Anda di halaman 1dari 10

Valensi Vol. 3 No.

2, November 2013 (100-109) ISSN : 1978 - 8193

Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati


Sukun-Kitosan
Wini Setiani1, Tety Sudiarti1*, Lena Rahmidar2
1
Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jln. A.H. Nasution No. 105 Cipadung 40614 Tel. (022) 7803936
2
Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Bina Sarana Informatika
Jln. Sekolah Internasional No. 1-6 Antapani Bandung Tel. (022) 7100124
*Email: s_tety70@yahoo.com

Abstrak

Plastik biodegradable dan terbuat dari bahan terbarukan seperti edible film merupakan salah satu
solusi permasalahan lingkungan. Bahan baku utamanya yaitu pati, karena keberadaannya
melimpah serta beragam di Indonesia, salah satunya pati sukun yang memiliki kandungan pati
cukup tinggi (60 %). Namun edible film berbahan dasar pati saja memberikan sifat mekanik dan
ketahanan air yang masih rendah. Pada penelitian ini akan dipreparasi edible film dari poliblend
pati sukun-kitosan dengan plasticizer sorbitol. Metode yang dilakukan yaitu preparasi dan
karakterisasi pati sukun kemudian preparasi dan karakterisasi edible film. Hasil karakterisasi pati
sukun yang diperoleh yaitu kadar pati total 76,39 %, kadar amilosa dan amilopektin berturut-turut
26,76 % dan 73,24 %, suhu gelatinisasi pati sukun 73,98 ºC, kadar air 22,38 % serta derajat
kecerahan yang menunjukkan karakteristik cerah dan berwarna abu-abu pucat. Hasil karakterisasi
edible film menunjukkan, dengan bertambahnya kitosan maka kuat tarik dan ketahanan air
cenderung meningkat. Secara umum hasil terbaik edible film adalah pada formulasi pati sukun-
kitosan 6:4 dengan nilai water uptake sebesar 212,98 %, nilai kuat tarik sebesar 16,34 MPa, nilai
elongasi sebesar 6,00 % dan modulus young sebesar 2,72 MPa. Meskipun demikian, hasil analisis
morfologi edible film pada formulasi pati sukun-kitosan 6:4 masih terdapat pori dan retakan.

Kata kunci : edible film, pati sukun, kitosa.

Abstract

Biodegradable and renewable plastic such as edible film is one of solution the environmental
problem. The main raw material is from starch, because of it is abundant and varied in Indonesia,
one of them is breadfruit starch which has enough high starch content (60 %). But edible film
based on starch give less mechanical properties and less water resistance. In this research the
edible film was made from poliblend of breadfruit starch-chitosan with sorbitol addition. The
Method was done, preparation and characterization of breadfruit starch then preparation and
characterization of edible film. The characteristic result of breadfruit starch was obtained for total
starch content 76.39 %, content of amylose and amylopecktin were 26.76 % and 73.24 %
respectively, the gelatinitation temperature of breadfruit starch was 73.98 ºC, water content 22,38
% and the degree of brightness showed bright characteristic and pale grey colour. The
characteristic result of edible film showed the increasing of chitosan concentration, the tensile
strength and water resistance tended to rise. Generally the best result of edible film was on
breadfruit starch-chitosan formulation 6:4 g/g by the value of water uptake was 212.98 %, tensile
strength was 16.34 MPa, elongation was 6,00 % and modulus young was 2,72 MPa. However, the
result of mhorphology analysis showed that the edible film of breadfruit starch-chitosan
formulation 6:4 are still pores and cracks.

Keywords : edible film, breadfruit starch, chitosan.

1. PENDAHULUAN besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013)


(www.kemenperin.go.id), dikarenakan sifatnya
Dewasa ini penggunaan plastik di yang fleksibel, ekonomis, kuat, tidak mudah
Indonesia sebagai bahan kemasan pangan
pecah serta bersifat sebagai penahan yang baik
untuk memenuhi keperluan sehari-hari sangat bagi oksigen, uap air, dan karbondioksida.

