17
18
2) Penakut
3) Pemurung tidak bahagia
4) Mudah terpengaruh dan mudah stres
5) Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas
6) Tidak bersahabat
7) Gagap (stuttering) serta rendah diri (Syamsu Yusuf, 2009:35).
Sedangkan menurut Monty P. Satria Darma dampak dari pola
asuh ini dengan perlakuan orang tua yang selalu menyakiti (memberi
hukuman) adalah rasa sakit bagi anak. Secara fisik rasa sakit dapat
langsung hanya sesaat saja akan tetapi secara psikologi rasa tersebut
akan terus melekat. Rasa sakit secara psikologi bisa dirasakan
berkepanjangan dan menahun, atau biasa dikenal dengan istilah
trauma. Contoh jika seorang anak dipukul orang tuanya pada saat
tertentu, ia cenderung akan mengingat terus peristiwa tersebut sebagai
peristiwa yang menyakitkan didalam hidupnya. Inilah yang disebut
trauma (Monty P. Satria Darma, 2011:74).
Dalam hal ini orang tua berlaku sangat ketat dan mengontrol
anak dengan mengajarkan standar dan tingkah laku. Pola asuh ini
mengakibatkan kurangnya hubungan yang hangat dan komunikatif
dalam keluarga. Anak dari pola asuh ini cenderung moody, murung,
ketakutan, sedih, menggambarkan kecemasan dan rasa tidak aman
dalam berhubungan dengan lingkungannya, menunjukkan
kecenderungan bertindak keras saat tertekan dan memiliki harga diri
yang rendah.
c. Pola Asuh Permissive
Pola asuh permissive merupakan pola asuh yang
memperlakukan anak secara bebas untuk berbuat apa saja yang
dikehendakinya dan tanpa dituntut oleh kewajiban dan tanggung jawab
(Syamsu Yusuf, 2009:35). Pola asuh permissive memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Sikap “Acceptance” nya tinggi namun kontrolnya rendah.
22
Dalam hal ini orang tua cenderung mendorong anak untuk bersikap
otonomi, mendidik anak berdasarkan logika dan memberi kebebasan
pada anak untuk menentukan tingkah laku dan kegiatannya. Sehingga
anak dengan pola asuh ini cenderung tidak dapat mengontrol diri, tidak
mau patuh, tidak terlibat dengan aktivitas di lingkungan sekitarnya.
Karena kondisi permissive ini cenderung mengakibatkan anak
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
2. Perilaku Sosial
Teori perilaku sosial menurut Sarwono Sarlito (2009:28) dibagi
menjadi tiga yaitu :
a. Perilaku sosial (sosial behavior)
Perilaku sosial adalah perilaku yang tumbuh dari orang-orang
yang ada pada masa kecil seseorang sehingga mendapatkan cukup
kepuasan akan kebutuhan inklusinya. Ia tidak mempunyai masalah
dalam hubungan antar pribadi mereka bersama orang lain pada situasi
dan kondisinya. Ia bisa sangat berpartisipasi, tetapi bisa juga tidak
ikut-ikutan, ia bisa melibatkan diri pada orang lain, bisa juga tidak,
secara tidak disadari ia merasa dirinya berharga dan bahwa orang lain
pun mengerti akan hal itu tanpa ia menonjolkan-nonjolkan diri.
Dengan sendirinya orang lain akan melibatkan dia alam aktifitas-
aktifitas mereka.
b. Perilaku yang kurang sosial (under sosial behavior)
Perilaku ini nampak jika kebutuhan akan inklusi kurang
terpenuhi, misalnya: sering tidak diacuhkan oleh keluarga semasa
kecilnya. Kecenderungan seseorang yang memiliki perilaku ini adalah
menghindari hubungan dengan orang lain, tidak mau ikut dalam
kelompok-kelompok, menjaga jarak antara dirinya dengan orang lain,
tidak mau tahu, serta acuh tak acuh. Pendek kata, ada kecenderungan
introvert dan menarik diri. Bentuk tingkah laku yang lebih ringan
28
adalah: terlambat dalam pertemuan atau tidak datang sama sekali, atau
tertidur di ruang diskusi dan sebagainya. Kecemasan yang ada dalam
ketidaksadarannya adalah bahwa ia seorang yang tidak berharga dan
tidak ada orang lain yang mau menghargainya.
c. Perilaku terlalu sosial (over sosial behavior).
