Disusun Oleh :
01.210.6100
Pembimbing :
Pembimbing
Identitas Pasien
Nama : Tn. Teguh S
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Teknisi Listrik
Status : Menikah
No RM : 07.53.92
Tanggal masuk : 14 Januari 2014
Pasien bangsal : Mawar
Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal Mawar tanggal 17 Januari 2014 pukul 15.00 WIB
secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien.
a) Keluhan utama: Sesak nafas
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan keluhan sesak nafas sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit pada tanggal 14 Januari 2014. Sifat sesak
hilang timbul atau kumat-kumatan. Pasien menyatakan sesak jika tidur
terlentang, sehingga untuk mengurangi sesak nafasnya pasien lebih sering tidur
dengan diganjal 2-3 bantal pada punggungnya, pasien juga mengeluhkan
setelah tidur sekitar ± 2 - 5 jam sering tiba-tiba terbangun dari tidur pada malam
hari karena sesak nafas. Pasien tidak merasa sesak nafas pada saat hawa dingin,
karena debu, bulu binatang, karena debu rumah, atau bau-bau yang menyengat,
dan juga tidak pernah mengeluh nafas disertai dengan bunyi mengi.
Sesak nafas yang dirasakan pasien akan bertambah intensitasnya jika
pasien melakukan aktivitas ringan seperti berjalan ke kamar mandi, dan terasa
membaik bila pasien istirahat dengan posisi tubuh setengah duduk, namun
pasien tidak mengeluhkan nyeri dada. Mual (-). Muntah (-). Nyeri ulu hati (-).
5 hari SMRS pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kakinya yang
dirasakan makin memberat terutama bila digunakan untuk banyak berdiri
maupun aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Bengkak juga berkurang pada
pagi hari dan bertambah pada sore hari.
c) Keluhan tambahan :
Selain itu, pasien juga mengeluhkan batuk yang sudah dialami sejak 1
bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk tidak terlalu sering dirasakan oleh
pasien. Batuk terkadang disertai dengan dahak yang berwarna putih bening.
Pasien mengaku batuk tidak pernah disertai darah. Keringat dingin malam hari
disangkal, nafsu makan menurun juga disangkal. Batuk tersebut sembuh apabila
pasien minum obat yang dibeli diwarung.
Pasien juga mengeluh sesak nafas dialami oleh pasien sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan oleh pasien secara tiba-tiba.Sesak
dirasakan terus-menerus, dan semakin lama sesak dirasa semakin bertambah.
Sesak nafas dirasa sedikit berkurang saat pasien istirahat dan berbaring dengan
posisi setengah duduk. Sesak nafas yang dirasa pernah sampai membangunkan
tidur. Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada.
Saat ini, kedua kaki pasien masih bengkak, bengkak tidak berhilang
dengan istirahat, sesak nafas sudah berkurang, batuk juga masih dirasakan oleh
pasien, pasien merasa demam, pusing nggliyeng terkadang masih dirasakan
oleh pasien, terutama saat pasien akan bangun dari tempat tidur. BAB dan BAK
lancar, warna kuning jernih.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat mondok di Rumah Sakit : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Alergi obat : disangkal
f) Riwayat Pribadi:
Kebiasaan olahraga : jarang
Kebiasaan merokok : disangkal
Kebiasaan minum jamu-jamuan : Diakui
Riwayat penyakit
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17/1/2014
a) Keadaanumum :Lemah
b) Kesadaran :Compos mentis
c) Status gizi : BB: 85kg
TB: 171cm
BMI :29.1 kg/m2
Kesan : Overweight
d) Vital sign
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit, ireguler, isi dan tegangan cukup
RR : 24 x/menit frekuensi teratur
Suhu : 37,70C (axiller)
e) Status Internus
1) Kepala :kesan mesocephal
2) Mata:
konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)
pupil isokor3 mm
reflek pupil (+/+)
3) Hidung:
Napas cuping hidung (-)
nyeri tekan (-)
Sekret (-)
4) Mulut:
sianosis (-)
Pursed lips-breathing (-)
lidah kotor (-)
5) Telinga:
