Skripsi
Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
dan posisi nilai ekspor produk perikanan Indonesia di pasar dunia pada tahun 2006
menduduki peringkat 10 dengan pasar ekspor utamanya adalah Amerika, Uni Eropa
dan Jepang dengan peningkatan jumlah produksi rata-rata dalam lima tahun terakhir
sebesar 8,28 %. Sampai saat ini, produksi perikanan Indonesia berasal dari perikanan
tangkap dan perikanan budidaya. Hasil produksi sektor perikanan dari budidaya
sekitar 4,9 juta ton dari total produksi 8 juta ton pada tahun 2007 dan hampir
Komoditi perikanan tawar Indonesia meliputi : ikan mas (Cyprinus carpio L.),
gurami (Osphronemus goramy (Lacepede)), Ikan Patin (Pangasius sp.), Lele Dumbo
sudah berhasil dibudidaya dalam skala industri. Karena semua tahapan-tahapan yang
dan kuantitas larva ikan yang dihasilkan lewat proses pembibitan (larvikultur) di
hatchery.
2
pakan, baik pakan alami (live feed) dan pakan buatan (artificial feed) yang diperlukan
pada saat kantong yolk larva sebagai sumber makanan larva telah habis. Sampai saat
ini penggunaan pakan buatan sebagai pakan dalam tahap awal larvikultur masih
menjadi pusat perhatian para akuakulturis dan kinerjanya belum bisa menggantikan
pakan alami mengingat sistem pencernaan sebagian besar ikan masih sangat primitif
(Mokoginta, 2003)
Salah satu pakan alami yang digunakan dalam larvikultur ikan-ikan air tawar
seperti gurami (Osphronemus goramy (Lacepede)), Ikan Patin (Pangasius sp.), Lele
ukuran bukaan mulut larva, pergerakannya lambat, sehingga mudah ditangkap oleh
larva ikan, dan tingkat pencemaran terhadap air kultur lebih rendah apabila
masih dijumpai beberapa permasalahan seperti rendahnya hasil panen dan kondisi
kultur yang tidak dapat diprediksi karena sistem kultur yang digunakan masih
konvensional yaitu sistem statik (batch) dimana selama proses kultur, tidak ada
Sampai saat ini, sistem batch masih secara luas diaplikasikan karena sifatnya
yang sederhana dan mudah dalam instalasi. Berdasarkan kondisi di atas upaya
3
peningkatan produktivitas kultur Daphnia sp. dalam sistem batch perlu dilakukan.
Upaya yang telah dilakukan adalah optimasi pH kultur, suhu kultur, konsentrasi dan
jenis pakan (Noerdjito, 2003). Salah satu adalah penelitian yang belum banyak
dilakukan di Indonesia untuk kultu Daphnia ini adalah dengan aplikasi probiotik
Produktivitas kultur Daphnia hingga saat ini belum cukup optimal untuk
memenuhi kebutuhan larvikultur dan juga kondisi medium kultur kerap terabaikan.
Telah dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal di atas, salah satunya adalah
dengan aplikasi pemakaian bakteri dalam kultur Daphnia. Dalam penelitian kali ini
jenis bakteri yang digunakan adalah bakteri nitrifikasi dan bakteri B.subtilis. Spesies
1.3 Tujuan
nitrifikasi dan Bacillus subtilis dalam upaya peningkatan produktivitas pada kultur D.
magna.
1.4 Hipotesis
Perbedaan waktu penambahan bakteri akan memberikan hasil yang berbeda dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daphnia sp. termasuk ke dalam filum Arthropoda yang secara umum hidup di
perairan tawar. Spesies-spesies dari genus Daphnia dapat ditemukan mulai dari
daerah tropis hingga arktik dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil
hingga perairan danau luas. Dari lima puluh spesies genus Daphnia di seluruh dunia,
hanya enam spesies yang secara umum dapat ditemukan di daerah tropis. Salah
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Ordo : Cladocera
Famili : Daphnidae
Genus : Daphnia
bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah melalui lekukan yang jelas. Pada
beberapa spesies sebagian besar anggota tubuh Daphnia tertutup oleh karapas,
dengan enam pasang kaki semu yang berada pada rongga perut. Bagian tubuh yang
paling terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Bagian karapas tembus cahaya
dan pada beberapa jenis Daphnia bagian dalam tubuhnya dapat dilihat dengan jelas
Gambar 2.1. Penampang melintang Daphnia sp. betina dan organ-organnya (O, otak;
RT, ruang telur; SE, saluran ekskresi; M, mata; J, jantung; UH, usus
halus; OV, ovarium) (Clare-www.caudata.org, 1998)
7
2.1.3 Fisiologi
besar Daphnia adalah filter feeder yang memakan algae uniselular dan berbagai
macam detritus organik termasuk protista dan bakteri. Daphnia juga memakan
beberapa jenis ragi, tetapi hanya pada lingkungan terkontrol seperti laboratorium.
Pertumbuhan Daphnia dapat dikontrol dengan mudah dengan pemberian pakan ragi.
