Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


MPMBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
memberikan fleksibilitas atau keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi
secara langsung warga sekolah (guru, peserta didik, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat
(orang tua, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dansebagainya) untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.[1]
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam
pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah.
Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada
perbaikan proses pendidikan.[2]
Menurut Direktorat Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dit. Dikdasmen), MPMBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan
mutu sekolah dalam kerangka pendidikan pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBS =
otonomi sekolah + pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah latar belakang MPMBS?
2. Apakah tujuan MPMBS?
3. Bagaimanakah konsep MPMBS?
4. Bagaimanakah perbedaan pola manajemen?
5. Bagaimanakah Perbedaan antara MBS dan MPMBS?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang MPMBS


Perkembangan ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh perkembangan dunia pendidikan.
Pendidikan mempunyai peran yang sangat startegis dalam menentukan arah maju mundurnya
kualitas pengetahuan masyarakat (bangsa). Penyelenggaraan pendidikan yang bagus oleh suatu
lembaga pendidikan akan menghasilkan kualitas lulusan yang bagus pula. Sedangkan lembaga
pendidikan yang melaksanakan pendidikan hanya dengan sekedarnya maka lulusannya
kurang sempurna kualitasnya. Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu Negara. Berdasarkan
hasil penelitian pengendalian mutu pendidikan, bahwa pendidikan memegang peranan kunci dalam
pengembangan sumber daya manusia dan insan yang bekualitas.[3]
Semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan lembaga pemerintahan di suatu
negara, maka akan semakin baik tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di suatu negara.
Dengan demikian proses peningkatan mutu pendidikan merupakan langkah pertama untuk
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[4]
Pelaksanaan pendidikan oleh lembaga-lembaga pendidikan setidaknya mampu mencapai
makna pendidikan di atas. Memang tidak mudah untuk mencapai semua komponen yang tercantum
dalam UU Sisdiknas tersebut, akan tetapi jika disertai dengan niat dan usaha yang maksimal oleh
lembaga formal maupun nonformal diharapkan akan terwujud output pendidikan seperti di atas.
Dalam implementasinya pemerintah mengeluarkan perpu nomor 19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan. Dalam penjelasan perpu tersebut disebutkan bahwa visi pendidikan nasional
adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Pasca reformasi, paradigma otomi daerah menjadi paradigma dasar penentuan
dalam segala sendi aturan Negara. Sejalan dengan otonomui daerah itu, pemerintah pun bertekad
bulat untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan yang bertumpu kepada pemberdayaan sekolah di
semua jenjang pendidikan.[5]
Semenjak diberlakukaknnya otonomi daerah tanggal 1 Januari 2001, depdiknas merubah
orientasi manajemen sekolah yang duluinya berbasis pusat menjadi Manjemen berbasis sekolah
(MBS).[6] MBS bertujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu,
efesiensi, inovasi, relevansi, dan pemeratan serta akses pendidikan).[7]Sedangkan MPMBS
(Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah) pada dasarnya adalah bagian dari MBS
(Manajemen berbasis sekolah). Fokus dari MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah) terletak pada upaya peningkatan kualitas mutu sekolah yang diukur dari inputnya,
prosesnya dan outputnya.[8]

B. Tujuan MPMBS
Tujuan pokok memperlajari manajemen peningkatan mutu pendidikan adalah untuk
memperoleh cara, tehnik, metode yang sebaik-baiknya dilakukan, sehingga sumber-sumber yang
sangat terbatas seperti tenaga, dana, fasilitas, material maupun sepiritual guna mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Menurut Shrode dan Voich (1974) tujuan utama Manajemen peningkatan mutu pendidikan
adalah produktifitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak atau rangkap,
seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan
kesempatan kerja pembangunan daerah/nasional, tanggung jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan
berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi
organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman.[9]
Secara rinci tujuan manajemen peningkatan Mutu pendidikan antara lain:
a. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAIKEM)
b. Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
c. Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
d. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan.
e. Teratasinya masalah mutu pendidikan.[10]
Pada dasarnya MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya, manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah (MPMBS) bertujuan untuk:
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama (partisipatif).
c) Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolahnya.
d) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan
dicapai.[11]