Sekret (-/-)
Serumen (+/+)
6) Leher:
Nyeri tekan trakea (-)
Pembesaran limfonodi (-/-)
Pembesaran tiroid (-/-)
Pergerakan otot bantu pernafasan (-/-)
7) Thoraks
Cor :
Inspeksi :ictus cordis tidak tampak
Palpasi :ictus cordis teraba di ICS V 2 cm ke lateral linea midclavicula
sinistra, kuat angkat (-), thrill (-), pulsus parasternal (-), pulsus
epigastrium (-), sternal lift (-)
Perkusi :kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung: ICS III linea parasternal sinistra
kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V2 cm ke arah medial linea midclavicula
sinistra
Kesan : Cardiomegali
Auskultasi :Suara jantung murni: Suara I > Suara II ireguler, HR 110x
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada datar datar
Hemitorak Asimetris statis dinamis Asimetris statis dinamis
Warna Sama dengan kulit Sama dengan kulit
sekitar sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus (+) kanan > kiri (+) kanan > kiri
Belakang
1. Inspeksi Terdapat sikatrik
Warna Sama dengan kulit Sama dengan kulit
sekitar sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem Fremitus (+) kanan > kiri (+) kanan > kiri
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Suara tambahan
Wheezing
(-) (-)
Ronki kasar
(-) (-)
RBH
(-) (-)
Stridor (-) (-)
9) Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Eritema Palmaris
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5
5/5 5/5
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium 15 Januari 2014
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Darah Rutin (WB
A.
EDTA)
1 Lekosit 6.48 3.8- 10.6
2 Eritrosit L 4.24 4.4-5.9
3 Hemoglobin L 12.00 13.2-15.5
4 Hematokrit L 34.70 40-52
5 MCV 81.80 80-100
6 MCH 28.30 32-36
7 MCHC 34.60 32-36
8 Trombosit 210 150-440
9 RDW 14.20 11.5-14.5
10 Eosinoil Absolute 0.07 0.045-0.44
11 Basofil Absolut 0.01 0-0.2
12 Netrofil Absolute 2.91 1.8-8
13 Limfosit Absolute 2.40 0.9-5.2
14 Monosite absolute H 1.09 0.16-1
15 Eosinofil L 1.10 2-4%
16 Basofil 0.20 0-1
17 Neutrofil L 44.90 50-70
18 Limfosit 37.00 25-40
19 Monosit H 16.80 2-8
B. Kimia klinik
1 Glukosa sewaktu H 147 < 125
2 Ureum 32.00 10.0 – 50.0
3 Creatinin L 0.57 0.60 – 0.90
4 Albumin L 3.1 3.2 – 5.2
5 Kalium 4.6 3.5-5.0
6 Natrium 135 135-145
7 Chlorida H 106 95.0 - 105
8 Kolestrol Total 112 <200
9 Trigliserida 68 <150
10 Asam Urat H 9.6 2.4-7.0
b. Rontgen Thoraks (7-11-2013)
Cor : Ukuran membesar
Batas kanan suram
Pulmo : Corakan vaskuler kasar
Bercak kesuraman kanan bawah
Cephalisasi (+)
Kesuraman mulai Tracheal bawah sampai paracardial kanan dan kesuraman para
hiler sampai paracardial kiri cenderung vascular.
Diafragma : Baik
Sinus costophrenicus : Kiri Suram
Frekuensi : 115x/menit
5 hari SMRS pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kakinya yang dirasakan
makin memberat terutama bila digunakan untuk banyak berdiri maupun aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Bengkak juga berkurang pada pagi hari dan bertambah pada
sore hari.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan batuk yang sudah dialami sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Batuk tidak terlalu sering dirasakan oleh pasien. Batuk terkadang
disertai dengan dahak yang berwarna putih bening. Pasien mengaku batuk tidak pernah
disertai darah. Keringat dingin malam hari disangkal, nafsu makan menurun juga
disangkal. Batuk tersebut sembuh apabila pasien minum obat yang dibeli diwarung.
Pasien juga mengeluh sesak nafas dialami oleh pasien sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak nafas dirasakan oleh pasien secara tiba-tiba.Sesak dirasakan terus-
menerus, dan semakin lama sesak dirasa semakin bertambah. Sesak nafas dirasa sedikit
berkurang saat pasien istirahat dan berbaring dengan posisi setengah duduk. Sesak nafas
yang dirasa pernah sampai membangunkan tidur. Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada.
