Anda di halaman 1dari 69

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KULTUR Chaetoceros sp. SKALA LABORATORIUM SEBAGAI


PAKAN ROTIFER (Branchionus sp.) DI SRIRACHA FISHERIES
RESEARCH STATION, CHONBURI DAN SAMUTSONGKHRAM
FISHERIES RESEARCH STATION, SAMUTSONGKHRAM,
THAILAND.

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG


PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN

SINTHA MAYANDA YULIANTO


MATARAM - NUSA TENGGARA BARAT

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


7/15 ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp... SINTHA MAYANDA
7/15 ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

iii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp... SINTHA MAYANDA
7/15 ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

iv

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp... SINTHA MAYANDA
7/15 ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp... SINTHA MAYANDA
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RINGKASAN

SINTHA MAYANDA YULIANTO. Kultur Chaetoceros sp. Skala


Laboratorium sebagai Pakan Rotifer (Branchionus Sp.) di Sriracha Fisheries
Research Station, Chonburi dan Samutsongkhram Fisheries Research Station,
Samutsongkhram, Thailand. Dosen Pembimbing Dr. Endang Dewi Masithah,
Ir., M. Si.

Dalam proses budidaya perikanan, plankton dibutuhkan sebagai pakan


alami bagi larva ikan maupun udang. Berdasarkan struktur dan kandungannya,
plankton dibagi menjadi diatom, alga hijau, alga coklat, alga merah, dll. Salah satu
contoh dari diatom yang dikultur adalah Chaetoceros sp., Plankton ini merupakan
diatom yang didapatkan dari air laut dan bisa dikultur dalam skala laboratorium
maupun massal tergantung pada kebutuhannya.

Salah satu Negara yang cukup terkenal hasil perikanannya adalah Thailand
atau yang terkenal dengan julukan negeri Gadjah Putih, keberhasilan dari
budidaya ikan maupun udang tentunya ditunjang dengan penyediaan pakan alami
yang cocok bagi komoditas. Sehingga perlu dilakukan Praktek Kerja Lapang
(PKL) untuk mendalami kultur plankton berjenis diatom khususnya Chaetoceros
sp. sebagai pakan rotifer di research dibawah naungan Kasetsart University.
Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Sriracha Fishery Research
Station, Chonburi Dan Samutsongkhram Fisheries Research Station,
Samutsongkhram, Thailand pada 17 Januari-14 Februari 2016. Metode kerja yang
digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif yakni dengan
melakukan pengamatan langsung sehingga diperoleh data primer dan sekunder.
Pengambilan data dilakukan dengan survey, observasi, dan praktek.

Dalam proses kultur diatom, research mengambil air laut dari Gulf of
Thailand yang telah disterilkan dan ditambah dengan media Conwy. Media
Conwy mengandung 3 part yang dibutuhkan diatom untuk bertumbuh dengan
baik, ketiga part tersebut adalah makronutrien, vitamin B komplek dan
methasilicate. Kultur Chaetoceros sp. membutuhkan methasilicate karena struktur

vi

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dari diatom ini mengandung silikat, sehingga untuk memaksimalkan


pertumbuhannya perlu ditambahkan methasilicate. Chaetoceros sp. diambil
menggunakan plankton net dari laut Gulf of Thailand lalu dibuat kultur murni di
laboratorium. Plankton yang diambil di alam memiliki ukuran yang relative lebih
besar dibandingkan plankton yang dikultur. Hal ini disebabkan karena luas dari
laut yang tak terbatas untuk betumbuhnya plankton serta nutrient yang tersedia di
laut lebih lengkap dan sesuai dengan kebutuhan plankton.

Chaetoceros sp. disukai rotifer karena mudah dicerna. Chaetoceros sp.


akan diberikan pada rotifer pada masa eksponensial yaitu 3 hari setelah dikultur
dengan dosis 100 ml. Chaetoceros sp. akan ditambahkan dalam rotifer apabila
warna kultur rotifer mulai memudar. Di Indonesia penggunaan Chaetoceros sp.
belum banyak digunakan karena rata-rata orang menggunakan Tetraselmis sp. dan
Chlorella sp. sebagai pakan rotifer.

Kendala yang ditemukan dalam kultur Chaetoceros sp. di Sriracha


Fisheries Research Station adalah terbatasnya jumlah pipet ukur untuk
mencampur part media Conwy dalam air laut, di research ini hanya digunakan
satu pipet untuk mengambil tiap part (makronutrien, vitamin B, dan methasilicate)
sehingga hal ini mampu mengubah komposisi dan ketepatan volume tiap part
yang sebenarnya, namun hal ini tidak berpengaruh besar terhadap pertumbuhan
Chaetoceros sp.

vii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SUMMARY

SINTHA MAYANDA YULIANTO. Chaetoceros sp. Culture in di Laboratory


Scale as Feed for Rotifer (Branchionus Sp.) at Sriracha Fisheries Research
Station, Chonburi and Samutsongkhram Fisheries Research Station,
Samutsongkhram, Thailand. Academic Advisor Dr. Endang Dewi Masithah,
Ir., M. Si.
In fish farming, plankton needed as natural feed for fish and also shrimp
larval. Based on structure and composition, plankton divided to diatom, green
algae, brown algae, red algae, etc. One of kind from diatom is Chaetoceros sp.,
this diatom can take from salt water and can cultured in laboratory scale to
massive scale depend on necessary.

On of country that famous with product of fish is Thailand with epithet


Land of White Elephant, success from fish and shrimp farming support with good
natural feed stock for the commodity, so it need to be carried Field Work Practice
(PKL) to learned more about plankton culture kind diatom special for
Chaetoceros sp. as natural feed rotifer in research under protection Kasetsart
University. Field Work Practice (PKL) was carried out in Sriracha Fishery
Research Station, Chonburi and Samutsongkhram Fisheries Research Station,
Samutsongkhram, Thailand at January 17th to February 14th, 2016. . The work
method used in this Field Work Practice is descriptive method with direct
observation in order to obtain primary and secondary data. Data collection was
performed with survey, observation, and practice.

In process diatom culture, the research take salt water form Gulf of
Thailand and sterilized also added Conwy medium. Conwy medium have 3 part
needed for growth of diatom. The part are macronutrient, vitamin B complex, and
methasilicate. Chaetoceros sp. culture need methasilicate because the structure of
diatom made from silicate, so it for the maximum of growth need added
methasilicate. Chaetoceros sp. take from Gulf of Thailand used plankton net and
make pure culture in laboratory. Plankton was take from mature have size relative

viii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

bigger than plankton cultured, this happen because wide of the sea was unlimited
for plankton‟s growth, also the nutrient in sea is complete than in laboratory.

Chaetoceros sp. liked by rotifer because it easy to disgested. Chaetoceros


sp. will give to rotifer in exponensial time, that is the 3rd days with dose 100 ml.
Chaetoceros sp. will adding to rotifer culture when the color of rotifer culture
being transparent. In Indonesia, no many farmer use Chaetoceros sp. as natural
feed for rotifer, they usually use Tetraselmis sp. dan Chlorella sp. as feed for
rotifer.

Constraint founded in Chaetoceros sp. culture in Sriracha Fisheries


Research Station is the limited of measuring pipette to mixed 3 part of Conwy
medium at salt water, in this research only use one pipette to take all part
(macronutrient, vitamin B, and methasilicate), so it can change the composition
and the true volume a part, but this constraint not have big effect for growth of
Chaetoceros sp.

ix

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat-Nya laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) dengan judul Kultur

Diatom Chaetoceros Sp. Skala Laboratorium sebagai Pakan Rotifer (Branchionus

Sp.) di Sriracha Fishery Research Station, Chonburi Dan Samutsongkhram

Fisheries Research Station, Samutsongkhram, Thailand dapat terselesaikan.

Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan pada tanggal 17

Januari – 14 Februari 2016.

Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini masih

jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang membangun akan

diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan laporan yang selanjutnya. Penulis

berharap semoga laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dapat bermanfaat dan

memberikan informasi bagi semua pihak.

Surabaya, Maret 2016

Penulis

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tidak

terhingga kepada:

1. Ibu Dr. Mirni Lamid, MP., drh., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan

Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya.

2. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., M. Si., selaku Dosen Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan, arahan serta petunjuk mulai dari

penyusunan usulan hingga selesainya laporan Praktek Kerja Lapang.

3. Bapak Agustono, Ir., M.Kes. selaku Koordinator Praktek Kerja Lapang

yang telah memberikan arahan dalam persiapan hingga pelaksanaan

Praktek kerja Lapang.

4. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Kasetsart University,

Thailand yang memberikan kesempatan untuk mempelajari ilmu budidaya

di tempat penelitian yang dimiliki yaitu Sriracha Fisheries Research

Station dan Samutsongkhram Fisheries Research Station.

5. Ibu Dr. Wanmimol selaku Wakil Dekan di Fakultas Perikanan dan

Kelautan Kasetsart University yang telah menyambut serta

mempersiapkan segala aktivitas praktek kerja lapang di Thailand.

6. Mr. Alongot Intrarachart (P‟Koh) dan Mr. Weerakit Joerakate (P‟Game),

selaku Kepala Research Station yang telah mengijinkan untuk belajar lebih

banyak di Sriracha Fishery Research Station, Chonburi Dan

Samutsongkhram Fisheries Research Station, Samutsongkhram, Thailand.

xi

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7. Mr. Attawut Kantavong (P‟Kongh) dan Mrs. Naruechon Pattarapanyavong

(P‟Moon), selaku Supervissor yang membimbing selama pembelajaran di

Sriracha Fishery Research Station, Chonburi Dan Samutsongkhram

Fisheries Research Station, Samutsongkhram, Thailand.

