Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alat kontrasepsi jangka panjang (mkjp) adalah alat kontrasepsi yang
digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan
kesuburan, yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi iud, implant
dan kontrasepsi mantap. Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah
penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan
yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program keluarga berencana (kb) dalam
hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban
pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat
dan bangsa indonesia.

Pelayanan program kb pelaksanaannya senantiasa terintegrasi dengan


kegiatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak serta penanggulangan
masalah kesehatan dan kesetaraan gender sebagai salah satu upaya pemecahan
hak-hak reproduksi kepada masyarakat. Memperhatikan hal-hal tersebut, maka
operasional pelaksanaan program kb perlu dikelola secara lebih serius,
profesional dan berkesinambungan sehingga upaya-upaya tersebut dapat
memberikan kepuasan bagi semua pihak baik klien maupun pemberi
pelayanan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesertaan masyarakat
dalam ber kb, terhindar dari masalah kesehatan, reproduksi, meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Dalam mensosialisaikan kontrasepsi yang akan
dipergunakan oleh akseptor kb sangat ditentukan efektvitas konseling petugas
kesehatan (manuaba, 2010).

Tenaga medis merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan


bagi keberhasilan program keluarga berencana (kb). Sangat mudah dimengerti
jika hal itu membuat tingkat keberhasilan kb di indonesia menurun dengan
demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti
yang diinginkan oleh klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan
waktu dan biaya. Demikian benang merah diskusi bertema “sudahkah peserta
kb diperlakukan sebagai klien?” Yang diselenggarakan badan koordinasi
keluarga berencana nasional (bkkbn) dan john hopkins university melalui
program kb dan kesehatan reproduksi di jakarta (prayitno, 2004). Menurut
siswanto (2010) di indonesia, konseling yang berkualitas masih sangat minim
dan bahkan sulit sekali menemukan klinik yang secara khusus menyediakan
jasa konseling yang benar-benar memenuhi standar. Selain itu,
ketidakseimbangan antara jumlah klien dan tenaga medis yang bertugas
sebagai konselor juga akan mempengaruhi keberhasilan konseling.
Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam
memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, seorang konselor hendaknya
tidak beranggapan dialah yang terhebat sementara si klien tidak tahu apa-apa.
Hal itu, justru akan memunculkan jarak dengan klien sehingga akan sulit
terjalin interaksi yang sebenarnya sangat diperlukan dalam konseling

Pada saat ini diperkirakan memakai akdr/iud, 30% terdapat di cina, 13% di
eropa, 5% di amerika dan sekitar 6,7% di negara-negara berkembang
(augustin, 2000). Survei demografi dan kesehatan indonesia tahun 2002-2003
memperlihatkan proporsi peserta kb untuk semua tercatat sebesar 60,3%. Bila
dirinci lebih lanjut proporsi peserta kb yang terbanyak adalah suntik (27,8%),
diikuti oleh pil (13,2%), iud (6,2%), implant atau susuk kb (4,3%) sterilisasi
wanita (3,7%), kondom (0,9%), sterilisasi pria (0,4%), mal (metode amenore
laktasi) (0,1%), dan sisanya merupakan peserta kb tradisional masing-masing
menggunakan cara tradisional, pantang berkala (1,6%) maupun senggama
terputus (1,5%) dan 0,5% cara lain (BKKBN, 2006).

Pada tahun 2007 yang menggunakan alat kontrasepsi 61,4% yaitu


sebanyak 31,6% menggunakan suntik, pil 13,2 %, AKDR/IUD 4,8%, implant
2,8%, kondom 1,3%, vasektomi dan tubektomi 7,7 %.12. Pada tahun 2009
peserta kb yang tercatat 51,21% akseptor kb memilih suntikan sebagai alat
kontrasepsi, 40,02% memilih pil, 4,93% memilih implant, 2,72% memilih
akdr/iud dan lainnya 1,11%. Pada umumnya masyarakat memilih non metode
kontrasepsi jangka panjang (mkjp). Sehingga metode kb MKJP seperti
AKDR/IUD, implant, kontap pria (mop) dan kontap wanita (mow) kurang
diminati (arum, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian starh (2002) diketahui dari 373 klinik di


indonesia ternyata hanya tiga yang dapat dikategorikan memenuhi standar
konseling. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur standar itu
adalah kecakapan konselor dalam “melayani” klien, termasuk berinteraksi dan
mengorek sebanyak mungkin masalah yang disembunyikan klien. Zarfiel
taffal (2002), juga sependapat jika dalam konseling, klien cenderung akan
menyembunyikan masalah sehingga kelihaian konselor akan menjadi penentu
berkualitas tidaknya konseling itu. Namun, zarfiel menekankan, konseling
hendaknya tidak berorientasi pada efisiensi yang lebih mempertimbangkan
faktor waktu, tetapi lebih kepada keefektifan yang mengutamakan pencapaian
hasil terbaik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah Kontrasepsi Tanpa menggunakan Alat (Metode
Sederhana)?
1.2.2 Bagaimanakah Metode Kontrasepsi Barier?
1.2.3 Bagaimanakah Kontrasepsi Hormonal?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan pengkajian diharapkan klien dapat memilih metode
kontrasepsi yang sesuai dan ideal dengan kondisinya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Kontrasepsi Tanpa menggunakan Alat (Metode
Sederhana)
b. Untuk mengetahui Metode Kontrasepsi Barier
c. Untuk mengetahui Kontrasepsi Hormonal
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum terdapat beberapa persyaratan metode kontrasepsi ideal yang


bisa klien jadikan sebagai perbandingan untuk memilih jenis kontrasepsi
diantaranya adalah; kontrasepsi tersebut berdaya guna, artinya, jika digunakan
sesuai dengan aturan kontrasepsi tersebut memiliki efektivitas yang tinggi dalam
mencegah kehamilan dan tidak akan menimbulkan komplikasi yang berat bagi
klien di masa akan datang; kontrasepsi tersebut terjangkau harganya dan dapat
diterima baik oleh klien, budaya serta masyarakat yang berada di lingkungan klien
tersebut; kontrasepsi tersebut memiliki reversibilitas yang tinggi, bila metode
kontrasepsi tersebut dihentikan penggunaannya maka klien akan segera kembali
kesuburannya (Affandi, 2013)
2.1 Kontrasepsi Tanpa menggunakan Alat (Metode Sederhana)

Metode kontrasepsi ini tidak menggunakan hormon, cara kerjanya hanya


mencagah sperma bertemu dengan ovum, sehingga tidak mempengaruhi
kesuburan dan menstruasi ibu. Yang termasuk kontrasepsi dengan metode
sederhana yaitu :
1. Pembilasan pasca senggama (postcoital douche)
Yaitu pembilasan vagina dengan mengunakan air biasa atau tanpa
larutan obat (cuka atau obat lainnya) segera setelah koitus.
Kurang efektif karena cara ini kemungkinan mengurangi terjadinya
konsepsi hanya dalam batas – batas tertentu, karena pembilasan dapat
dilakukan, spermatozoa dalam jumlah besar sudah memasuki serviks uteri
2. Metode Amenore Laktasi (MAL) dan Perpanjangan masa menyusui anak
Merupakan kontrasepsi yang mengandalkan Pemberian ASI.
Laktasi berkaitan dengan adanya prolaktinemia dan menekan prolaktin
menekan adanya ovulasi.
MAL sebagai kontrasepi bila :
a. Menyusui secara penuh
b. Belum Haid
c. Umur bayi kurang dari 6 bulan
Cara kerja dari MAL adalah menunda atau menekan terjadinyaovulasi. Pada
saat laktasi bbatau menyusui, hormon yang berperanadalah prolaktin dan
oksitoksin. semakin sering menyusui, makakadar prolaktin meningkat dan
hormon gonadotrophin melepaskanhormon penghambat (inhibitor). Hormon
penghambat akanmengurangi kadar mengurangi kadar estrogen sehingga
tidakterjadi ovulasi.

