Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skizofrenia tidak dapat diterangkan sebagai satu penyakit saja. Lebih tepat

apabila skizofrenia dianggap sebagai suatu sindrom atau suatu proses penyakit dengan

bermacam-macam variasi dan gejala. Skizofrenia juga menimbulkan distorsi pikiran

sehingga pikiran itu menjadi sangat aneh (bizar), juga distorsi persepsi, emosi, dan

tingkah laku(1). Skizofrenia merupakan bagian dari gangguan psikosis yang ditandai

dengan kehilangan pemahaman terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri

(insight)(2).

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-

III), skizofrenia adalah suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak

belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau

“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan

pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada gangguan psikosis, termasuk juga

skizofrenia, dapat ditemukan gejala gangguan jiwa berat seperti halusinasi, waham,

perilaku yang kacau, dan pembicaraan yang kacau, serta gejala negatif(2).

1
2

Pada penderita skizofrenia terjadi keretakan antara proses berpikir, emosi,

kemauan, dan psikomotor dengan disertai distorsi kenyataan yang terutama disebabkan

karena waham dan halusinasi. Hal ini yang menyebabkan penderita skizofrenia

cenderung menarik diri dan sulit untuk bersosialisasi dengan sesama, kejadian ini dapat

mempermudah timbulnya halusinasi pada penderita skizofrenia sehingga dapat

memperlama proses penyembuhan. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah

bagaimana kita dapat memicu penderita skizofrenia untuk selalu beraktivitas(3).

Gangguan ini memiliki prevalensi seumur hidup sebesar 03-07%. Sumber lain

menyebutkan prevalensi skizofrenia sebesar 1% dan insiden (kasus baru) skizofrenia

sebesar 1,5 per 10.000 individu. Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menyebutkan

prevalensi skizofrenia dan ganggian jiwa berat di Indonesia yaitu 1,7%(4). Walaupun

skizofenia tidak gangguan mental, gangguan jiwa ini menyebabkan gangguan fungsi

individu, seperti akademik, pekerjaan, dan fungsi sehari-hari yang lain dalam taraf

berat. Secara umum skizofrenia mempunyai onset usia remaja hingga dewasa muda.

Onset usia pada pria berkisar antara usia 18-25 tahun sedangkan pada wanita pada usia

25-35 tahun . Onset yang jarang dapat terjadi pada usia dini (early onset schizophrenia)

dan pada usia lanjut di atas 40 tahun (late onset schizophrenia). Early onset

schizophrenia (EOS) didiagnosis pada usia sebelum 18 tahun. Insiden EOS ini tercatat

3,17 per 100.000 person years (2). Skizofrenia onset lambat lebih banyak terdiagnosis

pada wanita daripada pria(2). Skizofrenia lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan

wanita dengan perbandingan 1,4:1. Pasien dengan skizofrenia memiliki angka


3

mortalitas dari semua penyebab sebesar 2,6 kali lipat dibandingkan dengan populasi

tanpa skizofrenia (2).

Jumlah proporsi gangguan jiwa pada data yang didapatkan Riskesdas 2018

cukup signifikan jika di bandingkan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi 7%.

Sekarang gangguan jiwa skizofrenia/ psikosis menurut provinsi, 2013 - 2018 (per mil)

data rata-rata tiap provinsi yang mengalami gangguan jiwa pada tahun 2013 hanya 1%

- 3% sedangkan pada tahun 2018 data dari tiap provinsi diperoleh hasil 3%-11%. Di

Bali menjadi provinsi terbanyak yang mengalami gangguan jiwa dengan angka 11%

sedangkan yang terendah 3% ada di Kepulauan Riau, Jawa Barat sendiri memperoleh

data 5% yang sebelumnya pada tahun 2013 data yang di dapatkan hanya 1% saja(5).

Penyebab dari skizofrenia diantaranya adalah 1) Biologi: yaitu genetic,

neurobiology, ketidakseimbangan neurotransmitter (peningkatan dopamin),

perkembangan otak dan teori virus. 2) Psikologis: Kegagalan memenuhi tugas

perkembangan psikososial dan ketidakharmonisan keluarga meningkatkan resiko

skizophrenia. Stressor sosiokultural, stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap

awitan skizophrenia dan gangguan psikotik lainnya (6).

Genetik memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi kepada generasi

berikutnya dan sebagai penentu sifat yang diturunkan. Studi keluarga menunjukkan

bahwa keluarga skizofrenik lebih mungkin mengembangkan gangguan tersebut

dibanding dengan orang-orang dari keluarga yang tidak menderita skizofrenia. Kembar

Monozigotik (MZ) keduanya lebih mudah terkena skizofrenia dibangdingkan dengan

kembar Dizigotik (DZ). Sekalipun misalnya kembar MZ dari penderita skizofrenia


4

tidak didiagnosis menderita skizofrenia, terdapat kemungkinan yang besar bahwa dia

akan abnormal dalam hal tertentu. Suatu ulasan tentang beberapa penelitian

menunjukkan bahwa hanya 13% dari kembar MZ penderita skizofrenia yang dianggap

normal. Faktor neurobiology dan neurotransmitter yaitu lesi pada lobus frontal,

temporal dan area limbik sehingga sehingga menyebabkan gangguan fungsi otak dan

disregulasi neurotransmitter seperti dopamine, serotinin dan glutamat (6).

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizophrenia. Hal ini dibuktikan

dengan penelitian pada keluarga-keluarga yang menderita skizophrenia dan terutama

pada anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri sebesar 0,9-1,8%,

saudara kandung 5-7%, anak dengan salah satu orang tua skizophrenia 6-7%, bila

kedua orang tua mengalami skizophrenia 40-68%, kembar dua telur (heterozygot) 2-

15%, kembar satu telur (monozygot) 61-68% (6).

Terdapat kontribusi genetik pada sebagian atau mungkin semua bentuk

skizofrenia, dan proporsi yang tinggi dari variasi dalam kecenderungan

skizofreniasehubungan dengan efek genetik. Risiko menderita skizofrenia sebesar 1%

pada populasi umum jika tidak ada keluarga yang terlibat. Bila salah satu orang tua

menderita skizofrenia maka insidens untuk menderita skizofrenia sebesar 12%.

Insidens skizofrenia pada kembar dizigotik jika salah satu menderita skizofrenia

sebesar 12%, pada kembar monozigotik sebesar 47%. Jika kedua orang tua menderita

skizofrenia insidensnya sebesar 40 %(6) .

Orang tua yang menderita skizofrenia lebih mungkin menularkan gangguan

jiwanya pada anak-anaknya melalui praktek membesarkan anak yang salah ketimbang
5

melalui gen-gen yang kurang baik. Kendatipun demikian suatu penelitian tentang anak-

anak yang memiliki ibu penderita skizofrenai tetapi dipisahkan dari orang tuanya,

kemudian di asuh di panti asuhan, memberikan bukti tambahan bagi yang mendukung

hipotesis genetik. Anak ini dinilai pada waktu dewasanya dibandingkan dengan

kelompok kendali yang dilahirkan oleh orang tua normal dan dibesarkan di panti

asuhan. Skizofrenia ditemukan pada anak yang berasal dari ibu yang menderita

skizofrenia(6). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2016)

menyebutkan bahwa faktor yang berperan dalam kekambuhan pasien skizofrenia salah

satunya adalah faktorgenetik.

Penelitian dari Sri Maryatun, (2015) yang berjudul peningkatan kemandirian

perawatan diri pasien skizofrenia melalui rehabilitasi terapi gerak. Membuktikan

bahwa rehabilitasi terapi gerak pada pasien skizofrenia dapat meningkatkan

kemandirian karena beberapa pasien skizofrenia saat waktu luang digunakan buat

melamun, mengurung diri, hal ini dapat memperluas proses distorsi pikiran sehingga

akan mempermudah timbulnya waham dan halusinasi. Rehabilitasi pada pasien

skizofrenia merupakan upaya meningkatkan kemampuan pasien agar dapat hidup

mandiri di masyarakat. Pada klien gangguan jiwa sering terlihat adanya kemunduran

yang ditandai dengan hilangnya motivasi dan tanggung jawab, apatis, menghindari dari

kegiatan, dan hubungan sosial. Kemampuan dasar sering terganggu, seperti Activities

Of Daily Living(ADL)(3).

