Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan
lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan
sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi
Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa
berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang
berkembang sesudahnya.
Dinasti Umaiyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh
Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara
menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia
memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan
strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.
Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak
khawarij (kelompok yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali,
meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun
tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya
kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya
Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan
perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan
kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan
dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat
Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah
pola pemerintahan menjadi kerajaan. Meskipun begitu, munculnya Dinasti
Umaiyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Bani Umaiyah ?

1
2. Bagaimana hubungan antara Bani Umaiyah dengan Bani Hasyim setelah
datang Agama Islam ?
3. Siapa saja khalifah Bani Umaiyah ?
4. Bagamimana perluasan wilayah dakwah pada masa Bani Umaiyah ?
5. Apa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umaiyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Bani Umaiyah.
2. Untuk mengetahui hubungan antara Bani Umaiyah dengan Bani Hasyim
setelah datang Agama Islam.
3. Untuk mengetahui khalifah Bani Umaiyah.
4. Untuk mengetahui perluasan wilayah dakwah pada masa Bani Umaiyah.
5. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umaiyah lemah
dan membawanya pada kehancuran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Bani Umaiyah


Nama Bani Umaiyah dinisbatkan kepada Umaiyah bin Abdi Syams bin
Abdi Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di kalangan Quraisy pada
masa jahiliah. Ia dan pamannya, Hasyim bin Abdi Manaf, senantiasa bersaing
untuk merebut pimpinan dan kehormatan dalam masyarakat bangsanya. Dan ia
memang memiliki cukup unsur-unsur yang diperlukan untuk berkuasa di zaman
jahiliah itu, karena ia berasal dari keluarga bangsawan, serta mempunyai cukup
kekayaan dan sepuluh orang putera-putera yang terhormat dalam masyarakat.
Orang-orang yang memiliki ketiga macam unsur-unsur ini dizaman jahiliah,
berarti telah memiliki jaminan untuk memperoleh kehormatan dan kekuasaan.1
Bani Umaiyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan bin Harb.
Mu’awiyah adalah pendiri dan khalifah pertama Bani Umaiyah. Ia
memindahkan ibu kota kekhalifahan dari Kufah ke Damaskus.
Mu’awiyah dipandang negatif oleh sebagian besar sejarawan.
Keberhasilannya memperoleh legalitas dicapai melalui cara yang curang. Lebih
dari itu Mu’awiyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi
yang diajarkan Islam. Ia mengubah kepemimpinan negara yang awalnya dipilih
oleh rakyat menjadi kepemimpinan yang turun-temurun.2
Di luar kekurangan itu semua, sesungguhnya Mu’awiyah adalah seorang
pemimpin besar. Ia mengawali karier politiknya dengan menjadi pemimpin
pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil
merebut Palestina, Syria, dan Mesir dari tangan Romawi yang telah menguasai
tiga wilayah itu sejak tahun 63 SM. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Khalifah Umar, Mu’awiyah menjabat kepala wilayah yang membawahi Syria
dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama kira-kira 20 tahun.
Sementara itu, Khalifah Utsman menobatkannya sebagai amir al-bhar karena ia

1 . Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, (Jakarta : Pustaka Al-Husna,1992),h.


24.
2 . Syamsul Munir, Sejarah Dakwah, ( Jakarta : Amzah, 2014), h. 75.

