Anda di halaman 1dari 57

PEMANFAATAN DAUN JARAK (Jatropha curcas L.

) SEBAGAI
ANTIBAKTERI ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PERFORMA SERTA KESEIMBANGAN MIKROFLORA
SALURAN PENCERNAAN AYAM PEDAGING

SKRIPSI
DEVI JUARIAH

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

DEVI JUARIAH. D24104041. 2008. Pemanfaatan Daun Jarak (Jatropha curcas


L.) sebagai Antibakteri Alami dan Pengaruhnya terhadap Performa serta
Keseimbangan Mikroflora Saluran Pencernaan Ayam Pedaging. Skripsi.
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor

Pembimbing Utama : Sri Suharti, SPt, MSi.


Pembimbing Anggota : Ir.Widya Hermana, MSi.

Industri peternakan terutama ternak unggas lazim menggunakan antibiotik.


Antibiotik ditujukan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan
dengan mengurangi mikroorganisme penggangu (patogen). Penggunaan antibiotik
yang tidak sesuai dosis dan aturan, dapat mengakibatkan residu pada produk akhir
yang dikonsumsi oleh masyarakat. Larangan penggunaan antibiotik sebagai growth
promoters telah dilakukan di negara-negara Eropa dalam sistem pemeliharaan ayam.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah daun jarak. Daun jarak
(Jatropha curcas L.) mengandung komponen bioaktif yang berfungsi sebagai
antibakteri. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi performa dan keseimbangan
mikroflora saluran pencernaan ayam pedaging yang diberi tepung daun jarak pada
ransum.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Agustus 2007 di
Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi dan Laboratorium
Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 90 ekor DOC (Day Old Chicks)
ayam pedaging strain Cobb yang dipelihara selama 5 minggu. Ransum dibagi
menjadi 2 periode yaitu periode starter (0-14 hari) dan periode finisher (15-35 hari).
Pemberian tepung daun jarak 10% hanya diberikan pada periode starter. Ransum
diberikan dalam bentuk crumble.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan menggunakan 6 ekor ayam.
Perlakuan pada penelitian ini terdiri dari P1 (ransum standar), P2 (ransum yang
mengandung tepung daun jarak 10%), P3 (ransum yang mengandung antibiotik
tetrasiklin 0,02%). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA),
apabila hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Peubah yang diamati
adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot akhir,
mortalitas dan jumlah koloni bakteri saluran pencernaan. Perhitungan koloni bakteri
pada saluran pencernaan dilakukan pada hari ke-14 dan ke-35 dengan metode AOAC
(1990).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun jarak
sebanyak 10% dalam ransum menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot
badan, bobot badan akhir, tingkat efisiensi ransum dan jumlah koloni bakteri yang
merugikan. Namun demikian, tepung daun jarak 10% dapat mempertahankan
populasi bakteri menguntungkan dengan lebih baik dibandingkan antibiotik
tetrasiklin.

Kata-kata kunci : ayam pedaging, tepung daun jarak, performa


ABSTRACT

The Use of Jarak Leaf (Jatropha curcas L.) Meal as Natural Antibacterial
Substances and Its Effect on Performance and Intestinal Microflora in Broiler

D. Juariah, S. Suharti, dan W. Hermana


Antibiotics as antibacterial have been widely used in the poultry feed industry. The
advantages of using antibiotics as feed supplements interms of growth stimulation
and improvement of feed efficiency are well documented. However, the possibility
of developing resistant populations of bacteria and the side effect of using antibiotics
as growth promoters in farm animals have been of concern. There has been growing
concern about public health risks resulting from antibiotic resistance, carcinogenic
responses and other side effect of residues in food. The objective of this experiment
was to determine the effect of jarak leaf (Jatropha curcas L.) meal in the diet as
antimicrobial to improve broiler performances. This experiment used 90 Day Old
Chicks (DOC) of Cobb strain which were kept in litter system for five weeks. This
experiment used completely randomized design with three treatments and five
replications consisting of 6 broilers in each replication. The treatment diets were
control diet (P1), control diet added with 10% jarak leaf Meal(P2), control diet added
with antibiotic at 0.02% (P3). The variabels observed were feed consumption, body
weight gain, final body weight, feed conversion ratio, mortality and total colony of
microbie (Salmonella sp, E. coli, Lactobacilli, Bifidobacteria) in broiler gut. The
data were analyzed with analysis of variance. The results showed that the use of jarak
leaf meal at 10% in the ration decreased feed consumption, body weight gain, final
body weight, but increased feed conversion ratio and mortality compared to the
other treatments. Pathogen bacteria population also decreased, but non pathogen
bacteria population increased by the use of 10% jarak leaf meal in feed ration.

Keywords : broiler, jarak leaf, performance


PEMANFAATAN DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) SEBAGAI
ANTIBAKTERI ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PERFORMA SERTA KESEIMBANGAN MIKROFLORA
SALURAN PENCERNAAN AYAM PEDAGING

DEVI JUARIAH
D 24104041

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PEMANFAATAN DAUN JARAK (Jatropha curcas L.) SEBAGAI
ANTIBAKTERI ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PERFORMA SERTA KESEIMBANGAN MIKROFLORA
SALURAN PENCERNAAN AYAM PEDAGING

Oleh
DEVI JUARIAH
D24104041

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 8 Mei 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Sri Suharti, SPt., MSi. Ir. Widya Hermana, MSi.


NIP. 132 311 906 NIP. 131 999 586

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.


NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Januari 1986 di Subang, Jawa Barat.


Penulis adalah anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Muhammad
Syamsuri Ahmad dan Ibu Siti Saodah.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Sukaasih, Pendidikan
lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Kalijati dan
pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1
Subang. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004.
Penulis aktif mengikuti beberapa organisasi selama menjalani perkuliahan,
diantaranya sebagai anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) pada tahun 2002-
sekarang, Ketua Divisi Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Forum Komunikasi
Kulawarga Subang (FOKKUS) pada tahun 2005, Sekretaris Umum Forum
Komunikasi Kulawarga Subang (FOKKUS) pada tahun 2006, Bendahara Biro
Magang Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) pada
tahun 2006, juga aktif dalam berbagai kepanitiaan diantaranya Bendahara Umum
International Education Expo (IEE) pada tahun 2007, dan beberapa kepanitiaan
dalam acara yang diselenggarakan di lingkungan kampus IPB. Penulis juga berhasil
mendapat penghargaan sebagai Penyaji Terbaik Pertama pada Pekan Ilmiah
Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-XX di Lampung pada tahun 2007 yang
mempresentasikan hasil penelitian berjudul ”Pemanfaatan Daun Jarak (Jatropha
curcas L.) sebagai Antibakteri Alami dan Pengaruhnya terhadap Performa serta
Keseimbangan Mikroflora Saluran Pencernaan Ayam Pedaging”.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat yang tidak
terhitung, kasih sayang dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul ”Pemanfataan Daun Jarak (Jatropha curcas L.) sebagai
Antibakteri Alami dan Pengaruhnya terhadap Performa serta Keseimbangan
Mikroflora Saluran Pencernaan Ayam Pedaging”. Skripsi ini disusun berdasarkan
penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2007 pada
Pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian.
Potensi efek resistensi terhadap mikroba tertentu semakin meningkat seiring
dengan semakin banyak mengkonsumsi antibiotik tertentu. Penggunaan antibiotik
yang tidak sesuai dengan dosis dan aturan mengakibatkan residu pada produk daging
yang dikonsumsi oleh konsumen. Di negara-negara Eropa penggunaan antibiotik
sebagai growth promoters dalam sistem pemeliharaan ayam pedaging sudah
dilarang. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dilakukan suatu penelitian mengenai
alternatif pengganti antibiotik dan sekaligus sebagai pakan tambahan yang tidak
menimbulkan residu pada produk ayam pedaging. Salah satu bahan alternatif yang
dapat digunakan adalah daun jarak. Daun jarak (Jatropha curcas L.) mengandung
komponen bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antibakteri, oleh karena itu,
penelitian dilaksanakan untuk mengevaluasi pemanfaatan daun jarak sebagai agen
antibakteri dan sekaligus pakan tambahan secara komprehensif untuk meningkatkan
produktivitas ternak.
Skripsi ini memuat informasi tentang kandungan nutrisi tepung daun jarak,
zat antinutrisi dan pengaruh penambahan tepung daun daun jarak terhadap
produktivitas ternak. Penulis menyadari bahwa kualitas penulisan skripsi ini masih
jauh dari sempurna dan Penulis mengharapkan masukan-masukan yang bersifat
membangun yang dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi
ini di masa yang akan datang dengan mengembangkan konsep yang lebih lengkap.
Demikian pengantar ini penulis sampaikan, mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Mei 2008

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................... ii
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Perumusan Masalah .............................................................................. 2
Tujuan ................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) .......................................................... 3
Kandungan Zat Anti Nutrisi pada Daun Jarak ...................................... 5
Antibiotik .............................................................................................. 7
Ayam Pedaging ..................................................................................... 8
Konsumsi Ransum ................................................................................ 9
Pertambahan Bobot Badan .................................................................... 10
Konversi Ransum .................................................................................. 11
Mortalitas .............................................................................................. 11
Mikroflora Usus Saluran Pencernaan ................................................... 12
METODE ........................................................................................................... 13
Lokasi dan Waktu ................................................................................. 13
Materi .................................................................................................... 13
Ternak ....................................................................................... 13
Kandang .................................................................................... 13
Bahan dan Peralatan .................................................................. 13
Ransum ..................................................................................... 14
Obat-obatan ............................................................................... 14
Rancangan ............................................................................................. 17
Perlakuan .................................................................................. 17
Model ........................................................................................ 17
Analisis Data ............................................................................. 17
Peubah ....................................................................................... 18
Prosedur ................................................................................................. 18
Pembuatan Tepung Daun ........................................................... 18
Persiapan Kandang ................................................................... 19
Prosedur Pengambilan Contoh Mikroflora Usus ....................... 20
Perhitungan Koloni Saluran Pencernaan ................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 21
Kandungan Nutrien dan Hasil Penapisan Fitokimia Tepung Daun Jarak 21
Kandungan Nutrien Ransum Penelitian.................................................. 22
Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak dalam Ransum terhadap
Performa Ayam Pedaging....................................................................... 24
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum .................... 24
Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan ........ 26
Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum ...................... 27
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Akhir ................... 29
Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas .................................. 30
Jumlah Koloni Bakteri dalam Saluran Pencernaan ............................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 33
Kesimpulan ........................................................................................... 33
Saran .................................................................................................... 33
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35
LAMPIRAN ....................................................................................................... 38

