Anda di halaman 1dari 12

KOMPETISI ESSAY NU ONLINE

JUDUL ESAI
Kedamaian Islam Merangkul Keberagaman di Bumi Pertiwi Melalui
Optimalisasi Bonus Demografi

Diusulkan Oleh:

Ika Zulkafika Mahmudah 131511133008 2015

UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
Kedamaian Islam Merangkul Keragaman di Bumi Pertiwi Melalui
Optimalisasi Bonus Demografi
Ika Zulkafika Mahmudah
S1-Pendidikan Ners
Universitas Airlangga, Kampus C Unair Mulyorejo: Surabaya, 60115,
izma111213@gmail.com

Indonesia yang dikenal damai dan rukun dalam kehidupan yang beragam, kini
kenyataan berbalik dari kedaan tersebut. Berbagai isu mulai dari penistaan agama, hingga
saling mencerca antara kaum minoritas dan mayoritas bukan lagi menjadi masalah kecil.
Api yang tersulut semakin membesar hingga sesama umat muslim sendiri saling
mendikte. Ketika ada umat yang memilih diam untuk mempertahankan perdamaian
dalam konflik beragama, justru dianggap tidak membela Islam. Mirisnya, ulama dan kyai
yang menjaga ukhuwah insaniyah dan tetap kerjasama dalam bidang sosial dengan non
muslim pun dihina oleh umat Islam sendiri sehingga menimbulkan silang pendapat
sesama muslim sendiri. Tidak berujung sampai di sini, bahkan media sosial
disalahgunakan sebagai ajang saling hina dan tuduhan yang tidak pasti kebenarannya
dengan tulisan-tulisan yang tidak bertanggungjawab.

Adanya golongan radikalisme penolak sistem demokrasi yang ingin


menerapkan khilafah dan menentang pemerintah non muslim, justru disalah
persepsikan oleh pengikutnya. Bukan berlomba-lomba menyiapkan diri sebaik
mungkin dan memberikan perhatian pada golongan rakyat ekonomi lemah, namun
malah sibuk berdakwah kesana-kemari mencari massa untuk mendukung aksinya.
Sedangkan di sisi lain, golongan yang tidak dikehendaki justru telah
memenangkan simpati rakyat awam dengan memberikan kepedulian serta bantuan
sosial yang dibutuhkan. Ketika golongan tersebut menang dalam politik, saudara
sesama Islamnya justru mendapat tuduhan bekerjasama dengan non muslim dan
melanggar Al-Qur’an serta sunnah.

Konflik agama seperti kasus penistaan agama yang sedang berlangsung di


Indonesia dimana Islam sebagai mayoritas, justru dimanfaatkan oleh golongan yang ingin
memecah belah Bangsa Indonesia. Bahkan banyak daerah yang ingin memisahkan
diri dari Indonesia karena menganggap tidak pernah mendapat fasilitas dan
pelayanan dari pemerintah akibat jauhnya lokasi mereka tinggal dengan pusat
pemerintahan. Fitnah Islam sebagai teroris dan tidak menghargai toleransi ditelan
mentah-mentah oleh rakyat awam, karena memandang sebagian golongan saja yang
memang benar melakukannya. Persepsi buruk terhadap seluruh umat terjadi karena
perilaku sebagian orang, sehingga menyebabkan buruknya citra Islam. Bukan hanya
perpecahan bangsa, namun perpecahan antar umat Islam sendiri dapat terjadi apabila hal
tersebut dibiarkan secara berkelanjutan tanpa ada pihak yang memeberikan solusi.

Keadaan yang lebih miris adalah saat dimana para umat Islam mengajak umat
Islam lain untuk mengikuti alirannya yang dianggap benar. Lantas apakah berarti Islam
selain alirannya adalah salah? Bukankah mereka satu Allah dan satu Rasulullah dan
hanya ada 1 Islam? Masing-masing mengakui dirinya sebagai pengikut faham Aswaja.
Namun, jika benar mereka memahami ajaran aswaja, maka dalam bidang Fiqh seharusnya
memahami bahwa diperbolehkan mengikuti salah satu dari imam madzhab empat.
Sehingga wajar apabila ada sedikit perbedaan dalam tata cara dan tidak diperkenankan
memaksakan kehendak menganggap bahwa alirannya lah yang benar sedang yang lain
salah.

