Anda di halaman 1dari 7

A.

Latar Belakang Good Corporate Governance


Good Corporate Governance atau dikenal dengan nama Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata
karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatar belakangi oleh
maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel
Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang
dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat
dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam
pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi
penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh
tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis dan bahkan cenderung kriminal
yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan
mereka yang sangat besar disatu sisi, dan ketidakberdayaan aparat pemerintah dalam
menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku para pelaku bisnis tersebut,
disamping berbagai praktik tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang buruk.
Salah satu dampak signifikan yang terjadi adalah krisis ekonomi di suatu
negara, dan timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebagai akibat
adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yang
mana mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor,
seperti yang terjadi di Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang
mengakibatkan runtuhnya beberapa perusahan besar dan ternama dunia, disamping
juga menyebabkan krisis global dibeberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh,
untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah amerika mengeluarkan Sarbanes-Oxley
Act tahun 2002, undang-undang dimaksud berisikan penataan kembali akuntansi
perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap investor. Oleh
karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan
GCG di berbagai negara.
Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat
dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para
pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup:

1
a. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya.
b. Peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).
c. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu.
d. Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan.
e. Tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri,
kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan.
Munculnya corporate governance dapat dikatakan dilatarbelakangi dari berbagai
skandal besar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika
Serikat pada tahun 1980an dikarenakan tindakan yang cenderung serakah dan
mementingkan tujuan pihak-pihak tertentu saja. Hal ini tidak terlepas dari pertentangan
kepentingan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif atau kepentingan
bersama dari organisasi dimana hal ini menjadikannya sebagai pemicu dari kebutuhan
akan corporate governance.
Secara lebih luas pertentangan kepentingan di suatu organisasi itu terjadi antara
pemilik saham dan pimpinan perusahaan, antara pemilik saham majoritas dan minoritas,
antara pekerja dan pimpinan perusahaan, ada potensi mengenai pelanggaran lindungan
lingkungan, potensi kerawanan dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat
setempat, antara perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan
besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan.
Pada awalnya corporate governance hanya berkembang di Inggris dan Amerika,
tetapi seiring berkembangnya kompleksitas bisnis di berbagai negara di dunia maka
segara berkembang pula di negara-negara lain. Dalam corporate governance selalu ada
dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara
jelas, lengkap, dan tertulis? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut
dilaksanakan dengan konsisten atau tidak? Kedua hal tersebutlah yang menentukan
apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.
Dewasa ini, corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi
pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah
merupakan tuntutan masyarakat dengan adanya aturan-aturan dan regulasi yang mengatur
tentang bagaimana penerapan corporate governance yang baik. Bagi Indonesia,
perkembangan mengenai regulasi corporate governance bermula dari usulan

2
penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek
Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang
mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk komite audit pada
tahun 1998, Corporate Governance (CG) mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan
publik di Indonesia.
Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan (Letter of
Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong terciptanya iklim
yang lebih kondusif bagi penerapan CG. Pemerintah Indonesia mendirikan satu lembaga
khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan
dan Industri Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Tugas pokok KNKCG merumuskan
dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan
memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia.
Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum GCG di tahun 2001,
pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman Komisaris Independen dan
Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif. Pada tahun 2004 Pemerintah
Indonesia memperluas tugas KNKCG melalui surat keputusan Menteri Koordinator
Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004 tentang pemebentukan Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang memperluas cakupan tugas sosialisasi
Governance bukan hanya di sektor korporasi tapi juga di sektor pelayanan publik.
KNKG pada tahun 2006 menyempurnakan pedoman CG yang telah di terbitkan
pada tahun 2001 agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman GCG tahun 2001 hal-
hal yang dikedepankan adalah mengenai pengungkapan dan transparansi, sedangkan hal-
hal yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG tahun 2006 adalah:
a. Memperjelas peran tiga pilar pendukung (Negara, dunia usaha, dan masyarakat)
dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG.
b. Pedoman pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku.
c. Kelengkapan Organ Perusahaan seperti komite penunjang dewan komisaris (komite
audit, komite kebijakan risiko, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan
corporate governance).