3
memimpin armada besar menyerbu kota Konstantinopel, walaupun pada waktu
itu tidak berhasil.
Mu’awiyah berhasil mendirikan Bani Umaiyah tidak karena kemenangan
diplomasi di Perang Siffin dan terbunuhmya Khalifah Ali. Sejak semula
gubernur Syria itu memiliki basis yang solid sebagai landasan pembangunan
politiknya di masa depan. Basis yang solid itu berupa dukungan yang kuat dari
rakyat Syria dan keluarga Bani Umaiyah sendiri. Syria yang lama diperintah
oleh Mu’awiyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin.
Mu’awiyah bekerja sama dengan bangsawan kaya Mekah yang masih memiliki
sumber daya alam yang melimpah. Ditambah lagi Mesir yang berhasil dirampas,
maka sumber-sumber kemakmuran bertambah bagi Mu’awiyah.
Mu’awiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pejabatnya.
Orang-orang seperti Amr bin Al-Ash, Mughirah bin Syu’bah, dan Ziyad bin
Abihi adalah politikus yang sangat mengagumkan di kalangan muslim Arab.
Sebelum masuk Islam, Amr bin Al-Ash dikagumi oleh bangsa Arab karena
kecakapannya sebagai mediator untuk menyelesaikan perselisihan. Setelah
menjadi muslim, hanya beberapa bulan menjelang penaklukan Mekah, Nabi
memanfaatkan kepandaiannya itu dengan mengangkatnya sebagai pemimpin
militer diplomat. Tokoh besar ini dikenang sebagai penakluk Mesir pada zaman
Umar dan menjabat sebagai gubernur yang pertama di wilayah itu. Sejak
wafatnya Khalifah Usman, Amr mendukung Mu’awiyah dan ia ditunjuk sebagai
penengah dalam peristiwa Tahkim. Selanjutnya, Mughfirah bin Syu’bah adalah
seorang politikus yang diangkat sebagai gubernur Kufah yang meliputi wilayah
Persia bagian utara. Kesuksesan besar yang dapat dicapai Mughhirah adalah
menciptakan situasi yang aman dan mampu meredam gejolak penduduk Kufah
yang sebagian besar merupakan pendukung Ali. Adapun Ziyad bin Abihi adalah
pemimpin kharismatik yang ditetapkan oleh Mu’awiyah untuk memangku
jabatan sebagai gubernur Bashrah yang mencakup Persia Selatan. Sikapnya
tegas, adil, dan bijaksana sehingga senantiasa mampu mengendalikan provinsi
bagian timur itu yang dikenal rawan. Mu’awiyah memiliki kemampuan
menonjol sebagai negarawan sejati. Tokoh seperti Mu’awiyah dapat mengambil
keputusan, meskipun ada tekanan.

4
Gambaran dari sifat mulia tersebut dalam diri Mu’awiyah tampak dalam
keputusannya yang berani memaklumkan jabatan khalifah secara turun-temurun.
Situasi ketika Mu’awiyah naik ke kursi kekhalifahan mengundang banyak
kesulitan. Anarkisme tidak dapat lagi dkendalikan dengan agama dan moral,
sehingga hilanglah persatuan umat. Persaudaraan yang sudah terjalin akhirya
rusak oleh peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman yang perang saudara pada
masa pemerintahan Khalifah Ali. Dengan menegakkan wibawa pemerintahan
serta menjamin integritas kekuasaan di masa-masa yang akan datang,
Mu’awiyah dengan tegas menyelenggarakan suksesi yang damai dengan
pembaiatan putranya, Yazid, beberapa tahun sebelum ia meninggal dunia.3

B. Hubungan antara Bani Umaiyah dengan Bani Hasyim Setelah Datang


Agama Islam

Sesudah datang Agama Islam berubahlah hubungan antara Bani


Umaiyah dengan saudara-saudara sepupu mereka Bani Hasyim, oleh karena
persaingan-persaingan untuk merebut kehormatan-kehormatan dan kekuasaan
tadi berubah sifatnya menjadi permusuhan yang lebih nyata, Bani Umaiyah
dengan tegas menentang Rasulullah dan usaha-usaha beliau untuk
mengembangkan Agama Islam. Sebaliknya, Bani Hasyim menjadi penyokong
dan pelindung Rasulullah, baik mereka yang telah masuk Islam ataupun yang
belum. Dan dalam perperangan Badr, kekuatan Quraisy lah pemilik iring-iringan
unta yang membawa barang-barang dagangan dari negeri Syam ke Mekkah. Dan
setelah ia mengetahui kaum Muslimin di Madinah mencegat iring-iringan
untanya itu dalam perjalanannya ke Mekkah, maka ia meminta sehingga
bergeraklah penduduk kota Mekkah dibawah pimpinan Abu Jahl dan Utbah ibnu
Rabi’ah ibnu ‘Abdi Syams, yaitu nenek Mu’awiyah dari pihak ibunya. Dengan
demikian, baik kafilah yang datang ke negeri Syam itu,maupun pasukan
penolong yang datang dari Mekkah, semuanya berada dibawah pimpinan Bani
Abdi Syams. Ketika itu tampaklah dengan jelas, kekuasaan dan keangkuhan
berada dalam tangan keluarga ini, yaitu Bani ‘Abdi Syams, yang salah satu
cabang dari cabang-cabang suku Quraisy itu. Inilah sebabnya maka kemudian

3 .Syamsul Munir, Sejarah Dakwah, ( Jakarta : Amzah, 2014), h. 77

5
timbul suatu peribahasa yang diucapkan terhadap orang yang tiada memegang
peranan dalam sesuatu peristiwa, yaitu :