Bahkan untuk saat ini, banyak umat Islam yang menuduh sesama Islam
melakukan bid’ah karena merayakan maulid nabi dan tahlilan. Jika hal tersebut
merupakan kegiatan yang menimbulkan madlarat, apakah ada dalil al-qur’an yang
melarangnya sehingga mereka sebagai sesama umat Islam sangat menentang kegiatan
tersebut dan menganggap bahwa perayaan tersebut sebagai pembodohan oleh kaum
Yahudi? Lantas bagaimana dengan HP, Televisi, mobil, sepeda yang mereka sendiri
menggunakan? Apakah hal tersebut bukan termasuk bid’ah? Seharusnya jika mengaku
sebagai pengikut Aswaja, kita harus mengetahui bahwa terdapat 2 bid’ah yakni hasanah
dan sayyi’ah (menyalahi Al-qur’an dan sunnah). Maka jika kegiatan tersebut mulia, tidak
menimbulkan madlarat, lebih banyak manfaat dan sejalan dengan Al-Qur’an dan sunnah
bukanlah masalah bila tetap dilakukan.

Perjuangan membela agama memang sangat perlu, namun tidak adil


apabila hal tersebut dapat menghancurkan patriotisme bangsa Indonesia demi
kepentingan golongan tertentu saja yang mengatasnamakan Islam. Padahal Islam
sendiri mengajarkan toleransi dalam beragama sesuai batas yang telah ditentukan.
“Lakum diinukum wa liyadiin” yang artinya untukmu agamamu dan bagiku
agamaku. Telah jelas dalil tersebut menerangkan bahwa selagi tidak melanggar
batas ketentuan agama Islam, maka toleransi beragama tidaklah dilarang, justru
sangat dianjurkan kecuali dalam hal beribadah. Kita diperkenankan bekerjasama
dalam berdagang atau kegiatan sosial, namun tidak dianjurkan untuk bekerjasama
dalam hal beribadah. Sehingga tidak ada salahnya apabila umat Islam bekerjasama
dalam kegiatan sosial, karena yang Maha Mengetahui niat dan berhak
memberikan imbalan hanya Allah SWT. Maka sesama umat muslim tidak berhak
menghina atau mengkafirkan saudara semuslimnya terutama ulama’ hanya karena
sedang bekerjasama dengan non muslim, padahal kerjasama tersebut di luar
bidang ibadah atau keagamaan yang berhubungan dengan Tauhid dan Akidah.

Masalah-masalah demikian perlu menjadi sorotan pemerintahan, terutama


umat Islam sebagai kaum mayoritas di Indonesia, bukan hanya mempertahankan
keutuhan Islam namun juga keutuhan Negara Indonesia dengan mengembalikan
toleransi sebagaimana Islam sendiri telah mengaturnya melalui ukhuwah
wathaniyah dan ukhuwah insaniyah, bukan hanya melalui ukhuwah islamiyah.
Meneladani sikap Rasulullah dan para waliyullah dalam berdakwah menyebarkan
Islam dengan damai sangat penting bagi umat Islam agar dapat bertoleransi
sebagaimana mestinya tanpa melebihi batas yang dilarang oleh agama Islam demi
menjaga kesatuan dan persatuan Bangsa.

Berdiri atas dasar persatuan dan kesatuan rakyat dalam melawan penjajahan dan
perjuangan para pendiri Negara, menjadikan bangsa Indonesia memiliki jiwa persatuan
yang tinggi dalam menghadapi berbagai keberagaman bangsa Indonesia baik suku, ras,
bahasa daerah, serta agama. Hal tersebut menjadikan Negara-negara lain banyak yang
melirik indahnya kerukunan di Indonesia. Berbagai budaya seperti tarian tradisional,
musik tradisional, makanan khas, adat-istiadat, bahkan cara menyambut tamu dengan
khas dan unik menjadi kekayaan tersendiri bagi Indonesia. Hidup rukun dan
berdampingan dengan lima agama berbeda di Indonesia yakni Islam sebagai mayoritas
dan empat agama lain yang meliputi Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha bukan menjadi
penghalang untuk berinteraksi sosial. Hal demikian perlu dipertahankan sebagai kekuatan
yang kokoh untuk menjaga kesatuan dan persatuan guna mewujudkan tujuan Negara
sebagaimana cita-cita luhur para pendiri Negara yang termaktub dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945.

