Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATRIALITAS, RISIKO DAN STRATEGI AUDIT

AUDITING I

Dosen Pengampu :

Dr. Yuskar, SE., MA., Ak., Ca

Disusun Oleh :

KELOMPOK I
OLGA EKA HAMELIA 1710536045
SUCI MAWADDAH 1710536048
CHINTYA PUTRI A. 1810536002
ANNISA DWINDA 1810536006

PROGRAM STUDI AKUNTANSI INTAKE DIII


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
PENDAHULUAN

Kertas kerja merupakan suatu dasar dalam penerapan standar auditing


terutama dalam hal pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Pentingnya konsep
materialitas yakni sebagai pertimbangan seorang auditor dalam menjalankan
tugasnya.

Definisi materialitas mengharuskan seorang auditor dalam


mempertimbangkan keadaan baik yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan
informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaannya.

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar


pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah besarnya nilai yang
dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang
melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut,
karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam
menyatakan pendapatnya, semakin rendah resiko audit yang auditor bersedia
menanggung nya.

Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelakasanaan proses audit


adalah mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung
pendapatnya. Tujuan ini dicapai dengan mengumpulkan bukti audit tentang asersi
yang terdapat dalam laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
Oleh karena itu pentingnya Materialitas, risiko dan strategi audit awal guna
memeperlancar tugas seorang auditor serta sebagai bahan pertimbangannya untuk
selanjutnya akan dibahas pada bab II makalah ini.
A. M A T E R I A L I T A S
Materials secara umum, yaitu sesuatu yag nyata dan terlihat. Jadi, dalam
istilah akuntansi Materialitas merupakan dasar penerapan auditing secara nyata,
terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu,
materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit
atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Adit dalam
Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempeertimbangkan materialitas
dalam (1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran laporan
keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di
Indonesia.

Konsep Materialitas :

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan
perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau salah saji
itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan yang
berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan
kepercayaan atas laporan keuangan auditan.

Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu


mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran
dan sifat yang berbeda. Maka, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat
materialitas akun modal kerja lebih rendah bagi perusahaan yang berada dalam
situasi bangkrut bila dibandingkan dengan suatu perusahaan yang
memiliki current ratio 4 : 1.

Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan keuangan?

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan
jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa
laporan keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu
dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit
atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan berikut ini :

1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta


pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.

2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai


dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.

3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat


perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara
wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.

Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:

1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat


diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah
saji tersebut.

2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk


mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji
material.

Pertimbangan Awal tentang Materialitas


Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya yang disebut materialitas perencanaan, mungkin dapat
berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan
kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) keadaan yang
melingkupi berubah (2) informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama
berlangsungnya audit.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif


berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan
keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu
salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material,
karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.
Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor
adalah,

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan pada
pertimbangan Kuantitatif seperti:
 Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
 Total aktiva dan ekiutas pemegang saham dalam neraca
Faktor Kualitatif seperti:
 Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar
hukum dan kecurangan
 Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit
dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan
beberapa ratio keuangan pada tingkat minimum tertentu.
 Adanya gangguan dalam trend laba
 Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

Sebagai contoh, auditor memutuskan kombinasi salah saji berjumlah 8 %


dari laba bersih sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi,
dengan memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh
karena itu, jika kombinasi salah saji kurang dari 3 %, auditor akan
memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan memperhatikan
faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 %
dan 8 % memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan
materialitasnya. Jika misalnya, laba bersih sebelum pajak yang dipakai
sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka batas materialitas
(materiality border) untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran :

Rp 3.000.000 sampai Rp 8.000.000

Batas bawah dihitung 3% x Rp100.000.000 dan batas dihitung 8% x


Rp 100.000.000.

Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor :

1. Untuk total aktiva dalam neraca Rp 41 juta s.d Rp 100 juta


2. Untuk aktiva lancar Rp 25 juta s.d Rp 60 juta
3. Untuk total ekuitas pemegang saham dalam neraca Rp 15 juta s.d Rp 45
juta

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai
keseluruhan dan tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun
dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

Materialitas pada tingkat Laporan Keuangan


Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas yaitu:

Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, dengan


membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah
dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah
pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Kedua, pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit.