8. Mr. Saroj Rermdumri (P‟Lon), Mrs. Kanokwan Khaodon (P‟O), Mr.

Somchai Sakawjit (P‟Thee), dan seluruh staff di Sriracha Fishery

Research Station, Chonburi Dan Samutsongkhram Fisheries Research

Station, Samutsongkhram, Thailand yang telah membantu kami

beradaptasi dengan kehidupan di Thailand.

9. Ita Zefares, Chamaiporn Srishakam, dan Metchawin Pasotakang, selaku

teman-teman di Thailand, yang sudah mendukung dan membantu segala

aktifitas praktek kerja lapang di Thailand.

10. Daniel Onny S., Hadi Subarkah, dan A. Farid Ary W selaku senior yang

menjadi motivator dan pembimbing kami dari sebelum hingga setelah

PKL.

11. Virly Rachmawati, Alfindra Haida Nabila, dan Mukhammad Riza Noor

Tsany, selaku tim praktek kerja lapang yang sudah membantu dalam

menyelesaikan praktek ini hingga akhir.

12. Kedua orang tua saya yang telah mendoakan dan mendukung saya serta

menasehati saya.

13. Yoeswien Eka Rhaka Lam, selaku teman dekat yang telah membantu

menyelesaikan laporan ini hingga akhir.

xii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14. Semua pihak yang turut berperan dalam meneyelesaikan laporan praktek

kerja lapang ini.

xiii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

RINGKASAN .................................................................................................... v

SUMMARY ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. x

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN
14.1. ................................................................................. Latar Belakang 1
14.2. ................................................................................. Tujuan 2
1.3 Manfaat .................................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Biologi Chaetoceros Sp. ................................................. 3
2.1.1 Klasifikasi Chaetoceros Sp .................................... 3
2.1.2 Morfologi Chaetoceros Sp ..................................... 4
2.1.3 Habitat Dan Penyebaran Chaetoceros Sp............... 5
2.1.4 Siklus Hidup Dan Reproduksi Chaetoceros Sp ............................... 6
2.1.5 Nutrisi Yang Dibutuhkan Chaetoceros Sp. ............ 6
2.1.6 Kandungan Chaetoceros Sp ................................... 8
2.2 Kultur Chaetoceros Sp .................................................. 9
2.2.1 Faktor Yang Berpengaruh ...................................... 9
2.2.1.1 Suhu ........................................................................................... 10
2.2.1.2 Pencahayaan ............................................................................... 10
2.2.1.3 Salinitas ...................................................................................... 10
2.2.2 Media Kultur Plankton ............................................. 11
2.2.2.1 Media Conwy ............................................................................. 11
2.3 Rotifer (Branchionus sp.) ............................................... 11

BAB 3 RENCANA KEGIATAN


3.1. Tempat Dan Waktu ....................................................... 15
3.2. Metode Kerja ................................................................. 15

xiv

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.3. Metode Pengumpulan Data ........................................... 15
3.3.1 Data Primer .............................................................. 15
3.3.1.1 Metode Survei .................................................... 16
3.3.1.2 Metode Observasi............................................... 16
3.3.1.3 Metode Praktek .................................................. 17
3.3.2 Data Sekunder .......................................................... 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Geografis Dan Topografi ................................... 18


4.1.1 Universitas Kasetsart ................................................ 18
4.1.2 Sriracha Fisheries Research Station ......................... 19
4.1.2.1 Lokasi ................................................................. 20
4.1.2.2 Visi Dan Misi ..................................................... 20
4.1.2.3 Sarana Dan Prasarana ......................................... 21
A. Air............................................................................................. 21
B. Wadah Kultur ........................................................................... 21
C. Sterilitator ................................................................................. 22
D. Bangunan .................................................................................. 23
4.1.3 Samutsongkhram Fisheries Research Station .................................. 28
4.1.3.1 Lokasi ................................................................. 29
4.1.3.2 Visi Dan Misi ..................................................... 29
4.1.3.3 Sarana Dan Prasarana ......................................... 30
A. Air............................................................................................. 30
B. Wadah Kultur ........................................................................... 30
C. Sterilitator ................................................................................. 31
D. Bangunan .................................................................................. 32
4.2 Kultur Chaetoceros Sp ................................................... 35
4.2.1 Persiapan .................................................................. 35
4.2.1.1 Air ...................................................................... 35
4.2.1.2 Wadah ................................................................ 36
4.2.1.3 Medium Conway ................................................ 36
4.2.2 Teknik Kultur Chaetoceros Sp ................................. 38
4.2.2.1 Kultur Murni Chaetoceros Sp ............................ 38
4.2.2.2 Kultur Skala Laboratorium ................................ 38
4.2.3 Kurva Pertumbuhan Chaetoceros Sp ....................... 40
4.3 Aplikasi Pada Rotifer Sp ................................................ 41
4.4 Kendala dalam Kultur Chaetoceros sp .......................... 42

BAB 5 KESIMPULAN
5.1 Simpulan ........................................................................ 43

xv

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.2 Saran ....................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45

LAMPIRAN .......................................................................................................... 48

xvi

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi Chaetoceros sp ...................................................................................5

2. Fakultas Perikanan Universitas Kasetsart ..........................................................19

3. Lokasi Sriracha Fisheries Research Station .......................................................20

4. Sumber air laut dan pipa saluran ........................................................................21

5. Wadah kultur Chaetoceros sp ............................................................................22

6. Autoklaf untuk sterilisasi alat.............................................................................23

7. Laboratorium kualitas air ...................................................................................24

8. Aula Pertemuan ..................................................................................................25

9. Kamar mahasiswa ..............................................................................................25

10. Kolam Treatmen...............................................................................................26

11. Kolam hatchery Anemone Fish .......................................................................27

12. Kolam budidaya Anemone Mushroom ............................................................28

13. Lokasi Samutsongkhram Fisheries Research Station ......................................29

14. Kolam penampungan air laut ...........................................................................30

15. Wadah kultur plankton di Samutsongkhram Fisheries Research Station ........31

16. Autoklaf di Samutsongkhram Fisheries Research Station ..............................31

17. Laboratorium di Samutsongkhram Fisheries Research Station.......................32

18. Aula Samutsongkhram Fisheries Research Station. ........................................33

19. Lokasi kamar mahasiswa di Samutsongkhram Fisheries Research Station ....33

20. Kolam budidaya kakap di Samutsongkhram Fisheries Research Station .......34

xvii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21. Gudang pakan di Samutsongkhram Fisheries Research Station .....................34

22. Proses persiapan air ..........................................................................................35

23. Wadah kultur plankton di Samutsongkhram Fisheries Research Station ........36

24. Medium Conwy yang digunakan .....................................................................37

25. Kultur skala laboratorium Chaetoceros sp .......................................................39

26. Diagram pertumbuhan Chaetoceros sp. di Samutsongkhram Fisheries


Research Station...............................................................................................40

xviii

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang .....................................................................48

2. Tempat Praktek Kerja Lapang di Sriracha Fisheries Reasearch Station,


Provinsi Chonburi, Thailand ............................................................................. 49

3. Praktek Kerja Lapang ........................................................................................ 50

xix

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


1

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang sebagian besar negaranya adalah perairan memiliki

biodiversitas yang melimpah, salah satunya yang bisa dikembangkan untuk

dikultur adalah plankton. Organisme ini memiliki manfaat sebagai pakan alami

bagi organisme perairan terutama organisme dalam tahap larva, bioremediasi,

biofuel, serta sebagai sumber komponen aktif antibakteri. Salah satu plankton

yang berpotensi untuk dikembangkan dan terdapat cukup banyak di perairan

Indonesia adalah Chaetoceros sp. (Setyaningsih, 2012).

Chaetoceros sp. adalah salah satu jenis plankton dari golongan diatom

yang sering digunakan sebagai pakan alami pada hatchery ataupun nursery pada

masa larva, hal ini dikarenakan Chaetoceros sp. memiliki kandungan protein,

karbohidrat serta asam lemak yang tinggi bagi perkembangan larva (Sutomo,

2005). Penggunaan unsur hara makro dan mikro dalam media kultur Chaetoceros

sp. sangat penting untuk mendapatkan nilai produktivitas kultur yang tinggi dan

kualitas biomassa yang baik sehingga kebutuhan Chaetoceros sp. dapat tercukupi

untuk pembenihan menggunakan air laut atau pembenihan di laut (Indarnawan,

2012).

Kultur murni plankton adalah kultur yang dilakukan di ruangan tertutup

atau laboratorium dengan tujuan mendapatkan spesies murni (monospesies).

Kegiatan kultur murni meliputi tahapan sterilisasi alat dan bahan, isolasi, kultur

media agar dan penyimpanan bibit (Ismantara, 2009). Dalam proses kultur diatom

dibutuhkan media yang mengandung nutrisi dalam mendukung pertumbuhan

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


2

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

plankton. Jenis media yang bisa digunakan dalam kultur Chaetoceros sp. harus

mengandung silikat karena cangkang Chaetoceros sp. mengandung silikat yang

mendukung pertumbuhan diatom (Manurung, 2008).

Rotifer sp. merupakan salah satu mikroorganisme laut yang bisa

didapatkan di alam maupun dikultur untuk kepentingan budidaya. Rotifer sp.

memiliki sistem pencernaan yang cukup baik dibandingkan filum lainnya, Rotifer

sp. mampu mencerna makanan secara kimiawi di dalam sistem pencernaannya

(Sutomo, 2007).

Berdasarkan dasar pemikiran yang telah dijabarkan, maka dilakukan

Praktek Kerja Lapang (PKL) di Sriracha Fisheries Research Station, Chonburi,

Thailand

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah :

1. Mengetahui cara kultur Chaetoceros sp. di Sriracha dan Samutsongkhram

Fishery Research Station, Thailand.