Psikodinamikanya sama dengan perilaku kurang sosial, yaitu
disebabkan kurang inklusi. Tetapi pernyataan perilakunya sangat
berlawanan. Seseorang yang terlalu sosial cenderung memamerkan diri
berlebih-lebihan (exhibitonistik), bicaranya keras, selalu menarik
perhatian orang, memaksakan dirinya untuk diterima dalam kelompok,
sering menyebutkan namanya sendiri, dan suka mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengagetkan.
Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga
sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau
dengan kata lain melakukan relasi interpersonal. Dalam relasi
interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik aktivitas
yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses
pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam relasi
interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.
Menilik lebih jauh tentang perilaku sosial, Menurut Mussen (1989:
360) aspek-aspek perilaku sosial memiliki beberapa macam, yaitu:
a. Berbagi
Berbagi yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan
orang lain dalam suasana suka maupun duka.
b. Menolong
Menolong yaitu kesediaan untuk memberikan pertolongan
atau bantuan kepada orang lain yang sedang mengalami kesulitan
atau yang sedang membutuhkan baik berupa bantuan materiil
ataupun moril. Menolong meliputi membantu orang lain atau
29
c. Kerjasama
Yang dimaksud dengan kerjasama adalah kesediaan untuk
bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan.
Kerjasama pada umumnya saling menguntungkan, saling memberi,
saling menolong, dan menenangkan.
d. Bertindak jujur
Bertindak jujur yaitu kesediaan untuk melakukan sesuatu
seperti apa adanya, tidak berbuat curang terhadap orang lain.
e. Berderma
Berderma yaitu kesediaan untuk memberikan secara
sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang lebih
membutuhkan.
a. Altruisme
Altruisme yaitu kesediaan untuk memberikan pertolongan
kepada orang lain yang membutuhkan tanpa mengharapkan
imbalan.
b. Murah hati
Murah hati yaitu kesediaan untuk bersikap dermawan
kepada orang lain.
c. Persahabatan
Persahabatan yaitu kesediaan untuk menjalin atau
membangun suatu hubungan yang lebih dekat dengan orang lain.
30
d. Kerjasama
Yang dimaksud dengan kerjasama adalah kesediaan untuk
bekerjasama dengan orang lain agar tujuan yang diinginkan dapat
tercapai.
e. Menolong
Menolong yaitu kesediaan untuk membantu orang lain yang
berada dalam kesulitan.
f. Penyelamatan
Penyelamatan merupakan suatu kesediaan untuk
menyelamatkan atau membantu orang lain yang membutuhkan.
g. Pengorbanan
Pengorbanan yaitu suatu kesediaan untuk berkorban demi
orang lain yang membutuhkan.
h. Berbagi
Berbagi yaitu suatu kesediaan untuk berbagi perasaan
dengan orang lain dalam suasana duka.
Agar seseorang bisa memenuhi tuntutan sosial maka perlu adanya
pengalaman sosial yang menjadi dasar pergaulan. Mengingat banyak
peristiwa atau pengalaman sosial yang dialami pada masa anak-anak.
Berikut ini beberapa pandangan pengalaman sosial (Hurlock, 2003: 156)
diantaranya:
a. Pengalaman yang menyenangkan
Pengalaman yang menyenangkan mendorong anak untuk
mencari pengalaman semacam itu lagi.
b. Pengalaman yang tidak menyenangkan
Pengalaman yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan
sikap yang tidak sehat terhadap pengalaman sosial dan terhadap
orang lain. Pengalaman yang tidak menyenangkan mendorong
anak menjadi tidak sosial atau anti sosial.
31
Perilaku sosial dimulai pada masa bayi bulan ketiga. (Hurlock, 2004:
259). Karena pada waktu lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang lain.
Selama kebutuhan fisik mereka terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai
minat terhadap orang lain. Sedangkan pada masa usia bulan ketiga bayi sudah
dapat membedakan antara manusia dan benda di lingkungannya dan mereka
akan bereaksi secara berbeda terhadap keduanya. Penglihatan dan
pendengaran cukup berkembang sehingga memungkinkan mereka untuk
menatap orang atau benda juga dapat mengenal suara. Perilaku sosial pada
masa bayi merupakan dasar bagi perkembangan perilaku sosial selanjutnya.