Rahabilitasi khususnya terapi gerak merupakan upaya meningkatkan

kemampuan pasien agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan melatih pasien untuk
6

terbiasa menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Salah satu terapi gerak yang akan

diterapkan di panti Gramesia Kedawung Cirebon adalah berolahraga dimana kegiatan

tersebut dapat merangsang pertumbuhan neuron di daerah tertentu yang rusak selama

depresi dan menghilangkan kekakuan pada otot sehingga pasien tidak malas untuk

beraktivitas(3).

Olahraga merupakan salah satu bentuk terapi gerak, sehingga kelebihan dari

terapi ini diantaranya adalah dapat melakukanya dengan senang tanpa merasa terbebani

karena banyaknya olahraga yang dijadikan sebagai hobi, mudah dilakukan sendiri.

Dalam kasus ini terapi gerak juga bertujuan untuk mengisi kekosongan waktu para

penderita skizofrenia serta dapat memicu sosialisasi antar penderita skizofrenia di

panti. Karena semakin banyak waktu luang penderita skizofrenia akan cenderung

melamun, mengurung diri, hal ini dapat memperluas proses distorsi pikiran sehingga

akan mempermudah timbulnya waham dan halusinasi. Pada pelaksanaan terapi ini

dibutuhkan beberapa perawat yang bertugas untuk memandu dan melakukan

pengamatan terhadap pasien skizofrenia yang mengikuti terapi, hal ini bertujuan untuk

mengontrol perubahan tingkat kemandirian pada pasien skizofrenia(7).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 13

Desember 2018 di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon terhadap pasien yang

mengalami penyakit skizofrenia sebanyak 29 orang. Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi dengan perawat yang mengelola panti pasien yang menjalani perawatan di

Panti Gramesia disebabkan karena trauma dari masa lalunya. Seperti halnya karena

masalah percintaan, pasien ditinggal oleh orang yang dicintainya, keretakan rumah
7

tangga dan bullying. Dengan demikian pasien tidak terima sehingga ada yang

mengalami halusinasi dengan membayangkan orang yang dicintainya masih berada

disampingnya atau ada juga yang menarik diri karena korban bullying.

Dari beberapa kasus yang dialami pasien menyebabkan pasien mengalami

kurang bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya, sehingga dibutuhkan perawatan

yang intensif untuk dapat mengembalikan pasien seperti sediakala. Perawatan yang

diberikan dapat berupa terapi-terapi yang menunjang kesembuhan pasien dan terapi

yang akan digunakan peneliti adalah terapi gerak.

Berdasarkan data dari riset penelitian serta data dari studi pendahuluan yang

diakukan peneliti, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih mendalam tentang

pengaruh terapi gerak terhadap kemandirian pada pasien skizofrenia. Judul yang akan

diambil peneliti untuk melakukan penelitian tersebut yaitu “Pengaruh Terapi Gerak

Terhadap Kemandirian Pada Pasien Skizofrenia di Panti Gramesia Kedawung Kota

Cirebon”. Peneliti mengambil judul demikian, karena sedikitnya penelitian yang

mengambil tentang terapi gerak pada pasien skizofrenia dalam mengatasi kurangnya

kemandirian.

1.2 Rumusan Masalah

“Apakah ada pengaruh terapi gerak terhadap kemandirian pada pasien

skizofrenia di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon Tahun 2019?”


8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi gerak terhadap kemandirian pada pasien

skizofrenia di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat kemandirian pasien skizofrenia sebelum melakukan terapi

gerak di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon Tahun 2019

2. Mengetahui tingkat kemandirian pasien skizofrenia sesudah melakukan terapi

gerak di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon Tahun 2019

3. Mengetahui perbedaan tingkat kemandirian yang menjalani terapi gerak di

Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon Tahun 2019

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini lebih memfokuskan pada pengaruh terapi gerak

terhadap peningkatan kemandirian pada pasien skizofrenia di Panti Gramesia

Kedawung Kota Cirebon Tahun 2019.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy-experimental dengan

menggunakan rancangan penelitian one-group pre-post test design. Pada penelitian ini

kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian di observasi

kembali setelah dilakukan intervensi. Responden dalam penelitian ini adalah pasien

yang mengalami skizofrenia dengan jumlah responden sebanyak 29 responden. Dalam

penelitian ini, pasien skizofrenia diberikan perlakuan berupa terapi gerak.


9

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat dalam penelitian ini berguna untuk menambah wawasan keilmuan

dalam ruang lingkup keperawatan jiwa khususnya mengenai pengaruh terapi gerak

terhadap kemandirian pada pasien skizofrenia.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Praktik Keperawatan

Memberikan inovasi pada praktik keperawatan jiwa tentang rehabilitasi terapi

gerak dalam meningkatkan kemandirian pasien skizofrenia.

2. Bagi Panti Gramesia

Diharapkan di panti bisa menerapkan terapi gerak untuk semua pasien

gangguan jiwa supaya bisa melatih kemandiriannya tanpa di bantu oleh

perawat.

3. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi keluarga tentang

pengaruh terapi gerak terhadap peningkatan kemandirian pada pasien

skizofrenia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan

menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak

mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.

Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-

kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan personalitas

yang rusak “cacat”. Keadaan ini pertama kali digambarkan oleh Kraepelin pada tahun

1896 berdasarkan gejala dan riwayat alamiahnya. Kraepelin menamakanya dementia

prekoks. Pada tahun 1911 Bleurer menciptakan nama skizofrenia untuk menandai

“terbelahnya” atau putusnya fungsi psikis, yang menentukan sifat penyakit ini. Ada

perbedaan internasional dalam kriteria diagnostik, terutama dalam Eropa dan AS, serta

banyak psikiater sekarang mengatakan “skizofrenia” sebagai suatu kelompok kelainan

yang saling berkaitan(2).

2.1.2 Etiologi

Beberapa penelitian mengemukakan hubungan beberapa etiologi sehingga

menyebabkan perubahan neurobiologis pada skizofrenia. Hubungan itu antara lain

adalah infeksi prenatal (first hit) dimana dengan gen rentan tertentu akan menyebabkan

10
inflamasi dan terjadi perubahan neurobiologis dan proses tersebut akan berlanjut

apabila pada masa dewasa seseorang terpapar faktor-faktor seperti trauma, stressor

sosial, dan aktivitas inflamasi (secondary hit) sehingga akan menginduksi perubahan

neurobiologis lebih lanjut oleh karena proses neuroimunologis seperti penurunan

neurogenesis, peningkatan sinyal glutaminergik penurunan aktivitas GABA,

penurunan myelinisasi, dan banyak aktivitas reseptor lainnya yang akan berujung pada

fase psikosis dari skizofrenia (8). Skizofrenia merupakan sebuah sindroma yang terdiri

dari beragam penyebab dan perjalanan penyakit. Interaksi antara genetik dan

lingkungan sangat berperan dalam munculnya skizofrenia.