2. Mengetahui kendala yang ditemukan dalam kultur Chaetoceros sp. di Sriracha

dan Samutsongkhram Fishery Research Station, Thailand.

1.3 Manfaat

Manfaat pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah :

1. Menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknik kultur Chaetoceros

sp.

2. Mengetahui perbandingan teknik kultur Chaetoceros sp. di Thailand sehingga

dapat menambah wawasan tentang kultur Chaetoceros sp.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


3

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Chaetoceros sp.

Diatom merupakan kelompok fitoplankton paling penting dan memberikan

kontribusi secara mendasar bagi produktivitas laut, khususnya di wilayah perairan

pantai. Diatom ini berisi sel tunggal atau rangkaian sel, diatom memiliki bagian

luar yang keras dan merupakan lapisan skeleton-silika (pectin yang berisi silica)

yang disebut frustula. Frustula atau dinding sel silica disusun dari dua katup,

bagian atas yang disebut epiteka dan katup bagian bawah yang disebut hipoteka.

Kedua katup tersebut dapat menutup satu sama lain seperti halnya petridisk dan

sering berisi ornament yang kompleks. Terdapat celah sempit yang terdapat pada

frustule dan berfungsi mempercepat pergantian nutrient, gas-gas, dan produk

metabolik (Manurung, 2008).

2.1.1 Klasifikasi Chaetoceros sp.

Klasifikasi Chaetoceros sp. menurut Isnansetya dan Kurniastuty (1995)

adalah sebagai berikut :

Phyllum : Chrysophyta

Class : Bacillariopohyceae

Sub Calss : Centricoe

Ordo : Centroles

Famili : Chaetoceros

Spesies : Chaetoceros sp

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


4

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.1.2 Morfologi Chaetoceros sp.

Chaetoceros sp. berbentuk bulat dengan diameter 4 sampai 6 mikron dan

ada yang berbentuk segi empat dengan ukuran 8 sampai 12 x 7 sampai 18 mikron.

Sel pembungkus diatom ini dibentuk dari silikat. Pigmen yang dominan pada

diatom ini adalah karotenoid dan diatomin, sehingga pada kultur, fitoplankton ini

berwarna kuning keemasan hingga coklat karena karotenoid akan menyerap warna

biru dan memantulkan warna lain seperti merah, jingga dan kuning (Manurung,

2008).

Menurut Tantikawulan (2011), Chaetoceros sp. termasuk dalam

kelompok diatom (Bacillariophyceae) yang mempunyai banyak species yang

dimungkinkan untuk pakan larva udang. Susunan tubuhnya ada yang berbentuk

sel tunggal dan ada juga yang berbentuk koloni dengan bentuk tubuh simetri

bilateral (pennales) dan simetri radial (centrals). Terdapat dinding sel yang disebut

frustula yang tesusun dari bagian dasar yang dinamakan hipoteka dan bagian tutup

dinamakan epiteka dan juga sabuk atau singulum. Frustula ini tersusun oleh zat

pectin yang dilapisi oleh silicon. Cadangan makanan berupa tepung

krisolaminarin.

Species yang sering digunakan adalah Chaetoceros calcitrans yakni

mempunyai karakteristik toleransi yang tinggi terhadap temperatur. Bila kulturnya

dilakukan pada temperatur 40°C, tidak terdapat pigmentasi, sedangkan pada

temperatur 20 -30°C pertumbuhan terjadi secara normal, sedangkan temperatur

yang optimal adalah 25 - 30°C. Salinitas minimal yaitu 6 ppt akan tetapi yang

optimal adalah 17 - 28 ppt (Manurung, 2008).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


5

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Morfologi dari Chaetoceros sp. akan disajikan dalam gambar

dibawah ini :

Gambar 1. Morfologi Chaetoceros sp. (Sumber : Rines, J. E. B. & Hargraves,


P. E., 1988).

2.1.3 Habitat Dan Penyebaran Chaetoceros sp.

Daerah penyebaran Chaetoceros sp. meliputi muara sungai, pantai dan

laut pada daerah tropis dan subtropis. Diatom ini bersifat thermophilic yang

berarti mampu hidup pada kisaran suhu yang tinggi, pada suhu air 400˚C

fitoplankton ini mampu bertahan hidup namun tidak berkembang. Suhu optimal

yang dibutuhkan Chaetoceros sp. adalah 25-30˚C. Salinitas optimal untuk

pertumbuhan optimal dari Chaetoceros sp. adalah 17-25 ppt. Pertumbuhan

Chaetoceros sp. ini juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Intensitas cahaya

yang optimal untuk pertumbuhannya ialah berkisar antara 500–10.000 lux, dan

pertumbuhannya akan menurun jika intensitas cahaya melebihi 10.000 lux

(Manurung, 2008).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


6

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.1.4 Siklus Hidup dan Reproduksi Chaetoceros sp.

Chaetoceros sp. melakukan reproduksi secara aseksual yaitu dengan

pembelahan sel dan seksual dengan pembentukan auxospora. Dalam proses

reproduksi plankton, silikat memiliki peranan penting yaitu sebagai bahan

pembentuk cangkang. Pembelahan sel pada fitoplankton ini sama seperti

pembelahan sel fitoplankton pada umumnya, dimana satu sel induk yang

membelah akan menghasilkan dua sel anak. Satu sel anak yang mendapatkan

bagian epiteka akan berkembang menyerupai ukuran sel induknya, sedangkan sel

anak yang mendapatkan bagian hipoteka akan tumbuh lebih kecil dari sel induk.

Pembelahan sel ini akan terus berlanjut sampai ukuran sel semakin kecil

(Sudjiharno, 2002).

Pembelahan sel Chaetoceros sp. yang dilakukan terus menerus

menyebabkan ukuran sel menjadi semakin kecil, dan sampai batas ukuran

tertentu, pembelahan sel ini akan berhenti sebentar dan berganti menjadi

reproduksi secara seksual melalui pembentukan auxospora dimana sel anak akan

keluar dari cangkang dan akan tumbuh membesar hingga ukurannya sama dengan

ukuran sel induk semula dan kemudian sel ini akan melakukan reproduksi secara

aseksual kembali yakni melalui pembelahan sel (Isnansetyo dan Kurniastuty,

1995).

2.1.5 Nutrisi yang dibutuhkan Chaetoceros sp.

Pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada nutrisi atau unsur hara

baik makro maupun mikro yang terkandung dalam media kultur. Unsur hara

makro meliputi nitrat, fosfat dan silikat sebagai dasar nutrient utama, unsur hara

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


7

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

mikro yang meliputi besi, molybdenum, copper, zinc dan cobalt. Vitamin B1, B12

dan biotin juga merupakan mikro nutrient yang dibutuhkan (Cahyaningsih, 2006).

Media kultur Chaetoceros sp. berupa air laut yang telah steril dengan

salinitas 25 – 30 ppt. Sterilisasi air laut dapat dilakukan dengan beberapa cara

antara lain dengan perebusan, sinar ultra violet (UV), ozonisasi dan chlorinisasi

(Sudjiharno,2002). Selanjutnya air laut yang telah steril kemudian diberi pupuk.

Chaetoceros sp. membutuhkan bahan organik dalam media hidupnya

untuk tumbuh dan berkembang biak, oleh karena itu dalam media kulturnya perlu

diperkaya dengan beberapa unsur hara. Unsur hara yang dibutuhkan adalah Nitrat

(NO3), Posfat (PO4), Kalium (K) dan Silikat (SiO3) (Miguel, 1980 dalam Sutomo,

2005).

Chaetoceros sp akan tumbuh dan berkembang biak jika air media

hidupnya dipupuk dan mendapat cahaya yang cukup. Pupuk yang digunakan

adalah pupuk Conwy yang terdiri dari 1 ml makronutrien, 1 ml Vitamin B

kompleks dan 1 ml Silikat. Makronutrien adalah unsur hara yang dibutuhkan

paling banyak pada tumbuhan. Makronutrien terdiri dari N (Nitrogen) yang

berfungsi membentuk protein, lemak dan berbagai senyawa organik lain,

pertumbuhan serta pembentukan sel secara vegetative. P (Fosfor) berfungsi untuk

metabolisme energi, sebagai stabilitator membran sel, pengaturan metabolism

alga, pengaturan produksi pati/amilum,pembentukan karbohidrat, sangat penting

dalam transfer energy, protein dan sintesis asam amino. K (Kalium) untuk

memperkuat organ alga, memperlancar metabolism, dan memperlancar

penyerapan makanan. S berfungsi pembentukan asam amino dan vitamin. Ca

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


8

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(Kalsium) yang berfungsi menyusun dinding sel dan mengatur permeabilitas

membrane. Mikronutrien terdiri dari Fe yang berfungsi penyangga kestabilan pH

media dan berperan dalam pembentukan klorofil, Zn berfungsi sebagai aktivator

enzim dan penyusun klorofil, Mn sebagai aktivator enzim, Cu berperan sebagai

ensim fenolase, lactase, dan askorbat aksidase. Mg berperan dalam pembentukan

klorofil, karbohidrat, lemak, vitamin, dan meningkatkan kandungan fosfat serta

pembentukan protein. Mo berperan dalam membentuk enzim reduktase, sintesis

asam askorbat dan ikut dalam metabolism fosfor, dan B yang berfungsi dalam

translokasi karbohidrat, sebagai aktivator dan inaktivator zat pengatur tumbuh.