ix
DAFTAR TABEL

No Halaman
1 Kandungan Nutrien Ayam Pedaging Periode Strater dan 10
Finisher .........................................................................................
2 Komposisi Bahan Makanan dan Kandungan Nutrien Ransum
Periode Starter Berdasarkan Perhitungan (As fed) ........................ 15
3 Komposisi Bahan Makanan dan Kandungan Nutrien Ransum
Periode Finisher Berdasarkan Perhitungan (As fed) ..................... 16
4 Kandungan Nutrien Tepung Daun Jarak ....................................... 21
5 Hasil Penapisan Fitokimia Tepung Daun Jarak ............................ 22
6 Kandungan Nutrien Ransum Penelitian untuk Ayam Pedaging
Periode Starter (0-14 hari) Berdasarkan As fed ............................ 22
7 Kandungan Nutrien Ransum Penelitian untuk Ayam Pedaging
Periode Finisher (15-35 hari) Berdasarkan As fed ....................... 23
8 Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi
Ransum, Bobot Badan Akhir dan Mortalitas Ayam Pedaging
pada Periode Starter dan Finisher ………………………………. 24
9 Jumlah Koloni Bakteri dalam Saluran Pencernaan Ayam
Pedaging ....................................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1 Pohon Jarak Pagar ............................................................................ 3
2 Daun dan Biji Jarak Pagar ................................................................ 4
3 Skema Pembuatan Tepung Daun Jarak............................................. 19
4 Grafik Konsumsi Ransum Ayam Pedaging Selama Lima Minggu
Pemeliharaan...................................................................................... 25
5 Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Pedaging Selama Lima
Minggu Pemeliharaan........................................................................ 28
6 Grafik Konversi Ransum Ayam Pedaging Selama Lima Minggu
Pemeliharaan...................................................................................... 29
7 Grafik Bobot Badan Akhir Ayam Pedaging Selama Lima Minggu
Pemeliharaan...................................................................................... 30
DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman
1 Sidik Ragam Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Selama Periode
Starter Penelitian ………………………………………................. 39
2 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Selama Periode Starter
Penelitian .......................................................................................... 39
3 Sidik Ragam Rataan Konsumsi Ransum per Ekor Selama Periode
Finisher Penelitian ........................................................................... 39
4 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Selama Periode Finisher
Penelitian .......................................................................................... 40
5 Sidik Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan Per Ekor selama
Periode Starter Penelitian ................................................................ 40
6 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Pertambahan Bobot Badan Per Ekor selama Periode
Starter Penelitian ............................................................................. 40
7 Sidik Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan Per Ekor Selama
Periode Finisher Penelitian .............................................................. 41
8 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Pertambahan Bobot Badan Per Ekor Selama Periode
Finisher Penelitian ........................................................................... 41
9 Sidik Ragam Rataan Konversi Ransum Per Ekor Selama Periode
Starter Penelitian ............................................................................. 41
10 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Konversi Ransum Per Ekor Selama Periode Starter
Penelitian .......................................................................................... 42
11 Sidik Ragam Rataan Konversi Ransum Per Ekor Selama Periode
Finisher Penelitian ........................................................................... 42
12 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Konversi Ransum Per Ekor Selama Periode Finisher
Penelitian .......................................................................................... 42
13 Sidik Ragam Rataan Bobot Badan Akhir Per Ekor Selama Periode
Starter Penelitian ............................................................................. 43
14 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Bobot Badan Akhir Per Ekor Selama Periode Starter
Penelitian .......................................................................................... 43
15 Sidik Ragam Rataan Bobot Badan Akhir Per Ekor Selama Periode
Finisher Penelitian ........................................................................... 43
16 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Bobot Badan Akhir Per Ekor Selama Periode Finisher
Penelitian ..........................................................................................
44
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Industri peternakan terutama peternakan unggas, lazim menggunakan
antibiotik dalam sistem pemeliharaan. Penggunaan antibiotik oleh para pelaku
industri peternakan ayam pedaging sudah seperti keharusan jika ingin mendapatkan
keuntungan yang tinggi. Antibiotik ini ditujukan untuk memacu pertumbuhan dan
meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi mikroorganisme penggangu
(patogen). Antibiotik yang sangat umum dan luas digunakan untuk unggas adalah
pemberian antibiotik dengan dosis subterapeutik, misalnya Zn-basitrasin, monensin,
tetrasiklin dan penisillin. Penggunaan antibiotik bertujuan untuk pengobatan dan
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Selama ini, peternak menggunakan
antibiotik ditujukan untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh bakteri
patogen di saluran pencernaaan seperti Escherichia coli dan Salmonella sp.
Residu antibiotik menjadi salah satu barometer ketidaklayakan sebuah
komoditi dalam perdagangan internasional, oleh karena itu, sejumlah industri
peternakan menerapkan manajemen pemeliharaan ayam pedaging tanpa antibiotik.
Di negara-negara Eropa sendiri penggunaan antibiotik dalam sistem pemeliharaan
ayam pedaging sudah dilarang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
menghendaki produk yang bebas residu antibiotik. Hal ini dapat berarti pula, jika
ingin bersaing dengan produk ayam pedaging dari Eropa, maka para peternak harus
berhati-hati dan mengurangi penggunaan antibiotik tersebut.
Daun jarak (Jatropha curcas L.) mengandung komponen zat antinutrisi yang
berfungsi sebagai antibakteri. Seiring dengan ketertarikan penggunaan biodesel dari
biji jarak sebagai alternatif sumber energi dan adanya program penanaman pohon
jarak secara besar-besaran, maka akan diperoleh limbah ikutan yaitu daun jarak.
Daun jarak dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti antibiotik dan
sekaligus sebagai pakan tambahan. Namun demikian, pemanfaatan daun jarak
sebagai agen antibakteri dan sekaligus pakan tambahan masih perlu diteliti secara
komprehensif untuk meningkatkan produktivitas ternak.
Perumusan Masalah
Penggunaan antibiotik dapat mematikan mikroflora yang merugikan pada
usus sehingga akan menyebabkan defisiensi vitamin yang dihasilkan oleh mikroflora
usus. Penggunaan antibiotik juga menimbulkan residu pada produk ternak sehingga
membahayakan konsumen. Seiring dengan muncul resistensi terhadap antibiotik dan
pembatasan antibiotik terhadap ransum ayam, maka diperlukan bahan alternatif yang
dapat memacu pertumbuhan dan sekaligus dapat menyelesaikan masalah yang
disebabkan oleh bakteri patogen seperti Escherichia coli dan Salmonella sp.
Beberapa studi menunjukkan bahwa daun jarak mengandung bahan
antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti E. coli dan
Salmonella sp. Bioaktif merupakan senyawa yang terdapat pada tanaman dengan
konsentrasi yang dapat ditolerir oleh ternak. Zat anti nutrisi merupakan senyawa
yang terdapat pada tanaman dimana konsentrasinya mampu menghambat
pertumbuhan ternak, sedangkan toksik adalah senyawa yang terdapat pada tanaman
dimana konsentrasinya mampu menyebabkan keracunan pada tubuh ternak. Daun
jarak mengandung zat anti nutrisi yang mengandung bahan antibakteri yang
mempunyai spektrum luas, sehingga selain dapat membunuh bakteri merugikan
mungkin juga akan membunuh bakteri menguntungkan sehingga perlu diteliti
pengaruh pemberian daun jarak terhadap ekosistem saluran pencernaan ayam
pedaging secara keseluruhan. Ekosistem yang rusak pada saluran pencernaan dapat
berpengaruh negatif terhadap pencernaan bahan makanan dan menyebabkan
penurunan pertumbuhan ayam pedaging.

Tujuan
1. Mengevaluasi pengaruh pemberian tepung daun jarak terhadap konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot badan akhir dan mortalitas
ayam pedaging.
2 Mengamati pengaruh pemberian tepung daun jarak terhadap mikroflora usus
yang meliputi populasi bakteri yang menguntungkan (Bifidobakterium sp., dan
Lactobacillus sp.) dan bakteri yang merugikan (E. coli dan Salmonella sp.).

2
TINJAUAN PUSTAKA

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)


Tanaman jarak dibagi menjadi dua yaitu tanaman jarak (Ricinus communis
L.) dan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Kedua jenis tanaman jarak ini
dimasukkan ke dalam famili Eurphorbiaceae dengan tipe daun besar dan agak pucat.
Tanaman jarak pagar berasal dari Amerika dan umumnya tumbuh di daerah tropis
dan daerah subtropis. Tanaman ini tumbuh dengan cepat, kuat, dan tahan terhadap
panas, lahan tandus dan berbatu (Duke, 1983). Gambar pohon jarak pagar dapat
disajikan pada Gambar 1.
Menurut Duke (1983) klasifikasi jarak pagar adalah sebagai berikut :
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiaeceae
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas Linn.

Gambar 1. Pohon Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Menurut Syah (2006), jarak pagar berbentuk pohon kecil atau belukar besar
dengan tinggi mencapai lima meter dan bercabang tidak teratur. Batang berkayu,
berbentuk silinder dan bergetah. Tanaman ini mampu hidup sampai berumur 50
tahun, diperbanyak dengan biji dan stek dan dari biji yang berkecambah akan tumbuh
lima akar yaitu satu akar tunggang dan empat akar cabang.
Daun jarak pagar mempunyai daya memecahkan pembengkakan (anti
inflamasi) dan dapat digunakan sebagai obat batuk. Air getah dan daun jarak yang
digiling dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus, Bacillus dan
Micrococcus (Staubmann et al., 1997). Komponen bioaktif daun jarak juga dapat
berfungsi sebagai antiplasmodial pada larva nyamuk malaria Plasmodium falciparum
(Kohler et al., 2002).

Gambar 2. Daun dan Biji Jarak Pagar

Daun jarak pagar berupa daun tunggal berwarna hijau muda sampai hijau tua.
Permukaan bawah lebih pucat daripada bagian atas, bentuk daun agak menjari (5-7
lekukan) dengan panjang dan lebar 6-15 cm yang tersusun secara selang-seling,
panjang tungkai daun sekitar 4-15 cm. Daun jarak sering digunakan untuk fumigasi
pada kandang untuk memberantas hama atau serangga (Syah, 2006). Gambar daun
dan biji jarak pagar disajikan pada Gambar 2.
Secara tradisional, daun jarak yang direbus sering digunakan untuk
menyembuhkan penyakit diare pada bayi dan anak-anak (Duke, 1983). Air getah dan
daun jarak yang digiling dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus,
Bacillus dan Micrococcus dan daun jarak yang diekstrak dengan petrolium eter
mempunyai aktivitas anti inflamasi pada tikus yang terinfeksi (Staubmann et al.,
1997).
Komponen kimia jarak pagar yang diisolasi dari daun dan ranting muda
adalah stigmasterol triterpen siklik, stigmasterol-5-en-3b,7b-diol, cholesterol-5-en-
3b,7b-diol. Daun dan ranting mengandung flavonoid apigenin, viteksin, dan
isoviteksin. Selain itu, mengandung dimmer dari triterpene alkohol C63H117O9 dan

4
dua flavonoidglikosid (Syah, 2006). Komponen anti nutrisi dari daun jarak terdiri
atas kelompok saponin dan tanin (Duke, 1983).