Dengan menggunakan pendekatan biopsikososial dapat dipahami bahwa

munculnya skizofrenia merupakan suatu proses yang kompleks. Sebagaimana

dijelaskan di atas, munculnya gejala klinis pada skizofrenia seperti gejala positif dan

negatif dikarenakan adanya gangguan pada fungsi system neurotransmiter tertentu,

maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa interaksi kompleks antara genetik dan

lingkungan berperan dalam munculnya proses tersebut. Dibawah ini adalah etiologi

dari skizofrenia diantaranya adalah:

1. Genetik

Skizofrenia merupakan sebuah sindroma yang terdiri dari beragam


(8)
penyebab dan perjalanan penyakit . Interaksi antara genetik dan lingkungan

sangat berperan dalam munculnya skizofrenia. Menggunakan pendekatan

biopsikososial dapat dipahami bahwa munculnya skizofrenia merupakan suatu

proses yang kompleks. Sebagaimana dijelaskan di atas, munculnya gejala klinis

11
pada skizofrenia seperti gejala positif dan negatif dikarenakan adanya gangguan

pada fungsi sistem neurotransmiter tertentu maka dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa interaksi kompleks antara genetik dan lingkungan berperan

dalam munculnya proses tersebut.

2. Infeksi dan Inflamasi

Beragam kondisi yang mempengaruhi kesejahteraan janin dalam

kandungan dapat mempengaruhi munculnya skizofrenia di kemudian hari.

Infeksi diperkirakan berperan pada munculnya respon imun dari ibu yang

disalurkan ke janin melalui plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan

otak dalam kandungan. Transfer respon imun dari ibu ke janin menyebabkan

gangguan pada sawar darah otak dan masuknya antibodi yang memiliki reaksi

silang dengan protein sistem saraf pusat. Proses tersebut menyebabkan

gangguan pada perkembangan sistem saraf pusat janin. Infeksi pada awal masa

kanak juga menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang mempengaruhi

perkembangan otak bayi dan kanak untuk menimbulkan kerentanan munculnya

skizofrenia dan gangguan jiwa lain dikemudian hari. Inflamasi diperkirakan

juga berperan pada pasien skizofrenia. Pada pasien skizofrenia ditemukan

adanya peningkatan relatif kadar sitokin proinflamasi. Sitokin proinflamasi

diperkirakan berperan dalam perubahan pada sawar darah otak yang

menyebabkan gangguan struktural pada otak sehingga memunculkan gejala

gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Salah satu bukti yang mendukung bahwa

proses inflamasi ini berperan dalam skizozfrenia dampak tampak pada afek

12
tidak langsung antipsikosis yang memiliki afek antiinflamasi sehingga
(8)
memperbaiki kondisi klinisnya .

3. Faktor Resiko Lain

Penggunaan kanabis, dilaporkan memiliki odds ratio (OR) antara 2,2 - 2,8

untuk menderita psikosis, tergantung dari faktor risiko lain seperti riwayat

keluarga, dan lain-lain. Pemberian infus delta-9-tetrahydrocannabinol

menimbulkan gejala psikosis pada pasien dengan atau tanpa skizofrenia .

Imigrasi, imigran memiliki risiko relatif hingga 4 kali lipat untuk menderita

skizofrenia, hingga ke generasi kedua. Hal ini terkait dengan diskriminasi sosial

dan kesenjangan ekonomi. Peningkatan risiko skizofrenia juga dikaitkan dengan

defisiensi vitamin D.

4. Neurokimiawi

1. Dopamin

Skizofrenia merupakan salah satu bagian dari gangguan psikosis. Teori

klasik atau hipotesis dopamin menyebutkan bahwa munculnya gejala psikosis

pada skizofrenia diakibatkan oleh adanya gangguan aktivitas neuron

dopaminergik. Munculnya gejala positif pada skizofrenia di akibatkan oleh

hiperaktivitas neuron dopaminergik pada jaras melimbik,terutama pada

reseptor D2. Hipoaktivitas dopamin pada jaras mesokorteks menyebabkan

munculnya gejala negatif,afektif,dan kognitif. Hipoaktif dopamin pada

dorsolateral prefrontal cortex (DLPFC) juga menyebabkan gejala negatif dan

13
kognitif. Hipoaktif dopamin pada ventromedial prefrontal cortex (VMPFC)

menyebabkan gejala negatif dan afektif

2. glutamat

Glutamat juga di perkirakan mempunyai hubungan dengan munculnya

skizofrenia. Di perkirakan hipofungsi reseptor glutamat yaitu N-methyl-D-

aspartate (NMMDA) berepran skizofrenia.

Terdapat hubungan antara pelepasan dopamin dengan aktivitas sistem

glutamat. Proyeksi glutamat kortiko-batang otak berkomunikasi dengan jaras

dopamin mesolimbik untuk regulasi pelepasan dopamin di necleus accumber.

Hipofungsi reseptor NMDA pada interneuron GABA kortikol menyebabkan

terjadinya overaktivitas komunikasi antar jaras ini sehingga terjadi pelepasan

berlebihan dopamin berlebihan pada jaras dopamin mesolimbik.

Ikatan glutamat dan reseptor NMDA pada interneuron GABAergik di

ventral hipokampus menstimulasi pelepasan GABA. GABA akan berkaitan

dengan reseptor pada neuron glutamat piramidal yang berproyeksi pada

nucleus accumbers sehingga menghambat pelepasan glutamat. Kondisi relatif

tidak adanya glutamat pada necleus accumbers menyebabkan aktivasi normal

proyeksi neuron GABAergik yang berproyeksi pada ventral tegmental area

(VTA). Selanjutnya akan terjadi aktivasi normal dari jaras dopamin

selanjutnya akan terjadi aktivasi normal dari jaras dopamin mesolimbik dari

VTA ke nucleus accumbers (8).

14
Jika terjadi disfungsi pada reseptor NMDA di ventral hipokampus maka

proyeksi jaras glutamatergik pada nucleus accumber akan teraktivasi sehingga

merangsang pelepasan glutamat dalam jumlah berlebihan. Hal ini akan

menyebabkan stimulasi berlebihan neuron GABAergik yang berproyeksi ke

globus pallidus,selanjutnya akan menghambat pelepasan GABA dari globus

pallidus ke VTA. Proses ini akan menyebabkan disinhibisi jaras dopamin

mesolimbik dan menyebabkan pelepasan berlebihan dopamin di nucleus

accumbers. Hal ini di duga sebagai dasar munculnya gejala positif pada

psikosis dan skizofrenia (8).

Sebagai salah satu fitur gejala pada skizofrenia, gejala negatif juga dapat

dijelaskan dengan menggunakan hipotesis glutamat. Sebagaimana munculnya

gejala positif, gejala negatif pada skizofrenia juga diakibatkan oleh hipofungsi

reseptor NMDA. Pada kondisi normal, proyeksi glutamat kortikal-batang otak

berkomunikasi dengan jaras dopamin mesokorteks di VTA melalui

interneuron piramidal yang meregulasi pelepasan dopamin di korteks

prefrontal (8)

Hipoaktif reseptor NMDA di interneuron GABA kortikal menyebabkan

jaras kortikal-batang otak ke VTA menjadi overaktivasi sehingga terjadi

pelepasan glutamat berlebihan terjadi stimulasi berlebihan neuron piramidal

batang otak sehingga menghambat neuron dopamin mesokorteks. Proses ini

akan menurunkan pelepasan dopamin di korteks prefrontal yang secara teori

sebagai penyebab munculnya gejala negatif dan kognitif

15
3 Serotonin

Hipotesis serotonin menyatakan bahwa kadar serotonin berlebihan

menyebabkan gejala positif dan negatif skizofrenia. Jaras serotonergik dan

dopaminergik berinteraksi secara resiprokal pada jaras nigrostriatal. Studi

pencitraan sehingga saat ini masih belum menunjukan bukti yang konsisten

tentang abnormalitas ikatan reseptor serotonin 5-HT) pada individu pada

skizofrenia. Radar 5-hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) sebagai metabolit

utama 5-HT juga tidak konsisten pada pasien dengan skizofrenia. Belum ada

bukti bahwa antagonis serotonin aja mampu berfungsi sebagai antipsikosis.

Sehingga hipotesis serotonin sebagai penyebab skizofrenia masih disematkan

pada interaksinya pada dopamin.

