Anda di halaman 1dari 42

No. 200.

002/2011

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA
2011
200.002/2011

PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN KRITERIA


PEMERIKSAAN KINERJA

Direktorat Litbang
Badan Pemeriksa Keuangan RI
Jl. Jenderal Gatot Subroto 31
Jakarta -10210

i
KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11/K/I-XIII.2/12/2011

TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSAAN KINERJA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Standar Pemeriksaaan Keuangan Negara (SPKN)


Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) Nomor 04 mengenai
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja, menyatakan bahwa
salah satu hal yang harus dilakukan oleh Pemeriksa dalam
merencanakan suatu Pemeriksaan Kinerja adalah
mengidentifikasi kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi
hal-hal yang harus diperiksa;
b. bahwa penetapan kriteria dalam Pemeriksaan Kinerja sangat
penting, karena merupakan salah satu unsur temuan
pemeriksaan yang berisi data/informasi yang menggambarkan
keadaan yang diharapkan atau seharusnya terjadi dan
merupakan ukuran yang digunakan untuk menilai tingkat
keberhasilan kinerja objek yang diperiksa, serta dapat
memberikan gambaran komprehensif dalam memahami
temuan pemeriksaan;
c. bahwa kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf b akan
mudah dipahami apabila dinyatakan secara jelas, wajar, dan
lengkap, oleh karena itu Pemeriksa perlu memilih kriteria yang
tepat untuk menilai kinerja objek yang diperiksa;
d. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, dan huruf c, dipandang perlu menetapkan
Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria Pemeriksaan Kinerja
dengan suatu Keputusan;

KETUA WAKIL ANGGOTA ANGGOTA Plh. ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA


KETUA I II ANGGOTA IV V VI VII
III
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4654);
3. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4707);
4. Surat Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor
31/SK/I-VII.3/8/2006 tanggal 31 Agustus 2006 tentang Tata
Cara Pembentukan Peraturan, Keputusan, dan Naskah Dinas
pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
5. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor
39/K/SK/I-VIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia;
6. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor
1/K/I-XIII.2/2/2008 tanggal 19 Februari 2008 tentang Panduan
Manajemen Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor
5/K/I-XIII.2/8/2009 tanggal 26 Agustus 2009 tentang Perubahan
atas Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor
1/K/I-XIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan;
7. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor
06/K/I-XIII.2/6/2008 tanggal 5 Juni 2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TENTANG


PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSAAN
KINERJA.

KETUA WAKIL ANGGOTA ANGGOTA Plh. ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA


KETUA I II ANGGOTA IV V VI VII
III
Pasal 1

Menetapkan dan memberlakukan Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria Pemeriksaan


Kinerja di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 2

Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria Pemeriksaan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 1 disusun dengan sistematika sebagai berikut:
a. BAB I : PENDAHULUAN
b. BAB II : GAMBARAN UMUM KRITERIA
c. BAB III : PROSEDUR PENYUSUNAN KRITERIA
d. BAB IV : PENUTUP

Pasal 3

Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria Pemeriksaan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 2 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.

KETUA WAKIL ANGGOTA ANGGOTA Plh. ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA


KETUA I II ANGGOTA IV V VI VII
III
Pasal 4

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Desember 2011

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA
WAKIL KETUA, KETUA,

HASAN BISRI HADI POERNOMO

ANGGOTA, ANGGOTA,

MOERMAHADI SOERJA DJANEGARA T AUFIEQURACHMAN RUKI

Plh. ANGGOTA, ANGGOTA,

HASAN BISRI ALI M ASYKUR MUSA

ANGGOTA, ANGGOTA,

SAPTO AM AL DAM ANDARI RIZAL DJALIL

ANGGOTA,

BAHRULLAH AKBAR

KETUA WAKIL ANGGOTA ANGGOTA Plh. ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA


KETUA I II ANGGOTA IV V VI VII
III
Juknis Penetapan Kriteria Daftar Isi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………... ii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Tujuan ...........……………………………………….................................. 1
C. Lingkup ................……......……………………………………................. 1
D. Dasar Hukum Penyusunan Juknis............................................................... 2
E. Sistematika Penulisan…………………………………………….............. 2

BAB II GAMBARAN UMUM KRITERIA ............................................….……... 3


A. Pengertian Kriteria ……………...………………………………............ 3
B. Manfaat Kriteria Pemeriksaan ...........................…………………............. 3
C. Karakteristik Kriteria yang Baik ............………………………................. 3
D. Sumber Kriteria ......................................…………………………............ 4
E. Pendekatan Pemeriksaan Kinerja ............................................................... 5
F. Bentuk Kriteria ............................................................................................ 6
G. Penerapan Pendekatan Pemeriksaan dalam Pemeriksaan atas 3E .............. 6

BAB III PROSEDUR PENYUSUNAN KRITERIA.................................………….. 8


A. Umum ....................................……………….......……………….............. 8
B. Memahami Area Kunci dan Tujuan Pemeriksaan ...................................... 8
C. Mengidentifikasi Ketersediaan Kriteria ...................................................... 9
D. Menentukan Sumber Kriteria Pemeriksaan................................................. 9
E. Menguji Karakteristik Kriteria dan Kesesuaiannya dengan Tujuan
Pemeriksaan .............................................................................................. 10
F. Mengembangkan Kriteria Pemeriksaan ...................................................... 10
G. Mengomunikasikan Kriteria dengan Entitas .............................................. 12

BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 13


A. Pemberlakuan Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria .................................... 13
B. Perubahan Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria ..................................... 13
C. Pemantauan Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria ………………………. 13

REFERENSI …………………………..……………………………………………….

LAMPIRAN

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan ii


Juknis Penetapan Kriteria Daftar Lampiran

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran II.1 Benchmarking dalam Pemeriksaan Kinerja
Lampiran II.2 Tujuan Pemeriksaan
Menilai Efektivitas Rumah Sakit dalam Mengelola Perbekalan Farmasi
Lampiran II.3 Pemeriksaan atas Aspek Ekonomi
Lampiran II.4 Pemeriksaan atas Aspek Efisiensi
Lampiran II.5 Pemeriksaan atas Aspek Efektivitas
Lampiran III.1 Kertas Kerja Identifikasi dan Penentuan Sumber Kriteria Pemeriksaan
Lampiran III.2 Ilustrasi Pengembangan Kriteria pada
Pemeriksaan atas Efektivitas Pelayanan Pertanahan
Lampiran III.3 Tujuan Pemeriksaan
Menilai Efektivitas Pengelolaan Pelayanan Pertanahan pada Kantor Pertanahan
Kabupaten ABC
Lampiran III.4 Kertas Kerja Pernyataan Kesepahaman/Ketidaksepahaman atas Kriteria yang
Ditetapkan oleh Tim Pemeriksa BPK

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan iii


Juknis Penetapan Kriteria

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
01. Standar Pemeriksaaan Keuangan Negara (SPKN) Pernyataan Nomor 04 SPKN PSP 04 tentang
Standar Pelaksanaan
mengenai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja, menyatakan bahwa Pemeriksaan Kinerja
salah satu yang harus dilakukan oleh pemeriksa dalam merencanakan suatu
pemeriksaan kinerja adalah mengidentifikasi kriteria yang diperlukan untuk
mengevaluasi hal-hal yang harus diperiksa.

02. Penetapan kriteria pemeriksaan merupakan tahapan penting dalam Penetapan kriteria
merupakan bagian dari
pelaksanaan pemeriksaan kinerja, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) perencanaan
Pemeriksaan Kinerja menjelaskan bahwa penetapan kriteria merupakan pemeriksaan
bagian dari perencanaan pemeriksaan. Petunjuk pelaksanaan tersebut tidak
mengatur secara rinci mengenai penetapan kriteria untuk pemeriksaan
kinerja.

03. Penetapan kriteria dalam pemeriksaan kinerja sangat penting, karena: (1) Pentingnya penetapan
kriteria dalam
Kriteria merupakan salah satu unsur temuan pemeriksaan yang berisi pemeriksaan kinerja
data/informasi yang menggambarkan keadaan yang diharapkan atau
seharusnya terjadi; (2) Kriteria akan memberikan gambaran komprehensif
dalam memahami temuan pemeriksaan; dan (3) Kriteria merupakan ukuran
yang digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan kinerja objek yang
diperiksa, baik penilaian terhadap aspek ekonomi, efisiensi, maupun
efektivitas (3E).

04. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan secara jelas, wajar dan Kesesuaian kriteria
dengan objek yang akan
lengkap. Pemeriksa perlu memilih kriteria yang tepat untuk menilai kinerja diperiksa
objek yang diperiksa. Kriteria yang akan digunakan harus sesuai dengan
objek pemeriksaan kinerja yang telah ditentukan. Objek pemeriksaan kinerja
dapat berupa program atau kegiatan dalam suatu organisasi.

05. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penetapan kriteria dalam pemeriksaan Pentingnya Juknis
Penetapan Kriteria
kinerja perlu diatur dalam suatu petunjuk teknis (juknis) sebagai penjabaran
dari SPKN dan Juklak Pemeriksaan Kinerja, sehingga pemeriksa memiliki
dasar atau justifikasi serta keseragaman dan konsistensi dalam menetapkan
kriteria pemeriksaan.

B. Tujuan
06. Tujuan
0 penyusunan Juknis Penetapan Kriteria adalah untuk memberikan Tujuan penyusunan
Juknis
pedoman
7 secara teknis dalam menetapkan kriteria yang akan digunakan
dalam pelaksanaan pemeriksaan kinerja.

C. Lingkup
07. Juknis
0 ini hanya mengatur metode-metode yang akan digunakan oleh Lingkup Juknis
pemeriksa
8 dalam menetapkan kriteria dalam pemeriksaan kinerja.

08. Juknis ini merupakan penjabaran dari Juklak Pemeriksaan Kinerja, yaitu pada Juknis Penetapan
Kriteria bagian dari
tahap perencanaan pemeriksaan kinerja tentang penetapan kriteria Juklak Pemeriksaan
pemeriksaan, sehingga kedudukan juknis ini tidak dapat dipisahkan dengan Kinerja
Juklak Pemeriksaan Kinerja.

