Anda di halaman 1dari 11

STUDI BIOEKIVALENSI AMOKSISILIN GENERIK DAN DAGANG

MENGGUNAKAN MATRIKS URIN

BIOEQUIVALENT STUDY OF GENERIC AND BRANDED AMOXICILLIN


USING URIN MATRIX

Elly Wahyudin, Tadjuddin Naid dan Dwi Wahyuni Leboe

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar

Alamat Korespondensi

Dwi wahyuni
Fakultas farmasi
Universitas hasanuddin
Makassar 90245
HP. 085242550032
ABSTRAK

Telah dilakukan studi bioekivalensi amoksisilin yang berasal dari obat generik (OGB) sebagai produk uji
dengan obat dagang sebagai pembanding menggunakan matriks urin. Tujuan penelitian ini ialah mengukur
parameter bioavailabilitas berdasarkan urin 24 jam, sehingga diketahui bioekivalen atau
bioinekivalen.Berdasarkan pendekatan obat generik yang murah dan bermutu, serta mengacu pada pedoman uji
bioekivalensi BPOM RI maka penelitian ini menggunakan 12 orang sehat berusia 18 -21 tahun sebagai subyek.
Desain penelitian adalah desain menyilang 2 arah ( 2 way) untuk 2 periode perlakuan pada 2 produk obat,
demikian dengan pemilihan matriks urin 24 jam dan penetapan kadar amoksisilin secara spektrofotometri UV
Vis pada panjang gelombang 273 nm, sedangkan parameter bioavailabilitas ditetapkan dengan menggunakan
kadar profil kadar amoksisilin kumulatif dalam urin 24 jam dan laju ekskresinya.Hasil nilai rasio rata-rata
geometrik dan rasio CI 90% berdasarkan kadar amoksisilin kumulatif adalah 104,67% dan 117,65%, sedangkan
berdasarkan laju ekskresi amoksisilin dalam urin 24 jam adalah 105,23% dan 118,29% semua berada dalam
rentang 80-125% sebagai obat dengan indeks terapi yang luas.Berarti produk amoksisilin generik (OGB) yang
diteliti bioekivalen dengan produk amoksisilin dagang.

Kata Kunci: Bioekivalensi, Amoksisilin, Urin.

ABSTRACT

Bioequivalencestudies of amoxicillin which derivedfromgenericdrugs(OGB) had been done as


aproducttest withbranded amoxicillinas a comparisonusing urinematrix. The purposeof this studyis tomeasure
thebioavailabilityparametersbased on24 hours urine, so itis known as bioequivalentorbioinequivalent.Based
onapproach to cheap and quality generic drugs, and referring to the BPOM RI guidelines forbioequivalence, so
this studyusing 12healthy peopleaged 18-21years as asubject. The study designis the designcrossedtwo-way
(2way)for 2periods oftreatmentintwodrug products, according to the selection of 24-hoururine matrix and
determination of amoxicillin level by spectrophotometry UV at wavelength of273 nm, whereas
thebioavailabilityparametersdeterminedby using the cumulative profile ofamoxicillin in the 24 hours urine
andthe rate ofexcretion.The results ofthegeometric mean and ratio CI 90%based oncumulativelevels
ofamoxicillinwere104.67% and117.65%, while based onthe rate of amoxicillin excretion in 24 hours
urineis105.23% and118.29%. Allwithin the range80-125% as a drugwitha broadtherapeutic index.Means that
amoxicillingenericproduct(OGB) which had been studied is bioequivalenwith the productbranded amoxicillin.