Bani Umaiyah barulah masuk Agama Islam setelah mereka tidak


menemukan jalan lain, selain memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad
bersama beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya kepada kerasulan
dan pimpinannya, menyerbu kekota Makkah. Dengan demikian, teranglah
bahwa Bani Umaiyah itu adalah orang-orang yang terakhir masuk Agama Islam,
dan juga merupakan musuh-musuh yang paling keras terhadap agama ini pada
masa-masa sebelum mereka memasukinya. Tetapi setelah masuk Islam, mereka
dengan segera dapat memperlihatkan semangat kepahlawanan yang jarang
tandingnya, seolah-olah mereka ingin mengimbangin keterlambatan mereka itu
dengan berbuat jasa-jasa yang besar terhadap Agama Islam, dan agar orang lupa
kepada sikap dan perlawanan mereka terhadap Agama Islam sebelum mereka
memasukinya. Mereka benar-benar mencatat prestasi yang baik sekali dalam
peperangan yang dilancarkan terhadap orang-orang yang murtad dan orang-
orang yang mengaku menjadi Nabi, serta orang-orang yang enggan membayar
zakat. Bani Umaiyah ini telah merupakan pedagang-pedagang dalam
penyerbuan-penyerbuan kaum Muslimin keluar batas Jazirah Arab. Disini kita
sebutkan bahwa Abu Sufyan pemimpin Bani Umaiyah itu telah kehilangan
sebelah matanya ketika ia ikut berperang bersama-sama Rasulullah dalam
berbagai peperangan. Dan kemudian ia kehilangan matanya yang sebelah lagi,
ketika ia ikut berperang dalam pertempuran di Yarmuk dibawah pimpinan
puteranya sendiri Yazid ibnu Abi Sufyan. Begitu juga Hundun, istri Abu Sufyan
dan ibu Mu’awiyah pernah ikut dalam peperangan-peperangan penaklukan. Dan
menurut riwayat dia telah berseru kepada wanita yang ikut bertempur :
“Bantulah para lelaki dengan pedangmu”.4

Bani Umaiyah itu pada hakekatnya dari semula telah mengingini jabatan
Khalifah itu, tetapi mereka belum mempunyai harapan untuk mencapai cita-cita
itu pada masa Abu Bakar dan Umar. Dan setelah Umar kena tikam, dan ia

4 .Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, (Jakarta : Pustaka Al-Husna,1992),h.


26.

6
menyerahkan permusyawaratan untuk memiliki Khalifah yang baru kepada
enam orang sahabat, diantaranya adalah Usman, diwaktu itulah baru muncul
harapan besar bagi Bani Umaiyah, dan mereka selalu menyokong pencalonan.
Usman secara terang-terangan, dan akhirnya Usman terpilih. Semenjak itu
mulailah Bani Umaiyah meletakkan dasar-dasar untuk menegakkan “Khalifah
Umawiyah”, sehingga dikatakan bahwa, Khalifah Umawiyah itu pada
hakekatnya telah dimulai sejak pengangkatan Usman menjadi Khalifah. Dan
dimasa pemerintahan Usman inilah Mu’awiyah mencurahkan segala tenaganya
untuk memperkuat dirinya, dan menyiapkan daerah Syam untuk dapat menjadi
pusat kekuasaan Islam di masa yang akan datang.

Ada suatu riwayat yang mengatakan, bahwa ketika Khalifah Umar


mengangkat Mu’awiyah menjadi gubernur di daerah Syam, ia datang
menghadap ayahnya, dan ayahnya ini berkata kepadanya : “ Hai anakku,
bahwasanya orang-orang Muhajirin itu telah lebih dahulu masuk Islam dari pada
kita, dan karena itu mereka telah memperoleh kedudukan yang tinggi, sedang
kita terdesak karena keterlambatan kita itu, sehingga kita hanya jadi pengikut-
pengikut, dan mereka jadi pemimpin-pemimpin. Kini mereka menyerahkan
kekuasaan yang besar kepadamu, maka patuhilah mereka, karena engkau masih
dalam perjalanan menuju suatu titik yang belum engkau capai. Kalau engkau
telah sampai kepada titik itu sungguh engkau akan merasa lega”.5