Partikel makanan yang tersaring kemudian dibentuk menjadi bolus yang akan turun
melalui rongga pencernaan sampai penuh dan melalui anus ditempatkan di bagian
ujung rongga pencernaan. Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk
membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak mampu
terserap. Organ Daphnia untuk berenang didukung oleh antenna kedua yang
ukurannya lebih besar. Gerakan antenna ini sangat berpengaruh untuk gerakan
2.1.4 Reproduksi
cara parthenogenesis. Satu atau lebih individu muda dirawat dengan menempel pada
tubuh induk. Daphnia yang baru menetas harus melakukan pergantian kulit (molting)
beberapa kali sebelum tumbuh hingga dewasa sekitar satu minggu setelah menetas.
Siklus hidup Daphnia sp. yaitu telur, anak, muda dan dewasa. Pertambahan ukuran
terjadi sesaat setelah telur menetas di dalam ruang pengeraman. Daphnia sp. dewasa
berukuran 2,5 mm, anak pertama sebesar 0,8 mm dihasilkan secara parthenogenesis.
8
Daphnia sp. mulai menghasilkan anak pertama kali pada umur 4-6 hari. Adapun
individu muda
ephippium
Gambar 2.2. Kantong telur (ephippium) dan individu muda yang baru menetas.
Setiap satu atau dua hari sekali, Daphnia sp. dapat menghasilkan lebih dari
100 telur setiap bertelur. Daphnia betina dapat bertelur antara 6-25 kali selama
hidupnya. Individu yang baru menetas sudah sama secara anatomi dengan individu
dewasa (Gambar 2.2). Telur akan dilindungi lapisan yang bernama ephipium
(Gambar 2.2) untuk mencegah dari ancaman lingkungan sampai kondisi ideal untuk
pertumbuhan. Jika kondisi tidak ideal baru akan dihasilkan individu jantan agar
Secara umum kandungan protein Daphnia adalah 50% dari berat keringnya. Pada
9
beberapa spesies terukur kadar proteinnya lebih dari 70%. Pada fase dewasa
kandungan lemaknya lebih besar daripada fase juvenil yaitu sekitar 20-27% pada
individu dewasa dan 4-6% pada juvenile. Kandungan asam Daphnia juga sangat
penting karena bermanfaat bagi larva ikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
kesintasannya. Pada Moina, salah satu jenis dari Cladocera ditemukan omega-3
dalam jumlah yang sangat tinggi dan tubuhnya mengandung 95% air; 4% protein;
tahun 1970-an (Farzanfar, 2006). Aplikasi ini digunakan sebagai suplemen untuk
sama halnya dengan penggunaan probiotik untuk kesehatan manusia ataupun ternak.
Menurut Yasuda dan Taga (1980), penggunaan bakteri dalam akuakultur tidak hanya
sebagai pakan, namun juga sebagai pengontrol biologis untuk penyakit ikan dan
dan kesintasan larva ikan, crustacea, moluska, dan memperkaya nutrisi pada pakan
dan Austin, 2002). Salah satu ciri sifat antagonistik adalah probiotik tersebut
melindungi ikan dari bakteri patogen. Salah satu contoh, probiotik tersebut
bakteri yang mampu tumbuh dalam kondisi umum dan diharapkan jika pun
Untuk memenuhi manfaat di atas, probiotik harus memiliki beberapa kriteria yaitu :
(Fuller,1992).
toksik (Fuller,1992).
c. Probiotik merupakan spesies yang secara alami berasal dari inang. Kriteria ini
berdasarkan atas alasan ekologis, karena hal ini dipercaya oleh para peneliti
11
Bakteri ini adalah jenis bakteri yang umum ditemukan di tanah, air, udara dan
Penggunaan Bacillus subtilis umumnya untuk akuakultur, pakan hewan darat, dan
terhadap bakteri dan virus patogen. Dalam sistem akuakultur jenis bakteri Bacillus
kerap ditemukan pada sedimentasi atau pakan ikan, dimana bakteri ini dimanfaatkan
untuk sebagai terapi antibiotik alami terhadap serangan virus vibrio atau bakteri gram
Kingdom:Bacteria
Filum:Firmicutes
Kelas:Bacilli
Ordo:Bacillales
Famili:Bacillaceae
Genus:Bacillus
menunjukkan bahwa bakteri ini mampu meningkatkan kesintasan larva udang windu
dan mencegah dari penyakit vibriosis akibat Vibrio harveyi. Selain itu B. subtilis
secara alami bersimbiosis pada saluran pencernaan udang windu (Kungvankij et.al.,
a. Bakteri ini adalah jenis aerob obligat, makin tinggi oksigen terlarut (Dissolved
b. Suhu optimal untuk tumbuh bagi B. subtilis adalah antara 25 – 350C. Suhu ini
amat berpengaruh pada aktivitas metabolisme B. subtilis. Jika suhu sangat tinggi
maka akan merusak aktivitas protein dalam bakteri ini dan jika terlalu rendah
tinggi dari rentang tersebut, bakteri ini akan mengalami sporulasi sehingga akan
Banyak spesies bakteri ini memiliki sistem membran internal dimana terdapat enzim
kunci dalam proses nitrifikasi. Enzim tersebut antara lain ammonia monooksigenase
Kingdom Prokariotae
Divisi Bacteria
Famili Nitrobacteraceae;
buangan). Nitrifikasi secara alami merupakan hasil proses aktivitas dari dua
kelompok organisme, yaitu kelompok bakteri nitratasi dan nitritasi. Aktivitas kedua
nitrifikasi (dari ammonia sampai berakhir dalam bentuk nitrat) bakteri ini
15
b. Bakteri nitrifikasi memerlukan pH optimal antara 7,5 – 8,5. Pada suatu saat
setelah aklimasi pH, kinerja bakteri ini akan sangat baik jika pH dapat
dipertahankan stabil.
c. Bakteri nitrifikasi dapat tumbuh optimal antara suhu 20 sampai 30°C. Jika
suhu di atas 350C bakteri mulai mengalami stres, hal ini diperkirakan karena
0,1 mg/L.
