laju, sedangkan pergeseran gigi

kaninus hampir tidak ada. Adapun beberapa indikasi dari penggunaan alat space

maintainer yaitu12,14,15 :

1. Gigi posterior atau anterior yang tanggal dini

Tanggalnya gigi kaninus dan gigi molar desidui dapat mengakibatkan

pergerakan gigi ke mesial atau distal dari gigi di sebelahnya ke ruang yang

ditinggalkan akibat tanggalnya gigi tersebut. Adanya pergerakan gigi molar

pertama permanen ke mesial memperkecil ruang yang diperlukan untuk

erupsi premolar, begitu juga dengan pergeseran insisivus permanen ke distal

dapat memperkecil ruang kaninus. Jika terjadi pergerakan kearah distal

setelah tanggalnya gigi desidui secara unilateral maka pada waktu bersamaan

garis vertikal rahang atas dan garis tengah rahang bawah hilang sehingga

terjadi perubahan garis median.

2. Apabila saat dilakukan pengukuran dimensi ruang ditemukan tanda- tanda

penyempitan ruang dan ruang tersebut harus dipertahankan. Penyempitan

ruang dapat terjadi selama enam bulan pertama setelah hilangnya gigi desidui

dimana gigi permanen belum erupsi.

3. Kebersihan mulut atau oral hygiene baik.

4. Panjang lengkung rahang tidak mengalami pemendekan.

5. Hubungan antara rahang atas dan rahang bawah tidak dipengaruhi oleh

hilangnya gigi.

26
6. Jika ada kebiasaan buruk dari anak seperti menempelkan lidah di area gigi

yang hilang atau sering menghisap bibir maka dengan pemasangan space

maintainer sambil mempertahankan ruang yang ada juga dapat

menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.

Kontra indikasi dari penggunaan space maintainer yaitu8,16 :

1. Kekurangan ruang untuk erupsi gigi permanen.

2. Terdapat ruang yang berlebihan untuk erupsi gigi permanen.

3. Gigi permanen penggantinya tidak ada (agenesis).

4. Kekurangan ruang yang banyak sehingga memerlukan tindakan pencabutan

dan perawatan ortodontik.

5. Pada anak yang usianya masih sangat muda sehingga sulit untuk bekerjasama

dalam melakukan perawatan dengan dokter gigi.

2.9.2. Keuntungan dan kerugian penggunaan space maintainer

Alat space maintainer merupakan alat orthodonsi yang bersifat pasif dan

digunakan untuk mempertahankan ruang bekas gigi desidui yang hilang terlalu awal

sampai dengan saat erupsi gigi penggantinya. Penggunaan alat space maintainer

selain mempunyai keuntungan terhadap perawatan yang dilakukan juga mempunyai

kerugian jika digunakan tidak sesuai prosedur.3

Keuntungan mendasar yang didapatkan saat penggunaan space maintainer yaitu

alat ini mampu mempertahankan proksimal dimensi yang diperlukan dan bekerja

menahan desakan dari bagian mesial maupun distal gigi tetangga agar ruang yang

ada dapat dipertahankan ukurannya. Diantara berbagai keuntungan yang ada, juga

dapat ditemukan beberapa kerugian saat perawatan diantaranya yaitu ditemukannya

27
kelainan jaringan periodonsium, karies, maupun iritasi pada jaringan disekitar karena

desain dari alat space maintainer yang rumit misalnya pada tipe cekat.8

Adapun beberapa keuntungan penggunaan space maintainer yaitu1,8 :

1. Mencegah hilangnya ruang pada lengkung rahang sehingga gigi dapat erupsi

dengan baik dan menempati posisinya pada lengkung rahang

2. Mencegah ekstrusi gigi antagonis dari gigi yang mengalami premature loss

3. Mencegah gigi permanen yang berjejal akibat penyempitan ruang pada gigi

yang akan erupsi

4. Mengembalikan fungsi estetik, fungsi artikulasi/ fonetik, serta fungsi

pengunyahan yang normal

5. Menambah kepercayaan diri anak

6. Meningkatkan kesehatan gigi dan mulut pada anak

Adapun kerugian yang ditemukan saat menggunakan space maintainer yaitu12,13,15 :

1. Kadang mengakibatkan tipping atau rotasi pada gigi penyangga

2. Menyebabkan retensi plak sehingga terjadi daerah demineralisasi, karies, dan

kelainan jaringan periodonsium pada area gigi penyangga

3. Pada beberapa jenis space maintainer harus dilakukan preparasi pada gigi

penyangga sehingga mengakibatkan bentuk anatomis normal gigi berubah

4. Beberapa jenis space maintainer terutama yang tipe cekat membutuhkan

waktu kontrol yang lebih lama

5. Beberapa komponen alat space maintainer bisa bersifat sitotoksik karena

terbuat dari logam yang disolder

6. Pada beberapa kasus ditemukan gangguan fungsi bicara dan pengunyahan

28
7. Ada beberapa jenis space maintainer yang dapat mengganggu estetik dari

gigi- geligi misalnya pada jenis space maintainer lepasan

8. Pada jenis space maintainer lepasan, kebanyakan alat hilang maupun berubah

bentuk karena tidak dijaga dengan baik

9. Jenis space maintainer lepasan bilateral apabila digunakan dalam waktu

yang lama tanpa kontrol yang ketat dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan rahang ke arah lateral

2.9.3. Syarat- syarat space maintainer

Ada berbagai syarat yang harus terpenuhi dalam pembuatan maupun

pemasangan space maintainer. Alat space maintainer yang dibuat harus sederhana

dan nyaman dipakai sehingga tidak mengganggu jaringan sekitar dan tidak membuat

rongga mulut terasa sesak. Plat yang tebal dan besar akan menyita ruang gerak lidah

sehingga fungsi bicara maupun mastikasi terganggu.12

Semakin sederhana alat space maintainer maka makin disukai oleh

penggunanya. Hal ini disebabkan karena jaringan disekitar alat menjadi mudah

melakukan penyesuaian, selain itu juga sangat mudah dilakukan tindakan

pemeliharaan. Dalam pembuatan space maintainer, retensi harus benar- benar baik

agar alat tidak terlepas saat dipakai. Alat yang kecil ada kemungkinan bisa tertelan

dan dapat membahayakan pasien. Oleh karena itu, ada beberapa syarat yang harus

terpenuhi dalam pembuatan space maintainer diantaranya yaitu16,12 :

1. Alat space maintainer harus mampu mempertahankan proksimal dimensi

yang diperlukan, berarti alat ini harus mampu menahan desakan pada bagian

distal maupun mesial agar ukuran ruang dapat dipertahankan.

29
2. Alat ini tidak boleh mengganggu erupsi gigi antagonisnya sehingga tidak

boleh mengalami prematur kontak dengan gigi antagonis.

3. Tidak boleh mengganggu erupsi gigi permanen misalnya pada pembuatan

distal shoe, plat yang tertanam tidak boleh berada tepat diatas mahkota gigi

yang akan erupsi agar erupsinya tidak terhalang.

4. Tidak memberi tekanan abnormal pada gigi penyangga sehingga jaringan

periodonsium tetap sehat begitu juga dengan keadaan tulang alveolarnya.

5. Tidak mempengaruhi fungsi bicara, pengunyahan, dan fungsi pergerakan

sendi temporomandibular joint.

6. Tidak boleh ada komponen alat yang tajam yang bisa mengakibatkan iritasi

jaringan lunak disekitar alat.

7. Didesain sederhana, ekonomis, dan mudah dibersihkan.

8. Dapat dilakukan penyesuaian atau sedikit perbaikan bila diperlukan.

2.9.4. Jenis- jenis space maintainer

Ada berbagai macam tipe space maintainer yang sering digunakan, secara

umum Foster membaginya menjadi dua kelompok yaitu space maintainer cekat dan

lepasan. Selain itu ada klasifikasi menurut Snawder yaitu space maintainer cekat

dengan band, space maintainer cekat tanpa band dengan etsa asam, space maintainer

lepasan dengan band atau semi- cekat, space maintainer lepasan tanpa band, space

maintainer fungsional, dan yang terakhir space maintainer non fungsional.

Sedangkan jenis space maintainer lainnya yang dikemukakan oleh Finn dapat

dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu space maintainer lepasan (removable), cekat

(fixed) dan semi cekat (semi-fixed), space maintainer dengan band atau tanpa band,

30
space maintainer fungsional dan non fungsional, space maintainer aktif dan pasif,

dan yang terakhir space maintainer jenis kombinasi.8

Pembagian jenis space maintainer yang paling umum saat ini adalah

berdasarkan tipe cekat dan lepasan. Space maintainer lepasan bisa digunakan untuk

periode yang relatif singkat, biasanya hanya sampai 1 tahun. Berbeda dengan jenis

space maintainer cekat, jika didesain dengan baik alat ini dapat digunakan dalam

jangka waktu yang lama tanpa merusak jaringan rongga mulut, biasanya space

maintainer jenis ini digunakan sampai 2 tahun.12

2.9.4.1. Space maintainer cekat

Alat space maintainer cekat memiliki banyak kelebihan dalam hasil perawatan

dibandingkan dengan space maintainer lepasan namun dalam proses pembuatannya

sangat rumit dan menggunakan banyak komponen alat. Banyak pasien pengguna

space maintainer yang mengeluhkan seringnya makanan tersangkut serta kesulitan

dalam membersihkan area disekitar alat, hal ini mengakibatkan banyaknya terjadi

kelainan baik pada gigi penyangga seperti karies, pada jaringan periodonsium seperti

gingivitis maupun periodontitis, dan pada jaringan lunak di sekitar alat seperti

stomatitis kontak.1

Space maintainer tipe cekat merupakan space maintainer yang didesain untuk

mempertahankan ruang dan terpasang secara cekat di dalam mulut. Space maintainer

tipe ini tidak dapat diubah posisinya dan juga tidak dapat dilepas apabila ingin

dibersihkan. Beberapa tipe yang umum dijumpai pada jenis space maintainer ini

yaitu space maintainer band and loop, space maitainer crown and loop, distal shoe,

lingual arch, dan space maintainer palatal arch/ nance appliance.12

31
1. Band and loop space maintainer

Band and loop dirancang untuk mempertahankan ruang dari tanggalnya satu gigi

dalam satu kuadran. Alat ini digunakan pada kasus tanggalnya gigi molar satu

desidui dan molar dua desidui secara dini untuk mencegah migrasi ke mesial yang

berhubungan dengan erupsi gigi molar satu permanen, selain itu alat ini juga

digunakan pada kasus tanggalnya gigi kaninus desidui secara dini untuk mencegah

pergerakan gigi insisivus lateral permanen.13

Band and loop lebih disukai karena proses pembuatannya lebih mudah,

membutuhkan waktu kerja yang singkat, tidak perlu dilakukan anastesi terlebih

dahulu untuk pemasangan band karena tidak ada preparasi yang dilakukan pada gigi,

selain itu mudah diatur untuk disesuaikan dengan perubahan gigi dan proses

pembuatannya lebih ekonomis.12

Gambar 2.3. Space maintainer band and loop


(Sumber: Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed.
Canada: Elsever ; 2013)

Adapun prosedur pembuatan space maintainer band and loop yaitu1,17 :

1. Pilih stainless steel band untuk dipasang pada gigi sebelah distal pada ruangan

baik molar kedua desidui maupun molar satu permanen. Cobakan band pada

32
gigi, band harus kencang untuk retensi alat supaya kokoh. Jika alat kendor maka

dapat terjadi demineralisasi email dibawah band.

2. Dengan band pada gigi, ambil cetakan alginate dari cetakan lengkung gigi

kemudian keluarkan band dari gigi dengan menggunakan tang pencabut band

selanjutnya tempatkan dengan akurat dalam cetakan sticky wax.

3. Alirkan gips yang telah dipanaskan sampai suhu 130˚C di bawah tekanan uap

kemudian letakkan ke dalam cetakan dengan hati- hati untuk menghindari

melesetnya band.

4. Bentuk sebuah loop dengan kawat 0,9 mm atau 1,0 mm, loop harus cukup lebar

supaya premolar dapat erupsi dan tidak boleh menekan gingival.

5. Solder atau sambung loop pada band

6. Haluskan hasil solder dengan stone dan rubber wheel. Penghalusan dilakukan

pada model kerja untuk mencegah rusaknya alat.

7. Cobakan alat tersebut dalam mulut pasien dan diperiksa apakah alat tersebut

sudah sesuai.

8. Bersihkan dan keringkan gigi lalu isolasi dengan cotton roll dan saliva ejector.

Berikan campuran semen polikarboksilat pada bagian dalam band lalu dudukkan

dengan tekanan jari menggunakan band setter. Setelah itu buang semua

kelebihan semen bila telah mengeras.

2. Crown and loop space maintainer

Jenis space maintainer crown and loop biasa digunakan pada kasus gigi

abutment bagian posterior mengalami karies yang luas dan memerlukan restorasi

mahkota, juga kasus dimana gigi abutment pernah mendapatkan perawatan

endodontik dan mahkota gigi perlu dilindungi secara menyeluruh.12

33
Untuk membuat suatu space maintainer jenis crown and loop dapat digunakan

metode direk maupun indirek. Dengan metode direk alat dipasang secara langsung

dalam mulut pasien tanpa menggunakan cetakan model gips, sebelum pemasangan

alat terlebih dahulu dilakukan preparasi pada gigi. Dalam metode indirek pembuatan

space maintainer harus dilakukan di laboratorium dengan menggunakan cetakan

gips dari rahang yang akan digunakan, setelah alat tersebut jadi baru kemudian

ditempatkan dalam mulut pasien.14

Gambar 2.4. Space maintainer crown and loop


(Sumber: https://depts.washington.edu/peddent/AtlasDemo/images/537s015.jpg
diakses pada tanggal 15 Mei 2015)

Adapun prosedur pembuatan space maintainer crown and loop yaitu2,14 :

a. Pembuatan secara direk/ langsung

1. Setelah mahkota dibuat dan dipasang pada gigi yang telah dipreparasi dalam

mulut lalu bengkokkan loop kawat 0,36 mm.

2. Tandai kawat dengan pensil putih pada bagian mesial bucal groove dan

lingual groove di mahkota stainless steel.

3. Angkat mahkota dari gigi lalu potong loop kawat di kedua tanda tersebut dan

disatukan tiap ujung kawat sehingga berada pada hubungan yang sama seperti

yang terdapat dalam mulut.

34
4. Cobakan kembali alat dalam mulut anak dan periksa kedudukannya serta

hubungan oklusi gingivalnya.

5. Angkat alat dan satukan sekali lagi, mesial ke daerah buccal dilas untuk

menahan loop kawat tetap berada pada posisinya.

6. Solder loop kawat ke mahkota lalu gunakan solder bar dan ujung karbon pada

bagian yang disatukan.

7. Alat tersebut kemudian dipolis.

8. Gosok alat dalam air panas untuk menghilangkan flux yang larut dalam air

lalu bersihkan bagian dalam mahkota dengan stone hijau sampai tidak ada

residu yang tertinggal.

b. Pembuatan secara indirek/ tidak langsung

1. Cetak rahang anak dengan alginat

2. Cor model dengan gips ortodontik

3. Pasang mahkota stainless pada gigi

4. Bentuk loop kawat ukuran 0,036 mm lalu pasang setelah itu satukan dan

solder seperti pada metode direk.

3. Distal shoe space maintainer

Distal shoe adalah pilihan space maintainer dimana molar dua desidui hilang

sebelum erupsi molar satu permanen. Fungsi dari distal shoe adalah menuntun erupsi

dari molar satu permanen ke posisinya yang normal dalam lengkung rahang. Distal

shoe bersifat sementara dan harus diganti dengan space maintainer tipe lepasan

mengikuti erupsi gigi molar permanen. Alat ini dibuat dengan metode indirek pada

sebagian besar kasus.12

35
Komponen alat distal shoe adalah guide plane metal, yaitu sejenis plat yang

berfungsi menuntun molar permanen agar erupsi pada posisinya. Agar efektif guide

plane harus meluas ke dalam processus alveolar sehingga berkontak dengan molar

satu permanen kurang lebih 1 mm di bawah marginal ridge mesial.12

Gambar 2.5. Distal shoe space maintainer


(Sumber: Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed. Canada
: Elsever ; 2013)

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pembuatan distal shoe yaitu8,16 :

1. Dari cetakan alginat pada lengkung rahang anak didapatkan hasil cetakan gips

ortodontik.

2. Gigi molar satu desidui yang berdampingan dengan molar dua desidui yang

hilang dikecilkan dengan hati- hati dengan tapered fissure bur sehingga dapat

dipasangkan suatu mahkota stainless stell.

3. Ketika mahkota terpasang pada model gips, partikel gips pada bagian dalam

dibersihkan dengan cotton bud yang basah.

4. Pengukuran pada hasil radiografi daerah molar dengan pengukuran gaunge dapat

memberikan informasi yang diperlukan untuk menetapkan panjang lempengan

metal yang akan meluas ke distal (shoe).

36
5. Jika shoe telah dibengkokkan, panjang yang tepat dipilih dan daerah ridge pada

gips digergaji atau diukir sehingga proyeksi gingival pada shoe dapat dipasang.

6. Ketika pemasangan yang tepat telah dipastikan, ujung mesial dari shoe terlebih

dahulu disatukan dengan permukaan distal mahkota dan kemudian disolder

dengan wire silver ukuran 25 lalu lilitkan dua kali disekitar penggunaan tadi.

Flux yang banyak harus diberikan sebelum disolder dengan menggunakan

metode solder flame (nyala api) atau eletrik. Flux adalah bahan yang digunakan

untuk mencegah oksidasi dan memudahkan mengalirnya bahan solder.

7. Alat yang telah disolder digosok dengan sikat gigi yang keras lalu dimasukkan

ke dalam air panas untuk menghilangkan flux solder, kemudian alat dipolis dan

disterilkan lalu siap untuk dipasang dalam mulut pasien.

8. Untuk memasang alat ini, pertama- tama dilakukan anastesi pada regio molar

pasien, molar satu desidui dipersiapkan untuk mahkota dan suatu insisi dengan

curved bard-parker blade dibuat pada ridge dititik distal ke margin molar satu

desidui yang sesuai dengan pengukuran yang dilakukan pada hasil radiografi.

9. Mahkota dipasang pada tempatnya dengan shoe dipasang ke dalam jaringan di

bawah permukaan ridge untuk membiarkan shoe berkontak dengan permukaan

molar satu yang belum erupsi.