Krech et. al. (1962: 104-106) mengungkapkan bahwa untuk memahami
perilaku sosial individu, dapat dilihat dari kecenderungan-kecenderungan ciri-
ciri respon interpersonalnya, yang terdiri dari :
a. Ascendance-Sosial Timidity
Ascendance yaitu kecenderungan menampilkan keyakinan diri,
dengan arah berlawanannya, sosial timidity yaitu takut dan malu bila
bergaul dengan orang lain, terutama yang belum dikenal.
b. Dominace-Submissive
Dominace yaitu kecenderungan untuk menguasai orang lain,
dengan arah berlawanannya kecenderungan submissive, yaitu mudah
menyerah dan tunduk pada perlakuan orang lain.
c. Social Initiative-Social Passivity
Social initiative yaitu kecenderungan untuk memimpin orang
lain, dengan arah yang berlawanannya social passivity yaitu
kecenderungan pasif dan tak acuh.
d. Independent-Depence
Independent yaitu untuk bebas dari pengaruh orang lain,
dengan arah berlawanannya dependence yaitu kecenderungan untuk
bergantung pada orang lain.
1. Fungsi Biologis
Menurut Syamsu Yusuf (2009: 39), keluarga dipandang sebagai
pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan, dan kemudahan
bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.
Kebutuhan tersebut meliputi:
43
3. Fungsi Edukatif
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi
anak. Menurut Hurlock (dalam Syamsu Yusuf, 2009: 39), keluarga
berfungsi sebagai transter bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan
adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nilai-nilai
agama, budaya, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat
bagi anak.
4. Fungsi Sosialisasi
Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang
mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat
yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan
lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk
berdisiplin, mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran,
menghargai pendapat orang lain, mau bertanggung jawab, dan mampu
bersikap matang dalam kehidupan masyarakat heterogen.
5. Fungsi Perlindungan
Keluarga memiliki fungsi untuk melindungi anggota keluarga dari
gangguan, ancaman, atau kondisi yang menimbulkan rasa kurang nyaman
bagi anggota keluarga.
6. Fungsi Rekreatif
Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus dapat menciptakan
kondisi yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh
semangat bagi anggota keluarga.
44
7. Fungsi Agama
Menurut Syamsu Yusuf (2007: 41), keluarga berfungsi sebagai
penanam nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman
hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajarkan, membimbing dan
membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya. Anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang
kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat, sehingga mereka
akan terhindar dari beban-beban psikologis dan mampu menyesuaikan diri
dengan orang lain
untuk mencari sumber di luar yang kadang belum tentu tepat dan benar untuk
perubahan perilaku anak. Sehingga remaja menjadi sangat mudah terpengaruh
dengan melakukan hal-hal yang negative.
Bimbingan dan arahan melalui pola asuh yang diterapkan memang
sangat dibutuhkan seorang anak, bukan hanya pada saat ia masih kanak-
kanak, tetapi sampai ketika ia dewasa pun masih perlu arahan dari orang tua.
Apalagi pada masa sekarang ini, dimana banyak sekali budaya-budaya barat
yang masuk tanpa adanya penyaringan. Bukan hanya pengaruh positif saja,
pengaruh negatif pun diterima secara mentah-mentah oleh anak khususnya
remaja.
Sifat meniru remaja inilah yang sangat dihawatirkan oleh orang tua.
Sebab hal itu tak jarang membuat mereka lupa dengan norma-norma, adat
istiadat yang berlaku di negaranya. Mengingat banyak sekali contoh-contoh
yang tidak baik yang bisa saja menjerumuskan remaja pada hal-hal yang tidak
diinginkan. Remaja adalah generasi penerus bangsa, jika generasinya rusak,
maka tidak menutup kemungkinan masa depan bangsa pun akan buruk.
Semua itu tidak lepas dari bagaimana didikan dan pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua, bukan hanya ketika ia masih kanak-kanak, tapi
juga ketika sudah mulai beranjak dewasa, arahan hendaknya terus diberikan.
Pendidikan dan pola asuh merupakan dasar atau pondasi bagi kepribadian
anak yang akan dikembangkan ketika anak menjadi remaja dan mulai hidup
bermasyarakat. Ketika pondasi moral yang dibiasakan sejak kecil sudah kuat,
maka kepribadian remaja selanjutnya juga akan kuat sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh perubahan zaman yang begitu pesat.
Begitu pula sebaliknya, ketika pondasi yang dibangun lemah, maka
kepribadian remaja selanjutnya juga akan lemah sehingga anak tidak punya
pendirian dan anak akan dengan mudah terpengaruh perkembangan zaman
yang tidak terkendali. Dengan demikian pola asuh orang tua yang baik sangat
penting dilakukan sebagai usaha memperbaiki perilaku-perilaku remaja yang
telah melampaui batasan yang ada. Pola asuh yang baik tersebut diharapkan
46