Kandungan Zat Anti Nutrisi pada Daun Jarak


Daun jarak mengandung zat-zat makanan yang diperlukan oleh ternak, selain
itu juga mengandung zat anti nutrisi yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat
kecernaan daun jarak tersebut. Adapun zat anti nutrisi yang terdapat pada daun jarak
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenolik yang secara alami terdapat dalam tanaman
yang memilki derajat hidroksilasi dan mempunyai ukuran molekul berkisar 500-
3000. Sifat utamanya dapat berikatan dengan protein atau polimer lainnya seperti
selulosa dan pektin untuk membentuk komplek yang stabil (Tangendjaja et al.,
1992). Tanin diperlukan oleh tanaman sebagai sarana proteksi dari serangan ternak,
bakteri dan insekta. Serangan dari ternak dapat diproteksi dengan menimbulkan rasa
sepat, sedangkan serangan dari mikroorganisme dan insekta diproteksi dengan
menonaktifkan enzim-enzim protease dari bakteri dan insekta yang bersangkutan
(Cheeke, 1989).
Tanin memiliki kemampuan untuk mengikat pati dan menghambat kerja
beberapa enzim meliputi pektinase, selulase, proteinase, β-galaktosidase dan lipase
(Butler, 1989). Tanin juga memiliki kemampuan untuk mengendapkan pati, alkaloid,
gelatin dan protein. Kemampuan tanin untuk mengendapkan protein yang disebabkan
adanya kandungan sejumlah gugus fungsional (hidroksi fenolik) yang dapat
membentuk ikatan kompleks yang sangat kuat dengan molekul protein saliva dan
glikoprotein dalam mulut serta dapat menimbulkan rasa sepat, sehingga dapat
mempengaruhi konsumsi dan palatabilitas pakan. Tanin dalam ransum dapat
menurunkan pertambahan bobot badan, kecernaan dan efisiensi pakan karena tanin
dapat melukai saluran pencernaan sehingga menyebabkan terganggu fungsi saluran
pencernaan. (Cheeke, 1989). Menurut Kumar et al. (2005), batas penggunaan tanin
dalam ransum adalah 2,6 g/kg.
Tanin dalam ransum dapat menurunkan pertambahan bobot badan, tanin juga
dapat menurunkan konversi energi karena makanan yang dikonsumsi tidak tercerna,
tetapi ikut terbuang bersama feses. Tanin juga dapat melukai saluran pencernaan

5
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi saluran pencernaan (Oakenfull dan
Gurcharn, 1989). Davidson dan Branen (1993) menyatakan bahwa tanin mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap E. coli, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
faecalis. Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
sedangkan pada konsentrasi tinggi tanin dapat mematikan bakteri dengan cara
mengkoagulasi protoplasma bakteri karena terbentuk ikatan yang stabil dengan
protein bakteri (Robinson, 1995; Wiryawan et al., 2000; Makkar, 2003).

2. Saponin
Saponin merupakan suatu senyawa yang termasuk dalam golongan glikosida,
apabila dihidrolisis secara sempurna akan didapatkan gula dan satu fraksi non gula
yang disebut sapogenin/genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dari
jenisnya bervariasi diantaranya adalah glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa serta
asam galakturonat, glukoronat atau gula khusus (Cheeke, 1989). Saponin merupakan
senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air (Robinson, 1995).
Saponin memiliki sifat yang seperti sabun (berbusa) sehingga akan membersihkan
materi-materi yang menempel pada dinding usus dan meningkatkan permeabilitas
dari dinding usus. Saponin memiliki kemampuan mempengaruhi pencernaan dan
penyerapan dari zat-zat makanan, selain itu saponin juga dapat menyebabkan
peradangan pada saluran pencernaan (Cheeke, 1989). Santoso dan Sartini (2001)
menyatakan bahwa saponin mempunyai rasa pahit dan sepat sehingga akan
mempengaruhi patabilitas dan konsumsi ransum.
Menurut Food and Agriculture Organization (2005), batas penggunaan
saponin dalam ransum adalah 3,7 g/kg (FAO, 2005). Oakenfull dan Gurcharn (1989)
menyatakan bahwa ternak monogastrik yang diberi pakan yang mengandung saponin
pada level yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan konsumsi dan
pertumbuhan, sedangkan pada ayam dapat menurunkan produksi telur dan
menghambat pertumbuhan. Terhambatnya pertumbuhan hewan yang mengkonsumsi
saponin sebagian besar disebabkan oleh palatabilitas dan konsumsi ransum yang
menurun dan terjadinya iritasi dalam saluran pencernaan. Ueda et al. (2002)
melaporkan hasil penelitian bahwa saponin yang terkandung dalam daun teh dapat
menunda laju pengosongan tembolok sehingga ternak yang mengkonsumsinya selalu
merasa kenyang.

6
Saponin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas
permukaan sel dengan cara meningkatkan tegangan permukaan sel tersebut, sifat
inilah yang disebut dengan membran permeable. Kemampuan saponin untuk
meningkatkan permeabilitas membran akan memudahkan molekul-molekul besar
terserap dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan zat nutrisi yang dideposit dalam
tubuh dan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan (Francis et al., 2002).
Senyawa saponin merupakan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas
membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel
bakteri maka dinding sel bakteri tersebut akan pecah atau lisis. Begitu pula senyawa
flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki kecenderungan untuk mengikat
protein bakteri sehingga menghambat aktivitas enzim bakteri yang pada akhirnya
mengganggu proses metabolisme bakteri (Robinson, 1995).
Gumay (1983) melaporkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi
penggunaan tepung daun turi yang mengandung zat anti nutrisi saponin dalam
ransum (2%, 4%, 6% dan 8%) menyebabkan konsumsi ransum semakin rendah
(masing-masing sebesar 517,318; 497,917; 391,901 dan 376,953 gram/ekor/minggu).
Santoso dan Sartini (2001) melaporkan hasil penelitiannya bahwa ransum yang
mengandung tepung daun katuk sebesar 1%, 2% dan 3% sangat nyata menurunkan
konsumsi ransum ayam umur lima minggu (masing-masing sebesar 2.188,3; 2.010,4
dan 1.890,7 gram). Hal ini karena daun katuk mengandung zat anti nutrisi saponin
yang mempunyai rasa sepat, sehingga akan mempengaruhi palatabilitas ransum.

Antibiotik
Anggorodi (1995) menyatakan bahwa antibiotik merupakan zat kimia yang
dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai daya kerja bakteriostatik dan
bakterisidal terhadap mikroorganisme lain. Cheeke (2003) menyatakan bahwa
antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup secara
sintesis kimia dengan konsentrasi rendah mempunyai kemampuan untuk
menghambat bahkan membunuh mikroorganisme lain.
Penggunaan antibiotik baik pada manusia maupun pada hewan akan
menyebabkan muncul mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target
antimikroba tersebut, tetapi mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama
dengan mikroorganisme target. Penggunaan antibiotik pada pakan hewan sebagai

7
pemacu pertumbuhan telah menyebabkan pertumbuhan bakteri yang resisten
terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia
(Kaufman, 2000). Kadar pemakaian antibiotik yang dianjurkkan United Stated of
Drugs Association (USDA) untuk ditambahkan dalam pakan ternak kurang dari 200
gram per ton pakan (200 ppm) (Hileman dan Washington, 1999). Potensi efek
resistensi terhadap mikroba tertentu semakin meningkat seiring dengan semakin
banyak mengkonsumsi antibiotik tertentu. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai
dengan dosis dan aturan dapat mengakibatkan residu pada produk daging yang
dikonsumsi oleh konsumen (Barton dan Hart, 2001).
Tetrasiklin dikenal sebagai antibiotik yang mempunyai spektrum luas karena
dapat digunakan untuk menghadapi infeksi berbagai jenis penyakit baik yang
disebabkan oleh bakteri Gram negatif maupun Gram positif. Tetrasiklin dan
turunannya seperti chlortetracycline (nama dagang = ”aureomycin”), oxytetracycline
(”terramycin”) dan doxycycline dihasilkan olah jamur tanah Actinomycetes.
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan cara menghambat sintesis protein mikroba
yang sedang cepat tumbuh dan bereproduksi. Mekanisme penghambatan ini terjadi
oleh kemampuan berikatan dengan sub-unit 30S dari ribosom mikroba, dengan
akibat ikatan aminoasil-tRNA dengan mRNA dalam kompleks ribosom menjadi
terhambat sehingga introduksi asam amino baru ke rantai peptida tercegah (Chopra
dan Roberts, 2001).

Ayam Pedaging
Ayam pedaging adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki
karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil
daging, masa panen pendek dan menghasilkan kualitas daging berserat lunak,
timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North dan Bell, 1990).
Menurut Rasyaf (1999), ayam pedaging merupakan ayam yang mengalami
pertumbuhan sangat pesat pada umur 1-5 minggu. Keunggulan ayam pedaging
tersebut didukung oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan yang meliputi ransum,
temperatur (temperatur yang baik untuk perkembangan ayam pedaging yaitu berkisar
antara 19-21 oC), lingkungan dan pemeliharaan. Pada umumnya di Indonesia ayam
pedaging sudah dipasarkan saat umur 5-6 minggu dengan berat 1,3-1,6 kg.

8
Kandungan nutrien ayam pedaging periode starter dan periode finisher disajikan
pada Tabel 1.

Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka
waktu tertentu dan digunakan ternak untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat
nutrisi yang lain. Tingkat energi menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Ayam
cenderung meningkatkan konsumsi jika kandungan energi ransum rendah dan
sebaliknya konsumsi akan menurun jika kandungan energi ransum meningkat
(Wahju, 1992).
Tabel 1. Kandungan Nutrien Ayam Pedaging Periode Starter dan Finisher
Kandungan Nutrien Starter Finisher
Bahan Kering (%) 87,00 87,00
Energi Metabolis (kkal/kg) 3.000 3.000
Protein (%) 20,5 18,5
Lemak (%) 3,00 3,00
Serat kasar (%) 4,00 5,00
Kalsium (%) 0,95 0,85
Posphor Total (%) 0,70 0,60
Posphor tersedia (%) 0,45 0,40
Natrium (%) 0,18 0,16
Lysine (%) 1,17 0,99
Methionine (%) 0,53 0,42
Methionin dan Cystein (%) 0,89 0,77
Tryptophan (%) 0,21 0,18
Threonin (%) 0,72 0,62
Lysine tercerna (%) 0,98 0,84
Methionine tercerna (%) 0,49 0,39
Methionine dan Cystein
tercerna (%) 0,77 0,67
Tryptophan tercerna (%) 0,18 0,16
Threonin tercerna (%) 0,62 0,55
Sumber : American Soybean Association (2005).

Konsumsi ransum pada unggas dipengaruhi oleh besar tubuh ayam, aktivitas
sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum. Bangsa ayam yang berat
(tipe berat) mengkonsumsi makanan jauh lebih banyak dibandingkan dengan bangsa
ayam yang ringan (tipe ringan) karena ayam-ayam yang besar membutuhkan lebih
banyak energi dan protein untuk hidup pokok. Faktor lain yang mempengaruhi
konsumsi ransum adalah suhu. Pada suhu tinggi akan terjadi penurunan konsumsi

9
ransum. Menurut National Research Council (NRC) (1994), hal ini dikarenakan pada
suhu tinggi ayam dalam kondisi stress sehingga mengurangi konsumsi ransum untuk
menurunkan suhu tubuh. Bau, warna, rasa dan bentuk ransum mempengaruhi
konsumsi ransum yang berhubungan dengan palatabilitas. Nilai suatu ransum salah
satunya ditentukan oleh palatabilitas yang diukur melalui jumlah ransum yang
dikonsumi oleh ternak (Wiradisastra, 1986).
Wahju (1992) menyatakan bahwa faktor genetik juga sangat berpengaruh
terhadap konsumsi ransum. Secara umum konsumsi meningkat dengan peningkatan
bobot badan ayam karena ayam berbobot besar mempunyai kemampuan menampung
makanan lebih banyak. Menurut Scott et al. (1982) konsumsi ransum cenderung
menurun dengan peningkatan level energi di dalam ransum dan sebaliknya semakin
rendah tingkat energi ransum, konsumsi ransum semakin meningkat. Pada tingkat
energi metabolis 2.800-3.400 kkal/kg ransum, ayam pedaging dapat mencocokkan
konsumsi ransum untuk mendapatkan energi yang cukup bagi pertumbuhan
maksimum.