10. Foto radiografi dilakukan pada daerah molar untuk mengetahui apakah space

maintainer distal shoe berada pada posisi yang benar.

11. Alat ini disemen pada tempatnya dengan semen hard eugenol-based atau

duralon. Setelah erupsi dari molar satu, space maintainer dilepas dan kemudian

diganti dengan space maintainer jenis crown and loop atau band and loop.

37
4. Lingual Arch

Lingual arch merupakan space maintainer pilihan setelah kehilangan gigi

multipel pada lengkung rahang bawah terutama jika insisivus permanen rahang

bawah terlihat crowded. Alat ini digunakan sebagai space maintainer bilateral cekat

pada rahang bawah dan bersifat pasif karena tidak dapat diatur begitu perangkat ini

disemen pada gigi molar.12

Lingual arch terbuat dari kawat yang memanjang disekitar daerah lingual dari

rahang, kawat itu terhubung dengan kedua sisi pada gigi molar, alat ini didesain

sedemikian rupa agar kedua gigi molar tidak dapat bergeser ke arah mesial dan

menutupi daerah tempat erupsi gigi premolar permanen.2

Gambar 2.6. Lingual arch space maintainer


(Sumber: Mitchell L. An introduction to orthodontic 2nd ed. UK : Oxford university
press ; 2001)

Adapun prosedur pembuatan lingual arch space maintainer yaitu2,12 :

1. Buat model studi rahang bawah

2. Band yang telah dicobakan pada mulut anak dikeluarkan dan ditempatkan pada

model studi

3. Suatu kawat baja berukuran 0,036- 0,040 inchi dibentuk pada lengkungan dan

meluas ke depan untuk membuat kontak dengan daerah cingulum insisivus.

38
4. Kawat diperluas ke posterior sepanjang 1/3 tengah dari permukaan lingual dari

band molar baru kemudian alat disolder dengan baik.

5. Setelah alat terpasang tepat pada model studi maka selanjutnya alat diinsersikan

ke dalam mulut pasien.

5. Palatal arch (nance aplliance)

Alat ini digunakan ketika satu atau lebih molar tanggal secara dini pada rahang

atas. Alat ini didesain seperti pada lingual arch kecuali pada beberapa desain di

bagian anteriornya tidak menyentuh permukaan lingual pada gigi anterior atas

melainkan menyebrang pada bagian palatal dan kawat tersebut langsung

menghubungkan molar band di kedua regio, tipe ini biasa dinamakan transpalatal

arch. Pada beberapa desain, kawat lingual dapat mengikuti bentuk palatum dengan

diameter kawat berukuran 0,025 inchi. Kawat ini pada bagian anterior dibatasi oleh

akrilik sedangkan pada bagian posterior terhubung pada masing- masing band.18

Pada pemakaian space maintainer jenis ini, pasien harus diperiksa secara

periodik untuk memastikan bahwa kawat lingual tidak mengganggu erupsi dari gigi

kaninus dan premolar serta tidak mengganggu area disekitar palatum.2

Gambar 2.7. Palatal arch space maintainer

(Sumber: Mitchell L. An introduction to orthodontic 2nd ed. UK : Oxford press; 2001)

39
2.9.4.2. Space maintainer lepasan

Space maintainer lepasan digunakan apabila dalam satu kuadran gigi yang

hilang lebih dari satu. Alat ini sering menjadi satu- satunya pilihan apabila tidak ada

gigi penyangga yang sesuai dengan alat cekat. Alat ini terbuat dari plat akrilik dan

pada beberapa desain dapat ditambahkan gigi artificial untuk mengembalikan fungsi

estetik maupun pengunyahan.12

Space maintainer lepasan dapat digunakan pada rahang atas maupun rahang

bawah, alat ini juga digunakan pada kasus tanggalnya gigi molar dua desidui

sebelum erupsi gigi molar satu permanen. Space maintainer jenis ini memiliki

konstruksi yang sederhana, pergerakan fungsional yang baik, dan biaya pembuatan

yang relatif murah, selain itu alat ini juga sangat mudah untuk dibersihkan.1

1. Gigitiruan sebagian akrilik

Alat ini dapat digunakan pada rahang atas maupun rahang bawah dimana telah

kehilangan gigi bilateral lebih dari satu. Space maintainer jenis gigitiruan sebagian

akrilik sering digunakan karena desainnya tidak rumit serta lebih ekonomis.

Pembersihan gigitiruan sebagian akrilik dengan tepat sangat penting dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan berkembangnya lesi karies yang baru serta akumulasi plak

yang bisa menyebabkan gingivitis.6

Berbagai tipe alat space maintainer lepasan tidak boleh dianjurkan untuk pasien

anak yang mempunyai masalah karies dan kebersihan mulut yang buruk. Masalah

yang sering timbul dari pemakaian ini adalah malasnya anak memakai alat sehingga

fungsi space maintainer tidak tercapai secara optimal.6

40
Gambar 2.8. Space maintainer lepasan dengan gigitiruan sebagian
(Sumber: http://www.dentaltrendsdombivli.com/wp-content/uploads/removable-
prosthodontics2.jpg diakses pada tanggal 15 Mei 2015)

2. Gigitiruan penuh

Alat ini sering digunakan pada anak yang mengalami infeksi rongga mulut yang

hebat sehingga harus mencabut semua giginya. Konstruksi gigitiruan penuh akan

menyebabkan penampilan yang bertambah baik dan efektif serta dapat menuntun

molar satu permanen ke posisi erupsi yang tepat.12

Pembuatan gigitiruan penuh diharapkan dapat menggantikan fungsi dari gigi

desidui yang hilang. Gigitiruan harus memiliki retensi dan stabilisasi yang baik.

Retensi yang dimaksud yaitu ketahanan gigitiruan terhadap daya lepas saat gigitiruan

diam sedangkan stabilisasi berkaitan dengan daya lepas saat alat berfungsi.12

Gambar 2.9. Space maintainer lepasan dengan gigitiruan penuh


(Sumber: http://www.contempclindent.org/articles/2011/2/3/images/ContempClinDent
diakses pada tanggal 15 Mei 2015)

41
2.10. Perawatan gigi anak selama penggunaan space maintainer

Alat- alat ortodontik seperti space maintainer merupakan benda asing dalam

rongga mulut anak. Alat ini menempel pada jaringan dan membentuk lapisan

keratinisasi dan pada berbagai kasus sering timbul iritasi dan menghasilkan

inflamasi, kemerahan, pembengkakan, serta rasa sakit. Jika iritasi ini dibiarkan terus-

menerus maka akan terjadi reaksi fibrous gingival yang permanen.20

Karies sering terjadi pada pemasangan space maintainer terutama pada bagian

interproksimal gigi. Jika terdapat food debris disekitar alat dalam jangka waktu yang

lama maka akan terbentuk tanda garis putih (garis dekalsifikasi) yang melekat secara

langsung pada permukaan email dan tidak akan hilang sampai alat lepas. Oleh karena

itu untuk menghindari hal- hal tersebut maka dibutuhkan beberapa perawatan,

adapun perawatan- perawatan yang dapat dilakukan yaitu6,9,20 :

1. Aplikasikan topikal florida untuk mencegah karies dan dekalsifikasi gigi

2. Penyemenan ulang band molar dengan interval 6 bulan

3. Pemeriksaan foto radiografi dibutuhkan untuk melihat reaksi jaringan pada

pemasangan alat

4. Lakukan kontrol plak secara rutin dan skeling dengan hati-hati di area sekitar

gigi maupun di sekitar alat space maintainer yang terdapat plak serta kalkulus

5. Lakukan pengangkatan debris dan pembersihan poket

6. Gunakan sikat gigi yang lunak untuk menghilangkan sisa- sisa makanan serta

berkumur dengan larutan chlorhexidine untuk menghindari dental plak

7. Lakukan kontrol rutin ke dokter gigi minimal tiap empat bulan sekali.

42
2.11. Jaringan Periodonsium

Jaringan periodonsium adalah sistem jaringan fungsional yang mengelilingi gigi

dan menghubungkannya dengan tulang rahang. Jaringan ini meliputi gingiva,

ligamentum periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Adapun struktur yang

menyokong gigi dikenal sebagai periodontal attachment apparatus, yaitu struktur

yang menghubungkan gingiva dan ligamentum periodontal dengan gigi.10

Struktur jaringan periodonsium terdiri atas sementum akar, ligamentum

periodontal, dan tulang alveolar yang membentuk suatu unit fungsional atau organ.

Sementum melapisi seluruh akar gigi dan ligamentum periodontal menghubungkan

gigi ke tulang alveolar. Serat ligamentum periodontal terhubung dengan sementum

sedalam 50-200 mikron meter, sedangkan tulang alveolar adalah bagian dari maksila

dan mandibula yang membentuk dan menyokong soket gigi.5

Gambar 2.10. Jaringan periodonsium


(Sumber: Klaus H. dkk. Color atlas of periodontology. New York : Thieme Inc ; 2005)

2.11.1. Gingiva

Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar, gingiva

sering digunakan sebagai indikator jika jaringan periodontal mengalami suatu

43
kelainan, hal ini disebabkan karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari

gingiva. Kadang- kadang gingiva juga dapat menggambarkan keadaan tulang

alveolar yang berada di bawahnya.21

Gingiva merupakan bagian dari membran mukosa mulut yang melekat pada

tulang alveolar serta menutupi dan mengelilingi leher gigi. Pada permukaan rongga

mulut, gingiva meluas dari puncak marginal gingiva sampai ke pertautan

mukogingival. Pertautan mukogingival ini merupakan batas antara gingiva dan

mukosa mulut lainnya. Mukosa mulut dapat dibedakan dengan mudah dari gingiva

karena warnanya merah gelap dan permukaannya licin atau halus mengkilat. Hal ini

dapat dijumpai pada permukaan vestibular mandibula maupun maksila serta

permukaan oral mandibula. Pada permukaan oral maksila tidak dijumpai pertautan

mukogingival sama sekali karena gingiva berbatasan dengan membran mukosa mulut

yang menutupi palatum durum yang tipenya sama dengan gingiva.12

Gingiva mengelilingi gigi dan meluas sampai ke ruang interdental. Gingiva di

antara permukaan oral dan vestibular berhubungan satu sama lain melalui gingiva

yang berada di interdental. Secara anatomis gingiva dibagi menjadi dua bagian yaitu

gingiva cekat (attached gingiva) dan gingiva tidak cekat (unattached gingiva) yang

terdiri atas gingiva bebas (free gingiva) dan marginal gingiva.5

Untuk kepentingan klinis yang khusus, bagian gingiva yang berada di ruang

interdental dipisahkan secara klinis sebagai suatu bagian khusus dari gingiva. Hal ini

disebabkan karena bagian gingiva tersebut digunakan sebagai indikator yang paling

akurat untuk mengetahui terjadinya penyakit gingiva sedini mungkin. Adapun

pembagian dari gingiva yaitu5,22,23 :

44
1. Unattached gingiva (free gingiva atau marginal gingiva)

Unattached gingiva atau yang dikenal sebagai marginal gingiva merupakan

bagian gingiva yang tidak melekat erat pada gigi, mengelilingi daerah leher gigi, dan

membuat lekukan seperti kulit kerang. Unattached gingiva dimulai dari arah

mahkota sampai pertautan sementoemail.

Batas antara marginal gingiva dengan gingiva cekat merupakan suatu lekukan

dangkal yang dinamakan free gingival groove. Free gingival groove ini berjalan

sejajar dengan margin gingiva dan dalam keadaan normal free gingival groove ini

dapat dipakai sebagai petunjuk dasar sulkus gingiva.

Marginal gingiva bentuknya agak condong ke arah gigi dan ujung tepinya tipis

serta membulat. Dalam arah mesio-distal margin gingiva menggambarkan suatu

bentuk lengkungan dan melengkung ke arah apikal (scalloped). Dinding lateral dari

margin gingiva merupakan dinding dari sulkus gingiva. Probe dapat dimasukkan ke

dalam sulkus gingiva dengan jalan meregangkan gingiva secara hati- hati.

Pada marginal gingiva terdapat sulkus gingiva yang merupakan ruang atau celah

yang dibatasi oleh gigi dan gingiva bebas, celah ini ke arah mesial dibatasi oleh

permukaan gigi dan ke arah lateral dibatasi oleh epitelium marginal gingiva sebelah

dalam, kedalamannya berkisar antara 0-6 mm dengan rata- rata 1,8 mm.

2. Gingiva cekat

Gingiva cekat merupakan lanjutan marginal gingiva yang meluas dari free

gingival groove sampai ke pertautan mukogingival. Gingiva cekat ini melekat erat ke

sementum mulai dari sepertiga bagian akar ke periosteum tulang alveolar.

Pada bagian permukaan gingiva cekat terdapat bintik- bintik atau lekukan kecil

seperti lesung pipi yang disebut stipling. Stipling ini mengakibatkan permukaan

45
gingiva cekat terlihat seperti kulit jeruk. Stipling disebabkan oleh adanya tarikan

serat- serat kolagen pada jaringan gingiva cekat ke sementum atau tulang.

Lebar gingiva cekat bervariasi dari satu individu ke individu yang lain, juga

antara satu gigi dengan gigi yang lain di dalam mulut yang sama. Lebar gingiva cekat

pada rahang bawah berkisar antara 3,3- 3,9 mm dan pada rahang atas berkisar 3,5-

4,5 mm. Umumnya gingiva cekat yang paling lebar dijumpai pada regio anterior dan

semakin menyempit ke arah regio posterior. Gingiva cekat paling sempit dijumpai

pada regio premolar satu rahang bawah yaitu berkisar 1,8 mm dan pada rahang atas

berkisar 1,9 mm. Keadaan ini sering dihubungkan dengan perlekatan otot maupun

frenulum yang ada pada daerah tersebut, sedangkan lebar di daerah palatal tidak

mungkin diukur karena sulit membedakan antara batas akhir gingiva cekat dan

permulaan dari mukosa bagian palatal.

Fungsi dari gingiva cekat adalah menahan jika ada tekanan mekanik yang terjadi

selama pengunyahan, bicara, dan sikat gigi. Selain itu juga berfungsi melindungi

lepasnya gingiva bebas pada saat ada tekanan yang menuju ke mukosa alveolar.

3. Papila interdental

Papila interdental atau gingiva interdental merupakan bagian gingiva yang

mengisi ruangan interdental yaitu ruangan diantara dua gigi yang letaknya

berdekatan dari daerah akar sampai titik kontak. Gingiva interdental terdiri atas

bagian lingual dan bagian fasial. Bagian samping menunjukkan batas yang dibentuk

oleh gingiva bebas dari dua gigi yang berdekatan dan bagian tengah dari papila

interdental dibentuk oleh gingiva cekat.

Col merupakan lembah yang menurun dalam bagian gingiva interdental dan

letaknya langsung dari arah akar ke titik kontak. Col tidak dijumpai jika tidak ada

46
dua gigi yang berdekatan atau tidak ada titik kontak maupun gingiva yang menyusut.

Gingiva interdental berfungsi mencegah terjadinya penumpukan makanan di antara

dua gigi selama pengunyahan.

2.11.2. Sementum

Sementum adalah struktur terkalsifikasi yang menutupi akar anatomis gigi dan

terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut kolagen. Kandungan zat

anorganik dalam sementum adalah sekitar 40-50%. Selain melapisi akar gigi,

sementum juga berperan dalam mengikat gigi ke tulang alveolar yaitu dengan adanya

serat utama ligamentum periodontal yang tertanam di dalam sementum (serat

sharpey). Sementum ini tipis pada daerah dekat perbatasannya dengan email dan

makin menebal ke arah apeks gigi. Berdasarkan morfologinya, sementum dibagi

menjadi dua tipe yaitu sementum aseluler (sementum primer) dan sementum seluler

(sementum sekunder).5

Sementum seluler adalah sementum yang pertama kali terbentuk, menutup

kurang lebih sepertiga servikal atau hingga setengah panjang akar, dan tidak

mengandung sel- sel. Sementum dibentuk sebelum gigi- geligi mencapai bidang

oklusal, ketebalannya berkisar 30- 230µm. Serat sharpey merupakan struktur utama

dimana perannya adalah mendukung gigi.5

Sementum seluler terbentuk setelah gigi mencapai bidang oklusal, bentuknya

kurang teratur (ireguler) dan mengandung sel- sel sementosit pada rongga yang

terpisah- pisah (lakuna- lakuna) yang berhubungan satu sama lain melalui

anastomosis kanalikuli. Dibandingkan dengan sementum aseluler, sementum seluler

kurang terkalsifikasi dan hanya mengandung sedikit serat sharpey. Sementum

47
aseluler maupun seluler tersusun membentuk lamela- lamela yang dipisahkan oleh

garis inkremental yang berjalan pararel dengan sumbu panjang gigi.24

Adapun beberapa fungsi dari sementum yaitu23 :

1. Menahan gigi pada soket tulang dengan perantara serabut prinsipal ligamen

periodonsium

2. Mengompensasi keausan struktur gigi karena pemakaian dengan cara

pembentukan terus- menerus

3. Memudahkan terjadinya pergeseran mesial fisiologis

4. Memungkinkan penyusunan kembali serabut ligamen periodonsium secara

terus- menerus

2.11.3. Ligamentum periodontal

Ligamentum periodontal merupakan jaringan pengikat yang mengisi ruang

antara permukaan gigi dengan dinding soket, mengelilingi akar gigi bagian koronal,

dan turut serta mendukung gingiva. Kebanyakan penyakit yang mengenai

ligamentum periodontal jika tidak dilakukan perawatan dengan baik akhirnya akan

menyebabkan hilangnya gigi.5

Banyak sekali istilah yang diberikan pada jaringan ini, seperti membran

periodontal, perisementum, dental periosteum, dan alveole dental membrane. Istilah

periodontal berasal dari bahasa Yunani yaitu peri yang artinya sekeliling dan oudous

yang berarti gigi. Jaringan ini disebut membran walaupun sebenarnya jaringan ini

tidak sama dengan membran fibrous seperti fascia dan kapsul organ periosteum.