C. Konsep MPMBS
Semenjak diberlakukannya UU no 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU no 25
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dan derivisi menjadi UU no 32
dan 33 tahun 2004, maka berkenaan dengan otonomi daerah yang awalnya sentralisasi menjadi
desentralisasi dan sekolah diberi kewenangan untuk mengatur dan melaksanakan pendidikan sesuai
dengan visi, misi dan tujuan sekolah tersebut berada dengan mengacu undang-undang yang telah ada.
Disebutkan pula dalam UU sisdiknas tahun 2003 pasal 50 ayat 5 yang berbunyi “pemerintah
kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis
keunggulan lokal”. Dan juga disebutkan dalam pasal 51 ayat 1 yang berbunyi “pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menenga, dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/sekolah”[12]
Sedangkan MPMBS dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi
lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah
dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBS=otonomi sekolah+
fleksibilitas +partisipasi untuk mencapai sasaran
mutu sekolah .
Dengan pengertian di atas, maka sekolah memiliki kewenangan(kemandirian) lebih besar
dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana
peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan
peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan memiliki
partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah.
Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan unit utama pengelolaan
proses pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan
Propinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan
Sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.Sekolah yang mandiri atau berdaya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah
2) Bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif,
gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya)
3) Bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah
4) Memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya
5) Memiliki control yang kuat terhadap kondisi kerja
6) Komitmen yang tinggi pada dirinya dan
7) Prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.[13]
Secara umum, paparan di atas telah memberikan gambaran tentang konsep dan dasar sekolah
berbasis otonomi sekolah. Selanjutnya adalah upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk
melakukan upaya peningkatan mutu sekolah. Sekolah yang telah diberi kewenangan penuh untuk
memformulasikan ukuran keberhasilan dan kualitas pendidikannya pun akhirnya memiliki
ketergantungan penuh terhadap budaya organisasi yang dipimpin oleh kepala sekolah dan pihak-
pihak lain yang berkepentingan terhadap sekolah. Secara alamiah proses hidup mati organisasi selalu
tergantung kepada kemampuan organisasi memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholdernya.[14]
Pemenuhan terhadap kebutuhan stakeholder menjadi langkah yang wajib ditempuh untuk
meningkatkan kualitas pendidikan sekolah. Proses selanjutnya adalah upaya untuk memformulasikan
visi,misi, dan tujuan sekolah. Setelah formulasi visi,misi, dan tujuan pun tercapai kemudia dilakukan
perencanaan strategis untuk mencapai visi, misi dan tujuan tersebut.
Perencanaan strategis itu pun dituangkan ke dalam rencana program-program dan rencana
kegiatan. Setelah proses tersebut selesai dilaksakan proses selanjutnya adalah mengkalkulasi
kebutuhan finansial untuk membiayai semua program sekolah tersebut. Setelah proses tersebut
diatas, kemudian memetakan letak demografis sekolah dan stakeholderpotensial yang mungkin
didapatkan sekolah. Hal itu diperlukan untuk mendukung proses pemenuhan kebutuhan finansial dan
dukungan moral secara penuh dari para stakeholder pada program-program sekolah.
Seperti yang telah ditulis sebelumnya, MPMBS dapat didefinisikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan
fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan
mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka
pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBS= otonomi sekolah + fleksibilitas +partisipasi
untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam
mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Kemandirian dalam
program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya,
kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangan sekolah (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”,
misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah
adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus
didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik,
kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi
sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi
dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan
adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah
untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin
untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar diberikan
kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya
untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah
akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun
demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan
peraturan perundang-undangan yang ada.
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa,
tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb.) didorong untuk terlibat secara langsung dalam
penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi
pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh
keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan,
maka yang bersangkutan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang
bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan
sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin
besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab,
makin besar pula dedikasinya.
Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus
mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi.
Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan
mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi
pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan.
Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah kebersamaan/kolektif
untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan
antar warga sekolah yang erat, hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran
bersama bahwaoutput sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas.
Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya,
masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka.
Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan
mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan pengertian diatas, maka sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) lebih besar
dalam mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana
peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi
pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan
memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan
sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah akan merupakan
unit utamapengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional) akan
merupakan unit pendukung dan pelayan sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan
mutu.
Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tingkat kemandirian
tinggi/tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki
jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya);
bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input
manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja; komitmen
yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Selanjutnya, bagi
sumberdaya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah
miliknya, dia bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya dimana,
dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
Contoh tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah:
pemberian kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna, pemecahan
masalah sekolah secara “teamwork”, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk
mengukur kinerjanya sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide,
mengetahui bahwa dia adalah bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan,
komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga
sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tertinggi.