Pertambahan Bobot Badan


Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ukuran yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan. Pertambahan bobot badan dapat diartikan
kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi
daging (Tillman et al., 1991). Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi
peningkatan ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan ukuran sel-sel individual, dimana
pertumbuhan itu mencakup empat komponen utama yaitu adanya peningkatan berat
otot yang terdiri dari protein dan peningkatan ukuran skeleton, peningkatan total
lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ
dalam.
Ayam akan mengalami pertambahan bobot badan karena pembesaran dan
pembelahan sel, tingkat pertumbuhan ayam berbeda pada setiap minggu tergantung
pada strain ayam, jenis kelamin dan faktor lingkungan yang mendukung, dalam hal
ini yaitu ransum dan manajemen. Perubahan bobot badan membentuk kurva sigmoid
yaitu terjadi peningkatan yang perlahan-lahan, kemudian cepat dan perlahan lagi lalu
berhenti. Pertumbuhan maksimum (gram bobot badan per hari) terjadi ketika ayam
mencapai setengah dari bobot badan dewasa (Rose, 1997). Menurut Tillman et al.

10
(1991). Pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran kenaikan bobot
badan dengan melakukan penimbangan berulang-ulang dalam waktu setiap hari,
setiap minggu atau setiap bulan. Pertambahan bobot badan dari strain Cobb untuk
ayam jantan sebesar 1.324 gram dan ayam betina sebesar 1.195 gram selama lima
minggu pemeliharaan dan bobot badan akhir ayam 1.650-1.750 gram selama lima
minggu pemeliharaan (Cobb Breeding Company, 2003).

Konversi ransum
Parameter terbaik untuk mengetahui mutu ransum adalah dengan melihat
efisiensi penggunaan ransum atau angka konversinya. Menurut NRC (1994) konversi
ransum merupakan hubungan antara ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan
satu satuan bobot badan. Konversi ransum berkaitan dengan pertambahan bobot
badan sehingga faktor-faktor yang berpengaruh pada pertambahan bobot badan juga
berpengaruh pada konversi ransum. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi
ransum adalah genetik, tipe pakan yang digunakan, suhu, feed additive yang
digunakan dalam ransum dan manajemen yang dilakukan. Scott et al. (1982)
menyatakan bahwa semakin tinggi energi ransum, angka konversi ransum semakin
rendah.
Anggorodi (1995) melaporkan bahwa semakin rendah angka konversi ransum
berarti kualitas ransum semakin baik. Konversi ransum mencerminkan keberhasilan
dalam memilih atau menyusun ransum berkualitas (Amrullah, 2003). Konversi
ransum adalah perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot
badan yang diperoleh selama waktu tertentu. Konversi ransum yang tinggi
menunjukkan bahwa semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan
bobot badan per satuan berat, sedangkan semakin rendah angka konversi ransum
berarti kualitas ransum semakin baik (NRC, 1994).

Mortalitas
Mortalitas atau angka kematian yaitu angka yang menunjukkan jumlah ayam
yang mati selama pemeliharaan. Angka mortalitas merupakan perbandingan antara
jumlah seluruh ayam yang mati dengan jumlah total ayam yang dipelihara (Rasyaf,
1999). Menurut North (1984) tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor

11
diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan dan suhu lingkungan,
sanitasi peralatan dan kandang serta penyakit.
Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit yang dilaksanakan
secara teratur pada suatu peternakan ayam akan menguntungkan peternak karena
dapat mengurangi tingkat kematian. Tingkat mortalitas pada ayam pedaging masih
bisa dikatakan normal pada tingkat kematian 4%. Pemeliharaan ayam pedaging
secara komersial dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang
dari 5% (North dan Bell, 1990).

Mikroflora Usus Saluran Pencernaan


Mikroflora usus merupakan ekosistem yang komplek yang terdiri atas
sejumlah besar bakteri. Mekanisme utama proses pengaturan ekologi mikroba pada
saluran pencernaan ayam dan pentingnya peran perubahan mikroflora saluran usus
sampai saat ini masih belum banyak diketahui (Kokosharov, 2001). Saluran
pencernaan ayam dihuni lebih dari 640 spesies bakteri. Komposisi mikroba saluran
pencernaan dipengaruhi oleh pakan dan lingkungan (Apajalahti et al., 2004). Pada
ternak yang sehat, komposisi mikroflora saluran pencernaan relatif tetap namun bila
stabilitas terganggu maka mikroorganisme patogen akan membuat koloni dan
memulai infeksi yang serius. Faktor internal seperti perubahan pakan dan air,
perjalanan, penggunaan antibiotik dan radiasi dapat mengganggu stabilitas
mikroflora usus ternak yang sehat. Kisaran mikroflora normal ayam untuk jenis
bakteri Salmonella sp. dan E. coli adalah 104-105 CFU/ml, Lactobacillus sp. adalah
109 CFU/ml sedangkan untuk jenis bakteri Bifidobakterium sp. berada pada kisaran
antara 109-1010 CFU/ml (Garigga et al., 1998).
Mikroflora normal usus terdiri atas mikroba anaerob maupun fakultatif
anaerobik, tetapi jumlah mikroba anaerob jauh lebih besar daripada fakultatif
anaerob dengan perbandingan 1.000:1. Diantara mikroba-mikroba fakultatif
anaerobik terdapat beberapa spesies bakteri asam laktat meliputi genus
Streptococcus, Enterococcus dan Lactobacillus (Apajalahti et al., 2004). Kapasitas
metabolik dari flora usus tersebut sangat beragam dan dapat menimbulkan pengaruh
negatif maupun positif pada fisiologis usus (Rubio et al., 1998).

12
METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Agustus 2007 di
Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi dan Laboratorium
Lapang Ilmu Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 90 ekor anak ayam pedaging umur sehari (DOC)
strain Cobb yang diperoleh dari PT. Cibadak Farm, yang dipelihara selama lima
minggu.

Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem litter
beralaskan sekam dan berdinding kawat. Jumlah petak yang digunakan sebanyak 15
buah dengan ukuran 1 x 1 x 1 m. Masing-masing petak diisi oleh enam ekor ayam.
Setiap petak kandang dilengkapi dengan satu tempat pakan dan satu tempat air
minum serta lampu pijar 60 watt sebagai pemanas buatan dan penerangan.
Sanitasi dilakukan terhadap peralatan seperti tempat pakan, tempat minum
dan peralatan lain. Sanitasi juga dilakukan pada lingkungan sekitar kandang dan
sanitasi setelah panen dengan membersihkan semua peralatan.

Bahan dan peralatan


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun jarak pagar,
ransum ayam pedaging, medium Salmonella Shigella Agar (SSA), Eosin Metilen
Blue (EMB), Bifidobacterium Selective Agar, MRS agar (media Lactobacillus sp.),
aquades steril, alkohol 70%, vaksin dan vitamin.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas peralatan kandang
dan peralatan untuk analisis. Peralatan di kandang meliputi penerangan kandang
menggunakan lampu pijar 60 watt, brooder, plastik ransum, termometer, tempat
pakan, tempat minum dan timbangan digital. Peralatan untuk analisis yang
diperlukan adalah timbangan analitik, ember, kertas label, tisu, cawan petri, gelas
piala, tabung reaksi, tabung film, autoclave, shaker bath, pengaduk, kapas,
aluminium foil.

Ransum
Ransum disusun berdasarkan rekomendasi American Soybean Association
(2005). Ransum dibagi menjadi dua periode yaitu periode starter (0-14 hari) dan
periode finisher (15-35 hari). Kedua ransum tersebut dibuat isoenergi dan isoprotein
untuk setiap perlakuan. Ransum periode starter maupun finisher mengandung energi
metabolis sekitar 3.000 kkal/kg dan protein kasar sekitar 20,5% dan 18,5%.
Pemberian tepung daun jarak 10% dalam ransum (P2) hanya diberikan pada periode
starter, sedangkan pada periode finisher perlakuan P2 mendapat ransum kontrol
(masa recovery). Hal ini ditujukan untuk melihat perfoma dan keseimbangan
mikroflora usus pada masa recovery tanpa pemberian tepung daun jarak dalam
ransum.
Dosis tepung daun jarak 10% dipakai dari hasil penelitian sebelumnya yang
menghasilkan dosis optimal untuk penghambatan bakteri patogen, akan tetapi tidak
menghambat pertumbuhan bakteri yang menguntungkan. Ransum diberikan dalam
bentuk crumble. Komposisi bahan makanan dan kandungan nutrien ransum
perlakuan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Ransum yang digunakan dibuat dari
campuran jagung kuning, dedak padi, crude palm oil (CPO), tepung ikan, bungkil
kedelai, meat and bone meal (MBM), CaCO3, premix, L-Lisin, DL-Methionin,
tepung daun jarak dan antibiotik tetrasiklin.

Obat-obatan
Pencegahan penyakit New Castle Disease (ND) dan gumboro dilakukan
dengan vaksinasi. Vaksinasi ND dilakukan dua kali, yaitu pada waktu ayam
berumur tiga hari dengan menggunakan vaksin ND strain Hitchner B1 melalui tetes
mata dan umur tiga minggu menggunakan vaksin ND La Sota melalui air minum.
Vaksinasi gumboro dilakukan pada waktu ayam berumur sepuluh hari. Obat yang
diberikan adalah obat anti stress yaitu dengan pemberian Vitastress yang dilarutkan
ke dalam air minum. Tujuan pemberian obat anti stress untuk mencegah
kemungkinan terjadi stress pada waktu ayam baru datang, setelah penimbangan dan
setelah vaksinasi.

14
Tabel 2. Komposisi Bahan Makanan dan Kandungan Nutrien Ransum
Periode Starter Berdasarkan Perhitungan (As fed)
Bahan Makanan P1 (%) P2 (%) P3 (%)
Jagung kuning 50,00 50,00 50,00
Dedak padi 10,47 4,50 10,45
Bungkil kedele 22,93 20,00 22,93
Tepung ikan 9,00 8,50 9,00
Meat and Bone Meal 1,50 1,50 1,50
(MBM)
CPO 5,00 5,00 5,00
CaCO3 0,20 0,10 0,20
L-Lysine 0,20 0,20 0,20
DL-Methionine 0,20 0,20 0,20
Premix 0,50 0,50 0,50
Tepung daun jarak 0,00 10,00 0,00
Antibiotik 0,00 0,00 0,02
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Kandungan Nutrien
EM (kkal/kg) 3.022,52 3.001,95 3.022,14
Protein Kasar (%) 20,72 20,55 20,72
Serat kasar(%) 3,64 4,59 3,64
Kalsium (%) 0,95 1,09 0,95
Phosphor Total(%) 0,75 0,68 0,75
P-tersedia (%) 0,47 0,43 0,47
Lysin (%) 1,30 1,18 1,30
Methionin (%) 0,59 0,55 0,59
Keterangan: Komposisi premix dalam 1 kg mengandung Vitamin A (1.000.000 IU), Vitamin D3
(800.000 IU), Vitamin E (4.500 mg), Vitamin K (450 mg), Vitamin B1(450 mg),
Vitamin B2 (1.350 mg), Vitamin B6 (480 mg), Vitamin B12 (6 mg), Ca-d Pantothenate
(2.400 mg), Folic Acid (270 mg), Nicolinic Acid (7200), Choline Chloride (28.000 mg),
Dl-Methionin (28.000 mg), L-Lysine (50.000 mg), ferros (8.500 mg), Copper (700 mg),
Mangan (18.500 mg), Zinc (14.000 mg), Cobalt (50 mg), Iodine (70 mg), Selenium (35
mg) dan antioksidan karier (1 kg).

