Anda di halaman 1dari 4

Ketua DPR Dorong BUMN-BUMS Tingkatkan Industri Pertahanan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri pertahanan merupakan salah satu industri yang mampu
menjadi nilai tambah bagi perekonomian nasional. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) Bambang Soesatyo pun mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga
mengajak Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) untuk meningkatkan pekembangan industri
pertahanan.

"Jangan sedikit-sedikit impor. Melihat hasil karya alutsista karya anak bangsa yang dipamerkan ini,
saya yakin industri pertahanan swasta kita sudah mampu memproduksi dengan kualitas yang baik.
Kita harus percaya diri dengan kemampuan bangsa sendiri," kata pria yang akrab disapa Bamsoet
dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (21/2) lalu.

Bamsoet menyatakan dukungannya terhadap industri pertahanan yang dikelola pihak swasta bisa
tumbuh dan berkembang dengan baik bukan hanya dari segi kuantitasnya, melainkan juga dari nilai
kualitas, sehingga tak kalah dari industri pertahanan luar negeri.

Bamsoet juga menyinggung kemampuan BUMN yang seringkali tak mampu memenuhi kebutuhan
alutsista nasional. Karena itu, dirinya memberikan solusi agar BUMN bisa bekerja sama dengan para
pelaku industri pertahanan swasta dalam negeri.

Bamsoet menegaskan, DPR RI selalu berkomitmen memperkuat alutsista untuk memenuhi


kebutuhan sistem pertahanan dan keamanan nasional. Hal itu dibuktikan dengan anggaran
pertahanan yang terus meningkat. Di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018, alokasinya
mencapai Rp 107 triliun, dan Rp 15 triliun digunakan membeli alutsista.

Dengan anggaran yang cukup besar tersebut, Bamsoet menginginkan kedepannya industri
pertahanan dalam negeri yang lebih diutamakan. "Terkadang juga hasil impor yang begitu sampai
Indonesia diganti mereknya. Ini juga tidak boleh terjadi. Kita jangan jadi bangsa yang membohongi
diri sendiri," tegas Bamsoet

Sebelumnya Bamsoet menghadiri dan membuka Rapat Umum Anggota Luar Biasa Perhimpunan
Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas). Dalam kegiatan tersebut dihadiri juga Menteri
Pertahanan , Jenderal TNI Purn. Ryamizard Ryacudu.
Sinergi Tiga Pilar Ekonomi Nasional di Tengah Dominasi Bisnis Swasta dan
BUMN

Jakarta - Beberapa hari terakhir ini publik diramaikan oleh perdebatan yang cukup panas antara
pelaku usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Perdebatan
dimulai ketika para pelaku BUMS melontarkan kritikan bahwa proyek-proyek pembangunan saat ini
banyak dikuasai oleh BUMN sehingga peran serta BUMS dalam proyek-proyek pembangunan
tersebut mulai jauh berkurang. Namun, di sisi lain pelaku usaha BUMN merasa sejauh ini pelaku
usaha BUMS sangat mendominasi dalam perekonomian nasional.

Sebenarnya jika kita membandingkan jumlah aset dan penguasaan lahan yang dimiliki oleh BUMN
dan BUMS maka akan didapat ketimpangan yang cukup besar. Penguasaan lahan perkebunan antara
BUMN dengan BUMS seperti ibarat bumi dan langit. Penguasaan BUMN terhadap total lahan
perkebunan sawit di Indonesia tidak lebih dari enam persen. Pun dengan sektor pertambangan dan
perumahan di mana pelaku BUMS sudah sangat mendominasi bahkan sudah mengarah ke kondisi
konglomerasi.

Perdebatan mengenai peran dan fungsi BUMN dan BUMS dalam perekonomian Indonesia
sebenarnya tidak perlu terjadi jika semua pelaku ekonomi mengembalikan peran dan fungsinya
masing-masing ke dalam prinsip yang terkandung dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi dasar sistem perekonomian Indonesia secara jelas telah
menyebutkan bahwa ada tiga pilar pelaku ekonomi yang mendasari sistem perekonomian Indonesia
yaitu BUMN, BUMS, dan Koperasi.