4. gamma-amino-butyic acid (GABA)

GABA pada interneuron berperan dalam regulasi fungsi korteks

prefrontal melalui medulasi sel piramidal glutamatergik. Pasien skizofrenia

memiliki neuron GABAergik yang relatif lebih rendah daripada individu

normal. Keadaan relatif lebih rendahnya jumlah neuron GABAergik

menyebabkan rendahnya efek inhibisi neuron GABAergik dan memicu

hiperaktivitas neuron dopaminergik.

5. Sistem kolinergik

Peran asetikolin pada skizofrenia masih belum jelas. Asetikolin

diperkirakan dapat berperan dalam patogenesis skizofrenia melalui reseptor

nikotinik yang dapat mempengaruhi beragam sistem neurotransmiter.

16
Peningkatan aktivitas reseptor nikotinik dapat meningkatkan komunikasi

yang diperantarai reseptor glutamat pada neuron dopamin di VTA tikus coba.

Studi postmortem pada skizofrenia menunjukan penurunan reseptor

muskarinik dan nikotinik pada caudate-putamen, hipokampus, dan beberapa

regio di korteks prefrontal. Reseptor itu berperan dalam regulasi kognitif yang

seringkali terganggu pada skizofrenia. Hingga saat ini masih belum jelas peran

sistem kolinergik sebagai proses primer munculnya skizofrenia atau

merupakan proses sekunder dalam perjalanan penyakit ini.

6. Sistem Adrenergik

Norepinefrin kemungkinan mempunyai peran dalam patologi

skizofrenia. Gejala yang muncul ada skizofrenia seperti berkurangnya

kemampuan merasakan kesenangan (anhedonia) yang merupakan salah satu

gejala negatif diperkirakan berhubungan dengan degenerasi neuronal selektif

pada norepinephrine reward neural system.

2.1.3 Simtomatologi(2)

Gejala skizofrenia dibagi atas dua kategori besar yaitu gejala positif atau

hard symtptoms dan gejala negatif atau soft symptoms. Dibawah ini adalah dua

kategori gejala skizofrenia:

1. Gejala Positif

a. Ambivalen: mempunyai dua keyakinan atau kepercayaan yang

berlawanan tentang seseorang yang sama, suatu kejadian, atau suatu

situasi. Dia mempunyai perasaan atau pikiran yang bertentangan.

17
b. Assosiative loosen: pikiran atau ide yang terpisah-pisah dan

tidak ada hubungan satu dengan yang lain.

c. Delusi: keyakinan yang tidak benar, tidak berubah (fixed) dan

tidak berdasarkan pada kenyataan dan realitas.

d. Echopraxia: meniru gerakan atau gerak-gerik dari orang yang

sedang diamatinya.

e. Flight of idea: klien mengungkapkan kata-kata terus menerus

atau meloncat-loncat dari topik yang satu ke topik yang lain.

f. Halusinasi: persepsi sensoris yang tidak benar dan tidak

berdasarkan pada realitas.

g. Ideas of reference: pikiran yang tidak benar bahwa kejadian

eksternal membawa arti yang khusus untuk dirinya.

h. Perseverasi: memegang teguh suatu ide atau suatu topik

mengulang-ulang suatu kalimat atau suatu kata; menolak usaha untuk

merubah topik.

2. Gejala Negatif

a. Alogia: cenderung bicara sangat sedikit, pembicaraan tidak

berarti atau tidak berisi.

b. Anhedonia: tidak merasakan kegembiraan atau kesenangan

dalam hidupnya, dengan relasinya maupun dengan kegiatanya.

c. Apatis: tidak peduli dengan orang lain, kejadian atau kegiatanya.

18
d. Katatonia: imobilitas yang ditimbulkan secara psikologis ketika

klien tidak bergerak, kaku seperti dalam keadaan setengah sadar

(trance).

e. Afek datar: tidak ada ekspresi wajah yang dapat menunjukan

emosi, perasaan, atau moodnya.

f. Keengganan: tidak ada kemauan, atau ambisi, atau dorongan

untuk menyelesaikan atau melakukan sesuatu.

Gejala yang lazim terdapat pada gejala positif adalah delusi, halusinasi,

kekacauan yang mencolok dalam berpikir, berbicara dan tingkah laku,

sedangkan yang lazim pada gejala negatif adalah afek datar (emosi atau mood

tidak nampak pada wajah); tidak nyaman dengan orang-orang lain dan menarik

diri; tidak ada kemauan atau ambisi, atau dorongan untuk menyelesaikan

pekerjaan.

Gejala positif dapat dikendalikan dengan obat-obatan, tetapi gejala negatif

bertahan terus sekalipun gejala positif sudah berkurang. Gejala ini yang

bertahan terus, merupakan penghalang dalam penyembuhan dan kemampuan

maksimal untuk melaksanakan fungsinya sehari-hari.

19
20

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi skizofrenia adanya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak,

terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamin . Namun, proses patofisiologi

skizofrenia masih belum diketahui secara pasti. Secara umum, penelitian-penelitian

telah menemukan bahwa skizofrenia dikaitkan dengan penurunan volume otak,

terutama bagian temporal (termasuk mediotemporal) bagian frontal, termasuk

substansia alba dan grisea. Dari sejumlah penelitian ini, daerah otak yang secara

konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah hipokampus dan parahinokampus.

Pada penelitian neuroimaging penderita dengan skizofrenia, ditemukan

pesurunan volume thalamus dan deformitas thalamus, abnormalitas pada nukleus

ventrolateral (2).

2.1.5 Gambaran klinik

Subtipe skizofrenia berikut bukan kelainan klinik yang terpisah, tetapi metode

untuk mempermudah mengklasifikasikan reaksi skizofrenia. Skizofrenia hebefrenik:

Mulainya biasanya pada akhir belasan tahun, gejala awal kebingungan, konsentrasi

buruk, berkabut mimpi siang hari, sadar akan keadaan dirinya sendiri, kemurungan,

depresi, apati, waham sepintas, ide pseudoilmiah dan pseudofilosofi, perasaan

inferioritas dan ketak-adekuatan. Gangguan pemikiran menjadi jelas dan mungkin ada

pemikiran kongkrit atau hambatan pikiran khas ada keanehan emosi(8).

Skizofrenia paranoid: Gejala khasnya waham kejaran primer dan sekunder

dengan halusinasi auditorius, mulainya lebih lambat dibandingkan skizofrenia

hibefrenik, biasanya antara 30 sampai 50 tahun. Perjalananya menahun sehingga


21

kemunduran personalitas minimum, salah interpretasi tindakan orang lain bisa

diakibatkan oleh dalam ide kejaran. Waham bisa “diselubungi” dan pasien bisa

berperilaku normal, biasanya wahamnya akan menimbulkan pertentangan dengan

masyarakat. Walaupun perjalanan penyakit ini menahun, tetapi mungkin saja ada

fluktasi gejala secara periodik. Seringkali didahului olehadanya kepribadian paranoid-

individu hipersensitif atau sangat berhati-hati walaupun dalam keadaan tidak

membahayakan atau yang diisolasi oleh alasan deformitas, ketulian, kesulitan bahasa

dan sebagainya. Kadang wahamnya bisa “menular”; biasanya keluarga dekat terlibat

dalam folie a deux.

Skizofrenia katatonik: Perilaku sterotipe, negativisme, pengambilan sikap,

immobilitas dan stupor merupakan sifat paling jelas. Hambatan pikiran, neologisme,

halusinasi juga bisa timbul. Kegembiraan akut dapat menjadi tanda pertama penyakit.

Gejala katatonik menjadi semakin jarang dalam 30 tahun terakhir ini, mungkin banyak

yang merupakan produk neurosis institusional.

