Anda di halaman 1dari 19

RINGKASAN MATA KULIAH (RMK)

PENGANTAR HUKUM BISNIS


Dosen Pengajar: Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH.

KELOMPOK I:
1. Muhammad Bagas Rinaldi – 1707531065

2. I Gede Candra Kusuma - 1707531039

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
I. Pengertian Hukum

Pengertian hukum adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat norma-norma dan
aturan-aturan yang mengatur tingkah laku manusia. Ada pula yang menyebutkan hukum
merupakan aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang dapat mengatur masyarakat dan
dikenai sanksi jika melanggarnya.

Pemegang kekuasaan tidak dapat berlaku sewenang-wenang karena telah dibatasi oleh
hukum. Selain itu, hukum dapat membantu untuk melindungi hak dan kewajiban setiap warga
negara.

Menurut Plato, hukum merupakan sebuah peraturan yang teratur dan tersusun dengan
baik, serta dapat mengikat terhadap masyarakat ataupun pemerintah.

Menurut Achmad Ali, Hukum merupakan norma yang mengatur yang benar dan mana
yang salah. Pembuatannya dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis.
Memiliki ancaman hukuman jika melanggar norma tersebut.

II. Hukum Bisnis Dan Pengertiannya

Hukum bisnis dapat didefinisikan sebagai peraturan-peraturan yang dibuat dalam


rangka mengatur kegiatan bisnis. Untuk lebih jelasnya, hukum bisnis dapat diartikan sebagai
peraturan-peraturan yang tertulis yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mengatur,
melindungi dan mengawasi seluruh kegiatan bisnis baik itu kegiatan perdagangan atau
industri atau bidang jasa atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan keuangan dan sektor
bisnis. Hukum bisnis juga dapat diartikan sebagi suatu perangkat kaidah hukum yang
mengatur tentang tata cara pelaksaan kegiatan dagang, industri, atau keuangan yang
dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang dan jasa.

III. Latar Belakang Hukum Bisnis Indonesia

Krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1998 berdampak sangat buruk terhadap
perekonomian negara Indonesia. Hampir diseluruh sektor termasuk sektor industri baik
industri besar maupun industri kecil merasakan dampak dari krisis ekonomi tersebut. Tidak
sedikit pelaku hukum bisnis yang terpaksa gulung tikar karena tidak mampu bertahan dengan
krisis ekonomi yang mendalam. Akibatnya, jumlah pengangguran meningkat secara pesat.
Banyak perusahaan yang melakukan efisiensi dan restrukturisasi alias Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK massal). Harga bahan baku meningkat tajam sementara produksi barang dan jasa
tidak laku sehingga membuat sektor ekonomi mikro dan makro sulit untuk bertahan.

Saat sekarang ini, perekonomian Indonesia telah berangsur-angsur pulih. Bisnis di


Indonesia mulai menggeliat dan berkembang pesat. Beberapa jenis usaha dan bisnis yang
dulunya sulit berkembang, saat ini malah tumbuh subur dan menjamur, terutama sektor
telekomunikasi, waralaba dan pembiayaan.

Sektor komunikasi mampu berkembang disebabkan kemajuan teknologi yang


berkembang pesat pula. Hal ini dapat dilihat pada produksi barang-barang seperti telepon
genggam dan internet. Para pelaku bisnis di sektor ini bergairah karena melihat minat
masyarakat yang sangat tinggi. Bermunculan pula operator seluler, seperti PT. Smartfren
Telekom Tbk, PT. Axis Telekom Indonesia, PT. XL Axiata Tbk, dan sebagainya. Pada
bagian hilirnya, bermunculan bak jamur bisnis gerai penjualan telepon genggam dan voucher
pulsa di tengah-tengah masyarakat kita.

Perkembangan perekonomian di Indonesia dapat dicermati dari berkembangnya data


usaha mikro kecil dan menengah. Data tahun 2006 menunjukkan seluruh unit usaha di
indonesia telah mencapai angka 45,7 juta unit usaha dan pada bulan juni tahun 2011 semakin
berkembang menjadi 51 juta unit usaha.