100
Valensi Vol. 3 No. 2, November 2013 (100-109) ISSN : 1978 - 8193

Disamping keunggulan tersebut, polimer amilopektin dalam pati. Kitosan memiliki


plastik juga mempunyai berbagai kelemahan, gugus fungsi amin, gugus hidroksil primer dan
yaitu plastik yang berasal dari minyak bumi sekunder, dengan adanya gugus fungsi tersebut
jumlahnya semakin terbatas dan sifatnya yang mengakibatkan kitosan memiliki kereaktifan
tidak mudah didegradasi meskipun telah kimia yang tinggi karena dapat membentuk
ditimbun puluhan tahun, akibatnya terjadi ikatan hidrogen, sehingga kitosan merupakan
penumpukan limbah plastik yang menjadi bahan pencampur yang ideal. Selain itu kitosan
penyebab pencemaran lingkungan. merupakan turunan kitin, polisakarida paling
Seiring dengan kesadaran manusia akan banyak di bumi setelah selulosa, bersifat
masalah ini, maka dikembangkanlah jenis hidrofobik serta dapat membentuk film dan
kemasan dari bahan organik yang berasal dari membran dengan baik (Dallan et al., 2006).
bahan-bahan terbarukan dan ekonomis, yaitu Sebagai plasticizernya digunakan
dengan mengembangkan plastik biodegradable sorbitol karena dibandingkan dengan gliserol,
dalam bentuk edible film yang dapat diuraikan sorbitol merupakan plasticizer yang lebih
kembali oleh mikroorganisme secara alami efektif yaitu memiliki kelebihan untuk
menjadi senyawa yang ramah lingkungan. mengurangi ikatan hidrogen internal pada
Selain ramah lingkungan, pengembangan ikatan intermolekuler sehingga baik untuk
edible film pada kemasan pangan dapat menghambat penguapan air dari produk, dapat
memberikan kualitas produk yang lebih baik, larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga
karena terbuat dari bahan alami yang tidak akan mempermudah gerakan molekul polimer,
beracun sehingga dapat langsung dimakan dan sifat permeabilitas O2 yang lebih rendah,
kecil kemungkinan terkena kontaminasi tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya
terhadap makanan. murah, dan bersifat non toksik (Astuti, 2011).
Komponen utama penyusun edible film Oleh karena itu, edible film berbahan pati
ada tiga kelompok yaitu hidrokoloid, lemak, sukun-kitosan dan plasticizer sorbitol
dan komposit (Rodriguez, 2006). Salah satu diharapkan dapat memberikan alternatif plastik
bahan utama yang digunakan dalam biodegradable dalam bentuk edible film yang
pembuatan edible film ini yaitu pati yang memiliki sifat mekanik yang baik dan
termasuk kelompok hidrokoloid, yang ketahanan air yang tinggi.
merupakan bahan yang mudah didapat,
harganya murah, serta jenisnya beragam di 2. METODOLOGI PENELITIAN
Indonesia. Beberapa penelitian terdahulu
Pada penelitian ini dilakukan dua
tentang edible film yaitu edible film berbahan
tahapan penelitian yaitu tahap pertama
pati sorgum (Darni dan Utami, 2010),
preparasi dan karakterisasi pati sukun yang
kemudian edible film berbahan dasar pati
berasal dari daerah Garut dan tahap kedua
limbah kulit singkong dengan penambahan
yaitu preparasi edible film yang dilanjutkan
kitosan dan plasticizer gliserol (Sanjaya &
dengan karakterisasi edible film.
Puspita, 2011), akan tetapi edible film yang
dihasilkan sifat mekanik dan ketahanan airnya
masih rendah. Karena itu penelitian edible film Preparasi dan Karakterisasi Pati Sukun
berbahan pati yang memiliki sifat mekanik Proses yang dilakukan yaitu penyortiran
yang baik dan ketahanan air yang tinggi sukun, pengupasan, perendaman dalam air,
menjadi suatu tantangan. pemotongan, pemarutan sukun, dan
Pada penelitian ini akan dipreparasi perendaman dalam larutan garam NaCl 1%,
edible film berbahan pati yang berasal dari pati pemerasan untuk memperoleh endapan
sukun, kitosan, dan plasticizer sorbitol. patinya, proses selanjutnya yaitu pengeringan
Digunakannya sukun (Artocarpus altilis) dengan menggunakan sinar matahari selama ±
sebagai sumber patinya karena kandungan 2 hari (pati sukun yang sudah kering
patinya yang cukup tinggi yaitu sebesar 60 %, dihaluskan dan disaring dengan saringan mesh
pemanfaatannya belum optimal, serta pada ukuran 100, 140, 200 dan >200 mesh),
jumlahnya melimpah hampir di setiap daerah dan karakterisasi pati sukun yaitu analisis
(Koswara, 2006). Kitosan digunakan sebagai kadar pati total dengan luff-Schoorl (SNI 01-
biopolimer pencampurnya untuk meningkatkan 2892-1992), kadar amilosa dan amilopektin
sifat mekanik karena dapat membentuk ikatan (IRRI 1971), anilisis sifat amilografi dengan
hidrogen antar rantai dengan amilosa dan RVA, analisis derajat kecerahan dengan
101
Preparasi dan Karakterisasi Edible Film Poliblend Pati Sukun-Kitosan Setiani, et.al.

