2.3.1 Sifat Fisik kimia Lateks Segar Karet mempunyai sifat kenyal (elastis), sifat kenyal tersebut berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet. Lateks sendiri membeku pada suhu 32oF karena terjadi koagulasi. Partikel karet lam dalam lateks diselaputi oleh suatu lapisan protein sehingga partikel karet tersebut bermuatan listrik (Goutara, dkk: 1985) Karet alam memiliki kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karet alam tinggi sehingga karet alam tidak tahan terhadap reaksi oksidasi, ozon, dan minyak (Ramadhan et al., 2005),. Menurut Alfa et al. (2003), karet alam memiliki daya pantul dan elastisitas yang baik, serta sifat-sifat fisik seperti selatisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi pula. Lateks mengandung 25-40 % bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-77 % serum (air dan zat yang larut). Karet mentah mengandung 90-95 % karet murni, 2-3 % protein, 1-2 % asam lemak, 0,2 % gula, 0,5 % garam dari Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe. Partikel karet tersuspensi (tersebar secara merata)dalam serum lateks dengan ukuran 0,004-3 mikron, atau 0,2 milyar partikel karet per millimeter lateks. (Goutara, dkk: 1985). Lateks adalah suatu sistem koloid yang terdapat partikel karet yang dilapisioleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet (Zahara,2005). Lateks merupakan cairan putih kekuningan hasil dari penyadapan kulittanaman karet yang digunakan sebagai bahan baku olahan karet.Menurut Zuhra (2006), komposisi lateks Hevea Brasiliensis dapat dilihat jikalateks disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm, yang hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Fraksi lateks (37%) : karet (isoprene), protein, lipida dan ion logam. 2. Fraksi Frey Wissling (1-3%) : karotenoid, lipida, air, karbohidrat, protein danturunannya. 3. Fraksi serum (48%) : senyawaan nitrogen, asam nukleat, dan nukleotida,senyawa organik, ion anorganik dan logam. 4. Fraksi dasar (14%) : air, protein dan senyawa nitrogen, karet dan karatenoid,lipida dan ion logam . Komposisi kimia lateks segar dari kebun dan lateks kering disajikan pada Tabel 1. Komponen kimia lateks segar dan lateks kering No Komponen Kimia Lateks Segar (%) Lateks Kering (%) 1 Karet Hidrokarbon 36 92-94 2 Protein 1,4 2,5-3,5 3 Karbohidrat 1,6 - 4 Lipida 1,6 2,5-3,2 5 Persenyawaan organik 0,4 - 6 Persenyawaan anorganik 0,6 0,1-0,5 7 Air 0,5 0,3-1,0 Sumber: Surya (2006) Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25-40% karet dan 6 0 - 7 5 % m e r u p a k a n b a h a n b u k a n k a r e t . K a n d u n g a n b u k a n k a r e t i n i s e l a i n a i r adalah protein (globulin dan ha1ein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan f r u k t o s a ) , Lipida (gliserol, sterol, dan fosfolida). Komposisi ini bervariasi tergantung jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan penggunaan stimulan (Harahap, 2008). 2.3.2 Sifat fisik kimia Lateks Pekat Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah : 1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) 2. Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri. Di samping kedua faktor di atas, ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu, 1989), yaitu : 1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3. Energi bebas antara permukaan yang rendah Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Rusaknya sistem kestabilan lateks dapat terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja. Beberapa faktor yang sengaja dilakukan untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan menambahkan bahan penggumpal seperti asam, sari buah, tawas. Sedang faktor ketidaksengajaan misalnya karena terjadinya penguapan air dalam lateks yang berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh mikroba. Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO2004. Asam asetat atau lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah suatusenyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asamyang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekananasmosferik, titik didihnya 118,1°C. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangatluas di bidang industri dan pangan. Di Indonesia, kebutuhan asam asetat masihharus di import, sehingga perlu di usahakan kemandirian dalam penyediaan bahan(Hardoyono, 2007). Penambahan amonia akan meningkatkan pH lateks menjadi 9 - 10, sehingga muatan negatif pada partikel-partikel karet akan meningkat. Melalui penambahan amonia, ion-ion Mg+ yang dapat mengganggu kemantapan lateks dapat dihindari dengan terbentuknya senyawa kompleks. Ion-ion fosfat yang secara alamiah terdapat dalam serum akan bereaksi dengan amonia membentuk senyawa magnesium amonium fosfat (MgNH4PO4). Amonia juga dapat berfungsi sebagai bakterisida atau penghambat pertumbuhan bakteri pembentuk asam. Amonia banyak dipakai dan umumnya memberikan hasil yang memuaskan apabila diberikan pada dosis yang tepat. Bila amonia digunakan dalam pembuatan krep, maka harus diperhatikan bahwa dalam jumlah yang terlampau besar, amonia dapat mempengaruhi warna dari krep tersebut (Rodgers, 2004, Tim Penyusun PS, 2012, Goutara, 1976).