15
Tabel 3. Komposisi Bahan Makanan dan Kandungan Nutrien Ransum
Periode Finisher Berdasarkan Perhitungan (As fed)
Bahan Makanan P1 (%) P2 (%) P3 (%)
Jagung kuning 56,00 56,00 56,00
Dedak padi 9,90 9,90 9,88
Bungkil kedele 19,00 19,00 19,00
Tepung ikan 7,70 7,70 7,70
Meat and Bone Meal 1,50 1,50 1,50
(MBM)
CPO 5,00 5,00 5,00
CaCO3 0,20 0,20 0,20
L-Lysine 0,10 0,10 0,10
DL-Methionine 0,10 0,10 0,10
Premix 0,50 0,50 0,50
Tepung daun jarak 0,00 0,00 0,00
Antibiotik Tetrasiklin 0,00 0,00 0,02
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Kandungan Nutrien
EM (kkal/kg) 3.073,75 3.073,75 3.073,37
Protein Kasar (%) 18,61 18,61 18,61
Serat kasar(%) 3,44 3,44 3,44
Kalsium (%) 0,85 0,85 0,85
Phosphor Total(%) 0,70 0,70 0,70
P-tersedia (%) 0,43 0,43 0,43
Lysin (%) 1,08 1,08 1,08
Methionin (%) 0,46 0,46 0,46
Keterangan : Komposisi premix dalam 1 kg mengandung Vitamin A (1.000.000 IU), Vitamin D3
(800.000 IU), Vitamin E (4.500 mg), Vitamin K (450 mg), Vitamin B1(450 mg),
Vitamin B2 (1.350 mg), Vitamin B6 (480 mg), Vitamin B12 (6 mg), Ca-d
Pantothenate (2.400 mg), Folic Acid (270 mg), Nicolinic Acid (7200), Choline
Chloride (28.000 mg), Dl-Methionin (28.000 mg), L-Lysine (50.000 mg), ferros
(8.500 mg), Copper (700 mg), Mangan (18.500 mg), Zinc (14.000 mg), Cobalt (50
mg), Iodine (70 mg), Selenium (35 mg) dan antioksidan karier (1 kg).

16
Rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan lima ulangan dimana masing-
masing ulangan terdiri atas enam ekor ayam.

Perlakuan
Penelitian ini menggunakan tiga macam ransum dengan lima ulangan dimana
masing-masing ulangan terdiri dari enam ekor ayam. Rataan dari enam ekor ayam
tersebut dianggap satu ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah :
P1 : Ransum standar (kontrol)
P2 : Ransum standar yang mengandung tepung daun jarak 10% (hasil uji in vitro).
P3 : Ransum standar yang mengandung antibiotik tetrasiklin 0,02%.

Model matematik
Model matematik (Steel dan Torrie, 1993) yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = Nilai rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = Perlakuan ke-i
j = Ulangan ke-j

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) menurut
Steel dan Torrie (1993) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

17
Peubah
1. Konsumsi ransum (g/ekor)
Konsumsi ransum dihitung berdasarkan jumlah ransum yang
diberikan dalam satu minggu dikurangi sisa ransum pada akhir minggu
tersebut.
2. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
Pertambahan bobot badan rata-rata per ekor setiap minggu dihitung
dari bobot badan rata-rata akhir minggu dikurangi bobot badan rata-rata pada
awal minggu.
3. Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung berdasarkan jumlah konsumsi rata-rata
dibagi dengan pertambahan bobot badan rata-rata setiap minggu selama
penelitian.
4. Mortalitas
Angka mortalitas diperoleh dari jumlah ayam yang mati seluruhnya
dibagi dengan jumlah ayam pada awal percobaan dikali seratus persen.
5. Bobot Badan Akhir
Bobot badan akhir rata-rata diperoleh dari penimbangan pada akhir
minggu penelitian.
6. Koloni bakteri saluran pencernaan (E. coli, Salmonella sp, Bifidobakterium
sp, dan Lactobacillus sp.)
Jumlah koloni bakteri saluran pencernaan diukur dengan
menggunakan metode pengenceran (hitungan cawan) pada ayam yang diberi
perlakuan. Untuk masing-masing bakteri yang berbeda akan digunakan media
selektif yang sesuai untuk bakteri tersebut.

Prosedur
Pembuatan Tepung Daun jarak
Pembuatan tepung daun jarak dilakukan dengan membersihkan daun jarak
dari kotoran dan dibuang tangkai kemudian dilakukan proses pelayuan dengan kering
udara 36-48 jam, selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu 45 oC selam enam jam

18
lalu digiling untuk menghasilkan tepung daun jarak. Skema pembuatan tepung daun
jarak disajikan pada Gambar 3.
Daun Jarak pagar

Pelayuan (selama 36-48 jam)

Pengeringan dalam oven suhu 45 oC (selama 6 jam)

Penggilingan

Tepung daun jarak

Gambar 3. Skema Pembuatan Tepung Daun Jarak

Persiapan Kandang
Kandang terlebih dahulu dibersihkan dan dikapur secara merata sebelum
DOC datang, selanjutnya kandang disucihamakan dengan desinfektan dengan cara
disemprotkan ke seluruh bagian kandang. Kandang yang sudah disucihamakan
dibiarkan selama satu minggu. Peralatan kandang yang dipersiapkan adalah tempat
pakan dan tempat minum. Penerangan dan pemanas kandang menggunakan lampu
pijar 60 watt yang ditempatkan pada setiap petak kandang. Penentuan letak kandang
dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan masing-masing kandang
diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan.
Ransum dalam bentuk crumble dan air minum diberikan ad libitum. Pada
minggu pertama dan kedua, tempat ransum dan tempat minum diletakkan di atas
sekam yang sebelumnya telah dialasi koran. Pada waktu ayam berumur dua minggu
tempat pakan dan tempat minum digantung sejajar punggung ayam supaya ransum
dan air minum tidak mudah kotor oleh kotoran ayam ataupun oleh sekam. Pemanas
yang digunakan adalah lampu listrik 60 watt. Lampu ini dinyalakan pada siang dan
malam hari sampai ayam berumur dua minggu. Setelah umur ayam lebih dari dua
minggu, lampu dinyalakan pada malam hari saja. Penimbangan bobot badan (gram)
dan sisa ransum (gram) dilakukan setiap minggu. Suhu (oC) kandang harian diukur
setiap hari dengan menggunakan termometer.

19
Prosedur Pengambilan Contoh Mikroba Usus
Pada hari ke-14 dan ke-35, masing-masing perlakuan diambil satu ekor ayam
untuk dimatikan dan diamati mikroflora saluran pencernaan. Pengambilan contoh
dilakukan dengan mengeluarkan lumen dari usus halus saluran dengan menggunting
dinding usus halus. Selanjutnya sesegera mungkin dilakukan pengujian perhitungan
koloni saluran pencernaan.

Perhitungan Koloni Saluran Pencernaan (AOAC, 1990)


Suspensi contoh (pengenceran 10-1) dipipet sebanyak satu ml ke dalam
sembilan ml larutan pengencer NaCl fisiologis sehingga diperoleh pengenceran 10-2
dan dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-4, 10-5 dan seterusnya. Pada
tingkat pengenceran yang sesuai, suspensi dipipet secara aseptik dan dipupukkan
sebanyak satu ml ke dalam cawan petri. Selanjutnya dituangi media selektif,
digoyangkan dan setelah beku diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Koloni
yang tumbuh dihitung sebagai koloni saluran pencernaan.
Pengukuran bakteri anaerob seperti bifidobakterium sp. ditumbuhkan dengan
menggunakan media Bifidobacterium Selective Agar (BSA) dengan ciri spesifik
adalah koloni berwarna purih dengan zona yang lebih putih dibagian tengah, dan
Lactobacillus sp. menggunakan media Dman Rugosa Sharp Agar (MRSA) dengan
ciri spesifik koloni berwarna kekuningan. Sedangkan, pengukuran bakteri E. coli
menggunakan media Eosin Methilene BlueAgar (EMBA) dengan ciri spesifik koloni
berwarna hijau metalik dan pengukuran bakteri Salmonella sp. menggunakan media
Salmonella Shigella Agar (SSA) dengan ciri spesifik koloni berwarna hitam dan
berbentuk bulat.

20
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien dan Hasil Penapisan


Fitokimia Tepung Daun Jarak

Komposisi nutrien tepung daun jarak berdasarkan hasil analisis yang


dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan hasil
analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Nutrien Tepung Daun Jarak
Nutrien Jumlah
Bahan Kering (%) 88,89
Abu (%) 9,84
Protein Kasar (%) 20,06
Serat Kasar (%) 17,07
Lemak kasar (%) 1,19
Beta-N (%) 40,73
Kalsium (%) 1,86
Phosphor (%) 0,41
Energi Bruto (kkal/kg)* 3.789,00
Keterangan:
Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas peternakan, IPB (2007).
* Hasil analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi.

Penapisan fitokimia terhadap tepung daun jarak digunakan untuk mengetahui


jenis-jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Golongan-
golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tepung daun jarak dapat
dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis, tepung daun jarak memiliki senyawa
metabolit sekunder alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid dan triterpenoid.
Sumbangan tanin dan saponin pada ransum P2 periode starter, masing-
masing adalah sebesar 4,73 g/kg dan 1,09 g/kg. Menurut Kumar et al. (2005), batas
penggunaan tanin dalam ransum adalah 2,6 g/kg, dan menurut Food and Agriculture
Organization (2005), batas penggunaan saponin dalam ransum adalah 3,7 g/kg. Pada
penelitian ini, sumbangan tanin dari tepung daun jarak 10% melebihi batas
penggunaan tanin dalam ransum yang direkomendasi Kumar et al. (2005), sedangkan
sumbangan saponin dalam ransum masih dalam batas yang direkomendasikan (FAO,
2005).
Tabel 5. Hasil Penapisan Fitokimia Tepung Daun Jarak
Golongan Senyawa Hasil Kualitatif** Hasil Kuantitatif*
Alkaloid ++ -
Saponin ++++ 1,12%
Tanin ++++ 4,63%
Fenolik + -
Flavonoid +++ -
Triterpenoid + -
Keterangan : *) : Hasil analisis Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi (2007).
**) : Hasil analisis Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, IPB (2007)
+ = Positif lemah, ++ = Positif, +++ = Positif kuat, ++++ = Positif sangat kuat.

Kandungan Nutrien Ransum Penelitian


Kandungan nutrien ransum penelitian baik periode starter maupun finisher
berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan; hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor, dan hasil analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi; disajikan pada Tabel 6 dan
Tabel 7.
Tabel 6. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian untuk Ayam Pedaging
Periode Starter (0-14 hari) Berdasarkan As fed
Ransum Penelitian
Nutrien
P1 (%) P2 (%) P3 (%)
Energi Bruto (kkal/kg)* 3.907,00 4.112,00 4.092,00
Energi Metabolis (kkal/kg)** 3.124,15 3.144,66 3.123,23
Bahan Kering (%) 86,68 87,16 91,22
Abu (%) 6,41 5,34 6,46
Protein Kasar (%) 24,86 23,93 23,32
Serat Kasar (%) 2,40 3,78 2,55
Lemak Kasar (%) 11,05 10,44 11,44
Kalsium (%) 0,83 0,84 0,86
Posphor Total (%) 0,72 0,69 0,75
Keterangan :
Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan masyarakat, IPB (2007).
* Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas peternakan, IPB (2007).
** Hasil analisis EM (energi metabolis) berdasarkan metode Sibbald.
P1 = ransum standar (kontrol), P2 = ransum standar yang mengandung 10% tepung daun jarak,
P3 = ransum standar yang mengandung antibiotik tetrasiklin 0,02%.