Secara umum, terdapat empat jenis sistem kultur zooplankton untuk keperluan
pakan hidup dalam proses larvikultur di hatchery ikan dan udang yaitu :
16
i) Sistem statis
Sistem statis atau sistem batch merupakan sistem kultur yang paling umum
digunakan. Pada sistem statis, setelah diinokulasi kultur akan dikembangkan selama
Sistem statis ini bersifat ekstensif dan membutuhkan ruang yang luas dalam
dengan pemanenan secara periodik. Pada sistem semi sinambung sebagian volume
kultur dipanen setiap hari, kemudian kultur ditambah medium baru dengan volume
yang sama. Metode ini disebut juga sebagai metode perampingan (thinning method)
(Snell, 1991).
Sistem sinambung adalah sistem kultur yang bersifat intensif. Tujuan sistem
ini hampir sama dengan sistem semi sinambung, namun sistem sinambung ini lebih
konsisten dalam menjaga kualitas air melalui frekuensi pergantian air kultur yang
tinggi dan penggunaan kemostat (Suantika, 2001; Snell, 1991). Medium kultur baru
selalu ditambahkan di dalam sistem ini, sehingga tidak diperlukan perlakuan khusus
untuk menjaga pH dan mengurangi akumulasi ammonia. Pada sistem ini, kepadatan
kultur yang konstan dengan kualitas yang tinggi dapat dicapai. Produktivitas kultur
17
dengan sistem sinambung lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem kultur statis
Sampai saat ini sistem kultur sinambung hanya diaplikasikan dalam skala
mempunyai resiko kegagalan teknis yang tinggi karena rumit, mempunyai banyak
variabel yang harus dikontrol, dan membutuhkan biaya tinggi (Suantika, 2001).
zooplankton tanpa memperluas area kultur. Sistem ini mempunyai kelebihan yaitu
jumlah pekerja yang dibutuhkan sedikit, mempunyai produktivitas yang tinggi dan
Sistem kultur ini dikembangkan oleh peneliti Jepang untuk kultur B. plicatilis
Secara umum menurut FAO (1996), sistem kultur massal Daphnia sp. dapat
i) Sistem Detrital
Sistem ini adalah sistem yang dibuat dengan menambahkan medium berupa
campuran medium tanah, pupuk kandang, dan air. Pupuk kandang berfungsi sebagai
18
pupuk alami untuk menginisiasi peningkatan jumlah alga yang merupakan pakan
Daphnia sp. Perbandingan campuran pupuk kandang dengan tanah ialah 1kg : 200 gr
sebelum dilarutkan ke dalam satu liter air. Sistem ini memiliki beberapa kelebihan
antara lain mudah untuk dirawat dan Daphnia tidak mudah mengalami defisiensi
nutrisi karena terdapat alga dalam jumlah berlimpah dan keanekaragaman yang
tinggi. Sistem ini memiliki beberapa kelemahan, yakni tidak cukup mendukung
kondisi optimum kultur Daphnia, antara lain rendahnya kadar oksigen terlarut yang
disebabkan karena tingkat nutrisi yang tinggi dan dimanfaatkan secara aerobik oleh
Kultur air hijau (105 hingga 106 sel.ml-1) ditambahkan dari alga yang dikultur secara
monokultur ataupun dari tambak ikan yang memiliki spesies alga yang beragam.
Pengontrolan lebih mudah dilakukan pada kultur alga secara monokultur, seperti
Chlorella, Chlamydomonas, dan Scenedesmus, atau campuran dari hanya dua kultur
alga tersebut. Kelemahan sistem ini adalah tidak mampu mempertahankan kultur
Daphnia untuk generasi yang berlanjut tanpa penambahan nutrisi ke dalam kultur
Daphnia seperti vitamin B kompleks, kalsium pantotenat, biotin dan thiamin (FAO,
1996).
19
2.6.1 Suhu
akuatik. Batas toleransi setiap organisme terhadap suhu berbeda-beda, tergantung dari
Suhu optimal yang stabil akan menjaga pH dan DO dapat tetap stabil. Kisaran
temperatur yang baik bagi kultur Daphnia sp. adalah 22-310C (Mokoginta, 2003).
2.6.2 Nilai pH
Pennak (1989), kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. berkisar antara
6,5 sampai 8,5. Pada umumnya, lingkungan perairan yang netral dan relatif basa pada
kisaran pH 7,1-8,0 lebih baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. (Mokoginta, 2003).