Skizofrenia simpleks: Gambaran khas skizofrenia kronik dapat terlihat pada

banyak pasien baik yang berada didalam masyarakat maupun yang sedang menjalani

perawatan jangka lama. Gejala negatif mendominasi, tanpa dorongan dan inisiatif,

kemiskinan pikiran dan emosi serta perilaku eksentrik soliter. Terlihat”disorientasi

usia” dan bukti ada penumpukan kerusakan cerebrum, seperti yang dilihat pada dilatasi

ventriculus cerebri yang dikaitkan dengan derajat gangguan fungsi intelektual.

Keadaan ini biasanya merupakan hasil akhir dari gejala-gejala skizofrenia yang

sebelumnya telah berkembang penuh, tetapi dalam beberapa kasus, onsetnya yang
22

pelan, sehingga pasien seolah-olah langsung tampil dalam keadaan cacat (skizofrenia

kompleks).

2.1.6 Masalah yang terjadi pada pasien skizofrenia

Sederet masalah mulai dari stigma negatif hingga sulitnya mengakses

pelayanan kesehatan kini masih menjadi ganjalan bagi para penderita skizofrenia untuk

mendapatkan penanganan dini Akibatnya, tak sedikit yang tersingkir dari kehidupan

sosialnya, menurut Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI), Bagus

Utomo(10).

Stigma negatif di masyarakat misalnya, menjadi penyebab orang dengan

skizofrenia (ODS) tersingkir dari kehidupan sosial dan menghambat mereka

mendapatkan akses perawatan. Mereka juga sulit menikah dan bekerja,. Tak hanya

tersingkir, penderita juga kerap alami kekerasan psikologis dan fisik, dari masyarakat

dan bahkan tenaga kesehatan yang menanganinya. Adanya stigma dan diskriminasi

terhadap gangguan jiwa termasuk ODS menyebabkan mereka merjadi sasaran

kekerasan psikologis dan fisik yang dilakukan tenaga medis dan masyarakat. Ini karena

ketidaktahuan saja kalau ODS bisa diobati.

Kondisi ini, diperparah dengan kualitas pelayanan masih tergolong minim,

khususnya di daerah-daerah, Kualitas pelayanan ODS minim. Rata-rata di daerah,

penderita harus dibawa ke RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) yang akses

geografisnya sulit. Lalu, proses pelayanan yang panjang dan obat yang kosong di

apotik, kata Bagus. Di beberapa daerah ongkos ke RSUD bahkan bisa menghabiskan
23

ongkos ratusan ribu Rupiah. Masalah lainnya, ialah keterbatasan jumlah tenaga medis

untuk melayani pasien skizofrenia.

Menanggapi hal ini, Direktur Bina Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan,

Dr. Eka Viora, SpkJ, mengakui khusus pelayanan kesehatan jiwa saat ini hanya fokus

di layanan tersier, bukan primer melainkan pelayanan kesehatan jiwa yang memadai

hanya pada rumah sakit di ibu kota provinsi saja sedangkan pada daerah daerah masih

belum memiliki pelayanan yang sama seperti di ibu kota provinsi dan juga terbatasnya

tenaga kesehatan yang kompeten menangani penderita skizofrenia. Data

memperlihatkan, saat ini spesialis kedokteran jiwa di Indonesia hanya 720 orang saja,

atau 1:500.000 penduduk Indonesia(10).

Pemerintah telah berkomitmen meningkatkan perhatian terhadap orang dengan

gangguan jiwa. Terbukti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Kesehatan Jiwa No

18 tahun 2014, yang intinya menyerukan masyarakat harus memperlakukan penderita

gangguan secara manusiawi. Hal ini termasuk, menghilangkan stigma, diskriminasi,

pelanggaran hak asasi orang dengan gangguan iiwa, termasuk ODS.

2.2 Konsep Kemandirian

2.2.1 Definisi Kemandirian

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan

pribadi yang masih aktif. Individu atau manusia yang menolak untuk

melakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun

dianggap mampu. Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri
24

sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kemandirian adalah kebebasan individu

manusia untuk memilih menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan

menentukan dirinya sendiri. Eriskon menyatakan kemandirian adalah usaha untuk

melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui

proses mencari identitas ego yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas

yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan

menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung

jawab, mampu menahan diri dan lain sebagainya(11).

Kemandirian merupakan suatu sikap dimana individu akan terus belajar

untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan

sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak

sendiri(11).

2.2.2 Fungsi Kemandirian

Fungsi kemandirian pada pasien gangguan jiwa mengandung pengertian yaitu

kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk tidak tergantung pada orang

lain dalam melakukan aktivitasnya, semuanya dilakukan sendiri dengan

keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhannya (11).

2.2.3 Kemandirian (ADL)

ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang harus dimiliki

seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-

harinya dengan tujuan untuk memenuhi atau berhubungan dengan perannya sebagai

pribadi dalam keluarga dan masyarakat.


25

Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan & minum, toileting,

mandi, berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telephone, menulis, mengelola

uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling di tempat tidur, bangun dan

duduk, transfer atau bergeser dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke tempat

lain).

2.3 Konsep Terapi Gerak

2.3.1 Terapi

Skizofrenia memerlukan rehabilitasi intensif, sosial, dan industrial, tetapi

jumlah rangsangan harus cocok dengan jumlah individu. Rangsangan berlebihan telah

terbukti menyebabkan kekambuhan, rangsangan yang terlalu kecil terbukti meneruskan

penarikan diri dan kronsitas. Rehabilitasi harus dirancang, kadang-kadang sampai

beberapa tahun, melibatkan pelayanan perawat, pekerja sosial, ahli terapi kerja serta

ahli terapi rekreasi. Berbagai fasilitas juga di perlukan, yang berkisar dari bangsal

malam, rumah sakit siang dan unit terapi industri sampai rangkaian terapi yang lama

dalam unit rehabilitasi serta akomodasi hotel dan masyarakat(7).

2.3.2 Rehabilitasi Terapi Gerak

Pasien skizofrenia dapat disembuhkan dengan berbagai macam terapi. Salah

satu terapi yang tersedia adalah terapi gerak. Terapi gerak merupakan terapi aktivitas

fisik yang dapat dilakukan dengan cara berolahraga atau senam untuk melatih tubuh

seseorang agar sehat secara jasmani dan rohani.Olahraga merupakan salah satu bentuk

terapi gerak, sehingga kelebihan dari terapi ini diantaranya adalah dapat melakukannya
26

dengan senang tanpa merasa terbebani. Terapi gerak apabila dilaksanakan secara

teratur dapat mengurangi kegelisahan, menurunkan tingkat kecemasan, menurunkan

ketegangan, menurunkan tingkat depresi, mencegah stress serta mengurangi

ketergantungan dengan obat-obatan.

Terapi gerak merangsang pengeluaran hormon dopamine adrenalin untuk

meningkatkan energi bergerak melakukan aktivitas. Pada pasien skizofrenia yang

mempunyai masalah halusinasi mengalami penurunan energi untuk bergerak karena

energinya terfokus pada pemikiran sedangkan energi untuk psikomotor menjadi

berkurang. Dengan terapi gerak hormone dopamine, epineprin yang dikeluarkanakan

merangsang peredaran darah, meningkatkan metabolisme tubuh dan energi untuk

melakukan aktivitas termasuk aktivitas perawatan diri(7).

2.3.3 Tujuan Terapi Gerak

Tujuan dengan terapi ini dilakukan secara berkelompok adalah untuk

membantu pasien agar dapat bersosialisasi dengan orang lain serta dapat melakukan

perawatan diri secara mandiri.

2.3.4 Jumlah Anggota Terapi Gerak

Jumlah anggota kelompok dalam terapi ini semua yang mengalami skizofrenia

berjumlah 29 orang di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon.