Dalam pembuatan medium conwy, makronutrien dan mikronutrien dicampur

menjadi satu. Vitamin B kompleks yang digunakan terdiri dari B1, B2, B3, B5,

B6, B7, B9, dan B12 dan diperlukan dalam kultur untuk menunjang pertumbuhan

plankton. Silikat memiliki fungsi untuk memperkuat struktur lapisan luar dari

Chaetoceros sp. (Laboratorium Sriracha Fisheries Research Station, 2016).

2.1.6 Kandungan Chaetoceros sp.

Chaetoceros sp banyak digunakan sebagai pakan alami pada pembenihan

karena disamping memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, pada kondisi

lingkungan yang sesuai, kepadatan dari pakan alami ini cepat meningkat.

Kandungan nutrisi dari Chaetoceros sp. yaitu protein 35%, lemak 6,9%,

karbohidrat 6,6% dan kadar abu 28% (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Protein diatom Chaetoceros sp. dengan berat molekul 44, 42, 23 dan 12

kDa. Protein ini berbentuk filamen dengan panjang agregat filamen sekitar 0,036 -

0,096 mm. Protein ini mampu melakukan polikondensasi dan presipitasi silika

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


9

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dari substrat tetraethoxyorthosilicate (TEOS) pada suhu kamar selama 10 menit

yaitu sebesar 85,658 µmol/ml monomer TEOS dengan jumlah TEOS terpolimer

untuk per µg protein sebesar 4,3x1016 molekul, untuk per partikel protein sebesar

6,44x10-15 µmol dan untuk per filament protein sebesar 3,62x1013 molekul

(Manurung, 2008).

2.2 Kultur Chaetoceros sp.

2.2.1 Faktor Yang Berpengaruh

Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik.

Faktor instrinsik merupakan faktor yang berkaitan dengan metabolisme tubuh

mikroalga, dalam hal ini adalah Chaetoceros sp., sedangkan faktor ekstrinsik

merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan di mana Chaetoceros sp.

tersebut tumbuh. Pada umumnya faktor ekstrinsik, dalam hal ini lingkungan

merupakan suatu parameter yang lebih berpengaruh dalam pertumbuhan

mikroalga bila dibandingkan dengan faktor instrinsik. Beberapa faktor lingkungan

yang seringkali menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan Chaetoceros sp. yaitu

unsur hara, suhu, salinitas dan cahaya (Nontji, 1993).

Sumber lain menyebutkan bahwa faktor yang berpengaruh pada

pertumbuhan mikroalga meliputi unsur hara, cahaya, suhu, salinitas dan pH

(Muller-Feuga 2003 diacu dalam Støttrup & McEvoy, 2000). Pada umumnya,

unsur hara makro seperti C (karbon), P (fosfor), N (nitrogen) seringkali menjadi

faktor pembatas pada pertumbuhan mikroalga. Perbandingan unsur hara yang

tepat akan menghasilkan pertumbuhan mikroalga yang optimal serta

mempengaruhi komposisi kimia biomassa yang dihasilkan mikroalga tersebut

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


10

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(Mueller-Feuga et al. 2000 diacu dalam Støttrup & McEvoy 2003). Unsur hara

mikro seperti Fe (ferrum), Mn (mangan), Mo (molibdenum), Co (cobalt), dan Zn

(zing) berperan penting dalam mendukung pertumbuhan mikroalga. Trace

element berupa Fe merupakan unsur yang berperan penting dalam proses

fotosintesis, respirasi, fikssasi nitrogen dan sintesis DNA. Ferredoxin merupakan

komponen rantai transpor electron yang mengandung Fe yang sangat diperlukan

dalam proses fotosintesis.

2.2.1.1 Suhu

Suhu merupakan faktor penting dalam pertumbuhan mikroalga. Masing-

masing mikroalga memiliki toleransi suhu yang berbeda dalam pertumbuhannya.

Chaetoceros sp. mampu tumbuh pada kisaran suhu antara 20-30 °C dan optimal

pada suhu 28-30 °C (Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995).

2.2.1.2 Pencahayaan

Cahaya memegang peranan penting dalam kultivasi mikroalga. Aspek

intensitas, distribusi dan spektrum cahaya akan sangat mempengaruhi proses

fotosintesis pada mikroalga yang pada akhirnya berpengaruh terhadap produksi

biomassa dan kandungan biokimia sel. Intensitas cahaya yang optimal untuk

pertumbuhannya ialah berkisar antara 500–10.000 lux, dan pertumbuhannya akan

menurun jika intensitas cahaya melebihi 10.000 lux. (Manurung, 2008).

2.2.1.3 Salinitas

Sebagian besar mikroalga bersifat euryhaline yaitu mikroorganisme yang

memiliki kemampuan mentoleransi kadar garam tinggi. Namun demikian,

salinitas optimum tetap diperlukan mikroalga dalam menunjang pertumbuhannya.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


11

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Salinitas optimum bagi pertumbuhan Chaetoceros sp. sekitar 25 – 30,5 o/oo

(Mueller-Feuga et al, 2000 diacu dalam Støttrup & McEvoy,2003).

2.2.2 Media Kultur Chaetoceros sp.

2.2.2. Media Conwy

Media Conwy atau Conway sering digunakan dalam kultur alga hijau

ataupun diatom yang bersilikat. Pada diatom pembentukan struktur silika ini

melibatkan suatu protein yang mengalami penambahan gugus karbohidrat dikenal

dengan silaffin (Manurung, 2008). Media Conwy juga disebut pupuk Walne.

Media ini biasanya digunakan dalam mengkultur plankton pada skala

laboratorium (Amini, 2010). Salah satu media yang digunakan dalam kultur

Chaetoceros sp. adalah media Conwy.

2.3 Rotifer (Branchionus rotundiformis)

Rotifera berasal dari kata rota yang berarti roda dan fera yang berarti

membawa. Kata “Rotifer” berasal dari bahasa latin artinya “roda-pembawa”,

karena korona di sekitar mulut yang bergerak menyerupai roda (meskipun organ

tidak benar-benar memutar). pertama kali ditemukan oleh John Harris tahun 1696

yang waktu itu dikenal dengan nama „bdelloid rotifer‟ yaitu hewan mirip cacing

dari 1.700 spesies, kebanyakan hidup di air tawar,hanya 50 spesies di

laut,beberapa di hamparan lumut yang basah. Rotifera termasuk metazoan yang

paling kecil berukuran antara 40-2.500 mikron,rata-rata 200 mikron. Umumnya

hidup bebas, soliter, koloni, atau sessile. Beberapa jenis merupakan endoparasit

pada insang crustacea, telur siput, cacing tanah, dan dalam ganggang jenis

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


12

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Vaucheria dan Volvox. Biasanya transparan, beberapa berwarna cerah seperti

seperti merah atau coklat disebabkan warna saluran pencernaan. (Suminto, 2005).

Menurut Amalia (2012), klasifikasi Rotifer adalah sebagai berikut:

Phylum : Avertebrata

Klas : Aschelmintes

Sub klas : Rotaria

Ordo : Eurotaria

Family : Brachionidae

Sub family : Brachioninae

Genus : Brachionus

Species : Brachionus sp.

Morfologi dan anatomi Rotifer menurut Titis (2014), Tubuh rotifera dapat

dibagi menjadi tiga bagian, anterior yang pendek, badan yang besar dan kaki. Di

bagian anterior terdapat corona dan mastax yang merupakan ciri khas filum

rotifera. Mulut rotifera terletak di bagian ventral dan biasanya dikelilingi oleh

sebagian korona. Daerah sekitar mulut (buccal field) pada beberapa jenis

Colothecacea mengalami modifikasi, melebar sedemikian rupa hingga

menyerupai corong, dan mulut terletak di dasar corong. Jenis filter feeder

memakan partikel organik yang lembut dengan bantuan aliran air yang dihasilkan

cilia pada korona. Makanan dari mulut di alirkan ke mastax. Pharynx

dihubungkan dengan perut oleh esofagus. Perut berbentuk tabung atau kantong,

berhubungan dengan usus yang pendek dan berakhir dengan anus.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


13

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Rotifera Umumnya bersifat omnivora dan suka memakan jasad-jasad renik

yang mempunyai ukuran tubuh kecil dari dirinya, seperti alga, ragi, bakteri dan

protozoa. Rotifera bersifat penyaring tidak selektif (non selective filter-feeder).

Pakan diambil secara terus menerus sambil berenang. Makanan utama dari rotifera

adalah phytoplankton dan plankton lainnya, detritus dan bahan-bahan organik

terutama yang mengendap di dasar perairan. Rotifera juga pemakan segala dan

partikel-partikel yang berukuran sesuai dengan besar alat penghisapnya

(Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Rotifera dapat ditemukan di air tawar, air payau dan air laut tergantung

pada jenisnya. Habitat rotifera dapat mencakup lingkungan perairan, seperti dasar

danau, serta lingkungan air yang mengalir, seperti sungai atau aliran air

lainnya. Rotifera juga sering ditemukan pada lumut dan lumut tumbuh di batang

pohon dan batu,di selokan hujan dan genangan air, di tanah atau serasah daun,

pada jamur tumbuh di dekat pohon mati, dalam tangki limbah pabrik pengolahan,

dan bahkan pada krustasea air tawar dan larva serangga air. (Suwigyo dkk, 2005).

Rotifera merupakan jenis zooplankton yang hidup di perairan litoral dan

termasuk pakan bagi larva ikan laut yang penting. Dalam percobaan pembenihan

ikan laut, rotifera diberikan sebagai pakan larva selama kurang lebih satu bulan.