Mu’awiyah menuruti pendapat dan nasihan ayahnya, dan ia


melaksanakan tugasnya dengan baik, sambil mendatarkan jalan bagi dirinya
didaerah Syam itu. Dan ketika khalifah Usman terbunuh, Mu’awiyah masih
tetap memegang kekuasaan disana. Hal ini yang memungkinkan baginya untuk
dapat berjuang terus melawan Ali, sampai pada akhirnya Ali dapat
dikalahkannya. Dan dengan demikian berpindahlah jabatan Khalifah secara
resmi kepada Mu’awiyah. Keluarga Bani Umaiyah sendiri memegang dua
cabang, merekalah yang memegang jabatan khalifah itu. Cbang pertama ialah
keluar ga Harb ibn Umaiyah, dan cabang kedua adalah keluarga Abul ‘Ash ibnu
Umyyah. Kebanyakan khalifah-khalifah Bani Umaiyah adalah berasal dari

5 . Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, Ibid,h. 27

7
cabang yang kedua itu. Adapun khalifah-khalifah dari cabang pertama hanyalah
Mu’awiyah , puteranya Yazid, dan cucunya Mu’awiyah II.

Yazid hampir tidak dapat menikmati jabatan khalifah itu, barang


sebentarpun : karena kesulitan-kesulitan yang timbul dimasanya. Adapun
Mu’awiyah II hanyalah beberapa hari saja menduduki singgahsananya.
Demikianlah, walaupun Mu’awiyah telah berjuang dalam waktu yang begitu
panjang untuk mendapatkan jabatan Khalifah, namun setelah ia meninggal,
jabatan tersebut tiadalah tetap kepada anak cucunya. Mu’awiyah telah berusaha
dengan sepenuh tenaga agar puteranya Yazid diangkat menjadi Khalifah sesudah
wafatnya ; tetapi kesulitan-kesulitan yang besar telah menunggu puteranya itu.
Maka Mu’awiyah pada hakekatnya bukanlah mendukung puteranya itu diatas
singgahsana kekuasaan, tetapi hanyalah diatas sebuah roda yang terus-menerus
berputar, sampai dia jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas yang
penghabiasan. Amat sucilah Tuhan oemilik kerajaan yang sebenarnya.

C. Khalifah Bani Umaiyah

Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyah yang menjadi awal kekuasaan


Bani Umaiyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi
monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun). Kekhalifahan Mu’awiyah diperoleh
melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan suara
terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika
Mu’awiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap
anaknya, Yazid. Mu’awiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan
Bazantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia
memberikan interprestasi baru dati kata-kata itu untuk menggunakan jabatan
tersebut. Dia menyebutnya “ khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang
diangkat oleh Allah.6

Kekuasaan Bani Umaiyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota


negara dipindahkan Mu’awiyah dari Madinah ke Dmaskus, tempat ia berkuasa
sebagai guberner sebelumnya. Khalifah-khalifah besar Bani Umaiyah ini adalah

6.Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 42

8
Adapun urutan khalifah Umaiyah adalah sebagai berikut :
1. Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60H/661-679M
2. Yazid I bin muawiyah 60-64H/679-683M
3. Muawiyah II bin Yazid 64H/683M
4. Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M
5. Abdul Malik bin Marwan 65-86H/684-705M
6. Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M
7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/714-717M
8. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M
9. Yazid II bin Abdul Malik 101-105H/719-723M
10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125H/723-742M
11. Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M
12. Yazid bin Walid bin Malik 126H/743M
13. Ibrahim bin Al-Walid II 126-127H/743-744M
14.
Marwan II bin Muhammad 127-132H/744-750M.7

Kebijakan dasar politik Mu’awiyah adalah menghargai martabat dan


kebebasan umat Islam dari klan apapun jika umat tersebut mau mengakui
pemerintahannya (tidak membelot). Hal ini yang menjadikan Mu’awiyah
memposisikan diri sebagai khalifah mewakili umat Islam sebagai suatu
keseluruhan jama’ah. Walaupun berasal dari klan Umaiyah dan bahkan
pendukung kebijakan publik utama dari klan leluhur tersebut namun Mu’awiyah
termasuk sahabat Nabi yang pandai bermain politik. Kebijakan Umar sebagai
khalifa menyeluruh bagi seluruh klan-klan Arab menjadikan kebijakan politik
kenegaraannya walaupun hak menjadi khalifah adalah hak keluarga besar Bani
Umaiyah.8

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan
kembali oleh dinasti ini. Dizaman Mu’awiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di
sebelah timur, Mu’awiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungan
Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-

7. Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : AMZAH, 2009),h. 121


8. Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam,( Yogyakarta : Fajar Media
Press,2011),h.36

9
serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Mu’awiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia
mengirim tentara menyebrangi sungan Oxus dan dapat berhasil menaklukan
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan
sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab
sampai ke Maltan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman al-Walid ibn


Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman,
kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu di tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jaziar dan Marokko dapat ditundukan,
Thariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyebrangi
selat yang memisahkan anatar Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di
suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq).
Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasran
ekspansi selanjutnya Ibu kota Spanyol, Kordova dengan cepat dapat dikuasai.
Menyusul stelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova.9

Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena


mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat
kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibn Abd Al-Aziz, serangan dilakukan ke
Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd Al-
Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poiters.
Dari sana ia mencoba menyerang Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya
mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-
pulau yang terdapat di Laut Tengah maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam
masa Bani Umaiyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia

9 . Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Ibid, h. 43

10
Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang Pakistan, Purkmenia, Uzbek,
dan Kirgis di Asia Tengah.

Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umaiyah juga banyak


berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Mu’awiyah mendirikan dinas
po dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta
peralatan di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata
dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatn khusus seorang hakim (qodhi)
mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis
dibidangnya.10Abd Al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang di
pakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659M dengan memakai kata-kata dn tulisan Arab. Khalifah
Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintah Islam. Keberhasilan Khalifah Abd Al- Malik diikuti
oleh putranya Al-Walid ibn Abd Al-Malik (705-715M) seorang yang
berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia
membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam
kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun
jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya,
pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah.

Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti


bahwa politik negara dapat dianggap stabil. Mu’awiyah tidak menaati isi
perjanjiannya dengan Hasan inb Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan
bahwa persoalan penggantian pemimpin setalah Mu’awiyah diserahkan kepada
pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai puta
mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat
yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak


mau menyatakan setia padanya. Yazid kemudian mengirimkan surat kepada
gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah

10 . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ,(Jakarta : Rajawali Pers, 2010),h. 44.

11
setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein
ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali)
melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap
Bani Umaiyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari
Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat
Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai
khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela , sebuah daerah di
dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya
dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.

Perlawanan orang-orang Syi’ah tidak pernah padam dengan terbunuhnya


Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras, lebih gigih, dan tersebar
luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah terjadi. Yang
termashur di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun
685-687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali,
yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia, dan lain-lain yang
pada masa Bani Umaiyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Mukhtar
terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, gerakan Abdullah
ibn Zubair. Namun, ibn Zubair juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah.

Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah dia


menolah sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya
secara terbuka sebagai khalifah setelh Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid
kemudia mengepung Makkah. Namun, peperangan terhenti karena Yazid wafat
dan tentara Bani Umaiyah kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair
baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd Al-Malik. Tentara Bani
Umaiyah dipimpin Al-Hajjaj berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah,
dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Makkah. Ka’bah diserbu. Keluarga
Zubair dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada
tahun 73/ 629 M.

Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan


kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas
gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi daerah-daerah kekuasaan di

12
wilayah Timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika
bagian utara bahkan membuka jalan untuk Spanyol.

Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa


pemerintah Khalifah Umar ibn Abd Al-Aziz (717-720 M). Ketika dinobatkan
sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki diri dan meningkatkan
negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik dari pada menambah
perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam
negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menjalin
hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada
penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan
muslim Arab.

Sepeninggal Umar ibn Abd Al-Aziz, kekuasaan Bani Umaiyah berada di


bawah khalifah Yazid ibn Abd Al-Malik (720-724 M). Penguasa satu ini terlalu
gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada
zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan
pemerintaham Yazid ibn Abd Al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa
pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang
menjadi tantangan berat lagi pemerintahan Bani Umaiyah. Kekuatan ini berasal
dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan
merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya,
kekuatan baru ini mampu menggulingkan dinasti Umaiyah dan menggantikan
dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenernya Hisyam ibn Abd Al-Malik adalah
seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi
terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisyam ibn Abd Al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umaiyah


yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hali ini makin
memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, daulat Umaiyah
digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani.