Struktur dan fungsinya memang mirip dengan jaringan tersebut akan tetapi

48
sebenarnya berbeda karena jaringan ini selain berperan sebagai periosteum gigi atau

periosteum tulang alveolar juga berfungsi sebagai pendukung gigi.21

Adapun fungsi dari ligamen periodonsium yaitu23 :

1. Memelihara aktifitas biologik sementum dan tulang

2. Mensuplai nutrisi serta membersihkan produk sisa melalui aliran darah dan

pembuluh limfe

3. Memelihara relasi gigi terhadap jaringan keras dan lunak

4. Menghantarkan tekanan taktil dan sensasi nyeri melalui jalur trigeminal lalu

diteruskan melalui ujung saraf proprioseptif.

2.11.4. Tulang alveolar

Tulang alveolar merupakan bagian maksila dan bagian mandibula yang

membentuk dan mendukung soket gigi, secara anatomis tidak ada batas yang jelas

antara tulang alveolar dengan maksila maupun mandibula. Bagian tulang alveolar

yang membentuk dinding soket gigi disebut alveolar proprium. Alveolar proprium

didukung oleh bagian tulang alveolar lainnya yang dikenal dengan nama tulang

alveolar pendukung. Tulang alveolar membentuk soket yang mendukung dan

melindungi akar gigi.5

Secara anatomis tulang alveolar dibagi menjadi dua bagian, yang pertama yaitu

alveolar proprium yang merupakan lapisan tipis tulang yang mengelilingi akar dan

memberikan tempat perlekatan bagi ligamentum periodonsium, tulang ini disebut

juga sebagai lamina dura atau plat kribriform. Bagian kedua yaitu tulang alveolar

pendukung yang merupakan bagian prosesus alveolar yang mengelilingi tulang

alveolar proprium dan memberi dukungan terhadap soket. Tulang alveolar

49
pendukung terdiri dari dua bagian yaitu tulang kompakta yang terdapat pada bagian

vestibular dan oral presesus alveolar serta tulang kanselus (tulang spongiosa) yang

terletak di antara tulang alveolar proprium dan tulang kortikal.24

2.12. Gambaran klinis gingiva normal

Gambaran klinis gingiva sangat diperlukan sebagai dasar untuk mengetahui

perubahan patologis yang terjadi pada gingiva yang terjangkit penyakit. Gingiva

merupakan jaringan periodonsium yang paling umum digunakan dalam mengukur

tingkatan suatu penyakit periodonsium karena gingiva merupakan jaringan terluar

yang paling rentan berkontak langsung dengan faktor- faktor yang menyebabkan

penyakit misalnya plak, kalkulus, dan faktor lainnya.22

Untuk mengetahui adanya suatu kelainan pada jaringan periodonsium dapat

diketahui dari perubahan yang terjadi pada gingiva, perubahan ini diantaranya seperti

perubahan pada warna gingiva, besar gingiva, kontur gingiva, konsistensi, tekstur,

hingga kecenderungan perdarahan pada saat dilakukan palpasi maupun probing pada

soket gingiva. Untuk menentukan gambaran klinis dari gingiva yang sehat dapat

dilakukan dengan melihat beberapa bagian pada gingiva, diantaranya yaitu22,24,25 :

Gambar 2.11. Gingiva normal


(Sumber: Newman MG, Klokkevold PR, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical
Periodontology 11th ed. Missouri : Saunders ; 2012)

50
1. Warna gingiva

Warna gingiva normal umumnya merah jambu (pink coral). Hal ini disebabkan

oleh adanya pasokan darah, tebal, dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel- sel

pigmen. Warna ini bervariasi untuk setiap orang dan erat hubungannya dengan

pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada individu

berkulit gelap. Pigmentasi pada gingiva cekat berkisar dari cokelat sampai hitam.

Warna pigmentasi pada mukosa alveolar lebih merah karena mukosa alveolar tidak

mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.

2. Besar gingiva

Besar gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan pasokan

darah. Ukuran dari gingiva menunjukkan jumlah total dari elemen seluler dan

intraseluler yang dimiliki serta suplai vaskularnya. Ketebalan dari gingiva rata- rata

sekitar 0,25- 0,5 mm. Apabila terdapat perubahan pada ukuran dari gingiva maka

menunjukkan adanya penyakit periodontal.

3. Kontur gingiva

Kontur dan besar gingiva sangat bervariasi, hal ini terjadi karena kontur gingiva

melekat pada permukaan gigi individu sehingga bentuknya tergantung pada bentuk

dan kesejajaran dalam lengkung gigi, lokasi, dan bentuk pada daerah kontak

promksimal serta luas embrasure gingiva sebelah fasial dan lingual. Selain itu,

kontur gingiva juga tergantung dari kontur sementoenamel junction gigi.

4. Konsistensi

Konsistensi pada gingiva normal adalah padat dan kenyal serta melekat erat pada

tulang alveolar. Adanya kepadatan pada bagian gingiva disebabkan oleh berbagai

hal, diantaranya karena didukung oleh adanya susunan lamina propia secara alami

51
dan hubungannya dengan mucoperiosteum tulang alveolar. Pada bagian marginal

gingiva, kepadatannya disebabkan karena adanya serat- serat kolagen.

5. Tekstur

Tekstur dari permukaan gingiva menyerupai kulit jeruk yang lembut dan tampak

tidak beraturan yang umumnya disebut dengan istilah stipling. Stipling ini

merupakan bentuk spesialisasi atau penguatan adaptif terhadap fungsi gingiva.

Apabila didapati stipling pada gingiva yang telah menghilang atau berkurang maka

hal tersebut berkaitan dengan adanya penyakit gingiva. Pada awal masa erupsi gigi

permanen, stipling akan berbentuk seperti bergerombol.

6. Kecenderungan pendarahan pada palpasi dan probing pada tekanan lembut

Gingiva yang sehat tidak akan berdarah pada saat sonde/ probe periodontal

dimasukkan ke dalam sulkus dengan hati- hati, atau bila gingiva bebas dipalpasi

dengan jari. Sulkus gingiva dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tidak berkeratin.

Dasar sulkus terbentuk dari perlekatan koronal dari epitelium jungsional. Epitelium

sulkus diibaratkan sebuah membran semipermeabel yang dapat dilalui bakteri dan

produk metabolitnya yang berbahaya dapat memasuki jaringan gingiva sehingga

cairan sulkus gingiva merembes masuk ke dalam sulkus.

2.13. Gambaran mikroskopik gingiva

Pada gambaran mikroskopik, anatomi gingiva dibangun oleh stratified squamous

epithelium seperti halnya epitelium kulit. Epitelium gingiva dibagi menjadi tiga

bagian yaitu epitelium oral, epitelium sulkular, dan epitelium jungsional. Epitelium

oral adalah epitelium yang menutupi permukaan luar dari gingival (gingiva bebas

dan cekat) dan meluas dari gingival margin sampai pertautan mukogingival.

52
Permukaan luar dari epitel ini ditutupi oleh keratin. Epitelium ini terdiri atas stratum

korneum, stratum granulosum, stanum spinosum, dan stratum basale. Epitelium

memiliki bagian yang menonjol ke bagian jaringan pengikat yang disebut papila,

dengan adanya jaringan pengikat ini maka bagian epitelium yang tidak mempunyai

sistem pembuluh darah dapat memperoleh pasokan darah yang lebih banyak dari

jaringan pengikat yang ada di bawahnya.22

Sel- sel lain yang terdapat dalam epitelium adalah limfosit, kadang- kadang

dijumpai sel plasma dari leukosit polimorfonuklear. Selain itu terdapat sel- sel

dendrit seperti sel langerhans dan melanosit. Melanosit akan membentuk granulo

melanin yang dikirim ke sel basal sehingga mengakibatkan sel basal mengalami

pigmentasi.22

Jaringan pengikat gingiva merupakan jaringan pengikat padat yang terdiri atas

serat kolagen dan sedikit serat elastik. Serat- serat retikuler beramifikiasi diantara

serat kolagen dan meneruskan diri dengan retikular pada dinding pembuluh darah.

Lapisan lamina propianya akan langsung melekat pada periosteum tulang alveolar.23

Seperti halnya gingiva, bagian luar marginal gingiva terdiri atas tratified

epithelium yang mengandung keratin, parakeratin, serta dijumpai adanya rete pegs.

Permukaan luar epitelium ini akan melanjutkan diri dengan epitelium gingiva cekat

sedangkan pada bagian dalamnya tidak mengandung keratin.23

Marginal gingiva membentuk dinding jaringan lunak sulkus gingiva dan

terhubung dengan gigi pada dasar sulkus melalui epithelial attachment. Epitelium

pada sulkus gingiva tidak mengandung keratin serta tidak sampai ke batas koronal

epitelial attachment. Epitelium ini sifatnya permeabel sehingga produk

53
mikroorganisme dapat menembus ke gingiva, demikian pula cairan gingiva dapat

merembes ke sulkus gingiva.5

Epitelium jungsional dimulai dari dasar sulkus dan menghubungkan gingiva ke

arah permukaan gigi. Panjang epitelium jungsional berkisar antara 0,71- 1,35 mm,

ketebalannya terdiri atas 15- 30 sel pada daerah mahkota dan 4-5 sel ke arah apikal.

Epitelium jungsional tidak mengandung keratin sehingga kurang efektif dalam fungsi

perlindungan. Pada daerah ini bakteri atau produk bakteri mudah masuk ke dalam

jaringan gingiva.22

2.14. Klasifikasi penyakit jaringan periodonsium pada anak

Penyakit periodontal dapat diklasifikasikan sebagai gingivitis maupun

periodontitis yang terjadi sebagai akibat adanya plak, bakteri, atau kalkulus pada

supragingiva. Pada umumnya penyakit periodontal bermula sebagai gingivitis dan

hanya pada beberapa individu akan berlanjut menjadi periodontitis.23

Penyakit periodontal pada anak- anak dan remaja dapat terbatas pada jaringan

gingiva atau berupa rusaknya jaringan periodonsium dan dalam beberapa kasus dapat

menyebabkan hilangnya gigi. Gingivitis merupakan kejadian umum pada anak- anak

yang berusia 5 tahun, terutama terjadi sekitar usia remaja yang mempengaruhi lebih

dari 80% anak muda sementara populasi tersebut hampir seluruhnya mempunyai

pengalaman gingivitis.21

Periodontitis biasanya disertai dengan gingivitis dan mengakibatkan kerusakan

ireversibel pada jaringan pendukung di sekitar gigi termasuk tulang alveolar, bentuk

parahnya seperti agresif periodontitis yang menyebabkan kerusakan periodonsium

selama masa kanak- kanak. Penyakit periodontal terjadi pada usia berapapun dan

54
prosesnya terjadi secara lambat. Tahap awal umumnya terjadi pada usia remaja, oleh

sebab itu sangat penting untuk mengenali masalah periodontal serta memperhatikan

kesehatan gigi dan mulut anak untuk mencapai keadaan mulut yang sehat dimasa

dewasa. Ada berbagai macam bentuk penyakit jaringan periodonsium yang dapat

ditemukan pada anak- anak, diantaranya yaitu12,21,23,26 :

1. Gingivitis Kronis

Gingivitis kronis adalah infeksi periodontal yang paling umum pada anak- anak

dan remaja. Gingivitis kronis dapat disebabkan oleh induksi plak, hormon steroid

terkait gingivitis, obat berlebih yang dapat mempengaruhi keadaan pada gingiva,

serta beberapa faktor lainnya. Temuan awal klinis pada gingivitis mencakup

kemerahan dan pembengkakan pada bagian marginal gingiva dan biasanya

mengalami perdarahan. Setelah dilakukan pemeriksaan, kondisi tersebut terus

berlangsung dan jaringan yang awalnya edematous dapat menjadi lebih fibrois.

Kedalaman probing dapat terjadi dan betambah jika hipertrofi atau hiperplasia terjadi

secara signifikan.

Ada banyak klasifikasi gingivitis kronis pada anak- anak yang saat ini

digunakan, diantaranya yaitu gingivitis marginalis kronis yaitu peradangan gusi pada

daerah margin gingiva, eruption gingivitis yang merupakan gingivitis pada sekitar

gigi yang sedang erupsi, selain itu ada juga gingivitis yang terjadi karena karies dan

loose teeth, gingivitis karena maloklusi dan malposisi, gingivitis karena alergi, serta

gingivitis yang terjadi karena resesi gusi akibat sikat gigi dan alat ortodontik.

2. Agresif Periodontitis

Gambaran utama dari agresif periodontitis adalah hilangnya perlekatan gingiva

yang cepat dan kehilangan tulang secara agresif. Agrsif periodontitis dapat berupa

55
localized ataupun generalized. Pada localized agresif periodontitis, pasien

mengalami kehilangan perlekatan interproksimal pada kurang lebih dua gigi geraham

pertama permanen dan gigi seri dengan kehilangan perlekatan tidak lebih dari dua

gigi selain gigi geraham pertama dan gigi seri, sedangkan pada generalized agresif

periodontitis, gambaran klinis pasien menunjukkan gambaran umum seperti

kehilangan perlekatan interproksimal kurang lebih tiga gigi dan tidak menutup

kemungkinan terjadi pada geraham pertama dan gigi seri.

Localized agresif periodontitis dapat terjadi pada anak- anak dan remaja tanpa

bukti klinis penyakit sistemik dan ditandai oleh hilangnya tulang alveolar yang parah

disekitar gigi permanen. Perkiraan prevalensi terjadinya localized agresif

periodontitis pada populasi remaja kondisinya beragam berkisar dari 0,1% - 15%.

Bakteri yang sangat virulen dan menjadi etiologi terhadap terjadinya agresif

periodontitis adalah Actinobacillus actinomycetemcomitans berkombinasi dengan

spesies Bacteroides.

3. Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis merupakan penyakit peradangan pada jaringan

periodonsium yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva yang

dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva dan berlanjut ke struktur jaringan

penyangga gigi yaitu sementum, ligamentum periodontal, dan tulang alveolar.

Keadaan ini mengakibatkan hilangnya perlekatan gingiva, kerusakan tulang alveolar

yang dalam, terjadi pembentukan poket periodontal, dan kegoyangan gigi yang

mengakibatkan tanggalnya gigi.

Periodontitis kronis paling umum terjadi pada orang dewasa namun tidak

menutup kemungkinan terjadi pada anak- anak dan remaja. Hal ini dapat berupa

56
localized yaitu kurang dari 30% dari gigi yang terkena ataupun generalized yaitu

lebih besar dari 30% gigi yang terkena dan ditandai oleh laju perkembangan dari

lambat sampai sedang yang mungkin termasuk periode kehancuran tulang alveolar

yang cepat. Selain itu, tingkat keparahan penyakit dapat bersifat ringan yaitu 1-2 mm

kehilangan perlekatan klinis, sedang apabila 3-4 mm kehilangan perlekatan klinis,

dan berat bila lebih 5 mm kehilangan perlekatan serta keadaan klinis tampak parah.

4. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik

Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik dapat mempengaruhi

penderita diabetes melitus yang bergantung pada hormon insulin (Insulin Dependent

Mellitus/IDDM), sindrom papillon, Hypophosphatasia, Neuropenia, Sindrom

Chediak-Higashi, Leukimia, Hystiocytosis X, Acrodynia, Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS), Sindrom Down, dan defisiensi adhesi leukosit. Area subgingival

terdapat bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans dan Capnocytophaga sp.

Pada anak- anak yang menderita AIDS dapat terserang dalam bentuk Acute

Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) namun tidak ada laporan pasien anak pre-

pubertal yang menderita AIDS dengan kehilangan tulang alveolar.

Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik pada anak adalah penyakit

langka yang sering dimulai antara waktu gigi primer erupsi sampai dengan usia 4

atau 5 tahun. Periodontitis terjadi dalam bentuk localized dan generalized. Dalam

bentuk localized bagian yang terkena menunjukkan kehilangan tulang yang cepat dan

inflamasi minimal pada gingiva, sedangkan dalam bentuk generalized ada

kehilangan tulang yang cepat sekitar hampir semua gigi dan ditandai dengan

inflamasi gingiva. Peningkatan patogen yang diduga terjadi terdiri dari

57
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotellaintermedia, Eikenella corrodens,

dan Capnocytophaga sputigena.

5. Necrotizing Periodontal Disease

Dua temuan yang paling signifikan dalam mendiagnosis Necrotizing Periodontal

Disease (NDP) adalah adanya nekrosis pada interproksimal dan ulserasi dengan

perkembangan yang cepat seperti nyeri pada gingiva. Pasien dengan NDP sering

terjadi demam. NDP menghasilkan bakteri dengan level tinggi seperti Spirochetes

dan Prevotella intermedia, dimana invasi jaringan oleh Spirochetes telah terbukti

terjadi. Pada anak- anak, faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya NDP adalah

infeksi virus (HIV), malnutrisi, stres emosional, kurang tidur, dan berbagai penyakit

sisitemik. Pengobatan melibatkan debridemen mekanik, instruksi kebersihan mulut,

dan tindakan perawatan lanjutan. Debridemen dengan ultrasonik telah terbukti sangat

efektif dan berhasil menyebabkan penurunan gejala penyakit. Jika pasien demam,

antibiotik dapat menjadi tambahan penting terhadap terapi. Antibiotik yang diberikan

dapat berupa metronidazole dan penisilin yang telah dianjurkan sebagai obat pilihan.

2.15. Etiologi penyakit periodonsium

Infeksi endodontal dan periodontal berhubungan dengan mikroflora kompleks

dimana kira- kira terdapat 200 spesies di bagian apikal penyakit periodontitis dan

lebih dari 500 spesies di bagian marginal penyakit periodontitis yang telah

ditemukan. Infeksi ini didominasi oleh bakteri anaerob dan paling banyak bakteri

gram negatif. Periodontitis disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di plak gigi,

dimana level bakteri dapat menjangkau hingga lebih dari 10 mikroorganisme per mg

terhadap plak gigi, dan terdapat 10 spesies yang teridentifikasi bersifat patogen pada

58
penyakit periodontitis seperti bakteri gram negatif. Beberapa bakteri gram negatif

yang terdapat pada periodontitis yaitu Actinobacillus actinomycetemcomitans,

Prophyromonas gingivalis, dan Bacteroides forsythus.12

Faktor penyabab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor

lokal (eksintrik) dan faktor sistemik (insintrik). Faktor lokal merupakan faktor

penyebab yang berada di lingkungan sekitar gigi sedangkan faktor sistemik

dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. Kerusakan tulang dalam

penyakit periodontal disebabkan oleh faktor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma

dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi

gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma

dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar.23

2.15.1 Faktor lokal penyakit periodonsium

Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium

dimana penyakit periodontal diakibatkan oleh faktor ekstrinsik yang tidak berkaitan

dengan sistem kerja organ tubuh. Faktor lokal penyebab penyakit periodontal ini

bekerja dengan mempengaruhi secara langsung jaringan periodonsium yang ada.