Contoh panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :


1. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat
salah saji 5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
2. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika
terdapat salah saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva.
3. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika
terdapat salah saji 1 % dari total pasiva.

Materialitas pada Tingkat Saldo Akun


Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah
saldo akun material.
Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep
materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi
keputusan pemakai informasi keuangan.
Alokasi Materialitas laporan Keuangan ke Akun
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk memverifikasi akun tersebut.

Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan


dikuatifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat
diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara
individual. Pengalokasian ini dapat di lakukan baik untuk akun Neraca maupun
Laba Rugi.

B. HUBUNGAN ANTARA MATERIALS DENGAN BUKTI AUDIT

Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi


pertimbangan auditor tentang kecukupan ( kuantitas ) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah
materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah
tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan ( hubungan
terbalik ).
Tanggung jawab seorang auditor adalah menentukan tingkat kewajaran
atas penyajian laporan keuangan yang dibuat oleh auditee. Dalam proses
penentuan tersebut, auditor tidak terlepas dari pertimbangan materialitas dalam
memutuskan jenis dari laporan audit atau pendapat atas laporan keuangan yang
akan diterbitkan. Konsep materialitas ini mengaharuskan auditor untuk
mempertimban-gkan segala keadaan, baik yang berkaitan dengan audit maupun
atas kebutuhan informasi pihak yang mempercayakannya.
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas
sebagai besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi
yang berhubungan dengan situasi melingkupinya, sehingga dapat mengakibatkan
perubahan atau mempengaruhi pertimbangan pihak yang menaruh kepercayaan
atas informasi tersebut karena adanya penghapusan atau salah saji yang dilakukan.
Materialitas kemudian menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit yang ia butuhkan.
Kecukupan bukti audit tersebut akan sangat mempengaruhi besarnya potensi
kesalahan dalam membuat kesimpulan atas penyajian laporan keuangan auditee.
Potensi kesalahan tersebutlah yang digambarkan sebagai resiko audit. Resiko
audit itu sendiri merupakan risiko bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah
gagal untuk memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Ilustrasi tentang bagaimana hubungan antara
materialitas, bukti audit, dan resiko audit adalah sebagai berikut:
- Jika menginginkan resiko audit konstan sedangkan tingkat materialitas dikurangi,
maka bukti audit harus ditambah/diperbanyak.
-Jika mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti
audit, maka resiko audit akan meningkat
- Jika menginginkan resiko audit berkurang (rendah), maka ada beberapaa lternatif,
diantaranya;
O Menaikkan tingkat materialitas dan mempertahankan jumlah buktiaudit,
O Menambah jumlah bukti audit dan mempertahankan tingkatmaterialitas,
O Meningkatkan jumlah bukti audit dan tingkat materialitas secara bersama-
sama

B. RISIKO AUDIT
Resiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari,
tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam
menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia
menanggungnya. Jika diinginkan tingkat kepastian 99 %, risiko audit yang auditor
bersedia menanggungnya adalah 1 %.
Komponen-komponen Risiko Audit
Risiko audit terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1. Risiko Melekat atau bawaan (Inherent risk)
2. Risiko Pengendalian (Control risk)
3. Risiko Deteksi (Redection Risk)
Model Risiko Audit:

R A = R B x R P x R D

Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun
Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :

1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai


keseluruhan (sesuai dengan definisi risiko audit yang disajikan diatas).
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual
yang dicantumkan dalam laporan keuangan.

a. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)


Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan
risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang
dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan
disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi
salah saji material.
b. Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara
individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang
berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun
tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi
perubahan. Dari pengalaman audit di tahun sebelumnya, auditor dapat menaksir
risiko audit atas akun tertentu.