Kegunaan rotifera pakan pakan hidup bagi jenis-jenis tertentu golongan ikan

sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya. Penyediaan pakan alami

berupa phytoplankton dan zooplankton yang tidak cukup tersedia, seringkali

menyebabkan kegagalan dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


14

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ikan. Brachionus sangat penting dalam menunjang budidaya perikanan, terutama

sebagai pakan yang baik pada larva ikan maupun udang (Artana, 2012)

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


15

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

III PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG

3.1. Tempat Dan Waktu

Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Sriracha Fisheries Research

Station, Chonburi, Thailand. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 17 Januari-

14 Februari 2016.

3.2. Metode Kerja

Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode

deskriptif. Metode deskriptif adalah metode dalam meneliti status sekelompok

manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu

peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir,

2011).

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapang ini berupa data primer dan

data sekunder.

3.3.1 Data Primer

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010), Data primer adalah sumber data

yang diperoleh langsung dari sumber asli tanpa melalui perantara. Data primer

dapat berupa opini subyek (orang) secara individu maupun kelompok, hasil

observasi terhadap suatu obyek (fisik), kejadian atau kegiatan dan hasil pengujian.

Data primer dapat diperoleh dengan dua metode yaitu metode survei dan metode

observasi.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


16

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3.3.1.1 Metode Survei

Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer yang

menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis. Hasil dari metode ini berupa data

subyek yang menyatakan opini, sikap, pengalaman atau karakteristik subyek

penelitian secara individu atau kelompok. Data yang diperoleh dari metode survei

sebagian besar berupa data deskriptif yang dapat dirancang untuk menjelaskan

sebab akibat atau mengungkapkan ide-ide (Sangadji dan Sopiah, 2010).

Metode survei yang akan digunakan untuk mendapatkan data di lapangan

adalah metode wawancara (interview). Wawancara adalah teknik pengumpulan

data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada

subyek penelitian. Teknik wawancara dilakukan jika peneliti memerlukan

komunikasi dengan responden. Teknik wawancara ini dapat dilakukan dengan

melalui tatap muka, komunikasi telepon dan e-mail.

3.3.1.2 Metode Observasi

Metode observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek (orang),

obyek (benda), atau kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau

komunikasi dengan individu yang diteliti. Data yang diperoleh bersifat lebih

akurat, tidak terdistorsi dan bebas dari response bias.

Tipe observasi yang digunakan menurut Nazir (2011) yaitu:

i. Observasi langsung yang memungkinkan pengumpulan data perilaku dan

kejadian secara detail.

ii. Observasi terhadap perilaku dan lingkungan sosial yang bertujuan untuk

memahami perilaku dan kejadian dalam lingkungan sosial. Teknik observasi

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


17

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yang dapat digunakan adalah participant observation dan nonparticipant

observation.

iii. Observasi mekanik yaitu teknik observasi dengan bantuan mesin.

3.3.1.3 Metode Praktek

Metode praktek adalah suatu metode dengan memberikan materi

pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seperti di peragakan, dengan

harapan siswa menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat mempraktekkan materi

yang di maksud suatu saat di masyarakat. Metode ini memberikan jalan kepada

mahasiswa untuk menerapkan, menguji dan menyesuaikan teori dengan kondisi

sesungguhnya melalui praktek peserta praktik atau latihan akan mendapatkan

pelajaran yang sangat baik untuk mengembangkan dan menyempurnakan

keterampilan yang di perlukan (Kadir, 2014).

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan

oleh pengumpul data primer. Data sekunder ini diperoleh dari laporan-laporan,

data dokumentasi, pustaka yang menunjang (Sangadji dan Sopiah, 2010).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


18

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Lokasi Geografis Dan Topografi

Lokasi Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah di Research Station dibawah

naungan Kasetsart University, yaitu Sriracha Fisheries Research Station yang

berada di Provinsi Chonburi dan Samutsongkhram Fisheries Research Station

yang berada di Provinsi Samutsongkhram, Thailand.

4.1.1 Universitas Kasetsart

Universitas Kasetsart didirikan pada 2 Februari 1943 dan pada tahun ini

telah menginjak umur 73 tahun. Fakultas Perikanan didirikan sebagai salah satu

dari empat fakultas pertama Kasetsart University (KU) pada hari yang sama

dengan universitas didirikan. Fakultas Perikanan dibentuk dengan empat disiplin

ilmu yaitu Biologi Perikanan, Manajemen Perikanan, Budidaya Perikanan dan

Pengembangan Perikanan. Di bawah fakultas ini, ada beberapa lembaga kecil

lainnya atau stasiun penelitian yang didukung oleh akademik pendukung divisi

fakultas. Research Station milik Kasetsart antara lain Sriracha Fisheries Research

Station, Samutsongkhram Fisheries Research Station, Kamphaengsaen Fisheries

Research Station, Ranong Coastal Resources Research Station, dan Klongwan

Fisheries Research Station.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


19

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Kasetsart akan disajikan

pada gambar dibawah ini :

Gambar 2. Fakultas Perikanan Universitas Kasetsart


(Sumber : Kasetsart University, 2002).

4.1.2 Sriracha Fisheries Research Station

Sriracha Fisheries Research Station didirikan pada tahun 1960 untuk

melakukan penelitian dasar biologi kelautan, oseanografi, lingkungan laut,

konservasi dan pemulihan sumber daya pesisir laut di pesisir Sriracha dan

sekitarnya. Research ini juga melakukan penelitian yang bekerja sama dengan

perusahaan swasta dalam mengembangkan produk nilai tambah dari rumput laut

serta dalam budidaya dan pengelolaan perikanan.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


20

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dokumentasi tim Praktek Kerja Lapang di lokasi Sriracha Fisheries

Research Station akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 3. Lokasi Sriracha Fisheries Research Station (Sumber : Dokumentasi


pribadi, 2016).
4.1.2.1 Lokasi

Lokasi Sriracha Fisheries Research Station adalah 101/12 Moo 9,

Sukhumvit Rd., Tambon Bang Phra. Sriracha District, Chonburi Province 20110,

Thailand.

4.1.2.2 Visi Dan Misi

Visi research ini adalah melakukan penelitian di bidang oseanografi,

lingkungan laut, budidaya pesisir dan menjadi stasiun untuk pembelajaran,

penelitian dan pelatihan bagi peneliti mahasiswa dan lain-lain.

Misi stasiun ini adalah :

 Untuk melakukan penelitian di bidang biologi kelautan, oseanografi,

lingkungan laut, konservasi dan pemulihan sumber daya pesisir laut.

 Untuk mendukung pembelajaran dan bidang pelatihan siswa serta memberikan

bantuan kepada dosen, peneliti dan lain-lain untuk kegiatan penelitian mereka.

 Untuk menjadi pusat kegiatan penyuluhan di traing dan transfer teknologi bagi

petani dan lain-lain.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


21

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.1.2.3 Sarana Dan Prasarana

A. Air

Air yang digunakan pada proses budidaya di Sriracha Fisheries Research

Station adalah air laut dengan salinitas 35 ppt. Air laut diambil dari Pantai Timur

Teluk Thailand yang lokasinya di belakang stasiun penelitian. Dalam kultur

Chaetoceros sp. memang dibutuhkan air laut atau air dengan salinitas yang tinggi

yang telah di sterilisasi (Sudjiharno,2002).

Sumber air dan pipa saluran air laut yang digunakan untuk menyedot air

dari laut ke lokasi research disajikan pada gambar dibawah ini :

Gambar 4. Sumber air laut dan pipa saluran (Sumber : Dokumentasi pribadi,
2016).
Air tawar didapatkan dari sumur yang digali sedalam 15 meter dari

permukaan tanah. Air tawar hanya digunakan untuk mencuci peralatan yang telah

digunakan dalam kultur Chaetoceros sp.

B. Wadah Kultur

Dalam mengkultur plankton skala laboratorium digunakan botol reaksi

berukuran 1 liter yang telah disterilisasi menggunakan autoklaf, yang dilengkapi

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


22

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dengan aerasi dan diletakkan dibawah sinar lampu 40 watt dalam ruangan bersuhu

24oC. Hal ini sesuai dengan literatur Rizky (2012) yang mengatakan bahwa dalam

kultur plankton Chaetoceros sp. seluruh peralatan harus disterilisasi untuk

menghindari kontaminan, aerator dibutuhkan untuk mengkondisikan CO2 pada

wadah kulturm serta lampu 40 watt yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis

plankton Chaetoceros sp.

Wadah kultur yang digunakan untuk kultur Chaetoceros sp. yaitu botol

reaksi 1 liter akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 5. Wadah kultur Chaetoceros sp. (Sumber : Dokumen pribadi,


2016).

C. Sterilitator

Untuk mensterilkan alat-alat dan air laut yang akan digunakan dalam

proses budidaya digunakan autoklaf berukuran besar (tinggi 70 cm dan diameter

90 cm). Autoklaf adalah alat yang digunakan untuk mensterilkan berbagai macam

alat dan bahan tahan panas menggunakan uap air panas bertekanan 15 Psi atau

sekitar 2 atm dan bersuhu 121oC (2500F) (Aulanni‟am, 2012).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


23

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Autoklaf yang digunakan untuk sterilitator di Sriracha Fisheries Research

Station disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 6. Autoklaf untuk sterilisasi alat (Sumber : Dokumentasi pribadi,


2016).
D. Bangunan

Bangunan terdiri dari :

 Kantor

 Laboratorium

Research ini memiliki 4 laboratorium, yaitu laboratorium plankton,

laboratorium pengamatan mikroorganisme, laboratorium kualitas air dan

laboratorium sedimen.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


24

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dokumentasi salah satu laboratorium yaitu laboratorium kualitas air di

Sriracha Fisheries Research Station akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 7. Laboratorium kualitas air (Sumber : Dokumentasi


pribadi, 2016).

 Aula

Research ini memiliki 3 aula :

 Aula yang mampu digunakan sebagai kuliah umum bagi para mahasiswa

yang belajar kesana, aula ini mampu menampung 100 anak.