Beberapa faktor lokal penyebab terjadinya penyakit periodonsium yaitu5,22,23 :

1. Plak bakteri

Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat

erat pada permukaan gigi serta gingiva dan terjadi apabila seseorang mengabaikan

kebersihan mulut. Berdasarkan letaknya, plak dibagi menjadi dua bagian yaitu supra

gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub gingiva yang berada pada

bagian apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah

59
sulkus gingiva mempermudah terjadinya kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit

periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri

bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak

langsung dengan jalan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh, mengurangi

pertahanan jaringan tubuh, dan menggerakkan proses immuno patologi.

2. Kalkulus

Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang mengalami

pengapuran serta terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus

merupakan pendukung penyabab terjadinya gingivitis dan dapat dilihat bahwa

inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan. Faktor

penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral serta

melekat pada permukaan kalkulus dan mempengaruhi gingiva secara tidak langsung.

3. Impaksi makanan

Impaksi makanan terjadi akibat tekanan penumpukan makanan dan merupakan

keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang

berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga tempat

terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self

cleansing yang tinggi. Tanda- tanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi

makanan yaitu perasaan tertekan pada daerah proksimal, adanya inflamasi pada

daerah yang terlibat serta sering berbau, dan terjadi rasa sakit yang tidak menentu.

4. Bernafas lewat mulut

Kebiasaan bernafas lewat mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk yang

sering dilakukan oleh anak- anak, hal ini sering dijumpai secara permanen atau

sementara. Dikatakan permanen apabila anak mengalami kelainan saluran

60
pernafasan, bibir, rahang, dan juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu lama,

hal ini juga terjadi pada penderita pilek dan beberapa anak dengan gigi depan atas

protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir. Semua keadaan tersebut

menyebabkan visikositas (kekentalan) saliva dan akan bertambah pada permukaan

gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva menjadi berkurang, populasi bakteri

bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan

terjadinya penyakit periodonsium.

5. Sifat fisik makanan

Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat

lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit pengunyahan

dan menyababkan debris mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai

sarang bakteri serta memudahkan pembentukan kalkulus. Makanan yang mempunyai

tekstur keras dan kaku dapat menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur

dengan saliva. Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa melainkan

dikulum di dalam mulut sampai lunak dan bercampur dengan saliva atau makanan

cair. Makanan yang baik untuk gigi adalah yang mempunyai sifat self cleansing dan

berserat, yaitu makanan yang dapat membersihkan gigi dan jaringan mulut secara

lebih efektif misalnya sayuran mentah yang segar, buah- buahan, dan ikan yang

sifatnya tidak melekat pada permukaan gigi.

6. Iatrogenik dentistry

Iatrogenik dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter

gigi yang tidak hati- hati dan teliti sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan

jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi

misalnya ketika melakukan preparasi klas II amalgam, preparasi bagian proksimal,

61
dan juga kesalahan pemasangan alat fungsional seperti space maintainer, hal- hal

tersebut dapat menyababkan kerusakan jaringan periodontal bila tidak berhati- hati

dalam pengerjaannya. Adaptasi atau kontak yang salah juga dapat menyababkan

terjadi penyakit periodontal. Penyingkiran kalkulus baik menggunakan alat manual

maupun eletrik juga harus berhati- hati karena dapat menimbulkan kerusakan

jaringan gingiva.

7. Trauma dari oklusi

Trauma dari oklusi dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium.

Tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi.

Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu perubahan tekanan

oklusal misalnya adanya gigi yang elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti,

kebiasaan buruk seperti bruxism, dan berkurangnya kapasitas periodonsium untuk

menahan tekanan oklusi serta kombinasi keduanya.

2.15.2. Faktor sistemik

Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia, serta fisik dapat diperberat

oleh keadaan sistemik. Metabolisme jaringan membutuhkan mineral- mineral seperti

hormon, vitamin, nutrisi, dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu

maka dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan

dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel- sel untuk penyembuhan.

Adanya gangguan keseimbangan tersebut dapat memperberat atau menyebabkan

kerusakan jaringan periodontal. Adapun beberapa faktor sistemik yang berperan

dalam menyebabkan penyakit pada jaringan periodonsium yaitu12,23 :

62
1. Demam tinggi

Pada anak- anak sering terjadi penyakit periodontal selama menderita demam

tinggi misalnya disebabkan oleh influenza atau batuk yang parah, hal ini karena anak

yang sakit tidak dapat membersihkan rongga mulutnya secara optimal dan makanan

yang diberikan biasanya berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva serta debris

berkumpul pada mulut dan menyebabkan mudahnya terbentuk plak yang

menyebabkan terjadinya penyakit periodontal.

2. Defisiensi vitamin

Diantara banyak penyakit, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan

periodontal karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi

vitamin C sebenarnya tidak menyebabkan penyakit periodontal tetapi adanya iritasi

lokal menyebabkan jaringan kurang dapat mempertahankan kesehatan jaringan

tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi.

3. Drugs atau obat- obatan

Obat- obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anak-

anak yang menderita epilepsi yang mengkonsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin

(dilatin). Dilatin bukan penyabab langsung penyakit jaringan periodontal akan tetapi

hiperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit bila dikonsumsi secara rutin

dan dalam waktu yang lama.

4. Hormonal

Faktor hormonal dapat menyebabkan penyakit periodontal, hal ini kebanyakan

ditemukan pada wanita dibanding pria. Pada wanita hamil, gusi menjadi lebih sensitif

disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon yang meningkatkan aliran darah ke gusi.

63
Selain itu, peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat

memperparah inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal seperti plak yang

menjadi pemicu timbulnya penyakit periodontal.

2.16. Pengaruh alat fungsional terhadap kesehatan gingiva

Perawatan dengan alat fungsional umumnya dilakukan selama masa anak- anak.

Klinisi membagi opini mengenai hubungan perawatan alat fungsional dengan kondisi

periodontal. Beberapa peneliti menyatakan tidak terdapat kerusakan periodontal

permanen akibat dari perawatan piranti dengan alat yang dipasang secara cekat,

sedangkan peneliti lain meyakini perawatan dengan alat fungsional kemungkinan

menyebabkan kerusakan periodontal pada tahap gingivitis kronis. Hubungan antara

perawatan dan penyakit periodontal mungkin terjadi jika komponen alat memberi

kontribusi pada akumulasi plak dan kesulitan pembersihan plak subgingiva.19

Pada penderita gingivitis yang menggunakan piranti cekat sangat penting untuk

menjaga dan meningkatkan kebersihan gigi dan mulut, mengingat komponen-

komponen piranti yang melekat pada gigi memudahkan terbentuknya akumulasi plak

pada daerah tersebut. Adanya bakteri dalam rongga mulut merupakan flora normal

dalam keadaan seimbang pada pasien yang tidak menggunakan alat fungsional,

namun pada pasien pemakai piranti cekat keadaannya menjadi berbeda. Alat-alat

yang terdapat dalam rongga mulut, seperti band, loop, archwire, dan plat akrilik

menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang biak. Bakteri akan bertambah banyak

apabila penderita kurang merawat kebersihan gigi dan mulut, selain itu tekanan pada

gigi ke arah apikal dapat mengakibatkan dislokasi plak supragingiva dan

meningkatkan resiko penyakit periodontal.4

64
Penggunaan piranti space maintainer cekat menyebabkan peningkatan

mikroorganisme pada daerah sekitar band dan loop. Hampir seluruh pasien piranti

cekat akan mengalami gingivitis selama perawatan. Anak- anak merupakan pasien

yang lebih sering mengalami gingivitis lebih parah selama jalannya perawatan.19

2.17. Indeks pengukuran

Indeks pengukuran dibutuhkan untuk mengevaluasi suatu kelainan pada jaringan

periodonsium. Dokter gigi melakukan pemeriksaan pada gusi atau jaringan

periodontal dengan menggunakan alat yang disebut probe periodontal. Alat ini

digunakan untuk mengukur kedalaman sulkus gusi. Kedalaman sulkus gusi yang

normal berkisar antara 0-3 mm, apabila seseorang mengalami gingivitis maupun

periodontis maka kedalaman sulkus bertambah dan membentuk poket.5

Beberapa indeks sederhana yang biasa digunakan peneliti untuk mengukur status

periodontal seseorang yaitu indeks gingiva oleh Loe and Silness (GI), Papilla

Bleeding Index (PBI), dan Periodontal Disease Index (PDI).

2.17.1. Indeks Gingiva

Indeks gingiva oleh Loe and Silness digunakan untuk memeriksa keparahan

gingivitis. Gingival indeks digunakan untuk mengevaluasi kasus gingivitis

berdasarkan inspeksi visual dari gingiva dengan melihat adanya pembengkakan,

warna gingiva, dan tanda yang paling penting adalah perdarahan. Menurut metode

ini, keempat area gusi pada masing- masing gigi (fasial, mesial, distal, dan lingual)

dinilai tingkat peradangannya dan diberi skor 0 sampai 3.5

Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gusi pada bagian

dalam saku gusi dengan probe periodontal kira- kira kurang lebih 1-2 mm dari

65
margin gingiva. Skor keempat area selanjutnya dijumlahkan dan dibagi empat, dan

akan menjadi skor gingival untuk gigi yang bersangkutan. Dengan menjumlahkan

seluruh skor gigi dan dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka akan didapat

skor gingival indeks seseorang. Untuk lebih mempermudah penilaian, Loe and

Sillness membagi kriteria penilaian gingivitis berdasarkan skor. Adapun kriteria

penilaian indeks gingiva menurut Loe and Silness yaitu5 :

Skor 0 : tidak terdapat inflamasi/ gingiva normal.

Skor 1 : inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, tidak terjadi perdarahan

sewaktu dilakukan probing.

Skor 2 : inflamasi sedang, gingiva mengkilap, warna kemerahan, bengkak

dan hipertrofi, perdarahan sewaktu dilakukan probing.

Skor 3 : inflamasi parah, warna kemerahan dan hipertrofi yang tampak jelas,

kecenderungan berdarah spontan.

Gambar 2.12. Hasil probing menunjukan a. Gingiva normal, b. Gingivitis


(Sumber: Newman MG, Klokkevold PR, Takei HH, Carranza FA. Carranza’s Clinical
Periodontology 11th ed. Missouri : Saunders ; 2012)

66
2.17.2. Papilla Bleeding Index (PBI)

Papilla Bleeding Indeks (PBI) dikembangkan untuk digunakan di klinik pribadi

dan tidak untuk penelitian epidemiologis. Indeks ini merupakan indikator yang

sensitif untuk mengetahui keparahan peradangan gusi seseorang. Pengukuran PBI

tidak memerlukan waktu lama karena hanya mengukur daerah papila pada gigi.22

Probing dilakukan pada keempat kuadran, pada kuadran pertama yang diperiksa

hanya di bagian palatal, pada kuadran kedua yang diperiksa bagian fasial/bukal, pada

kuadran ketiga diperiksa bagian lingal, dan pada kuadran keempat diperiksa bagian

fasial/bukal. Pemeriksaan dilakukan dengan jalan menelusuri sulkus menggunakan

probe yang tidak tajam dengan tekanan jari ringan mulai dari dasar papila hingga ke

puncaknya dari distal ke mesial. Saat satu kuadran telah lengkap dilakukan probing

selanjutnya intensitas perdarahannya dinilai dalam skor baru kemudian dicatat dalam

chart PBI. Jumlah seluruh skor menunjukkan jumlah perdarahan, PBI dihitung

dengan cara membagi jumlah perdarahan dengan total papila yang diperiksa. Adapun

nilai skor perdarahan pada pemeriksaan Papilla Bleeding Index yaitu22 :

Skor 1 : Jika ditemukan perdarahan pada satu titik setelah dilakukan probing

Skor 2 : Jika ditemukan garis perdarahan atau beberapa titik perdarahan pada

beberapa tempat

Skor 3 : Segitiga papila menjadi berdarah setelah probing

Skor 4 : Terlihat perdarahan yang nyata. Segera setelah probing darah mengalir

ke arah interdental dan menutupi bagian gigi atau gusi.

2.17.3. Periodontal Disease Index (PDI)

Pada pengukuran Periodontal Disease Index, tidak semua gigi dilakukan

pengukuran, namun hanya enam gigi terpilih yang termasuk Ramfjord Teeth yang

67
dianggap dapat mewakili keseluruhan gigi dalam rongga mulut. Keenam gigi

tersebut yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44. Jika salah satu gigi indeks tersebut

tidak ada, misalnya pada anak- anak yang gigi premolarnya belum erupsi maka

dilakukan penggantian dengan cara menentukan gigi tetangga yang lebih ke distal.5

Periontal Disease Index menilai gingivitis dan hilangnya perlekatan jaringan

periodonsium, masing- masing dikategorikan dalam tiga tingkatan. Untuk

periodontitis dengan skor 4, 5, dan 6 tidak ditentukan dengan mengukur kedalaman

poket tetapi yang diukur adalah hilangnya perlekatan dari pertautan sementoemail

hingga ke dasar poket. Periodontal Disease Index seseorang adalah jumlah seluruh

skor gigi dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Ada dua aspek pada pengukuran

ini yang sering digunakan yaitu pemilihan gigi indeks menurut Ramfjord dan

pengukuran hilangnya perlekatan serat periodontal. Adapun kriteria dari PDI yaitu5 :

Skor

0 Tidak ada peradangan, tidak ada perubahan pada gingiva

Kondisi gingiva

1 Gingivitis ringan sampai sedang pada beberapa lokasi margin gusi

2 Gingivitis ringan sampai sedang menyeluruh pada margin gusi

Gingivitis berat ditandai dengan warna gusi merah terang, perdarahan, dan
3
ulserasi

Kondisi periodontal

4 Hilangnya perlekatan lebih dari 3 mm, diukur dari pertautan sementoemail

5 Hilangnya perlekatan antara 3-6 mm

6 Hilangnya perlekatan lebih dari 6 mm

68
2.18. Penanganan penyakit periodontal pada anak

Dasar dari perawatan penyakit periodontal adalah untuk menghilangkan

penyakit yang sudah ada dan mencegah kembalinya penyakit tersebut dengan

menggunakan berbagai cara perawatan yang sesuai. Tindakan skeling, root planing,

serta tindakan pembersihan rongga mulut dengan baik dapat memperbaiki keadaan

peradangan dan poket periodontal, namun pada beberapa pasien walaupun telah

dilakukan perawatan dengan baik serta pembersihan rongga mulut, masih tetap

terlihat adanya sisa poket yang akan mengalami perdarahan saat probing.23

Tujuan utama dari penanganan penyakit periodontal pada anak adalah untuk

membantu dalam melestarikan kondisi kesehatan serta fungsi normal dari rongga

mulut dan jaringan di sekitarnya, selain itu penanganan sejak dini diharapkan dapat

menahan penyakit periodontal terhadap kerusakan yang terjadi diusia dewasa. Jika

penyakit jaringan periodonsium sudah terjadi maka banyak langkah penanganan

yang dapat dilakukan yang berfungsi memperlambat proses kerusakan jaringan

maupun mengembalikan kondisi dari jaringan periodonsium. Adapun berbagai

penanganan penyakit periodontal yang dapat dilakukan yaitu11,21,23 :

1. Terapi Awal

Istilah terapi awal merupakan gambaran berbagai prosedur yang digunakan

untuk mencapai kesehatan jaringan periodonsium. Setiap pasien harus menjalani fase

terapi awal yang biasanya memiliki prosedur klinis sederhana serta seringkali

menjadi satu-satunya pengobatan yang diperlukan untuk mengatasi penyakit

gingivitis ataupun periodontitis.

Tindakan awal dari terapi ini yaitu menginformasikan pada pasien tentang

penyakit periodontal dan pengobatannya. Pada pasien anak semua informasi dapat

69
disampaikan ke orangtua atau kerabat terdekatnya. Selanjutnya intruksikan mengenai

kebersihan mulut, termasuk penggunaan sikat gigi atau alat bantu lainnya untuk

membersihkan interdental gigi. Selain itu juga dapat dilakukan kuretase plak dan

kalkulus pada bagian sub gingival serta terakhir dapat diresepkan obat- obatan

khusus misalnya tetracycline atau metronidazole.

2. Informasi dan Motivasi

Pemeliharaan dan pemulihan kesehatan periodontal dapat dilakukan, namun

tujuan ini hanya akan tercapai jika melalui upaya kerja sama yang baik antara dokter

gigi dan pasien. Pasien harus tertarik dalam menjaga kesehatan rongga mulutnya dan

harus mengetahui perlunya suatu pengobatan. Motivasi yang diberikan pada pasien

dapat diterima tergantung dari beberapa faktor termasuk status sosial ekonomi,

kepribadian, pola perilaku, penilaian pasien sendiri, serta kesehatan tubuh.

Persyaratan yang paling penting untuk motivasi pasien adalah hubungan saling

percaya antara pasien dan dokter gigi, hal ini dapat dilakukan dengan kerja sama

yang baik terhadap pendamping pasien anak seperti saudara, orangtua, ataupun

kerabat pasien anak.

3. Home care oleh pasien

Kontrol plak oleh pasien tetap menjadi tindakan penting dari pencegahan dan

pengobatan penyakit periodontal. Tanpa melanjutkan perawatan di rumah oleh

pasien, semua upaya praktisi dan tambahan dalam pengobatan periodontitis akan

menjadi tidak maksimal, lebih penting lagi keberhasilan yang dicapai akan

berlangsung sementara. Aspek penting dari perawatan di rumah pasien adalah

pengurangan jumlah plak pada margin gingiva. Pijatan pada gingiva yang terjadi

selama menyikat gigi adalah kepentingan sekunder tetapi dapat bermanfaat dari

70
sudut pandang physiotherapeutic. Dalam beberapa kasus khusus, perawatan di rumah

oleh pasien dapat didukung melalui penggunaan anti plak larutan kumur chlorhexidin

untuk jangka waktu yang terbatas.

4. Sikat gigi

Sikat gigi digunakan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan dari

permukaan gigi baik bagian oklusal maupun fasial rongga mulut. Tidak ada sikat gigi

yang ideal dalam hal bentuk dan ukuran tetapi dalam pengobatan penyakit

periodontal sikat gigi manual dengan kepala pendek, lurus, dan bulu lembut sangat

baik untuk digunakan karena teksturnya tidak merusak jaringan lunak maupun

jaringan keras. Selain itu, tangkai sikat harus nyaman dipegang dan stabil, pegangan

sikat harus lebar dan cukup tebal, kepala sikat jangan terlalu besar dalam hal ini

untuk anak- anak 15-24 mm x 8 mm. Jika molar kedua sudah erupsi maksimal

besarnya 20 mm x 7 mm, dan untuk anak balita 18 mm x 7 mm.

5. Kebersihan interdental gigi

Gingivitis dan periodontitis umumnya lebih parah di daerah interdental

dibandingkan pada permukaan fasial rongga mulut. Karies juga lebih sering terjadi

pada permukaan interproksimal dari pada permukaan fasial gigi. Pada kasus- kasus

gigi berjejal maupun gingivitis, penggunaan benang gigi (dental floss) harus

diajarkan dan dipraktekkan. Jika daerah interdental terbuka, misalnya setelah selesai

terapi periodontal, penggunaan sikat interdental cocok untuk digunakan dengan

syarat ukurannya harus sesuai dengan ukuran ruang interdental yang ada.

6. Kontrol plak dengan chlorhexidine

Penghilangan plak oleh pasien atau dokter gigi dengan menggunakan cara

mekanis tidak pernah benar- benar efektif, karena itu selama beberapa dekade tujuan

71
dari penelitian gigi telah menemukan solusi pembilasan yang akan menghambat

pembentukan plak. Dengan diperkenalkannya chlorhexidine oleh Davies, agen

kemoterapi topikal tersedia menjadi pengendalian plak secara kimia. Penggunaan

Chlorhexidine harus dilakukan hanya dalam jangka waktu yang singkat.

7. Profesional care

Pasien tidak dapat meningkatkan kebersihan mulutnya apabila persyaratan untuk

kebersihan yang baik tidak diciptakan. Profesional care seperti penghapusan

kalkulus, deposit plak, stain, serta root planing penting untuk dilakukan. Untuk

debridement supragingiva dapat digunakan instrumen seperti scaler dengan berbagai

macam blade. Kuret juga harus digunakan selama prosedur, terutama di daerah

bicuspid gigi molar dan saat pengangkatan kalkulus pada bagian sub gingiva. Setelah

pengangkatan kalkulus, selanjutnya dilakukan tindakan pemolesan menggunakan

pasta profilaksis. Poles dari bagian mahkota hingga permukaan gingiva, lakukan

dengan hati- hati dan bagian sulkus gingiva harus terkena menyeluruh saat diirigasi.

72
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka konsep penelitian

Spece Maintainer Kesehatan Jaringan Periodonsium

Faktor Lokal Faktor Sistemik

Faktor Primer Faktor Sekunder

SM Cekat Plak Bakteri Bad Habbit

Debris

SM Lepasan Kalkulus Iatrogenik

Keadaan Jaringan Periodonsium


Pengguna Space Maintainer

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

73
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian berdasarkan :

a. Ruang lingkup penelitian : Lapangan

b. Waktu penelitian : Transversal

c. Substansi : Dasar

d. Hubungan antar variabel : Analitik

e. Perlakuan : Observasional

4.2. Desain penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study.

4.3. Tempat dan waktu penelitian

4.3.1. Tempat penelitian

Klinik Ilmu Kedokteran Gigi Anak RSGMP Universitas Hasanuddin.

4.3.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Februari- 20 Juni 2015

74
4.4. Variabel penelitian

Variabel menurut fungsinya :

1. Variabel sebab : Penggunaan space maintainer cekat dan lepasan

2. Variabel akibat : Keadaan jaringan periodonsium

3. Variabel penghubung : Proses terjadinya kelainan jaringan periodonsium

4. Variabel kendali : Tempat penelitian

5. Variabel perancu : frekuensi menyikat gigi, frekuensi skeling, penyakit

sistemik.

4.5. Definisi operasional variabel

1. Space maintainer lepasan yang dimaksud pada penelitian ini adalah alat yang

berfungsi mempertahankan ruang bagi tempat tumbuhnya gigi permanen yang

bersifat lepasan, bisa berbentuk plat akrilik dengan klamer maupun plat akrilik

dengan pontik.

2. Space maintainer cekat yang dimaksud pada penelitian ini adalah alat yang

berfungsi mempertahankan ruang bagi tempat tumbuhnya gigi permanen yang

bersifat cekat dan tidak dapat dilepas- lepas, alat ini bisa berbentuk band and

loop, crown and loop, nance appliance, distal shoe, dan lingual arch.

3. Jaringan periodonsium merupakan jaringan pendukung gigi yang terdiri dari

beberapa jaringan yaitu gingiva, sementum, ligamentum periodontal, dan tulang

alveolar.

75
4. Pengguna space maintainer adalah anak yang berusia 6- 12 tahun dan

menggunakan alat space maintainer baik cekat maupun lepasan di giginya.

5. Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi

yaitu gusi serta jaringan periodontal yang dapat diukur menggunakan indeks

gingiva Loe and Sillnes.

6. Indeks gingiva Loe and Silness adalah indeks yang digunakan untuk mengukur

keadaan jaringan periodonsium dengan menggunakan probe WHO dan terdiri

dari skor 0-3 yang masing- masing menggambarkan tingkat keparahan jaringan

periodonsium.

4.6. Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien anak di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi

Anak RSGMP Universitas Hasanuddin dan sampel dalam penelitian ini adalah pasien

anak yang menggunakan space maintainer cekat ataupun lepasan yang memenuhi

kriteria inklusi.

4.7. Kriteria sampel

4.7.1. Kriteria inklusi

1. Pasien menggunakan space maintainer cekat atau lepasan

2. Usia 6- 12 tahun.

3. Gigi permanen diarea space maintainer belum erupsi sempurna.

76
4.7.2. Kriteria eksklusi

1. Pasien sudah melepas alat space maintainer

2. Tiba-tiba partisipan menolak menjadi subjek penelitian saat proses penelitian

sedang berlangsung

4.8. Metode pengambilan sampel

Metode pangambilan sampel penelitian ini adalah purposive sampling.

4.9. Jumlah sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 27 sampel yang ditentukan berdasarkan

purposive sampling dengan pertimbangan tertentu, dimana sampel tersebut terdiri dari

pasien space maintainer cekat dan lepasan.

4.10. Prosedur penelitian

1. Peneliti menjelaskan kepada calon partisipan mengenai penelitian ini.

2. Peneliti mengisi informed consent yang berisi data diri pasien.

3. Peneliti melakukan pemeriksaan klinis kepada partisipan yang terpilih dan

bersedia menjadi sampel penelitian.

4. Kemudian peneliti melihat terdapat atau tidaknya kelainan jaringan

periodonsium di sekitar alat space maintainer

5. Jika partisipan menderita kelainan jaringan periodonsium maka dilanjutkan

dengan menentukan tingkat keparahannya mulai dari skor 0 sampai 3.

6. Mencatat hasil penelitian pada kartu status.

77
7. Selanjutnya mengisi kuesioner mengenai kebiasaan membersihkan rongga mulut

serta riwayat yang dialami setelah pemakaian space maintainer.

4.11. Alat ukur dan pengukuran

Alat ukur pada penelitian ini adalah indeks gingiva Loe and Silness. Tingkat

keparahan jaringan periodonsium dalam hal ini gingiva ditentukan dengan menggunakan

probe periodontal WHO. Kalibrasi pada probe WHO adalah 0,5, 3,5, 5,5, 8,5, dan 11,5

mm. Tingkat keparahan jaringan periodonsium dapat ditentukan berdasarkan 4 skor,

yaitu Skor 0 (Tidak ada peradangan gingiva, tidak ada perubahan warna, dan tidak ada

perdarahan); Skor 1 (Inflamasi ringan, pink coral, terdapat pembengkakan, tidak

berdarah saat probing atau terkena benda asing seperti tusuk gigi/ sikat gigi.); Skor 2

(Inflamasi sedang, kemerahan, bengkak, berdarah saat probing atau terkena benda

asing.); Skor 3 (Inflamasi berat, gingiva berwarna merah terang, bengkak, luka, dan

berdarah spontan). Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gingiva

pada bagian dalam saku gingiva dengan probe periodontal WHO, kemudian diambil

skor tertinggi dari keempat area gigi yang diperiksa, dan skor tersebut akan menjadi skor

gingival untuk gigi yang bersangkutan. Dalam penelitian ini gigi yang diperiksa

merupakan gigi yang berada disekitar alat space maintainer dan kemudian hasil skor

gingival indeks sampel dapat dihitung dengan menjumlahkan total seluruh skor gigi

dibagi dengan banyaknya gigi yang diperiksa. Rumus yang digunakan dalam

penghitungan skor gingiva yaitu :

𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐬𝐤𝐨𝐫 𝐠𝐢𝐧𝐠𝐢𝐯𝐚


𝑮𝒊𝒏𝒈𝒊𝒗𝒂 𝑰𝒏𝒅𝒆𝒌𝒔 = 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐠𝐢𝐠𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐢𝐤𝐬𝐚

78
Kriteria penilaian indeks gingiva sebagai berikut :

Kriteria Skor

Sehat 0

Peradangan ringan 0,1- 1,0

Peradangan sedang 1,1- 2,0

Peradangan berat 2,1- 3,0

Pengukuran variabel independen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang

diadaptasi dari indeks Oral Hygiene Impact Profile 14 (OHIP-14). Kuesioner penelitian

ini berisi pertanyaan tentang frekuensi kebiasaan membersihkan rongga mulut serta

keluhan- keluhan yang dialami pasien selama memakai space maintainer.. Pengukuran

variabel didasarkan pada skala ordinal berdasarkan pertanyaan yang diajukan. Untuk

frekuensi rasa sakit saat mengunyah, frekuensi gusi memerah atau berdarah saat sikat

gigi, frekuensi gusi bengkak saat memakai space maintainer, frekuensi kesulitan saat

mengunyah makanan, frekuensi membersihkan gigi, menyikat gigi, serta kunjungan ke

dokter gigi, kuesioner ini menggunakan pilihan jawaban sering, kadang-kadang dan

tidak pernah. Penilaian jawaban sering bernilai 2, kadang-kadang bernilai 1, dan tidak

pernah bernilai 0. Responden diminta memberikan jawaban sesuai dengan kebiasaan

responden.

79
Hasil penilaian jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi :

1. Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median

2. Kurang, jika responden memperoleh nilai < median

4.12. Alat dan bahan penelitian

4.12.1. Alat penelitian

1. Handskun

2. Masker

3. Probe periodontal WHO

4. Kaca mulut

5. Gelas kumur

6. Senter

7. Alat tulis

8. Informed consent

9. Kuesioner

4.12.2. Bahan penelitian

1. Provine iodine

2. Air

3. Tissue

4. Alkohol 70%

5. Tampon

80
4.13. Analisis data

4.13.1. Jenis data

Jenis data penelitian ini adalah data primer dan data skunder berupa kartu status

pasien.

4.13.2. Pengolahan data

Pengolahan data penelitian ini menggunakan program IBM SPSS 18.0.

4.13.3. Uji statistik

Penelitian ini menggunakan uji statistik Mann Whitney U Test

81
BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan keadaan jaringan periodonsium

antara anak pengguna space maintainer cekat dan lepasan. Penelitian ini adalah

penelitian observasional analitik dengan desain studi cross-sectional. Pada penelitian ini

keadaan jaringan periodonsium dinilai dari kondisi jaringan gingivanya dengan

menggunakan indeks gingival. Adapun sampel penelitian merupakan pasien anak-anak

yang menggunakan space maintainer cekat dan lepasan yang memenuhi kriteria inklusi.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Juni 2015. Jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah 27 orang, yang terdiri dari 12 pengguna cekat dan 15 pengguna lepasan.

Pada penelitian ini, kondisi jaringan periodontal dinilai dengan menggunakan

indeks gingiva. Penilaian indeks ini menggunakan probe periodontal WHO dan

didasarkan pada empat area gigi dan skor tertinggi dari salah satu area gingiva pada gigi

tersebut adalah skor representatif untuk kondisi jaringan periodontal. Gigi yang

diperiksa adalah gigi yang menggunakan space maintainer. Skor gingiva selanjutnya

diakumulasikan dan dikonversikan dalam kategori peradangan gingiva. Selanjutnya

seluruh hasil penelitian dikumpulkan dan dilakukan analisis data dengan menggunakan

program SPSS 18.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Hasil penelitian ditampilkan dalam

tabel distribusi sebagai berikut.

82
Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan karakteristiknya

Karakteristik sampel penelitian Frekuensi (n) Persen (%)


Jenis Kelamin
Laki-laki 9 33.3
Perempuan 18 66.7
Usia
7 tahun 5 18.5
8 tahun 12 44.4
9 tahun 7 25.9
10 tahun 3 11.1
Jenis Space Maintainer
Space Maintainer Cekat 12 44.4
Space Maintainer Lepasan 15 55.6
Lama Pemakaian Space Maintainer
< 1 tahun 22 81.5
1 – 2 tahun 5 18.5
Rutinitas Pemakaian SM
Rutin 19 70.3
Sering dilepas 8 29.7
Letak Space Maintainer
Unilateral kiri 9 33.3
Unilateral kanan 3 11.1
Bilateral 15 55.6
Kondisi Jaringan Gingiva
Sehat 4 14.8
Peradangan ringan 8 29.6
Peradangan sedang 15 55.6
Peradangan berat 0 0
Total 27 100

Tabel 5.1, menunjukkan distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin,

usia, jenis space maintainer, lama pemakaian space maintainer, rutinitas pemakaian

space maintainer, letak space maintainer, dan kondisi jaringan gingiva. Secara

keseluruhan, jumlah sampel mencapai 27 orang (100%) dengan jumlah perempuan

mencapai 18 orang (66.7%) dan laki-laki mencapai 9 orang (33.3%). Berdasarkan

usia, jumlah sampel yang paling banyak berusia 8 tahun, yaitu sejumlah 12 orang

(44.4%), sedangkan jumlah sampel yang paling sedikit berusia 10 tahun. Dalam

penelitian ini diperoleh 12 sampel (44.4%) yang menggunakan space maintainer

83
cekat dan 15 sampel (55.6%) yang menggunakan space maintainer lepasan. Sebanyak

5 orang (18.5%) dari 27 sampel telah menggunakan space maintainer lebih dari satu

tahun. Dari total keseluruhan pasien terdapat 8 orang (29.7%) yang sering melepas

alat space maintainernya, sementara 19 orang lainnya rutin menggunakan alat

tersebut. Selain itu, berdasarkan letak space maintainer kebanyakan dalam posisi

bilateral, adapun yang letaknya unilateral kiri ada 9 orang dan unilateral kanan hanya

sebanyak 3 orang. Berdasarkan kategori jaringan gingiva, paling banyak sampel

memiliki kondisi gingiva dengan peradangan sedang, yaitu sebanyak 15 orang

(55.6%).

Tabel 5.2. Distribusi jenis kelamin, usia, jenis space maintainer, dan lama
pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.

Jenis Kelamin, Usia, dan Lama Jenis Space Maintainer


Total
Cekat Lepasan
Pemakaian Space Maintainer
n(%) n(%) n(%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 5 (41.7%) 4 (26.7%) 9 (33.3%)
Perempuan 7 (58.3%) 11 (73.3%) 18 (66.7%)
Usia
7 tahun 3 (25%) 2 (13.3%) 5 (18.5%)
8 tahun 4 (33.3%) 8 (53.3%) 12 (44.4%)
9 tahun 4 (33.3%) 3 (20%) 7 (25.9%)
10 tahun 1 (8.3%) 2 (13.3%) 3 (11.1%)
Lama Pemakaian Space Maintainer
< 1 tahun 8 (66.7%) 14 (93.3%) 22 (81.5%)
1 – 2 tahun 4 (33.3%) 1 (6.7%) 5 (18.5%)
Kondisi Jaringan Gingiva
Sehat 0 (0%) 4 (26.7%) 4 (14.8%)
Peradangan ringan 3 (25%) 5 (33.3%) 8 (29.6%)
Peradangan sedang 9 (75%) 6 (40%) 15 (55.6%)
Peradangan berat 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Total 12 (44.4%) 15 (55.6%) 27 (100%)

Tabel 5.2, memperlihatkan distribusi jenis kelamin, usia, jenis space maintainer,

dan lama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil

84
penelitian memperlihatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak menggunakan

space maintainer cekat dibandingkan lepasan, sebaliknya jenis kelamin perempuan

lebih banyak menggunakan space maintainer lepasan. Berdasarkan usia, terlihat

sampel yang menggunakan space maintainer cekat terbanyak adalah pada usia 8 dan

9 tahun, yaitu 33.3% dari total sampel cekat. Adapun pada kelompok space

maintainer lepasan, sampel paling banyak berusia 8 tahun yaitu 53.3% dari total

sampel yang menggunakan lepasan. Terlihat pula pada tabel, baik cekat maupun

lepasan, sampel paling banyak masih menggunakan space maintainer dibawah satu

tahun. Selain itu, sebanyak 75% dari total sampel atau 9 orang yang menggunakan

alat cekat menderita peradangan gingiva derajat sedang, sedangkan pada alat lepasan,

hanya 40% sampel yang menderita peradangan gingiva derajat sedang. Tidak ada

seorang pun sampel yang menderita peradangan derajat berat.

Tabel 5.3. Distribusi keluhan yang dialami sampel selama pemakaian space
maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.