22
Kandungan protein ransum penelitian berdasarkan as fed untuk periode
starter antara 23,32%-24,86%, sedangkan kandungan protein ransum untuk periode
finisher berkisar antara 22,12%-23,88%. Kandungan protein ransum untuk periode
starter masih berada pada kisaran, sedangkan untuk periode finisher sudah terpenuhi
kebutuhan protein. Kisaran protein tersebut melebihi yang direkomendasikan Scott et
al. (1982) yaitu pada periode starter kebutuhan protein berkisar antara 23,22%-
26,5%, sedangkan untuk periode finisher kebutuhan protein berkisar antara 18,1%-
21,1%. Namun demikian, kisaran kebutuhan protein ransum penelitian sesuai dengan
yang direkomendasikan Amrullah (2003) yaitu pada ayam periode starter kebutuhan
protein berkisar antara 23%-24%, sedangkan untuk periode finisher kisaran
kebutuhan akan protein berkisar antara 21-23%. Menurut Scott et al. (1982) batas
maksimal serat kasar dalam ransum unggas adalah 8%. Kandungan serat kasar
berdasarkan as fed untuk periode starter berkisar antara 2,40%-2,55% sedangkan
untuk periode finisher berkisar antara 2,27%- 2,30%.
Tabel 7. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian untuk Ayam Pedaging
Periode Finisher (15-35 hari) Berdasarkan As fed
Ransum Penelitian
Nutrien
P1 (%) P2 (%) P3 (%)
Energi Bruto (kkal/kg)* 3.945,00 3.945,00 3.983,00
Energi Metabolis (kkal/kg)** 2.973,07 2.915,33 3.107,45
Bahan Kering (%) 89,56 89,56 87,58
Abu (%BK) 6,50 6,50 6,23
Protein Kasar (%BK) 23,88 23,88 22,12
Serat Kasar (%BK) 2,30 2,30 2,27
Lemak Kasar (%BK) 11,43 11,43 10,03
Kalsium (%BK) 0,80 0,80 0,81
Posphor total (%BK) 0,69 0,69 0,66
Keterangan :
Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan masyarakat, IPB (2007).
* Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas peternakan, IPB (2007).
** Hasil analisis EM (energi metabolis) berdasarkan metode Sibbald.
P1 = ransum standar (kontrol), P2 = ransum standar yang mengandung 10% tepung daun jarak,
P3 = ransum standar yang mengandung antibiotik tetrasiklin 0,02%.

23
Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak dalam Ransum
terhadap Performa Ayam Pedaging

Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot


badan akhir dan mortalitas ayam pedaging pada periode starter dan finisher selama
penelitian disajikan pada Tabel 8. Pengukuran terhadap peubah tersebut penting
dalam melakukan penilaian terhadap baik tidaknya suatu jenis ransum dan untuk
menguji faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi
Ransum, Bobot Badan Akhir dan Mortalitas Ayam Pedaging pada
Periode Starter dan Finisher
Peubah yang Perlakuan
Diamati P1 P2 P3
Konsumsi
ransum (g/ekor)
Starter 556,63 ± 10,42A 327,97 ± 11,23B 552,38 ± 10,53A
Finisher 2.705,85 ± 11,11A 1.463,83 ± 12,42B 2.702,02 ± 11,44A
Pertambahan
bobot badan
(g/ekor)
Starter 369,87 ± 11,53A 101,13 ± 12,33B 383,53 ± 11,61A
Finisher 1.399,43 ± 12,33A 793,41 ± 12,25B 1.399,73 ± 12,67A
Konversi
ransum
Starter 1,52B 3,30A 1,46B
Finisher 1,69A 1,65A 1,86A
Bobot badan
akhir (g/ekor)
Starter 423,37 ± 12,45A 273,17 ± 13,56B 455,90 ± 12,78A
Finisher 1.760,68 ± 13,66A 938,38 ± 13,76B 1.755,65 ± 13,55A
Mortalitas (%)
Starter - - -
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil sangat berbeda
nyata (p<0,01).
P1 = Ransum standar; P2 = P1 yang mengandung tepung daun jarak 10%; P3 = P1
yang mengandung antibiotik tetrasiklin 0,02%.

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum


Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun jarak 10% dalam
ransum pada periode starter sangat nyata (p<0,01) menurunkan konsumsi ransum
dibandingkan P1 (ransum standar) dan P3 (ransum yang mengandung antibiotik
tetrasiklin 0,02%) (Tabel 8). Penurunan konsumsi disebabkan adanya kandungan zat
anti nutrisi tanin pada daun jarak. Pada penelitian ini sumbangan tanin dalam

24
ransumnya sebesar 4,73 g/kg. Penggunaan tanin yang melebihi batas penggunaan
tanin dalam ransum menyebabkan menurunnya konsumsi ransum. Hal ini
dikarenakan kemampuan tanin yang mampu mengendapkan protein yang disebabkan
adanya kandungan sejumlah gugus fungsional yang dapat membentuk ikatan
kompleks yang sangat kuat dengan molekul protein saliva dan glikoprotein dalam
mulut serta dapat menimbulkan rasa sepat, sehingga dapat mempengaruhi konsumsi
dan palatabilitas pakan (Cheeke, 1989).
Peningkatan konsumsi ransum ayam pedaging selama pemeliharaan terlihat
pada konsumsi ayam setiap minggunya (Gambar 4). Semakin bertambah umur ayam,
konsumsi ransum semakin meningkat. Hal ini sesuai pernyataan Scott et al. (1982)
bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh umur ayam. konsumsi ransum dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu kandungan nutrisi ransum, tingkat palatabilitas, umur,
bobot badan, strain, kapasitas tampung tembolok dan suhu lingkungan.

1200

1000
Konsumsi Ransum (gram)

800

600

400

200

0
I II III IV V
Um ur (Minggu)

P1 P2 P3

Gambar 4. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Pedaging Selama Lima Minggu


Pemeliharaan

Gambar 4 menunjukkan bahwa konsumsi ransum meningkat dengan semakin


bertambah umur. Namun demikian, perlakuan P2 pada minggu kedua mengalami
penurunan konsumsi ransum. Rendahnya konsumsi ransum diduga karena
kandungan tanin yang terkandung pada daun jarak. Tanin adalah senyawa polifenol
yang secara alami terdapat dalam tanaman. Sifat utamanya dapat berikatan dengan
protein atau polimer lainnya seperti selulosa dan pektin untuk membentuk komplek
yang stabil (Tangendjaja et al., 1992). Tanin memiliki kemampuan untuk

25
mengendapkan pati, alkaloid, gelatin dan protein. Kemampuan tanin untuk
mengendapkan protein yang disebabkan adanya kandungan sejumlah gugus
fungsional (hidroksil fenolik) yang dapat membentuk ikatan kompleks yang sangat
kuat dengan molekul protein saliva dan glikoprotein dalam mulut serta dapat
menimbulkan rasa sepat, sehingga dapat mempengaruhi konsumsi dan palatabilitas
pakan (Cheeke, 1989).
Penurunan konsumsi ransum juga dikarenakan adanya kandungan saponin
pada ransum P2. Menurut FAO (2005), batas penggunaan saponin dalam ransum
adalah 3,7 g/kg, sedangkan pada penelitian ini kadar saponin dalam ransum adalah
2,6 g/kg. Sumbangan saponin dalam ransum masih dalam batas yang
direkomendasikan FAO (2005). Menurut Santoso dan Sartini (2001), saponin
mempunyai rasa sepat dan pahit dalam ransum yang menyebabkan ransum kurang
palatabel, sehingga ayam akan mengkonsumsi ransum lebih sedikit. Gumay (1983)
melaporkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi penggunaan tepung daun turi
yang mengandung zat anti nutrisi saponin dalam ransum (2%, 4%, 6% dan 8%)
menyebabkan konsumsi ransum semakin rendah (masing-masing sebesar 517,318;
497,917; 391,901 dan 376,953 gram/ekor/minggu). Santoso dan Sartini (2001)
melaporkan hasil penelitiannya bahwa ransum yang mengandung tepung daun katuk
sebesar 1%, 2% dan 3% sangat nyata menurunkan konsumsi ransum ayam umur lima
minggu (masing-masing sebesar 2.188,3; 2.010,4 dan 1.890,7 gram). Hal ini karena
daun katuk mengandung zat anti nutrisi saponin yang mempunyai rasa sepat,
sehingga akan mempengaruhi palatabilitas ransum. Akan tetapi, Ueda et al. (2002)
melaporkan hasil penelitian bahwa saponin yang terkandung dalam daun teh dapat
menunda laju pengosongan tembolok sehingga ternak yang mengkonsumsinya selalu
merasa kenyang. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab konsumsi ransum yang
diperoleh pada perlakuan P2 periode starter lebih rendah dibandingkan perlakuan
lain.

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan.


Pemberian tepung daun jarak dalam ransum pada periode starter sangat nyata
(p<0,01) menurunkan pertambahan bobot badan dibandingkan P1 dan P3. Penurunan
pertambahan bobot badan ayam pedaging yang diberi ransum dengan tepung daun
jarak disebabkan oleh konsumsi ransum yang rendah sehingga menyebabkan

26
penurunan zat nutrisi yang dideposit dalam tubuh sehingga terjadi penurunan
pertambahan bobot badan.
Penurunan pertambahan bobot badan pada periode starter diduga karena zat
anti nutrisi yang terdapat pada ransum yang mengandung tepung daun jarak 10%.
Tanin dalam ransum dapat menurunkan pertambahan bobot badan, kecernaan dan
efisiensi pakan karena tanin dapat melukai saluran pencernaan sehingga
menyebabkan terganggunya fungsi saluran pencernan. Penurunan pertambahan bobot
badan ayam juga dikarenakan adanya gugus fungsional pada tanin yang mampu
berikatan dengan protein pakan sehingga protein pakan tersebut sulit dicerna oleh
tubuh ayam. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan ayam menjadi terhambat
(Cheeke, 1989). Menurut Butler (1989), tanin juga dapat mengikat pati dan
menghambat kerja beberapa enzim meliputi pektinase, selulase, proteinase, β-
galaktosidase dan lipase. Sumbangan tanin dari tepung daun jarak dalam ransum
penelitian ini adalah sebesar 4,63 g/kg. Menurut Kumar et al. (2005), batas
penggunaan tanin dalam ransum ayam adalah 2,6 g/kg, apabila kadar tanin dalam
ransum melebihi batas penggunaan tersebut maka performa ayam akan menurun.
Sumbangan tanin pada ransum P2 melebihi batas penggunaan tanin dalam ransum
ayam yang direkomendasikan Kumar et al. (2005). Hal ini terlihat lambatnya
pertambahan bobot badan ayam P2 dibandingkan P1 dan P2.
Oakenfull dan Gurcharn (1989) menyatakan bahwa ternak monogastrik yang
diberi pakan yang mengandung saponin pada level yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya penurunan konsumsi dan pertumbuhan, sedangkan pada ayam dapat
menurunkan produksi telur dan menghambat pertumbuhan. Terhambatnya
pertumbuhan hewan yang mengkonsumsi saponin sebagian besar disebabkan oleh
palatabilitas dan konsumsi ransum yang menurun dan terjadinya iritasi dalam saluran
pencernaan. Sedangkan, Francis et al. (2002) mengemukakan bahwa saponin
memiliki sifat yang seperti sabun (berbusa) sehingga akan membersihkan materi-
materi yang menempel pada dinding usus dan meningkatkan permeabilitas dari
dinding usus. Saponin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas
permukaan sel dengan cara meningkatkan tegangan permukaan sel tersebut, sifat
inilah yang disebut dengan membran permeable. Kemampuan saponin untuk
meningkatkan permeabilitas membran akan memudahkan molekul-molekul besar

27
terserap dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan zat nutrisi yang dideposit dalam
tubuh dan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan.

600

500

400
PBB (gram)

300

200

100

0
I II III IV V
Umur (Minggu)

P1 P2 P3

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Pedaging Selama


Lima Minggu Pemeliharaan

Gambar 5 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ayam pedaging


pada periode finisher mengalami peningkatan setiap minggu, terutama pada ayam
yang telah diberi perlakuan daun jarak 10% yaitu pada masa recovery. Kelompok
ayam yang diberi perlakuan dengan penambahan tepung daun jarak sebesar 10%
dalam ransum memiliki kurva pertumbuhan yang terus meningkat dibandingkan
dengan P1 dan P3.

Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum


Konversi ransum menunjukkan gambaran efisiensi ransum. Pemberian
tepung daun jarak dalam ransum pada periode starter sangat nyata (p<0,01)
meningkatkan nilai konversi ransum dibandingkan perlakuan yang lain (Gambar 6).
Peningkatan konversi ransum disebabkan karena adanya zat anti nutrisi pada ransum
berupa tanin. Tanin dalam ransum dapat menurunkan pertambahan bobot badan,
tanin juga dapat menurunkan konversi energi karena makanan yang dikonsumsi tidak
tercerna, tetapi ikut terbuang bersama feses. Tanin juga dapat melukai saluran
pencernaan sehingga menyebabkan terganggunya fungsi saluran pencernaan
(Oakenfull dan Gurcharn, 1989).

28
Masa recovery setelah pemberian tepung daun jarak pada periode starter,
perlakuan P2 mampu memperbaiki konversi ransum. Nilai konversi ransum P2
paling rendah dibandingkan P1 dan P3.

4
3.5

3
Konversi Ransum

2.5
2
1.5
1
0.5
0
I II III IV V
Um ur (m inggu)

P1 P2 P3

Gambar 6. Grafik Konversi Ransum Ayam Pedaging Selama Lima Minggu


Pemeliharaan

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Akhir


Pemberian tepung daun jarak 10% sebagai antibakteri dalam ransum ayam
pedaging pada periode starter sangat nyata (p<0,01) menurunkan bobot badan akhir.
Hal ini berhubungan dengan rendahnya jumlah konsumsi ransum ayam pedaging
yang disebabkan adanya zat anti nutrisi dalam tepung daun jarak, sehingga jumlah
zat nutrisi yang diserap dan dideposit dalam tubuh juga menurun sehingga
menyebabkan bobot badan akhir ayam pedaging lebih rendah.
Perlakuan P2 pada periode finisher sangat nyata (p<0,01) menurunkan bobot
badan akhir (Tabel 8). Hal ini disebabkan perlakuan P2 pada masa recovery belum
mampu memperbaiki bobot badan akhir setara dengan P1 ataupun P3. Hal ini yang
menyebabkan bobot badan akhir ayam pedaging yang mendapat perlakuan P2 lebih
rendah dibandingkan perlakuan lainnya.

29
2000
1800

Bobot badan akhir (gram )


1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
I II III IV V
Umur (Minggu)

P1 P2 P3

Gambar 7. Grafik Bobot Badan Akhir Ayam Pedaging Selama Lima Minggu
Pemeliharaan

Berdasarkan Cobb Breeding Company (2003), ayam yang dipelihara selama


5 minggu, memiliki rataan bobot badan akhir sebesar 1.620-1.750 gram. Pada
penelitian ini perlakuan P1 memiliki rataan bobot badan akhir 1.760,68 gram/ekor,
sedangkan perlakuan P3 memiliki rataan bobot badan akhir adalah 1.755,65
gram/ekor. Hal ini menunjukkan bahwa bobot badan akhir mencapai rataan bobot
badan akhir yang direkomendasikan Cobb Breeding Company (2003). Bobot badan
akhir berhubungan dengan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi
ransum. Konsumsi ransum pada perlakuan P1 dan P3 sangat nyata menghasilkan
pertambahan bobot badan yang meningkat, sehingga konversi ransum yang
dihasilkan menjadi kecil dan akhirnya menghasilkan bobot badan akhir yang besar
(Wahju,1992).

Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas


Mortalitas yaitu angka yang menunjukkan jumlah ayam yang mati selama
pemeliharaan. Tingkat mortalitas paling tinggi terjadi pada periode finisher terdapat
pada perlakuan P2 yaitu sebesar 23,33% dan diikuti dengan perlakuan antibiotik (P3)
sebesar 6,67%. Tingkat mortalitas terendah terdapat pada ayam dengan perlakuan
standar (P1), sedangkan pada periode starter tingkat mortalitas 0%. Tingkat

30
mortalitas yang tinggi pada perlakuan P2 disebabkan kandungan tanin yang melebihi
batas penggunaan tanin yang direkomendasikan Kumar et al. (2005) yaitu 2,6 g/kg.
Kematian mulai terjadi pada awal minggu ketiga pemeliharaan pada P2 yaitu
setelah perlakuan penambahan tepung daun jarak dalam ransum. Berdasarkan hasil
diagnosa Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut
Pertanian Bogor (IPB), nampaknya pemberian tepung daun jarak dalam ransum
ayam pedaging dapat menyebabkan beberapa gangguan yaitu enteritis (radang
mukosa intestinal), oedema (pembengkakan pembuluh darah), nekrosis (luka
berdarah pada dinding usus sampai kematian jaringan mukosa usus), gangguan
sirkulasi darah dan hati mengalami proses kematian sel (degenerasi).
Kematian berikutnya terjadi pada minggu keempat dan kelima pada P3 dan
P1. Menjelang minggu keempat dan kelima, ayam mengalami stress panas, mulai
rawan terserang bibit penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus.
Faktor penyebab kematiannya adalah gangguan pernafasan karena saluran
pernafasan terinfeksi.

Jumlah Koloni Bakteri dalam Saluran Pencernaan


Pada hari ke-14, ayam yang mendapat ransum P2, mampu menurunkan
jumlah koloni bakteri yang merugikan (Salmonella sp. dan E. coli), demikian pula
dengan ransum P3. Namun demikian, jumlah koloni bakteri yang menguntungkan
(Lactobacillus sp dan Bifidobacterium sp) pada ransum P2 lebih tinggi dibandingkan
ransum P3 yaitu ransum standar yang mengandung antibiotik.
Tabel 9. Jumlah Koloni Bakteri dalam Saluran Pencernaan Ayam Pedaging
Perlakuan (CFU/ml)
Bakteri
Hari ke-14 Hari ke-15
P1 P2 P3 P1 P2 P3
Salmonella sp. 3,8 x 107 4,2 x 106 3,6 x 105 3,0 x 105 3,7 x105 4,5 x 103
E. coli 4,1 x 108 3,6 x 108 3,3 x 108 4,3 x106 3,1 x 105 4,0 x 105
Bifidobacterium 5,6 x108 6,4 x 106 4,3 x 107 3,9 x 107 4,5 x 105 5,7 x105
sp.
Lactobacillus 7,9 x 106 5,8 x 1010 6,8 x106 6,4 x106 7,8 x 106 5,8 x104
sp.

31
Kisaran mikroflora normal ayam sehat untuk jenis bakteri Salmonella sp., E.
coli dan Lactobacillus sp. adalah 105-108 CFU/ml, sedangkan untuk jenis bakteri
Bifidobakterium sp. berada pada kisaran antara 109-1010 CFU/ml. Jumlah koloni
bakteri perlakuan P2 pada periode starter dan finisher masih berada pada kisaran
mikroflora usus normal pada ayam yang sehat, akan tetapi pada bakteri Salmonella
sp. dan E. coli kisarannya melebihi jumlah mikroflora usus normal pada ayam yang
sehat. Namun demikian, jumlah mikroflora usus ransum P2 masih berada pada
kisaran normal dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan Tabel 9 pemberian tepung
daun jarak dalam ransum mampu menurunkan jumlah koloni bakteri yang merugikan
dan dapat mempertahankan jumlah koloni bakteri menguntungkan dengan lebih baik
dibandingkan antibiotik tetrasiklin.
Rendahnya jumlah koloni bakteri patogen (Salmonella sp. dan E. coli ) pada
saluran pencernaan ayam pedaging yang mendapat ransum dengan tepung daun jarak
10% dibandingkan dengan kontrol menunjukkan bahwa zat anti nutrisi di dalam daun
jarak mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen di dalam saluran
pencernaan. Menurut hasil analisis secara kualitatif, daun jarak mengandung
golongan senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid dan triterpenoid.
Davidson dan Branen (1993) menyatakan bahwa tanin mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap E. coli, Staphylococcus aureus dan Streptococcus faecalis.
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
sedangkan pada konsentrasi tinggi tanin dapat mematikan bakteri dengan cara
mengkoagulasi protoplasma bakteri karena terbentuk ikatan yang stabil dengan
protein bakteri (Robinson, 1995; Wiryawan et al., 2000; Makkar, 2003). Senyawa
saponin merupakan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga
terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri maka dinding
sel bakteri tersebut akan pecah atau lisis (Robinson, 1995). Begitu pula senyawa
flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki kecenderungan untuk mengikat
protein bakteri sehingga menghambat aktivitas enzim bakteri yang pada akhirnya
mengganggu proses metabolisme bakteri (Robinson, 1995).

32
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penambahan tepung daun jarak sebanyak 10% dalam ransum dapat
menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, efisiensi ransum, bobot
badan akhir dan jumlah koloni bakteri yang merugikan. Namun demikian, tepung
daun jarak 10% dapat mempertahankan populasi bakteri menguntungkan dengan
lebih baik dibandingkan antibiotik tetrasiklin.

Saran
Perlu dilakukan ekstraksi dengan berbagai pelarut untuk mengkaji daya
antibakteri. Perlu dilakukan teknik pemberian tepung daun jarak melalui air minum
dengan level pemberian kurang dari 10% pada ayam umur tujuh hari.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan karunia dan
Rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan
pertolongan-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua, Teteh
(Eneng, Siti, Sari), Aa Didin, adik (Arifin) dan Hilda yang telah memberikan kasih
sayang, nasehat, motivasi, semangat dan doa restu serta dukungan moril dan materiil
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. Kepada Sri Suharti SPt.,
MSi. dan Ir. Widya Hermana, MSi. yang telah membimbing, mengarahkan dan
membantu penyusunan usulan proposal hingga akhir penulisan skripsi, Ir. Didid
Diapari, MS selaku dosen pembimbing akademik dan Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis,
MSc. selaku penguji seminar, juga kepada Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc dan
Ir. Rini Herlina Mulyono, MSi. selaku penguji ujian sidang yang telah memberikan
banyak saran untuk penulisan skripsi.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada DIKTI yang telah
memberikan dana untuk pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa yang berjudul
”Pemanfaatan Daun Jarak (Jatropha curcas L.) sebagai Antibakteri Alami dan
Pengaruhnya terhadap Performa serta Keseimbangan Mikroflora Saluran Pencernaan
Ayam Pedaging”, kepada rekan-rekan penelitian yaitu Ika, Indri dan Eva atas
bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Keluarga besar Wisma Balio Atas yang
telah memberikan tawa, canda, dukungan dan motivasi serta bantuannya selama ini.
Terima kasih Penulis sampaikan juga kepada Keluarga besar Feedlot, teman-
teman Nutrisi’41 yang telah memberikan bantuan dan kebersamaan selama menuntut
ilmu di IPB dan semua pihak yang telah memberikan motivasi, kasih sayang,
bantuan dan kerjasama hingga penulisan skripsi ini.
Terakhir, Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada civitas akademika
Fakultas Peternakan IPB. Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan skripsi
ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Mei 2008

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

American Soybean Association. 2005. Feed Formulation. U. S. Grains Council,


Washington.