Saat ini, kedua kaki pasien masih bengkak, bengkak tidak berhilang dengan istirahat,
sesak nafas sudah berkurang, batuk juga masih dirasakan oleh pasien, pasien merasa
demam, pusing nggliyeng terkadang masih dirasakan oleh pasien, terutama saat pasien
akan bangun dari tempat tidur. BAB dan BAK lancar, warna kuning jernih.
Pemeriksaan fisik didapatkan vital sign : tensi 120/70 mmHg, RR : 24 x/menit, nadi :
110x/menit, temperatur : 37.3oC, Ekstremitas inferior didapatkan Oedem (+), PF Cor:
didapatkan Cardiomegali, BJ I-II irregular, HR 110x, S1>S2. Pulmo: pergerakan asimetris
(kiri>), Stem fremitus kiri<kanan, Auskultasi didapatkan Ronki basah halus dikiri (+).
Ass. Etiologi :
IHD
Miokarditis
Kardiomiopati
Penyakit jantung katup
Aritmia
Ass. Diagnosis
Menggunakan kriteria Framingham untuk mendiagnosis gagal jantung:
Kriteria mayor Kriteria minor
1. Paroksismal nokturnal 1 Edema ekstrimitas
dyspneu
2. Distensi vena leher 2 Batuk malam hari
3. Ronkhi paru 3 Dispnea d’effort
4. Kardiomegali 4 Hepatomegali
5. Edema paru akut 5 Efusi pleura
6. Gallop S3 6 Penurunan kapasitas vital 1/3
normal
7. Peningkatan JVP 7 Takikardia >120x/menit
8. Refluks hepatojuguler
Mayor atau minor : penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor
Ip. Dx :
Darah rutin
Kimia klinik (glukosa darah, kolesterol, albumin, elektrolit)
EKG
Ro Thoraks
Renal function test (ureum, creatinin)
Liver function test (SGOT, SGPT, bilirubin)
Ip.Tx :
Non farmakologis
o Batasi sodium 2-3 gr/hari
o Bed rest total, setengah duduk
Farmakologis
o Inf RL 10 tpm
o O2 2 Lpm
o Diuretik Inj Furosemid
o Vasodilator ISDN
o Inotropik Digoksin
o Antiaritmia Amiodaron
Ip. Mx : keadaan umum, vital sign, EKG
Ip. Ex : Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien,
menyarankan kepada pasien untuk seimbang istirahat, olahraga ringan, edukasi untuk
membatasi konsumsi tinggi garam,lemak.
Problem II: Atrial Fibrilasi
Ass. Faktor resiko
Diabetes Melitus
Hipertensi
Penyakit Jantung Koroner
Penyakit Katup Mitral
Penyakit Tiroid
Penyakit Paru-Paru Kronik
Post. Operasi jantung
Usia ≥ 60 tahun
Life Style
Ass. Etiologi
Ass. Komplikasi
Stroke
Gagal jantung
IpDx
EKG
Echocardiogram
Transesophageal Echocardiogram
Tes Darah: hormone tiroid, keseimbangan elektrolit darah.
IpTx
Bedrest
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0.9%
Inj.Furosemide 20mg
Spironolactone
ISDN 5 mg
IpMx
EKG perhari
IpEx
Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien, menyarankan
kepada pasien untuk seimbang istirahat, olahraga ringan, edukasi untuk membatasi
konsumsi tinggi garam,lemak.
Ass. etiologi
Hambatan reabsorsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum.
Pembentukan cairan berlebih karena radang
Ass. Komplikasi
1. Kolpas paru
2. Emphyema
3. Pneumothorax
4. Gagal nafas
Ip. Dx : Foto rontgen thorax
Ip. Tx : Thoracosintesis, WSD
Ip. Ex : Gunakan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak
II. PROGRESS NOTE
17 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, sesak
nafas,,BAB(+), BAK (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
19 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, sesak
nafas, BAB(+), BAK (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 100/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
20 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, sesak
nafas, BAB(-), BAK (+)
Obyektif
21 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, sesak
nafas,,BAB(+), BAK (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
Plan
Bed rest tidak boleh turun dari bed
EKG per-2 hari
Medikamentosa:
Infus RL 10, 02 3L/menit, Inj.Furosemid 3x1, Inj.Cefotaxim
2x1, ISDN 3x1, Clopidogrel 1x1, KCL 3x1, Digoxin 3x1,
Aspilet 1x1, Tyarid 3x1, BC 3x1, Alupurionol 3x1.