“Bangsa Indonesia memiliki karakter khas dibanding bangsa lain yaitu keramahan
dan sopan santun. Keramahan tersebut tercermin dalam sikap mudah menerima
kehadiran orang lain. Orang yang datang dianggap sebagai tamu yang harus
dihormati. Sehingga banyak kalangan bangsa lain yang datang ke Indonesia
merasakan kenyamanan dan kehangatan tinggal di Indonesia.” (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).

Pernyataan tersebut merupakan salah satu alasan diadakannya materi Pendidikan


Kewarganeraan hingga di jenjang perkuliahan. Salah satu tujuannya adalah mahasiswa
sebagai pemuda yang nantinya sebagai tonggak perubahan Indonesia yang lebih baik
dapat menerapkan sikap yang positif terhadap Negara terutama ketika memegang kendali
pemerintahan agar tidak menyalah gunakan wewenang atau kekuasaan di atas
kepentingan pribadi maupun golongan.

Menurut Sutrisno dalam Sunarso 2011, mengemukakan bahwa Soekarno


memiliki pemahaman berdasarkan analisis geopolitiknya, menekankan bahwa
persatuan antara orang dengan dengan tanah airnya sebagai syarat bangsa.
Sedangkan bangsa menurut Moh. Hatta adalah suatu persatuan yang ditentukan
oleh keinsyafan, sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi satu, yaitu
terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan yang
bertambah besar oleh karena seperuntungan, malang sama diderita, mujur sama
didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena
peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan otak.

Berdasarkan pernyataan tersebut, tentu Negara Indonesia berdiri melalui


proses yang begitu sakral dan patut dijaga keutuhannya. Salah satu caranya yakni
dengan meneladani perjuangan para pejuang kemerdekaan yang bersatu tanpa
memandang agama. Bahkan dalam perumusan dasar Negara, para pendiri Negara
mengubah redaksi sila pertama yang menunjukkan Indonesia sebagai Negara
Islam dengan kewajiban menjalan syariat Islam bagi pemeluknya, untuk
menghormati satu orang perumus yang non muslim demi menjaga keutuhan
NKRI.

Semboyan Negara Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti


berbeda-beda tetapi tetap satu, sebagai cerminan Indonesia yang memiliki
keberagaman budaya, suku, ras, bahasa daerah, bahkan agama sebagai kekayaan
tersendiri perlu dihidupkan kembali untuk menyulutkan api nasionalisme. Bangsa
Indonesia perlu menjadikannya sebagai bahan perenungan akan meredupnya
semangat nasionalisme karena kepentingan golongan. Sikap meneladani
perjuangan para pahlawan perlu digencarkan lagi pada anak-anak sejak usia dini.
Penanaman sikap toleransi juga perlu dikembangkan sejak dini, karena seorang
anak tumbuh sesuai dengan lingkungan dimana ia akan berkembang. Apabila anak
tumbuh dalam lingkungan dimana mempersepsikan penganut agama selain Islam
adalah musuh, bahkan isu dimana saat ini adanya penolakan terhadap mata uang
bergambar pahlawan non muslim, maka ketika anak tumbuh dewasa mindset anak
akan menganggap siapapun yang bukan Islam adalah musuh, bahkan ia akan
enggan menghargai jasa pahlawan non muslim. Padahal, dalam memperjuangkan
kemerdekaan melewati penjajahan para pahlawan bekerjasama dengan satu tujuan
yakni demi kemaslahatan bersama, tanpa memandang dari agama apa para
pahlawan berasal.

Nasionalisme pada bangsa Indonesia perlu diperkuat kembali dan jangan


sampai dibiarkan luruh dari jiwa Bangsa Indonesia. Lunturnya nasionalisme
akibat pengaruh modernisasi dan kepentingan golongan banyak menimbulkan
berbagai karakteristik masyarakat, mulai yang bersikap apatis, terlalu
mengedepankan politik, menolak politik, hingga anti demokrasi karena dianggap
tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah. Padahal di dalam Al-Qur’an surat asy-
syura ayat 38 dan al-mujadalah ayat 11 melaui tafsir Quraisy Shihab telah
dijelaskan bahwa tujuan Islam dalam kehidupan masyarakat madani adalah
tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih dikenal dengan istilah
musyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai perbedaan konsep demokrasi
dengan musyawarah, pandangan tersebut dalam arti membatasi hanya pada
wilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di dalam Al-qur’an juga terdapat
nilai-nilai demokrasi. (Shihab, 2000)