IV. Aspek pokok asas hukum bisnis

Aspek hukum yaitu terdiri dari aspek yuridis, aspek ekonomis, aspek politis, aspek
sosiologis, aspek historis, aspek cultural atau kebiasaan, aspek agama atau kepercayaan, dan
aspek phylosofis. Sehingga hukum bisnis dibentuk juga berdasarkan dari aspek-aspek
tersebut. Sedangkan untuk aspek pokok dari asas hukum bisnis yaitu: 1). aspek kontrak
(perjanjian) yang menjadi sumber hukum paling utama dimana masing-masing pihak tunduk
pada perjanjian yang telah disepakati bersama. 2). aspek kebebasan membuat perjanjian
dimana para pihak bebas membuat dan menentukan isi dari perjanjian yang disepakati
bersama.

V. Hukum perusahaan
Perusahaan adalah segala bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap, terus menerus, bekerja, berada dan didirikan di wilayah Negara Indonesia
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba. Hukum perusahaan merupakan
semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha.

Ciri khas dari perusahaan adalah :

– Bekerja terus menerus

– Bersifat tetap

– Terang-terangan

– Mendapat keuntungan

– Pembukuan.

Badan Usaha

Yaitu perkumpulan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.

Dengan ciri-ciri sebagai berikut :

– Adanya kepentingan terhadap sesuatu.

– Adanya kehendak.

– Adanya tujuan.

– Adanya kerjasama untuk mencapai tujuan.

Dalam arti sempit misalnya perkumpulan advokat se-Indonesia (asosiasinya) yang tidak
mendapat keuntungan.

Unsur-unsur usaha yang dikatakan sebagai badan hukum :

 Adanya harta kekayaan yang dipisahkan


 Mempunyai tujuan tertentu
 Mempunyai kepentingan sendiri
 Adanya organisasi yang teratur
 Proses pendiriannya mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman

VI. Hukum perjanjian dalam aspek hukum bisnis (kontrak)


Kontrak sering disebut dengan istilah “Perjanjian” sebagai terjemahan dari
“Agreement” dalam bahasa Inggris atau “overeenkomst” dalam bahasa Belanda. Namun
seiring dengan berjalannya waktu istilah yang sepadan dengan Kontrak yaitu istilah
“Transaksi” yang merupakan istilah bahasa Inggris “transaction”. Istilah Kontrak sekarang
merupakan istilah yang modern paling umum digunakan dalam dunia bisnis, dan hukum yang
mengatur tentang kontrak disebut “Hukum Kontrak”

Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement)


diantara dua pihak atau lebih yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan
hubungan hukum.

Dasar Hukum utama dari Kontrak terdapat dalam KUH Perdata. Selain KUH Perdata,
Sumber Hukum Kontrak adalah :

1. Peraturan perundang-undangan yang lainnya yang mengatur jenis kontrak tertentu atau
mengatur aspek tertentu dari kontrak;
2. Yurisprrudensi, yaitu putusan-putusan hakim yang memutuskan perkara berkenaan dengan
kontrak;
3. Perjanjian Internasional, baik bersifat bilateral atau multilateral, yang mengatur tentang
aspek bisnis internasional;
4. Kebiasaan-kebiasaan bisnis yang berlaku dalam praktek sehari-hari,
5. Doktrin atau pendapat ahli yang telah dianut secara meluas;
6. Hukum adat didaerah tertentu sepanjang menyangkut tentang kontrak-kontrak tradisional
di pedesaan.

Kontrak dan perikatan

Suatu perikatan timbul karena undang-undang maupun karena kontrak atau perjanjian.
Contoh perikatan berdasarkan undang-undang :

1. Perikatan yang menimbulkan kewajiban-kewajiban tertentu diantara penghuni pekarangan


yang saling berdampingan;
2. Perikatan menimbulkan kewajiban mendidik dan memelihara anak;
3. Perikatan karena adanya perbuatan melewat hukum (onrecht matigedaad);
4. Perikatan yang timbul karena perbuatan sukarela (zaakwaarneming), sehingga perbuatan
sukarela tersebut harus dituntaskan;
5. Perikatan yang timbul dari perikatan wajar (naturlijke verbintenisen)

Asas-asas kontrak

1. Asas kontrak sebagai hukum mengatur;

Hukum mengatur adalah peraturan-peraturan hukum yang berlaku bagi subjek hukum,
misalnya para pihak dalam suatu kontrak.