Keluhan yang Dialami Selama Pemakaian Jenis Space Maintainer


Total
Cekat Lepasan
Space Maintainer (SM)
n(%) n(%) n(%)
Rasa sakit atau ngilu saat mengunyah
Tidak pernah 5 (41.7%) 9 (60%) 14 (51.9%)
Kadang-kadang 6 (50%) 4 (26.7%) 10 (37%)
Sering 1 (8.3%) 2 (13.3%) 3 (11.1%)
Gusi memerah / berdarah saat sikat gigi
Tidak pernah 4 (33.3%) 8 (53.3%) 12 (44.4%)
Kadang-kadang 8 (66.7%) 5 (33.3%) 13 (48.1%)
Sering 0 (0%) 2 (13.3%) 2 (7.4%)
Gusi bengkak setelah menggunakan SM
Tidak pernah 3 (25%) 9 (60%) 12 (44.4%)
Kadang-kadang 9 (75%) 6 (40%) 15 (55.6%)
Sering 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Kesulitan mengunyah saat menggunakan SM
Tidak pernah 7 (58.3%) 6 (40%) 13 (48.1%)
Kadang-kadang 5 (41.7%) 6 (40%) 11 (40.7%)
Sering 0 (0%) 3 (20%) 3 (11.1%)

85
Mengunyah menggunakan sisi yang terdapat SM
Tidak pernah 1 (8.3%) 0 (0%) 1 (3.7%)
Kadang-kadang 9 (75%) 14 (93.3%) 23 (85.2%)
Sering 2 (16.7%) 1 (6.7%) 3 (11.1%)
Makanan sering tersangkut pada alat SM
Tidak pernah 1 (8.3%) 8 (53.3%) 9 (33.3%)
Kadang-kadang 11 (91.7%) 6 (40%) 17 (63%)
Sering 0 (0%) 1 (6.7%) 1 (3.7%)
Total 12 (44.4%) 15 (55.6%) 27 (100%)

Tabel 5.3, memperlihatkan distribusi keluhan yang dialami sampel selama

pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa kelompok sampel yang menggunakan space maintainer

lepasan lebih banyak yang tidak pernah mengeluhkan rasa sakit atau ngilu saat

mengunyah dibandingkan yang menggunakan alat cekat. Terlihat pada tabel,

sebanyak 60% dari total sampel yang menggunakan alat lepasan tidak pernah

mengeluhkan rasa sakit atau ngilu saat mengunyah, sedangkan pada space

maintainer cekat jumlah sampel hanya mencapai 41.7% yang tidak pernah

mengeluhkan keluhan tersebut. Hal yang sejalan juga ditemukan pada keluhan gusi

memerah / berdarah saat sikat gigi dan bengkak setelah menggunakan space

maintainer, dimana kelompok sampel yang menggunakan space maintainer lepasan

lebih banyak tidak pernah mengeluhkan keluhan-keluhan tersebut dibandingkan yang

menggunakan space maintainer cekat.

Adapun keluhan kesulitan mengunyah saat menggunakan alat space maintainer

paling banyak dikeluhkan pada kelompok yang menggunakan alat lepasan

dibandingkan yang cekat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 20% sampel

pengguna alat lepasan yang sering mengeluhkan kesulitan mengunyah, sedangkan

tidak ada seorang pun sampel pengguna alat cekat yang sering mengeluhkan keluhan

86
tersebut. Walaupun demikian, terdapat 41.7% sampel pengguna space maintainer

cekat yang kadang-kadang mengeluhkan keluhan sulit mengunyah. Hal yang sejalan

ditemukan pada keluhan mengunyah menggunakan sisi yang terdapat alat space

maintainer dan seringnya tersangkut makanan pada alat. Kedua keluhan ini lebih

sedikit ditemukan pada kelompok yang menggunakan alat space maintainer cekat

daripada space maintainer lepasan.

Tabel 5.4. Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan sampel
selama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.

Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut Selama Jenis Space Maintainer


Total
Cekat Lepasan
Pemakaian Space Maintainer (SM)
n(%) n(%) n(%)
Frekuensi menyikat gigi dalam sehari
Satu kali 3 (25%) 3 (20%) 6 (22.2%)
Dua kali 8 (66.7%) 8 (53.3%) 16 (59.3%)
Tiga kali 1 (8.3%) 4 (26.7%) 5 (18.5%)
Menyikat daerah di sekitar SM
Tidak pernah 5 (41.7%) 9 (60%) 14 (51.9%)
Kadang-kadang 6 (50%) 4 (26.7%) 10 (37%)
Sering 1 (8.3%) 2 (13.3%) 3 (11.1%)
Membersihkan karang gigi setelah pemakaian SM
Tidak pernah 8 (66.7%) 7 (46.7%) 15 (55.6%)
Kadang-kadang 4 (33.3%) 6 (40%) 10 (37%)
Sering 0 (0%) 2 (13.3%) 2 (7.4%)
Kunjungan ke dokter gigi setelah pemakaian SM
Tidak pernah 6 (50%) 5 (33.3%) 11 (40.7%)
Kadang-kadang 6 (50%) 7 (46.7%) 13 (48.2%)
Sering 0 (0%) 3 (20%) 3 (11.1%)
Total 12 (44.4%) 15 (55.6%) 27 (100%)

Tabel 5.4, menunjukkan distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang

dilakukan sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space

maintainernya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik pada kelompok space

maintainer cekat dan lepasan, keduanya memiliki jumlah sampel yang mayoritas

87
menyikat gigi dua kali sehari. Namun, hanya 50% sampel pada kelompok cekat yang

kadang-kadang menyikat di daerah space maintainer dan pada kelompok alat

lepasan, 60% total sampel tidak pernah menyikat di daerah alat tersebut. Mayoritas

sampel pada kedua kelompok alat juga tidak pernah membersihkan karang gigi

setelah pemakaian space maintainer. Walaupun demikian, kedua kelompok memiliki

jumlah sampel terbanyak yang kadang-kadang melakukan kunjungan ke dokter gigi.

Tabel 5.5. Distribusi keluhan yang dialami sampel selama pemakaian space maintainer
berdasarkan kondisi jaringan gingivanya

Keluhan yang Dialami Selama Pemakaian Kondisi Peradangan Jaringan Gingiva


Total
Sehat Ringan Sedang
Space Maintainer (SM)
n(%) n(%) n (%) n(%)
Rasa sakit atau ngilu saat mengunyah
Tidak pernah 4 (100%) 5 (62.5%) 5 (33.3%) 14 (51.9%)
Kadang-kadang 0 (0%) 3 (37.5%) 7 (46.7%) 10 (37%)
Sering 0 (0%) 0 (0%) 3 (20%) 3 (11.1%)
Gusi memerah / berdarah saat sikat gigi
Tidak pernah 4 (100%) 4 (50%) 4 (26.7%) 12 (44.4%)
Kadang-kadang 0 (0%) 4 (50%) 9 (60%) 13 (48.1%)
Sering 0 (0%) 0 (0%) 2 (13.3%) 2 (7.4%)
Gusi bengkak setelah menggunakan SM
Tidak pernah 3 (75%) 2 (25%) 7 (46.7%) 12 (44.4%)
Kadang-kadang 1 (25%) 6 (75%) 8 (53.3%) 15 (55.6%)
Sering 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Kesulitan mengunyah saat menggunakan SM
Tidak pernah 1 (25%) 5 (62.5%) 7 (46.7%) 13 (48.1%)
Kadang-kadang 2 (50%) 2 (25%) 7 (46.7%) 11 (40.7%)
Sering 1 (25%) 1 (12.5%) 1 (6.7%) 3 (11.1%)
Mengunyah menggunakan sisi yang terdapat SM
Tidak pernah 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (3.7%)
Kadang-kadang 4 (100%) 6 (75%) 13 (86.7%) 23 (85.2%)
Sering 0 (0%) 2 (25%) 1 (6.7%) 3 (11.1%)
Makanan sering tersangkut pada alat SM
Tidak pernah 3 (75%) 2 (25%) 4 (26.7%) 9 (33.3%)
Kadang-kadang 1 (25%) 5 (62.5%) 11 (73.3%) 17 (63%)
Sering 0 (0%) 1 (12.5%) 0 (0%) 1 (3.7%)
Total 4 (14.8%) 8 (29.6%) 15 (55.6%) 27 (100%)

88
Tabel 5.5, memperlihatkan distribusi keluhan yang dialami sampel selama

pemakaian space maintainer berdasarkan kondisi jaringan gingivanya. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sampel yang tidak pernah mengeluh rasa sakit saat

mengunyah ternyata tidak seluruhnya memiliki kondisi jaringan gingiva yang sehat.

Terdapat lima orang yang kondisi peradangannya ringan dan sedang. Demikian pun

dengan yang tidak pernah mengeluh gusinya memerah / berdarah saat sikat gigi, dari

12 orang, hanya empat sampel yang benar memiliki kondisi jaringan gingiva yang

sehat. Adapun, sampel dengan kondisi jaringan gingiva peradangan sedang,

sebanyak 53.3% mengeluhkan kadang-kadang keluhan gusi bengkak setelah

menggunakan space maintainer, sisanya tidak pernah mengeluh. Sampel yang

kadang-kadang mengeluhkan kesulitan mengunyah saat menggunakan space

maintainer dan mengunyah menggunakan sisi yang terdapat alat memiliki kondisi

peradangan gingiva mayoritas derajat sedang. Demikian pula dengan keluhan

makanan sering tersangkut pada space maintainer, sampel yang sering mengeluhkan

keluhan tersebut memiliki kondisi peradangan ringan.

Tabel 5.6. Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan sampel selama pemakaian
space maintainer berdasarkan kondisi peradangan jaringan gingiva

Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut Selama Kondisi Peradangan Jaringan Gingiva
Total
Sehat Ringan Sedang
Pemakaian Space Maintainer (SM)
n(%) n(%) n(%) n(%)
Frekuensi menyikat gigi dalam sehari
Satu kali 0 (0%) 0 (0%) 6 (40%) 6 (22.2%)
Dua kali 3 (75%) 4 (50%) 9 (60%) 16 (59.3%)
Tiga kali 1 (25%) 4 (50%) 0 (0%) 5 (18.5%)
Menyikat daerah di sekitar SM
Tidak pernah 3 (75%) 3 (37.5%) 8 (53.3%) 14 (51.9%)
Kadang-kadang 1 (25%) 4 (50%) 5 (33.3%) 10 (37%)
Sering 0 (0%) 1 (12.5%) 2 (13.3%) 3 (11.1%)

89
Membersihkan karang gigi setelah pemakaian SM
Tidak pernah 2 (50%) 2 (25%) 11 (73.3%) 15 (55.6%)
Kadang-kadang 2 (50%) 4 (50%) 4 (26.7%) 10 (37%)
Sering 0 (0%) 2 (25%) 0 (0%) 2 (7.4%)
Kunjungan ke dokter gigi setelah pemakaian SM
Tidak pernah 0 (0%) 3 (37.5%) 8 (53.3%) 11 (40.7%)
Kadang-kadang 3 (75%) 4 (50%) 6 (40%) 13 (48.1%)
Sering 1 (25%) 1 (12.5%) 1 (6.7%) 3 (11.1%)
Total 4 (14.8%) 8 (29.6%) 15 (55.6%) 27 (100%)

Tabel 5.6, memperlihatkan distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang

dilakukan sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan kondisi

peradangan jaringan gingiva. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sampel yang

menyikat gigi tiga kali sehari tidak mengalami peradangan jaringan gingiva derajat

sedang. Selain itu, sampel yang tidak pernah menyikat di daerah sekitar space

maintainer cenderung mengalami peradangan gingiva hingga derajat sedang dan

hanya 13.3% sampel yang sering menyikat daerah di sekitar space maintainer yang

mengalami peradangan sedang. Setelah pemakaian space maintainer, sampel yang

sering membersihkan karang giginya tidak ada yang mengalami peradangan gingiva

derajat sedang, sedangkan yang tidak pernah membersihkan karang gigi mengalami

peradangan gingiva sedang hingga 73.3% dari total sampel. Adapun kelompok

sampel yang sering ke dokter gigi setelah pemakaian space maintainer hanya 6.7%

sampel yang mengalami kondisi peradangan gingiva derajat sedang, sebaliknya

sebanyak 53.3% atau delapan orang dari 15 orang yang mengalami kondisi

peradangan gingiva sedang tidak pernah melakukan kunjungan ke dokter gigi setelah

pemakaian space maintainer.

90
Tabel 5.7. Distribusi rata-rata nilai GI berdasarkan jenis kelamin, usia,
dan lama pemakaian space maintainer

Nilai GI
Jenis Kelamin, Usia, Lama Pemakaian n (%)
Mean ± SD
Jenis Kelamin
Laki-laki 9 (33.3%) 1.33 ± 0.866
Perempuan 18 (66.7%) 1.44 ± 0.705
Usia
7 tahun 5 (18.5%) 2.00 ± 0.00
8 tahun 12 (44.4%) 1.42 ± 0.669
9 tahun 7 (25.9%) 1.00 ± 0.816
10 tahun 3 (11.1%) 1.33 ± 1.15
Lama Pemakaian Space Maintainer
< 1 tahun 22 (81.5%) 1.27 ± 0.767
1 – 2 tahun 5 (18.5%) 2.00 ± 0.00
Total 27 (100%) 1.41 ± 0.747

Tabel 5.7, menunjukkan distribusi rata-rata nilai GI berdasarkan jenis kelamin,

usia, dan lama pemakaian space maintainer. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi

nilai GI menunjukkan bahwa semakin parah peradangan kondisi jaringan gingiva

tersebut. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai GI kelompok sampel

perempuan lebih tinggi daripada kelompok sampel laki-laki, yaitu 1.44 pada

perempuan dan 1.33 pada laki-laki. Selain itu, terlihat pula nilai GI berdasarkan

kategori usia, di mana nilai GI tertinggi ditemukan pada usia 7 tahun dengan nilai

2.00. Adapun, nilai GI terendah ditemukan pada usia 9 tahun, yaitu sebesar 1.00.

Berdasarkan lama pemakaian space maintainer, nilai GI kelompok sampel yang telah

menggunakan space maintainernya 1 – 2 tahun lebih tinggi daripada kelompok

sampel yang baru menggunakan space maintainernya kurang dari 1 tahun, yaitu 1.27

pada kelompok kurang dari 1 tahun pemakaian dan 2.00 pada kelompok yang telah

menggunakan selama 1 – 2 tahun.

91
Tabel 5.8. Perbedaan keadaan jaringan periodonsium berdasarkan nilai gingival
indeks (GI) antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan

Pemakaian Space Nilai GI Selisih (Mean 95% CI


p-value
Maintainer (SM) Mean ± SD Difference) (Min – Max)
SM Cekat 1.75 ± 0.452a
0.617 0.095 - 1.138 0.041*
SM Lepasan 1.13 ± 0.834a
a
Uji normalitas data: Shapiro-Wilk test; p<0.05; distribusi data tidak normal
*Mann Whitney U test: p<0.05; significant

Tabel 5.8, memperlihatkan perbedaan keadaan jaringan periodonsium

berdasarkan nilai gingival indeks (GI) antara pengguna space maintainer cekat dan

lepasan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, semakin tinggi nilai GI, maka

kondisi peradangan jaringan gingiva semakin parah. Hasil penelitian memperlihatkan

bahwa nilai GI kelompok sampel yang menggunakan space maintainer cekat lebih

tinggi daripada yang menggunakan space maintainer lepasan. Terlihat nilai GI

pengguna space maintainer cekat mencapai 1.75, sedangkan space maintainer

lepasan hanya 1.13. Terdapat selisih sebesar 0.617. Hal ini menunjukkan bahwa

keadaan jaringan periodonsium space maintainer cekat lebih buruk daripada

pengguna space maintainer lepasan.

Hasil penelitian juga memperlihatkan rentang nilai 95% confidence interval (CI)

yaitu sebesar 0.095 – 1.138. Rentang nilai positif menunjukkan bahwa nilai GI

pengguna space maintainer cekat lebih besar daripada lepasan. Selain itu, rentang

tersebut juga berarti bahwa bila pengukuran dilakukan pada populasi, akan terdapat

selisih atau perbedaan antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan sebesar

0.095 hingga 1.138. Dengan demikian, menurut hasil penelitian, setiap saat nilai GI

pengguna cekat akan lebih tinggi daripada lepasan dengan perbedaan nilai berkisar

92
0.095 hingga 1.138. Hal ini juga didukung dengan hasil uji statistik, Mann Whitney

U test, yang menunjukkan nilai p:0.041 (p<0.05), yang berarti bahwa terdapat

perbedaan keadaan jaringan periodonsium yang signifikan antara pengguna space

maintainer cekat dan lepasan berdasarkan nilai GI. Penelitian ini menggunakan uji

non-parametrik karena syarat uji parametrik (independent sample t-test) tidak

terpenuhi dalam penelitian ini, yaitu distribusi data tidak normal pada kedua

kelompok data.

93
BAB VI
PEMBAHASAN

Tabel 5.1, Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis space

maintainer, lama penggunaan space maintainer, rutinitas pemakaian space

maintainer, letak space maintainer dan kondisi jaringan gingiva. Secara keseluruhan,

jumlah sampel yang menggunakan space maintainer cekat dan lepasan berjumlah 27

orang dengan jumlah perempuan mencapai 18 orang (66.7%) dan laki-laki mencapai 9

orang (33.3%). Berdasarkan usia, jumlah sampel yang paling banyak berusia 8 tahun,

yaitu sejumlah 12 orang (44.4%), sedangkan jumlah sampel yang paling sedikit

berusia 10 tahun. Pada usia 8 tahun merupakan usia optimal pemasangan space

maintainer pada anak karena pada usia ini kebanyakan terjadi premature lose dan

sangat diindikasikan untuk mempertahankan lengkung ruang yang ada agar

pergerakan gigi molar pertama permanen tidak bergerak ke mesial dan memperkecil

ruang yang diperlukan untuk erupsi gigi premolar yang akan erupsi, untuk itu

pemasangan space maintainer harus dilaksanakan segera sebelum gigi premolar

permanen erupsi.6

Dalam penelitian ini sampel yang menggunakan space maintainer cekat

berjumlah 12 orang (44.4%), sedangkan yang menggunakan space maintainer lepasan

sebanyak 15 orang (55.6%). Dari total keseluruhan pasien terdapat 8 orang (29.7%)

yang sering melepas alat space maintainernya, sementara 19 orang lainnya rutin

menggunakan alat tersebut. Dari observasi yang dilakukan, pasien yang sering

94
melepas alat space maintainernya mempunyai masalah terhadap kondisi alat space

maintainer di dalam mulut, beberapa diantaranya yaitu alat yang tidak terpasang

dengan baik pada posisinya sehingga terasa longgar saat mengunyah makanan,

sebaiknya dalam mendesain space maintainer perlu diperhatikan beberapa faktor.