Key words : Bioequivalence, amoxicillin, urine


PENDAHULUAN
Kewajiban Badan Pengawas Obat Dan Makanan Repoblik Indonesia menilai semua
produk obat sebelum dipasarkan memberi izin pemasaran dan melakukan pengawasan setelah
dipasarkan. Tujuannya untuk memberikan jaminan dalam hal efikasi, keamanan dan mutu
produk obat yang beredar kepada masyarakat dengan harga yang terjangkau. (BPOM, 2004).
Untuk tujuan tersebut maka selain memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat Yang
Baik (CPOB), beberapa prodak obat memerlukan uji ekivalensi secara in vivo atau
bioekivalensi. Uji Bioekivalensi (BE) merupakan data ekivalensi untuk melihat kesetaraan
sifat dan kerja obat didalam tubuh suatu obat “copy” dibandingkan dengan obat inovator
sebagai pembanding. Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai
bioekivalensi farmaseutik dan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis yang
sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efek dalam efikasi maupun
keamanan akan sama. Bioavailabilitas (BA) adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam
produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif,
setelah pemberian obat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari
ekskresinya dalam urin. (BPOM, 2004., BPOM, 2006., Hakim, 2002)
Harga obat generik yang lebih rendah dibandingkan obat paten (nama dagang) dengan
efek terapeutik yang sama merupakan pertimbangan dalam menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No: 085/MENKES/Per/I/1989 untuk menghasilkan harga obat yang rendah atau
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, maka biaya dalam pembuatan, pengujian dan lain-
lain diusahakan seminimal mungkin. Penggunaan matriks urin dengan penentuan kadar
amoksisilin secara spektrofotometri adalah salah satu cara pelaksanaan maksud tersebut.
(BPOM, 2004., BPOM, 2006)
Uji bioavailabilitas dan bioekivalensi (BABE) mensyaratkan pelaksanaan sesuai dengan
pedoman praktek laboratorium yang benar (Good Laboratory Practice) dan pedoman cara uji
klinik yang baik (Good Clinical Practice). Setiap laboratorium pengujian, untuk menyusun
proposal uji BABE diharuskan melakukan penelitian dan kajian pustaka, karena dalam
pedoman uji bioekivalensi tidak menentukan produk yang harus diuji maupun inovator atau
komparatornya demikian pula dengan metode yang digunakan. (BPOM, 2004., BPOM, 2006)
Uji BA-BE umumnya menggunakan matriks darah dan pengukuran kadar obat dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), sedangkan urin dapat digunakan apabila kadar
obat yang utuh dalam urin lebih besar dari 40%. Pemilihan amoksisilin dalam studi ini karena
kadarnya dalam urin tinggi sekitar 82% sehingga pengukuran dapat menggunakan
spektrofotometer yang lebih sederhana dibandingkan KCKT dan amoksisilin merupakan
derivat penisilin yang banyak produk “copy”nya. (Shargel, 2005., ISO, 2006)
Permasalahan apakah kadar amoksisilin dalam urin yang ditentukan secara
spektrofotometri UV dapat digunakan untuk uji bioekivalensi. Tujuan mengukur kecepatan
absorbsi dan ekskresi amoksisilin produk OGB dan produk dengan Nama Dagang (ND)