2. Asas sebagai Kebebasan Berkontrak;

Asas kebebasan berkontrak merupakan konsekuensi dari asas berkontrak sebagai hukum
mengatur; maksudnya bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk
membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasan untuk mengatur kontrak
tersebut. Asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh rambu-rambu;

1. Harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak


2. Tidak dilarang undang-undang
3. Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
4. Harus dilaksanakan dengan itikad baik
5. Asas pacta sunt servanda;

VII. Pengertian Investasi

Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki biasanya
berjangka panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang
sebagai kompensasi secara profesional atas penundaan konsumsi, dampak inflasi dan resiko
yang ditanggung. Keputusan investasi dapat dilakukan individu, dari investasi tersebut dapat
berupa capital gain/loss dan yield. Investasi dapat dilakukan dalam bentuk investasi pada
aspek fisik (real asset) dan investasi pada aset finansial (financial asset). Aset fisik adalah
aset yang mempunyai wujud secara fisik, sedangkan asset finansial adalah surat-surat
berharga yang pada umumnya adalah klaim atau aktivariel dari suatu entitas.
Alasan seorang investor melakukan investasi adalah untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik di masa yang akan datang serta untuk menghindari merosotnya nilai
kekayaan yang dimiliki. Investasi juga dapat diartikan sebagai suatu komitmen atas sejumlah
dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan padasaat ini dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan di masa yang akan datang.

Dasar hukum investasi

Mengenai masalah hukum investasi ini dapat kita temukan dalam peraturan perundang
undangan seperti sebagai berikut :

1. Tap MPR nomor 23/1/1996 dalam pasal 6


2. Undang undang nomor 25 tahun 2007
3. Asas asas hukum investasi
4. Asas ekonomis, yaitu asas yang menyatakan bahwa hukum investasi memiliiki nilai yang
bersifat ekonomis.
5. Asas hukum internasional, yaitu hukum investasi harus memperhatikan nilai nilai yang
berlaku di dunia internasional.
6. Asas dokrasi ekonomi, Yaitu penanaman modal dilakukan secara bebas dan terbuka untuk
investor asing. Asas ini menjadi penting karena mendukung adanya pasar bebas.
7. Asas kemanfaatan, yaitu agar penanaman modal ini hasilnya dapat depergunakan untuk
kesejahteraan masyarakat.

Asas-asas yang diatur dalam pasal 3 Undang Undang no 25 tahun 2007 antara lain:

1. Asas kepastian hukum : penanaman modal harus berdasarkan Undang Undang yang
berlaku.
2. Asas keterbukaan : masyarakat berhak mendapat informasi yang benar dan jujur mengenai
penanaman modal yang dilakukan.
3. Asas akuntabilitas : semua hasilnya dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
4. Asas perlakuan yang sama : penanaman modal harus melakukan perlakuan yang sama
terhadap investor (asing maupun tidak) kecuali dalam hal untuk kepentingan keamanan
negara.
VIII. Hukum Kepariwisataan
Pengertian, Asas, Tujuan dari Wisata menurut UU no 10 tahun 2009
a. Pengertian

Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari
daya tarik wisata yang dikunjunginya dalam jangka waktu sementara. Wisatawan adalah
orang yang melakukan wisata. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha,
Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah.

Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan


bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang
dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat sesama wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.

Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daerah tujuan wisata atau Destinasi
Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau atau lebih wilayah
administrasi yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata.

b. Asas Kepariwisataan

Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas : manfaat, kekeluargaan, adil dan merata,


keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan
dan kesatuan.

c. Tujuan
 Kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
 Meningkatkan kesajhteraan rakyat
 Menghapus kemiskinan
 Mengatasi pengangguran
 Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
 Memajukan kebudayaan
 Mengangkat citra bangsa
 Memupuk rasa cinta tanah air
 Memperkukuh jadi diri dan kesatuang bangsa
 Mempererat persahabatan antar bangsa

IX. Hak kekayaan intelektual

Istilah Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari Intellectual


Property Right, sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang
pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization).
Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai hak atas
kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan
dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right).

HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu
hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. HaKI
juga dapat diartikan sebagai hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas
intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia.

Setiap hak yang digolongkan ke dalam HaKI harus mendapat kekuatan hukum atas
karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HaKI. Tujuan dari penerapan
HaKI yang pertama, antisipasi kemungkinan melanggar HaKI milik pihak lain, kedua
meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual,
ketiga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian,
usaha dan industri di Indonesia.

Adapun Macam-macam HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual yaitu:


1. Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, sastra dan seni.

Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan,
kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta,
yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu
ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2. Hak Kekayaan Industri
a. Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1, Paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan
(baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan
masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa : Proses, hasil produksi, penyempurnaan
dan pengembangan proses, penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.

b. Merek
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 Merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Jadi merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan
atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga
kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.

c. Desain Industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain
Industri, bahwa desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk
tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam
pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu bahwa, Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi
atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu
dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan
serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk
menghasilkan fungsi elektronik.

