Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KELOMPOK KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN DEPRSI

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Maulana Ifdatul (1811316031)

Muhammad Roni (1811316032)

Ika Kemala Sari (1811316033)

Dwi Ayu Humaira (1811316034)

Nodi Gusti Randa (1811316035)

Anggi Persadanta (1811316036)

Hermayunita (1811316037)

Delvia Nora (1811316038)

Chindi Hastuti (1811316039)

Dosen Pembimbing :

Dr. Rika Sabri, Ns, M.Kep.Sp.Kom

PROGRAM B STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan lansia yang semakin meningkat akan menimbulkan berbagai macam

masalah yang muncul seperti masalah fisik, psikologis dan sosial. Keberadaan usia

lanjut di tandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke

tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan

dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif.

Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami berbagai

perasaan sedih, cemas , kesepian, mudah tersinggung dan depresi. Jika lansia

mengalami gangguan tersebut maka kondisi tersebut daopat mengganggu kesehatan

sehari-hari lansia. Mencegah dan merawat lansia dengan masalah tersebut adalah hal

yang sangat penting dalam upaya mendorong lansia bahagia, sejahtera di dalam

keluarga sertas masyarakat.

Perubahan pada lansia ini salah satunya adalah terjadinya perubahan psikologis

seperti terjadinya depresi. Depresi ini merupakan gangguan mental yang sering

diderita para lanjut usia. Depresi menjadi salah satu problem gangguan mental yang

sering ditemukan pada usia lanjut. Prevalensi diperkirakan 10% - 15% dari populasi

lanjut usia dan diduga sekitar 60% dari pasien di unit Geriatri menderita depresi,

sehingga gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai bagian dari proses

menua (Soejono,2001).

B. Pokok Bahasan

1. Penegrtian deprsi
2. Etiologi

3. Gambaran klinis

4. Tingkat depresi pada lansia

5. Dampak depresi pada lansia

6. Penatalaksanan depresi pada usia lanjut

7. Askep depresi pada lansia


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suanasan pesaaan yang

meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi

perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock, 2007). Depresi

adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan

kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup,

tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih

baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of

personality), prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari

Dadang, 2001).

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis

seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau

berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan Sukamto, 2004).

Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian

seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih, murung,

kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah depresi

untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal,

tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. (Suryantha Chandra, 2002:8).
B. Etiologi

Etiologi diajukan para ahli mengenai depresipada usia lanjut (Damping,2003) adala

h:

1. Polifarmasi

Terdapat beberapa golongan obat yang dapatmenimbulkan depresi, antara lain :

analgetika, obatanti inflamasi nonsteroid, anti hipertensi, anti psikotik, anti kanker,

ansiolotika dan lain-lain.

2. Kondisi medis umum

Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah

gangguan endokrin, neoplasma, gangguan neurologis dan lain-lain.

3. Teori neurobiologi

Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada

beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada

depresi lansia seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin,

asetil kolin serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses

penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.

4. Teori psikodinamik

Kolaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung

menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta di inrojeksikan ke dalam

individu sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu. Kemarahan

terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya

terjadi perasaan bersalah atau enyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna dan

sebagainya.

5. Teori kognitif dan prilaku


Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat

hubugan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan

seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dansebagainya dengan sensasi passive help

lessness padapasien usia lanjut. Salah satu teori psikologis tentang terjadinya

gangguan depresif adalah terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan

dengan bagaimana interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan

yang dialaminya.

6. Teori psikoedukatif

Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu padaorang tua usia lanjut misal

ketidak berdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga tiadanya sanak saudara

ataupun perubahan fisik yang diakibatkan proses penuaan dapat memicu

terjadinya depresi lanjut lansia.

7. Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religius yang kurang di hubungkan

dengan terjadinya depresi pada lansia.. Suatu penelitian komunitas di Hongkong

menunjukkan hububgan anatra dukungan sosial yang buruk dengan depresi.

Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang lebih rendah pada labisa di

Eropa. Religiouscoping berhubungan dengan kesehatan emosiional dan fisik yang

lebih baik. “Religious coping”berhubungan dengan berkurangnya gejala- gejala

depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan tidak nerguna,

penarikan diri dari interaksi social, kehilangan harapan dan gejala-gejala kognitif

pada depresi (Blazer, 2003).

C. Gambaran Klinik

Individu dengan depresi juga harus mengalami perubahan paling sedikit 4 gejala

tambahan yang ditarik dari suatu daftar yang meliputi perubahan-


perubahan dalamnafsu makan atau berat badan, tidur, dan aktivitaspsikomotorik; ener

gi yang berkurang, perasaan tidak berharga atau bersalah, kesulitan berkonsentrasi,

atau membuat keputusan; ataupemikiran- pemikiran berulang tentang kematian, rencana

atau usaha bunuh diri (American Psychiatric Association)

Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala- gejala depresi usia lajut :

a. Kecemasan dan kekhawatiran


b. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
c. Masalah-masalah somatik yang tidak dapatdijelaskan
d. Iritabilitas
e. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis ataudiet
f. Psikosis

Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda.
Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Keluhan somatik
cendrung, lebih dominan dibandingkan dengan mood depresi. Gejala fisik yang
dapat menyertai depresi dapat bermaca-macam seperti sakit kepala, berdebar-debar,
sakit pinggang, gangguan gastrointestinal dan sebagainya. Sedangkan menurut greg
wilkinson tanda dan gejala depresi terbagi atas :

a. Suasana hati
1) Sedih

2) Kecewa

3) Murung

4) Pustus asa

5) Rasa cemas dan tegang

6) Menangis

7) Perubahan suasana hati

8) Mudah tersinggung
b. Fisik
1) Merasa kondisi menurun, lelah
2) Pegal-pegal
3) Sakit
4) Kehilangan nafsu makan
5) Kehilangan berat badan
6) Gangguan tidur
7) Tidak bisa bersantai
8) Berdebar-debar dan berkeringat
9) Agitasi
10) Konstipasi

D. Tingkat Depresi pada Lansia


Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu :
1. Depresi ringan
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah,
konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang,
perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan
dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.
2. Depresi Sedang
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
3. Depresi berat tanpa gejala manic
Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan
bunuh diri.

Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:

1. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),


2. Hilang minat atau gairah
3. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
a) Konsentrasi menurun,
b) Harga diri menurun,
c) Perasaan bersalah,
d) Pesimis memandang masa depan,
e) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
f) Pola tidur berubah,
g) Nafsu makan menurun

Tabel Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Gejala lain Fungsi Keterangan


Utama
Ringan 2 2 Baik Distress +
Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung
minimal 2
minggu
Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala
berat sangat berat

E. Dampak Depresi pada Lansia


Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendirimaupun yang bersamaan dengan
penyakit lainhendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karenabila tidak diobati
dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
a. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler.
a. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk
penyakit kardiovaskular (Misal: peningkatan hormone
adrenokortikotropin akan meningkatkan kadarkortisol).
b. Metabolisme serotonin yang terganggu padadepresi akan menimbulkan efek tro
mbogenesis.
c. Perubahan suasana hati (mood) berhubungandengan gangguan respons
imunitas termasukperubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.
d. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural killer.
b. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang burukpada program
pengobatan maupun rehabilitasi.

Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapatberlangsung bertahun-tahun


dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial
dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, danmeningkatnya morbiditas
dan mortalitas akibat bunuhdiri dan penyebab lainnya (Unützer, 2007). Beberapap
enelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkanpeningkatan penggu
naan rumah sakitdan outpatient medical services (Blazer, 2003).

F. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap
lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan
gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian
dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan
memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah
digunakan untuk diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun
praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan
oleh Yesavagepada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki
keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari
pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes
reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari
30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS
menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya”
atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk
menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal
somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10
menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-
30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan
evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan
alat penapisan.

G. Penatalaksaaan Depresi pada Lanjut Usia


1. Terapi fisik
a) Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis
separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan
gejala.
b) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri
atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan
aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral
untuk mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai
ada perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan
untuk mencegah kekambuhan.
2. Terapi psikologik
1) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan
bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik
maupun kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme
psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan
terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien
lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
2) Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia
lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus
diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan
aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
3) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan
mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang
depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah
dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses
penyembuhan pasien.
4) Penanganan ansietas
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik
secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau
melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum
sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi
relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia
dan masyarakat, yaitu:
a. Diri Sendiri (Lansia)
1) Berfikir positif
2) Terbuka bila ada masalah
3) Menerima kondiri apa adanya
4) Ikut Kegiatan pengajian
5) Tidur yang cukup
6) Olahraga teratur
7) Optimis
8) Rajin beribadah
9) Latihan relaksasi
10) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
b. Keluarga
1) Dukung lansia tetap berkomunikasi
2) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
3) Mendengarkan keluahan lansia
4) Berikan bantuan ekonomi
5) Dukung kegiatan lansia
6) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
7) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
c. Masyarakat
1) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
2) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
3) Support group
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas diri klien
2. Struktur keluarga : Genoogram
3. Riwayat Keluarga
4. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
5. Kaji adanya depresi.
6. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti
geriatric depresion scale.
7. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
8. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap:
a. Perilaku.
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas
hidup sehari-hari?
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial?
3) Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?
4) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?
b. Afek
1) Apakah kilen menunjukkan ansietas?
2) Labilitas emosi?
3) Depresi atauapatis?
4) lritabilitas?
5) Curiga?
6) Tidak berdaya?
7) Frustasi?
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
2) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja
atau yang sudah lama terjadi?
3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
4) Kurang mampu membuat penilaian?
5) Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah
menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota
keluarga yang lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya
komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran
pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.
B. Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara haruS
membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam
atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan
bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.

b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi


Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif
depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri
kurang)
2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu,
lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak
sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri. Bila data tersebut saudara peroleh,
data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada
lansia (Depresion Geriatric Scale).

C. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan dada,
anoreksia, sakit punggung, pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup,
merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
b. Data Objektif
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan
sikap yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering
menangis.
5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu,
tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak
masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang
pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable)
dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang
dan keterbelakangan psikomotor.

D. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
b. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
c. Ketidakberdayaan
d. Risiko bunuh diri
e. Gangguan pola tidur

E. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptive
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia merasa
tidak stres dan depresi.
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Klien dapat menggunakan dukungan social
3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi
mengatasi keputusasaannya. pada lansia
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya
individu diri
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber Menumbuhkan
harapan (misal: hubungan antar sesama, semangat hidup lansia
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). Klien dapat
menggunakan
dukungan sosial
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber Lansia tidak merasa
ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim sendiri
pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia
kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: Untuk menangani
konseling pemuka agama). klien secara cepat dan
tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat
frekuensi, efek dan efek samping minum menggunakan obat
obat). dengan benar dan tepat
Untuk memberi
pemahaman kepada
lansia tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). memaksimalkan fungsi
obat secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah
samping yang dirasakan. pengetahuan lansia
tentang efek-efek
samping obat.
10 Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya
obat dengan benar. lebih berharga

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasukan yang
tidak adekuat akibat penurunan nafsu makan
Tujuan: Tidak ada gangguan kebutuhan nutrisi pada klien
Kriteria hasil:
1) Nafsu makan meningkat
2) Tidak ada mual dan muntah
No Intervensi Rasional
1 Observasi porsi makanan yang telah di Mengkaji intake
habiskan. makanan yang telah di
habiskan.
2 Anjurkan makanan sedikit-sedikit tapi sering Menghindari mual dan
muntah
3 Berikan makanan selagi hangat Memberikan makanan
hangat dan lunak tidak
menyebabkan mual
dan muntah.
4 Hindari makanan pantangan bagi klien. Menghindari
komplikasi penyakit
5 Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian Menghilangkan atau
terapi mengurangi keluhan
pasien

c. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan depresi


Tujuan:
1) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
Kriteria hasil:
1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
2) Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif

No Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan pasien tentang Menggali ide dalam pikiran klien tentang
ide-ide bunuh diri bunuh diri
2 Buat kontrak dengan pasien untuk Meminimalkan resiko pasien bunuh diri
tidak melakukan bunuh diri
3 Bantu pasien mengenali perasaan Menggali perasaan pasien tentang
yang menjadi penyebab timbulnya penyebab bunuh diri
ide bunuh diri
4 Ajarkan beberapa alternatif cara Membantu pasien dalam membentuk
penyelesaian masalah yang koping adaptif
konstruktif
5 Bantu pasien untuk memilih cara Meringankan masalah pasien
yang paling tepat untuk
menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
6 Beri pujian terhadap pilihan yang Pujian dapat menyenangkan perasaan
telah dibuat pasien dengan tepat. pasien

Tindakan pada Keluarga


Tujuannya agar keluarga mampu:
1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasie
2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide
bunuh diri
2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien:
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-benda yang
memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali pengikat, ikat
pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus menerus
d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif
dalam menyelesaikan masalah
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif
yang telah digunakan oleh klien.
d. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan
Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi
penyebab tidur tidak adekuat.
3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
No Intervensi Rasional
1 Bersama klien mengidentifikasi gangguan Untuk mengetahui apa
pola tidur saja penyebab
gangguan pola tidur
pada pasien
2 Diskusikan cara-cara utuk memenuhi Mempermudah pasien
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau susu untuk memperoleh
hangat sebelum tidur, hindarkan minum yang kebutuhan tidur yang
mengandung kafein dan coca cola, baik
dengarkan musik yang lembut sebelum
tidur)
3 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang Cara-cara yang sesuai
sesuai dengan kebutuhannya dapat mempermudah
pasien
4 Berikan lingkungan yang nyaman untuk Agar pasien dapat
meningkatkan tidur. kualitas tidur yang baik

Tindakan untuk Keluarga


Tujuan
1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada
pasien
2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Depresiadalahsuatubentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian
seseorang, yang merupakan perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan
menderita.Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada
keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan,rasa kesal, tidak mempunyai harga
diri, dan tidak bertenaga. Beberapa penyebabnya yaitu teori psikososial, genetic dan
biologi serta teori kognitif. Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang
bersamaan dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh
karena apabila tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan
prognosisnya.

B. Saran
Semoga tersusunnya makalah ini, dapat berguna bagi penulis dan rekan-rekan
mahasiswa lainnya. Dan semoga bisa menjadi sebuah referensi dalam proses
pembelajaran mata ajar keperawatan gerontik. Sebagai penulis, kami merasa masih
banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan agar penyusunan makalah
ini bisa mencapai kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Nuzulul Wahyudi. Askep Kritikal Pada Lansia Pada Kasus Depresi. Sabtu, 02 November 2013

http://nuzulwahyudi10.blogspot.com

Elvy Hadaming. Askep Lansia Dengan Masalah Psikologis. Rabu, 23 April 2014

http://evyhadaming.blogspot.com

Desi Artika. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikologi Dan Psikososial.
Selasa, 29 Juli 2015

http://desiartikaratnasary.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai