DISUSUN OLEH:
NAMA : YUSTIAN OKWANI
NIM : F201701110
KELAS : K2
KATA PENGANTAR
i
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
kasih sayang-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta
petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam
penyusunan makalah ini.
Dalam makalah ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami
sajikan dengan topik “Kromatografi Lapis Tipis. Atas segala kekurangan dan
ketidaksempurnaan makalah ini, penyusun sangat mengharapkan masukan, kritik dan
saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan semoga amal baik yang telah di berikan kepada penyusun mendapat balasan
dari Allah SWT.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
iii
3.1 Alat Dan Bahan ........................................................................................ 11
3.2 Cara Pengolahan Bahan ........................................................................... 12
3.3 Analisis Skrining Fitokimia ..................................................................... 13
3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis ........................................................... 16
LAMPIRAN ..................................................................................................... 36
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
d. Ekslusi
Berbeda dengan mekanisme yang lain yaitu; dalam ekslusi tidak ada
interaksi spesifik antara solute dengan fase diam. Pemisahan ini
berdasarkan pada ukuran molekul dari fase diam.
6
2.4.1. Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel tersebut adalam suatu bejana kromatografi yang
9
sebelumnya dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng lapis
tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5 –
1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang tealh berisi
totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase
gerak sedikit mungkin. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana
dilapisi dengan kertas saring. Jia fase gerak telah mencapai ujung atas kertas
saring, maka dapat dikatan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses elusi
bejana kromatografi harus ditutup rapat dengan lembar alumunium dan sebgainya.
Ada beberapa tekhnik untuk melakukan pengembangan dalam kromatografi
lapis tipis, yaitu pengembangan menaik ( ascending) sebagaimana dalam gambar,
selain dalam cara menaik dikenal pula pengembangan denga cara menurun (
descending), melingkar dan mendatar. Meskipun demikian, cara pengembangan
menaik merupakan cara yang paling populer divandingkan dengan cara yang lain.
Analisis kualitatif
KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku parameter pada
KLT yang digunakan untuk idetifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan
identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada KLT yang sama.
Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih
dari 1 fase gerak dan jenis pereaksi semprot. Teknik speaking degan
menggunakan senyawa baku yang sudah diketahui sangat dianjurkan untuk lebih
memantapkan pengambilan keputusan identifikassi senyawa.
Analisis Kuantitatif
Ada dua cara yang digunakan untuk menganalisis kuantitatif dengan cara
KLT. Pertama bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan
ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok
bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut
dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri.
Pada cara pertama tidak terjadi kesalahan yang disebabkan oleh pemindahan
bercak atau kesalahan ekstraksi, sementara pada cara kedua sangat mungkin
terjadi kesalahan karena pengambilan atau karena ekstraksi.
Analisis kuantitatif dari suatu yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya
dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ).
Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi. Kebenyakan
densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang
gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng,
pengganda foton, dan rekorder.
Pada sistem serapan dapat dilakukan dengan model pantulan atau tranmisi.
Pada cara pantulan yang diukur adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat
menggunakan sinar tampak maupun ultraviolet. Sementara itu, cara transmisi
dilakukan dengan menyinari bercak dari sutu sisi dan mengukur sinar yang
12
diteruskan pada sisi lain. Pada kenyataannya, hanya sinar tampak yang dapat
digunakan untuk metode ini.
Gangguan utama pada sistem serapan adalah fluktuasi latar belakang
(background) yang dapat dikurangi dengan beberapa cara, misalnya dengan
menggunakan alat bercak ganda, sistem transmisi dan pantulan secara bersamaan,
atau dengan sistem dua panjang gelombang.
Kurva baku dibuat untuk setiap lempeng dan kadar senyawa dihitung seperti
pada metode instrumental yang lain. Presisi penetapan termasuk penotolan
cuplikan, pengembangan kromatogram, dan pengukuran adalah 2-5%.
Sistem fluoresensi biasanya lebih disenangi jika senyawa itu dpaat dibuat
berfluoresensi. Batas deteksi sistem ini lebih rendah dan kelinieran respon dan
selektifitasnya lebih tiggi. Gangguan dan kelinieran latar belakang juga lebih
rendah.
Bercak yang dikur dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar
tampak dapat ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan
pereaksi warna. Faktor keseragaman pada penyemprotan merupakan hal yang
sangat menentukan.
Semua pekerjaan KLT jika ditujukan untuk analisis kuantitatif harus
dilakukan dengan seksama. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel harus
terkalibrasi dengan baik. Saat ini tersedia alat penotol sampel kapiler yang
berukuran antara 1 sampai 100 µl. Pada saat menotolkan sampel, kapiler harus
tegak lurus dengan lempeng dan semua sampel harus dikeluarkan dari kapiler.