22 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, sesak
nafas, BAB(+), BAK (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
23 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh nyeri dada kiri, sesak nafas (-), BAB(+),
BAK (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
24 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, sesak
nafas, BAB(-), BAK (+)
Obyektif
25 Januari 2014
Subyektif Pasien mengeluh batuk berdahak warna putih, sesak
nafas, BAB(+), BAK (+)
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
Obyektif
Keadaan umum Tampak lemas dan sakit sedang
Kesadaran CM
Tanda vital TD : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
T : 36,5°C (axiller) GDS : 147, Asam Urat: 9.6
Kepala Mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( -/- ), sclera ikterik (-/-)
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Cor Iktus kordis tak tampak, kesan kardiomegali, BJ I-II
iregular, bising jantung (-)
Pulmo Taktil fremitus kanan>kiri, redup pada basal paru, SD
Vesikuler (+/+), wheezing (-/,-), ronki (+/+)
Abdomen Permukaan cembung, BU(+) normal, timpani,
Intepretasi:
• Frekuensi : 98x/menit
• Ritme : ireguler
• Jenis irama : Atrial
• Zona Transisi : V4
• Aksis : lead 1 (+), AvF (+), normoaxis
• Morfologi
Interval PR : sulit dinilai
Gelombang QRS : lebar<3kk
Segmen ST : ST elevasi (-), ST depresi (-)
Gelombang T : (-)
Lain-lain : RVH (+), VES (+)
• Kesan Atrial Fibrilasi RVH.
20 Januari 2014
• Frekuensi : 85x/menit
• Ritme : ireguler
• Jenis irama : Atrial
• Zona Transisi : V4
• Aksis : lead 1 (+), AvF (+), normoaxis
• Morfologi
Interval PR : sulit dinilai
Gelombang QRS: lebar<3kk
Segmen ST : ST elevasi (-), ST depresi (-)
Gelombang T : (-)
Lain-lain : RVH (+)
Kesan Atrial Fibrilasi, RVH.
21 Januari 2014
• Frekuensi : 82x/menit
• Ritme : ireguler
• Jenis irama : Atrial
• Zona Transisi : V4
• Aksis : lead 1 (+), AvF (+), normoaxis
• Morfologi
Interval PR : sulit dinilai
Gelombang QRS : lebar<3kk
Segmen ST : ST elevasi (-), ST depresi (-)
Gelombang T : (-)
Lain-lain : RVH (+)
Kesan Atrial Fibrilasi, RVH.
23 Januari 2014
• Frekuensi : 84x/menit
• Ritme : ireguler
• Jenis irama : Atrial
• Zona Transisi : V4
• Aksis : lead 1 (+), AvF (+), normoaxis
• Morfologi
Interval PR : sulit dinilai
Gelombang QRS : lebar<3kk
Segmen ST : ST elevasi (-), ST depresi (-)
Gelombang T : (-)
Lain-lain : RVH (+).
Kesan Atrial Fibrilasi, RVH
ALUR PIKIR
PF
ANAMNESIS
• Overweight
• Sesak nafas, bertambah berat
jika melakukan aktivitas
• Dada asimetris = statis dinamis
sehari-hari
• Sesak nafas terus-menerus
• Stem fremitus kanan > kiri
• Paroxysmal Nocturnal
Dispneu
• Ronki basah halus
• Ortopneu
• Terbangun pada malam hari
• Cardiomegali
karena sesak
• Bengkak pada kedua kaki
• S1>S2 irregular
• Lebih nyaman tidur dengan
bantal tinggi
• Oedem ekstremitas inferior
• Lemas
• Batuk lama
PP Hiperurisemia
• Eritrosit L
• Hemoglobin L
• Hematokrit L Penurunan Na+, air oleh
• GDS H ginjal
• Creatinin L
• Albumin L
• Chlorida H
Tekanan arteri menurun Volume darah
• Asam Urat H
• Rontgen thorax : meningkat
Cardiomegali,
Oedem Pulmo, Efusi
Pleura Sinistra Peningkatan filtrasi Peningkatan tekanan
• EKG: Atrial Fibrilasi kapiler hidrostatik
Definisi
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik. Diakibatkan
oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang cukup untuk melayani
kebutuhan jaringan tubuh akan 02 dan nutrisi lain meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau
volume diastolik) telah meningkat
Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu, pada gagal
jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada gagal jantung berat
keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.
Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme sudah berlebihan
(yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel,
meningkatnya tekanan atria, meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak
mempertahankan fungsinya dengan cukup.
Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang berkesinambungan, dimulai
dari terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase
preklinik dimana sudah didapati keluhan dan tanda-tanda gagal jantung (symptomand sign).
Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation),
emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated, penyakit
tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high
output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan (medication-
induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut penyebabnya gagal jantung dibagi berdasarkan :
1. Myocardial damage
a. Ischemic Heart Disease (IHD) difus atau regional
b. Miokarditis : viral, demam rematik, bakterial, fungal
c. Kardiomiopati : kardiomiopati iskemik, kardiomiopati diabetik, kardiomiopati
periapartal, kardiomiopati hipertensi (HHD), idiopathic hypertrophic subortic
stenosis.
2. Beban ventrikel yang bertambah
a. beban tekanan / pressure overload
- hipertensi sistemik
- koarktasio aorta
- aorta stenosis
- pulmonal stenosis
- hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer
b. Beban volume / volume overload
- Mitral regurgitasi
- Aorta regurgitasi
- Ventricular septal defect (VSD)
- Atrial septal defect (ASD)
- Patent ductus arteriosus (PDA)
c. Restriksi dan obstruksi pengisisan ventrikel
- Mitral stenosis
- Triskupid stenosis
- Tamponade jantung
- Atrial miksoma
- Kardiomiopati restriktif
- Perikarditis kontriktif
d. Kor pulmonal
e. Kelainan metabolik
- Beri-beri
- Anemia kronik
- Penyakit tiroid
f. Kardiomiopati toksik
- Emetin
- Alkohol
- Vincristin
- Bir, kokain
g. Trauma
- Miokardial fibrosis
- Perikardial kontriktif
h. Kegananasan
- Limfoma
- Rabdomiosarkoma
Patofisiologi
Ada beberapa mekanisme gagal jantung:
I. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin)
Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi peningkatan
seksresi renin yang merangsang pembentukan angiotensin II. Aktivasi sistem RAA
dimaksudkan mempertahankan cairan, keseimbangan/ balance elektrolit dan tekanan
darah cukup. Renin adalah enzim yang dikeluarkan oleh aparatus juxta glomerular yang
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin-I kemudian menjadi angiotensin-II
oleh angiotensin converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine suatu vasodilator
menjadi peptide yang tidak aktif.
Pengaruh angiotensin II :
- Vasokonstriktor kuat
- Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin bertambah
- Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah resistensi
perifer meningkat yang berati afterload meningkat
- Merangsang terjadinya hipertropi miokard
- Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat reasorpsi
garam dan air pada tubulus proksimal ginjal meningkat.
II. Aktivasi sistem saraf simpatis
Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac nerve dan
medula adrenalis memperkuat kontraktilitas miokard, bersama sistem RAA dan
neurohormonal lain dimaksudkan untuk mempertahankan tekanan arteri dan perfusi
pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah sangat penting dalam pengaturan heart
rate (HR), kontraksi miokard, capacitance dan resistance vascular bed pada setiap
saat, dengan demikian mengontrol CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial.
Pengaturan neural ini memungkinkan perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler
yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa detik, sebelum mekanisme yang lebih
lambat yaitu stimulus metabolik, katekolamin dalam sirkulasi dan sistem RAA
bekerja.
Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat
mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan heart
rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis
dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan dan redistribusi CO,
pada gagal jantung yang lebih berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload
yang berlebihan akibat vasokontriksi dengan akibat penurunan stroke volume dan
cardiac output.
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi.Berdasar keluhan (symptom)
terdapat klasifikasi fungsional dari New York Heart Association ( NYHA) :
NYHA klas I :
Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik.Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA klas II :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas
fisik.Merasa enak pada istirahat.Aktivitas fisik sehari-hari (ordinary physical activity)
menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA kelas III :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas
fisik.Merasa enak pada istirahat.Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-hari
menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.