Zaman waliyullah di tanah Jawa atau yang dikenal sebagai walisongo,


penyebaran Islam begitu pesat dan dapat dirasakan dampaknya hingga saat ini. Desa
Balun yang terletak di kecamatan Turi, kabupaten Lamongan, merupakan salah satu
wilayah dakwah para wali saat itu. Mbah Alun salah seorang yang menyebarkan Islam di
daerah tersebut, diabadikan namanya untuk mengenang jasa beliau sehingga desa tersebut
diberi nama Balun. Penyebaran Islam secara damai di wilayah tersebut, menjadikan
toleransi umat Islam yang sangat kental sebagai keunikan yang khas bagi desa Balun.
Tiga agama yang hidup dalam satu desa yakni Islam, Hindu dan Kristen bukan menjadi
penghalang bagi masyarakat setempat untuk tetap dapat berinteraksi sosial tanpa
memandang agama. Kecuali dalam urusan ibadah dan keagamaan masing-masing saling
menghormati dan memahami antar sesama, tanpa menjadikan masalah yang
mengharuskan saling berucap di hari raya atau ikut merayakan kegiatan keagamaan
masing-masing. Meski demikian tidak pernah muncul konflik keagamaan di daerah
tersebut. Bahkan lokasi Masjid, Pura, dan Gereja terletak dalam satu pusat dan saling
berhadapan justru semakin merekatkan hubungan masyarakat untuk saling membantu
sesama.

Islam sendiri masuk ke Indonesia melalui berbagai cara yang mudah diterima
oleh masyarakat, sehingga Hindu-Buddha yang dulu mendominasi kini Islam mampu
menjadi mayoritas. Jalan perdagangan, perkawinan, bahkan kesenian mampu disulap oleh
para walisongo guna menyebarkan ajaran Islam di Indonesia tanpa pemaksaan.
Masyarakat dengan kenyamanan dan kedamaian yang dirasakan, begitu sukarela
memeluk agama Islam tanpa adanya tekanan. Bahkan mengubah tradisi adat sesembahan
masyarakat pun dilakukan oleh para waliyullah melalui cara yang mudah diterima
masyarakat secara perlahan, seperti tahlilan, diba’, serta rutinitas keagamaan yang berbau
Islam tanpa menyimpang dari syari’at Islam itu sendiri. Begitulah Islam dikenalkan di
Indonesia sebagai agama yang rahmatan lil alamin, penyempurna agama-agama
sebelumnya dan penerang kejahiliyaan di bumi pertiwi.

Rasulullah sendiri dalam menyampaikan dakwahnya selalu menggunakan cara


yang damai dan tidak menggunakan kekerasan sedikit pun. Sehingga masyarakat merasa
nyaman dan damai akan kehadiran Islam yang membuat mereka dengan sukarela
memeluk agama Islam tanpa paksaan. Perjuangan dan liku-liku Rasulullah dalam
berdakwah pun tidak mudah, hinaan dan siksaan yang dialami tidak menyurutkan
semangat beliau sedikit pun. Sifat demikian lah yang seharusnya diteladani oleh kaum
muslimin Indonesia dalam menghadapi berbagai konflik yang sedang menguji Islam.
Bukan dengan gegabah menerima apapun yang dianggap menyimpang dari Islam tanpa
memilah kebenaran faktanya atau hanya fitnah yang ditujukan untuk memecah belah
umat Islam.

Teladan dari Rasulullah dan para waliyullah dalam berdakwah perlu dikaji
kembali guna muhasabah diri. bagaimana Islam saat ini dan masa lalu dalam menghadapi
dan memecahkan permasalahan. Kesabaran dan keuletan menghadapi musuh di zaman
itu, tidak ada bandingannya dengan permasalahan saat ini dimana Islam telah diterima
secara terbuka oleh umat. Terutama di Indonesia yang merupakan Negara dengan lima
agama. Sehingga dalam menghadapi segala sesuatu perlu adanya toleransi untuk
menghindari munculnya konflik baru.