 Aula untuk rapat dan juga bisa digunakan sebagai kuliah bagi mahasiswa

yang berjumlah maksimal 5 orang.

 Aula outdoor yang biasa digunakan sebagai tempat berkumpulnya pekerja

lapangan setelah dari laut. Peralatan lapangan disimpan di aula ini.\

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


25

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Salah satu aula yang ada di Sriracha Fisheries Research Station akan

disajikan pada gambar berikut :

Gambar 8. Aula pertemuan (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

 Kamar atau Dormitori bagi mahasiswa yang melakukan penelitian

Dokumentasi kamar akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 9. Kamar mahasiswa (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


26

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Dapur

 Kolam treatmen air

Kolam treatment ini digunakan untuk mentreatment air dengan cara

mengendapkan dan mensterilkan air menggunakan klorin dengan konsentrasi 150

mg klorin / liter, hal ini sesuai dengan literatur bahwa konsentrasi klorin yang

dibutuhkan untuk sterilisasi atau sanitasi air adalah 100-250 mg klorin / liter

(Linda, 2004).

Kolam treatmen air di Sriracha Fisheries Research Station akan disajikan

pada gambar berikut ini :

Gambar 10. Kolam Treatmen (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

 Kolam hatchery Anemone Fish

Kolam hatchery Anemone Fish di Sriracha Fisheries Research Station

terbuat dari fiber yang rata-rata memiliki ukuran 60 x 150 x 85 cm. Jumlah ikan

dalam kolam hatchery ini disesuaikan dengan ukuran kolam. Satu kolam rata-rata

berisi 20 ekor ikan anemone berukuran dewasa. Hal ini tidak jauh berbeda dengan

di Indonesia yang menggunakan kolam fiber dalam pemeliharaan ikan anemone

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


27

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

yaitu dengan ukuran 50 x 100 x 80 cm dengan kepadatan 15 ekor dalam satu

kolam (Nuzla, 2012).

Kolam hatchery Anemone Fish di Sriracha Fisheries Research Station

akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 11. Kolam hatchery Anemone Fish (Sumber : Dokumentasi pribadi,

2016).

 Kolam budidaya Anemone Mushroom

Kolam budidaya anemone Mushroom di Sriracha Fisheries Research

Station terbuat dari beton dengan ukuran rata-rata 60 x 250 x 150 cm. Kolam ini

mampu menampung 25 artificial stone yang digunakan sebagai tempat

bertumbuhnya anemone mushroom. Anemone mushroom membutuhkan coral

buatan untuk pertumbuhannya supaya memudahkan saat ingin mengambilnya,

karena apabila tidak diberi koral buatan, anemone mushroom akan melekat di

dasar kolam (Muchlisin, 2008).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


28

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kolam budidaya Anemone Mushroom di Sriracha Fisheries Research

Station akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 12. Kolam budidaya Anemone Mushroom (Sumber : Dokumentasi

pribadi, 2016).

4.1.3 Samutsongkhram Fisheries Research Station

Samutsongkhram Fisheries Research Station didirikan pada tahun 1989

untuk mendukung pembelajaran dan pelatihan dari mahasiswa serta memberikan

bantuan kepada dosen, peneliti dan lain-lain dalam kegiatan penelitian mereka.

Beberapa topik penelitian yang terkait dengan pengembangan dua teknologi baru

untuk pembibitan air pesisir dan menemukan solusi untuk masalah dan tentang

budidaya pesisir.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


29

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dokumentasi tentang bangunan Samutsongkhram Fisheries Research

Station akan disajikan pada gambar dibawah ini :

Gambar 13. Lokasi Samutsongkhram Fisheries Research Station (Sumber :


Dokumentasi pribadi, 2016).

4.1.3.1 Lokasi

Samutsongkhram Fisheries Research Station didirikan pada tahun 1989.

Nama awalnya adalah Samutsongkhram Coastal Aquatic Station, pada tanggal 1

Oktober 2001 nama itu diganti dan menjadi Stasiun Penelitian Pengembangan

dan administrasi dukungan Akademik Fakultas Perikanan, Kasetsart University

dan diganti menjadi Samutsongkhram Fisheries Research Station. Lokasi

Research ini di provinsi Samutsongkhram-Thailand.

4.1.3.2 Visi Dan Misi

Samutsongkhram Fisheries Research Station memiliki visi melakukan

penelitian tentang kehidupan perairan di pantai sehingga mampu mengoptimalkan

kondisi budidaya perairan.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


30

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.1.3.3 Sarana Dan Prasarana

A. Air

Air yang digunakan untuk budidaya adalah air payau bersalinitas 5-10 ppt.

Air laut diambil dari perairan Don Hoi Lod dan air tawar diambil dari sumur.

Untuk mendapatkan air distilasi mereka melakukan distilasi sendiri menggunakan

alat penyulingan air. Air payau adalah larutan yang mengandung beberapa jenis

zat terlarut seperti garam-garam yang memiliki salinitas 5-10 ppt (Said, 2005).

Dokumentasi kolam penampungan air di Samutsongkhram Fisheries

Research Station akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 14. Kolam penampungan air laut (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

B. Wadah Kultur

Wadah kultur plankton yang digunakan adalah botol reaksi kaca berukuran

1 liter yang diletakkan dibawah lampu 40 watt di dalam ruangan bersuhu 24oC.

Hal ini sesuai dengan literatur Rizky (2012) yang mengatakan bahwa dalam kultur

plankton Chaetoceros sp. seluruh peralatan harus disterilisasi untuk menghindari

kontaminan, aerator dibutuhkan untuk mengkondisikan CO2 pada wadah kulturm

serta lampu 40 watt yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis plankton

Chaetoceros sp. Wadah kultur yang digunakan disajikan pada gambar berikut ini :

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


31

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Gambar 15. Wadah kultur plankton di Samutsongkhram Fisheries Research


Station (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

C. Sterilitator

Untuk mensterilkan alat-alat dan air laut yang akan digunakan dalam

proses budidaya digunakan autoklaf. Autoklaf adalah alat yang digunakan untuk

mensterilkan berbagai macam alat dan bahan tahan panas menggunakan uap air

panas bertekanan 15 Psi atau sekitar 2 atm dan bersuhu 121oC (2500F)

(Aulanni‟am, 2012). Autoklaf yang digunakan di Samutsongkhram Fisheries

Research Station akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 16. Autoklaf di Samutsongkhram Fisheries Research Station


(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


32

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

D. Bangunan

Bangunan terdiri dari :

 Kantor

 Laboratorium

Terdapat 3 laboratorium antara lain : laboratorium kultur plankton,

laboratorium kualitas air, dan laboratorium pensterilan alat-alat. Laboratorium

dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap dan berstandar baik.

Salah satu laboratorium yang ada di Samutsongkhram Fisheries Research

Station yaitu laboratorium kultur plankton akan disajikan pada gambar berikut :

Gambar 17. Laboratorium di Samutsongkhram Fisheries Research Station


(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

 Aula

Terdapat 2 aula yaitu :

 Aula yang juga digunakan sebagai WIFI area

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


33

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Aula yang digunakan sebagai kuliah umum bagi mahasiswa yang

melakukan pembelajaran di stasiun ini, aula ini mampu menampung 20

orang. Salah satu gambar aula yang juga bisa digunakan sebagai WIFI

area akan disajikan pada gambar berikut :

Gambar 18. Aula Samutsongkhram Fisheries Research Station (Sumber :


Dokumentasi pribadi, 2016).
 Kamar atau Dormitori bagi mahasiswa yang melakukan penelitian

Lokasi kamar atau dormitory mahasiswa yang melakukan penelitian atau

praktek akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 19. Lokasi kamar mahasiswa di Samutsongkhram Fisheries


Research Station (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


34

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 Dapur

 Kolam budidaya Bandeng (Milk Fish)

 Kolam budidaya Kakap (Sea Bass)

Kolam budidaya kakap akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 20. Kolam budidaya kakap di Samutsongkhram Fisheries Research


Station (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).
 Gudang Pakan

Dokumentasi gudang pakan di Samutsongkhram Fisheries Research

Station akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 21. Gudang pakan di Samutsongkhram Fisheries Research Station


(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


35

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.2 Kultur Chaetoceros sp.

Sriracha Fisheries Research Station melakukan kultur plankton

Chaetoceros sp. sebagai pakan Rotifer. Samutsongkhram Fisheries Research

Station juga melakukan kultur plankton namun digunakan hanya sebagai stok.

4.2.1 Persiapan

4.2.1.1 Air

Air yang digunakan diambil dari air laut Gulf of Thailand bersalinitas 35

ppt dan disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121oC selama 15 menit

dengan tekanan 1 atm, lalu dimasukan kedalam botol reaksi yang akan digunakan

kultur plankton dan ditutup menggunakan kertas aluminium agar tidak

terkontaminasi oleh mikroorganisme lain. Hal ini sesuai dengan literatur Rizky

dan Aulanni‟am (2012).

Proses persiapan air untuk kultur plankton akan disajikan pada gambar

dibawah ini :

Gambar 22. Proses persiapan air (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


36

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.2.1.2 Wadah

Wadah yang digunakan adalah botol reaksi berukuran 1 liter yang telah

disterilisasi menggunakan autoclave sebelum digunakan. Wadah kultur yang

digunakan akan disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar 23. Wadah kultur plankton di Samutsongkhram Fisheries Research


Station (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016).

4.2.1.3 Medium Conwy

Medium Conwy terdiri dari bahan-bahan berikut ini :

 Air laut yang telah disterilisasi 900 ml sebagai media kultur plankton.