NYHA KELAS IV :
Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan aktivitas
fisik apapun. Keluhan timbul maupun dalam keadaan istirahat
Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. distensi vena leher
3. ronkhi paru
4. kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort
4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Definisi
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan
ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu
sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi
supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi
mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa
darah jantung2,5,6.
Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu2 :
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini
merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama
kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama kali
kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai
kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan
kardioversi.
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari.
Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari kardioversi untuk
mengembalikan irama sinus kembali normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi
Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga
sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF
kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang
dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari
48 jam.
Etiologi
Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada perjalanan
penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung,
ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF
juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke
jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih
dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut7,8,9.
Faktor Resiko
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet
reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau
depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah
berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari
atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan
sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial
aksi yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,14.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang
dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak
tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih
tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada
multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa
dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan
periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang
akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta
mencetuskan terjadinya AF7,9,14.
Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets Reentry
Atrial Fibrilasi
Penatalaksanaan
2. β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut
jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi
kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati
Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama
dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat
logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR
(nodus sinus rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan
pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah
utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat
elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi
pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi
untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di
jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.
Pembahasan
III. Hiperurisemia
Definisi
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di
atas normal. Secara statistik, hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar asam urat darah di
atas dua standar deviasi hasil laboratorium pada rata-rata populasi (Shipley, 2002; Hawkins,
2005). Akan tetapi terkait resiko gout, hiperurisemia didefinisikan sebagai hipersaturasi kadar
asam urat (Hawkins, 2005). Kadar asam urat rata-rata menurut umur dan gender dapat dilihat
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kadar asam urat rata-rata menurut umur dan gender (Crowther, 2006)
Karakteristik Kadar asam urat rata-rata
Prepubertas 3,5 mg/dl
Laki-laki (pada pubertas) Meningkat sampai 5,2 mg/dl
Perempuan (pubertas s.d premenopause) Meningkat sampai ~4,0 mg/dl
Perempuan (setelah menopause) 4,7 mg/dl
Hiperurisemia
Laki-laki 7,0 mg/dl
Perempuan 6,0 mg/dl
HGPRT : Hypoxanthine-guanine
phosphoribosyltransferase
Gambar 2.2 Sintesis dan Eliminasi asam urat (Crowther, 2006 dengan modifikasi)
Sumber sintesis asam urat ada tiga yaitu diet purin, konversi asam urat menjadi
nukleotid purin dan sintesis de novo. Pada keadaan normal, rata-rata produksi asam urat
manusia sekitar 600-800 mg per hari (Hawkins, 2005).
Eliminasi asam urat dapat melalui dua cara, yaitu ginjal dan intestin. Sekitar 70%
(atau 2/3) asam urat total harian diekskresikan melalui ginjal dan sisanya melalui intestin
setelah mengalami degradasi enzimatik oleh koloni bakteri (Hawkins, 2005; Qazi, 2005).
Pada ginjal, asam urat difiltrasi secara lengkap oleh glomerulus, kemudian 98-100%
direabsorpsi pada tubulus proksimal (kemungkinan melalui mekanisme transport aktif dan
pasif serta ada hubungannya dengan reabsorpsi natrium) dan 50% disekresi oleh tubulus
distal (kemungkinan melalui transport aktif). Reabsorpsi post-sekresi dapat terjadi juga pada
tubulus distal sekitar 40-45% (Shipley, 2002; Hawkins, 2005). Proses ini dapat dilihat pada
gambar 2.3.