Analisis Preparatif
Analisis preparatif ditujukan untuk memisahkan analit dalam jumlah yang
banyak lalu senyawa yang telah dipisahkan ini dianalisis lebih lanjut, misalkan
dengan spektrofotometri atau dengan teknik kromatgrafi lain.
Pada KLT prepratif ini, sampel ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan
yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non-destruktif.
Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerik dan dilakukan
analisis lebih lanjut.
13
2.5. Ekstraksi
2.5.1. Pengertian
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman
obat yg bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian
tanaman obat tersebut (Riza Marjoni, 2016).
2.5.2. Macam-macam Ekstraksi
A. Ekstraksi secara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya
dengan cara merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut
selama waktu tertentu pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.
7. Sokhlet
Merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat khusus berupa
ekstraktor sokhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan
dengan suhu pada metode refluks (Riza Marjoni, 2016).
BAB III
METODE PENELITIAN
11
12
selanjutnya di blender
hingga menjadi serbuk
Filtrat dipekatkan
13
Hasil ekstraksi soxhlet 35 gram serbuk labu siam dengan 350 ml petroleum eter
diperoleh ekstrak encer berwarna hijau muda. Ekstraksi ini dilakukan untuk mengambil
komponen non polar dari sampel buah labu siam. Residu dari ekstrak soxhlet kemudian
di maserasi dengan pelarut etanol selama 24 jam dan disertai pengadukan. Hasil ekstrak
etanol diperoleh cairan berwarna uning. Ekstrak etanol ini selanjutnay digukan untuk
analisis berikutnya.
Komponen yang terdapat dalam ekstrak etanol labu siam dianalisis golongan
senyawanya dengan tes uji warna dengan beberapa pereaksi untuk golongan senyawa
alkaloid, tanin, saponin, dan polifenol, kardenolin, bufadienol, flavonoid, dan
antrakuinon. Pereaksi – pereaksi spesifik yang digunakan kebanyakan bersifat polar
sehingga bisa berinteraksi dengan sampel berdasarkan prinsip “ like disoslve like”.
Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol disajikan pada tabel 1.
Terbentuknya endapan pada uji mayer, wagner dan dragendorff berarti dalam
ekstrak etanol labu siam terdapat alkaloid. Tujuan penabahan HCL adalah karena
alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung
asam (harbone, 1996). Perlakuan ekstrak dengan NACL sebelum penambahan pereaksi
dilakukkan untuk menhilangkan protein. Adanya protein yang mengendap pada
penambahan pereaksi yang mengandung logam berat (pereaksi mayer) dapat
memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa (santos at al., 1998)
Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan
putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium alkaloid. Pada pembuatan
pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi
membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika kalium iodida yang
ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II) (svehla,
25
26
1990). Alkaloid mengandung atom hidrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas
sehingga dapat digunakkan untuk membentuk ikatan kovalen kordina dengan ion logam
(McMurry, 2004). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada
alkaloid akan bereaksi dengan ion logam k+ dari kalium tetraiodomerkurat (II)
membentuk kompleks kalium alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi
pada uji Mayer ditunjukkan pada gambar 1.
Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan
coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid.
Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan Ion I- dari kalium
menghasilkan ion I3- yang berwarna cokelat.pada uji Wagner, ion logam K+ akan
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Reaksi yang terjadi pada uji Wagner
ditunjukkan pada gambar 2.
27
Hasil positif alkaloid pada uji Dragendroff juga ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCL agar tidak terjadi
reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion
bismuti (BIO+), yang reaksinya ditunjukkan pada gambar 3.
Agar ion BiO3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam
sehingga sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari
bismut nitrat bereaaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam Bismut(III)
iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium
tetraiodobismulat (Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff,
nitrogen digunakan utnuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan k+ yang
merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditujukakkan pada gambar 4.
(Miroslav,1971). Untuk menegaskan hasil positif alkaloid yang didapatkan, dilakukan
uji Mayer, Wagner dan Dragendorff pada fraksi CHCl3 dan fraksi air dari sampel.
28
Pada uji tanin diperoleh hasil negatif, adanya tanin akan mengendapkan potein
pada gelatin. Tanin bereaksi dengan gelatin membentuk kopolimer mantap yang tidak
larut dalam air (Harborne,1996). Reaksi ini lebih sensitif dengan penambahan NaCl
untuk mempertinggi penggaraman dari tanin-gelatin.
Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai
kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa
lainnya (Rusdi, 1990). Reaksi pembentukan busa pada uji saponin ditunjukkan pada
Gambar 5. Selain uji Forth juga dilakukan uji Lieberman-Burchard yang merupakan uji
karateristik untuk sterol tidak jenuh dan triterpen (Santos et al., 1978).
Hasil positif pada uji Keller Kiliani menunjukkan adanya deoksi gula untuk
glikosida (Santos et al., 1978). Warna merah yang terbentuk kemungkinan disebabkan
terbentuknya kompleks. Atom oksigen yang mempunyai pasangan elektron bebas pada
gugus gula bisa mendonorkan elektronnya pada Fe3+ membentuk kompleks. Perkiraan
reaksi yang terjadi pada uji Keller Kiliani ditunjukkan pada Gambar 6.
29
Uji Kedde dilakukkan untuk menunjukkan adanya lakton tidak jenuh (Santos,
1978). Hasil positif pada uji Kedde diperkirakan karena terjadi reaksi antara lakton tidak
jenuh ada kardenolin/bufadienol dengan 3,5 dinitrobenzen (pereaksi Kedde). Karbonil
(C=O) pada lakton tidak jenuh memiliki ikatan π yang mudah putus dan membentuk
ikatan baru dengan senyawa 3,,5 dinitrobenzen. Kerena gugus nitro pada senyawa 3,5
dinitrobenzen merupakan gugus pengarah meta maka diperkirakan ikatan yang terjadi
adalah antara atom oksigen pada gugus karbonil dengan atom karbon posisi meta pada
3,5 dinittrobenzen. Perkiraan senyawa yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 7.
Hasil positif dengan semua pereaksi tersebut baru menunjukkan ada gula jantung
(kardenolin dan bufadienol).
30
Uji Borntrager bisa mendeteksi antrakuinon namun uji ini akan menunjukkan
negatif untuk glikosida antrakuinon yang sangat stabil atau turunan tereduksi dari tipe
antranol. Karena itu uji Borntrager dimodifikasi dengan sebelumnya menghidrolisis dan
mengoksidasi senyawa ini. Antrakuinon akan memberikan karateristik warna merah,
violet, hijau atau ungu dengan basa. Tidak terjadi perubahan warna pada uji Borntrager
dan uji Borntrager termodifikasi menunjukkan tidak adanya antrakuinon pada ekstrak
etanol labu siam.
31
Skrining fitokimia tidak dikerjakan untuk terpenoid karena tidak ada pereaksi
yang spsifik untuk terpenoid. Uji Lieberman-Burchard yang biasa dikerjakan untuk
terpenoid hanya mendeteksi gugus steroid, padahal selain terdapat pada terpenoid,
gugus ini juga terdapat pada saponin, kardenolin dan bufadienol. Hasil skrining
fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam sampel ekstrak etanol labu
siam mengandung alkaloid, tanin dan polifenol, saponin, kardenolin/bufadienol, dan
flavonoid, namun tidak mengandung antrakuinon.
Prosedur uji dengan KLT dilakukan untuk lebih menegaskan hasil yang didapat
dari skrining fitokimia. Karena berdifusi sebagai penegasan, maka uji KLT hanya
dilakukkan untuk golongan-golongan senyawa yang menunjukkan hasil positif pada
skiring fitokimia (alkaloid, saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid). Uji KLT
pada tanin dan polifenol tidak dilakukkan karena tidak ditemukkan prosedur yang tepat.
Hasil uji KLT ditunjukkan pada Tabel 2.
0,79 - Merah - - +
jambu Kuning Kuning
merah jambu pada pengamatan dengan sinar tampak dan bewarna kuning pada UV 366
nm menegaskan adanya kandungan saponin pada ekstrak etanol labu siam.
BAB V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
34
Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah labu siam
(Sechium edule Jacq. Swartz.) mengandung alkaloid, saponin, kardenolin / bufadienol
dan flavonoid. Hasil analisis KLT ekstrak buah labu siam mengandung alkaloid,
saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid.
35
DAFTAR PUSTAKA
Hernando, J.E. and J. Leon.1992. Plant Producition and Protection Series. No.26.
Rome: FAO. Italy.
McMurry, J. and R.C. Fay. 2004. McMurry Fay Chemistry. 4th edition. Belmont, CA :
Pearson Education International.
Santos, A.F., B.Q. Guevera, A.M. Mascardo, and C.Q. Estrada. 1978.Phytochemical,
Microbiological and Pharmacological, Screening of medicalPlants. Manila:
Research Center University of Santo Thomas.
Svehla, G. 1990.
BukuTeksAnalisisAnorganikKualitatifmakrodansemimikro.Edisikelima.Penerjema
h: Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka.Jakarta : PT Kalman Media Pusaka.