D. Perbedaan Pola Manajemen


Perubahan dalam manajemen pendidikan disebabkan oleh lemahnya pola lama
manajemen pendidikan nasional yang selama ini bersifat sentralistik. Otonomi daerah telah
mendorong dilakukannya penyesuaian diri dari pola lama menuju pola baru manajemen
pendidikan masa depan yang lebih bernuansa otonomi dan yang lebih demokratis.
Kebijakan ini diterapkan pemerintah dalam kerangka meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan itu adalah perubahan dalam manajemen
pendidikan.
Di dalam MPMBS disebutkan bahwa terdapat beberapa dimensi perubahan pola
manajemen pendidikan dari pola lama menuju pola baru manajemen pendidikan, yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1.

Dimensi-Dimensi Perubahan Pola Manajemen Menuju Pola Baru


Pendidikan Pola Lama

Subordinasi 􀃆 Otonomi

Pengambilan keputusan terpusat 􀃆 Pengambilan keputusan


partisipatif

Ruang gerak kaku 􀃆 Ruang gerak luwes

Pendekatan birokratik 􀃆 Pendekatan professional


Sentralistik 􀃆 Desentralistik

Diatur 􀃆 Motivasi diri

Overregulasi 􀃆 Deregulasi

Mengontrol 􀃆 Mempengaruhi

Mengarahkan 􀃆 Memfasilitasi

Menghindari resiko 􀃆 Mengelola resiko

Gunakan uang semuanya 􀃆 Gunakan uang seefisien


mungkin

Individu yang cerdas 􀃆 Teamwork yang cerdas

Informasi terpribadi 􀃆 Informasi terbagi

Pendelegasian 􀃆 Pemberdayaan

Organisasi hierarkis 􀃆 Organisasi datar

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2002.

Terdapat perbedaan yang mendasar antara pola lama dengan pola baru manajemen
pendidikan. Pada pola lama manajemen pendidikan, tugas dan fungsi sekolah lebih pada
melaksanakan program daripada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan
program peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah. Sementara itu, pada pola baru
manajemen pendidikan sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan
lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan partsisipasi
masyarakat makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan
profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih
desentralistik, perubahan sekolah lebih didorong oleh motivasi-diri sekolah daripada diatur
dari luar sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari
mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari
menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan uang lebih efisien karena sisa
anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun depan (efficiency-based
budgeting), lebih mengutamakan teamwork, informasi terbagi ke semua warga sekolah,
lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih
efisien.
Saudara, Anda dapat memperhatikan dengan seksama bahwa dimensi pola baru
manajemen pendidikan tersebut menjiwai pelaksanaan MBS sebagaimana diilustrasikan
pada Tabel 1 di atas.
Perbedaan MBS dan MPMBS adalah sebagia berikut:
MBS adalah suatu ide/konsep dimana kekuasaan pengambilan keputusan yang berkait dengan
pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses pembelajaran, yakni
sekolah itu sendiri. MPMBS merupakan suatu model manajemen pendidikan yang memberi
otonomi lebih besar kepada sekolah untuk mengambil keputusan secara partisipatif dengan
melibatkan segenap warga sekolah.
Ini berarti bahwa kekuasaan/kewenangan dan tanggung jawab dalam pengambilan
keputusan untuk peningkatan mutu sekolah didesentralisasikan kepada warga sekolah
dan steakholder.
Sering terjadi, di kalangan warga sekolah dan steakholder, muncul ketidaksamaan dalam
memahami dan menyikapi berbagai aspek dan persoalan yang ada dan timbul di sekolah.
Ketika“perbedaan” ini tidak diselesaikan dan dibiarkan berlarut-larut –seolah-olah tidak
masalah—maka pada akhirnya sekolah itu sendiri yang akan mengalami kerugian.
Sering juga terjadi tidak ada kerjasama yang harmonis diantara mereka dalam mengemban misi
dan program sekolah yang mengakibatkan sekolah tidak akan maju-maju.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya esensi konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
(MPMBS) adalah otonomi sekolah plus pengambilan keputusan secara partisipatif. Konsep ini
membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan MPMBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan
“idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MPMBS) dan bukan lagi
mengunakan pendekatan “monotetik” (cara melaksanakan MPMBS yang cenderung
seragam/konformitas untuk semua sekolah). Oleh karena itu, dalam arti yang sebenarnya tidak
ada satu resep pelaksanaan MPMBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi
satu hal yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen peningkatan mutu
berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Bukanlah merupakan
proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one–shot and quick-fix), akan tetapi merupakan proses
yang berlangsung secara terus-menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Irawan dkk, Mendagangkan Sekolah Indonesia (Jakarta: Corruption Watch. 2004.
Artikel pendidikan, konsep dasar MPMBM, www.dikdasmen.depdiknas.go.id,
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara,
2006.
Listyo Prabowo, Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah/Madrasah.Malang: UIN
Malang Press. 2008.
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, , (Bandung: PT Remaja Rosda Karya 2004.
Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah Bandung: Refika
Aditama. 2006.
Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 1999.
Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Depdikbud, Direktorat Jendral
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung:
Citra Umbara. 2003.
www.dikdasmen.depdiknas.go.id, Artikel pendidikan, Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah.