Menurut Cole (1994), kelarutan suatu gas (termasuk oksigen) pada medium
cair merupakan karakteristik dari gas tersebut yang dipengaruhi oleh tekanan,
ketinggian suatu tempat, suhu dan salinitas. Kelarutan gas di medium cair menurun
20
seiring dengan naiknya suhu dan banyaknya mineral yang terlarut dalam medium
Pada umumnya, Daphnia sp. dapat hidup pada konsentrasi oksigen terlarut yang
cukup tinggi yaitu sekitar 4,2 – 5,1 ppm dan tidak dapat hidup pada konsentrasi
oksigen terlarut kurang dari 1 ppm (Mokoginta, 2003), sedangkan menurut Delbaere
dan Dhert (1996), kadar oksigen terlarut minimum yang dibutuhkan kultur Daphnia
2.6.4 Ammonia
terionisasi atau ion amonium (NH4+). Ammonia bersifat toksik bagi larva ataupun
organisme perairan seperti Daphnia sp. karena mampu melewati membran organ
dalam, sedangkan ion amonium tidak dapat melewati membran tersebut (Kungvankij
et.al., 1985). Menurut Cole (1994), setiap hari seekor Daphnia pulex melepaskan 0,2
µg nitrogen.
suhu dan pH. Kadar ammonia yang tinggi dapat menurunkan tingkat reproduksi
Daphnia sp. Kadar ammonia yang berada dalam kisaran toleransi bagi kultur
Daphnia sp. adalah di bawah 0,2 mg/L (Delbaere dan Dhert, 1996).
21
BAB III
METODOLOGI KERJA
Laboratorium Analisis Ekosistem Akuatik, Program studi Biologi, Sekolah Ilmu dan
Organisme uji yaitu kultur Daphnia magna didapat dari laboratorium kultur
perairan PT. Sumber Daya Air (PUSAIR) yang bertempat di Jl.Ir.H. Juanda no. 193,
Bandung. Daphnia magna yang digunakan memiliki panjang lorika (selubung luar)
antara 2 – 5 mm.
Sebelum digunakan, air yang akan digunakan sebagai medium kultur Daphnia
kultur berupa gelas beaker ukuran 1 L sebanyak 9 buah dicuci bersih dan
dikeringanginkan selama satu hari. Kemudian air, gelas beaker dan batu aerasi
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C tekanan 15 lbs selama 15
menit.
22
Alat-alat yang tidak tahan panas (selang aerator) dan alat-alat yang tidak
alkohol 70%.
dalam aquarium berukuran 50 x 20 x 30 cm3 yang telah separuh terisi air. Setiap gelas
beaker dipasangi batu aerasi yang dihubungkan dengan aerator menggunakan selang
aerasi yang berfungsi untuk menghasilkan gelembung udara (Gambar 4.1). Laju
Gambar 4.1 Skematik kultur Daphnia magna yang digunakan dalam penelitian
akan mendasari perlakuan yang akan dilakukan selanjutnya. Teknik kultur yang akan
23
digunakan pada penelitian ini adalah teknik kultur statik (batch), dengan kepadatan
awal D. magna sebanyak 10 ekor dalam gelas beaker 1 L. Gelas beaker tersebut
kemudian diletakkan dalam inkubator berupa akuarium yang telah berisi air dan
dilengkapi dengan termostat untuk menjaga suhu kultur tetap konstan (25±10C).
Konsentrasi bakteri pada setiap perlakuan adalah sama yaitu 1 mL atau sama dengan
0,1% dari total medium. Setiap perlakuan dilakukan secara triplo, dan percobaan
pemilihan inokulan bakteri (tahap I) dan waktu inokulasi bakteri (tahap II).
A. Tahap penelitian I bertujuan untuk mengetahui inokulan bakteri yang tepat untuk
(2) Penggunaan inokulan bakteri nitrifikasi, dan (3) Tanpa penggunaan inokulan
apapun (kontrol).
perlakuan terbaik pada tahap I. Dalam tahap ini tiga buah perlakuan yang
dilakukan 24 jam sebelum kultur D. magna (H-1), (2) Bersamaan dengan kultur
yaitu kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO), pH, suhu dan kadar amonium
Kultur D. magna pada kedua tahapan penelitian di atas diberi pakan ragi
instan dengan waktu pemberian pakan setiap hari dan jumlah pakan yang diberikan
Parameter kualitas air yang diukur adalah kadar oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen/DO), pH, suhu dan kadar amonium. Kadar oksigen diukur dengan
menggunakan pH meter merk Oakton seri 10. Kadar amonium (NH4+) diukur dengan
Nessler dan larutan garam seignette. Kadar amonium pada kultur diukur setiap hari
dengan mengambil 25 ml air sampel kultur, diberi 1-2 tetes pereaksi garam seignette
dan 0,5 ml pereaksi nessler, dikocok, dibiarkan selama 10 menit, kemudian ditera
Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Bakteri B. subtilis perlu
instan ke dalam I liter akuades steril. Kemudian kultur B. subtilis diinokulasi dalam
larutan NB cair tersebut. Kondisi kultur B. subtilis ditempatkan pada suhu kamar
(±250C) dengan waktu inkubasi selama 24 jam, serta ditempatkan pada shaker.