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 1 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria

D. Dasar Hukum Penyusunan Juknis


09. Dasar hukum penyusunan Juknis Penetapan Kriteria adalah sebagai berikut: Dasar hukum
penyusunan Juknis
a. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4654);
c. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4707);
d. Surat Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 31/SK/I-
VII.3/8/2006 tanggal 31 Agustus 2006 tentang Tata Cara Pembentukan
Peraturan, Keputusan, dan Naskah Dinas pada Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia;
e. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 39/K/I-VIII.3/7/2007
tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia;
f. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/1-XIII.2/2/2008
tanggal 19 Februari 2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan
Nomor 5/K/I-XIII.2/8/2009 tanggal 26 Agustus 2009 tentang Perubahan
atas Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2008
tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan;
g. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 09/K/I-XIII.2/7/2008
tanggal 31 Juli 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penyusunan
atau Penyempurnaan Pedoman Pemeriksaan dan Non Pemeriksaan; dan
h. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 06/K/I-XIII.2/6/2008
tanggal 5 Juni 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja.

E. Sistematika Penulisan
10 Juknis ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Sistematika penulisan
Juknis
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Gambaran Umum Kriteria
Bab III : Prosedur Penyusunan Kriteria
Bab IV : Penutup
Referensi
Lampiran

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 2 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria

BAB II
GAMBARAN UMUM KRITERIA

A. Pengertian Kriteria
01. Kriteria
0 pemeriksaan kinerja diperlukan untuk menilai objek yang diperiksa. Definisi kriteria
pemeriksaan
Kriteria
1 pemeriksaan adalah standar atau ukuran yang masuk akal dan dapat
dicapai untuk menilai aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas objek yang
diperiksa. Kriteria menggambarkan praktik-praktik yang baik, yaitu harapan
mengenai apa yang seharusnya dilakukan atau dihasilkan oleh objek yang
diperiksa.

02. Kriteria pemeriksaan harus andal, objektif, bermanfaat, dapat dimengerti, Karakteristik kriteria
dapat diperbandingkan, lengkap, dan relevan, serta dapat diterima oleh
entitas yang diperiksa, legislatif, dan masyarakat. Pemeriksa harus
mengomunikasikan kriteria tersebut kepada entitas yang diperiksa sebelum
melakukan pemeriksaan terinci.

03. Perbedaan antara kriteria dengan kondisi aktual akan menghasilkan informasi Kriteria sebagai dasar
temuan pemeriksaan
yang akan digunakan sebagai dasar temuan pemeriksaan. Jika kondisi
memenuhi atau melebihi kriteria, hal ini mengindikasikan bahwa entitas telah
melaksanakan praktik terbaik. Sebaliknya, jika kondisi tidak memenuhi
kriteria, hal ini mengindikasikan perlunya tindakan perbaikan.

04. Oleh karena itu, dalam perencanaan pemeriksaan, pemeriksa perlu Kriteria harus spesifik
mengembangkan kriteria yang spesifik. Untuk menghasilkan kriteria yang
spesifik, pemeriksa dapat memulai dari pernyataan/pertanyaan kriteria yang
bersifat umum, kemudian dirinci menjadi pernyataan yang lebih khusus atau
spesifik.

B. Manfaat Kriteria Pemeriksaan


05. Manfaat kriteria pemeriksaan adalah sebagai berikut: Manfaat kriteria
pemeriksaan
a. memberikan dasar yang baik sebagai alat komunikasi dalam tim
pemeriksa, dan antara tim pemeriksa dengan manajemen tim pemeriksa
mengenai sifat pemeriksaan;
b. menyelaraskan program pemeriksaan agar dapat mencapai tujuan
pemeriksaan;
c. memberikan panduan dalam tahap pengumpulan data dan penyusunan
prosedur pemeriksaan;
d. memberikan dasar dalam menyusun temuan pemeriksaan; dan
e. memberikan dasar yang baik sebagai alat komunikasi dengan entitas
yang diperiksa sehingga diharapkan entitas tersebut akan lebih mudah
menerima temuan dan rekomendasi yang akan diberikan.

C. Karakteristik Kriteria yang Baik


06. Agar dapat mencapai tujuan pemeriksaan, kriteria yang baik harus memenuhi Karakteristik kriteria
yang baik
karakteristik berikut ini:
a. Andal: apabila kriteria tersebut digunakan oleh pemeriksa lain untuk
masalah yang sama, maka kriteria tersebut harus bisa memberikan
simpulan yang sama. Kriteria dikatakan andal apabila dapat
dipertanggungjawabkan secara profesional atau secara hukum;
b. Objektif: kriteria bebas dari bias baik dari sisi pemeriksa maupun entitas
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 3 dari 14
Juknis Penetapan Kriteria

yang diperiksa;
c. Bermanfaat: kriteria dapat menghasilkan temuan dan simpulan
pemeriksaan yang memenuhi keinginan para pengguna informasi;
d. Dapat dimengerti: kriteria ditetapkan secara jelas dan bebas dari
perbedaan interpretasi;
e. Dapat diperbandingkan: kriteria tersebut bersifat konsisten apabila
digunakan dalam pemeriksaan kinerja atas entitas-entitas atau kegiatan-
kegiatan yang serupa atau apabila digunakan dalam pemeriksaan kinerja
sebelumnya atas entitas yang sama;
f. Lengkap: kriteria yang lengkap mengacu kepada penggunaan seluruh
kriteria yang signifikan dalam menilai kinerja;
g. Dapat diterima: kriteria dapat diterima oleh entitas yang diperiksa,
lembaga legislatif, media, dan masyarakat umum. Semakin tinggi tingkat
“dapat diterima”, semakin efektif pemeriksaan kinerja yang
dilaksanakan; dan
h. Relevan: kriteria dapat memberikan kontribusi dalam proses pelaksanaan
pemeriksaan terkait dengan pembuatan simpulan yang sesuai dengan
tujuan pemeriksaan.

D. Sumber Kriteria
07. Kriteria pemeriksaan dapat diperoleh dari sumber–sumber berikut ini: Sumber kriteria
pemeriksaan
a. Kriteria yang diperoleh dari entitas terkait, termasuk di dalamnya adalah
pengendalian, standar, ukuran, hasil, target, dan komitmen yang
ditetapkan oleh entitas tersebut atau oleh lembaga legislatif;
b. Kriteria yang diperoleh dari kinerja historis entitas yang diperiksa;
c. Peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur kegiatan entitas
yang diperiksa;
d. Praktik terbaik (best practice) yang diperoleh dari kegiatan serupa yang
telah berhasil;
e. Standar yang ditetapkan oleh organisasi profesional melalui proses yang
baku (due process)1 dan berterima umum;
f. Indikator-indikator kinerja yang dirancang oleh entitas yang diperiksa
atau oleh pemerintah, misalnya indikator yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Strategis
(Renstra), atau Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL);
g. Informasi dan ilmu pengetahuan yang telah dibakukan;
h. Kriteria yang digunakan dalam kegiatan pemeriksaan serupa atau oleh
lembaga pemeriksa tertinggi negara lain;
i. Standar kriteria dari organisasi baik dalam maupun di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan atau program serupa (benchmarking – Lihat
paragraf 09 Juknis ini);
j. Hasil identifikasi atas tujuan atau sasaran dari program/kegiatan entitas;
k. Hasil identifikasi tren kinerja rata-rata atau optimal yang telah dicapai;
l. Hasil pembandingan antara aktivitas program yang masih berlangsung
dengan aktivitas program yang sama yang telah dilalui;
m. Harapan/tuntuan konsumen atau masyarakat, yang dapat diperoleh dari
media massa atau pengaduan masyarakat; dan
n. Literatur lainnya.

1
Due process yang dimaksud adalah bahwa kriteria tersebut merupakan hasil konsultasi dan telah diuji sehingga
diterima oleh pihak-pihak berwenang/berkepentingan dan telah mencerminkan hasil konsensus para profesional.
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 4 dari 14
Juknis Penetapan Kriteria

08. Dalam menentukan kriteria pemeriksaan, pemeriksa sebaiknya


mengutamakan kriteria yang berasal dari sumber yang berterima umum.
Beberapa sumber kriteria yang berterima umum adalah:
a. ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
tujuan pemeriksaan; dan
b. standar yang dikembangkan oleh organisasi profesional yang diakui dan
mengikuti proses yang benar (due process).

Jika tidak ada kriteria berterima umum yang sesuai dengan tujuan
pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunakan kriteria yang tidak berterima
umum. Kriteria yang tidak berterima umum kurang memiliki dukungan
otoritatif. Oleh karena itu, pemeriksa dapat menggunakan kriteria tersebut
setelah melakukan validasi untuk memperoleh keyakinan bahwa kriteria
tersebut sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan memenuhi karakteristik
kriteria yang baik. Sumber kriteria yang tidak berterima umum antara lain:
a. standar yang dikembangkan oleh organisasi profesional yang diakui,
yang tidak mengikuti due process;
b. standar yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa;
c. standar dan praktik yang digunakan oleh organisasi lain yang melakukan
kegiatan serupa; dan
d. standar yang dikembangkan oleh pemeriksa dan dikomunikasikan
dengan entitas sehingga memperoleh kriteria yang dapat digunakan
bersama.

09. Benchmarking adalah proses membandingkan metode, proses, prosedur, Benchmarking kriteria
produk dan jasa dari suatu organisasi (atau program) dengan organisasi
lainnya yang dianggap memiliki praktik terbaik di bidangnya.

Proses benchmarking menuntut pemeriksa untuk memahami proses, sistem


dan aktivitas program yang sedang diperiksa, sehingga pemeriksa dapat
memperoleh referensi dari benchmarking yang benar-benar serupa dan dapat
digunakan. Penjelasan lebih lanjut mengenai benchmarking dapat dilihat
pada Lampiran II.1.

10. Apabila pemeriksa mengalami kesulitan dalam menetapkan kriteria, Keterlibatan ahli dalam
penetapan kriteria
pemeriksa dapat mempertimbangkan penggunaan jasa pihak-pihak yang
kompeten seperti konsultan atau tenaga ahli dalam menetapkan kriteria,
sehingga dapat mencapai standar kriteria yang objektif, relevan, dan masuk
akal.

11. Dalam mengembangkan kriteria, pemeriksa perlu memperoleh masukan dari Komunikasi kriteria
kepada entitas yang
manajemen entitas yang diperiksa. Oleh karena itu, pemeriksa perlu diperiksa
mengomunikasikan kriteria pemeriksaan kepada entitas yang akan diperiksa
sebelum pelaksanaan pemeriksaan terinci.

E. Pendekatan Pemeriksaan Kinerja


12. Pada umumnya, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam Pendekatan dalam
pemeriksaan kinerja
pemeriksaan kinerja, yaitu pendekatan berorientasi hasil dan pendekatan
berorientasi proses. Pemeriksaan kinerja dapat menggunakan salah satu dari
pendekatan di atas, atau mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut,
tergantung dari tujuan pemeriksaan dan sifat objek yang diperiksa.