Ketiga pilar ekonomi tersebut adalah infrastruktur perekonomian Indonesia sesuai Pasal 33 UUD
1945. BUMN, BUMS, dan Koperasi merupakan manifestasi usaha bersama dan harus mampu
mewujudkan cita-cita negara sesuai dengan maksud dan tujuan negara ini didirikan. Namun, dewasa
ini sepertinya kondisinya masih jauh panggang dari api.

Peran dan Fungsi BUMN


BUMN merupakan suatu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara. BUMN hadir sebagai manifestasi keberadaan negara untuk menopang sistem perekonomian
yang tidak selamanya berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Tujuan utama pendirian BUMN
ini adalah untuk menambal kegagalan pasar (market failures) yang terjadi dalam sistem ekonomi
pasar yang saat ini dianut oleh Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia. Setidaknya ada enam
kondisi yang mengakibatkan kegagalan pasar yaitu failure of competition, kebutuhan terhadap
barang publik (public good), adanya fenomena eksternalitas, incomplete market, kegagalan
informasi (information failures), serta pengangguran, inflasi, dan ketidakseimbangan.

Kehadiran BUMN setidaknya bisa mengisi kekosongan dua kondisi dari enam kondisi penyebab
market failures tersebut yaitu kebutuhan terhadap barang publik dan adanya fenomena incomplete
market. Sistem ekonomi pasar yang mengedepankan tingkat efisiensi tidak akan bisa memenuhi dan
menyediakan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang sifatnya kebutuhan kolektif seperti
barang publik. Oleh karena itu, BUMN sebagai kepanjangan tangan pemerintah perlu membangun
sektor-sektor publik yang sifatnya tidak menguntungkan bagi pelaku BUMS.

Peran kedua yang diemban BUMN sebagai agen pemerintah adalah masuk ke industri-industri yang
bersifat incomplete market. BUMS hanya akan masuk ke dalam pasar yang normal (complete
market) di mana harga jual melebihi biaya yang dikeluarkan. Jika harga jual produk di bawah biaya
produksinya maka tidak akan ada BUMS yang mau masuk ke dalam industri tersebut. Dalam kondisi
inilah BUMN mengambil peran utama sebagai agen pembangunan negara dengan masuk ke dalam
pasar-pasar yang sifatnya incomplete market yang secara ekonomi tidak menguntungkan.

Selain menutup dua lubang market failures tersebut, peran lain yang juga harus dijalankan BUMN
adalah mengelola sumber daya –sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai
dengan apa yang diamanatkan oleh UUD 1945. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh
rakyat Indonesia.

Namun selama ini peran dan fungsi BUMN ini belum berjalan baik. Beberapa BUMN bersifat
kanibalisme terhadap BUMN lainnya karena bergerak dalam bidang dan pasar yang sama. Bidang
usahanya pun terlalu luas sehingga tidak ekonomis. Dengan jumlah yang terlalu banyak, BUMN
dinilai tidak profesional dan tidak efisien sehingga seringkali menjadi sumber masalah dari pada
sumber solusi.

Peran dan Fungsi BUMS


BUMS adalah badan usaha yang modalnya merupakan milik swasta baik perorangan maupun
sekelompok orang. Tujuan utama dari BUMS adalah memaksimalkan profit perusahaan. Sedangkan
tugas utama BUMS adalah menyediakan barang dan atau jasa yang dibutuhkan masyarakat melalui
usaha komersial.

Pemerintah harus menjamin semua BUMS di Indonesia memperoleh kesempatan yang sama untuk
melakukan usahanya. Pemerintah harus menjamin semua BUMS bisa bersaing secara adil sehingga
bisa menghasilkan barang dan atau jasa yang paling efisien yang tentunya akan menguntungkan
seluruh rakyat Indonesia.