X. Pengertian & Sumber Hukum Perbankan

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang mengatur
segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan. Munir Fuady mendefinisikan hukum
perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, doktrin dan lain-lain yang mengatur masalah perbankan sebagai lembaga, dan
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku
petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggungjawab para pihak yang tersangkutn
dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, dan lain-lain
yang berkenan dengan dunia perbankan.

Dalam kacamata sistem hukum nasional, hukum perbankan telah berkembang


menjadi hukum sektoral dan fungsional, oleh karena itu hukum perbankan dalam kajiannya
meniadakan pembedaan antara hukum publik dan hukum privat, sehingga bentang ruang
lingkupnya sangat luas. Jika dirinci, hukum perbankan mencakup bidang hukum administrasi,
hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana dan hukum internasional.

XI. Asas Hukum Perbankan

Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan yang diubah. Pasal
tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahnya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi dan
usaha perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
demokrasi ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, Demokrasi ekonomi ini
tersimpul dalam Pasal 33 UUD 1945, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluragaan.

XII. Prinsip-Prinsip Hukum Perbankan

1. Prinsip Kepercayaan

Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi
oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan
dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan
kepercayaan masyarakat padanya.

Prinsip ini merupakan tulang punggung dari suatu bank yang dapat mendukung kemajuan
bank. Dengan kokohnya kepercayaan yang diterima oleh bank dari masyarakat, maka akan
dapat memberikan eksistensi dan value yang baik terhadap bank tersebut.

2. Prinsip Kerahasiaan

Prinsip kerahasiaan adalah Prinsip yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang
menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal 40 UU perbankan menyatakan bahwa bank wajib
merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

3. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle)

Prinsip Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.

Tentunya bahwa bank sebagai lembaga yang mengelola uang nasabah, diharapkan
oleh nasabah itu pula bahwa bank dapat mengelola uang yang disimpan secara baik dan hati –
hati. Ketika hal ini dapat dilakukan dengan baik oleh pihak bank, maka bukan tidak mungkin
akan dapat meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank yang digunakan untuk
menyimpan uangnya tersebut.

4. Prinsip Mengenal Nasabah (know how costumer principle)

Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal
dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk
melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah nasabah diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/1 0/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal
nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah
meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik
lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang
tindak kejahatan dan aktivitas ilegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan
reputasi lembaga keuangan.

XIII. CSR DAN CORPORATE GOVERNANCE

Pada saat menjalankan bisnisnya, maka suatu perusahaan bukan hanya memiliki
kewajiban serta tanggung jawab yang bersifat legal serta ekonomis melainkan suatu
perusahaan memiliki kewajiban yang juga memiliki sifat yang etis.

Akibat persaingan yang sangat ketat demi memperebutkan pasar agar dapat
mendapatkan keuntungan yang paling optimal maka hal ini tentu akan rentan dalam
terjadinya pelanggaran etika seperti pelanggaran asas – asas etika umum atau kaidah – kaidah
dasar moral yang di antaranya sebagai berikut:

 Asas kewajiban untuk dapat berbuat baik


 Asas kewajiban untuk tidak berbuat sesuatu yang bisa menimbulkan madharat
 Asas untuk saling menghormati otonomi manusia
 Asas untuk berperilaku adil

Berdasarkan hal – hal tersebut itulah maka di perlukan suatu tata kelola perusahaan
yang baik atau yang biasa kita sebut Good Corporate Governance atau disingkat dengan
GCG supaya perilaku para pelaku bisnis dapat memiliki arahan yang bisa untuk di rujuk.

Dalam arti sempit GCG adalah hubungan antara para pemegang saham, dewan
komisaris, serta dewan direksi guna tercapainya suatu tujuan korporasi. Dalam arti yang luas
Good Corporate Governance atau GCG yaitu untuk mengatur hubungan seluruh kepentingan
stakeholders supaya bisa di penuhi secara proporsional.