kromameter (Soekarto, 1990), analisis kadar berbeda untuk mendapatkan ketebalan rata-rata
air dengan metode oven (AOAC, 1995), dan yang mewakili contoh.
analisis gugus fungsi dengan FTIR.
Uji Mekanik dan Uji Ketahanan Air
Preparasi Edible Film a) Pengujian Sifat Mekanik Meliputi
Tahap ke dua yaitu preparasi dan 1. Kekuatan tarik (Tensile Strength)
karakterisasi edible film (Ban et al., 2005). 2. Perpanjangan (Elongation at break)
Pada penelitian ini ada variabel yang 3. Elastisitas (Modulus young)
divariasikan dan variabel ditetapkan. Untuk Proses pengujian kekuatan tarik
variabel yang divariasikan yaitu perbandingan dilakukan dengan menggunakan alat
massa (g/g) pati sukun terhadap kitosan yaitu MesdanLab strength tipe Tensolab 5000.
dengan formulasi 5:5, 6:4, 7:3, 8:2 dan 10:0 Pengujian dilakukan dengan cara ujung sampel
berdasarkan berat kering campuran pati sukun- dijepit mesin penguji tensile. Selanjutnya
kitosan berukuran 20-30 mesh (CV. Bio dilakukan pencatatan ketebalan dan panjang
Chitosan Indonesia) yaitu 10 gram. Sedangkan awal sampel. Tombol start pada komputer
untuk variable yang ditetapkan yaitu waktu ditekan kemudian alat akan menarik sampel
pengadukan 30 menit, temperatur pengeringan dengan kecepatan 100 mm/menit sampai
dalam oven 70°C selama ±4 jam, total sampel putus. Nilai kekuatan tarik didapatkan
campuran antara pati sukun terhadap kitosan dari hasil pembagian tegangan maksimum
adalah 10 gram, dan konsentrasi larutan 4 dengan luas penampang melintang. Luas
g/100 mL (Ban et al., 2005), konsentrasi penampang melintang didapatkan dari hasil
sorbitol (Bratachem) 30%, serta temperatur perkalian panjang awal sampel dengan
pengadukan campuran pati sukun-kitosan- ketebalan awal sampel. Uji kekuatan tarik
sorbitol yaitu 73,98°C yang dikontrol dengan dilakukan pada tiga sampel edible film yang
menggunakan termometer dan hot plate. kemudian dihitung rata-ratanya. Kekuatan tarik
Ditimbang sejumlah massa pati dan bioplastik dihitung dengan persamaan berikut:
kitosan dengan variasi tertentu. Pati sukun
dilarutkan dengan akuades dalam jumlah τ= (1)
tertentu, sedangkan kitosan dilarutkan dalam
asam asetat 1% (Merck®, 100%) dengan
pengadukan selama ±20 menit menggunakan Keterangan τ =kekuatan tarik (MPa)
stirrer. Kedua larutan tersebut dicampurkan. Fmax =tegangan maksimum (N)
Campuran kemudian dipanaskan dengan A =luas penampang
menggunakan magnetic stirrer sampai melintang (mm2)
mencapai suhu gelatinisasi pati sukun yaitu
73,98 oC. Setelah 25 menit pemanasan, Pengukuran perpanjangan putus
campuran ditambahkan larutan sorbitol 30% dilakukan dengan cara yang sama dengan
sebanyak 3,7 mL dan diaduk selama 5 menit. pengujian kuat tarik. Perpanjangan dinyatakan
Larutan tersebut didinginkan dan dihilangkan dalam persentase, dihitung dengan cara:
gelembung udara atau pun pengotor yang
tercampur pada larutan. Kemudian larutan
Elongasi (%) = x 100 % (2)
sebanyak ±150 gram dituangkan ke dalam
cetakan kaca berukuran 14 × 2,5 cm dan
cetakan diletakkan ke dalam oven pada T = 70 Sedangkan untuk elastisitas (modulus
°C selama ±4 jam. Kemudian cetakan diangkat young) diperoleh dari perbandingan kuat tarik
dan didinginkan ±20 menit. Proses selanjutnya dengan elongasi.
plastik dilepaskan dari cetakannya dan siap
untuk dianalisis dengan berbagai karakterisasi. b) Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
(Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
Karakterisasi Edible Film Analisis gugus fungsi dengan FTIR
Uji Ketebalan Edible Film bertujuan untuk mengetahui proses yang
Film yang dihasilkan diukur terjadi pada pencampuran apakah secara fisik
ketebalannya dengan menggunakan atau kimia karena itu sampel pada tiap proses
mikrometer dengan ketelitian alat 0,0001 mm. pembuatan edible film dianalisis dengan FTIR.
Pengukuran dilakukan pada lima tempat yang Sampel ditempatkan ke dalam set holder,
102
Valensi Vol. 3 No. 2, November 2013 (100-109) ISSN : 1978 - 8193