40-45%
50%
Gambar 2.3 Ekskresi asam urat (Shipley, 2002; Wortmann, 2005 dengan modifikasi)
Tabel 2.2 Makanan dan minuman yang mengandung purin (Harris, 1999)
Sumber Purin
Tinggi
Paling baik harus dihindari:
Hati, ginjal, ikan-ikan kecil, sarden, ikan laut, remis, daging babi, ikan cod, tiram,
ikan air tawar, haddock, daging sapi, daging rusa, turkey, minuman beralkohol
Sedang
Boleh dimakan kadang-kadang:
Asparagus, daging sapi, ayam, kepiting, daging bebek, ham, lentils, lima beans,
mushrooms, lobster, oysters, pork, shrimp, bayam
Rendah
Tidak ada batasan:
Kopi, buah-buahan, roti, gandum, macaroni, keju, telur, produk susu, gula, tomat
and dan sayuran hijau
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Pada anamnesa terutama
ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan dan kelainan atau penyakit lain sebagai
penyebab sekunder hiperurisemia. Apakah ada keluarga yang menderita hiperurisemia atau
gout. Untuk mencari penyebab hiperurisemia sekunder perlu ditanyakan apakah pasien
peminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur, adanya kelainan darah,
kelainan ginjal atau penyakit lainnya. Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau penyakit
sekunder, terutama menyangkut tanda-tanda anemia atau phletora, pembesaran organ limfoid,
keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tanda kelainan ginjal serta kelainan
pada sendi.
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan dan memastikan penyebab
hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dikerjakan dipilih berdasarkan perkiaraan
diagnosis setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang rutin
dikerjakan adalah pemeriksaan darah rutin asam urat, kreatinn darah, pemeriksaan urin rutin,
kadar asam urat urin 24 jam, kadar kreatinin urin 24 jam, dan pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan enzim dilakukan atas indikasi dari diagnosis (Qazi, 2005; Putra, 2006).
Pemeriksaan kadar asam urat dalam urin 24 jam penting dikerjakan untuk mengetahui
penyebab hiperurisemia overproduction atau underexcretion. Kadar asam urat dalam urin 24
jam di bawah 600mg/hari adalah normal pada orang dewasa yang makan bebas purin selama
3-5 hari sebelum pemeriksaan. Namun sering anjuran makan bebas purin ini tidaklah praktis.
(Hawkins, 2005; Putra 2006).
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyndham CRC (2000). "Atrial Fibrillation: The Most Common arrhythmia". Texas
Heart Institute Journal 27 (3): 257-67.
2. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-12-04.
Archived from the original on 2009-03-28.
3. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS, et al. (2006). "ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for
the Management of Patients with Atrial Fibrillation: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines and the
European Society of Cardiology Committee for Practice Guidelines (Writing Committee
to Revise the 2001 Guidelines for the Management of Patients With Atrial Fibrillation):
developed in collaboration with the European Heart Rhythm Association and the Heart
Rhythm Society". Circulation 114 (7): 257–354.
4. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. (2003). "Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with
nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter".Circulation Journal 67 (1): 68–72.
5. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship between
left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic
atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.
6. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan
Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A
prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–7.
7. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml. Ed.3.
Jakarta. EGC, 1522-27.
8. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality:
United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.
9. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce stroke in
cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61 (2): 755–9.
10. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic assessment of
chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study". Neurology 28 (10):
973–7.
11. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.
12. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-712.
13. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.
14. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: 1418-87.
15. Alim, Ahmad. (2008). Pocket ECG How to Learn ECG from Zero. Pengantar DR. H.Budi
Yuli Setianto., Sp.PD (K), Sp.JP (K), FIHA. Penerbit Intan Cendikia
16. Buckley., Freeman., Rogers., et. Al. (2009). Using non traditional Risk Factors to stimate
Risk for Coronary Heart Disease. American College of Physician Coughlin, DeBeasi.
(2006). Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Patofisiologi Konsep
17. Christian Werner, MD, Michael Böhm . 2008. Is Dual Blockade Most Effective for CHF?
When to Use ARB and ACE Inhibitors Together, Disclosures Geriatrics and
Aging.;11(4):223-230.
18. Guyton, AC dan Hall, JE. (2006). Texbook of Medical Physiology (11th ed.).
Philadelphia: Elsevier Saunders Inc.
19. Halim, Hadi. 2007. Penyaki-Penyakit Pleura dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
20. Miserocchi G. Physiology and pathophysiology of pleural fulid turnover. Eur Respir J,
1991; 10:219-25
21. Price, A.S et al. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
II Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
22. Suyono. 2005. Efusi Pleura. Diakses dari: http://www.indonesiaindonesia.com/f/9917-
efusipleura/. Diakses tanggal 11 Desember 2012.Vol. 303, No.1
23. Witmer LM. Clinical anatomy of the pleural cavity & mediastinum. [Internet]. Cited:
2012 Nov 10. Available from: http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-
witmer/Downloads/Witmer-thorax.pdf