Tipe Risiko Audit


Terdapat empat tipe risiko audit :

1) Risiko Bawaan atau Inherent Risk adalah penetapan auditor akan


kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melampaui
batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor efektivitas pengendalian intern.
Risiko bawaan menunjukkan faktor kerentanan laporan keuangan terhadap
kekeliruan yang material dengan asumsi tidak ada pengendalian intern. Bila
auditor berkesimpulan bahwa akan banyak kemungkinan terjadi kekeliruan tanpa
pengendalian intern, berarti risiko bawaannya tinggi. Faktor pengendalian intern
tidak diperhitungkan dalam menetapkan inherent risk (risiko bawaan) karena
dalam model risiko audit hal itu akan diperhitungkan tersendiri sebagai risiko
pengendalian.

2) Risiko Pengendalian. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah


saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara
tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.

3) Risiko Deteksi Planned Detection Risk (Risiko Penemuan yang


Direncanakan) adalah risiko bahwa bukti yang dikumpulkan dalam segmen
gagal menemukan kekeliruan yang melampaui jumlah yang dapat ditolerir. Jika
kekeliruan semacam itu timbul.
Ada dua hal penting yang harus diperhatikan:
- PDR tergantung pada tiga unsur risiko lainnya dalam model. Jadi risiko
penemuan yang direncanakan hanya akan berubah jika auditor mengubah salah
satu unsur lainnya.
- PDR menentukan besarnya bukti yang akan dikumpulkan. Hubungan
antara PDR dengan bukti berbanding terbalik. Jika nilai risiko penemuan yang
direncanakan diperkecil, berarti jumlah bukti yang harus dikumpulkan auditor
dalam audit lebih banyak.. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor
tidak dapat mendeteksi salah saji materialyang terdapat dalam suatu asersi.

4) Acceptable Audit Risk (Risiko Audit yang dapat diterima) adalah


ukuran ketersediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangn mengandung
salah saji material tanpa pengecualian telah diberikan. Risiko ini ditetapkan secara
subyektif bahwa auditor bersedia menerima laporan keuangan tidak disajikan
secara wajar setelah audit selesai dan pendapat wajar tanpa pengecualian telah
diberikan.. Tingkat risiko nol berarti kepastian penuh bahwa laporan keuangan
tidak mengandung kekeliruan yang material dan tingkat risiko ini 100% berarti
auditor sangat tidak yakin kalau laporan keuangan tidak mengandung salah saji
atau kekeliruan yang material.

Hubungan antar Unsur Risiko


Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua
risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas
laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit
dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai
hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian.

Semakin kecil risiko bawaan danr risiko pengendalian yang diyakini oleh
auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin
besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor,
semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.

Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit


Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti
audit digambarkan sebagai berikut :

1.Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas


dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.
2.Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi
jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3.Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat
menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini :
 Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan
jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
 Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu
tingkat materialitas tetap dipertahankan.
 Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan
tingkat materialitas secara bersama-sama.
C. STRATEGI AUDIT AWAL
Strategi audit adalah proses penyususnan arahan atau petunjuk audit
dan penyelarasan antara pemahaman auditor atas kegiatan audit dengan fokus
audit yang akan dilakukan. Strategi audit awal merupakan strategi yang timbul
ketika melihat adanya hubungan antara tingkat materalitas, risiko audit, dan
bukti audit. Stategi audit awal bukan merupakan spesifikasi mendetail dari
prosedur audit, tetapi hanya mempresentasikan pertimbangan awal auditor
mengenai suatu pendekatan audit dan didasarkan pada asumsi asumsi tertentu
mengenai pelaksanaan audit.

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor


menetapkan empat unsur berikut ini :
1.Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan yang tinggi, berarti
auditor menganggap bahwa struktur pengendalian internal klien adalah
sangat efektif dan dapat mengurangi kemungkinan salah saji. Oleh karena
itu auditor harus menguji kebenaran dari anggapannya tersebut, auditor
lebih banyak melakukan pengujian pengendalian.
Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan yang rendah,
auditor menganggap struktur pengendalian intern kluen sangat tidak
efektif dan tidak akan dapat mencegah terjadinya salah saji. Oleh karena
itu auditor menguji apakah salah saji yang tak terdeteksi oleh pengendalian
intern klien tersebut, dapat dideteksi oleh prosedur audit. Oleh karena itu
auditor melakukan pengujian substantive.
2.Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.
Luasnya pemahaman audit terhadap pengendalian intern juga
mempengaruhi pemilihan strategi audit. Apabila auditor sangat memahami
struktur pengendalian internal klien, auditor maka auditor dapat memilih
stategi audit primarily substantive approach. Apabila auditor kurang
memahami struktur pengendalian intern, maka auditor dapat memilih
stategi audit lower assessed level of control risk approach.
3.Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko
pengendalian.
4.Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko
audit ke tingkat yang cukup rendah.
Stategi audit awal dibagi menjadi dua macam yaitu pendekatan tetutama
subtantif (primarily substantive approach) dan pendekatan tingkat risiko
pengendalian taksiran rendah (lowes assessed level of control risk approach)