kemudian dicari spektrum yang sesuai. salah satunya pada bagian hati sehingga terjadi
Hasilnya akan didapatkan difraktogram proses oksidasi enzimatik yang disebabkan
hubungan antara bilangan gelombang dengan oleh enzim fenolase. Untuk mengurangi
intensitas. Spektrum FTIR direkam pencoklatan juga dilakukan perendaman sukun
menggunakan spektrofotometer pada suhu yang telah dipotong di dalam air dan dalam
ruang. larutan NaCl 1 %. Hasil preparasi didapatkan
pati sukun kering sebesar 500 gram dari 4 kg
c) Uji Ketahan Air Edible Film dengan Uji buah sukun yang dilakukan melalui proses
Daya Serap Air (Water uptake) (Ban et al., pengeringan dengan sinar matahari selama ±2
2005) hari.
Prosedur uji ketahanan air yaitu dengan Karakterisasi kadar pati sukun jenis
menimbang berat awal sampel yang akan diuji Arocarpus altilis berdasarkan hasil preparasi
(wo), kemudian dimasukan ke dalam wadah menunjukkan bahwa kadar pati total pati sukun
yang berisi akuades selama 10 detik. Sampel sebesar 76,39 % dan sisanya sebesar 23,61 %
diangkat dari wadah yang berisi akuades dan adalah material lain seperti protein, lemak,
air yang terdapat pada permukaan plastik mineral lain, dan air. Sedangkan untuk kadar
dihilangkan dengan tisu kertas, setelah itu baru amilosanya sebesar 26,76% dan
dilakukan penimbangan. Sampel dimasukkan amilopektinnya sebesar 73,24 %. Kadar pati
kembali ke dalam wadah yang berisi akuades total pada penelitian ini lebih tinggi jika
selama 10 detik. Kemudian sampel diangkat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
dari wadah dan ditimbang kembali. Prosedur yaitu sebesar 60 % (Sanjaya & Puspita, 2011),
perendaman dan penimbangan dilakukan dan 44,90-49,79 %.[9] serta telah memenuhi
kembali sampai diperoleh berat akhir sampel standar pati menurut Standar Industri
konstan (Ban et al., 2005). Selanjutnya air Indonesia (SII) yaitu minimal 75 % pati.
yang diserap oleh sampel dihitung melalui Perbedaan kadar pati sukun pada penelitian ini
persamaan: disebabkan oleh proses ekstraksi dan
pengeringan. Pada penelitian yang dilakukan
sebelumnya, proses pengeringan menggunakan
teknik pramasak (pengukusan) sebelum
Keterangan : W = berat edible film basah dikeringkan sehingga sebagian patinya telah
Wo = berat edible film kering tergelatinisasi. Proses gelatinisasi akan
merusak ikatan hidrogen intermolekuler
d) Analisis Morfologi dengan SEM (Scanning dimana ikatan hidrogen ini berfungsi untuk
Elektron Microscope) mempertahankan struktur integritas granula.
Analisis morfologi terhadap penampang Jika ikatan hidrogen rusak maka granula akan
atas film bioplastik dilakukan dengan bengkak dan pecah sehingga kadar pati yang
menggunakan SEM (Scanning Electron terukur menjadi rendah, selain itu perlakuan
Microscopy) JEOL JSM-6360LA. Sampel pramasak akan membuat tepung sukun
edible film ditempelkan pada set holder dengan menjadi lebih coklat (Noviarso, 2003),
perekat ganda, kemudian dilapisi dengan Sedangkan pada penelitian ini proses
logam emas dalam keadaan vakum. Setelah pengeringan tidak dilakukan proses pramasak
itu, sampel dimasukkan pada tempatnya di sehingga kadar pati bisa lebih tinggi dan proses
dalam SEM, kemudian Gambar topografi pembuatan edible film menjadi lebih mudah
diamati dan dilakukan perbesaran 5000 kali. karena dengan kadar pati yang lebih tinggi
akan mengandung ikatan hidrogen antar rantai
3. HASIL DAN PEMBAHASAN yang lebih banyak. Selain itu pati yang
dihasilkan lebih cerah sehingga akan
Karakterisasi Pati Sukun Hasil Preparasi membentuk edible film yang lebih transparan
Preparasi pati sukun dilakukan melalui dan hal ini penting dari segi estetika dan
proses ekstraksi. Proses ekstraksi pembuatan pemasaran.
pati diawali dengan pemisahan bagian kulit Kadar amilosa yang rendah dan
dan hati dari bagian dagingnya yang bertujuan amilopektin yang tinggi dapat mempermudah
mengurangi pencoklatan (browning) pati proses gelatinisasi pati karena dapat
sukun dikarenakan pada buah sukun menurunkan kelarutan pati di dalam air,
mengandung polifenol yang cukup tinggi, sehingga pati hanya dapat mengembang dalam
103
Preparasi dan Karakterisasi Edible Film Poliblend Pati Sukun-Kitosan Setiani, et.al.

air panas yang dibutuhkan dalam proses Derajat kecerahan suatu bahan
gelatinisasi pati. Dengan kadar amilopektin merupakan kemampuan suatu bahan untuk
yang tinggi, banyak ruang kosong yang ada memantulkan cahaya yang mengenai
sehingga ruang kosong ini akan diisi oleh permukaannya. Proses perendaman dan
biopolimer pencampur. Perbandingan kadar eksraksi pada saat preparasi pati sukun dapat
amilosa dan amilopektin dalam pati sukun memberikan pengaruh terhadap nilai derajat
pada penelitian ini, menunjukkan bahwa pati kecerahan tepung sukun (Ekawidiasta, 2003),
sukun dapat dijadikan sebagai salah satu bahan mengetahui nilai kecerahan pati yang akan
yang berpotensi dalam pembuatan edible film berpengaruh pada produk edible atau hasil
jenis tertentu. preparasinya, semakin putih pati yang
Analisis amilografi pati merupakan digunakan maka edible film yang dihasilkan
analisis yang bertujuan untuk mengetahui akan semakin transparan. Pengukuran derajat
karakteristik pati, mengukur tingkat kecerahan ini dengan menggunakan
gelatinisasi, dan viskositas pati sukun selama kromameter pada beberapa sampel
pemanasan dan pengadukan. Gelatinisasi pati berdasarkan hasil saringan mesh. Hasil
ini terjadi pada suhu tertentu, suhu gelatinisasi pengujian didapatkan bahwa derajat kecerahan
yang diperoleh pada penelitian ini pada kisaran untuk pati yang berukuran > 200 mesh
suhu ±73,98ºC yang diperoleh dengan memiliki kecerahan dengan nilai L*80,49, a*
pengukuran menggunakan RVA pada saat pati 2,29, b* -12,7 dengan warna pati abu-abu
mulai menggumpal dan akan digunakan untuk pucat yang menunjukkan karakteristik warna
proses selanjutnya (preparasi edible film). cerah dan warna merah kebiruan jika dilihat
Analisa kadar air dilakukan untuk dari nilai a dan b nya. Tingkat kecerahan
mengetahui jumlah air yang terkandung dalam edible film kitosan ditunjukkan oleh nilai L.
bahan pangan yang dalam hal ini kadar air pati Semakin tinggi nilai L yang terukur, semakin
sukun serta untuk mempermudah proses cerah warna aktual yang terlihat. Dengan nilai
selanjutnya. Hasil analisis kadar air pada pati L pati sukun sebesar 80,49 maka pati sukun
sukun yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu layak digunakan dalam pembuatan edible film
sebesar 22,38 % (b/b). Kadar air tepung sukun karena akan menghasilkan edible film yang
yang tinggi ini tentunya sangat jauh sekali dari transparan sehingga menunjang dari segi
standar kadar air pati sukun menurut SII yaitu estetika dan pemasaran.
sebesar 14 %. Kadar air berpengaruh pada
masa simpan pati sebagai bahan dasar edible Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
film. Semakin tinggi kadar air pati maka masa (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
simpan pati semakin pendek karena akan Karakterisasi terhadap edible film
semakin cepat terkontaminasi mikroba. namun dengan teknik spektroskopi FTIR dilakukan
dalam pembuatan edible film ini dengan kadar dalam setiap tahap pencampuran, hal ini
air pati sukun yang cukup tinggi tersebut bertujuan untuk mengetahui mekanisme
bukan menjadi masalah yang besar karena pencampuran yang terjadi dengan
dalam pembuatan edible film, pati sukun mengidentifikasi gugus-gugus fungsi yang
dilarutkan dalam air kemudian agar tidak terdapat dalam setiap tahap pencampuran
mudah terjadi pertumbuhan mikroba maka edible film sehingga bisa terlihat adanya gugus
bahan dasar pati sukun disarankan tidak terlalu fungsi baru atau tidak dalam edible film yang
lama disimpan sehingga pati sukun tetap ideal dihasilkan dari campuran pati sukun-kitosan-
digunakan sebagai bahan dasar edible film. sorbitol. Jika dilihat dari spektrum FTIR yang
Perbedaan tingginya kadar air dalam penelitian terbaca pada Gambar 1, pada proses
ini dapat disebabkan oleh proses pengeringan pembentukan edible film tidak ada gugus
yang berbeda. Baik metode maupun waktu fungsi baru yang terbentuk. Hal tersebut
pengerigan berpengaruh secara signifikan menunjukkan bahwa edible film yang
terhadap jumlah kadar air pati yang dihasilkan merupakan proses blending secara
dikeringkan. Faktor lain yang berpengaruh fisika. Gambar 1 (A) menunjukkan bahwa
yaitu kelembaban udara sekitar yang berkaitan mula-mula dari hasil FTIR pati terlihat adanya
dengan tempat penyimpanan bahan, sifat, dan seraapan gugus C-C pada bilangan gelombang
jenis bahan maupun perlakuan yang telah 860,6 cm-1; gugus OH pada serapan 3120,6-
dialami oleh bahan tersebut 3599,1 cm-1; NH pada serapan 1645,2 cm-1;
(Wirakartakusumah, 1981). dan 3750 cm-1, namun dalam intensitas serapan
104
Valensi Vol. 3 No. 2, November 2013 (100-109) ISSN : 1978 - 8193