Bakteri nitrifikasi tersedia dalam bentuk yang sudah siap untuk langsung
digunakan. Kultur ini didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Sekolah Ilmu dan
bakteri nitrifikasi dengan komposisi medium ini tersusun dari : KH2PO4 1 g; MgS04
0,5 g; NaCl 0,5 g; FeS04 0,01 g; MnSO4 0,01 g; dan dilarutkan dalam 200 mL
Untuk setiap data kelompok perlakuan digunakan statistik deskriptif (rata-rata dan
26
standar deviasi). Untuk melihat keragaman data antar kelompok perlakuan digunakan
analisa “One Way ANNOVA” dengan menggunakan software SPSS versi 12.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, hasil yang dicari dalam setiap tahap optimasi adalah
pertumbuhan kultur Daphnia sp. yang tinggi dengan periode kultur yang panjang
karena kondisi kultur ini berhubungan dengan nilai ekonomis selama proses produksi
Daphnia untuk pakan alami. Pertumbuhan populasi yang tinggi akan meningkatkan
Secara umum, populasi kultur D. magna konstan sampai hari ke-2 periode
kultur, kemudian meningkat hingga mencapai titik optimum dan kemudian turun
kembali. Kepadatan dan panjang periode kultur dapat berbeda, tergantung pada
pada awal periode kultur disebabkan oleh adanya proses adaptasi D. magna terhadap
penurunan kualitas air yang meliputi penurunan kadar oksigen terlarut (DO),
kenaikan kadar NH4+, dan perubahan pH yang melewati rentang toleransi adaptasi D.
magna Hasil dari setiap tahap optimasi dapat dilihat pada setiap sub-bab berikut ini.
28
70
60
Kepadatan (ind/L)
50
40 Series1
30 Series2
Series3
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gambar 4.1 Pertumbuhan populasi dan panjang periode kultur D. magna Dengan
magna dicapai pada hari ke-10 kultur dengan kepadatan (58.3±6.65) individu/L.
populasi dengan kepadatan (37.5±15.1) individu/L pada hari ke-9 periode kultur,
29
(Tabel 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi bakteri dalam medium kultur D.
Tabel 4.1 Rata – rata dan standar deviasi kepadatan individu D. magna (ind/L)
dengan tiga perlakuan berbeda yaitu penambahan bakteri Bacillus subtilis,
bakteri nitrifikasi dan kontrol.
kultur yang lebih tinggi daripada perilaku kontrol. Hal ini disebabkan karena
akumulasi materi organik (sisa pakan, ekskresi, dan D. magna yang mati) dalam
sehingga kondisi fisika kimia air cenderung lebih tidak stabil seiring dengan kultur
yang semakin padat. Selain itu kadar ammonium yang tinggi pada perlakuan kontrol
menunjukkan dalam kultur ini tidak terdapat proses nitrifikasi, sehingga akumulasi
organik dalam kultur (sisa pakan, ekskresi, dan D. magna yang mati) sehingga
perlakuan kontrol dan mampu menghasilkan produktivitas kultur yang lebih besar.
Salah satu kelebihan lain dari B. subtilis adalah kemampuan berasosiasi dengan ragi
memproduksi asam amino (Park dan Reardon, 1996) sehingga pertumbuhan kultur
akan semakin baik. Meskipun kultur ini cukup produktif, namun setelah memasuki
hari ke-9 konsentrasi ammonium kultur medium ini lebih tinggi. Hal ini menunjukkan
karena dalam kultur ini tidak terdapat proses nitrifikasi karena konsentrasi
medium kultur, sehingga akumulasi zat toksik (ammonia) dapat dihindari meskipun
terdapat banyak materi organik yang kaya nitrogen (sisa pakan, ekskresi, dan D.
magna yang mati) terlarut dalam kultur. Selain itu kondisi fisika kimia kultur dapat
lebih stabil, sehingga tidak terdapat ancaman fisiologis pada kultur D. magna
Melalui kurva pertumbuhan dan analisa statistik, jenis bakteri yang optimal
untuk meningkatkan kepadatan dan panjang periode kultur D. magna adalah bakteri
nitrifikasi. Bakteri inilah yang akan digunakan untuk tahap optimasi selanjutnya.
cenderung stabil dan berada pada kisaran optimal untuk pertumbuhan D.magna
(Gambar 6). Nilai DO pada periode awal kultur berkisar antara 6,37-7,56 mg/L. Pada
akhir periode kultur nilai DO terendah adalah pada medium D. magna kontrol (6,7
mg/L) dan yang tertinggi pada perlakuan aplikasi bakteri nitrifikasi (7,91 mg/L).
32
9.00
8.00
7.00
DO (mg/L)
6.00
5.00 Series1
4.00 Series2
3.00 Series3
2.00
1.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
mendapatkan asupan oksigen dari aerasi. Selain itu akibat dari suhu kultur yang tetap
stabil akan menjaga pH dan DO tetap stabil (Mokoginta, 2003). Perubahan DO masih
konsentrasi oksigen terlarut dalam kultur D. magna ini adalah aktivitas metabolisme
D. magna, ragi dan bakteri aerobik (B. subtilis dan nitrifikasi). Perbedaan DO antara
ketiga perlakuan tidak berbeda signifikan karena kultur ini mendapatkan asupan
Pada perlakuan kontrol DO cenderung lebih rendah (tidak signifikan). Hal ini
diduga disebabkan karena sebagian besar ragi tidak dilisiskan seperti pada perlakuan
B. subtilis sehingga sisa ragi yang berlebih menjadi sulit dicerna D. magna.
Kemudian sisa ragi tersebut akan melakukan proses metabolisme yang memerlukan
oksigen (Kessler dan Lampert, 2004). Selain oksigen terlarut tersebut dimanfaatkan
oleh sel ragi, kondisi stres akibat peningkatan kadar ammonium dalam kultur akan
33
membuat laju metabolisme D. magna meningkat dan membuat kadar oksigen terlarut
oksigen terlarut tersebut tidak akan begitu besar karena ketidakhadiran sel ragi. Sel-
sel ragi dalam kultur ini telah didekomposisi oleh B. subtilis sehingga kadar oksigen
kimia kultur lebih stabil. Keberadaan ammonium dalam medium menjadi sangat
rendah (tabel 4.4) sehingga tidak akan membuat D. magna stres akibat zat toksik
tersebut. Stres akibat zat toksik akan meningkatkan laju metabolisme dan penggunaan
4.1.2.2 pH
stabil (Gambar 4.3) dan berada dalam kisaran toleransi aman bagi kultur D. magna
yaitu 6,5-8,5 (Pennak, 1989). Nilai pH pada londisi awal kultur antara 6,37-7,85.