Ketika ibu mulai mendapatkan haid lagi, itu pertanda ibu sudah mulai
subur kembali dan harus segera menggunakan metode kb lain. Namun juga
bisa tanpa di dahului haid karena dapat disebabkan oleh cara menyusi,
seringnya menyusui, lamannya menyusi, jarak antara menuyusi, kesungguhan
menyusui.
3. Metode kalender
Masa subur disebut juga fase ovulasi, mulai 48 jam sebelum
obulasi dan 24 jam setelah ovulasi. Kesulitan cara ini ialah sulit
ditentukan, ovulasi umumnya 14+2 hari sebelum haid pertama, sehingga
pada wanita yang haidnya tidak teratur sulit untuk menentukan ovulasi.
Pada wanita yang tidak teratur haid dengan variasi yang tidak jauh
berbeda, dapat ditentukan masa subur dengan daur haid terpendek
dikurangi 18 hari dan daur haid terpanjang dikurangi 1 hari, dengan masa
pengamatan selama 6 bulan sampai satu tahun berturut – turut.
4. Metode Suhu basal
Suatu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengukur suhu
tubuh untuk mengetahui suhu tubuh basal, untuk menentukan masa
ovulasi, (Handayani, 2010). Setelah ovulasi suhu basal ( BBt / basal body
temperature ) akan sedikit turundan akan naik sebesar ( 0,2 – 0,4 ° C ) dan
menetap sampai masaovulasi berikutnya. Hal ini terjadi karena setelah
ovulasi hormoneprogesterone disekresi oleh korpus luteum yang
menyebabkan suhutubuh basal wanita naik.
Pada waktu ovulasi, suhu akan turun terlebih dahulu dan naik
menjadi 37-38 derajat kemudian tidak akan kembali padasuhu 35 derajat
Celcius. Pada saat itulah terjadi masa subur/ovulasi
Keuntungan metode suhu basal, (Handayani, 2010)
a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pasangan terhadap
masa subur
b. Membantu wanita yang mengalami siklus tidak teratur dengan
cara mendeteksi ovulasi.
c. Dapat membantu menunjukkan perubahan tubuh lain selain
lender servik.
d. Berada dalam kendali wanita
e. Dapat digunakan untuk mencegah atau meningkatkan
kehamilan
Kekurangan metode suhu basal, (Handayani, 2010)
a. Perlu diajarkan oleh spesialis keluarga berencana alami
b. Membutuhkan motivasi
c. Suhu tubuh basal dipengaruhi oleh penyakit, kurang tidur,
stress/tekanan emosional, alkohol, penggunaan sedatifa,
imunisasi, iklim, dan gangguan saluran cerna
d. Apabila suhu tubuh tidak diukur pada sekitar waktu yang sama
setiap hari ini akan menyebabkan ketidakakuratan suhu tubuh
basal.
e. Tidak mendeteksi permulaan masa subur sehingga mempersulit
untuk mencapai kehamilan
f. Membutuhkan masa pantang yang panjang/lama, karena ini
hanya mendeteksi masa pasca ovulasi sehingga abstinen sudah
harus dilakukan pada masa pra ovulasi.
5. Metode Lendir Serviks
Metode lendir serviks adalah metode mengamati kualitas
dankuantitas lendir serviks setiap hari. Periode subur ditandai
denganlendir yang jernih, encer, dan licin. Metode lendir serviks
yaknipengamatan dilakukan pada lendir serviks. Pengamatan lendirserviks
dapat dilakukan dengan merasakan perubahanrasapada vulva sepanjang
hari dan melihat langsung lendir pada waktutertentu. Menjelang ovulasi
lendir ini akan mengandung banyak air(encer) sehingga mudah dilalui
sperma. Setelah ovulasi lendir kembalimenjadi lebih padat.
Jika lendir mulai keluar atau bagi wanita yangmengalami
keputihan (sering mengeluarkan lendir) lendir mengencer,bergumpal-
gumpal dan lengket, hal ini menunjukan akan terjadiovulasi. Sehingga
senggama harus dihindari dengan menggunakanalat kontrasepsi. Pada
puncak masa subur, yaitu menjelang dan padasaat ovulasi lendir akan
keluar dalam jumlah lebih banyak menjaditransparan, encer dan bening
seperti putih telur dan dapat ditarikdiantara dua jari seperti benang. Tiga
hari setelah puncak masa suburdapat dilakukan senggama tanpa alat
kontrasepsi.
6. Senggama terputus
Senggam terputusadalah penarikan penis dari vagina sebelum terjadi
ejakulasi. Cara Kerjanya yaitu Alat kelamin (Penis) dikeluarkan sebelum
ejakulasi sehingga sperma tidak masuk kedalam vagina sehingga
kehamilan dapat dicegah
Efektifitas cara ini diaggap kurang, kegagalan cara ini disebabkan
oleh:
a. Adanya pengeluaran cairan mani sebelum ejakulasi yang mengandung
sperma, apalagi pada koitus yang berulang
b. Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina
c. Pengeluaran segmen dekat pada vulva dapat menyebabkan kehamilan