E
Gambar 2. Usulan Interaksi Hidrogen Antar
D
4000 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450

Bilangan Gelombang (cm ) -1 Molekul Amilosa, Amilopektin dan


Keterangan
Gambar Grafik Hubungan FormulasiC Pati
3. Gambar Kitosan dalam Edible Film
A = Pati SukunSukun-Kitosan-Sorbitol Tehadap
B = Pati SukunWater
+ Kitosan
UptakeSebelum B interaksi hidrogen antar rantai amilosa,
Pemanasan amilopektin, dan kitosan dalam edible film
A
C = Pati Sukun + Kitosan Setelah Pemanasan dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2
D = Pati Sukun-Kitosan-Sorbitol dapat diketahui bahwa dalam bentuk edible
E = Edible Film film terdapat ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen
ini terjadi ketika sebuah molekul atom O
Gambar 1. Grafik FTIR Pati Sukun sampai ataupun N yang terdapat dalam kitosan
Terbentuk Edible Film berinteraksi dengan atom H dari amilosa,
amilopektin ataupun dari kitosan itu sendiri.
Interaksi hidrogen ini juga dapat terjadi antara
yang sangat kecil. Setelah ditambahkan kitosan amilosa maupun amilosa dengan amilopektin.
(Gambar 1 (B)), intensitas serapan NH Dari interaksi yang terjadi dapat disimpulkan
bertambah lebar, meningkat, dan cukup tajam bahwa kitosan dapat meningkatkan sifat
pada bilangan gelombang 3819 cm-1 maupun mekanik edible film dengan membentuk ikatan
pada bilangan gelombang 1654,7 cm-1. hidrogen antar rantai sehingga edible film
Intensitas serapan OH juga semakin lebar dan menjadi lebih rapat dan kaku. Untuk
kuat, yang menunjukkan terdapat pengaruh mengurangi kekakuannya ditambahkan
gugus NH maupun OH dari kitosan. sorbitol dengan pengurangan interaksi
Setelah adanya proses pemanasan pada hidrogen sehingga edible film yang terbentuk
Gambar 1 (C), intensitas serapan gugus NH bersifat elastis.
tidak terlalu lebar begitupun dengan intensitas
gugus OH yang mengalami penurunan Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Water
dikarenakan hilangnya molekul air. Setelah Uptake
ditambahkan sorbitol pada Gambar 1 (D), Hubungan variasi kitosan terhadap
spektrum FTIR hampir sama dan tidak water uptake (daya serap air) dapat dilihat
menunjukkan perbedaan yang signifikan tetapi pada Gambar 3. Penambahan kitosan pada
mengalami sedikit pergeseran, sedangkan OH variasi tertentu cenderung meningkatkan
semakin tajam dan kuat karena adanya sorbitol ketahanan air. Ketebalan edible film juga
yang memiliki banyak gugus OH. Setelah berbanding lurus dengan water uptakenya,
terbentuk edible film pada Gambar 1 (E), semakin tebal produk maka daya serapnya
serapan gugus OH mengalami pelebaran terhadap air semakin besar tapi dalam
karena adanya interaksi dan kemungkinan penelitian ini, nilai ketebalan edible film yang
adanya serapan air pada edible film. Serapan digunakan memiliki ketebalan yang hampir
intensitas NH maupun ketajaman puncaknya sama, dengan tujuan bisa diketahui pada
semakin meningkat signifikan yang formulasi pati sukun-kitosan berapa dihasilkan
menunjukkan bahwa telah terbentuknya edible film yang memiliki ketahanan air yang
membran. tinggi. Ketebalan film diukur menggunakan
Dari hasil FTIR menunjukkan bahwa mikrometer manual dengan pengukuran 0,065
proses pembuatan edible film merupakan mm dengan akurasi ± 0,0001 mm.
proses pencampuran secara fisik dengan Sifat ketahanan edible film terhadap air
adanya interaksi hidrogen antar rantai. Usulan ditentukan dengan analisis water uptake.
105
Preparasi dan Karakterisasi Edible Film Poliblend Pati Sukun-Kitosan Setiani, et.al.

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada penelitian rapat massa antar rantai dalam pati sukun tidak
ini formulasi pati sukun-kitosan 6:4 memiliki terlalu besar dan penyerapan terhadap airnya
ketahanan terhadap air terbaik dibandingkan cukup besar sehingga ketahanan airnya rendah.
yang lainnya yang ditunjukkan dengan nilai Penambahan kitosan mampu meningkatkan
water uptake yang paling kecil yaitu sebesar rapat massa edible film dan menyebabkan
212,98 %. Semakin besar konsentrasi kitosan, jumlah air yang terserap semakin kecil. Ruang
ketahanan airnya cenderung meningkat dengan kosong akan diisi oleh kitosan yang memiliki
persentase water uptake semakin kecil yang sifat hidrofobik sehingga edible film yang
berarti bahwa proses penyerapan air paling dihasilkan akan lebih rapat dan meningkatkan
kecil. Semakin besar konsentrasi pati maka ketahanan terhadap air.
nilai water uptakenya semakin besar
dikarenakan kecenderungan pati yang Hasil Analisis Sifat Mekanik
memiliki lebih banyak gugus hidroksil (OH) Komponen penyusun edible film baik
sehingga lebih banyak dalam menyerap air pati sukun, kitosan sebagai biopolimer
yang dibuktikan dengan perbandingan pati pencampur dan sorbitol sebagai plasticizernya
sukun-kitosan 8:2 memiliki nilai water uptake sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik
terbesar dan dikatakan kurang tahan terhadap edible film yang dihasilkan. Sifat mekanik
air. Sedangkan formulasi pati sukun-kitosan edible film dipengaruhi oleh tiga parameter
10:0 tidak dilakukan uji ketahanan terhadap air yaitu kuat tarik, elongasi, dan modulus young.
dikarenakan lengket dan tidak dapat dilepas Tabel 1 merupakan tabel sifat mekanik edible
dari cetakan kaca secara sempurna sehingga film yang dihasilkan, sedangkan formulasi pati
membuktikan bahwa edible film berbahan sukun kitosan 10:0 tidak dapat diuji sifat
dasar pati saja, sifat mekanik dan ketahanan mekaniknya, hal ini menunjukkan edible film
airnya akan sangat rendah. Hasil uji water berbahan dasar pati saja menghasilkan sifat
uptake edible film pati sukun-kitosan mekanik yang sangat rendah. Berikut ini tabel
ditunjukan pada Gambar 3. hasil uji analisis sifat mekanik edible film pati
Selain formulasi pati sukun-kitosan, sukun-kitosan-sorbitol:
penambahan sorbitol juga berpengaruh Tabel 1 menunjukkan bahwa kuat tarik
terhadap nilai water uptake edible film. terbaik yaitu pada formulasi pati sukun–
Sorbitol merupakan plasticizer yang bersifat kitosan 6:4 dengan nilai kuat tarik 16,34 MPa.
hidrofilik sehingga mempunyai kemampuan Nilai kuat tarik tersebut berbanding lurus
mengikat air. Melihat hasil penelitian dengan jumlah kitosan yang ditambahkan,
sebelumnya mengenai bioplastik dari pati semakin banyak kitosan yang ditambahkan
limbah kulit singkong-kitosan-gliserol maka nilai kuat tariknya cenderung meningkat,
(Sanjaya & Puspita, 2011), bahwa ketahanan disini menunjukkan bahwa kitosan sebagai
terhadap airnya memiliki nilai yang mendekati biopolimer pencampur cenderung
yaitu sebesar 194,12 % untuk nilai ketahan meningkatkan nilai kuat tarik pada formulasi
terhadap air yang optimum sedangkan jika tertentu, dikarenakan kitosan dapat membentuk
dibandingkan dengan plastik konvensional ikatan hidrogen antar rantai sehingga edible
polopropilen sangat jauh sekali, dengan nilai film menjadi lebih rapat. Berikut grafik
water uptake sebesar 0,01 %. Hal ini formulasi pati sukun-kitosan dengan modulus
menunjukkan bahwa ketahanan terhadap young dan elongasi terhadap kuat tarik edible
airnya masih rendah jika dibandingkan dengan film.
plastik konvensional (polipropilen).
Pati sukun lebih banyak mengandung Tabel 1. Tabel Sifat Mekanik Edible Film Patisukun-
amilopektin yang memiliki banyak kitosan-sorbitol
percabangan. Percabangan ini mengakibatkan Perban Kuat Modulus Water
Elonga
No Dingan Tarik young Uptake
ikatan antar rantai dalam amilopektin mudah (g/g) (MPa)
si (%)
(MPa) (%)
putus. Dengan sifat amilopektin yang lebih
amorf maka banyak ruang kosong sehingga 1. 5:5 8,62 4,73 1,82 400,27
2. 6:4 16,34 6,00 2,72 212,98
3. 7:3 5,03 8,40 0,60 485,75
4. 8:2 2,97 6,47 0,46 695,10