Good Corporate Governance atau GCG dimaksud agar dapat mengatur hubungan –
hubungan tersebut serta mencegah terjadinya kesalahan – kesalahan yang fatal dalam strategi
korporasi. Good Corporate Governance atau GCG juga dimaksudkan agar dapat memastikan
bahwa kesalahan – kesalahan yang terjadi bisa di perbaiki dengan cepat.
Adapun lima prinsip dari Good Corporate Governance atau GCG yang menjadi pedoman
para pelaku bisnis, yaitu:

 Keterbukaan Informasi (Transparency)

Secara singkat, hal ini dapat di artikan sebagai keterbukaan informasi. Agar dapat
mewujudkan prinsip ini maka perusahaan akan di tuntut untuk selalu menyediakan informasi
yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholdersnya

 Akuntabilitas (Accountability)

Yang di maksud dalam hal ini yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem serta
pertanggung jawaban dari elemen – elemen perusahaan. Apabila prinsip ini di terapkan
dengan efektif maka akan terdapat kejelasan mengenai fungsi, hak, kewajiban serta wewenan
dan tanggung jawab antara para pemegang saham, dewan komisaris dan juga dewan direksi.

 Pertanggung jawaban (Responsibility)

Bentuk dari pertanggung jawaban suatu perusahaan yaitu kepatuhan perusahaan pada
peraturan – peraturan yang berlaku di antaranya seperti masalahan perpajakan, hubungan
industrial, kesehatan serta keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara
lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan yang lain sebagainya.

 Kemandirian (Indepandency)

Di dalam prinsip ini, intinya agar perusahaan di kelola dengan professional tanpa ada
benturan kepentingan serta tanpa adanya tekanan maupun intervensi dari pihak lain yang
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)

Prinsip ini menuntun adanya suatu perilaku yang adil saat memenuhi hak – hak
stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Di harapkan dengan adanya
fairness maka bisa menjadi factor pendorong yang bisa memonitor serta memberikan jaminan
perlakukan yang adil di antara beragamnya kepentingan pada perusahaan.
Setelah kita mengetahui prinsip – prinsip Good Corporate Governance atau GCG
maka tentunya tidak akan sulit untuk mendapatkan benang merah antara keterkaitan Good
Corporate Governance atau GCG dengan Corporate Social Responsibility (CSR).
Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu bentuk dari implementasi
konsep Good Corporate Governance atau GCG.

XIV. Hukum Transaksi Online ( E-Commerce)

Dalam konteks hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia, yaitu UU


No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak dan kewajiban konsumen dan pelaku
usaha telah diatur dengan jelas dan tegas. Untuk hak dan kewajiban konsumen diatur dalam
Pasal 4 dan 5 UU No 8 Tahun 1999, sedangkan untuk hak dan kewajiban pelaku usaha diatur
dalam Pasal 6 dan 7 UU No 8 tahun 1999. Dalam pasal-pasal tersebut diatur bagaimana
proporsi atau kedudukan konsumen dan pelaku usaha dalam suatu mekanisme transaksi
bisnis atau perdagangan. Aspek perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam UU No 8
Tahun 1999 diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Aspek ini dapat diberlakukan
apabila dapat dibuktikan bahwa barang dan/jasa yang diperdagangkan melalui ecommerce
melanggar ketentuan ini. Dalam transaksi e-commerce, aspek tanggung jawab juga berlaku
untuk pelaku usaha, dalam hal ini merchant, apabila konsumen menemui barang dan/atau jasa
yang dibelinya tidak sesuai perjanjian. Aspek tanggung jawab pelaku usaha dalam UU No 8
Tahun 1999 diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Aspek ini berlaku pada saat
pelaku usaha melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian bagi konsumen.

Terkait dengan e-commerce, dalam UU No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan juga


telah mengatur mengenai perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce, yang
diatur dalam Pasal 65 dan 66. Dalam UU Perdagangan ini, Pemerintah mengatur bagaimana
transaksi elektronik dan bisnis online dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku bisnis dan
dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen. Dalam Pasal 65 UU Perdagangan ini
mewajibkan pelaku usaha e-commerce untuk menyediakan data dan /atau informasi secara
lengkap dan benar sehingga akan memudahkan untuk menelusuri legalitasnya. Saat ini,
Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama instansi Kementerian lain dan stakeholder
terkait sedang menyusun peraturan pelaksana berupa Rancangan Peraturan Pemerintah yang
relevan terkait dengan perdagangan e-commerce sebagai implementasi dari amanat Pasal 66
UU Perdagangan. Hal ini merupakan awal yang baik karena akhirnya Indonesia memiliki
dasar hukum untuk melakukan pengelolaan perdagangan transaksi elektronik. Pengaturan e-
commerce ini tentunya dapat memberikan kejelasan bagi pelaku usaha dan konsumen
masyarakat yang sering melakukan kegiatan bisnis berbasis internet. Aspek perlindungan
konsumen dalam UU perdagangan juga dapat dilihat dari adanya aturan terkait standarisasi
dan label. Hal ini akan sangat mendukung praktek perlindungan bagi konsumen. Adanya
aturan standarisasi sebuah produk menjadikan suatu produk yang akan dijual ke konsumen
memiliki kualitas yang sudah terstandar dan diakui oleh pemerintah, sehingga akan
mengurangi resiko dari segi keamanan dan keselamatan konsumen. Begitu pula dengan
aturan terkait label dalam UU Perdagangan yang mengatur semua barang / jasa yang masuk
ke Indonesia harus menggunakan label bahasa Indonesia.