13. Pemeriksaan dengan pendekatan berorientasi hasil berfokus pada penilaian Pendekatan berorientasi
hasil
langsung atas input, output, outcome, atau dampak dari suatu
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 5 dari 14
Juknis Penetapan Kriteria

program/kegiatan. Pertimbangan yang digunakan dalam pendekatan ini


adalah apabila kinerja yang dicapai memuaskan, maka risiko adanya masalah
serius dalam rancangan atau implementasi kegiatan (proses) dianggap
minimal. Namun bila kinerja yang dicapai tidak memuaskan, pemeriksa
dapat memeriksa proses operasional untuk mengidentifikasi penyebab tidak
tercapainya kinerja yang baik.

14. Pemeriksaan dengan pendekatan berorientasi proses dirancang untuk Pendekatan berorientasi
proses
menentukan apakah entitas/program/kegiatan memiliki prosedur, metode,
atau proses operasional yang baik untuk memberikan keyakinan memadai
bahwa hasil yang diharapkan dapat tercapai. Proses yang baik
mengindikasikan bahwa hasil akan memuaskan.

F. Bentuk Kriteria
15. Kriteria pemeriksaan kinerja dapat meliputi ukuran kuantitatif dan/atau Bentuk kriteria sesuai
dengan pendekatan
kualitatif. Bentuk kriteria terkait erat dengan pendekatan pemeriksaan yang pemeriksaan
digunakan. Pada pendekatan berorientasi hasil, pemeriksa mengembangkan
kriteria untuk melakukan pengukuran langsung atas kuantitas dan/atau
kualitas dari input, output, outcome, atau dampak dari suatu
program/kegiatan. Sementara itu, pada pendekatan berorientasi proses,
pemeriksa dapat mengembangkan kriteria dalam suatu kerangka sistematis
berupa praktik pengelolaan yang baik (better management practice).

16. Praktik pengelolaan yang baik dapat digunakan untuk menilai pengelolaan Praktik pengelolaan yang
baik sebagai kriteria
dari objek yang diperiksa. Pengembangan kriteria dengan mengadopsi dalam pendekatan
praktik pengelolaan yang baik pada dasarnya merupakan alat untuk berorientasi proses
meningkatkan kinerja objek yang diperiksa dengan memperbaiki dan/atau
mengubah unsur pengelolaan yang ada. Model ini dapat meliputi kriteria
yang terkait dengan pengendalian intern maupun kepatuhan terhadap
ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

17. Pemeriksa dapat menyusun kriteria dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan Pengembangan kriteria
dari tingkat yang umum
yang bersifat umum sampai dengan yang bersifat spesifik. Pernyataan ke tingkat spesifik
kriteria yang bersifat umum dapat dikembangkan pada awal perencanaan
pemeriksaan. Selama perencanaan berjalan, pemeriksa diharapkan dapat
mengembangkan pernyataan kriteria yang bersifat umum menjadi lebih
spesifik yang berupa sub-kriteria, sehingga pada akhir perencanaan,
pemeriksa sudah memiliki kriteria yang spesifik untuk mengukur kinerja
program/kegiatan yang akan diperiksa.

18. Contoh kriteria dalam bentuk diagram praktik pengelolaan yang baik dapat Contoh kriteria
dilihat pada Lampiran II.2.

G. Penerapan Pendekatan Pemeriksaan dalam Pemeriksaan atas 3E


19. Pendekatan berorientasi hasil dan/atau pendekatan berorientasi proses dapat Pendekatan pemeriksaan
dan pemeriksaan atas 3E
digunakan dalam pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas
(3E).

20. Pemeriksaan atas aspek ekonomi diarahkan pada penilaian atas penggunaan Pemeriksaan atas aspek
ekonomi
sumber daya yang bernilai ekonomis dalam suatu aktivitas untuk
memperoleh hasil yang berkualitas2.

2
International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 3000 (2004). halaman 15.
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 6 dari 14
Juknis Penetapan Kriteria

21. Pemeriksaan aspek ekonomi dengan pendekatan berorientasi hasil diarahkan Pemeriksaan atas
ekonomi dengan
untuk menilai apakah sumber daya diperoleh dengan biaya, kuantitas, pendekatan berorientasi
kualitas, waktu, dan tempat yang tepat. Sementara itu, pendekatan hasil dan berorientasi
berorientasi proses mengarah pada penilaian apakah entitas menjalankan proses

proses atau prosedur perolehan sumber daya yang dapat memberikan


keyakinan memadai bahwa sumber daya diperoleh secara hemat. Contoh
penggunaan kedua pendekatan dalam pemeriksaan atas aspek ekonomi dapat
dilihat pada Lampiran II.3.

22. Pemeriksaan atas aspek efisiensi diarahkan pada penilaian atas pemerolehan Pemeriksaan atas aspek
efisiensi
output yang optimal, baik secara kualitas maupun kuantitas, dengan
menggunakan sumber daya, biaya dan usaha yang optimal3.

23. Pemeriksaan aspek efisiensi dengan pendekatan berorientasi hasil Pemeriksaan atas
efisiensi dengan
membandingkan antara rasio produktivitas dengan standar yang telah pendekatan berorientasi
ditentukan. Biasanya, pendekatan ini digunakan jika output seragam dan hasil dan berorientasi
mudah untuk diukur (measurable). Standar (kriteria) yang dapat digunakan proses

untuk mengukur efisiensi secara langsung adalah:


1. Standar teknis, yaitu standar yang dikembangkan oleh ahli dengan teknik
pengukuran yang mapan dan diterima secara umum. Contoh standar
teknis adalah Grafik Barber Johnson yang merupakan salah satu
indikator efisiensi pengelolaan rumah sakit.
2. Standar historis, yaitu rasio produktivitas yang menggambarkan tingkat
efisiensi yang dicapai pada periode yang lalu.
3. Perbandingan dengan organisasi lain (benchmark), yaitu perbandingan
terhadap tingkat efisiensi yang dicapai oleh organisasi lain, yang
memiliki tugas dan fungsi serupa dan dianggap sebagai pemimpin di
bidang tersebut.
4. Pemanfaatan kapasitas, merupakan persentase antara kapasitas yang
tersedia dengan kapasitas yang digunakan (aktual).

Pemeriksaan atas aspek efisiensi dengan pendekatan sistem pengelolaan


berfokus pada penilaian atas proses operasional, metode atau prosedur yang
dilakukan untuk mencapai efisiensi. Pendekatan ini biasanya
digunakan jika output tidak seragam atau sulit diukur. Contoh pemeriksaan
atas aspek efisiensi dengan pendekatan berorentasi hasil dan pendekatan
berorientasi proses dapat dilihat pada Lampiran II.4.

24. Pemeriksaan atas aspek efektivitas bertujuan untuk menilai pencapaian Pemeriksaan atas
efektivitas dengan
tujuan dari suatu entitas/program/kegiatan. Pemeriksaan atas aspek pendekatan berorientasi
efektivitas dapat dilakukan dengan pendekatan berorientasi hasil dan/atau hasil dan berorientasi
pendekatan berorientasi proses. Pemeriksaan kinerja dengan pendekatan proses

berorientasi hasil berfokus pada penilaian apakah entitas/program/kegiatan


dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau dampak yang diharapkan.
Sementara itu, dengan pendekatan berorientasi proses, pemeriksaan
diarahkan pada penilaian proses operasional, metode, atau prosedur yang
dijalankan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau dampak yang
diharapkan. Contoh pemeriksaan atas aspek efektivitas dengan kedua
pendekatan tersebut dapat dlihat pada Lampiran II.5.

3
International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 3000 (2004). halaman 15.
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 7 dari 14
Juknis Penetapan Kriteria

BAB III
PROSEDUR PENYUSUNAN KRITERIA

A. Umum
01. Tahapan yang perlu dilakukan oleh pemeriksa untuk menetapkan kriteria Tahapan dalam
menetapkan kriteria
yang akan digunakan dalam pemeriksaan kinerja adalah sebagai berikut:
1. memahami area kunci dan tujuan pemeriksaan;
2. mengidentifikasi ketersediaan kriteria yang akan digunakan berdasarkan
hasil pemahaman atas tujuan pemeriksaan;
3. jika kriteria telah tersedia, pemeriksa mengidentifikasi sumber kriteria
tersebut, kemudian menguji apakah kriteria tersebut sesuai dengan tujuan
pemeriksaan dan memenuhi karakteristik kriteria yang baik;
4. mengembangkan kriteria pemeriksaan, jika kriteria tidak tersedia atau
kriteria yang ada tidak memenuhi karakteristik kriteria yang baik;
5. mengomunikasikan kriteria tersebut dengan entitas yang diperiksa; dan
6. mengimplementasikan kriteria tersebut dalam program pemeriksaan.

Bagan alur tahapan penetapan kriteria dapat dilihat pada paragraf 04 Juknis
Ini

B. Memahami Area Kunci dan Tujuan Pemeriksaan


02. Pada pemeriksaan kinerja, kriteria dikembangkan berdasarkan tujuan Perlunya pemahaman
atas area kunci dan
pemeriksaan atau firm audit objective yang telah ditetapkan. Sementara, tujuan pemeriksaan
tujuan dan lingkup pemeriksaan didasarkan pada area kunci yang telah dalam menyusun kriteria
ditentukan. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan oleh
pemeriksa adalah memahami area kunci serta tujuan pemeriksaan masing-
masing area kunci. Hal ini dapat dilakukan dengan memperoleh data dan
informasi sehubungan dengan area yang diperiksa, yakni mengenai
pengelolaan atas area tersebut, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan input,
proses, output dan outcome, serta mengetahui landasan hukum kegiatan pada
suatu area kunci. Uraian lebih lanjut mengenai pemahaman area kunci dapat
merujuk pada Juknis Area Kunci.

03. Hasil pemahaman area kunci dan tujuan pemeriksaan akan digunakan oleh Hasil pemahaman area
kunci dan tujuan
pemeriksa dalam menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, yaitu pemeriksaan
mengidentifikasi ketersediaan kriteria.

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 8 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria

04. Pemahaman Area


kunci & Tujuan
Pemeriksaan

Kembangkan Tdk Ketersediaan


Kriteria Kriteria

Ada

Undang-undang,
keputusan menteri, Tentukan Sumber
peraturan, regulasi, Kriteria
best practice,
benchmarking,
standar profesional,
standar dari SAI Uji Karakteristik
negara lain & literatur Kriteria dan
lainnya Kesesuaiannya
dengan Tujuan
Pemeriksaan

Membangun Kriteria
pemeriksaan seperti: Tdk
· Kriteria ekonomi; Sesuai?
· Kriteria efisiensi;
dan/ atau
· Kriteria Ya
efektivitas.

Komunikasikan
dengan
Entitas yang
diperiksa

Gunakan kriteria
dalam kegiatan
pemeriksaan

Gambar. 3.1 Bagan alur tahapan penetapan kriteria

C. Mengidenfitikasi Ketersediaan Kriteria


05. Setelah memperoleh pemahaman atas area kunci yang diperiksa serta tujuan Identifikas ketersediaan
kriteria dalam entitas
pemeriksaannya, pemeriksa dapat mengidentifikasi ketersediaan kriteria yang diperiksa
yang akan digunakan dalam pemeriksaan. Dalam hal ini terdapat dua kondisi
yang mungkin muncul, pertama jika entitas telah memiliki kriteria sendiri
untuk menilai keberhasilan program/kegiatan, dan kedua jika entitas belum
memiliki kriteria yang sesuai.

D. Menentukan Sumber Kriteria Pemeriksaan


06. Pada kondisi objek yang diperiksa telah memiliki kriteria sendiri, terdapat Potensi adanya kriteria
yang bias karena
kemungkinan kriteria yang disusun oleh entitas berpotensi bias, yang berarti dikembangkan oleh
bahwa kriteria yang telah dikembangkan oleh objek yang diperiksa memiliki entitas yang diperiksa
standar di atas kemampuan entitas sehingga sulit untuk dicapai, atau di
bawah kemampuan entitas/standar umum sehingga mudah dicapai. Tim

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 9 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria

pemeriksa perlu menganalisis lebih lanjut atas kriteria yang dimiliki oleh
entitas. Analisis tersebut dijelaskan pada Bab III Bagian E.

07. Demikian pula apabila entitas belum memiliki kriteria atau kriteria yang ada Pengembangan kriteria
jika tidak tersedia
belum sesuai dengan karakteristik kriteria yang baik, tim pemeriksa harus kriteria yang tepat
mengembangkan kriteria sebagaimana dijelaskan pada Bab III Bagian F.

08. Beberapa contoh kriteria yang bersumber dari entitas yang diperiksa antara Contoh sumber kriteria
yang dimiliki oleh
lain: entitas
a. Standard operating procedures (SOP) yang dikembangkan oleh entitas,
b. Standar pelayanan minimum yang ditentukan oleh entitas,
c. Dokumen perencanaan entitas (seperti Renstra atau RKA-KL) atau
dokumen perencanaan awal (seperti studi kelayakan),
d. Anggaran yang disusun oleh entitas,
e. Indikator kinerja utama (key performance indicators),
f. Dan lain-lain

E. Menguji Karakteristik Kriteria dan Kesesuaiannya dengan Tujuan Pemeriksaan


09. Untuk mengetahui kewajaran dan objektivitas kriteria yang dimiliki oleh Langkah yang dilakukan
untuk menguji kewajaran
entitas, dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara kriteria yang dan objektivitas kriteria
telah dimiliki entitas dengan beberapa hal di bawah ini: yang dimiliki entitas
a. standar yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
b. pendapat ahli dan organisasi profesional dan institusi penentu standar
(lembaga pembuat standar);
c. kriteria yang telah digunakan pada pemeriksaan sejenis;
d. kriteria yang digunakan oleh institusi pemeriksa lain; dan
e. kriteria yang digunakan oleh program/kegiatan sejenis (jika
dimungkinkan untuk diperoleh).

Jika telah dilakukan perbandingan, maka pemeriksa dapat menilai kewajaran


dan objektivitas kriteria tersebut dan memutuskan apakah kriteria tersebut
akan digunakan dalam pemeriksaan.

10. Identifikasi sumber, karakteristik, serta pengujian kewajaran dan objektivitas Kertas Kerja Identifikasi
dan Penentuan Sumber
kriteria dituangkan dalam Kertas Kerja Identifikasi dan Penentuan Sumber Kriteria Pemeriksaan
Kriteria Pemeriksaan, yang dapat dilihat pada Lampiran III.1.

11. Pemeriksa perlu mengembangkan kriteria yang sesuai dengan dengan kondisi Pengembangan kriteria
bila kriteria belum sesuai
objek yang diperiksa bila kriteria dinilai belum memenuhi karakteristik dengan karakteristik
kriteria yang baik. Tim pemeriksa dapat menggunakan jasa dari pihak-pihak
profesional apabila pemeriksa tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk
membuat kriteria.

F. Mengembangkan Kriteria Pemeriksaan


12. Langkah pengembangan kriteria menjadi salah satu aspek yang penting Dasar pengembangan
kriteria pemeriksaan
dalam pemeriksaan kinerja. Apabila pada pelaksanaan pemeriksaan kinerja kinerja
tidak ada suatu standar berterima umum yang dapat digunakan sebagai
kriteria pemeriksaan, maka pemeriksa perlu mengembangkan kriteria yang
sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pemeriksa dalam Langkah-langkah dalam


mengembangkan kriteria
mengembangkan kriteria adalah:

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 10 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria

a. Mempelajari sumber-sumber kriteria dalam rangka pengidentifikasian


kriteria yang relevan dan memadai.
b. Melakukan studi atau observasi atas operasional entitas. Misalnya,
dengan melakukan analisis tren kinerja tahun-tahun sebelumnya dan
membandingkan kinerja entitas yang diperiksa dengan organisasi lain
yang mirip (jenis organisasi maupun ukurannya) atau disebut
benchmarking.
c. Mengomunikasikan hasil pengembangan kriteria tersebut dengan pihak
berwenang dari entitas yang diperiksa.

13. Untuk mengembangkan kriteria sendiri, beberapa pendekatan yang dapat Pendekatan yang
dilakukan pemeriksa
dilakukan oleh pemeriksa adalah: dalam mengembangkan
a. Pemeriksa memvisualisasikan beberapa segmen kegiatan menjadi suatu kriteria
tugas. Setiap penugasan umumnya melalui beberapa tahap, seperti studi
kelayakan, perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, operasi, dan
evaluasi.
b. Pemeriksa mencari kriteria dengan mempelajari kebijakan dan prosedur
organisasi. Sebagai contoh, dalam memeriksa kinerja rumah sakit, waktu
tunggu pasien untuk mendapatkan ruang perawatan dapat dijadikan
kriteria untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit.
c. Pemeriksa harus mencari dan mengadaptasi prosedur organisasi sejenis
untuk dijadikan kriteria jika prosedur yang ada tidak dapat dijadikan
dasar.
d. Pemeriksa dapat menggunakan ekspektasi pengguna layanan sebagai
kriteria. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner
mengenai tingkat ekspektasi masyarakat terhadap kinerja entitas yang
diperiksa. Sebagai contoh, pada pemeriksaan kinerja rumah sakit,
pemeriksa dapat menyebarkan kuesioner kepada pengunjung untuk
memperoleh informasi mengenai lamanya waktu tunggu yang
pengunjung inginkan.

14. Untuk mengembangkan kriteria yang andal dan objektif, pemeriksa perlu Pengembangan kriteria
dari tiga sudut pandang
berpikir dari tiga sudut pandang, yaitu dari sudut pandang regulator
(penyusun peraturan), manajemen (pelaksana peraturan), dan masyarakat
(penerima manfaat).

15. Melalui sudut pandang regulator atau penyusun peraturan, pemeriksa dapat Berpikir dari sudut
pandang regulator
memahami hal-hal yang diinginkan oleh organisasi atau unit pembuat
peraturan atas entitas/program/kegiatan yang diperiksa.

16. Pemeriksa perlu berpikir dari sudut pandang manajemen entitas yang Berpikir dari sudut
pandang manajemen
diperiksa untuk memahami apa yang dilakukan oleh manajemen dalam
rangka mencapai tujuan program/kegiatan. Hal ini akan membantu pemeriksa
memahami kendala yang dihadapi oleh manajemen dalam membuat
keputusan, menentukan prioritas, dan memanfaatkan sumber daya. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk melihat dari sisi manajemen adalah dengan
memahami hubungan antara pengelolaan yang ‘efisien’, ‘ekonomis’, dan
‘efektif’. Seringkali manajemen harus membuat proritas diantara ketiga
aspek tersebut. Sebagai contoh, manajemen yang memprioritaskan
pengelolaan pada aspek ‘ekonomis’ mungkin akan mengurangi ‘efektivitas’
kegiatan, karena tidak ada sumber daya yang cukup untuk mencapai
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 11 dari 14
Juknis Penetapan Kriteria

keseluruhan tujuan program. Namun demikian, manajemen mungkin


memiliki alasan yang kuat untuk mempertahankan keputusannya lebih
memprioritaskan aspek ‘ekonomis’ daripada ‘efektivitas’.

17. Terakhir, dengan berpikir dari sudut pandang masyarakat, pemeriksa dapat Berpikir dari sudut
pandang masyarakat
memahami harapan mereka terhadap suatu program/kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah.

18. Ilustrasi cara pengembangan kriteria dan better management practice atas Ilustrasi cara
pengembangan kriteria
efektivitas pengelolaan pelayanan pertanahan pada kantor pertanahan
kabupaten ABC dapat dilihat pada Lampiran III.2 dan III.3.

G. Mengomunikasikan Kriteria dengan Entitas


19. Sebelum pemeriksaan dilaksanakan, pemeriksa harus mengomunikasikan Perlunya
mengomunikasikan
kriteria yang akan digunakan kepada entitas yang diperiksa. Hal ini kriteria dengan entitas
dilakukan agar diperoleh kesepahaman antara entitas yang diperiksa dengan yang diperiksa
pemeriksa, sehingga nantinya tidak ada penolakan terhadap hasil
pemeriksaan.

20. Penetapan kriteria yang telah disepahami antara tim pemeriksa dengan entitas Kesepakatan atas kriteria
dituangkan dalam KKP Pernyataan Kesepahaman atas Kriteria, yang dapat
dilihat pada Lampiran III.4. Pernyataan kesepahaman ditandatangani oleh
kedua belah pihak, yaitu pemeriksa dan entitas yang diperiksa. Dari pihak
pemeriksa, penandatangan pernyataan kesepahaman adalah penanggung
jawab pemeriksaan. Sementara itu, penandatangan pernyataan kesepahaman
dari pihak entitas adalah pimpinan dari entitas/program/kegiatan yang
diperiksa.

21. Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa dan entitas yang diperiksa Perbedaan pendapat
antara pemeriksa dan
mengenai kriteria yang telah dikembangkan, pemeriksa harus menganalisis entitas yang diperiksa
dan mendiskusikan lebih lanjut dengan pihak entitas, tanpa memengaruhi mengenai kriteria
independensi pemeriksa. Fakta dan argumentasi yang disampaikan oleh
entitas yang diperiksa perlu dibandingkan dengan pendapat dari sumber lain
yang relevan (misalnya pendapat ahli).