Pada akhir periode kultur pH terendah adalah pada perlakuan B. subtilis (6,95) dan
10.00
8.00
6.00 Series1
pH
4.00 Series2
Series3
2.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
menunjukkan nilai rata-rata yang relatif lebih rendah daripada perlakuan penambahan
bakteri nitrifikasi. Hal ini disebabkan karena proses dekomposisi materi organik oleh
cenderung lebih rendah dan pada sebuah kondisi konsentrasi ammonium yang tinggi
2NO2 + O2 2 NO3
Pada perlakuan bakteri nitrifikasi dimana proses di atas terjadi, oksigen terlarut yang
digunakan efektif sehingga pH dapat kembali stabil dengan lebih cepat dan diduga
dalam sistem kultur terbentuk sebuah sistem buffer yang baik sehingga pH tetap
dalam kisaran optimal bagi bakteri nitrifikasi (Ghanavati et.al., 2008; Tarre dan
Green, 2004). Sedangkan pada dua perlakuan lainnya karena ketidakhadiran bakteri
tidak teroksidasi akan mempertahankan pH tidak menurun atau tetap pada kisaran
netral.
4.1.2.3 Ammonium
2.5
NH4+(mg/L)
2
Series1
1.5
Series2
1 Series3
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
kultur yang mendapatkan perlakuan berbeda cukup fluktuatif dan berbeda secara
nyata (Gambar 4.4). Pada perlakuan penambahan bakteri nitrifikasi kadar amonium
berada dalam kisaran paling rendah sejak awal sampai akhir periode kultur. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ammonium yang berada dalam kultur telah teroksidasi
tertinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya mulai dari awal sampai akhir periode
kultur. Amonium adalah zat yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme hewan
perairan dan juga hasil proses dekomposisi materi organik. Pada perlakuan B. subtilis,
36
konsentrasi amonium cukup tinggi karena bakteri ini memiliki enzim proteolitik
sehingga protein ragi dapat terurai/dekomposisi menjadi lebih sederhana salah satu
senyawa turunannya adalah ammonium. Sumber ammonium lain dalam sistem kultur
diberi inokulasi B. subtilis berasal dari sisa pakan dan ekskresi dari metabolisme D.
magna (Park dan Reardon, 1996). Selain karena penumpukkan senyawa ammonium
magna (H-1), dan 24 jam setelah inokulasi D. magna (H+1) dapat dilihat pada
gambar 4.5
37
160
140
Kepadatan (ind/L) 120
100
Series1
80
Series2
60
Series3
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-20
perlakuan lainnya dengan kepadatan kultur sebesar 127±38.94 individu/L pada hari
ke-13 periode kultur. Kemudian pertumbuhan kultur D. magna pada perlakuan H-1
dicapai pada hari ke-12 periode kultur. Hasil terendah didapat pada perlakuan
pada hari ke-10 periode kultur. Berdasarkan hasil uji statistik dengan ANOVA,
dengan perlakuan lainnya mulai hari ke-4 periode kultur (tabel 4.2).
38
Tabel 4.2 Rata – rata dan standar deviasi kepadatan individu D. magna
magna (Ind/L) dengan waktu pemberian inokulasi bakteri
nitrifikasi yang berbeda.
Hari Ke-
Jumlah H-1 Jumlah H+1 Jumlah H
1 10±0a 10±0 a
10±0a
2 10.78±1.17a 12.11±2.32a 11.50±1.83b
3 11.44±2.19a 13.56±2.61a 13.40±2.58a
4 12.22±3.25a 19.78±4.43b 14.30±4.14a
5 14.67±5.17a 23.67±5.29b 18.30±6.18a
6 16.78±7.38a 29.33±10.52b 22.30±8.81a
7 25.22±8.57ab 38.56±18.69cd 34.3±10.93bc
8 29.56±9.5a 71.22±15.06b 42.1±12.59c
9 38.11±6.89a 90.22±11.43b 52.1±9.85c
10 46.22±8.91a 111.89±19.44b 58.3±6.65a
11 62.22±8.96a 121.44±21b 55.3±8.98a
12 84.67±22.43a 126±33.27b 54±13.53c
13 75±22.35a 127±38.94b
14 74±25.16a 123.22±46.93b
15 120.22±51.42
Huruf yang sama pada satu baris menunjukkan nilai rata-rata yang tidak
berbeda secara signifikan (P>0,05)
Kultur yang diberi perlakuan H+1 memberikan hasil produktivitas lebih baik
ammonium sudah berada pada konsentrasi cukup tinggi (tabel 4.8). Diprediksikan
bahwa tidak terjadi/sangat rendah perilaku memangsa dari D. magna terhadap bakteri
dalam kultur ini karena pada hari pertama kultur D. magna telah tercukupi nutrisinya
dengan memakan ragi. Akibat dari konsentrasi ammonium yang tinggi ini,
konsentrasi bakteri nitrifikasi akan tinggi serta diiringi dengan aktifitas nitrifikasi
yang juga tinggi. Dengan aktifitas nitrifikasi yang tinggi maka kualitas air kultur
39
menjadi baik bagi kultur D. magna karena konsentrasi ammonium yang dapat
optimal.