METODE PENELITIAN
Alat, Bahan dan Subyek yang Digunakan
Alat alat yang digunakan antara lain spektrofotometer UV-VIS (Cary 50), timbangan
analitik (Sartorius®), labu tentukur (Pyrex), pH-meter digital (Litron tipe pH-201), mikropipet
(Socorex), lemari pendingin (LG), gelas ukur (Pyrex), botol/vial penampung urin.
Bahan-bahan yang digunakan adalah kaplet amoksisilin generik OGB 500 mg,
selanjutnya disebut amoksisilin OGB, kaplet amoksisilin dengan nama dagang 500 mg
selanjutnya disebut amoksisilin ND, urine (Spike), air suling/aqua bidestilata, larutan asam
asetat 0,4 M, natrium asetat, amoksisilin trihidrat baku bersertifikat
Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah memenuhi kriteria inklusi yaitu:
pria belum berkeluarga, usia 18 s.d 21 tahun, berat badan 48 s.d 70 kg dalam kisaran normal
berdasarkan IMT. Sehat fisik dan psikis berdasarkan surat keterangan dari dokter, tidak
merokok, tidak ketergantungan alkohol dan narkoba, sedangkan kriteria eksklusi adalah
hipersensitif terhadap amoksisilin, dan pada saat penelitian tidak menderita penyakit akut,
diare dan demam berdarah. Jumlah subyek adalah jumlah minimal yaitu 12 orang ditambah 3
orang untuk mengatasi adanya dropouts.
Lokasi penelitian
Badan Pengawas Obat dan Makanan mensyaratkan penerapanGood Laboratory
Practice (GLP) dan Good Clinical Practice (GCP). Untuk penerapan GPL penelitian
dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Uji
yang telah diakreditasi oleh KAN sedangkan GCP belum sepenuhnya dilakukan kecuali lolos
kaji etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Untuk pendekatan konsistensi produksi maka, sampel amoksisilin OGB dan ND berasal dari
pabrik yang sama. (DitjenYanmed Depkes RI, 2004., Lachman, 2007)
Pelaksanaan
Studi menggunakan desain menyilang 2-way (2 periode untuk pemberian 2 produk
obat pada setiap subyek). Periode I, subyek diacak, 8 orang mendapat amoksisilin OGB dan 7
orang amoksisilin ND. Periode II, subyek disilang, yang mendapat amoksisilin OGB pada
periode I, diberikan amoksisilin ND sedangkan yang mendapatkan amoksisilin ND pada
periode I, diberikan amoksisilin OGB pada periode II. Antara periode I dan II diselingi
periode washoutselama 7 hari.
Penentuan Kadar Amoksisili
Pembuatan kurva baku amoksisilin
Ditimbang 0,1024 g, amoksisilin trihidrat baku, ditambahkan 5 ml urin normal sambil
diaduk ditambahkan aqua bidestilata sampai larut, kemudian dipindahkan ke labu tentukur
100 ml dicukupkan volumenya. Dipipet beberapa ml dimasukkan kedalam kedalam tentukur
10 ml, ditambahkan 3 tetes dapar asetat pH 4,6 dicukupkan volumenya sehingga diperoleh
konsentrasi 20 bpj, 40 bpj, 60 bpj, 80 bpj, dan 100 bpj. Diukur serapannya pada panjang
gelombang 273 nm menggunakan spektrovotometer UV.
Pengukuran kadar amoksisilin dalam urin
Dipipet 50 μl urin subyek dimasukkan kedalam labu tentukur volume 10 ml
ditambahkan 3 tetes dapar asetat pH 4,6 dicukupkan volumenya dengan aqua bidestilata.
Diukur serapannya pada panjang gelombang 273 nm dengan menggunakab spektrofotometer
UV. Pengukuran masing-masing dilakukan duplo. Berdasarkan pedoman BPOM subyek
sebagai cadangan belum ditentukan kadar amoksisilin dalam urin kecuali ada subyek yang
dropout dan tetap disimpan sampai akhir studi.
Analisa Data
Sesuai dengan rencana jumlah subyek yang dianalisis adalah 12 orang. Kadar
amoksisilindalam urin setiap kali subyek berkemih ditentukan dan ditabulasi dari awal (t 0)
sampai terakhir kadar diukur Aet. Dikelompokkan dalam waktu 0-2, 2-4, 4-8, 8-12, 12-24
jam. Data berupa kadar amoksisilin ditransformasi logaritmik kemudian dianalisis secara
statistik. Berdasarkan data-data dalam Tabel ANOVA dihitung CV. Intra subyek, rasio rata-
rata geometrik T/R. jika rasio rata-rata geometrik (Aet)T / (Aet)R = 1,00 dengan 90% CI =
80-125% maka dinyatakan bioekivalen.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data volume urin dan kadar amoksisilin setiap kali sebyek berkemih pada periode I
dan II ditabulasi dan dikumulatif selama 24 jam baik produk amoksisilin OGB maupun Nama
Dagang (ND). Hasil pengukuran tersebut seperti terlihat pada lampiran tabel 1.
Data sebelum ditransformasi logaritmik (Ln) nampak bervariasi bahkan salah satu
diantaranya sangat menonjol pada periode I. Hal tersebut disebabkan karna belum
diterapkannya Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB) antara lain aktivitas subyek pada saat
penelitian tidak dikontrol, makanan dan minuman 24 jam sebelum pemberian obat tidak
distandarisasi apalagi 1 minggu sebelum pemberian obat. Adanya pengaruh variasi subyek
dalam penelitian ini diketahui dari nilai Coefisien Variance (CV) diperoleh nilai 28,65%.
Walaupun demikian, berdasarkan analisis statistik diperoleh hasil yang tidak berbeda
atau non signifikan (ns) antara periade perlakuan I dan II, demikian pula tidak ada perbedaan
antara kadar amoksisilin produk OGB dengan ND, seperti yang terlihat pada lampiran tabel 2.
Hasil analisis tersebut belum cukup untuk menjawab apakah amoksisilin dalam produk
OGB bioekivalen dengan amoksisilin dalam produk ND. Untuk penggujian menggunakan
matriks urin perlu diketahui laju ekskresi, sehingga hasil pengukuran dari tiap-tiap subyek
digabung kemudian dikumulasikan dikelompokkan kedalam waktu berkemih 0-2, 2-4, 4-8, 8-
12 dan 12-24 jam setelah pemerian obat. Data tersebut dapat dilihat dalam lampiran tabel 3
dan 4.
Dari data tersebut diatas diplotting pada kertas logaritmik untuk mendapatkan kurva
logaritmik dan analisis residual antara fase eliminasi dan fase absorbsi sehingga diperoleh
hasil sebagai berikut.
Kinetika amoksisilin OGB dosis tunggal 500 mg
t½ ab : 2,25 jam
laju absorbsi (Ka) = 0,308 jam-1
t½ el = 3,25 jam
laju eliminasi (K) = 0,185 jam-1
intersep 580 mg/jam
bioavailabilitas amoksisilin peroral (F) = 93% atau 0,93 (Shargel 2005) sehingga diperoleh
laju ekskresi (Ke) amoksisilin OGB 0,498 jam-1
Kinetika amoksisilin ND dosis tunggal 500 mg
t½ ab : 1,75 jam
laju absorbsi (Ka) = 0,396 jam-1
t½ el = 5 jam
laju eliminasi (K) = 0,139 jam-1
intersep 320 mg/jam
bioavailabilitas amoksisilin peroral (F) = 93% atau 0,93 (Shargel 2005) sehingga diperoleh
laju ekskresi (Ke) amoksisilin ND 0,447 jam-1
Dengan membandingkan laju absorbsi dan laju eliminasi antara ke 2produk tersebut
dapat diperoleh gambaran bahwa amoksisilin ND lebih cepat diabsorbsi dan lambat diekskresi
dibandingkan dengan amoksisilin OGB sehingga diperoleh laju ekskresi (Ke) amoksisilin ND
lebih kecil dibandingkan laju ekskresi (Ke) amoksisilin OGB. Berdasarkan data-data tersebut
dapat diprediksi bahwa amoksisilin ND lebih lama berada dalam sistem sistemik
dibandingkan amoksisilin OGB.
Perbedaan tersebut diatas dapat terjadi karena banyak faktor antara lain : 1) Faktor kadar
amoksisilin yang berbeda, 2) Bahan eksipien yang digunakan berbeda, 3) Kompresibilitas
pada waktu pembuatan kaplet berpengaruh, 4) Bahan baku yang digunakan berbeda misalnya
bentuk garam berbeda dengan bentuk basa. Bentuk anhidrat berbeda dengan trihidrat dan
adanya perbedaan polimorfisme. (8)
Rasio geometrik kadar amoksisilin dalam urin 24 jam diperoleh : 1) Perbedaan
(difference) = 0,04565, Rasio rata-rata geometrik T/R = 104,67%, 2) Diperoleh (90% CI) diff
= 0,1626, Maka (90% CI) Ratio = 117,65%, Dengan demikian amoksisilin OGB bioekivalen
dengan amoksisilin ND karena berada dalam kisaran 80-125% untuk obat dengan indeks
terapi yang luas.
Rasio geometrik laju ekskresi amoksisilin dalam urin diperoleh :1) Perbedaan (difference)
= 0,051, Rasio rata-rata geometrik T/R = 105,23%, 2) Diperoleh (90% CI) diff = 0,168Maka
(90% CI) Ratio = 118,29%
Dari kedua hasil perhitungan tersebut diatas dapat diketahui bahwa. Baik kadar
amoksisilin kumulatif dalam urin 24 jam, maupun berdasarkan laju ekskresi amoksisilin
dalam urin, diperoleh amoksisilin OGB bioekivalen dengan amoksisilin ND.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan data hasil penelitian, analisis dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut : 1) Nilai rasio rata-rata geometrik dan rasio CI 90% kadar kumulatif
amoksisilin dalam matriks urin antara Amoksisilin OGB dan Amoksisilin Nama Dagang (ND)
masuk dalam rentang kriteria bioekivalensi 80-125%. Berarti amoksisilin OGB bioekivalen
dengan amoksisilin ND dalam studi ini, 2) Penentuan kadar amoksisilin dalam urin subyek
secara spektrofotometri UV dapat digunakan untuk menentukan parameter bioavailabilitas
untuk studi bioekivalensi. Telah dilakukan studi bioekivalensi amoksisilin dalam urin antara
produk amoksisilin OGB dengan produk Amoksisilin ND sebagai inovator terdapat hal-hal
yang belum terselesaikan. Untuk itu disarankan sebagai berikut : 1) Sebelum digunakan dalam
protokol uji bioekivalensi harus dilakukan validasi sebelum dan selama pengujian. 2)
Menggunakan urin sebagai matriks, sebaiknya dilakukan penelitian tersendiri terhadap
kebiasaan berkemih dari setiap subyek. Contohnya kapan subyek tidak berkemih dan kapan
kemihnya paling yang banyak untuk memprediksi sampling urin 2-4 jam. 3) Aktivitas subyek
perlu dikondisikan dalam satu ruangan sebagai syarat cara uji klinik yang baik (CUKB) dan
diwajibkan minum air pada waktu-waktu yang telah ditentukan untuk mengurangi besarnya
Coefisience Varians (CV) intra subyek.
Tabel 1 : Hasil pengukuran kadar amoksisilin kumulatif dalam urin 24 jam pada 12
subyek dari produk amoksisilin OGB dan amoksisilin ND menggunakan
spektrofotometer UV.
Amoksisilin OGB Amoksisilin ND
Produk
Periode mg/L Ln mg/L Ln