13
Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umaiyah, melarikan diri ke
mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.11

D. Perluasan Wilayah Dakwah Pada Masa Bani Umaiyah


Perkembangan dakwah dan perluasan wilayah pada masa Bani Umaiyah
berkembang cukup pesat. Hal ini disebabkan semangat dan komitmen para
khalifah dalam menyebarkan agama Islam ke berberbagai penjuru dunia. Selain
itu, adanya ancaman dari kerajaan Romawi Timur dan Persia juga
mempengaruhi hal tersebut. Oleh sebab itu, dakwah pada masa ini mencakup
hingga Asia kecil, Afrika utara, Spanyol, Asia tengah, dan China.
1. Dakwah ke Asia Kecil
Damaskus merupakan ibu kota Negara, sekaligus menjadi pusat
kegiatan dakwah pada masa Bani Umaiyah. Sementara itu, Kerajaan
Romawi Timur beribu kota di Konstantinopel dan merupakan pusat
agama nasrani. Oleh sebab itu, wilayah Asia kecil yang berada di
antaranya menjadi sangat penting.
Khalifah Mu’awiyah atau para khalifah sesudahnya terus
berusaha menyerang Kerajaan Romawi Timur, setelah terlebih
dahulu dapat mendakwahi daerah-daerah sekitar Konstantinopel dan
di pulau-pulai di Laut Tengah, seperti pulau Rhodes, Pulau Kreta,
Pulau Sisilia, Pulau Arwad, dan Pulau Sirpus. Sekalipun pada masa
Bani Umaiyah Konstantinopel tidak dapat direbut, daerah-daerah
sekitarnya dapat dikuasai sehingga memudahkan jalan bagi Sultan
Muhammad Al-Fatih dari Turki Utsmani untuk merebutnya pada
tahun 1451-1481 Masehi.
2. Dakwah ke Afrika Utara
Sebagian Afrika Utara telah di dakwahi pada masa Khulafaur
Rasyidin. Upaya ini di teruskan pada masa Bani Umaiyah, sehingga
kota Qairawan menjadi pusat dakwah di Afrika Utara dan menjadi
tempat persiapan untuk penyumbangan dakwah ke Andalusia.
Musa Bin Nushair, seorang opang lima perang yang di lantik
menjadi Gubernur untuk wilayah Kepualauan Mediterania dan Mesir,

11. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ibid,h.48

14
merupakan tokoh yang berhasil melancarkan ekspansi kewilayah
barat. Ia berhasil mengalahan Bangsa Barbar yang selama ini
megganggu keamanan. Bahkan, bangasa asli Afrika Utara itu masuk
Islam sehingga kedudukan dakwah menjadi sangat kuat. Sementara
itu, sejumlah wilayah yang sebelumnya terhindar dari serangan
bangsa Barbar, dapat direbut kembali oleh pasukan Musa Bin
Nushair. Kepulauan ini samapai dengan pesisir Atlantik menjadi
bagian wilayah kehalilfahan Islam. Melihat keberhasilan ini, pihak
romawi timur mengganggu muslim di Afrika Utara. Oleh sebab itu,
Musa mengirimakan eskpedisi untuk melawan mereka dan berhasil
merebut kota Majorca, Minorca, Ivica, dan woilayah pantai
perbatasan spanyol.
3. Dakwah ke Spanyol
Penaklukan Spanyol merupakan peristiwa sejarah yang sangat
panjang menonjol dalam pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik
(705-714 M) dan merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam.
Sebelum terjadi penaklukan, keadaan sosial, politik, dan ekonomi
masyarakat Spanyol sangat parah dan penduduknya terbelakang.
Spanyol merupakan bagian Kerajaan Romawi Timur. Ketika
penguasa setempat dikalahkan oleh serangan dari Kerajaan Gothia,
Spanyol memasuki periode pemerintahan yang korup dan menindas
rakyat. Mayarakat kelas bawah yang didomisili oleh kalangan petani,
didebani pajak yang besar. Sementara itu, masyarakat kelas
menengah dan atas justru dibebaskan dari pajak. Kondisi demikian
menyebabkan Islam menjadi mudah diterima.
Thariq bin Ziyad yang merupakan putra Barbar, dapat menduduki
Andalusia pada tahun 711 Masehi. Upayanya ini telah membuka
jalan bagi gerakan dakwah hingga ke sebagaian wilayah Italia,
melintasi Pegunungan Pyrenia, dan menuju Prancis. Bhakan,
namanya diabadikan sebagai nama sebuah gunung di wilayah
Spanyol dengan nama Jabal Thariq (Gibraltar).

15
Dakwah berdiam di Andalusia kira-kira selama 900 tahun. Hal ini
telah meninggalkan kebudayaan dan peradaban yang sangat tinggi
yang sampai sekarang masih dapat dilihat. Peninggalan berharga itu
merupakan hasil dari dakwah yang dilakukan pada masa Bani
Umayah.
4. Dakwah ke Asia Tengah

Berdakwah kea rah Timur menjadi prioritas Bani Umayah.