Pada space maintainer lepasan sebaiknya perhatikan ketepatan kontak antara basis

gigi tiruan dengan mukosa mulut, perlu diperhatikan juga kondisi jaringan lunak dan

tulang alveolar yang mendukung alat space maintainer saat berfungsi, apabila retensi

dan stabilitas space maintainer dirasa kurang sebaiknya diberi perluasan sayap lingual

dibagian posterior ke arah retromylohyoid sehingga dihasilkan retensi yang baik.

Selain itu, letak klamer retainer pada gigi yang dijadikan abutment harus pada posisi

yang benar agar tidak terjadi rotasi, dan tekanan kunyah bisa disalurkan secara merata

ke seluruh area space maintainer agar tidak memberi tekanan berlebih pada jaringan

dibawahnya. Pada space maintainer cekat, ada dua komponen yang perlu

diperhatikan, yaitu band dan loop. Sebaiknya ukuran diameter molar band harus

seimbang dengan besarnya diameter gigi molar yang menjadi abutment, hal ini

dilakukan untuk menghindari penggunaan dental cement berlebih yang lama

kelamaan cenderung mudah larut dan mengakibatkan retensi menjadi tidak stabil.

Selain itu, letak loop sebaiknya berada diatas sepertiga tengah band dan tidak

menyentuh jaringan lunak, kemudian ujung dari loop harus bersandar dengan baik

pada bagian distal gigi tetangga.16 Alasan lain space maintainer jarang digunakan

yaitu karena anak merasa tidak nyaman memakai space maintainer karena belum

terbiasa dan cenderung malas menggunakan alat tersebut, jika terjadi hal seperti ini

yang harus dilakukan yaitu meberi motivasi pada anak dan orangtuanya dan

95
memberikan edukasi bahwa diperlukan penyesuaian terlebih dahulu agar kondisi

jaringan dapat menyesuaikan diri dengan adanya space maintainer. Selain itu perlu

juga diberitahukan bahwa alat tersebut bisa saja mengalami penyusutan jika jarang

digunakan. Kasus lainnya yang menyebabkan anak tidak mau menggunakan space

maintainer yaitu karena alat tersebut mengiritasi jaringan mukosa, hal ini terjadi

karena kesalahan desain serta kesalahan saat pembuatan dan pemasangan alat. Untuk

menghindari hal ini diperlukan ketelitian khusus pada proses polishing dan finishing.

Pada space maintainer lepasan, plat akrilik tidak boleh ada sudut yang tajam serta

tidak boleh ada permukaan yang menonjol pada dasar basis agar tidak menekan

jaringan. Pada space maintainer cekat sebaiknya ujung loop yang menempel pada

band harus dipolis sebaik mungkin agar tidak ada permukaan klamer yang tajam,

kemudian loop tidak boleh bersandar pada ruang kosong tempat erupsi gigi

permanen.11

Berdasarkan letak, space maintainer kebanyakan dalam posisi bilateral, adapun

yang letaknya unilateral kiri sebanyak 9 orang dan unilateral kanan hanya 3 orang.

Berdasaarkan kategori jaringan gingiva, paling banyak sampel memiliki kondisi

gingiva dengan peradangan sedang, yaitu sebanyak 15 orang (55.6%), kemudian yang

mengalami peradangan ringan sebanyak 8 orang (29.6%), sedangkan sampel yang

memiliki kondisi gingiva normal hanya 4 orang (14.8%). Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ristik dkk. yaitu terdapat peningkatan yang nyata baik

pada parameter mikrobiologis maupun klinis pada waktu 3 bulan setelah pemasangan

alat fungsional, dimana ditemukan bahwa tidak hanya klamer retentif tetapi juga band

yang dapat mempengaruhi kesehatan periodontal. Pada dasarnya peradangan gingiva

96
menurut etiologi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor primer dan faktor sekunder.

Faktor primer merupakan iritasi bakteri pada plak dan faktor sekunder terdiri dari

faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal pada lingkungan gingiva merupakan

predisposisi dari akumulasi deposit plak pada pemakaian alat space maintainer, oral

hygiene yang buruk, faktor iatrogenik atau kesalahan saat mendesain dan pemasangan

alat, adanya karies, adanya perdarahan pada gusi karena kesalahan saat menyikat gigi,

maupun karena bad habbit seperti mendorong area alat space maintainer dengan

lidah. Sedangkan faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara

keseluruhan meliputi genetik, nutrisional, obat- obatan, dan hormonal.12

Tabel 5.2, Distribusi jenis kelamin, usia, jenis space maintainer, dan lama

pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak menggunakan space

maintainer cekat dibandingkan lepasan, sebaliknya jenis kelamin perempuan lebih

banyak menggunakan space maintainer lepasan (73.3%). Pemilihan jenis space

maintainer tidak selamanya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi dilihat dari

kondisi kehilangan giginya, apakah unilateral atau bilateral. Pada kasus kehilangan

gigi bilateral, perawatan space maintainer yang dianjurkan yaitu dengan space

maintainer lepasan karena dapat mengakses dua regio sekaligus. Adapun

pertimbangan pemilihan space maintainer berdasarkan jenis kelamin berhubungan

dengan tingkat kooperatif anak dalam menerima perawatan, pada anak laki- laki

cenderung susah untuk menerima instruksi yang diberikan dibandingkan anak

perempuan, sehingga pemberian space maintainer cekat lebih cocok pada anak laki-

laki karena dipasang secara cekat dan tidak dapat diubah posisinya di dalam mulut.

97
Pemilihan space maintainer lepasan lebih banyak dilakukan pada anak perempuan

karena mereka dapat mendengar instruksi yang diberikan dengan baik dan dapat

melaksanakan instruksi tersebut dengan rutin, seperti menyikat gigi, membersihkan

alat space maintainer, melepaskan alat sebelum tidur, dan instruksi lainnya.11

Hasil lain yang ditemukan yaitu sebanyak 75% dari total sampel atau 9 orang

yang menggunakan alat cekat menderita peradangan gingiva derajat sedang,

sedangkan pada alat lepasan, hanya 40% sampel yang menderita peradangan gingiva

derajat sedang. Tidak ada seorang pun sampel yang menderita peradangan derajat

berat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Naranjo dkk, yang mengatakan bahwa

pemasangan band dan loop pada space maintainer cekat akan mengganggu

lingkungan ekologis dengan adanya akumulasi biofilm pada daerah retentif. Terdapat

perubahan yang nyata pada indeks plak dan gingival pada kelompok eksperimen

penelitiannya yang memperlihatkan terjadinya peningkatan perdarahan dan inflamasi

yang memperburuk kondisi periodontal, hal ini juga dapat ditemukan pada pengguna

space maintainer lepasan, namun resiko terjadinya peradangan masih lebih rendah

dibandingkan pada pengguna cekat karena alat ini mudah dilepas dan mudah diakses

untuk dibersihkan.22 Berhubungan dengan peradangan gingiva yang terjadi, studi

memperlihatkan bahwa pemasangan alat fungsional seperti space maintainer dapat

meningkatkan jumlah plak yang menyebabkan hyperplasia gingiva dan terbentuknya

pseudopocket. Situasi ini menyebabkan perubahan pada ekosistem sub-gingiva, dan

memudahkan terjadinya peningkatan level pathogen pada jaringan periodontal

dengan mempercepat faktor virulensi yang menstimulasi sel untuk melepaskan

beberapa tipe cytokine inflamasi seperti interleukin 1β (IL-1β), interleukin 6 (IL-6)

98
dan interleukin 8 (IL-8), serta Tumor Growth Factor (TGF) yang mengatur reaksi

inflamasi pada jaringan periodontal.27

Tabel 5.3, memperlihatkan distribusi keluhan yang dialami sampel selama

pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa kelompok sampel yang menggunakan space maintainer

lepasan kebanyakan tidak pernah mengeluhkan rasa sakit atau ngilu saat mengunyah

dibandingkan yang menggunakan alat cekat. Terlihat pada tabel, sebanyak 60% dari

total sampel yang menggunakan alat lepasan tidak pernah mengeluhkan rasa sakit

atau ngilu saat mengunyah, sedangkan pada space maintainer cekat jumlah sampel

hanya mencapai 41.7% yang tidak pernah mengeluhkan keluhan tersebut. Keluhan

rasa sakit pada saat mengunyah bisa terjadi akibat kesalahan letak maupun kesalahan

desain dari space maintainer, selain itu bisa dipengaruhi oleh kondisi jaringan

pendukung yang sensitif. Penempatan posisi band serta loop harus diposisi yang

benar agar tercipta retensi dan stabilisasi yang baik sehingga saat proses mengunyah

tidak menekan jaringan disekitarnya, begitu juga dengan sisi alat yang kasar harus

dipolis dengan baik agar tidak mengiritasi. Pada pengguna space maintainer lepasan

keluhan sakit pada saat mengunyah lebih sedikit ditemukan, hal ini berkaitan dengan

desain dari space maintainer lepasan yang cenderung lebih simpel, selain itu pada

space maintainer lepasan menggunakan dukungan tooth dan tissue bone sehingga

tekanan oklusal saat mengunyah tidak pada satu sisi saja melainkan disalurkan ke

seluruh jaringan pendukung, hal ini dapat meminimalisir rasa sakit saat

mengunyah.22

99
Hal yang sejalan juga ditemukan pada keluhan gusi memerah/ berdarah saat

sikat gigi dan bengkak setelah menggunakan space maintainer, dimana kelompok

sampel yang menggunakan space maintainer lepasan lebih banyak tidak pernah

mengeluhkan keluhan-keluhan tersebut dibandingkan yang menggunakan space

maintainer cekat. Keluhan gusi memerah atau berdarah yang tinggi pada pengguna

space maintainer cekat berkaitan dengan akumulasi plak pada komponen alat space

maintainer yang menyebabkan destruksi jaringan periodontal. Plak gigi merupakan

faktor resiko dari pathogenesis penyakit gingivitis dan periodontitis, dan

perkembangan penyakit periodontal tergantung dari keseimbangan antara biofilm

mikroba, sistem imun, dan reaksi inflamasi. Daerah gigi yang tertutup oleh

komponen cekat akan lebih sulit dibersihkan dibandingkan pada area space

maintainer lepasan, selain itu beberapa pasien tidak terlalu mengetahui bagaimana

menjaga standar kebersihan yang baik yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan perawatan. Penyikatan gigi yang benar sangat berpengaruh positif

terhadap kesehatan gingiva, selain itu kontrol rutin ke dokter gigi diperlukan agar

tindakan preventif seperti skeling dan pemberian topikal floride dapat dilakukan.5

Adapun keluhan kesulitan mengunyah saat menggunakan alat space maintainer

paling banyak dikeluhkan pada kelompok yang menggunakan alat lepasan

dibandingkan yang cekat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 20% sampel

pengguna alat lepasan yang sering mengeluhkan kesulitan mengunyah, sedangkan

tidak ada seorang pun sampel pengguna alat cekat yang sering mengeluhkan keluhan

tersebut. Walaupun demikian, terdapat 41.7% sampel pengguna space maintainer

cekat yang kadang-kadang mengeluhkan keluhan sulit mengunyah. Keluhan ini pada

100
dasarnya sering dijumpai pada pengguna space maintainer, baik cekat maupun

lepasan diawal pemakaian. Pada dasarnya, pada pengguna space maintainer terutama

tipe cekat mengalami penurunan tekanan kunyah sehingga sulit mengunyah makanan

dengan tekstur padat dan mulut terasa penuh, untuk itu ada baiknya pada awal

penggunaan pasien harus mengkonsumsi makanan yang lunak sampai proses

adaptasi berjalan baik. Alat space maintainer kadang bergeser sedikit ketika

digunakan untuk mengunyah, apalagi bila retainer tidak berada pada posisi yang

tepat. Selain itu biasa terjadi luka di mulut dan radang gusi karena space maintainer

menekan gusi, untuk itu dibutuhkan ketelitian seorang dokter dalam mendesain alat

space maintainer agar tercipta retensi dan stabilisasi yang baik sehingga tidak

mengganggu proses mastikasi dan artikulasi.16

Hal yang sejalan ditemukan pada keluhan mengunyah menggunakan sisi yang

terdapat alat space maintainer dan seringnya tersangkut makanan pada alat. Kedua

keluhan ini lebih sedikit ditemukan pada kelompok yang menggunakan alat space

maintainer cekat daripada space maintainer lepasan. Keluhan seringnya makanan

tersangkut pada alat space maintainer cekat maupun lepasan disebabkan karena

bentuk dari kawat retensi yang mengakibatkan terjebaknya sisa makanan di sekitar

alat tersebut, selain itu pengguna alat space maintainer sulit menjangkau sisa

makanan yang terjebak disekitar alat dengan menggunakan sikat gigi, sehingga bisa

saja mengakibatkan akumulasi plak dan menyebabkan gingivitis, untuk itu perlu

dilakukan beberapa trik khusus pada pengguna space maintainer, diantaranya selalu

bersihkan gigi setelah selesai makan terutama pada bagian disekitar basis, klamer,

band, dan loop dengan menggunakan sikat gigi khusus dengan bulu yang halus agar

101
tidak mengganggu komponen alat, selain itu iris kecil- kecil semua makanan yang

masuk dan kunyah secara perlahan- lahan, kemudian hindari memakan permen karet,

daging, kerupuk, serta makanan bertekstur keras lainnya.4

Tabel 5.4, Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan

sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik pada kelompok space maintainer cekat

dan lepasan, keduanya memiliki jumlah sampel yang mayoritas menyikat gigi dua

kali sehari, namun hanya 50% sampel pada kelompok cekat yang kadang-kadang

menyikat di daerah space maintainer dan pada kelompok alat lepasan 60% total

sampel tidak pernah menyikat di sekitar area alat tersebut. Menyikat gigi merupakan

metode yang paling sederhana, aman, dan efektif dalam mengontrol plak. Frekuensi

dan ketepatan metode sikat gigi juga sangat berpengaruh. Pada pengguna space

maintainer disarankan untuk selalu menyikat gigi sehabis makan, terutama pada

bagian yang terdapat komponen alat karena umumnya makanan akan banyak

tertahan disekitar komponen alat tersebut, seperti pada kawat klamer yang menjadi

retensi maupun disekitar molar band, jika plak ini tidak dibersihkan maka akan

meningkatkan kerentanan terhadap karies dan infeksi periodontal.5 Selain itu,

mayoritas sampel (56.6%) pada kedua kelompok pengguna space maintainer juga

tidak pernah membersihkan karang gigi setelah pemakaian space maintainer,

padahal tindakan skeling sangat diperlukan untuk mengangkat plak maupun kalkulus

yang terperangkap dibagian subgingiva yang tidak dapat dijangkau oleh sikat gigi.

102
Tabel 5.5, Distribusi keluhan yang dialami sampel selama pemakaian space

maintainer berdasarkan kondisi jaringan gingivanya. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sampel yang tidak pernah mengeluhkan rasa sakit saat mengunyah ternyata

tidak seluruhnya memiliki kondisi jaringan gingiva yang sehat. Dari 14 orang yang

tidak pernah mengeluhkan rasa sakit, terdapat lima orang yang kondisi

peradangannya ringan dan sedang, sedangkan yang kondisi jaringan gingivanya sehat

hanya empat orang. Demikian pula dengan yang tidak pernah mengeluh gusinya

memerah/ berdarah saat sikat gigi, dari 12 orang yang tidak pernah mengeluhkan

keluhan tersebut, hanya empat sampel yang benar- benar memiliki kondisi jaringan

gingiva yang sehat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari American Academy

of Periodontology yang mengungkapkan bahwa banyak kasus tahap awal dari

penyakit gusi dan periodontal seringkali tanpa gejala rasa sakit, banyak orang yang

menderita penyakit periodontal tetapi mereka tidak menyadarinya. Kejadian seperti

ini dinamakan silent desease dimana kebanyakan pasien tidak menyadari ketika

mereka sedang mengalami permasalahan gusi atau periodontal, padahal tanda dari

kerusakan jaringan sudah mulai nampak seperti gusi memerah bahkan berdarah, gusi

sering bengkak, halitosis, serta resesi gingiva.22

Hasil penelitian lainnya ditemukan sampel dengan kondisi jaringan gingiva

peradangan sedang sebanyak 8 orang (53.3%) mengeluhkan kadang-kadang gusi

bengkak setelah menggunakan space maintainer, dan sisanya tidak pernah

mengeluhkan gusi bengkak. Terdapat hubungan erat antara jumlah bakteri di dalam

plak dengan besarnya potensi patologis plak tersebut dan juga antara kecepatan

pembentukan plak yang terjadi pada alat space maintainer dengan peradangan

103
gingiva yang diakibatkannya. Bakteri di dalam plak dapat menyebabkan inflamasi

pada gingiva karena adanya enzim yang mampu menghidrolisis komponen

interseluler dari epitel gingiva dan jaringan ikat dibawahnya, kemudian endotoksin

yang dihasilkan oleh bakteri tersebut merangsang terjadinya reaksi antigen-antibodi

yang abnormal sebagai respon tubuh terhadap bakteri. Untuk itu selama perawatan

space maintainer selalu ditekankan untuk mejaga oral hygiene sebaik mungkin agar

reaksi inflamasi gingiva dapat dihindari.23

Sampel yang kadang-kadang mengeluhkan kesulitan mengunyah saat

menggunakan space maintainer dan sampel yang mengunyah menggunakan sisi

yang terdapat alat space maintainer memiliki kondisi peradangan gingiva mayoritas

derajat sedang. Demikian pula dengan keluhan makanan sering tersangkut pada

space maintainer, 11 orang sampel yang kadang- kadang mengeluhkan keluhan

tersebut memiliki kondisi peradangan sedang (73.3%). Kebanyakan debris makanan

akan bersih setelah 5-30 menit setelah makan oleh karena proses self cleansing

saliva, namun pada pengguna space maintainer kebanyakan debris makanan akan

terperangkap disekitar alat dan bisa menyebabkan peradangan, apalagi pada makanan

yang lengket seperti roti, karamel, dan permen legit. Oleh karena itu dalam penelitian

ini pasien yang kadang mengeluhkan makanan sering tersangkut pada alat space

maintainer kebanyakan mengalami peradangan gingiva tingkat sedang.5

Tabel 5.6, Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan

sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan kondisi peradangan

jaringan gingiva. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sampel yang menyikat gigi

tiga kali sehari tidak mengalami peradangan jaringan gingiva derajat sedang. Selain

104
itu, sampel yang tidak pernah menyikat area di sekitar space maintainer cenderung

mengalami peradangan gingiva hingga derajat sedang dan hanya 13.3% sampel yang

sering menyikat daerah di sekitar space maintainer yang mengalami peradangan

sedang. Hasil ini sejalan dengan laporan percobaan mengenai hubungan antara

frekuensi penyikatan gigi dengan keadaan oral hygiene yang dilakukan oleh Loe

dkk. Dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa timbulnya gingivitis mempunyai

hubungan erat dengan umur plak, dan ternyata dengan frekuensi penyikatan gigi dua

kali sehari gingival akan tetap sehat.5 Setelah pemakaian space maintainer, sampel

yang sering membersihkan karang giginya tidak ada yang mengalami peradangan

gingiva derajat sedang, sedangkan yang tidak pernah membersihkan karang gigi

mengalami peradangan gingiva sedang hingga 73.3% dari total sampel. Perlu

diketahui bahwa pencegahan utama terjadinya gingivitis adalah dengan

menghilangkan faktor penyebabnya, yaitu dengan mengangkat plak atau kalkulus di

bagian supragingival maupun subgingival. Biasanya setelah satu minggu pasca

pembersihan karang gigi, dievaluasi kembali apakah peradangan gingiva sudah

membaik, apabila masih terdapat peradangan maka diperlukan perawatan lebih lanjut

pada jaringan periodonsium.23

Pada kelompok sampel yang sering ke dokter gigi setelah pemakaian space

maintainer, hanya 6.7% sampel yang mengalami kondisi peradangan gingiva derajat

sedang, sebaliknya sebanyak 53.3% atau delapan orang dari 15 orang yang

mengalami kondisi peradangan gingiva sedang tidak pernah melakukan kunjungan

ke dokter gigi setelah pemakaian space maintainer. Dari hasil tersebut dapat dilihat

bahwa dengan melakukan kunjungan ke dokter gigi kondisi kerusakan jaringan

105
periodonsium karena pemakaian alat space maintainer dapat diminimalisir. Dengan

kontrol ke dokter gigi maka deteksi dini terhadap timbulnya penyakit pada jaringan

dapat dilakukan segera seperti pemberian topikal fluoride, pembersihan karang gigi,

maupun instruksi berkumur dengan chlorhexidine untuk mencegah plak dan

menghambat pembentukan bakteri.23

Tabel 5.7, Distribusi rata-rata nilai GI berdasarkan jenis kelamin, usia, dan lama

pemakaian space maintainer. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi nilai GI

menunjukkan bahwa semakin parah peradangan kondisi jaringan gingiva tersebut.