Pelaksanaan transaksi e-commerce yang berkembang pesat harus diimbangi dengan


adanya pengawasan yang tegas dalam setiap implementasinya. Pengawasan transaksi e-
commerce memang tidak semudah ketimbang melakukan pengawasan terhadap transaksi
perdagangan konvensional. Kementerian Perdagangan (Kemendag) selaku Pembina sektor
perdagangan, mewajibkan seluruh produk atau barang yang diperdagangkan melalui toko
online (e-commerce) harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan kewajiban
pencantuman label berbahasa Indonesia. Fungsi pengawasan dan legislator serta masyarakat
sebagai konsumen yang cerdas karena karakteristik perdagangan e-commerce yang berbeda
dengan perdagangan konvensional.

XV. Hukum Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi


dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan
tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan


Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak
untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan di
Indonesia adalah:

 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal
33.
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3821
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

XVI. Penyelesaian Sengeketa Bisnis

Cara penyelesaian sengketa bisnis yang selama ini kita kenal adalah cara penyelesaian
secara yuridis dan non yuridis, dan ada pula yang menyebutnya cara melalui pengadilan
(litigasi) dan diluar pengadilan (non litigasi) atau alternative dispute resolution (ADR).

Cara Yuridis dan Non Yuridis ini dikatakan oleh Ronny Hanitiyo Sumitro dengan
dirinci lagi dalam beberapa kategori yang kemudian dikelompokkan lagi dalam 6 kelompok
sebagai berikut :

1. Penyelesaian secara sepihak,


2. Dikelola sendiri,
3. Pra yuridis,
4. Yuridis normative,
5. Yuridis politis,
6. Penyelesaian secara kekerasan.

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Non Ligitasi) / Alternative Dispute


Resolution (ADR) :

ADR merupakan penyelesaian sengketa yang tidak melalui pengadilan, atau


merupakan penyelesaian sengketa alternative. Dalam UU RI No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan bahwa alternative
penyelesaian sengketa adalah “Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni peyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli”. ADR
merupakan paying yang didalamnya mencakup antara lain Konsiliasi, Negosiasi,
Mediasi dan Arbitrase.

1. Konsiliasi : merupakan suatu penyelesaian dimana para pihak berupaya aktif mencari
penyelesaian dengan bantuan pihak ketiga.
2. Negosiasi / Perundingan / Negotiation : merupakan proses tawar menawar antara
pihak – pihak yang bersangkutan dimana masing-masing saling berusaha untuk
mencapai titik bersengketa tentang persoalan tertentu yang dipersengketakan.
3. Mediasi / Penengahan / Mediation : Mediasi dapat merupakan kelanjutan dari proses
negosiasi, kedudukan mediator hanya sebagai penengah, dan hanya membantu para
pihak untuk mencapai consensus, karena pada prinsipnya para pihak sendirilah yang
menentukan putusannya, bukan mediator.
DAFTAR PUSTAKA

Badrulzaman, Mariam Darus. Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut


Perjanjian Baku (Standar), dalam BPHN, Simposium AspekAspek Hukum Perlindungan
Konsumen. Bandung: Binacipta, 1986.

Hartano, Sri Redjeki. Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen Pada Era


Perdagangan Bebas, Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Mandar Maju, 2000

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52ff4ae7653c6/aturan-ie-commerce-i-berlaku-
skala-internasional/

https://zahiraccounting.com/id/blog/csr-dan-good-corporate-governance/

https://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual

http://www.sindikat.co.id/blog/aspek-hukum-e-commerce-hukum-jual-beli-online

https://www.duniadosen.com/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/

https://datakata.wordpress.com/2014/11/12/arbitrase-sebagai-alternatif-penyelesaian-
sengketa-bisnis/

Anda mungkin juga menyukai