22. Jika entitas yang diperiksa tidak sepaham dengan kriteria yang ditetapkan Ketidaksepakatan atas
kriteria
oleh pemeriksa, namun pemeriksa yakin bahwa kriteria tersebut tepat dan
proses penyusunan kriteria telah melalui reviu berjenjang, maka pemeriksa
tetap menggunakan kriteria yang telah ditetapkannya. Penetapan kriteria
yang tidak disepahami oleh entitas yang dituangkan dalam Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP) Pernyataan Ketidaksepahaman atas Kriteria, perlu
mencantumkan alasan ketidaksepahaman tersebut (lihat lampiran III.4).

23. Seiring dengan berjalannya pemeriksaan, pemeriksa dapat menyempurnakan Perubahan kriteria dalam
proses pemeriksaan
(mengubah, menambah, atau mengurangi) kriteria. Penyempurnaan ini juga
perlu dikomunikasikan dengan manajemen entitas yang diperiksa.
Kesepahaman atau ketidaksepahaman entitas yang diperiksa atas perubahan
kriteria ini mengikuti ketentuan sebagaimana yang telah diuraikan dalam
poin G.

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 12 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria

BAB IV
PENUTUP

A. Pemberlakuan Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria


01. Juknis Penetapan Kriteria mulai berlaku saat ditetapkan melalui Keputusan Tanggal efektif
berlakunya juknis
BPK.

B. Perubahan Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria


02. Perubahan Juknis dapat berupa perubahan Juknis yang dimaksud atau Perubahan Juknis dapat
berupa perubahan Juknis
penjelasan atas substansi Juknis tersebut. atau penjelasan substansi

03. Perubahan atas Juknis ini akan dilakukan melalui Keputusan BPK tentang
Perubahan atas Juknis yang dimaksud.

C. Pemantauan Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria


04. Juknis ini merupakan dokumen yang dapat berubah sesuai dengan perubahan Pelaksana pemantauan
peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, dan kondisi lain. Oleh
karena itu, pemantauan atas juknis ini akan dilakukan oleh tim pemantauan
juknis terkait. Selain itu, masukan atau pertanyaan terkait dengan petunjuk
teknis ini dapat disampaikan kepada:

Direktorat Penelitian dan Pengembangan


Ditama Revbang
Lantai II Gedung Arsip, BPK-RI
Jl. Jenderal Gatot Subroto 31 Jakarta 10210
Telp. +62-21-25549000 ext. 3306/3307/3308
Email: litbang-pemeriksaan@bpk.go.id

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 13 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria

Referensi
Asian Organization of Supreme Audit Institutions, 2000, Performance Auditing Guidelines, ASOSAI.

Badan Pemeriksa Keuangan, 2007, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Jakarta.

Badan Pemeriksa Keuangan, 2008, Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja.

Badan Pemeriksa Keuangan, 2008, Panduan Manajemen Pemeriksaan, Jakarta.

Chambers, A. and Rand, G, 2000, The Operational Auditing Handbook : Auditing Business Processes,
John Wiley & Sons, London.

Comptroller and Auditor General of India, 2004, Performance Auditing Guidelines, CAG India.

International Organization of Supreme Audit Institutions, 2004, Implementation Guidelines for


Performance Auditing, INTOSAI.

International Organizations of Supreme Audit Institutions, 2004. Standards and guidelines for
performance auditing based on INTOSAI’s Auditing Standards and practical experience,
INTOSAI.

Office of the Auditor General of Canada, 1995, Auditing of Efficiency, OAG Canada.

Rai, Agung, 2008, Audit Kinerja: Teori dan Aplikasi pada Sektor Publik, Jakarta.

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan hal 14 dari 14


Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN II.1 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
________________________________________

BENCHMARKING DALAM PEMERIKSAAN KINERJA

Pengertian Benchmarking

Benchmarking merupakan suatu proses membandingkan metode, proses, prosedur, produk, dan jasa suatu
organisasi dengan praktik terbaik di organisasi lain. Benchmarking membutuhkan pertukaran informasi
dengan organisasi lain, mencari praktik terbaik, dan mengadopsi ide dari organisasi lain. Pertanyaan
utama dalam studi benchmarking adalah “Apakah sesuatu dilakukan sesuai dengan praktik terbaik?”.
Pada dasarnya, benchmarking merupakan proses identifikasi dan belajar dari praktik terbaik di organisasi
lain.

Manfaat Benchmarking dalam Pemeriksaan Kinerja

Bagi sebuah organisasi, benchmarking adalah alat yang dapat berguna bagi perbaikan berkelanjutan atau
menciptakan terobosan kinerja. Dalam pemeriksaan kinerja, auditor dapat melakukan benchmarking
untuk mengetahui praktik terbaik yang dilakukan oleh organisasi lain yang melakukan kegiatan serupa.
Benchmarking dapat dilakukan dengan bagian atau unit lain dalam entitas, atau dengan organisasi lain
yang melakukan fungsi yang sama, baik di dalam ataupun di luar pemerintah, yang berada di dalam
ataupun luar negeri. Contoh benchmarking dapat dilakukan dalam audit kinerja adalah dalam
pemeriksaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dimana benchmarking dapat dilakukan dengan
membandingkan pelayanan yang dilakukan oleh RSUD lain, meliputi jenis pelayanan yang diberikan,
bagaimana pelayanan dilakukan, berapa biayanya, kepuasan publik terhadap layanan tersebut, dan
seberapa baik pelayanan yang sama diberikan oleh organisasi lain.

Pada tahap pemeriksaan pendahuluan, benchmarking dapat membantu auditor dalam menetapkan kriteria
audit. Dengan belajar dari organisasi lain yang lebih baik, benchmarking dapat membantu untuk
memahami strategi entitas terperiksa, risiko ekstern dan intern, proses bisnis utama, dan faktor
keberhasilan utama. Dalam pemeriksaan kinerja, benchmarking dapat dilakukan untuk:

a. Mempelajari secara rinci dari organisasi lain, yang mempunyai proses yang lebih baik daripada
entitas terperiksa, atau menyediakan bukti bahwa entitas terperiksa merupakan organisasi terbaik di
bidangnya.

1
Juknis Penetapan Kriteria

b. Membantu auditor membuat analisis sebab-akibat yang lebih tepat. Benchmarking yang baik
membutuhkan studi mendalam bagaimana entitas terperiksa melakukan proses atau menangani
masalah. Dengan membandingkan data dari partner benchmarking, dapat dilakukan analisis
mendalam mengenai sebab-akibat yang mungkin.

c. Menyediakan bukti untuk observasi dan simpulan.

d. Meningkatkan kredibilitas rekomendasi.

Secara ringkas, manfaat benchmarking dalam audit kinerja adalah sebagai berikut:

a. mendorong reviu yang objektif atas proses, praktik, dan sistem dalam organisasi;

b. mengembangkan kriteria dan mengidentifikasi cara-cara operasi yang lebih baik;

c. menyediakan target perbaikan bagi entitas yang diaudit;

d. menunjukkan keterkaitan antar bagian atau komponen yang berbeda dalam organisasi;

e. memperoleh data eksternal yang objektif mengenai metode operasional;

f. mengidentifikasi cara-cara operasional yang lebih baik; dan

g. meningkatkan kredibilitas rekomendasi audit.

Faktor Pertimbangan dalam Benchmarking

Benchmarking terlihat sebagai suatu cara yang baik untuk menetapkan kriteria, namun teknik ini juga
memiliki beberapa kendala. Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sebelum memutuskan untuk
melakukan benchmarking adalah sebagai berikut:

 Apakah terdapat perhatian dari entitas yang diaudit terhadap pengguna (masyarakat),
pegawai, dan perbaikan berkelanjutan atas proses? Auditor dapat menginformasikan kepada
entitas terperiksa perihal konsep benchmarking, serta melibatkan entitas terperiksa dalam
benchmarking.

 Apakah benchmarking merupakan strategi audit yang tepat bagi entitas terperiksa? Organisasi
yang berpikiran terbuka akan menuai manfaat yang sangat besar dari benchmarking. Dengan
demikian, benchmarking yang dilakukan akan memberikan manfaat langsung bagi entitas terperiksa.
Pada organisasi yang belum berpikiran terbuka, benchmarking tetap memberikan manfaat besar

2
Juknis Penetapan Kriteria

dalam audit. Benchmarking dapat memberikan bukti audit yang kredibel atau meningkatkan
kredibilitas rekomendasi audit untuk memberikan keyakinan pada pengguna laporan audit, misalnya
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

 Apa yang harus di-benchmark? Keberhasilan benchmarking biasanya mendorong rancangan ulang
atas produk/jasa atau proses. Oleh karena itu, strategi entitas terperiksa atau isu ‘pengguna’ yang
memacu proses bisnis utama harus dipilih sebagai objek benchmarking. Dalam melakukan
benchmarking, kita perlu memahami dengan utuh proses, sistem, dan kegiatan yang ada sebagai dasar
untuk membandingkan dengan organisasi eksternal. Proses benchmarking seringkali melibatkan
penetapan faktor keberhasilan utama dari suatu kegiatan.

 Apa yang perlu diukur? Perolehan data kinerja sebagai pembanding merupakan kunci dari
benchmarking. Namun demikian, informasi mengenai bagaimana hasil diperoleh juga penting.
Ukuran benchmarking harus mengaitkan ukuran praktik tertentu terhadap kepuasan pengguna
(efektivitas) dan juga ukuran finansial.

 Dengan siapa benchmark dilakukan? Partner benchmarking yang ideal adalah organisasi yang
memiliki level kinerja yang lebih tinggi daripada entitas terperiksa dalam area tertentu yang di-
benchmark, dan mau berbagi data dan mendiskusikan praktik yang dilakukan. Benchmarking
membutuhkan identifikasi atas organisasi terbaik dalam bidang usahanya, atau dalam bidang usaha
lain yang memiliki proses serupa, serta membandingkan hasil dan proses dari target tersebut dengan
hasil dan proses dalam organisasi untuk mempelajar seberapa baik kinerja target, dan yang lebih
penting, bagaimana mereka melakukannya.

 Bagaimana mengumpulkan data secara efisien? Kita perlu melakukan studi yang rinci tentang
bagaimana entitas terperiksa melakukan proses yang akan di-benchmark sebelum melakukan
benchmarking. Ketika telah menentukan ukuran kinerja fundamental, kita dapat belajar lebih efisien
dan efektif dari data perbandingan yang ada untuk. Kita tidak perlu membuang waktu untuk mencari
informasi yang sempurna. Sebaliknya, kita perlu berfokus mengumpulkan cukup informasi untuk
meningkatkan proses dan output.