106
Valensi Vol. 3 No. 2, November 2013 (100-109) ISSN : 1978 - 8193

kekuatan dan deformasi dari film pada titik


putus. Nilai kuat tarik berbanding lurus
dengan kitosan yang ditambahkan, semakin
besar persentase kitosan maka nilai kuat
tariknya akan cenderung meningkat,[4] hal ini
dikarenakan akan semakin banyak interaksi
hidrogen yang terdapat dalam edible film
sehingga ikatan antar rantai akan semakin kuat
dan sulit untuk diputus karena memerlukan
energi yang besar untuk memutuskan ikatan
tersebut.
Nilai kuat tarik sebesar 16,34 MPa pada
formulasi pati sukun-kitosan 6:4 ini memenuhi
ke dalam nilai kuat tarik standar, dengan nilai
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Formulasi Pati kuat tarik plastik biodegradable sebesar 10-
Sukun-Kitosan-Sorbitol dgn Modulus 100 MPa serta dilihat dari nilai kuat tarik
young dan Elongasi Terhadap Kuat polipropilen sebesar 24,7 yang nilainya cukup
Tarik Edible Film mendekati (Krochta et al., 1997). Adanya
plasticizer sorbitol maka molekul plasticizer
Gambar 4 menunjukkan bahwa kuat
akan mengganggu kekompakan pati,
tarik berbanding lurus dengan modulus young
plasticizer akan menurunkan interaksi
dan berbanding terbalik dengan elongasi. Dari
intermolekul dan meningkatkan mobilitas
gambar tersebut menunjukkan bahwa kuat
polimer (Rodriguez et al., 2006). Seiring
tarik yang optimum pada formulasi pati sukun-
dengan peningkatan konsentrasi sorbitol juga
kitosan 6:4 dengan nilai kuat tarik sebesar
menyebabkan peningkatan elongasi dan
16,34 MPa, modulus young terbaik pada
penurunan kuat tarik.
formulasi pati sukun-kitosan 6:4 sebesar 2,72
Formulasi pati-kitosan juga berpengaruh
MPa serta elongasi terbaik pada formulasi pati
terhadap elongasi produk, semakin banyak
sukun-kitosan 7:3 sebesar 8,40 %. Gambar
kitosan yang ditambahkan maka elongasinya
tersebut juga dapat menjelaskan bahwa pada
akan semakin rendah. Modulus young
formulasi pati sukun-kitosan yang kecil, fungsi
merupakan ukuran kekakuan suatu bahan.
sorbitol dapat terlihat yang ditunjukkan dengan
Pada gambar 4 dapat dilihat pada formulasi
nilai elongasinya yang semakin besar
pati sukun-kitosan 8:2 dihasilkan nilai modulus
sedangkan pada formulasi pati sukun-kitosan
young tertinggi yaitu sebesar 2,72 MPa yang
yang besar maka peran sorbitol kurang terlihat
berarti plastik tersebut lebih kaku.
karena kitosan yang cenderung lebih aktif
Sifat mekanik dari pati sukun-kitosan
berinteraksi hidrogen dengan monomer lain
jika dibandingkan dengan plastik polipropilena
pada edible film.
maupun dengan pastik biodegradable
Analisis kuat tarik ini digunakan untuk
menghasilkan sifat mekanik yang tidak jauh

Tabel 2. Perbandingan Sifat Mekanik Edible Film Pati Sukun-Kitosan-Sorbitol dengan Polipropilen dan plastik
Biodegradable penelitian sebelumnya
No Sifat Mekanik Edible film pati Poli Pati limbah kulit Pati sorgum-kitosan-
sukun-kitosan- propilen singkong-kitosan-gliserol sorbitol
sorbitol
1 Tensile 16,34 24,7-302 43,256 8,75
strength
(MPa)
2 Modulus 2,72 1430 3414.987 54,328
young (MPa)
3 Elongasi (%) 8,4 21-220 1,27 -
4 Water Uptake 212,98 0,01 194,12 36.825
(%)