dengan perlakuan lainnya. Hal ini terkait dengan perilaku makan D. magna yang
bakteri jauh lebih kecil dibandingkan dengan pakan sehingga yang lebih berpeluang
lebih besar untuk dimakan terlebih dahulu adalah bakteri nitrifikasi. Tidak semua
bakteri dimakan sehingga tetap dapat menjaga kondisi fisika-kimia kultur, meskipun
performanya tidak sebaik dua perlakuan sebelumnya. Hal ini diduga disebabkan oleh
bakteri nitrifikasi.
ada/sangat rendah (tabel 4.8) sehingga bakteri tidak dapat tumbuh dengan optimum.
Satu hari setelah bakteri nitrifikasi diinokulasi, D. magna diinokulasi ke dalam kultur
dan seperti halnya pada perlakuan H bahwa bakteri nitrifikasi diprediksi juga
dimangsa oleh D. magna, namun karena sebelumnya sudah sempat tumbuh dalam
waktu satu hari maka performa bakteri nitrifikasi kultur H-1 ini lebih baik daripada
kultur H.
40
cenderung stabil dan berada pada kisaran optimal untuk pertumbuhan D.magna
(Gambar 10). Nilai DO pada periode awal kultur berkisar antara 6,73-7,56 mg/L.
Pada akhir periode kultur nilai DO terendah adalah pada medium D. magna perlakuan
H+1 (6,93 mg/L) dan yang tertinggi pada perlakuan H (7,91 mg/L).
8.00
7.50
DO (mg/L)
Series1
7.00
Series2
Series3
6.50
6.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Gambar 4.6 DO pada perlakuan waktu inokulasi bakteri nitrifikasi pada waktu yang
berbeda
Pada tahap optimasi kali ini, DO berada pada kisaran optimal bagi kultur D.
dalam proses ini untuk mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan nitrat (Ward,
41
1996). Selain aktivitas bakteri nitrifikasi, kebutuhan oksigen D. magna pun akan
paling rendah dibandingkan dua perilaku lainnya. Hal ini sejalan juga dengan
aktivitas bakteri nitrifikasi dan pertumbuhan kultur D. magna yang optimum. Pada
perlakuan H dan H-1 nilai DO lebih tinggi daripada perlakuan H+1. Kecenderungan
nilai DO yang lebih tinggi pada perlakuan H dan H-1 mempengaruhi produktivitas
4.2.2.2 pH
cenderung stabil dan berada dalam kisaran toleransi aman bagi kultur D. magna yaitu
6,5-8,5 (Pennak, 1989). Nilai pH pada londisi awal kultur antara 7,58-7,85. Pada
akhir periode kultur pH terendah adalah pada perlakuan H+1 (7,24) dan nilai pH
8.50
8.00
Series1
pH
7.50
Series2
7.00 Series4
6.50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Gambar 4.7 pH pada perlakuan waktu inokulasi bakteri nitrifikasi pada waktu yang
berbeda
42
Kestabilan nilai pH ini berkaitan erat dengan fungsi bakteri nitrifikasi yang
mereduksi jumlah ammonium dalam air. Jika pH kultur D. magna melebihi 8,5 atau
kurang dari 6,5 maka hal ini menunjukkan bahwa dalam kultur tersebut tidak terdapat
Dalam penelitian tahap II ini pH kultur masih berada dalam kisaran optimum bagi
Dalam proses nitrifikasi, ammonium akan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat.
Selama proses tersebut akan dilepaskan ion H+ (Ward, 1996), sehingga semakin
tinggi aktivitas nitrifikasi dalam sebuah kultur maka akan terdapat penurunan pH
yang semakin rendah (asidifikasi) (Tarre dan Green, 2004). Pada perlakuan H+1
sehingga hal ini menyebabkan kultur D. magna yang diberi perlakuan inokulasi
bakteri nitrifikasi pada waktu H+1 memiliki pH lebih rendah dibandingkan dua
perlakuan lainnya.