[1] Ade Irawan dkk, Mendagangkan Sekolah Indonesia (Jakarta: Corruption Watch, 2004), 30
[2] Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Depdikbud, Direktorat Jendral Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 1999), 5
[3] Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Bandung:
Refika Aditama, 2006), hal. 1
[4] Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra
Umbara, 2003), Hal. 3
[5] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), Hal. 572
[6] Ibid,ha. 573
[7] __________________, manajemen peningkatan Mutu Berbasis Sekolah(mpmbs)
(www.pakguruonline.com,diakses tanggal 19 oktober 2009)
[8] 8 Ibid,hal :2
[9] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, , (Bandung: PT Remaja Rosda Karya 2004)
hlm: 15
[10] Husaini Usman, Op. Cit, hlm: 8
[11] www.dikdasmen.depdiknas.go.id, Artikel pendidikan, Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah.
[12]Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,(Bandung:
Penerbit Citra Umbara,2003) hlm. 33-34

[13] Artikel pendidikan, konsep dasar MPMBM, www.dikdasmen.depdiknas.go.id, hlm: 10-13


[14] Listyo Prabowo, Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah/Madrasah(Malang: UIN
Malang Press: 2008) hlm. 2

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook


RELATED POSTS:
 MAKALAH POLITIK TERHADAP PENDIDIKAN ISLAMBAB I PENDAHULUAN A. Latar
Belakang Sistem pendidikan nasional tak dapat dilepas dari konteks politik yang sedang berlaku di
Negara kita, karena kerangka paradigma dan ko… Read More

 MAKALAH KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN ISLAMBAB I PENDAHULUAN A. Latar


Belakang Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan
secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula d… Read More

 MAKALAH MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH (MPMBS)BAB I


PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah MPMBS adalah model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas atau keluwesan-keluw… Read More

 MAKALAH PENGERTIAN MANAJEMEN PENDIDIKANBAB I PENDAHULUAN A. Latar


Belakang Manajemen pendidikan adalah keseluruhan (proses) yang membuat sumber-sumber personil
dan materiil sesuai yang tersedia dan efektif bag… Read More

 MAKALAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAHBAB I PENDAHULUAN A. Latar


Belakang Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti bagi
peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. D… Read More

← Newer PostOlder Post →Home

0 comments:

Post a Comment

SOCIAL PROFILES

Search

 Popular
 Tags
 Blog Archives
 MAKALAH MANAJEMEN EKONOMI
 MAKALAH PENGERTIAN MANAJEMEN SEKOLAH
 MAKALAH PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA
 MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN
 MAKALAH PENGERTIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
 MAKALAH TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA
 MAKALAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
 MAKALAH PROSES TERBENTUKNYA ALAM SEMESTA DAN PENGHUNINYA
 MAKALAH HADIS MENJAGA LINGKUNGAN
 MAKALAH PRINSIP-PRINSIP PERKEMBANGAN

MY BLOG

Method of Teaching English

Friday, May 30, 2014 -*Suggestopedia by Anisah* According to the explanation of Anisah, she explained that
suggestopedia is a teaching method that motivates students to study. Th...

Anda mungkin juga menyukai