3
d. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal dalam kerangka
penerapan GCG yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal,
komunikasi, dan tanggung jawab sosial.
e. Kewajiban perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain pemegang saham
seperti karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa.
f. Pernyataan tentang penerapan GCG.
g. Pedoman praktis penerapan Pedoman GCG;
Secara strategis tahapan mengenai implementasi CG di Indonesia melalui beberapa tahap:
a. Pemberdayaan dewan komisaris agar mekanisme Check and Balance berjalan secara
efektif. Dewan komisaris yang menjalankan prinsip-prinsip CG dapat secara efektif
bekerja sesuai dengan peraturan dan best practices yang ada dalam dunia bisnis.
Independensi komisaris diperlukan dalam rangka mewujudkan fungsi check and
balance sebagai perwujudan dari asas akuntabilitas dalam perseroan. Saat ini selain
pedoman komisari independen dan komite audit yang diterbitkan oleh KNKG, pihak
otoritas Pasar Modal, BUMN, dan Perbankan juga telah mewajibkan penunjukan
komisaris independen.
b. Memperbanyak agen-agen perubahan melalui program sertifikasi komisaris dan
direktur. Melalui institusi pelatihan dan sertifikasi komisaris dan direktur materi CG
disampaikan sebagai sarana untuk internalisasi prinsip CG dalam mengelola
korporasi. Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI) sebagai lembaga
pelatihan dan sertifikasi kedirekturan yang di naungi oleh KNKG telah menjalankan
fungsinya sejak tahun 2001 untuk menciptakan agen-agen perubahan didalam
perusahaan yang konsisten menerapkan prinsip CG.
c. Memasukkan asas-asas GCG kedalam pearturan perundangan seperti UUPT, UUPM,
Peraturan Perundangan mengenai BUMN, Peraturan Perundangan mengenai
Perbankan khususnya yang terkait dengan asas transparansi, akuntabilitas, dan
fairness.
d. Penyusunan Pedoman-Pedoman oleh Komite Nasional Kebijakan Governance.
e. Sosialisasi dan implementasi pedoman-pedoman diantaranya berupa kewajiban
assessment di Perbankan dan BUMN.

4
B. Pengertian Good Corporate Governance
Corporate Governance menurut Organization for Economic Corporation and
Development (OECD,1999) dapat diartikan bahwa untuk mencapai tujuan perusahaan
yang baik mengacu pada adanya hubungan antara pihak manajemen, direksi,
pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan.
Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh
Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud
dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes,
2006). A set of rules that define the relationship between shareholders, managers,
creditors, the goverment, employees, and other internal and external stakeholders in
respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are
directed and controlled.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006) tidak membuat
definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of Un ited Kingdom
dan menerjemahkan. Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Sukrisno Agoes (2006). Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu
sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang
saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga
disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
Organization for Economics Cooperation and Development (OECD) (dalam
Tjager dkk, 2004). The structure through which shareholders, directors, managers,
set of the board objectives of the company, the means of attaining those objectives
and monitoring performance. Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham,
direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat -alat
yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.

5
Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006). Mekanisme adninistratif
yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris,
direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang
lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan
(prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan
untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut,
serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan. Konsep GCG mengandung pengertian
yang berintikan empat point, yaitu:
a. Wadah. Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan).
b. Model. Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip,
serta nilai-nilai yang meladasi praktik bisnis yang sehat.
c. Tujuan. Meningkatkan kinerja organisasi, menciptakan nilai tambah bagi semua
pemangku kepentingan, mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan
yang signifikan dalam pengelolaan organisasi, meningkatkan upaya agar para
pemangku kepentingan tidak dirugikan.
d. Mekanisme. Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang,
dan tanggung jawab antar pemilik atau pemegang saham, dewan komisaris dan
direksi. Serta antar seluruh pemangku kepentingan.
Dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak
kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk mencapai kinerja bisnis yang
optimal.

6
DAFTAR PUSTAKA

Asri Dwija Putri, I Gusti Ayu Made, dan Agung Ulupuli, I Gusti Ketut; 2017; Pengantar
Corporate Governance. Denpasar: CV Sastra Utama.

Xerma. 2012. Pengertian Good Corporate Governance Menurut Para Ahli di


http://xerma.blogspot.com/2014/04/pengertian-good-corporate-governance.html (di akses 15
September).

Anda mungkin juga menyukai