44,2595 1,6460 20,4523 1,3107


36,3263 1,5602 20,6342 1,3145
I 26,7921 1,4280 18,6434 1,2705
104,6699 2,0198 21,1503 1,3253
29,2115 1,4655 20,8938 1,3200
28,7809 1,4591 16,1470 1,2080

16,0300 1,2049 46,5565 1,6679


26,5678 1,4558 18,6275 1,2701
II 15,1708 1,1810 24,8301 1,3949
16,3934 1,2146 29,7476 1,4734
15,0276 1,1768 37,1901 1,5704
22,8018 1,3579 31,3405 1,4961

Tabel 2 : ANOVA. Antara kadar amoksisilin kumulatif urin 24 jam, pada 12 subyek
dari produk Amoksisilin OGB dan Amoksisilin ND.

Sumber
Df SS MS F
Variasi

Inter Subyek

Urutan (2-1) = 1 0,2158 0,2158 2,5394 ns


(Sequence)

Residual n – 2 = 10 0,8498 0,0849


(Subyek)

Intra Subyek
Produk Obat (2-1) = 1 0,0125 0,0126 0,1521 ns
Periode (2-1) = 1 0,0314 0,0314 0,3785 ns
Residual n – 2 = 10 0,8217 0,0821

Total 2n – 1 = 23
Keterangan :
Df / dk : Derajat Kebebasan
SS / JK : Jumlah Kuadrat
MS / KT : Kuadrat Tengah
F : Distribusi F

Tabel 3 : Analisis Ekskresi Uriner Amoksisiln OGB Dalam Rentang Waktu 24 Jam
Setalah Pemberian Dosis Oral Tunggal 500 mg
Rentang Kadar obat Jumlah obat Waktu
Volume Rentang Laju
waktu yang yang tengah
urin yang waktu eksresi,
sampling dieksresikan dieksresikan rentang
dieksresikan sampling Du/dt
urin dalam urin dalam urin, sampling,
(I) dt (jam) (mg/jam)
(jam) (mg/I) Du (mg) t (jam)
0–2 17,9172 3,174 56,869 2 1 28,435
2–4 166,3849 3,774 627,937 2 3 313,968
4–8 118,8062 6,126 727,807 4 6 181,952
8 – 12 55,2442 6,477 357,817 4 10 89,454
12 – 24 25,6791 11,142 286,117 12 18 23,843

Tabel 4: Analisis Ekskresi Uriner Amoksisilin ND Dalam Rentang Waktu 24 Jam


Setalah Pemberian Dosis Oral Tunggal 500 Mg
Rentang Kadar obat Jumlah obat Waktu
Volume Rentang Laju
waktu yang yang tengah
urin yang waktu eksresi,
sampling dieksresikan dieksresikan rentang
dieksresikan sampling Du/dt
urin dalam urin dalam urin, sampling
(I) dt (jam) (mg/jam)
(jam) (mg/I) Du (mg) t (jam)
0–2 25,8991 3,209 83,110 2 1 41,555
2–4 103,4371 3,271 338,343 2 3 169,171
4–8 86,3327 6,046 521,968 4 6 130,492
8 – 12 65,9244 5,916 390,009 4 10 97,502
12 – 24 24,6198 12,490 307,501 12 18 25,625
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) (2004), Pedoman Uji
Bioekivalensi. cetakan I, Badan pengawas obat dan makan RI. Jl. Percetakan Negara
No. 23. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) (2006). Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta
Hakim, L, (2002), Farmakokimetik Konsep Dasar untuk Pengembangan Obat, Kalkulasi
Regimen Dosis, Pengendalian Mutu Obat dan Toksikokinetik. Penerbit Bursa Ilmu.
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada. Jogyakatra.
Shargel, L., (2005), Applied Biopharmaceutics & Pharmacoki netics, McGrow - Hill
Compainies. Singapore. Hal 864.
Ikatan Apoteker Indonesia (2006), Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia, Volume 41.
2006
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)., (2001), Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik
di Indonesia, Badan pengawas obat dan makan RI. Jl. Percetakan Negara No. 23.
Jakarta.
Ditjen Yanmed Depertemen Kesehatan Repoblik Indonesia, (2004) Pedoman Praktek
Laboratorium yang Benar (Good Laboratory Practice), Cetakan 3. Direktorat
Laboratorium Kesehatan DepKes RI., Jakarta
Lachman, L., Lieberman, H.A., dan Kanig, J.L., (2007). Teori Dan Praktek Farmasi Industri.
Edisi ke 3 Alih Bahasa Siti Suyatmi. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta. 10430.

Anda mungkin juga menyukai