Pada masa Khulafaur Rasyidin, dakwah telah merambat ke wilayah
Kerajaan Persia. Akan tetapi, upaya tersebut terancam oleh
kekuasaan kafir disebelah Timur, tepatnya didaerah sebrang Sungai
Indus.

Dakwah ke Wilayah itu memerlukan senjata dan akhirnya


berhasil menguasai Thukharistan dengan beribu kota di Bakhl
(Bactria); Sughanian dengan beribu kota di Syauman; Shughd dengan
beribu kota di Samarqand dan kota terpentingnya adalah Bukharah;
Farghanah dengan beribu kota di Khujandah atau Kasyan;
Khawarizm dengan beribu kota di Jurjan; Usyrusanah, berada di
sebelah Farghanah; serta Syas di sebelah utara sungai Sihun dengan
beribu kota di Tharanbaz.
Dari daerah seberang sungai (Negeri-negeri yang terletak antara
Sungai Jihun atau Amu Daryah dan Sungai Sihun atau Syr Daryah),
dakwah membentang dari Iran di sebelah barat, sampai ke
pegunungan Himalaya di sebelah Timur Laut. Negeri itu merupakan
sebagaian besar Negara Pakistan sekarang ini.
Selanjutnya, terbukalah jalan menuju Asia Tenggara dan Timur
Jauh. Dengan demikian, Dinasti Umaiyah mempunyai andil yang
sangat besar, terlebih lagi dengan berdirinya Kerajaan Mughal yang
juga membawa efek berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam di Asia
Tenggara.

16
5. Dakwah ke Cina
Pada abad VII Masehi, perdagangan antara Persia dan Arab
sangat penting bagi para pedagang Cina. Untuk pertama kali dalam
sejarah, Cina menyebut Arab pada waktu permulaan berdirinya
Dinasti T’ang (618-907 M). Dengan demikian, kontak antara Arab
dan Cina telah berlangsung cukup lama.
Setalah Yazdajir, Raja Dinasti Sassanid yang terakhir meninggal;
putranya, Fiiruz, meminta bantuan kepada kekaisaran Cina. Akan
tetapi, permintaan itu di tolak dengan alasan negeri Persia terlalu luas
dan sukar di capai tentara. Sementara itu, kaisar mengirim utusan ke
Madinah untuk melakukan penyelidikan dan menjalin hubungan
diplomatic.
Ketika utusan Kaisar Cina ingin kembali, Khalifah Utsman
memerintahkan seorang perwira tinggi untuk mengantarnya pulang.
Sesampainya di Cina, perwira Islam tersebut di hormati oleh Kaisar.
Pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abdil Malik (705-7014
M) Panglima Qutaibah bin Muslim menaklukkan daerah belakang
Sungai pada tahun 96 H. Ia pun melanjutkan dakwahnya hingga ke
perbatasan Cina dengan pasukan yang cukup banyak. Pada saat itu,
datang berita tentang wafatnya Khalifah Al-Walid. Meskipun
demikian, dakwah tetap diteruskan.
Dalam buku-buku sejarah Cina disebutkan bahwa Khalifah
Hisyam dan Abdil Malik (berkuasa 724-743 M) pernah mengirimkan
delegasi dibawah pimpinan seorang perwira tinggi yang bernama
Sulaiman kepada Kaisar Hswan Tsung untuk menjalin hubungan
diplomatic. Selang beberapa waktu, Kaisar Hswan Tsung dijatuhkan
oleh suatu pemberontakan. Putranya kemudian meminta bantuan
kepada Khalifah Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Mashur (berkuasa 754-
775 M). Permintaan ini diperkenankan Al-Manshur dan
dikirimkannya sejumlah pasukan, sehingga Kaisar Hswan Tsung
merebut kembali tahtanya.

17
Setelah berhasil, pasukan Islam tidak kembali. Mereka menetap
di Cina dan bahkan menikah dengan penduduk setempat. Semenjak
itu, dakwah telah mengukuhkan kedudukannya di Cina dan cukup
banyak yang masuk Islam.12

E. Masa Kehancuran Dinasti Umaiyah

Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umaiyah, ternyata tidak


bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan
semakin kuatnya tekanan dari pihak luar. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan Dinasti Umaiyah lemah dan membawanya kepada
kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu
yang baru bagi tradisi Arab, yang lebih menguntungkan aspek
senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat
dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umaiyah tidak dapat dipisahkan
dari berbagai konflik yang terjadi di massa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara
terbuka di masa awal dan akhir maupun tersembunyi seperti di masa
pertengahan kekuassaan Bani Umaiyah. Penumpasan terhadap
gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan bani Umaiyah, pertentangan etnis antara suku
Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah
ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Bani Umaiyah mendapat kesulitan
untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian
besar golongan timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali
itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan
Bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umaiyah.