2.2 Metode Kontrasepsi Barier


Metode kontrasepsi barier hampir sama dengan metode sederhana, yaitu
tidak menggunakan hormon, cara kerjanya hanya mencagah sperma bertemu
dengan ovum, namun dengan menggunakan alat sederhana, sehingga tidak
mempengaruhi kesuburan dan menstruasi ibu. Yang termasuk kontrasepsi
dengan metode barier yaitu :

1. Kondom
Cara kerja kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma da
sel telur denga cara mengemas sperma diujung selubung karet yang
dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah kedalam
salura reprduksi perempuan.
tidak mengganggu kesuburan
2. Diafragma
Cara kerja menahan sperma agar tidak mendapat akses mecapai
saluran alat reprduksi bagian atas (uterus dalam tuba fallopi) da sebagai
alat tempat spermisida
Profil :
a. efektif bila digunakan dengan benar
b. tidak megganggu prduksi ASI
c. tidak mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang sampai 6
jam sebelumnya
d. tidak mengganggu kesehatan klien
e. tidak mempunyai pengaruh sistemik
3. Spermisida
Cara kerja menyebabkan membran sperma terpecah,
memperlambat pergerakan sperma, dan menurunkan kemampuan
pembuaha sel telur

2.3 Kontrasepsi Hormonal


1. Pil Kombiasi
Cara kerja :
a. Menekan ovulasi
b. Mencegah implatasi
c. Lendir serviks mengetal sehigga sulit dilalui sperma
d. Pergerakan tuba terganggu sehingga trasportasi telur dengan
sendirinya akan terganggu pula
Profil :
a. Memiliki efektifiras tinggi (hampir menyerupai efektifitas tubektomi),
bila digunaka setiap hari ( 1 kehamila per 1000 perempua dalam tahu
pertama peggunaa ). Efektivitas pada penggunaan yang sempurna
adalah 99,5-99,9% dan 97% (Handayani, 2010)
b. Resiko terhadap kesehatan sangat kecil
c. Tidak mengganggu hubugan seksual
d. Siklus haid teratur, banyaknya darah haid berkurang (mencegah
anemia ), tidak terjadi nyeri haid
e. Dapat diguakan jangka panjang selama perempuan masih ingin
megguakan untuk mecegah kehamilan
f. Dapat digunakan sejak usia remaa hingga menopause
g. Mudah dihetikan setiap saat
h. Kesubura segera kembali setelah penggunaa pil dihetikan
i. Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat
2. Kontrasepsi pil progestin
Profil :
a. Dosis rendah
b. Tidak memberikan efek samping estrogen
c. Efek samping utama adalah gangguan haid, yaitu Perdarahan bercak,
atau perdaraha tidak teratur
d. Kesuburan cepat kembali
e. Kegagalan menjadi lebih besar jika lupa minum satu pilsaja
3. Sutikan kombinasi (suntik 1 bulan)
Cara kerja :
a. Menekan ovulasi
b. Lendir serviks mengetal sehingga sulit dilalui oleh sperma
(menurunkan kemampuan penetrasi)
c. Perubahan pada endmetrium ( atrofi ) sehingga implantasi terganggu
d. Menghambat transportasi gamet pada tuba
Profil :
a. Reaksi suntikan berlangsung sangat cepat (kurang dari 24 jam)
b. Teradinya perubahan pola haid
c. Efektifitas berkurang jika digunakan bersamaa dengan obat – obat
epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis rifampisin
d. Kemungkinan terlambatnya pemuliha kesuburan setelah pemakaian
e. dapat digunakan oleh wanita tua di atas 35 tahun
Cara peggunaan :
Suntikan kombinasi diberika setiap bulan dengan suntikan intra
muskular dalam. Klien diminta datang setip 4 minggu. Suntikan ulang
dapat diberikan 7 hari lebih awal, dengan kemungkinan terjadi gangguan
perdarahan. Dapat juga diberikan setelah 7 hari dari adwal yang telah
ditentukan, asal diyakini ibu tersebut tidak hamil. Tidak dibenarkan
melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode
kontrasepsi yang lain utuk 7 hari saja
4. Kontrasepsi suntikan progestin (suntik 3 bulan)
Profil :
a. sangat efektif
b. aman
c. dapat dipakai leh semua perempua dlam usia reprduksi
d. terlambatnya kembali kesuburansetelah penghentian pemakaian.
Kembalinya kesuburan lebih lambat, rata – rata 4 bulan
e. cocok untuk masalaktasi karena tidak meneka produksi ASI
f. tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung, dan ganggua pembekuan darah
g. sering ditemukan gangguan haid seperti siklus haid yang memedek
atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan
tidak teratur atau perdarahan bercak spotting), tidak haid sama sekali
h. penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada
vagina, menurukan libido, gangguan emosi, sakit kepala, nervositas,
jerawat
Cara Kerja :
a. Mencegah ovulasi
b. Mengetalka lendir serviks sehingga menurunkan penetrasi sperma
c. Menjadikan selaput lendir tipis dan atrofi
d. Menghambat transprtasi gamet oleh tuba
Menurut Sulistyawati (2013), kedua jenis kontrasepsi
suntikmempunyai efektivitas yang tinggi, dengan 30% kehamilan per
100perempuan per tahun, jika penyuntikannya dilakukan secara
teratursesuai jadwal yang telah ditentukan. DMPA maupun NET EN
sangatefektif sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari 1 per 100
wanitaakan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA
dan 2per 100 wanita per tahun pemakain NET EN (Hartanto, 2002)
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal khususnya suntik 3 bulan
yang cukup lama akan mempengaruhi proses pengembalian
keseimbangan hormonal dan menyebabkan proses kehamilan akan
berjalan lambat untuk beberapa waktu, meskipun telah berhenti
menggunakan kontrasepsi tersebut. Hal tersebut dikarenakan
penggunaan DMPA akan mengakibatkan pembentukan LHRF
(Lutuinizing Hormon Relacing Faktor) dan FSHRF (Folicle
Stimulating Hormone Relasing) yang dapat mengubah lendir serviks
menjadi kental, dan tidak dapat berhenti dengan cepat dikarenakan
kembalinya perubahan hormon akan lebih lambat jika dibandingkan
KB 1 bulan atau KB kombinasi (Fahira, 2014).
Keterlambatan kesuburan setelah penyuntikan DMPA bukanlah
disebabkan oleh terjadinya kelainan atau kerusakan pada organ
genetalia, melainkan karena masih ada saja terjadi pelepasan gestagen
(hormone progesterone) yang terus-menerus dari depo yang terbentuk
di tempat suntikan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harni Ari Julisa dan Anita di
Wilayah Kerja Puskesmas Daya Murni Kabupaten Tulang Bawang
Barat Lampung diketahui bahwa ratarata waktu kembali hamil pada
responden yang menggunakan KB suntik 1 bulan lebih cepat dari pada
responden yang menggunakan KB suntik 3 bulan dengan rata-rata
waktu kembali hamil pada KB suntik 1 bulan yaitu 4.12 bulan dengan
standard eror (SE) 0.3, Sedangkan pada KB 3 bulan rata-rata waktu
kembali hamil yaitu 8.63 bulan dengan standard error (SE) 0.3. bahwa
lama penggunaan DMPA yang paling pendek jangka waktunya adala 9
Bulan. Sedangkan yang paling lama adala 42 Bulan.Lama
pengembalian kesuburan pasca penggunaan KB suntik DMPA adalah
rata-rata 8,82 Bulan
5. Kontrasepsi implan
Profil :
a. Efektifitas 5 tahun untuk norplant, 3 tahun untuk jadenan, indoplant
atau implanon
b. Kesuburan segera kembali setelah imlan dicabut, karena setelah kapsul
dicabut, kadar LNG serum dalam beberapa hari sudah menghilang.
Tidak ada efek jangka panjang untuk kesuburan ibu
c. Bebas dari estrogen
d. Pada beberapa klien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa
perdarahan bercak, hiormenorea, atau meningkatnya jumlah darah
haid, serta amenorea
Cara Kerja :
a. Ledir serviks menjadi kental,
b. Mengganggu proses pembentukan endmetrium, sehingga sulit terjadi
implantasi
c. Mengurangi transportasi sperma
d. Menekan ovulasi
Keuntungan apabila akseptor memakai kontrasepsi implant adalah
perlindungan terhadap terjadinya kehamilan cukup tinggi, praktis sekali
pakai bisa untuk 5 tahun, dan tidak mempengaruhi produksi ASI. Kerugian
yang terjadi bila akseptor menggunakan kontrasepsi implant antara lain
perlu bantuan tenaga terlatih untuk pasang dan cabut, dapat terjadi
kelainan haid, kembalinya kesuburan lebih lama dibanding IUD. Efek
samping yang mungkin terjadi pada akseptor yang menggunakan implant
adalah pusing dan mual, bercak kehitaman dipipi, badan menjadi gemuk,
gangguan haid, dan peradangan ditempat impant dipasang (Saifuddin,
2006).
6. AKDR dengan progestin :
Cara Kerja :
a. Endomerium mengalani transformasi yang ireguler, epitel atrofi
sehingga mengganggu implantasi
b. Mencegah terjadinya pembuahan dengan memblok bersatunya ovum
dengan sperma
c. Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba fallopii
d. Menginaktifkan sperma
Profil :
a. Efeltif dalam 1 tahun
b. Kesuburan segera kembli sesudah AKDR diangkat
c. Efeksamping sangat kecil
d. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan amenorea
7. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Profil :
a. Sangat efektif, reversible dan berjangka panjang sampai (10 tahun :
CuT-380A)
b. Haid menjadi lebih lama dan banyak
c. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
d. Tifak ada efek samping hormonal
e. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan)
f. Haid lebih lama dan banyak
g. Perdarahan (spotting) antar menstruasi
h. Saat haid lebih sakit
i. Kesuburan segera kembli sesudah AKDR diangkat
Cara Kerja :
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopii
b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
c. AKDR terutama mencegah ovum dan sperma bertemu, walaupun
AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi
perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi
d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus

Tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi
semua klien karena masingmasing mempunyai kesesuaian dan kecocokan
individual bagi setiap klien. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD)
merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih
efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom,
berbentuk-T terbuat dari plastik dengan bagian bawahnya terdapat tali
halus yang juga terbuat dari plastik, dililit tembaga atau campuran
tembaga dengan perak. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas
dengan waktu penggunaan dapat mencapai 2-10 tahun dengan metode
kerja mencegah masuknya sprematozoa/sel mani ke dalam saluran tuba
(Ambarwati, 2009).
Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/doc/53675424/KELUARGA-BERENCANA-
KONTRASEPSI (diakses 18 Agustus 2019 pukul 15.00 WIB)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34785/Chapter%20I.pdf;se
quence=5 (diakses 31 Oktober 2019 pukul 21.40 WIB)
Azwar, Saifuddin. (2009). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Affandi, Biran. (2013). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hanafi Hartanto.2007.Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.Jakarta : YBPSP

Anda mungkin juga menyukai