Sebagaimana toleransi di Indonesia begitu terasa dan masyarakat dapat hidup


aman serta tentram berdampingan di era kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid atau
yang akrab dikenal Gus Dur. “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau
kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah
tanya apa agamamu.” Begitulah salah satu ungkapan Gus Dur. Beliau digelari
sebagai Bapak Pluralisme Indonesia karena gaya pemikiran beliau yang modern dengan
gayanya yang khas, begitu toleran akan perbedaan yang dihadapi oleh masyarakat
Indonesia. Sehingga pada saat itu masyarakat dengan berbeda agama dapat hidup dengan
damai dan rukun, bahkan di zamannya masyarakat Tiong-Hoa dapat tinggal di Indonesia
dengan agamanya, bahkan beberapa diantara memeluk Islam karena kekagumannya
terhadap Gus Dur.

Tidak sedikit yang memusuhi beliau karena cara berfikirnya yang dianggap gila
dan terlalu liberalis. Namun tidak peduli akan hal itu, lambat laun semua yang pernah
dikatakan beliau terbukti nyata satu persatu, bahkan hingga beliau telah berpulang ke
Rahmatullah, apa yang pernah beliau katakana dahulu kini menjadi nyata. Salah satunya
adalah munculnya fitnah NU dalam kepemimpinan PBNU K.H Aqil Siraj yang kini benar
adanya. Belajar dari hal tersebut, sebagai warga NU seharusnya mampu menyadari dan
mendukung kebenaran yang sesungguhnya, bukan ikut hanyut terbawa fitnah yang dapat
membawa dampak buruk bagi NU sendiri. Bahkan keberaniannya serta ketegasannya
sebagai Guru Bangsa kini banyak dirindukan oleh rakyat akan kehadirannya sosok
pemimpin seperti beliau.

Maka sebagai pemuda khusunya penganut Aswaja NU, sedikit langkah dapat
dilakukan guna menjawab kerinduan masyarakat akan kedamaian tersebut. Menghadapi
bonus demografi 2020, Islam sebagai mayoritas dan sesuai teladan dakwah Rasulullah
dan waliyullah harus mampu memanfaatkan optimalisasi peran pemuda dalam
menghadapi berbagai isu yang menjadi faktor pencetus perpecahan bangsa Indonesia.
Peran aktif pemuda terutama kaum berpendidikan dalam menangani permasalahan secara
damai dan tidak merugikan pihak mana pun sangat didambakan oleh rakyat untuk
mencegah konflik yang semakin besar. Salah satunya adalah melalui pembentukan forum
pemuda peduli yang terdiri dari relawan masing-masing agama, dengan tujuan yang sama
yakni guna menciptakan perdamaian di Indonesia.
Pendekatan yang digunakan dalam penerapan gagasan ini yaitu dengan
teori Dignan melalui analisis sosial terhadap masalah yang sedang dihadapi
bangsa Indonesia. Sehingga perencanaannya benar-benar terukur dengan matang.
Tahapan implementasi yang dilakukan yaitu :
1. Tahap pertama yakni analisis mengenai lingkungan sasaran melalui SWOT
sebagai tahap terpenting dalam implementasi ini. Output dari tahap ini
berupa seberapa besar peluang tantangan, kekuatan dan kelemahan program,
kemudian akan ditentukan posisi dimana program ini berada, di kuadran
untuk dilanjutkan programnya atau malah harus ditangguhkan. Pembentukan
forum pemuda peduli ini termasuk dalam kuadran siap untuk dilaksanakan
dimana peluang dan kekuatannya jauh lebih besar jika diterapkan di
Indonesia saat ini, karena kurangnya komunitas yang bergerak dibidang
tersebut. Pembentukan forum ini dilakukan untuk mengembangkan
pemahaman antar agama yang dimulai sejak dini, dimana batasan toleransi
harus diaplikasikan agar tidak menimbulkan salah faham antar umat di
kemudian hari, terutama melakukan analisa dalam menyikapi kasus-kasus
yang mungkin terjadi serupa seperti saat ini di kemudian hari.
2. Tahap kedua yakni dilakukan penilaian terhadap target sasaran, yaitu pemuda
terutama mahasiswa yang merupakan kaum intelektual sehingga diharapkan
nantinya dengan pendidikan yang dimiliki dapat memahami kepentingan
bersama dalam mempertahankan persatuan Bangsa.
3. Tahap ketiga adalah menyusun pembentukan komunitas sampai pada
berbentuk sebuah struktur organisasi agar dpaat berjalan secara berkelanjutan.
Selain itu pembentukan program kerja yang mendukung juga perlu dilakukan
seperti kegiatan bakti sosial atau pengabdian masyarakat pada daerah yang
terpencil.
4. Tahap selanjutnya adalah implementasi program yang telah disusun.
Gagasan/inovasi program baru seringkali muncul pada tahap ini, tentunya hal
tersebut menjadi kekuatan dari pembentukan forum ini untuk semakin
meningkatkan kinerja dalam menyikapi hal-hal baru, yang mana programnya
dapat menyesuiakan dengan keadaan.
5. Tahap berikutnya adalah evaluasi, yakni menilai keberhasilan program, sudah
efisien dan efektif atau belum, jika belum maka diperlukan adanya
pembaruan dan pembenahan program. Tahap evaluasi dimulai dari saat
program ini dilaksanakan, dimana kita melihat ada atau tidaknya kesenjangan
antara rencana dan implementasinya.