 1 ml makronutrien yang terdiri dari C (karbon), P (fosfor), N (nitrogen) yang

seringkali menjadi faktor pembatas pada pertumbuhan mikroalga dan

mikronutrien yang terdiri dari Fe (ferrum), Mn (mangan), Mo (molibdenum),

Co (cobalt), dan Zn (zing) yang berperan penting dalam mendukung

pertumbuhan mikroalga.

 1 ml vitamin B kompleks yang terdiri dari B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9, dan

B12 dan diperlukan dalam kultur untuk menunjang pertumbuhan plankton.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


37

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

 1 ml methasilicate yang memiliki fungsi untuk memperkuat struktur lapisan

luar dari Chaetoceros sp.

Kandungan media Conwy ini sesuai dengan yang dijabarkan Rizky (2012)

yakni untuk kultur Chaetoceros sp. perlu ditambahkan methasilicate karena

struktur tubuh Chaetoceros sp.terbuat dari silikat.

Bahan untuk membuat medium Conwy akan disajikan pada gambar

berikut :

Gambar 24. Medium Conwy yang digunakan (Sumber : Dokumentasi pribadi,


2016).

Sriracha Fisheries Research Station menggunakan ketiga nutrien ini secara

terpisah dan dengan kadar masing-masing nutrien yang sama yaitu 1 ml/1000 ml

dan mereka mempersiapkan sendiri nutrien tersebut, sedangkan di

Samutsongkhram Fisheries Research Station menggunakan nutrien yang lengkap

pula namun kadar yang berbeda, karena mereka mendapatkan nutrien dari

Kasetsart University, Bangkok dimana makronutrien dan metasilica telah

dicampur menjadi satu dan vitamin yang dipisah di tempat tersendiri.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


38

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.2.2 Teknik Kultur Chaetoceros sp.

4.2.2.1 Kultur Murni Chaetoceros sp.

Kultur murni Chaetoceros sp. dilakukan pada media agar yang diambil

dari alam. Dari kultur murni ini didapatkan ukuran Chaetoceros sp. yang diambil

dari alam berukuran lebih besar daripada ukuran Chaetoceros sp. yang dikultur di

laboratorium. Setelah didapatkan kultur murni dari Chaetoceros sp. lalu

dipindahkan ke kultur skala laboratorium. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari

Ismantara (2009) yang menyatakan bahwa untuk kultur Chaetoceros sp. diambil

dari laut lalu dipindah dalam laboratorium untuk menghasilkan kultur murni

(monospesies).

4.2.2.2 Kultur Skala Laboratorium

Kultur skala laboratorium adlaah kultur yang dilakukan dalam skala kecil

dan dalam ruangan tertutup. Tujuan dari kultur ini adalah unhtuk pembuatan

kultur murni plankton Chaetoceros sp. guna dilakukan penelitian atau perlakuan

selanjutnya yaitu kultur skala intermediet dan skala massal.

Kultur Chaetoceros sp. skala laboratorium dilakukan secara berkala dan

digunakan sebagai pakan rotifer, kultur dilakukan di dalam laboratorium dengan

suhu 24oC dan diletakkan dibawah lampu neon 40 watt. Kultur plankton

Chaetoceros sp. bisa digunakan setelah berumur 3-4 hari karena pada umur

tersebut Chaetoceros sp. sedang berada pada fase pertumbuhan yang maksimal

(fase eksponensial). Hasil pembelajaran ini sesuai dengan Rizky (2012) yang

menyatakan bahwa dibutuhkan suhu 24oC dan lampu neon 40 watt untuk

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


39

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

menumbuhkan Chaetoceros sp. secara optimum, serta dibutuhkannya waktu 3-5

hari untuk Chaetoceros sp.mencapai fase puncak atau eksponensial.

Dalam kultur skala laboratorium dibutuhkan media yaitu air laut dengan

salinitas 25-35 ppt dan pupuk, pupuk yang biasa digunakan untuk kultur

Chaetoceros sp. adalah media Conwy yang juga disebut pupuk Walne (Amini,

2010). Dosis pupuk yang dibutuhkan adalah 1 ml dalam 1000 ml air laut (Rizky,

2012).

Kultur skala laboratorium Chaetoceros sp. di Sriracha Fisheries Research

Station dan Samutsongkhram Fisheries Research Station akan disajikan pada

gambar berikut ini :

Gambar 25. Kultur skala laboratorium Chaetoceros sp. (Sumber : Dokumentasi


pribadi, 2016).

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


40

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.2.3 KURVA PERTUMBUHAN Chaetoceros sp.

Hasil dari pengamatan pertumbuhan Chaetoceros sp. disajikan pada

gambar kurva berikut ini :

900
800
700
600
500
X 104 Cell / ml

400
300
200 Chaetoceros sp.
100
0
Feb 4th at 3 pm
Feb 4th at 3 am

Feb 5th at 3 am
Feb 5th at 3 pm
Feb 6th at 3 am
Feb 6th at 3 pm
Feb 7th at 3 am
Feb 7th at 3 pm
Feb 8th at 3 am
Feb 8th at 3 pm
Feb 9th at 3 am
Feb 9th at 3 pm
Feb 3rd at 3 pm

Feb 10th at 3 pm
Feb 10th at 3 am

feb 11th at 8 am

Gambar 26. Diagram Pertumbuhan Chaetoceros sp. di Samutsongkhram Fisheries


Research Station (Sumber : Data pribadi, 2016).

Pada pengamatan pertumbuhan plankton Chaetoceros sp. didapatkan hasil

bahwa pertumbuhan plankton Chaetoceros sp. tertinggi adalah pada tanggal 7

Februari 2016 pada pengamatan pukul 15.00 waktu Thailand dengan kepadatan

850x104 cell/ml. Pengaruh metasilica terhadap pertumbuhan plankton

Chaetoceros sp. adalah terhadap jumlah pertumbuhannya yakni jika menggunakan

metasilica maka maka pertumbuhan plankton dapat mencapai nilai maksimal

1000x104 cell/ml sedangkan jika tidak menggunakan metasilica hanya mencapai

1000x103 cell/ml. peranan metasilica bagi plankton Chaetoceros sp. adalah

membentuk lapisan tubuh terluar dari plankton ini sehingga plankton menjadi

lebih kuat sehingga mampu bertahan dalam kepadatan yang tinggi, hal ini sesuai

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


41

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dengan Rizky (2012) yang menyebutkan bahwa metasilicate akan membentuk

lapisan sel Chaetoceros sp. menjadi lebih kuat karena pada dasarnya lapisan

terluar dari Chaetoceros sp. mengandung silikat untuk melindungi tubuhnya.

Sehingga pada saat struktur dari Chaetoceros sp. kuat, Chaetoceros sp. akan

mampu hidup dalam kepadatan tinggi.

Kurva menunjukkan pada hari keempat, Chaetoceros sp. mencapai fase

puncaknya, hal ini sesuai dengan yang dikatakan dalam penelitian Rizky (2012),

bahwa dalam kultur Chaetoceros sp. dibutuhkan 3-5 hari untuk mencapai fase

eksponensialnya. Fase eksponensial adalah fase disaat Chaetoceros sp. akan

menuju puncak maksimal dalam kultur (Rizky, 2012).

4.3 Aplikasi Pada Rotifer (Branchionus)

Chaetoceros sp. dicampur dengan Tetraselmis sp. digunakan sebagai

pakan pada kultur Rotifer (Branchionus). Volume yang digunakan adalah 100 ml

Chaetoceros sp. dengan kepadatan plankton 106 sel/ml dan 100 ml Tetraselmis sp.

pada rotifer dengan kepadatan 20x103 sel/ml, diberikan setiap 1 minggu 1 kali.

Jika warna larutan pada kultur Rotifer berwarna transparan atau mulai memudar,

hal itu menunjukkan bahwa plankton dalam kondisi sedikit dan perlu ditambah

100 ml Chaetoceros sp. dengan kepadatan 106 sel/ml dan 100 ml Tetraselmis sp..

Dalam hal ini Chaetoceros sp. mengandung protein yang tinggi dan kandungan

lain yang mampu mendukung pertumbuhan dari rotifer, serta Chaetoceros sp.

disukai oleh rotifer karena mudah dicerna, di sisi lain Chaetoceros sp.mudah

dikultur. Namun belum banyak orang yang menggunakan Chaetoceros sp. sebagai

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


42

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pakan rotifer di Indonesia, rata-rata di Indonesia masih menggunakan Tetraselmis

sp. dan Chlorella sp. (Sutomo, 2007).

4.4 Kendala dalam Kultur Chaetoceros sp.

Dalam kultur Chaetoceros sp. di Sriracha Fisheries Research Station

memiliki kendala yaitu jumlah pipet ukur yang terbatas di laboratorium plankton

dan letak laboratorium plankton yang cukup jauh dengan laboratorium lainnya,

sehingga untuk membuat media jadi satu pipet digunakan untuk vitamin,

makronutrien dan methasilicate. Sebaiknya hal ini dihindari agar tidak terjadi

perubahan komposisi pada media conwy dan ketepatan volume tiap part terjaga

dan tetap dalam keadaan murni (Creswell, 2010).