karena pada masa awal kultur yang diberi perlakuan H, bakteri nitrifikasi dimangsa
4.2.2.3 Ammonium
kultur yang mendapatkan perlakuan berbeda cukup fluktuatif dan berbeda secara
nyata pada hari ke-4 sampai ke-9 periode kultur (Gambar 12). Pada awal periode
kultur kisaran kadar ammonium adalah antara 0-1,1 mg/L. Pada akhir periode kultur
kadar ammonium tertinggi adalah pada perlakuan H+1 (1,767 mg/L) dan kadar
2.5
2
NH4+(mg/L)
Series1
1.5
Series2
1
Series4
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
-0.5
Gambar 4.8 Amonium pada perlakuan waktu inokulasi bakteri nitrifikasi pada waktu
yang berbeda
Pada periode awal kultur yang diberi perlakuan H-1, kadar ammoniumnya
sama dengan perlakuan H+1. Meskipun demikian kultur D. magna perlakuan H-1
tidak tumbuh sama optimumnya dengan perlakuan H+1. Hal ini diduga karena bakteri
diinokulasikan saat jumlah amonium terlarut belum ada atau terlalu rendah/belum
mencukupi kebutuhan bakteri nitrifikasi, sehingga saat memasuki hari periode kultur
44
selanjutnya diduga sebagian dari populasi bakteri mati atau melemah sehingga
seoptimum perlakuan H+1. Hal ini dapat dilihat pada gambar 12 bahwa konsentrasi
ammonium perlakuan H-1 pada awal periode kultur rendah kemudian selanjutnya
Pada perlakuan H+1 dimana saat bakteri nitrifikasi ditambahkan dalam kultur
satu hari setelah D. magna diinokulasikan. Saat bakteri nitrifikasi ditambahkan, kadar
ammonium pada kultur D. magna cukup tinggi yaitu 1,26 mg/L. Konsentrasi
ammonium ini meskipun cenderung lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, namun
tetap dalam kisaran toleransi bagi kultur D. magna. Dibandingkan terhadap perlakuan
H-1, perlakuan H+1 dapat menjaga kestabilan kadar ammonium dalam kultur. Hal ini
diduga karena kadar ammonium secara optimum dapat dimanfaatkan oleh bakteri
nitrifikasi untuk tumbuh, sehingga kondisi kultur dapat lebih stabil dan lebih tinggi
produktivitasnya (Matsuzaka et.al., 2003). Pada hari ke-11 dan ke-12 terdapat
pelonjakan kadar ammonium dalam kultur yang diberi perlakuan H+1 karena pada
saat tersebut terjadi pertumbuhan kultur D. magna yang mencapai puncak kepadatan
kultur (Tabel 4.2), namun karena performa bakteri nitrifikasi cukup baik maka pada
hari selanjutnya (hari ke-13) kadar ammonium dalam kultur D. magna dapat
diturunkan kembali.
inokulasi D. magna dalam kultur menunjukkan kadar ammonium yang cukup rendah
45
menunjukkan pertumbuhan kultur yang lebih baik daripada perlakuan H-1 dan H+1.
Perilaku makan Daphnia sebagai unselected filter feeder akan lebih cenderung
memilih makanan yang memiliki ukuran sel terkecil (Penalva-Arana, 2007), sehingga
diprediksi sebagian besar bakteri nitrifikasi yang ditambahkan dalam medium kultur
dimangsa oleh D. magna. Akibatnya meskipun dapat menjaga kondisi medium kultur
tetap stabil tetapi performa bakteri nitrifikasi tidak sebaik dua perlakuan sebelumnya.
pada perlakuan H+1 lebih tinggi daripada dua perlakuan lainnya, sehingga laju
nitrifikasi kultur dapat berlangsung dengan optimal. Waktu inokulasi yang tepat
dalam akuakultur menentukan performa bakteri nitrifikasi dalam kultur karena erat
Berdasarkan hasil penelitian ini, faktor yang paling penting dalam kultur
Daphnia magna adalah konsentrasi amonium dalam medium kultur. Oleh karena itu,
dibutuhkan aplikasi bakteri nitrifikasi dan waktu penambahan bakteri nitrifikasi yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapat dari peneltian maka dapat dibuat
5.2. Saran
0,1 % volume media kultur. Oleh karena itu, dalam penelitian lebih lanjut perlu
DAFTAR PUSTAKA
Vol.90 No.3:234-240
Bairagi, A., Ghosh, KS. Sen, SK. and AK. Ray. 2004. Evaluation of the nutritive
bacteria Bacillus subtilis and Bacillus circulans in formulated diets for rohu,
Cole, G.A. 1994. Textbook of Limnology (4th ed). Waveland Press inc. Illinois.
Delbaere, D & P.Dhert. 1996. Cladocerans, Nematodes & Trochopora Larvae dalam
manual “On The Production and use of Live Food for Aquaculure.” Editor :
Farzanfar, Ali. 2006. The use of probiotics in shrimp aquaculture. Iranian Fisheries
Hall. NewYork.
press.
Copenhagen.
25:633–642.
James, C. M. & T. Abu-Rezeq, 1989b. An intensive chemostat culture system for the
140:381-387
Mokoginta, Ing. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar, Modul : Budidaya
Nandy , Subir Kumar and Venkatesh, K. V. . 2008. Effect of Carbon and Nitrogen
Noerdjito, Diah Radini. 2003. Optimasi suhu, pH, serta jumlah dan jenis pakan pada
London, Toronto.
/ December, 2007
Pennak, R.W. 1989. Freshwater Invertebrate of The United States (3rd ed). John
Rottmann, RW, J. Scott Graves, Craig Watson and Roy P.E. Yanong. 2003. Culture
Techniques of Moina: The Ideal Daphnia for Feeding to Freshwater Fish Fry.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sasmita J., Pande Gede. 2006. Pengembangan Teknologi ‘Zero Water Discharge’
Bandung
51
Snell, T. W., 1991. Improving the design of mass culture systems for the rotifer,
Belgium.
Yoshimura, K., 1995. A high density mass culture system of the rotifer Brachionus
671.
Ward BB. 1996. Nitrification and ammonification in aquatic systems. Life support &
Yasuda K & Taga N. 1980. A mass culture method for Artemis salinausing bacteria
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C