 Apa cara terbaik untuk menggunakan hasil benchmarking? Setelah memperoleh hasil
benchmarking, kita perlu menentukan perbedaan (varian) antara proses yang dilakukan oleh entitas
terperiksa dengan yang dilakukan oleh partner benchmarking. Kita perlu meletakkan ‘gap’ ke dalam
perspektif dengan mempertimbangkan faktor yang unik dalam organisasi.
3
Juknis Penetapan Kriteria

Benchmarking bukan merupakan sumber kriteria yang terbaik, namun jika dilakukan dengan benar,
proses ini tidak hanya menghasilkan praktik terbaik namun juga mendorong entitas terperiksa untuk
menghasilkan terobosan kinerja dan perbaikan berkelanjutan.

Beberapa kesalahan yang kerap dilakukan saat melakukan benchmark antara lain:

a. Lingkup benchmark terlalu luas. Tim audit seringkali ingin mem-benchmark isu-isu dan proses yang
terlalu banyak atau menggunakan banyak partner benchmark.
b. Terlalu banyak pertanyaan yang diajukan. Bermula dari daftar pertanyaan pendek, kemudian
berkembang menjadi banyak pertanyaan dan pemaparan.
c. Tim tidak siap melakukan benchmark. Benchmarking membutuhkan beberapa keahlian dan
persiapan, dan tim harus berkomitmen terhadap kegiatan ini.
d. Terlalu cepat melakukan benchmark sehingga kualitas benchmark kurang baik. Lebih baik
meluangkan cukup waktu untuk melakukan benchmark dengan benar.
e. Tim seringkali berpikir untuk mengembangkan banyak data statistik untuk memperkuat hasil
benchmark. Kita memerlukan beberapa statistik, namun harus berfokus pada praktik yang menjadi
objek benchmark.

Bentuk-bentuk Benchmarking

Seperti halnya bentuk kriteria, kuantitatif dan kualitatif, benchmarking juga dapat berbentuk
perbandingan kuantitatif dan kualitatif.

a. Benchmarking Kuantitatif
Benchmarking kuantitatif dapat menggunakan beberapa ukuran atau indikator untuk membandingkan
kinerja. Lingkup area meliputi produktivitas, biaya per unit, dan kualitas pelayanan. Misalnya rasio
guru-murid, pasien yang dilayani di rumah sakit, dan biaya per unit dalam pelatihan. Keuntungan dari
perbandingan data kinerja yang sudah ada adalah cepat, mudah, dan murah. Sebaliknya,
kelemahannya adalah akurasi yang diragukan, lingkup yang terbatas, dan kualitas yang tidak
diperhatikan. Idealnya, untuk hasil terbaik, benchmarking kuantitatif dikombinasikan dengan metode
kualitatif. Kendala utama dari benchmarking kuantitatif yang tidak valid adalah data perbandingan
yang tidak akurat, terutama pengukuran yang tidak sepadan. Kita perlu menentukan apa yang
termasuk dan tidak termasuk dalam data. Hal ini dapat memakan waktu, baik untuk mereviu data
yang ada atau mengumpulkan data baru melalui kuesioner.

4
Juknis Penetapan Kriteria

b. Benchmarking Kualitatif
Dengan hanya mengandalkan pada data kinerja kuantitatif, tidak cukup untuk mengidentifikasi jurang
yang signifikan dalam kinerja dan penyebabnya. Hal tersebut juga tidak memberikan informasi yang
cukup bagi perbaikan kinerja. Oleh karena itu, perlu dilakukan benchmarking kualitatif. Kelebihan
dari benchmarking kualitatif adalah hal ini menyediakan lingkup dan akurasi yang lebih besar
daripada benchmarking kuantitatif dan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang ada.
Kelemahan metode ini adalah bahwa kegiatan ini membutuhkan waktu dan bisa jadi mahal.

Langkah-langkah Benhmarking

Langkah-langkah dalam benchmarking adalah sebagai berikut:


1) Perencanaan
Kunjungan benchmarking merupakan cara, yang hasil akhirnya adalah peningkatan kinerja.
Kunjungan yang terencana dengan baik memilki agenda dan kuesioner yang disepakati oleh partner
benchmarking. Langkah dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
a) Identifikasi area/proses yang akan di-benchmark.
Pahami fungsi dan bisnis proses organisasi entitas yang kita periksa sebelum melakukan
perbandingan dengan organisasi lain. Benchmarking dapat diterapkan di segala proses atau fungsi
organisasi, dibutuhkan beberapa teknik penelitian, seperti: percakapan informal dengan
pelanggan, pegawai, atau pemasok; teknik penelitian eksploratif seperti Focus Group Discussion
(FGD); penelitian kuantitatif, survey, kuesioner, pemetaan proses, atau analisis laporan keuangan.
b) Identifikasi partner benchmark.
Temukan organisasi yang menurut kita paling baik dan tepat sebagai sumber benchmark.
Konsultasi dengan konsumen, analis, atau media massa untuk menentukan organisasi yang tepat
untuk dijadikan partner benchmarking.
c) Identifikasi informasi yang dibutuhkan.
2) Pelaksanaan kunjungan
Langkah pelaksanaan kunjungan meliputi:
a) hubungi partner benchmark;
b) kesepakatan atas informasi yang tersedia;
c) kesepakatan atas agenda kunjungan; dan
d) lakukan kunjungan sesuai agenda dan kesepakatan bersama.
5
Juknis Penetapan Kriteria

3) Analisis
Lakukan analisis atas proses bisnis pada sumber benchmark. Analisis meliputi perbandingan analitis
atas proses dan kinerja. Jika kunjungan berhasil, perbedaan antara kedua proses yang menjelaskan
jurang kinerja dapat diidentifikasi dan ditentukan. Analisis yang tepat akan mengindikasikan peluang
perbaikan kinerja. Langkah analisis meliputi:
a) identifikasi perbedaan proses; dan
b) identifikasi peluang perbaikan.
4) Implementasi hasil benchmark
Lakukan diseminasi atas hasil benchmark kepada manajemen atau pihak-pihak yang bertanggung
jawab melakukan perbaikan atas area/proses tersebut. Langkah implementasi meliputi:
a) penyampaian hasil benchmark kepada manajemen dan pihak terkait;
b) penyusunan rencana implementasi; dan
c) implementasi hasil benchmark.

6
Juknis Penetapan Kriteria

Referensi

Chambers, Andrew dan Graham Rand. 2000. The Operational Auditing Handbook: Auditing Business
Process. England: John Wiley & Sons.

Comptroller and Auditor General of Bangladesh. 2000. Performance Audit Manual. Bangladesh.

INTOSAI. 2004. Implementation Guidelines for Performance Auditing: Standards and Guidelines for
Performance Auditing based on INTOSAI’s Auditing Standards and Practical Experience.
Stockholm.

Office of the Auditor General of Canada. 1994. Evidence-Gathering Techniques. Canada: Minister of
Public Works and Government Services.

______. 2004. Performance Audit Manual. Canada: Minister of Public Works and Government Services.

Rai, I Gusti Agung. 2008. Audit Kinerja pada Sektor Publik: Konsep, Praktik, Studi Kasus. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.

http://www.eastdevon.gov.uk/eb_60607_item14app2.pdf

http://en.wikipedia.org/wiki/Benchmarking

7
Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN II.2 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
______________________________________________

Tujuan Pemeriksaan
Menilai Efektivitas Manajemen Rumah Sakit dalam Mengelola Perbekalan Farmasi

PERENCANAAN PELAKSANAAN MONITORING &Evaluasi


EVALUASI

Apakah manajemen RS telah merencanakan kebutuhan


Apakah manajemen RS telah melakukan
3.0 Does DESTmonitoring
have sound dan
perbekalan farmasi? Apakah manajemen RS telah melaksanakan
evaluasi atas pengelolaan perbekalan
financialfarmasi berdasarkan
management?
kegiatan pengadaan hingga pendistribusian
mekanisme yang seharusnya?
perbekalan farmasi dengan baik?
1. Manajemen RS telah menetapkan kebijakan dalam
perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi. 1. Manajemen RS telah menetapkan kebijakan dalam
2. Manajemen RS telah menetapkan SOP dalam perencanaan 1. Manajemen RS telah melaksanakan melakukan monitoring dan evaluasi atas pengelolaan
kebutuhan perbekalan farmasi. pengadaan dengan baik. perbekalan farmasi, serta melaksanakannya sesuai dengan
3. Manajemen RS memiliki data kebutuhan farmasi. 2. Manajemen RS telah melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan tersebut.
4. Manajemen RS telah melakukan perencanaan sesuai dengan kegiatan penerimaan dan penyimpanan 2. Manajemen RS telah menetapkan SOP/Prosedur Tetap dalam
kebijakan dan SOP yang telah ditetapkan. dengan baik. melakukan monitoring dan evaluasi atas pengelolaan
5. Manajemen RS telah mengalokasikan anggaran untuk 3. Manajemen RS telah melaksanakan perbekalan farmasi, serta melaksanakannya sesuai dengan
memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi. kegiatan pendistribusian dengan baik. SOP/Prosedur Tetap yang telah ditetapkan tersebut.
6. Manajemen RS telah menetapkan prioritas dalam 3. Manajemen RS telah menerima data/laporan secara teratur
memenuhi kebutuhan farmasi. atas pengelolaan perbekalan farmasi, serta telah menggunakan
data/laporan tersebut untuk melakukan perbaikan atas
pengelolaan perbekalan farmasi tersebut.
4. Manajemen RS telah menetapkan kebijakan tentang Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS), khususnya yang terkait dalam
pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi atas
pengelolaan perbekalan farmasi.
Juknis Penetapan Kriteria
LAMPIRAN II.3 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
___________________________________________

Pemeriksaan atas Aspek Ekonomi


Tujuan Pemeriksaan
Menilai Kehematan Pengadaan Kendaraan Dinas pada Departemen ABC Tahun 2001

Perencanaan Pengadaan Kendaraan Dinas Pelaksanaan pengadaan kendaraan dinas. Pengawasan dan evaluasi pengadaan
1. Terdapat analisis kebutuhan kendaraan 1. Terdapat perjanjian/kontrak dengan kendaraan dinas.
dinas sebagai dasar pengadaan di tahun pihak penyedia barang. 1. PPK melakukan pencatatan dan
2001. 2. Terdapat pakta integritas yang pelaporan keuangan dan hasil kerja
2. Terdapat panitia pengadaan barang/jasa ditandatangani oleh penyedia barang untuk kegiatan pengadaan.
yang memiliki sertifikat keahlian dan pejabat pembuat komitmen (PPK). 2. PPK mencatat dan melaporkan
pengadaan barang/jasa pemerintah. 3. Pengadaan dilakukan dengan metode hambatan dalam proses pengadaan
3. Panitia pengadaan menyusun harga yang tepat. kepada atasan langsung dan unit
perkiraan sendiri (HPS), jadual, tata 4. Pemilihan penyedia barang/jasa pengawasan intern.
cara pelaksanaan, dan lokasi dilakukan sesuai dengan persyaratan 3. PPK menyimpan seluruh dokumen
pengadaan. yang telah ditentukan. terkait pelaksanaan pengadaan.
PENDEKATAN 4. Terdapat evaluasi atas pelaksanaan
BERORIENTASI pengadaan kendaraan dinas.
5. Terdapat tindak lanjut atas hasil
PROSES evaluasi pelaksanaan pengadaan.

Jumlah dan Spesifikasi Harga Kendaraan Dinas Pengadaan Kendaraan Lokasi Pengadaan Sesuai
PENDEKATAN Kendaraan Dinas sesuai sesuai dengan Standar Dinas Dilakukan Tepat dengan Rencana yang
BERORIENTASI HASIL dengan Kontrak Biaya yang Ditetapkan Waktu Disusun oleh Panitia
Pengadaan untuk Tahun 2001 Pengadaan
Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN II.4 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/ K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
________________________________________________

Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan atas Aspek Efisiensi
Menilai Efisiensi Pemanfaatan Tenaga Medis pada RSUD Kabupaten
ABC

PENDEKATAN Terdapat perencanaan Terdapat metode atau Penggunaan teknologi di Terdapat reviu periodik
BERORIENTASI mengenai jumlah dan prosedur kegiatan medis bidang medis untuk untuk menghilangkan
PROSES kualifikasi tenaga medis yang sebagai panduan bagi para meningkatkan efisiensi. kegiatan yang tumpang
dibutuhkan. tenaga medis. tindih.

Rasio kunjungan dengan Rasio jumlah hari perawatan Rasio jumlah pasien intensif Rasio persalinan dengan
PENDEKATAN jumlah tenaga perawat jalan. dengan jumlah tenaga dengan jumlah tenaga tenaga bidan yang
BERORIENTASI HASIL perawat inap perawat yang melayani melayani.
Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN II.5 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
_____________________________________________________

Pemeriksaan atas Aspek Efektivitas


Tujuan Pemeriksaan: Menilai Efektivitas Kegiatan Promosi Ekspor
pada Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN)

1. Apakah BPEN mempunyai 2. Apakah BPEN melakukan 3. Apakah BPEN 4. Apakah terdapat pelaporan dan evaluasi yang
struktur organisasi yang perencanaan yang memadai melaksanakan promosi memadai atas kegiatan promosi ekspor yang
memadai untuk mendukung untuk promosi? dengan baik? dilakukan oleh BPEN?
pelayanan promosi ekspor?
3.1. BPEN melakukan promosi sesuai 4.1. Terdapat mekanisme pelaporan kegiatan promosi ekspor
2.1 Adanya strategi promosi ekspor efektif
dengan prosedur dan/atau panduan yang memadai.
1.2 Untuk mengetahui apakah struktur 2.1.1 Menyesuaikan produk ekspor dengan
(SOP) yang telah ditetapkan. 4.1.1 Terdapat petunjuk/panduan formal penyusunan laporan.
organisasi yang memadai untuk potensi pasar internasional.
3.1.1 Adanya SOP mengenai promosi. 4.1.2 Terdapat laporan yang akurat mengenai data kinerja dan
mendukung promosi ekspor telah 2.1.2 Menyusun prioritas produk yang
3.1.2 Promosi dilaksanakan sesuai data keuangan.
ditetapkan. diperkenalkan ke pasar.
dengan SOP. 4.1.3 Adanya tindak lanjut atas laporan kegiatan promosi.
1.2.1 Adanya pembagian tugas kepada unit- 2.1.3 Memetakan langkah-langkah untuk
4.1.4 Manajemen bereaksi jika ada gejala praktek yang tidak
unit organisasi. menempatkan produk ekspor di pasar.
baik yang disampaikan melalui laporan.
1.2.2 Unit-unit organisasi melaksanakan 2.1.4 Koordinasi dengan instansi pemerintah
tugas sesuai dengan tupoksinya. lainnya dan dengan dunia usaha.
PENDEKATAN 3.2 Mengindentifikasi, menilai dan
1.2.3 Adanya koordinasi antar unit-unit 4.2 Terdapat evaluasi atas kinerja promosi ekspor di BPEN
BERORIENTASI menangani risiko-risiko yang
dalam BPEN. secara memadai
PROSES 2.2 Penyusunan strategi promosi dilakukan timbul dalam proses promosi
3.2.1 BPEN mencatat, menggolongkan 4.2.1 Tersedianya ukuran-ukuran kinerja bagi promosi ekspor.
dengan baik.
dan menganalisis setiap masalah 4.2.2 Terhadap indikator tersebut telah dilakukan review dan
1.1 Menyelenggarakan pengelolaan 2.2.1 Strategi didasarkan pada kebutuhan saat
dalam promosi ekspor. validasi secara periodik.
keuangan yang efektif dalam kegiatan ini dan masa yang akan datang, serta
3.2.2 Masalah-masalah tersebut 4.2.3 Data mengenai kinerja aktual ditandingkan dengan target
promosi ekspor. harapan stakeholder.
dilaporkan dan jika ada perbedaan akan dilakukan analisa.
1.1.1 Dukungan biaya untuk setiap kegiatan. 2.2.2 Strategi didasarkan pada informasi dari
3.2.3 Melayani pengaduan dengan tepat 4.2.4 Tersedianya informasi mengenai evaluasi kinerja
1.1.2 Semua penerimaan dan pengeluaran pengukuran kinerja, riset, pembelajaran
dan segera melakukan perbaikan promosi ekspor
terkait dengan promosi ekspor dan aktivitas eksternal yang terkait.
sesuai prosedur. 4.2.5 Pemeriksaan atau reviu atas kinerja promosi ekspor
dilakukan sesuai dengan ketentuan. 2.2.3 Strategi dikembangkan, direviu, dan di
BPEN oleh aparat intern atau oleh manajemen .
update
4.2.6 Melakukan survei kepuasan terhadap stakeholder/peserta
2.2.4 Strategi diimplementasikan dan
promosi ekspor.
disebarluaskan melalui kerangka proses
4.2.7 Terdapat sistem pengelolaan pengetahuan.
utama.
4.2.8 Metodologi evaluasi pengendalian intern memadai dan
logis.

PENDEKATAN
BERORIENTASI Jumlah kontak dagang yang diperoleh Kepuasan para peserta kegiatan promosi Terpenuhinya
HASIL melalui promosi ekspor pada tahun 2009 ekspor yang diselenggarakan oleh BPEN target kenaikan ekspor
Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN III.1 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/ K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
____________________________________________

No. Indeks
Pemeriksaan Kinerja
Dibuat oleh :
Atas ..........…… Direviu oleh :
Tahun……..
Disetujui oleh :
BPK RI

KERTAS KERJA IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN SUMBER KRITERIA PEMERIKSAAN


Tujuan Pemeriksaan: ....

No. Kriteria Sumber kriteria

1. Kriteria 1. .........
a. Sub kriteria
b. Sub kriteria
c. Sub kriteria
2. Kriteria 2 ...........
a. Sub kriteria
b. Sub kriteria
c. Sub kriteria.. dan seterusnya
Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN III.2 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011

Ilustrasi Pengembangan Kriteria


pada Pemeriksaan atas Efektivitas Pelayanan Pertanahan

Pengembangan kriteria pemeriksaan dapat diilustrasikan pada pemeriksaan kinerja atas efektivitas
pengelolaan pelayanan kantor pertanahan kabupaten ABC. Tujuan pemeriksaan kinerja ini adalah untuk
menilai efektivitas pelayanan pertanahan pada kantor pertanahan kabupaten ABC. Langkah-langkah yang
dilakukan untuk mengembangkan kriteria pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Lakukan pemahaman atas area kunci yang telah ditentukan dan tujuan pemeriksaan masing-masing
area kunci.
2. Setelah memahami area kunci beserta tujuannya, pemeriksa menetapkan kriteria utama untuk setiap
area kunci, yang kemudian akan diturunkan menjadi beberapa sub kriteria. Sub kriteria tersebut
selanjutnya juga diturunkan menjadi beberapa sub-sub kriteria.

Pada pemeriksaan kinerja atas pengelolaan pelayanan kantor pertanahan kabupaten ABC, ditetapkan
empat area kunci, dengan tujuan pemeriksaan masing-masing area kunci yaitu sebagai berikut:

a. Area kunci pertama: Mekanisme pelayanan dan sumber daya yang mendukung pemberian
pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan Menilai apakah kantor pertanahan kabupaten ABC mempunyai mekanisme
Pemeriksaan: pelayanan yang jelas dan sumber daya yang memadai untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat.

Kriteria utama: Apakah kantor pertanahan kabupaten ABC mempunyai mekanisme pelayanan
yang jelas dan sumber daya yang memadai untuk mendukung pemberian
pelayanan kepada masyarakat?

Sub Kriteria 1: Apakah Kantor Pertanahan Kabupaten ABC mempunyai mekanisme pelayanan
yang jelas?

Sub Sub Kriteria 1: i. Terdapat mekanisme pelayanan front office dan back office yang jelas.
ii. Terdapat sarana dan bagian untuk memberikan informasi kepada
masyarakat.
iii. Ada pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan suatu pelayanan

1
Juknis Penetapan Kriteria

Sub Kriteria 2: Apakah tersedia sumber daya yang memadai untuk mendukung pemberian
pelayanan yang baik kepada masyarakat?

Sub Sub Kriteria 2: i. Para pegawai memiliki keahlian dan keterampilan dalam memberikan
pelayanan.
ii. Setiap kegiatan pelayanan telah didukung dengan sumber daya keuangan
dan sarana.
iii. Biaya pelayanan yang dikenakan kepada pemohon telah sesuai dengan
ketentuan.

b. Area kunci kedua: Proses pelayanan yang sesuai dengan standar dan prosedur yang
ditetapkan
Tujuan Menilai apakah kantor pertanahan kabupaten ABC telah melakukan proses
Pemeriksaan: pelayanan sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan.

Kriteria utama: Apakah kantor pertanahan kabupaten ABC telah melakukan proses pelayanan
sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan?

Sub Kriteria 1: Apakah dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kantor pertanahan kabupaten
ABC memiliki standar pelayanan?