Amrullah, I. B. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi,


Bogor.

Anggorodi, R., 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia, Jakarta.

AOAC. 1990. Official Methode of Analysis of the Association of Official Analytical


Chemistry. 14th. Sydney William (Editor) AOAC, Inc. Arlington, Virginia.

Apajalahti, J., A. Kettunen and H. Graham. 2004. Characteristic of the


gastrointestinal microbial communities, with special reference to the chicken. J.
Poultry Sci. 60 (1) : 223-232.

Barton, M. D. and W. S. Hart. 2001. Public health risks: Antibiotics resistance.


Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 : 414-422.

Butler, L.G. 1989. Sorghum polyphenols. Dalam : Peter, R. C. Toxicants of Plant


Origin. Phenolic (vol 4). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Cheeke, P. R. 1989. Natural Toxicant in Feeds and Poisonous Plants. AVI Publishing
Company, INC. Davis, California.

Cheeke, P.R. 2003. Contemporary Issues in Animal Agriculture. Prentice Hall,Upper


Saddle River, New Jersey.

Chopra, I. and M. Roberts. 2001. Tetracycline antibiotics: Mode of action,


applications, molecular biology and efidemiology of bacterial resistance.
Microbiology and Molecular Biology Reviews 65 : 232-260.

Cobb Breeding Company Ltd. 2003. Cobb 500 Mainting the Momentum. East
Hanning Field. Chelsmford, England.

Davidson, P. M., and A. L. Branen. 1993. Antimicrobials In Food. Marcel Dekker


Inc, New York.

Duke, J. A. 1983. Handbook of Energy Crops. Unpublished.


http://www.hort.purdue.edu/newcrop/indices/index_ab. html. [25 Maret 2008].

Food and Agriculture Organization. 2005. Endogenous and Exogenous Feed Toxins.
http : //www.fao.org/docrep/article/Agrippa/659_en_10. htm3TopOfPage2005.
[ 23 Maret 2008].

Francis G., Z. Kerem, H. P. S., Makkar and K. Becker. 2002. The biological action
of saponin in animal system. A review. J. Nutr. British 88 : 587-605.
Garigga, M., M. Pascual, J. M. Monfort and M Hugas. 1998. Selection of lactobacilli
for chicken probiotic adjuntcs. J. Applied Microbiology 84 (1): 125-132.

Gumay, M. 1983. Pengaruh penambahan tepung daun turi dalam ransum terhadap
pertumbuhan ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Hileman, B and E. N. Washington. 1999. Debate Over Health Hazard of Putting


Antibiotics in Animal Feed Heats Up in the USA. Chemical and Engineering
News, Washington.

Kaufman M. 2000. Antibiotic in animal feed : A growing public health hazard


worries rise over effect of antibiotics in animal feed. Center for Disease Control
and Prevention, Washington.

Kohler I., K. Jennet-Siems, K. Siems, M. A. Hernandez, R. A. Ibarra, W. G.


Berendsohn, U. Bienzle and E. Eich. 2002. In vitro antiplasmodial investigation
of medicinal plant from Elsavador. Z. Naturforsch. 57c : 227-281.

Kokosharov, T. 2001. Some observation on the caecal microflora of the chicken


during experimental acute fowl typhoid. Revue Méd. Vét. 152 (7) : 531-534.

Kumar, V., A. V. Elangovan and A. B. Mandal. 2005. Utilization of reconstitued


high tannin sorgum in the diets of broiler chicken. J. Anim. Sci. 18 (4) : 538-
544.

Makkar, H. P.S. 2003. Effect and fate of tannins in ruminant animals, adaptation to
tannins and strategies to overcome detrimental effect of feeding tannin-rich
feeds. Small Ruminant Res. 49: 241-256.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised


Edition. National Academy Press, Washington.

North, M. O. 1984. Commersial Chicken Production Manual. 3th Edition. The Avi
Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.

North, M. O. and D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th


Edition. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut.

Oakenfull, D and Gurcharn. 1989. Saponin Dalam Peter, R. C. (Editor). Toxicant of


Plants Origin (vol. 2). CRC Press, Inc., Florida.

Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-14. Penerbit Swadaya.


Jakarta.

Rose, S. P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International. Biddle Ltd.,


Guildford.

36
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6. Terjemahan:
K. Pamawinata. ITB-Press, Bandung.

Rubio, L. A., A. Brenes, I. Setien, G. Asunsion, N. Duran and M. T. Cutuli. 1998.


Lactobacilli count in crop, ileum and caecum of growing broiler chicken fed on
practical diets containing whole or dehulled sweet lupin (Lupinus angustifolis)
seed meal. J. Poultry Sci. 86 (1) : 354-359.

Santoso, U. and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chicken by


Sauropus androgynus (katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim.
Sci. 14 : 297-446.

Scott, M. L., M. C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3th
Edition. Cornell University. M. L. Scott of Ithaca, New York.

Staubmann R., M. Schubert-Zsilavecz, A. Hierman and T. Kartnig. 1997. The


antiinflammatory effect of Jatropha curcas leaves. Proceeding Symposium
“Jatropha 97“, Nicaragua.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan :


B. Sumantri. Edisi ke-2. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Syah, A. N. A. 2006. Biodesel Jarak Pagar : Bahan bakar Alternatif yang Ramah
Lingkungan. Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta.

Tangendjaja. B, E. Wina, T. Ibrahim, dan B. Palmer. 1992. Kaliandra (Calliandra


calothyrsus) dan Pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak dan The Australian
Centre for International Agricultural Research, Bogor.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.


Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Ueda, H., T. Akiko, K. Kenzou and M. Sachiko.2002. Feeding Behaviour in Chicks


Fed Tea Saponin and Quinine Sulfate. J. Poultry Sci. 39 : 34-41.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wiradisastra, M. D. 1986. Efektivitas keseimbangan energi dan asam amino dan


efisiensi absorpsi dalam memenuhi persyaratan kecepatan tumbuh ayam
broiler. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wiryawan, K. G., B. Tangendjaja and Suryahadi. 2000. Tannin degrading bacteria


from Indonesian ruminant. Dalam : J. D. Brooker (Editor). Tannin in Livestock
and Human Nutrition. ACIAR Procedings, 92 : 123.

37
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik Ragam Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Selama Periode
Starter Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 177117,65 12651,26 25,29** 3,89 6,93
Perlakuan 2 171115,58 85557,79 171,06** 2,69 4,16
Error 12 6002,07 500,17
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01)
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5)

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 500,17/ 2
= 15,81

Lampiran 2. Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap


Rataan Konsumsi Ransum per Ekor Selama Periode Starter
Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 1 556,63 A
2 3 552,38 B
3 2 327,97 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01).

Lampiran 3. Sidik Ragam Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Selama Periode
Finisher Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 5763444,32 411674,59 7,75** 3,89 6,93
Perlakuan 2 5126260,06 2563130,03 48,27** 2,69 4,16
Error 12 637184,26 53098,69
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01).
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5).

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 53098,69 / 2
= 162,94

39
Lampiran 4. Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Konsumsi Ransum per Ekor Selama Periode Finisher
Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 1 2705,85 A
2 3 2702,02 B
3 2 1463,83 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01).

Lampiran 5. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan Per Ekor Selama
Periode Starter Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 255125,53 18223,25 142,44** 3,89 6,93
Perlakuan 2 253590,24 126795,12 991,05** 2,69 4,16
Error 12 1535,29 127,94
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01).
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5).

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 127,94 / 2
= 7,99

Lampiran 6 Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap


Rataan Pertambahan Bobot Badan per Ekor Selama Periode
Starter Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 3 383,53 A
2 1 369,87 B
3 2 101,13 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01).

40
Lampiran 7. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan Per Ekor Selama
Periode Finisher Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 1238017,67 88429,83 80,33** 3,89 6.93
Perlakuan 2 1224807,12 612403,56 556,29** 2,69 4.16
Error 12 13210,55 1100,88
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01).
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5).

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 1100,88 / 2
= 23,46

Lampiran 8. Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap


Rataan Pertambahan Bobot Badan per Ekor Selama Periode
Finisher Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 3 1399,73 A
2 1 1399,43 B
3 2 793,41 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01)

Lampiran 9. Sidik Ragam Rataan Konversi Ransum Per Ekor Selama Periode
Starter Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 12,41 0,89 7,27** 3,89 6,93
Perlakuan 2 10,95 5,47 44,90** 2,69 4,16
Error 12 1,46 0,12
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01).
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5).

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 0,12 / 2
= 0,24

41
Lampiran 10. Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Konversi Ransum per Ekor Selama Periode Starter
Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 2 3,30 A
2 1 1,52 B
3 3 1,46 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01).

Lampiran 11. Sidik Ragam Rataan Konversi Ransum Per Ekor Selama Periode
Finisher Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 0,60 0,04 1,07tn 3,89 6,93
Perlakuan 2 0,12 0,06 1,46tn 2,69 4,16
Error 12 0,49 0,04
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01).
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5).

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 0,04 / 2
= 0,14

Lampiran 12. Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Konversi Ransum per Ekor Selama Periode Finisher
Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 3 1,86 A
2 1 1,69 A
3 2 1,65 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01)

42
Lampiran 13. Sidik Ragam Rataan Bobot Badan Akhir Per Ekor Selama
Periode Starter Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 1037881,57 74134,40 67,92** 3,89 6,93
Perlakuan 2 1024783,02 512391,51 469,42** 2,69 4,16
Error 12 13098,56 1091,55
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01).
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5).

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 1091,55 / 2
= 23,36

Lampiran 14. Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Bobot Badan Akhir per Ekor Selama Periode Starter
Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 1 423,37 A
2 2 455,90 B
3 3 273,17 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01).

Lampiran 15. Sidik Ragam Rataan Bobot Badan Akhir Per Ekor Selama
Periode Finisher Penelitian
SK db JK KT F hitung F 0,05 F 0,01
Total 14 2295760,71 163982,91 35,44** 3,89 6,93
Perlakuan 2 2240230,43 1120115,22 242,06** 2,69 4,16
Error 12 55530,28 4627,52
Keterangan :
** : berbeda sangat nyata (p<0,01)
tn : tidak berbeda nyata (p>0,5)

Simpangan baku (Sx) = √ KT (E) / r


= √ 4627,52 / 2
= 48,10

43
Lampiran 16. Uji Duncan Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Jarak terhadap
Rataan Bobot Badan Akhir per Ekor Selama Periode Finisher
Penelitian
Rank Perlakuan Rataan Notasi
1 1 1760,68 A
2 2 1755,65 B
3 3 938,38 A
Keterangan :
Superskrip dengan menggunakan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat
nyata (p<0,01).

44

Anda mungkin juga menyukai