12 . Syamsul Munir, Sejarah Dakwah, ( Jakarta : Amzah, 2014), h. 81

18
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umaiyah juga disebabkan oleh
sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah
tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan kecewa
karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umaiyah adalah
munculnya kekuasaan baru yang dipelopori oleh keturunan A-Abbas
bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari
Bani Hasyim dan golongan Syi’ah. Dan kaum Mawali yang merasa
dikelas duakan oleh pemerintah Bani Umaiyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu,
sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umaiyah,
disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah
yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umaiyah
yang dijumpainya,
Demikianlah, Dinasti Umaiyah pasca wafatnya Umar bin Abdul
Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya
dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya
hancur. Dinasti Bani Umaiyah diruntuhkan oleh dinasti Bani
Abbasiyah dimasa khalifan Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada
tahun 127 H/744M.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Nama Bani Umaiyah dinisbatkan kepada Umaiyah bin Abdi Syams bin
Abdi Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di kalangan
Quraisy pada masa jahiliah.
2. Bani Umaiyah adalah orang-orang yang terakhir masuk Agama Islam,
dan juga merupakan musuh-musuh yang paling keras terhadap agama
ini pada masa-masa sebelum mereka memasukinya. Tetapi setelah
masuk Islam, mereka dengan segera dapat memperlihatkan semangat
kepahlawanan yang jarang tandingnya, seolah-olah mereka ingin
mengimbangin keterlambatan mereka itu dengan berbuat jasa-jasa
yang besar terhadap Agama Islam, dan agar orang lupa kepada sikap
dan perlawanan mereka terhadap Agama Islam sebelum mereka
memasukinya.
3. Pada masa kekuasaan Mu’awiyah menjadi awal kekuasaan Bani
Umaiyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi
monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun). Kekuasaan Bani
Umaiyah berumur kurang lebih 90 tahun.
4. Perkembangan dakwah dan perluasan wilayah pada masa Bani
Umaiyah berkembang cukup pesat. Hal ini disebabkan semangat dan
komitmen para khalifah dalam menyebarkan agama Islam ke
berberbagai penjuru dunia. Selain itu, adanya ancaman dari kerajaan
Romawi Timur dan Persia juga mempengaruhi hal tersebut. Oleh
sebab itu, dakwah pada masa ini mencakup hingga Asia kecil, Afrika
utara, Spanyol, Asia tengah, dan China.
5. Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umaiyah, ternyata tidak
bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan
semakin kuatnya tekanan dari pihak luar

20
B. Saran
Bagi penguasa, sebagai penguasa dalam menjalankan sistem
pemerintahannya harus bisa menjalankan prinsip keadilan. Adanya sikap
adil ini bisa diwujudkan dengan adanya sikap keadilan politik yang kuat
dari penguasa, terlebih dalam menjalankan pemerintahan yang melibatkan
beberapa unsur pemerintah maupun rakyat. Penguasa memberikan
keadilan politik dengan cara rakyat diberi ruang atau kesempatan untuk
menyampaikan aspirasi sehingga rakyat ikut secara aktif dalam kehidupan
politik, misalnya memilih pimpinan negara atau upaya-upaya
mempengaruhi kebijakan penguasa, dalam arti penguasa melaksanakan
kebijakan sepenuhnya akibat dari keinginan rakyat. Yang akhirnya mampu
membawa perubahan-perubahan yang diinginkan oleh rakyat. Praktik
politik yang kuat juga harus diseimbangkan dengan adanya kebijakan-
kebijakan yang berimbang terutama yang menyangkut kepentingan rakyat,
sehingga dalam roda pemerintah harus ada sinergitas yang mestinya bisa
mewujudkan sistem pemerintahan yang adil.

Untuk memahami ilmu Sejarah Peradaban Islam khususnya dalam


Dinasti Bani Umaiyah, hendaknya tidak hanya tertumpu pada satu literatur
saja. Oleh karena itu makalah ini semoga menjadi pemacu penyusun
khususnya dan penyusun berikutnya pada umumnya untuk lebih
mendalami ilmu Sejarah Peradaban Islam, sehingga apa yang sudah
dijelaskan dalam makalah ini bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari menjadi lebih baik lagi kedepannya.

21

Anda mungkin juga menyukai