Sub Sub Kriteria 1: i. Ada standar pelayanan yang jelas yang berlaku di kantor pertanahan
kabupaten ABC.
ii. Standar pelayanan yang ada disosialisasikan dan diketahui oleh seluruh
pegawai?
iii. Standar pelayanannya mudah dipahami dan dimengerti.
iv. Standar pelayanan telah diterapkan.
v. Standar pelayanan, berupa prosedur tetap yang dibakukan, telah memenuhi
kebutuhan Kantor Pertanahan.

Sub Kriteria 2: Apakah pelaksanaan pelayanan telah dilakukan sesuai dengan standar yang
ditetapkan?

Sub Sub Kriteria 2: i. Proses kegiatan pelayanan dilakukan sesuai prosedur tetap yang dibakukan.
ii. Realisasi ketepatan waktu pelayanan sudah sesuai dengan standar.

2
Juknis Penetapan Kriteria

c. Area kunci ketiga: Penanganan risiko operasional dan pengaduan


Tujuan Menilai apakah kantor pertanahan kabupaten ABC telah menangani risiko
Pemeriksaan: operasional dan pengaduan masyarakat secara memadai.

Kriteria utama: Apakah kantor pertanahan kabupaten ABC telah menangani risiko operasional
dan pengaduan masyarakat secara memadai?

Sub Kriteria 1: Apakah risiko-risiko operasional proses pelayanan telah diidentifikasi dan
dinilai?

Sub Sub Kriteria 1: i. Kantor pertanahan kabupaten ABC mencatatat, menggolonggkan dan
menganalisa setiap masalah dalam proses pelayanan.
ii. Masalah-masalah tersebut dilaporkan.
iii. Laporan tersebut mendapat umpan balik dari penerima laporan.
iv. Risiko yang sudah diidentifikasi dan dinilai tersebut sudah dikelola dan
ditangani dengan aktivitas pengendalian.
Sub Kriteria 2: Apakah kantor pertanahan kabupaten ABC telah mengelola pengaduan secara
memadai?

Sub Sub Kriteria 2: i. Kantor pertanahan kabupaten ABC mencatat, mengolonggkan dan
menganalisa setiap pengaduan masyarakat?
ii. Kantor pertanahan kabupaten ABC segera melayani pengaduan dengan tepat
dan segera melakukan perbaikan sesuai prosedur.

d. Area kunci keempat: Akuntabilitas dan evaluasi kinerja pelayanan


Tujuan Menilai apakah evaluasi kinerja pelayanan dan akuntabilitas kantor pertanahan
Pemeriksaan: kabupaten ABC telah dikelola dengan baik.

Kriteria utama: Apakah evaluasi kinerja pelayanan dan akuntabilitas kantor pertanahan
kabupaten ABC telah dikelola dengan baik?

Sub Kriteria 1: Apakah kinerja pelayanan Kantor Pertanahan ABC telah dievaluasi secara
memadai?

Sub Sub Kriteria 1: i. Kantor Pertanahan ABC telah mengevaluasi kinerja pelayanannya.
ii. Kantor Pertanahan ABC memonitor dan melakukan tindakan perbaikan atas
kinerja pelayanannya.
iii. Kinerja pelayanan Kantor Pertanahan ABC telah dievaluasi dan diperiksa
oleh aparat internal dan ekstern.

3
Juknis Penetapan Kriteria

Sub Kriteria 2: Apakah Kantor Pertanahan ABC telah mempertanggungjawabkan kinerja


pelayanannya dengan baik?

Sub Sub Kriteria 2: i. Kantor pertanahan kabupaten ABC memiliki mekanisme


pertanggungjawaban atas pelayanan yang diberikan.
ii. Pertanggungjawaban telah sesuai dengan ketentuan.
iii. Kantor Pertanahan ABC mendapatkan umpan balik atas pertanggungjawaban
yang disampaikan kepada Kanwil Pertanahan Provinsi ABC dan Kantor
Pertanahan Pusat.

Berdasarkan hasil pengembangan kriteria di atas, pemeriksa dapat menyusun sebuah kerangka prakrtik
pengelolaan yang baik (better management practice), untuk mempermudah pelaksanaan pemeriksaan dan
penyusunan laporan hasil pemeriksaan, seperti berikut ini.

4
Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN III.3 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
_________________________________________________________

Tujuan Pemeriksaan :
Menilai Efektivitas Pengelolaan Pelayanan Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten ABC

1. Apakah Kantor Pertanahan (Kantah)


Kab. ABC mempunyai mekanisme 2. Apakah Kantor Pertanahan Kab. ABC 3. Apakah Kantor Pertanahan Kab. 4. Apakah Evaluasi Kinerja Pelayanan dan
pelayanan yang jelas dan sumber telah melakukan proses pelayanan sesuai ABC telah menangani resiko Akuntabilitas Kantor Pertanahan Kab.ABC
dengan standar dan prosedur yang operasional dan pengaduan telah dikelola dengan baik ?
daya yang memadai untuk
mendukung pemberian pelayanan ditetapkan? masyarakat secara memadai?
kepada masyarakat? 4.1 Kantah Kab. ABC mengevaluasi kinerja
2.1 Memiliki Standar Pelayanan dalam 3.1 Mengindentifikasi, menilai dan pelayanan secara memadai
1.1 Kantor Pertanahan Kabupaten ABC melaksanakan kegiatan pelayanan menangani resiko-resiko yang timbul 4.1.1 Mengevaluasi kinerja pelayanannya
telah memiliki mekanisme pelayanan 2.1.1 Memiliki standar pelayanan yang jelas yang dalam proses pelayanan 4.1.2 Memonitor dan melakukan tindakan perbaikan
yang jelas dalam memberikan berlaku di Kantah Kab.ABC 3.1.1 Kantor Pertanahan Kab. ABC mencatat, atas kinerja pelayanannya
pelayanan prima 2.1.2 Standar pelayanan yang ada disosialisasikan menggolongkan dan menganalisa setiap 4.1.3 Kinerja pelayanan Kantah dievaluasi dan
1.1.1 Terdapat mekanisme pelayanan front dan diketahui oleh seluruh pegawai masalah diperiksa oleh aparat intern dan ekstern
office dan back office yang jelas. 2.1.3 Standar pelayanan mudah dipahami dan 3.1.2 Masalah-masalah tersebut dilaporkan
1.1.2 Terdapat sarana dan bagian yang dimengerti
2.1.4 Standar pelayanan sudah diaplikasikan 4.2 Kantah ABC mempertanggungjawabkan
memberikan informasi kepada kinerja pelayananannya dengan baik
masyarakat. 2.1.5 Standar pelayanan berupa prosedur tetap 3.2 Mengelola pengaduan secara memadai
yang dibakukan telah memenuhi kebutuhan 4.2.1 Kantah ABC memiliki mekanisme
1.1.3 Terdapat pejabat yang 3.2.1 Kantor Pertanahan Kab ABC mencatat, pertanggungjawaban yang memadai atas
bertanggungjawab atas pelaksanaan Kantor Pertanahan. menggolongkan dan menganalisa setiap pelayanan yang diberikan
kegiatan suatu pelayanan. pengaduan masyarakat 4.2.2 Pertanggungjawaban telah sesuai dengan
2.2 Melaksanakan kegiatan pelayanan sesuai 3.2.2 Kantor Pertanahan Kab. ABC
dengan standar yang ditetapkan. ketentuan yang ada
segera melayani pengaduan dengan 4.2.3 Kantah mendapatkan umpan balik atas
1.2 Tersedia sumber daya yang memadai 2.2.1 Proses kegiatan pelayanan dilakukan sesuai tepat dan segera melakukan perbaikan pertanggungjawabannya kepada Kanwil BPN
untuk mendukung pemberian prosedur tetap yang dibakukan sesuai prosedur Provinsi ABCx dan BPN Pusat
pelayanan yang baik kepada 2.2.2 Realisasi ketepatan waktu pelayanan sudah
masyarakat sesuai dengan standar
1.2.1 Tersedianya pegawai yang memiliki
keahlian dan ketrampilan dalam
memberikan pelayanan
1.2.2 Adanya dukungan sumber daya
keuangan dan sarana untuk kegiatan
pelayanan
1.2.3 Semua biaya yang dikenakan kepada
pemohon telah sesuai dengan
ketentuan
Juknis Penetapan Kriteria LAMPIRAN III.4 : KEPUTUSAN BPK RI
NOMOR : 11/K/I-XIII.2/12/2011
TANGGAL : 30 DESEMBER 2011
___________________________________________________

Pemeriksaan Kinerja No. Indeks


Dibuat oleh :
Atas ..........…… Direviu oleh :
Tahun…….. Disetujui oleh :
BPK RI
PERNYATAAN KESEPAHAMAN/KETIDAKSEPAHAMAN*)
ATAS KRITERIA YANG DITETAPKAN OLEH TIM PEMERIKSA BPK

Dengan ini, saya selaku pihak manajemen ………. menyatakan sepaham/ tidak sepaham*) atas seluruh/sebagian kriteria yang ditetapkan oleh tim pemeriksa
BPK-RI dalam pemeriksaan kinerja atas ………………. ,dengan rincian sebagai berikut:
No. Tujuan Pemeriksaan Subkriteria Sub Sub Kriteria Sumber Kriteria Sepaham/Tidak Sepaham Alasan Tidak Sepaham
1.
2.
3. Dan seterusnya

Tempat, dd/mm/yy
Mengetahui, Menyatakan,
Penanggung Jawab Pemeriksaan Pimpinan Entitas 1)

(Nama) (Nama)
Keterangan:
*)
Coret yang tidak perlu
1)
Pimpinan tertinggi pada entitas yang diperiksa. Sebagai contoh, dalam pemeriksaan pada Dinas Kesehatan maka penandatangan Pernyataan Kesepahaman/Ketidaksepahaman adalah Kepala
Dinas Kesehatan.
Juknis Penetapan Kriteria

TIM PENYUSUN PETUNJUK TEKNIS


PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSAAN
KINERJA

1. Daeng M. Nazier

2. Hery Subowo

3. Ria Anugriani

4. Beni Subena

5. Agus Bambang Irawan

6. G. Yorrie Rismanto Adi

7. Dwi Afriyanti

8. Harpanto Guno Sabanu

9. Subeki Supriyadi

10. Iwan Purwanto Sudjali

11. Sandra Willia Gusman

12. Bambang Prayudhi

13. Denny Wahyu Sendjaja

14. Yosie

15. Asad Agung Perkasa

Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan


Direktorat Litbang
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Jl. Jenderal Gatot Subroto 31
Jakarta 10210 Indonesia
+62-21-25549000 ext. 3306/3307/3308
Email: litbang-pemeriksaan@bpk.go.id

Anda mungkin juga menyukai