107
Preparasi dan Karakterisasi Edible Film Poliblend Pati Sukun-Kitosan Setiani, et.al.

berbeda. Untuk nilai kuat tarik (tensile 73,24 %, suhu gelatinisasi pati sukun sebesar
strength) edible film sudah mendekati standar. 73,98ºC, kadar air 22,38 % serta derajat
Namun untuk nilai modulus young sebagai kecerahan yang menunjukkan karakteristik
ukuran kekakuan suatu bahan polimer masih cerah dan berwarna abu-abu pucat. Hasil
jauh dari standar plastik konvensional maupun karakterisasi edible film menunjukkan, dengan
plastik biodegradable seperti dapat dilihat bertambahnya kitosan maka kuat tarik dan
dalam Tabel 2. ketahanan air cenderung meningkat. Secara
umum hasil terbaik edible film adalah pada
Analisis Morfologi Permukaan Edible Film formulasi pati sukun-kitosan 6:4 dengan nilai
dengan SEM (Scanning Electron water uptake sebesar 212,98 %, nilai kuat tarik
Microscope) sebesar 16,34 MPa, nilai elongasi sebesar 6,00
% dan modulus young sebesar 2,72 MPa.
Hasil analisis morfologi permukaan
Meskipun demikian, hasil analisis morfologi
edible film pati sukun-kitosan dapat dilihat
edible film pada formulasi pati sukun-kitosan
pada Gambar 5.
6:4 masih terdapat pori dan retakan.
Berdasarkan hasil uji SEM dengan
komposisi variabel pati sukun-kitosan-sorbitol
(6:4:30%) terlihat bahwa permukaan struktur DAFTAR PUSTAKA
molekul edible film pati sukun terlihat tidak
AOAC. 1995. Official Method of Analysis of the
rapat. Retakan yang terjadi pada edible film
Association of Official Analytical Chemists.
tersebut diduga diakibatkan oleh serat kitosan AOAC Inc. Arlington.
yang ukuran partikelnya cukup besar yaitu 20-
30 mesh sehingga tidak terlarut sempurna. Astuti, A. W. (2011). PKM Pembuatan Edible Film
Dengan kurang rapatnya struktur atau retakan dari Semirefine Carrageenan (Kajian
dari serat-serat tersebut menyebabkan air akan Konsentrasi Tepung SRC dan Sorbitol).
terserap lebih banyak. Gambar tersebut juga Ban, W., Song, J., Argyropoulos, D. S. & Lucia L.
menunjukkan permukaan yang kurang halus A. (2005). Improving the physical and
dan berpori. Permukaan yang tidak halus chemical functionally of Starch – Derived
tersebut mengindikasikan bahwa film kurang Films with Biopolymers, Journal of Applied
homogen. Polymer Science 100: 2542-2548.
Dallan, P. R. M., Moreira, P. da Luz., Petinari, L.,
Malmonge, S. M., Beppu, M. M., Genari, S.
C. and Moraes, A. M. (2006). Effects of
Chitosan Solution Concentration and
Incorporation of Chitin and Glycerol on
Dense Chitosan Membrane Properties.
Journal of Biomedical Materials Research
Part B: Applied Biomaterials: 394-405.
Darni, Y dan Utami, H. (2010). Studi Pembuatan
dan Karakteristik Sifat Mekanik dan
Hidrofobisitas Bioplastik dari Pati Sorgum.
Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan
ISSN 1412-5064, 7 (4): 88-93.
Gambar 5. Penampang Edible Film Pati Sukun- Darni, Y., Utami, H dan Asriah, S. N. (2009).
Kitosan Formulasi 6:4, Konsentrasi Penigkatan Hidrofobisitas dan Sifat Fisik
Sorbitol 30 % dengan Perbesaran Plastik Biodegradabel Pati Tapioka dengan
5000 Penambahan Selulosa dan Residu Rumput
Laut Euchema spinosum. Penelitian Jurusan
Teknik Kimia Universitas Lampung, 3-11.
4. SIMPULAN Ekawidiasta, O. (2003). Karakterisasi Tepung
Berdasarkan penelitian yang telah Sukun (Artocarpus altilis) Dengan
Menggunakan Pengering Kabinet dan
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar pati
Aplikasinya untuk Substitusi Tepung Terigu
sukun total hasil preparasi pada penelitian ini Pada Pembuatan Roti
sebesar 76,39 %, kadar amilosa dan
amilopektin berturut-turut sebesar 26,76 % dan Koswara, S. (2006). Sukun Sebagai Cadangan
Pangan Alternatif. Ebookpangan, 2-3.
108
Valensi Vol. 3 No. 2, November 2013 (100-109) ISSN : 1978 - 8193

Krochta, J. M. and Johnston, C de-Mulderson. Surfactants On The Physical Properties Of


(1997). Edible and Biodegradable Polymers Starch Based Edible Films. Journal of Food
Film: Changes & Opportunities. Food Research International. 39:840-846.
Technol 51 (2): 61-74.
Sanjaya, I G. M. H dan Puspita, T. (2011). PKM
Meliani, V. (2002). Mempelajari Penggunaan Pengaruh Penambahan Khitosan Dan
Tepung Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Plasticizer Gliserol Pada Karakteristik
Fsb) Sebagai Bahan Substitusi Tepung Plastik Biodegradable Dari Pati Limbah
Terigu dalam Pembuatan Cookies, Skripsi Kulit Singkong. Jurusan Teknik Kimia
Program Sarjana, Jurusan Gizi Masyarakat Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi
dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Sepuluh November, 1-6.
Pertanian Institut Pertanian Bogor, 38, 45-
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan
47.
Standarisasi Mutu pangan. IPB. Bogor.
Noviarso, C. (2003). Pengaruh Umur Panen dan
Wirakartakusumah, M. A. (1981). Kietics of Starch
Masa Simpan Buah Sukun (Artocarpus
Gelatinization and Water Absorption in
altilis) terhadap Kualitas Tepung Sukun
Rice. ProQuest Dissertations and Theses.
yang Dihasilkan. Skripsi Program Sarjana
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut www.kemenperin.go.id/articel/6262/semester-1-
Pertanian Bobor, 62-65. konsumsi-plastik-1,9juta-ton
Rodriguez, M., Oses, J., Ziani, K. and Mate, J. I. .
(2006). Combined Effect Of Plasticizer And

109

Anda mungkin juga menyukai