Apabila teori tersebut dapat diterapkan dengan tepat, maka peluang keberhasilan
program pembentukan forum pemuda peduli tersebut dapat berjalan sesuai dengan
rencana dan harapan. Sehingga dalam menghadapi bonus demografi, pemuda Indonesia
dapat turun serta mengoptimalisasikan perannya sejak dini bukan hanya dalam
perkembangan ekonpmi atau pembangunan, namun dalam peran serta sebagai rakyat
yang harus mempertahankan keutuhan bangsa dan Negara.

Dengan demikian, terbentuknya forum pemuda peduli diharapkan kedepannya


mampu berjalan secara berkelanjutan dan dikembangkan dalam beberapa daerah.
Sehingga, dalam menghadapi suatu permasalahan tidak menimbulkan konflik baru yang
menyebabkan perselisihan agama. Tentu saja dalam menjalankan program ini akan
menghadapi berbagai kendala termasuk sikap apatis dan golongan tertentu yang mungkin
menolak. Namun, tekad yang kuat dari masing-masing pemeluk agama serta dukungan
pemerintah sepenuhnya dapat menjadi kekuatan akan terbentuknya forum ini guna
mempertahankan kesatuan dan persatuan. Selain itu dapat menumbuhkan kesadaran
generasi Bangsa melalui peran aktif pemuda tersebut sendiri, bahwasanya untuk
mempertahankan Indonesia yang rukun, damai dan sejahtera membutuhkan perjuangan
yang tidak mudah patut dihargai dengan tetap menjaga keutuhannya.

Sumber Pendukung :

Abi. 2009. Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme Indonesia. nasional.compas.com.


diakses pada 30 Desember 2016 pukul 08.12 WIB.
Anonymous. 2013. Modul Kuliah Kewarganegaraan. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayan. PDF.
Quraish Shihab. 2000. vol.2: 185
Rumadi. 2010. Damai Bersama Gus Dur. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Sunarso, M.Si. 2011. Buku Pegangan Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi UNY. PDF.

Biodata Singkat Penulis

Penulis bernama Ika Zulkafika Mahmudah, kelahiran Gresik, 24 Pebruari


1997. Saat ini sedang menempuh pendidikan sebagai mahasiswa S1 program studi
Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga. Penulis pernah
menjuarai Duta UKS provinsi Jawa Timur dan menjadi finalis Duta Kesehatan
Remaja Kabupaten Gresik. Selama di MAN 1 Gresik, penulis aktif menggeluti di
bidang Palang Merah Remaja dan OSIS. Saat ini penulis aktif sebagai staf
Keilmiahan BEM Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, serta sekretaris
departemen PIMISMA UKM Penalaran Universitas Airlangga. Penulis juga
menjabat sebagai staf dakwah di KMNU UNAIR dan pernah menjadi Finalis 10
besar lomba Essay Penalaran Berkarya UKM Penalaran Universitas Airlangga dan
Juara 1 Essay ACW tingkat Nasional yang diselenggarakan HIMAKI FST
UNAIR.

Anda mungkin juga menyukai