2.3.5 Waktu Pelaksanaan Terapi Gerak

Lamanya pelaksanaan setiap sesi dilaksanakan sekitar 20-45 menit. Dengan

frekuensi waktu pelaksanaan 2 kali dalam seminggu selama 3 minggu

2.3.6 Proses Pelaksanaan Terapi Gerak


27

Pada pelaksanaanya, terlebih dahulu pasien melakukan pendataan atau absensi

dan selanjutnya melaksanakan terapi. Terapi dilaksanakan tetap dalam pengawasan

perawat ditempat rehabilitasi, Tahapan rehabilitasi terdiri dari tahapan persiapan,

tahapan pelaksanaan, dan tahapan implementasi.

Pada tahap persiapan melakukan absensi dan dinilai tingkat kemandirianya

sebelum melakukan tindakan. Pada tahap pelaksanaan pasien di intervensi dengan

melakukan terapi gerak. Selanjutnya pada tahap implementasi pasien di nilai tingkat

kemandirianya setelah melakukan terapi gerak.

2.3.7 Pengaruh Terapi Gerak terhadap Kemandirian Pasien Skizofrenia

Rehabilitasi terapi gerak pada pasien skizofrenia dapat meningkatkan

kemandirian karena beberapa pasien skizofrenia saat waktu luang digunakan buat

melamun, mengurung diri, hal ini dapat memperluas proses distorsi pikiran sehingga

akan mempermudah timbulnya waham dan halusinasi. Rehabilitasi pada pasien

skizofrenia merupakan upaya meningkatkan kemampuan pasien agar dapat hidup

mandiri di masyarakat. Pada klien gangguan jiwa sering terlihat adanya kemunduran

yang ditandai dengan hilangnya motivasi dan tanggung jawab, apatis, menghindari dari

kegiatan, dan hubungan sosial. Kemampuan dasar sering terganggu, seperti Activities

Of Daily Living(ADL)(3).

Rahabilitasi khususnya terapi gerak merupakan upaya meningkatkan

kemampuan pasien agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan melatih pasien untuk

terbiasa menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Salah satu terapi gerak yang akan

diterapkan di panti Gramesia Kedawung Cirebon adalah berolahraga dimana kegiatan


28

tersebut dapat merangsang pertumbuhan neuron di daerah tertentu yang rusak selama

depresi dan menghilangkan kekakuan pada otot sehingga pasien tidak malas untuk

beraktivitas(3).

2.3.8 Kerangka Teori

Skizofrenia bagian dari gangguan psikosis yang ditandai dengan kehilangan

pemahaman terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri. Pada penderita skizofrenia

terjadi keretakan antara proses berpikir, emosi, kemauan, dan psikomotor dengan

disertai distorsi kenyataan yang terutama disebabkan karena waham dan halusinasi.

Hal ini yang menyebabkan penderita skizofrenia cenderung kurang mandiri, menarik

diri dan sulit untuk bersosialisasi dengan sesama, kejadian ini dapat mempermudah

timbulnya halusinasi pada penderita skizofrenia sehingga dapat memperlama proses

penyembuhan. Intervensi disini dibutuhkan agar dapat meningkatkan kemandirian

pada pasien skizofrenia, intervensi tersebut yakni terapi gerak. Melalui aktivitas fisik

seperti berolahraga yang dianjurkan oleh peneliti diharapkan dapat membantu pasien

skizofrenia dalam mengatasi permasalahan dengan meminta mereka melakukan

olahraga. Terapi Gerak diharapkan dapat membantu meningkatkan kemandirian pasien

skizofrenia
29

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Skizofrenia

Menimbulkan :
Intervensi Terapi Gerak
Waham dan Halusinasi

Menyebabkan :
Melalui aktivitas fisik
1. Kurang Mandiri seperti berolahraga
2. Menarik diri
3. sulit untuk bersosialisasi
dengan sesama

Meningkatnya tingkat
Kemandirian pasien
skizofrenia

(3)(7)
Sumber:
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan

menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak

mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.

Pada penderita skizofrenia terjadi keretakan antara proses berpikir, emosi, kemauan,

dan psikomotor dengan disertai distorsi kenyataan yang terutama disebabkan karena

waham dan halusinasi. Hal ini yang menyebabkan penderita skizofrenia cenderung

kurang mandiri, menarik diri dan sulit untuk bersosialisasi dengan sesama, kejadian ini

dapat mempermudah timbulnya halusinasi pada penderita skizofrenia sehingga dapat

memperlama proses penyembuhan.

Terapi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah menggunakan terapi

gerak, karena pada pasien skizofrenia pada saat tidak ada kegiatan digunakan hanya

buat melamun dan berkhayal ini bisa menimbulkan halusinasi. Menggunakan terapi ini

diharapkan pasien skizofrenia dapat meningkatkan kemandirianya dengan cara

berolahraga atau permainan yang menggunakan aktivitas fisik. Berdasarkan uraian

diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

31
31

Variabel Bebas (independent) Variabel Terikat (dependent)

Terapi Gerak Kemandirian

Pasien Skizofrenia
ADL (Activity Daily
Living) meliputi :

1. Makan
2. Mandi
3. Perawatan diri
4. Berpakaian
5. Buang air kecil
6. Buang air besar
7. Penggunaan toilet
8. Transfer
9. Mobilitas
10. Naik turun tangga

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Ket :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Korelasi Variabel
32

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional(11)

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Ukur

Variabel Bebas

1. Terapi terapi gerak SOP - - Nominal

Gerak yang dapat

dilakukan

dengan cara

berolahraga

atau senam

untuk melatih

tubuh

seseorang agar

sehat secara

jasmani dan

rohani.

Variabel Terikat
33

2. Tingkat aktifitas Kuesione Pengisian 20 : Ordinal

Kemandi perawatan diri r Activity kuesioner Mandiri

rian yang harus Daily yang di 12-19 :

(Activity pasien lakukan Living dampingi Ketergantungan

Daily setiap hari yang peneliti Ringan

Living( untuk terdiri dengan cara 9-11 :

ADL) memenuhi dari 10 wawancara Ketergantungan

kebutuhan dan pertanya Sedang

tuntutan hidup an 5-8 :

sehari-hari. Ketergantungan

Berat

0-4 :

Ketergantungan

Total

3.3 Hipotesis

Dari permasalahan tersebut maka peneliti memunculkan hipotesis yaitu :

Ha : Terdapat pengaruh yang bermakna antara terapi gerak dengan

kemandirian pada pasien skizofrenia di Panti Gramesia Kota Cirebon.

Ho : Tidak ada pengaruh yang bermakna antara terapi gerak dengan

kemandirian pada pasien skizofrenia di Panti Gramesia Kota Cirebon.


BAB IV

METODOLOGI PENELITAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental sedangkan pendekatan yang

dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian one group pretes-

postes. Artinya rancangan penelitian tidak ada kelompok pembanding, tetapi paling

tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji

perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya experimental(). Alasan peneliti

menggunakan metode ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi gerak terhadap

kemandirian pasien skizofrenia di Panti Gramesia Cirebon 2019.

Pre test Perlakuan Post test

O1 X O2

Gambar 4.1 : Rancangan Penelitian quasy experiment

Keterangan :

O1 : Pretest tentang tingkat kemandirian pasien

skizofrenia

X : Dilakukan terapi gerak

34
O2 : Post test tentang tingkat kemandirian pasien

skizofrenia

4.2 Variabel

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lainnya. Menurut

Sugiono (2010) mengatakan bahwa “ Variabel sering disebut juga peubah. Variabel

dapat diartikan sebagai ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain(12).”

4.2.1 Variabel Independent

Variabel yang dapat berubah dalam sebuah penelitan yang disebut variabel

bebas atau variabel independent. Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya

mempengaruhi variabel lain(12)

Variabel bebas dapat juga berarti variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain

ingin diketahui.” Variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini adalah Terapi Gerak.

4.2.2 Variabel Dependent

Variabel terikat adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui

besarnya efek pengaruh variabel lain(13). Variabel terikat yang diteliti dalam penelitian

ini adalah kemandirian (ADL).