Sedangkan pada kultur Chaetoceros sp. di Samutsongkhram Fisheries

Research Station kendala yang didapati adalah terbatasnya aerator, sehingga

apabila aerator digunakan untuk tambak bandeng pada saat tambak bandeng ada

masalah, kultur Chaetoceros sp. tidak menggunakan aerator sehingga

Chaetoceros sp. mengendap dibawah dan botol kultur harus dikocok setiap

beberapa jam sekali supaya tetap ada oksigen terlarut didalamnya dan

Chaetoceros sp. tidak mengendap.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


43

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Kegiatan kultur plankton Chaetoceros sp. terdiri atas persiapan air, wadah

dan media yang digunakan yaitu media Conwy. Teknik kultur yang digunakan ada

dua yaitu kultur murni yang dilakukan di agar dan kultur skala laboratorium yang

dilakukan di media air laut dan diberi pupuk Conwy. Dosis atau volume part

pupuk Conwy masing-masing adalah 1 ml dalam 1000 ml air laut. Chaetoceros

sp. yang dikultur digunakan sebagai pakan pada kultur Rotifer skala laboratorium

juga, hal ini disebabkan Chaetoceros sp. memiliki kandungan nutrisi yang baik

dan disukai oleh rotifer, serta Chaetoceros sp. mudah dicerna oleh rotifer.

Kendala yang ditemukan dalam kultur Chaetoceros sp. di Sriracha

Fisheries Research Station adalah terbatasnya jumlah pipet ukur untuk

mencampur part media Conwy dalam air laut, di research ini hanya digunakan

satu pipet untuk mengambil tiap part (makronutrien, vitamin B, dan methasilicate)

sehingga hal ini mampu mengubah komposisi dan ketepatan volume tiap part

yang sebenarnya, namun hal ini tidak berpengaruh besar terhadap pertumbuhan

Chaetoceros sp., apabila ingin mengamati pertumbuhan Chaetoceros sp. dengan

volume part yang tepat, sebaiknya digunakan tiga pipet untuk masing-masing part

yang akan dicampurkan dalam media air laut. Sedangkan kendala yang dihadapi

di Samutsongkhram Fisheries Research Station adalah kurangnya aerator untuk

kultur plankton, sehingga pada saat tambak bandeng terjadi masalah pada oksigen

terlarutnya, digunakan aerator pada kultur plankton sehingga plankton mengendap

kebawah dan harus dikocok beberapa kali dalam sehari.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


44

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5.2 Saran

Untuk mengetahui pertumbuhan dari Chaetoceros sp. hingga

pengaplikasiaannya pada rotifer, perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut dan

membutuhkan waktu yang lebih lama lagi. Supaya pada akhirnya bisa dilakukan

transfer teknologi dari Thailand ke Indonesia karena kultur Chaetoceros

sp.sebagai pakan rotifer (Branchionus sp.) di Indonesia masih jarang dilakukan.

Perlu dilakukan penambahan jumlah pipet di laboratorium plankton di di

Sriracha Fisheries Research Station supaya volume part tetap terkontrol untuk

penghitungan pertumbuhan plankton yang lebih akurat.

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


45

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PUSTAKA

Amini, S. 2010. Teknik Pengembangan Mikroalga. Jakarta: BBRP2B-Badan


Litbang Departemen Kelautan Perikanan.

Antik, E. dan W. Astuty. 1986. Kultur plankton. Surabaya: Direktorat Jenderal


Perikanan dan Internasional Development Research Center. (INFIS -
Manual serie No. 38).

Aryandani, Y. 2010. Kandungan Pigmen Karoten Mikroalga


Chaetoceros gracilis yang Berpotensi sebagai Antioksidan pada
Kondisi Kultur yang Berbeda. Bogor: Departemen Teknologi Hasil
Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian.

Aulanni‟am. 2012. Instruksi Kerja Pemakaian Autoclave. Malang:


Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi Program Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya.

Bindhu, B. K. 2013. Optimum Nutritional Requirement for the Growth of


Chaetoceros calcitrans. India: Department of Botany, Carmel College,
Mala, Trisurru, Kerala. Research Journal of Marine Science Volume
1(3), 1-9, ISSN : 2321-1296

Cahyaningsih, H. S. 2006. Petunjuk Teknis Produksi Pakan Alami. Situbondo:


Direktorat Jendral Perikanan. Hal 34

Creswell, L. 2010. Phytoplankton Culture for Aquaculture Feed. London:


Southern Regional Aquaculture Center. SRAC Publication No. 5004

Erlania, F W. dan E. M. Adiwilaga. 2010. Penyimpanan Rotifera Instan


(Branchionus Rotundiformis) pada Suhu yang Berbeda dengan
Pemberian Pakan Mikroalga Konsentrat. Jakarta Sekatan: Pusat Riset
Perikanan Budidaya.

Faculty of Fishery Kasetsart University. 2003. Sriracha Fisheries Research


Station, http://www.fish.ku.ac.th/Sriracha/default_en.asp?Dept=12
(diakses pada 9 Februari 2016)

Ferdilah, T., A. Rucita dan H. D. Yunikasari. 2014. Rotifera. Malang:


Teknologi Hasil Perikananan Fakultas Keguruan Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Universitas Brawijaya.

Indarnawan, T., A. S. Mubarak dan G. Mahasri. 2012. Pengaruh Konsentrasi


Pupuk Azolla Pinnata Terhadap Populasi Chaetoceros sp.. Surabaya:
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Journal of
Marine and Coastal Science, 1(1), 61 – 70, 2012

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


46

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Isnansetyo, A dan Kurniastuty, 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan


Zooplankton. Yogyakarta: Kanisius.

Kadir, A. A. 2014. Metode Pembelajaran Praktik,


https://abdulkadirarno.wordpress.com/2014/06/05/metode-
pembelajaran-praktik/, (diakses pada 5 Ferbtuari 2016)

Kasetsart University. 2002. Fisheries and Marine Faculty,


http://fish.ku.ac.th/Facilities_en.asp, (diakses pada 28 Desember 2015)

Linda, R. 2004. Sanitasi dan Sanitizer dalam Industri Pangan. Laboratorium


Pengolahan Pangan. Semarang: Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Manurung, A. I. 2008. Karakterisasi Awal Protein Diatom Chaetoceros
Gracilis Yang Terlibat Dalam Pembentukan Biosilika. Fakultas
Pertanian. Medan: Universitas Darma Agung.

Muchlisin, A. 2008. Koral Buatan Manusia pengganti Koral Asli. Jakarta:


Majalah Kementerian dan Perikanan. Edisi ke 87

Muller-Feuga, A. 2000. The role of microalgae in aquaculture: situation and


trends. France: J. Appl. Phycol. 12 (3/5), 527-534

Nazir, M. 2011. Metodologi Penelitian Cetakan ke 7. Bogor: Ghalia


Indonesia. hal. 40-60

Nontji, A. 1993.Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Nuzla, D. 2012. Pemeliharaan Ikan Badut dan Anemon Laut di Bak Fiber.
Malang: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.

Rines, J. E. B. and P. E. Hargraves. 1988. The Chaetoceros Ehrenberg


(Bacillariophyceae) flora of Narragansett Bay, Rhode Island, USA.
USA: Bibliotheca Phycologica 79: 1-196

Ritcharoen, W., P. Sriouam, P. Nakseedee, P. Sang, S. Powtongsook, K.


Kungvansaichol and P. Pavasant. 2014. Cultivation options for indoor
and outdoor growth of Chaetoceros gracilis with airlift
photobioreactors. Bangkok: Chemical Engineering Research Unit for
Value Adding of Bioresources, Department of Chemical
Engineering, Faculty of Engineering, Chulalongkorn University,
Bangkok. Thailand. Maejo International Journal Science Technology.
Volume 8(01), 100-113. ISSN 1905-7873

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


47

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Rizky, Y. A., I. Raya dan S. Dali. 2012. Penentuan Laju Pertumbuhan Sel
Fitoplankton Chaetoceros calcitrans, Chlorella vulgaris, Dunaliella
salina, dan Porphyridium cruentum. Sulawesi Selatan: Dalil 1 Jurusan
Kimia, FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar.

Said, N. I. 2005. Pengolahan Payau menjadi Air Minum dengan Teknologi


Reverse Osmosis. Jakarta: Direktorat Pengkajian Sistem Industri Jasa
Deputi Bidang Analisis Sistem. BPPT.

Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: ANDI.


ISBN : 978-979-29-1618-8. hal. 20-40

Setyaningsih, I., Desniar dan E. Purnamasari. 2012. Antimikroba dari


Chaetoceros gracilis yang dikultivasi dengan Lama Penyinaran yang
Berbeda. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Sudjiharno. 2002.Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Lampung:


Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jendral Perikanan
Budidaya, Balai Budidaya Laut Lampung. Hal 23

Suminto. 2005. Budidaya Pakan Alami Mikroalgae dan Rotifer. Buku Ajar
Mata Kuliah Budidaya Pakan Alami. Semarang: Program Studi
Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Diponegoro.

Sutomo, R. K., E. T. Wahyuni dan M. G. L. Panggabean. 2007. Pengaruh


Jenis Pakan Mikroalga Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Populasi
Rotifer (Brachionus rotundiformis). Jakarta: Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia. Volume 33: 159–176. ISSN 0125 – 9830

Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.,
dan Chaetoceros gracillis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap
Pertumbuhan Chaetoceros gracillis di Laboratorium. Jakarta: Jurnal
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia No. 37 : 43 – 58

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


48

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta lokasi Praktek Kerja Lapang di Sriracha Fisheries Reasearch


Station, Provinsi Chonburi, Thailand

(Sumber: Digital globe, 2015. http:/ maps.google.com diakses: 21/12/2015)

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


49

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 2. Tempat Praktek Kerja Lapang di Sriracha Fisheries Reasearch


Station, Provinsi Chonburi, Thailand

(Sumber: http://fish.ku.ac.th/Facilities_en.asp diakses: 31/12/2015

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA


50

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lampiran 3. Praktek Kerja Lapang

Mengamati Rotifer Menghitung kepadatan plankton

Presentasi hasil kegiatan


Mengunjungi Tambak Udang
Superintensif

LAPORAN PKL KULTUR Chaetoceros sp.… SINTHA MAYANDA

Anda mungkin juga menyukai