Apabila skor indeks gingival 0 berarti keadaan gingiva tersebut normal, sedangkan

pada skor 0,1-1,0 menunjukkan peradangan ringan, skor 1,1-2,0 peradangan gingiva

sedang, dan apabila skor mencapai 2,1-3,0 menunjukkan hasil peradangan gingiva

yang berat22. Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa nilai GI kelompok

sampel perempuan lebih tinggi daripada kelompok sampel laki-laki, yaitu 1.44 pada

perempuan dan 1.33 pada laki-laki. Hal ini berkaitan dengan perubahan hormon

seksual yang berlangsung pada masa pubertas dimana lebih cepat dialami oleh

perempuan, keadaan ini dapat menimbulkan jaringan gingiva yang mengubah

respons terhadap produk- produk plak yang terdapat pada alat space maintainer.

Pada masa pubertas insidensi gingivitis bisa mencapai puncaknya sehingga dapat

menyebabkan inflamasi gingiva dan menjadi bengkak, berwarna merah terang,

sensitif, mudah berdarah secara spontan, dan terlihat adanya peningkatan eksudat

gingiva dan mobilitas gigi. Oleh karena itu, pada pengguna space maintainer

terutama perempuan harus bisa menyingkirkan plak secara sempurna dan perlu tetap

106
ditekankan untuk membersihkan sulcus gingiva sebagai kontrol terhadap penyakit

periodontal.28

Selain itu, terlihat pula nilai GI berdasarkan kategori usia, dimana nilai GI

tertinggi ditemukan pada usia 7 tahun dengan nilai 2.00. Adapun nilai GI terendah

ditemukan pada usia 9 tahun, yaitu sebesar 1.00. Pada dasarnya tingginya nilai GI

pada anak usia 7 tahun terjadi oleh karena beberapa faktor, yang paling umum yaitu

disebabkan oleh plak dan kalkulus. Gigi desidui yang mulai berlubang juga bisa

menyebabkan penimbunan plak dan menyebabkan gingivitis, karena itu gigi desidui

yang berlubang harus segara ditambal. Hal lain yang juga mengakibatkan tingginya

skor GI pada anak usia 7 tahun adalah adanya eruption gingivitis, yaitu peradangan

yang disebabkan oleh akumulasi plak disekitar gigi yang akan erupsi terutama pada

gigi geraham. Eruption gingivitis ini tidak memerlukan perawatan, cukup dengan

meningkatkan kebersihan mulut sehingga jaringan yang terinflamasi akan menjadi

normal dan diikuti dengan pertumbuhan gigi yang sempurna.22 Berdasarkan lama

pemakaian space maintainer, nilai GI kelompok sampel yang telah menggunakan

space maintainernya 1 – 2 tahun lebih tinggi daripada kelompok sampel yang baru

menggunakan space maintainernya kurang dari 1 tahun, yaitu 1.27 pada kelompok

kurang dari 1 tahun pemakaian dan 2.00 pada kelompok yang telah menggunakan

selama 1 – 2 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Departemen Ortodontik di Islamic International Dental Hospital, dalam penelitiannya

yang bertujuan untuk mengukur kesehatan periodontal pada 50 pasien yang

melakukan perawatan ortodontik mulai dari awal perawatan (pre-otho), 6 bulan

setelah dimulainya perawatan (intra-ortho), dan setelah akhir perawatan (18

107
bulan/post ortho). Hasil penelitian tersebut menunjukkan kerusakan penyakit

periodontal meningkat pada pasien mulai dari dimulainya perawatan ortodontik

hingga akhir perawatan, ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara perjalanan penyakit periodontal dengan lamanya perawatan ortodontik. Untuk

mengantisipasi hal ini, selama perawatan space maintainer perlu dilakukan upaya

preventif agar tercipta oral hygiene yang baik. Program oral hygiene ini menjadi

tanggung jawab dokter gigi, pasien, serta orangtua pasien. Setiap dokter gigi ataupun

stafnya harus memotivasi dan bila perlu menginstruksikan kembali pasien untuk

melakukan perawatan kesehatan gigi di rumah.23

Tabel 5.8, Perbedaan kondisi jaringan periodonsium berdasarkan nilai gingival

indeks (GI) antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, semakin tinggi nilai GI maka kondisi peradangan jaringan

gingiva semakin parah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai GI kelompok

sampel yang menggunakan space maintainer cekat lebih tinggi daripada yang

menggunakan space maintainer lepasan. Terlihat nilai GI pengguna space

maintainer cekat mencapai 1.75, sedangkan space maintainer lepasan hanya 1.13.

Terdapat selisih sebesar 0.617. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan jaringan

periodonsium space maintainer cekat lebih buruk daripada pengguna space

maintainer lepasan. Tingginya skor gingival indeks pada pengguna space maintainer

cekat bisa saja terjadi karena rumitnya desain, serta terdiri dari banyak komponen

seperti molar band, crown, loop, shoe, dan archwire. Hal ini akan mempermudah

melekatnya plak lebih lama dan dapat meningkatkan resiko karies, gingivitis, dan

kemungkinan terjadinya penyakit periodontal. Adanya piranti space maintainer cekat

108
yang menempel pada gigi- gigi terutama pada gigi molar akan sulit untuk

dibersihkan sehingga cenderung terjadi penumpukan plak gigi disekitar komponen

alat, hal ini sangat berbeda dengan space maintainer lepasan, dimana pembersihan

gigi bisa dilakukan dengan mudah karena alat dapat dilepas terlebih dahulu. Space

maintainer cekat harus didesain sebaik mungkin agar tidak terjadi akumulasi plak

atau menghalangi proses pembersihan alatnya, salain itu pasien space maintainer

cekat harus giat dalam menjaga kebersihan mulutnya. Metode oral hygiene yang

tepat seharusnya diajarkan dan ditekankan pada pasien saat pemasangan space

maintainer, supaya dapat mencegah kemungkinan terjadinya gingivitis maupun

kelainan jaringan periodontal lainnya. Salah satu usaha pencegahan yang dapat

dilakukan dalam hubungan plak dan karies ialah kontrol plak. Diantara bermacam-

macam kontrol plak, metode yang paling sederhana, aman, dan efektif adalah

menyikat gigi. Pada pengguna space maintainer dianjurkan untuk memakai sikat gigi

khusus, sikat gigi khusus ini dipakai karena mampu membersihkan kotoran yang

menempel disela-sela gigi dan kawat yang tidak bisa dijangkau oleh sikat gigi biasa.5

Hasil penelitian juga memperlihatkan rentang nilai 95% confidence interval (CI)

yaitu sebesar 0.095 – 1.138. Rentang nilai positif menunjukkan bahwa nilai GI

pengguna space maintainer cekat lebih besar daripada lepasan. Selain itu, rentang

tersebut juga berarti bahwa bila pengukuran dilakukan pada populasi, akan terdapat

selisih atau perbedaan antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan sebesar

0.095 hingga 1.138. Dengan demikian, menurut hasil penelitian setiap saat nilai GI

pengguna cekat akan lebih tinggi daripada lepasan dengan perbedaan nilai berkisar

0.095 hingga 1.138. Hal ini juga didukung dengan hasil uji statistik, Mann Whitney

109
U test, yang menunjukkan nilai p:0.041 (p<0.05), yang berarti bahwa terdapat

perbedaan kondisi jaringan periodonsium yang signifikan antara pengguna space

maintainer cekat dan lepasan berdasarkan nilai gingival indeks.

Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik karena syarat uji parametrik

(independent sample t-test) tidak terpenuhi dalam penelitian ini, yaitu distribusi data

tidak normal pada kedua kelompok data.

110
BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan:

1. Pengguna space maintainer lepasan dengan kondisi jaringan periodonsium

peradangan sedang sebanyak 6 orang, peradangan ringan sebanyak 5 orang,

dan 4 orang dengan kondisi jaringan periodonsium yang sehat. Kebanyakan

pengguna space maintainer ini jarang mengeluhkan keluhan seperti rasa sakit

saat mengunyah makanan, gusi berdarah, gusi bengkak, serta keluhan

makanan tersangkut pada alat space maintainer, hal ini disebabkan karena

desain alat yang simpel dan mudah dikontrol. Rata- rata nilai gingival indeks

pada space maintainer lepasan sebesar 1.13, yang berarti bahwa kondisi

peradangan pada jaringan periodonsium masih ringan.

2. Kondisi peradangan jaringan periodonsium pada tipe cekat sangat tinggi yaitu

9 orang dengan peradangan sedang, dan 3 orang dengan peradangan ringan.

Keluhan seperti rasa sakit saat mengunyah, gusi bengkak, gusi berdarah, serta

seringnya makanan tersangkut kadang- kadang dikeluhkan oleh sebagian

besar sampel space maintainer cekat. Keluhan ini disebabkan oleh desain

yang rumit dari alat cekat serta banyaknya komponen alat yang

mempermudah melekatnya plak lebih lama. Nilai rata-rata gingival indeks

111
tipe cekat sebesar 1.75, nilai ini lebih tinggi dari pengguna lepasan dan

menunjukkan keadaan jaringan periodonsium dengan peradangan sedang.

3. Hasil penelitian memperlihatkan nilai gingival indeks kelompok sampel yang

menggunakan space maintainer cekat lebih tinggi daripada yang

menggunakan space maintainer lepasan. Terlihat nilai GI tipe cekat mencapai

1.75 sedangkan space maintainer lepasan hanya 1.13. Terdapat selisih sebesar

0.617. Selain itu, rentang nilai 95% convidence interval (CI) sebesar 0.095-

1.138. Rentang nilai positif menunjukkan bahwa nilai GI pengguna space

maintainer cekat lebih besar daripada lepasan dan hasilnya akan tetap sama

bila dilakukan pada suatu populasi. Hal ini juga didukung dengan hasil uji

statistik Mann Whitney U Test yang menunjukkan nilai p:0.041 (p<0.05)

yang berarti bahwa terdapat perbedaan keadaan jaringan periodonsium yang

signifikan antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan berdasarkan

nilai gingival indeks.

7.2 Saran

Hal yang dapat penulis sarankan setelah melakukan penelitian ini yaitu:

1. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih mempunyai keterbatasan,

Penulis mengharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan

variabel yang lebih luas, perbandingan jenis space maintainer dengan bentuk

yang beraneka ragam, serta jumlah sampel yang lebih banyak agar hasil

analisis dari penelitian yang didapatkan akan lebih akurat.

2. Kedepannya perlu dilakukan penelitian sejenis dan lebih lanjut mengenai

hubungan terjadinya kelainan jaringan periodonsium pada pengguna space

112
maintainer dengan waktu pengamatan yang lebih lama, peralatan penelitian

yang memiliki tingkat keakuratan dan ketelitian yang lebih tinggi, serta

sampel yang lebih banyak sehingga efek negatif dari penggunaan space

maintainer pada jaringan periodonsium dapat dicegah maupun diminimalisir

keparahannya pada generasi berikutnya.

3. Bagi pengguna space maintainer, sebaiknya selalu diberikan edukasi tentang

pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut selama menggunakan space

maintainer, diantaranya dengan melakukan sikat gigi secara rutin terutama

pada area disekitar alat, melakukan kontrol plak seperti pembersihan karang

gigi, serta rutin melakukan kunjungan ke dokter gigi agar kerusakan jaringan

periodonsium pada saat menggunakan space maintainer dapat dihindari.

113
DAFTAR PUSTAKA

1. Clarice S. Management of premature primary tooth loss in the child patient.


CDA Journal; 2013; 41(8): 612-6

2. Fithriyah RE, Runkat J. Pemeliharaan ruangan dan bentuk lengkung akibat


premature loss dengan space maintainer cekat. Prosiding PIN IDGAI V;
2011: 491-2, 494-6

3. Nasir N, Christou P, Topouzelis N. The orthodontic periodontic


interrelationship in integrated treatment challenges a systematic review.
Journal of oral rehabilitation; 2010; 37: 113

4. Sebbar M, Abidine Z, Laslami N, Bentahar Z. Periodontal helath and


orthodontics. Intech open science journal; 2015; 32: 717-23

5. Putri MH, Herijuliati E, Nurjana N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras


dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2010. Hal. 26-30, 34-5, 39-45,
53-7, 196-7

6. Foster TD, Buku ajar ortodonsi ed 3. Jakarta: EGC;2007.Hal 4-8, 12-3, 26-8,
226-8, 313-5

7. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed.


Canada : Elsever; 2013. P.41-5, 73-5, 82-5

8. Singh G. Texbook of orthodontics 2 ed. New Delhi: Jaypee Brothers; 2007.


P.28, 38-42, 85-91, 195-200, 549-51, 679

9. Peedikayil FC. Delayed tooth eruption. Eletronic journal of dentistry; 2011;


1(4): 81-84

10. Harshanur IW. Anatomi gigi. Jakarta: EGC; 2012. Hal. 99, 101, 214-5

11. Barsley RE, et al. Treatment planning in dentistry. St Louis : Elsever Mosby;
2007. P. 155-8

12. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent 8
ed. UK: Mosby; 2004. P. 415, 425-7, 429-33, 628, 631-2, 635-42

13. Horax S. Management of premature loss of primary first molar case with
simple fixed space maintainer. Journal dentofacial; 2009; 8(1): 22-4

14. Subekti A, Kuswandari S. The use of crown (SSC) and loop as space
maintainer in premature loss of mandibular second primary molar on children
aged 5 years. The Indonesians journal of dental research; 2012: 189-191

114
15. Kupietzky A, Tal E. The transpalatal arch: an alternative to the nance
appliance for space maintainer. Pediatri dentistry journal; 2012; 101(1): 2-3

16. Adinda C, Nuraini P, Pradopo S. Pilihan perawatan kehilangan prematur


molar kedua sulung dengan distal shoe appliance. Prosiding PIN IDGAI V;
2011: Hal. 712-6

17. Yeluri R, Munshi AK. Fiber reinforced composite loop space maintainer: an
alternative to the conventional band and loop. Contemporary clinical
dentistry journal; 2012; 3(1): 26-8

18. Uddanwadiker R, Patil PG. Evaluation of the deformation on the jaw bone
due to a band and loop, nance appliance and transpalatal arch space
maintainers: a three dimentional finite element analysis. Dentistry journal;
2013; 3(3): 1-4

19. Gkantidis N, Christou P, Topouzelis N. The orthodontic periodontic


interrelationship in integrated treatment challenges : a systematic review.
Journal of oral rehabilitation; 2010; 37: 379-81, 383-4

20. Susetyo B, Yuwono L. Alat- alat ortodonsi cekat : prinsip dan praktik.
Jakarta: EGC; 2013. Hal. 161-62

21. Adnyasari SM, Astuti NP. Gingivitis pada anak dan pencegahannya. Jurnal
kedokteran gigi mahasiswa; 2003; 1(3): 109-112

22. Carranza F, Newman M, Klokkevold P, Takei H. Carranza’s clinical


periodontology 11th ed. Missouri : Saunders; 2012. P.12-3, 16-26, 34-8, 77-83

23. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti edisi 4. Jakarta : EGC;
2012. Hal. 1-3, 6, 8, 13-20, 22-8, 30-7, 220-1

24. Rose L, Mealey B. Periodontics medicine, surgery and implants. St Louis :


Elsevier Mosby; 2004. P. 4, 32-3, 245-9

25. Seixas MR, Costapinto RA, Araujo TM. Gingival esthetic : an orthodontic
and periodontal approach. Dental press journal of orthodontic; 2012;17(5):
191-2, 197-8

26. Sangani I, Watt E, Cross D. Necrotizing ulcerative gingivitis and the


orthodontic patient : a case series. Journal of orthodontics; 2013; 40 : 77-80

27. Millett D, Welbury R. Clinical problem solving in orthodontics and pediatric


dentistry. London: Elsevier; 2005. P. 23-7

28. Nasir, Nooman. Effect of orthodontic treatment on periodontal health.


Pakistan Oral & Dental Journal; 2011; 31(1): 13-15

115
LAMPIRAN

116

Anda mungkin juga menyukai