35
4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Pada sebuah penelitian tentunya membutuhkan objek atau subjek dengan

karakteristik yang telah ditentukan.Objek atau subyek tersebut yang dinamakan

populasi. Populasi didefinisikan sebagai kelompok sebyek yang hendak dikenai

generalisasi hasil penelitian(13).”Populasi dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia

di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon sebanyak 29 pasien.

36
37

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki populasi. Sampel adalah sebagian dari populasi, karena

ia merupakan bagian dari populasi tentulah memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh

populasinya. Teknik pengambilan sampel dari populasi disebut sampling(13). Teknik

pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan

teknik total sampling karena pengambilan sampel sama dengan populasi(13). Sampel

yang digunakan adalah pasien yang mengalami skizofrenia sebanyak 29 subjek di Panti

Gramesia Cirebon Tahun 2019

4.4 Instrument

Instrument didefinisikan sebagai alat pengumpulan data yang telah baku atau

yang telah memiliki standart validitas dan realiabailitas(14). Instrument yang digunakan

untuk pengumpulan data dalam penenelitian ini yaitu kuesioner. Kuesioner merupakan

bentuk suatu bentuk instrument pengumpul data yang sangan fleksibel, terperinci,

lengkap, dan relatife mudah digunakan(14). Jenis kuesioner yang akan digunakan oleh

peneliti adalah kuesioner tertutup yang berupa daftar ceklis. Kuesioner yang berupa

daftar cek list, artinya jawaban telah disediakan responden tinggal membutuhkan tanda

cek list pada kolom yang sesuai(14). Alasan menggunakan kuesioner karena dapat

mempermudah untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukan.

Selain kuesioner juga peneliti menggunakan metode dokumentasi sebagai

bahan informasi yang digunakan peneliti, misalnya data sekunder. Isi kuesioner yang
38

digunakan dalam penelitian terdapat pada lampiran. Terdapat kisi-kisi kuesioner dan

kuesioner pada lampiran 2 dan lampiran 3

4.5 Metode Pengumpulan Data

Secara umum sifat data dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dan subyek

penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung

pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari(14). Data sekunder atau data tangan

kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh

peneliti dari subyek penelitiannya.” Data primer diambil dari Studi pendahuluan yang

dilakukan peneliti pada bulan Desember 2018 di Panti Gramesia Kedawung Kota

Cirebon.

Adapun cara pengumpulan data dari sample yang dipilih sebanyak 29 orang

adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data diawali dengan menerima persetujuan dari kepala panti

gramesia cirebon. Dengan mengirim surat studi pendahuluan dulu dan

menunggu ijin studi pendahuluan.

2. Setelah di ijinkan melakukan penelitian kemudian peneliti observasi terhadap

pasien skizofrenia di panti gramesia kedawung kota cirebon.

3. Peneliti melakukan pendekatan dengan pasien skizofrenia di panti gramesia

kedawung kota cirebon.

4. Menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kepada pasien untuk kesedianya

secara sukarela menjadi responden dalam penelitian.


39

5. Setelah pasien setuju menjadi responden peneliti menentukan kontrak waktu

untuk melakukan terapi gerak pada pasien skizofrenia kurang lebih 20-45

menit.

6. Kaji pada pertemuan hari pertama sebagai pretest, dan pertemuan berikutnya

sebagai posttest.

Pretes dilakukan pada hari pertemuan pertama adalah dengan di nilai

menggunakan kuesioner oleh peneliti dari masing-masing responden tentang

tingkat kemandirian pada pasien skizofrenia.

Pertemuan hari kedua, ketiga dan ke empat dilakukanya intervensi terapi gerak.

Posttest dilakukan pada hari ke empat setelah memberikan intevensi , adalah

dengan cara dinilai menggunakan kuesioner oleh peneliti dan melihat

perubahanya setelah adanya posttest

4.6 Pengolahan Data

Setelah tahap pelaksanaan selesai, kita sudah punya data-data yang perlu

diubah, pengolahan data dilakukan pada tahap ini, yaitu tahap dokumentasi. Tahap

dokumentasi dalam penelitian ini berisi kegiatan :

1. Editing

Pada tahap ini, hasil kuesioner/angket yang diperoleh diedit terlebih dahulu.

Pengecekan ulang jika masih ada data atau informasi yang tidak lengkap dan tidak

mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuisioner tersebut dikeluarkan (droup

out).
40

2. Coding

Pada tahap ini penulis akan memberikan kode tertentu pada tiap-tiap data, yakni

merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan,

sehingga memudahkan dalam analisis data. Pengkodingan disesuaikan berdasarkan

definisi operasional yang sudah dibuat.

3. Tabulasi

Pada tahap tabulasi ini menyajikan data, terutama pengolahan data yang bersifat

kuantitatif maupun data yang bersifat kualitatif. Menurut Sugiono (2012 : 146)

mengatakan bahwa “Tabulasi adalah proses pembuatan tabel induk yang memuat

susu0nan data penelitian berdasarkan klasifikasi yang sistemik, sehingga lebih

mudah untuk dianalisis lebih lanjut.” Pada penelitian ini proses tabulasi data (data

Entery) dilakukan menggunakan bantuan Software computer SPSS 21.

4. Pengolahan Data

Pengolahan data bertujan untuk mengubah data menjadi informasi. Menurut

Sugiono (2012) mengatakan bahwa “Secara umum proses pengolahan data melalui

teknik-teknik analisis harus disesuaikan juga dengan pendekatan penelitian yang

digunakan.” Pengolahan data tersebut disesuaikan dengan analisis univariat dan

analisis bivariat pada suatu penelitian.

4.7 Rancangan Analisis Data


41

4.7.1 Rancangan Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan suatu hubungan pada

variabel. Analisis univariat, yang dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil

penelitian. Pada umumnya hasil analisis ini menghasilkan distribusi dan

presentase dari tiap variabel(13). Pada penelitian ini melakukan analisis untuk

mendapatkan hubungan antara pengetahuan dengan menganalisis data

kategoric yang meliputi distribusi frekuensi, standar deviasi dan sebagainya.

∑ 𝑓𝑖𝑥𝑖
𝑀𝑒 =
∑ 𝑓𝑖

Keterangan :

Me = Mean untuk data bergolong.

Σfi = Jumlah data/sampel.

fixi = Produk perkalian antara fi pad tiap interval data dengan tanda kelas

(xi) . tanda kelas (xi) adalah rata-rata dari nilai teredah dan tertinggi setiap

interval data.

1
𝑛−𝐹
2
Md = b + p[
𝑓
]

Keterangan :

Md = Median.
42

b = Batas bawah, dimana median akan terletak.

n = Banyak data/jumlah sampel.

p = Panjang kelas interval.

F = Jumlah semua frekuensi sebelum Kelas median.

F = Frekuensi Kelas Median.

𝑥
P = X 100%
𝑦

Keterangan :

X = Jumlah skor pertanyaan yang benar.

Y = Jumlah skor pertanyaan.

P = Persentase (14).

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat, dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan satu sama lain, dapat dalam kedudukan yang sejajar (pada

pendekatan komparasi) dan kedudukan yang merupakan sebab akibat

(eksperimentasi)(14). Analisis bivariat digunakan untuk melihat pengaruh

antara terapi gerak terhadap kemandirian pasien skizofrenia, Dalam analisa

bivariat ini dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-wilk, karena

jumlah sampel dalam penelitian kurang dari 50.