5.1.1 Penambahan Asam Format dan Asam Asetat
Lateks mempunyai pH 6,9 - 7,2 terdapat dalam bentuk cair karena bermuatan negatif, tetapi bila ditambahkan asam organik atau anorganik misal asam asetat dan asam format sampai pH mendekati titik isoelektrik (pH 3,8 - 5,3 atau 4,2) maka terjadi penggumpalan lateks dimana dengan adanya penambahan asam asetat dan asam format yang berlebihan atau sekaligus diberikan maka akan terjadi penambahan muatan positif sehingga terjadi kekuatan saling tolak-menolak antara partikel atau lateks masih dalam keadaan cair. Kestabilan lateks dipengaruhi muatan listrik dari lateks. Muatan listrik tergantung dari pH lateks. Pada pH tertentu muatan listrik akan mencapai nilai 0 yaitu pada titik isoelektrik dan pH berkisar 4,2 - 4,7. Pada pH tersebut protein tidak stabil, tetapi pada pH ini lateks tidak segera menggumpal karena partikel masih diselubungi mantel air. Dengan tidak stabilnya protein maka protein akan menggumpal dan lapisan ini akan hilang sehingga antar butir terjadi kontak dan akhirnya menggumpal (Djumarti, 2011).
5.1.2 Penambahan Amoniak
Adanya ion OH- di dalam lateks setelah penambahan amoniak dapat memperbesar kebasaan lateks sehingga pH lateks menjadi 9-10, dengan demikian dapat menambah muatan negatif di sekeliling karet (Suharto, 1978). Lutoid yang terdapat pada lateks segar mengandung ion Mg2+ dan Ca2+ yang dapat mengganggu kemantapan lateks. Ion-ion tersebut dapat dipisahkan dengan membentuk kompleks pada reaksi antara ion fosfat yang secara alamiah terkandung di dalam serum dengan amoniak yang telah ditambahkan pada lateks segar. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : Mg2+ + NH4+ PO43- à MgNH4PO4 Kompleks tersebut mengendap dan dapat dipisahkan melalui penyaringan (Handoko, 1995). Amoniak (NH3) adalah bahan kimia yang biasadigunakan dalam industri pembuatan Ribbet Smoke Sheet. Amoniak digunakanuntuk menghindari proses penggumpalan pada latek selama dalam perjalananmenuju tempat pengolahan. Penambahan amonia akan meningkatkan pH lateks menjadi 9 - 10, sehingga muatan negatif pada partikel-partikel karet akan meningkat. Melalui penambahan amonia, ion-ion Mg+ yang dapat mengganggu kemantapan lateks dapat dihindari dengan terbentuknya senyawa kompleks. Ion-ion fosfat yang secara alamiah terdapat dalam serum akan bereaksi dengan amonia membentuk senyawa magnesium amonium fosfat (MgNH4PO4). Amonia juga dapat berfungsi sebagai bakterisida atau penghambat pertumbuhan bakteri pembentuk asam. Amonia banyak dipakai dan umumnya memberikan hasil yang memuaskan apabila diberikan pada dosis yang tepat. Bila amonia digunakan dalam pembuatan krep, maka harus diperhatikan bahwa dalam jumlah yang terlampau besar, amonia dapat mempengaruhi warna dari krep tersebut (Rodgers, 2004, Tim Penyusun PS, 2012, Goutara, 1976).