Selama ini pemerintah di setiap rezim telah mendorong dan membantu kinerja BUMS secara total
dengan berbagai fasilitas dan kebijakan. Bahkan dengan berbagai fasilitas yang dapat dinikmati oleh
setiap BUMS tersebut, konglomerasi tumbuh cepat. Bahkan di beberapa sektor ekonomi telah
terjadi monopoli oleh beberapa perusahaan besar. Di sisi lain, dengan berbagai fasilitas yang
diberikan pemerintah, sebagian BUMS juga tidak berdaya saing sehingga sangat rawan terhadap
berbagai goncangan. Saat diterpa krisis ekonomi tahun 1997/1998, sektor swasta justru punya andil
besar terhadap terjadinya krisis dengan utang-utang luar negerinya.

Peran dan Fungsi Koperasi


Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi yaitu gotong royong, kebersamaan,
dan kekeluargaan. Dengan kata lain, koperasi adalah suatu gerakan kolektif ekonomi rakyat yang
berdasar atas azas kekeluargaan. Koperasi diarahkan untuk bisa mendorong masyarakat menengah
bawah meningkatkan taraf hidupnya ke arah yang lebih baik.

Namun tidak jarang Koperasi justru memiliki citra buruk disebabkan tidak mampu memegang
amanah bantuan yang diberikan pemerintah. Selama ini Koperasi biasanya memiliki keterbatasan
dalam hal sumber daya manusia, teknologi, dan permodalan. Oleh karena itu tidak sedikit Koperasi
yang tumbuh kemudian mati dengan cepat karena pengelolaannya yang tidak profesional. Sejauh ini
Koperasi masih belum bisa menjalankan peran dan fungsinya secara optimal yaitu sebagai motor
penggerak ekonomi rakyat menengah bawah.
Kembali ke UUD 1945
Pancasila dan UUD 1945 telah sangat jelas mengatur bagaimana ekonomi Indonesia seharusnya
dijalankan termasuk bagaimana ketiga pilar ekonomi (BUMN, BUMS, dan Koperasi) saling bersinergi.
BUMN sebaiknya fokus dan tidak terlalu banyak. BUMN lebih diarahkan kepada pengelolaan bumi,
air, kekayaan alam yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya merupakan kekayaan milik bangsa sehingga harus dimanfaatkan bagi
sebesar besarnya kemakmuran rakyat Indonesia dan tidak boleh keuntungannya justru lebih
dinikmati bangsa lain.

Swasta diarahkan untuk memproduk barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat secara efisien.
Swasta didorong supaya beroperasi secara efisien sehingga menghasilkan produk yang berdaya
saing, dan mampu berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan
mengurangi pengangguran, dan ketimpangan ekonomi yang sampai saat ini masih sangat lebar.
Selain itu, usaha swasta besar harus didorong untuk menjadi orang tua asuh bagi usaha-usaha kecil
dan koperasi sehingga bisa tumbuh usaha bersama yang saling menguatkan.

Sedangkan Koperasi diarahkan sebagai usaha kolektif masyarakat untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan ekonomi secara bersama. Koperasi harus didorong supaya menjalankan usahanya
secara profesional sehingga bisa beroperasi selayaknya perusahaan-perusahaan besar dan masuk ke
dalam supply chain usaha swasta besar.

Harus diakui memang tidak mudah menata kembali ketiga pilar perekonomian Indonesia tersebut
sesuai dengan amanat UUD 1945. Diperlukan komitmen dan political will yang kuat dari seluruh
stakeholder. Dengan kesabaran, keyakinan, dan kemampuan semua elemen bangsa, sinergi ketiga
pilar ekonomi tersebut dapat terwujud dengan baik.

Agus Herta Sumarto peneliti INDEF dan dosen Ekonomi Universitas Mercu Buana.

Anda mungkin juga menyukai