43

Rumus Shapiro-Wilk, Sebagai berikut:


𝑘
1
𝑇-3 = [∑ 𝑎𝑖 (𝑋𝑛−𝑖+1 − 𝑋1 )]
𝐷
𝑖=1

Keterangan :

D = Hasil bedasarkan rumus di bawah

a = Koefesien test Shapiro Wilk

Xn-i+1 = Angka ke n-i=1 pada data

Xi = Angka ke 1 pada data

𝐷 = ∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
𝑖=1

Keterangan :

Xi = Angka ke 1 pada data

𝑥̅ = Rata- rata data

𝑇1 − 𝑑𝑛
𝐺 = 𝑏𝑛 + 𝑐𝑛 + ( )
1 − 𝑇3

Keterangan :

G = Identik dengan nilai Z distribusi normal

T3 = Bedasarkan rumus di atas

𝑏𝑛 , 𝑐𝑛 , 𝑑𝑛 = Konversi statistic Shapiro wilk


44

Setelah dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Shapiro wilk, jika data

terdistribusi normal menggunakan t-test dengan rumus.

𝑥2 −𝑥2
T=
𝑠2 𝑠2 𝑠 𝑠
√1 2 +2𝑟−( 1 )( 2 )
𝑥1 𝑥2 √ 1 √𝑛2
𝑛

Keterangan :

X1 = Rata-rata sampel 1

X2 = Rata- rata sample 2

S1 = Simpangan baku sample 1

S2 = Simpangan baku sample 2

𝑆12 = Simpangan baku 1

𝑆22 = Simpangan baku 2

R = Korelansi antara dua variable

Jika uji normalitas menggunakan uji Shapiro wilk terdistribusi tidak normal,

maka menggunakan uji wilcoxon dengan rumus, sebagai berikut.

𝑇−𝜇𝑇
Z= 𝜎𝑇

Keterangan :

Z = Nilai hasil pengujian statistic uji peringkat bertanda

T = Jumlah tanda peringatan negates


45

𝑛(𝑛+1)
𝜇 𝑇 = Mean ( nilai rata-rat ) = 4

𝑛(𝑛+1)(2𝑛+1_
𝜎𝑇 = Simpangan baku =√ 24

𝛼 = Probabilitas untuk memperoleh tanda (+) dan (-) = 0,05 karena nilai

krisis 5%

Penolakan terhadap hipotesis apabila p-value <0.05 berarti adanya pengaruh

atau perbedaan bermakna (Ho ditolak), sedangkan gagal penolakan terhadap

hipotesis apabila p-value >0,05 berarti tidak adanya pengaruh atau tidak

perbedaan yang bermakna antara keduanya (Ho diterima).

Interpensi dari hasil analisa yang dilakukan adalah

1. Jika nilai p-value > nilai 𝛼 maka Ho diterima , yang berarti variabel

tersebut tidak memiliki pengaruh yang bermakna( tidak signifikan)

2. Jika nilai p-value < nilai 𝛼 maka Ho di tolak , yang berarti variable

tersebut memiliki pengaruh yang bermakna (signifikan)

4.8 Waktu dan Tempat Penelitian

4.8.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan berlangsung pada bulan Januari – Februari Tahun 2019.

Dengan ketentuan latihan dilakukan selama 3 kali dalam seminggu selama 3 minggu

dan setiap latihan dilakukan selama 20-45 menit.

4.8.2 Tempat Penelitian

Peneliti melakukan Penelitian di Panti Gramesia Kedawung Kota Cirebon

4.9 Etika Penelitian


46

Peneliti berusaha memperhatikan hak partisipan dengan selalu memperhatikan

prinsip-prinsip etika penelitian. Prinsip-prinsip etika yang harus diperhatikan dalam

melakukan penelitian adalah (15):

1. Nonmaleficience

Peneliti memiliki kewajiban untuk menghindari, mencegah, dan

meminimalkan bahaya yang ditimbulkan apabila subyek penelitian adalah

manusia. Penelitian ini diyakini tidak menimbulkan bahaya bagi partisipan,

karena metode yang digunakan adalah wawancara. Selama proses wawancara

tidak terjadi hal-hal yang dapat membahayakan bagi partisipan misalnya

partisipan memiliki keluhan-keluhan karena sakitnya, merasa tidak nyaman,

maka wawancara akan terus dilanjutkan.

2. Beneficence

Peneliti memiliki kewajiban untuk meminimalkan kerugian dan

memaksimalkan keuntungan. Penelitian dengan subyek manusia harus

menghasilkan manfaat bagi peserta. Beneficence merupakan prinsip moral

yang mengutamakan tindakan yang ditujukan kepada kebaikan partisipan. Hasil

temuan tema penting tentang makna pengalaman pasien post-

meningoensefalitis tentang kualitas hidup akan memberikan informasi

mengenai perkembangan ilmu keperawatan dan meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan terkait penilaian kualitas hidup yang diinginkan partisipan.

3. Autonomy
47

Partisipan penelitian ini memiliki hak mengungkapkan secara penuh

untuk bertanya, menolak, dan mengakhiri partisipasinya. Partisipan berhak

menentukan ikut berpartisipasi dalam penelitian atau tidak setelah diberikan

penjelasan mengenai tujuan, manfaat, dan waktu penelitian. Selama tidak ada

pernyataan pengunduran diri dari partisipan yang telah menandatangani

informed concent.

4. Anonymity

Sebagian besar penelitian yang melibatkan manusia akan mengganggu

kehidupan pribadinya. Peneliti harus memastikan tidak mengganggu privasi

narasumber, diperlukan untuk menjaga privasi agar dipertahankan terus

menerus. Partisipan memiliki hak bahwa segala informasi dan data mereka akan

disimpan dalam kerahasiaan (anonymity). Peneliti menjaga kerahasiaan dengan

memberikan kode peserta mengenai identitasnya.

5. Justice

Prinsip memberikan keadilan dan kesetaraan dalam penelitian, dengan

memberikan perlakuan yang sama kepada semua partisipan. Setiap partisipan

diberikan penjelasan mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian.

Peneliti menghormati dan menghargai partisipan apa adanya tanpa

membedakan latar belakang budaya. Peneliti berusaha menuliskan segala

kejadian secara jujur.

6. Informed Consent
48

Sebelum penelitian dilakukan, informasi dijelaskan secara lengkap

tentang penelitian yang akan dilakukan dan memberikan kebebasan untuk

berpartisipasi atau menolak menjadi partisipan. Setelah partisipan bersedia

maka diminta untuk menandatangani informed consent.

Anda mungkin juga menyukai

  • LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    Dokumen16 halaman
    LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    Dokumen16 halaman
    LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • PERNYATAAN
    PERNYATAAN
    Dokumen1 halaman
    PERNYATAAN
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Format Maternitas
    Format Maternitas
    Dokumen3 halaman
    Format Maternitas
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Format Maternitas
    Format Maternitas
    Dokumen3 halaman
    Format Maternitas
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Tuba Ovarium Abses
    Tuba Ovarium Abses
    Dokumen16 halaman
    Tuba Ovarium Abses
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Dokumen19 halaman
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    Dokumen16 halaman
    LAPORAN PENDAHULUAN Cedera Kepala
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Mantul
    Mantul
    Dokumen27 halaman
    Mantul
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Tabel
    Tabel
    Dokumen4 halaman
    Tabel
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Dokumen19 halaman
    Laporan Pendahuluan Pneumonia
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Format Data Askep
    Format Data Askep
    Dokumen3 halaman
    Format Data Askep
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Oyi
    Oyi
    Dokumen1 halaman
    Oyi
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Oyi
    Oyi
    Dokumen1 halaman
    Oyi
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • SAP Que
    SAP Que
    Dokumen2 halaman
    SAP Que
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Leaf
    Leaf
    Dokumen23 halaman
    Leaf
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Oyi
    Oyi
    Dokumen1 halaman
    Oyi
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Gang Guan
    Gang Guan
    Dokumen2 halaman
    Gang Guan
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Siji
    Siji
    Dokumen1 halaman
    Siji
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Oyi
    Oyi
    Dokumen1 halaman
    Oyi
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Kedua
    Kedua
    Dokumen2 halaman
    Kedua
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Kesatu
    Kesatu
    Dokumen1 halaman
    Kesatu
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Oyi
    Oyi
    Dokumen1 halaman
    Oyi
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Abdul Aziz
    Belum ada peringkat