Pendekatan Terutama Substantif


Auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit
dengan menggunakan pengujian substantif dan auditor memberikan
kepercayaan yang rendah atau tidak mempercayai pengendalian intern.
Pendeketana ini biasanya mengakibatkan penaksiran risiko pengendalian
pada tingkat maksimum atau mungkin hanya mendekati pada tingkat
tersebut.
Terdapat tiga alasan auditor memilih menggunakan pendekatan
ini:
o Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan atau prosedur pengendalian
intern yang relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan.
o Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan
asersi untuk akun dan golongan transaksi signifikan tidak efektif.
o Pengujian subtantif lebih efesien untuk asersi tertentu.
Terdapat dua kategori dalam pendekatan substantif yaitu :Pendekatan
subtantif utama dengan penekanan terhapat pengujian terinci dan pendekatan
subtantif utama yang menekankan pada prosedur analitis yang merupakan
stategi audit tambahan. Pendekatan subtantif utama dengan penekanan
terhadao pengujian terinci dilakukan auditor ketika auditor mengetahui dari
awal bahwa pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi tidak ada atau
tidak efektif dengan melihat pengalaman masa lalu dengan klien atau dari
langkah perncanaan awal.
Stategi ini juga dapat dipilih ketika auditor menyimpulkan biaya
melaksanakan prosedur tambahan untuk memperoleh suatu pemahaman yang
lebih mendalm mengenai pengendalian intern dan pengujian pengendalian
untuk mendukung tingkat risiko yang lebih rendah akan melebihi biaya
pelaksanaan subtantif yang lebih luas. Kondisi tersebut berhubugan dengan
asersi untuk akun-akun yang memiliki populasi relative lebih kecil atau
transaksi yang jarang terjadi.
Tahap-tahapan dalam melakukan metode ini adalah:
1) Menghimpun dan mendokumentasikan pemahamn struktur
pengendalian intern.
2) Menetapkan risiko pengendalian berdasar pengujian pengendalian
yang dilakukan dalam menghimpun pemahaman struktur
pengendalian intern.
3) Menentukan kemungkinan dapat tidaknya dilakukan pengurangan
lebih terhadap tingkat risiko pengendalian yang telah dilakukan.
4) Melaksanakan pengujian pengendalian tambahan untuk
memperoleh bukti tambahan
5) Melakukan revisi atau menetapkan kembali risiko pengendalian
berdasarkan bukti tambahan.
6) Melakukan dokumentasi atas penetapan risiko pengendalian
7) Melakukan penilaian terhadap kemampuan tingkat risiko
pengendalian yang telah ditetapkan tersebut, untuk mendukung
tingkat pengujian sunstantifyang direncakan auditor.
8) Merancang pengujian suntantif.

Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah

Dalam pendekatan ini auditor dianggap telah memiliki kepercayaan bahwa


pengendalian yang berhubungan dengan suatu asersi telah dirancang dengan baik
dan berjalan dengan sangat efektif. Selain itu auditor harus percaya bahwa biaya
pelaksanaan prosedur yang lebih luas untuk memperoleh pemahaman mengenai
pengendalian intern dan untuk menguji pengendalian akan lebih besar daripada
yang diimbangi oleh penghematan biaya pelaksanaan pengujian subtantif atas
transaksi dan saldo yang lebih sempit. Hal ini sering terjadi pada asersi yang
berkenaan dengan akun-akun yang dipengaruhi oleh volume transaksi rutin yang
tinggi.
Tahapan-tahapan dalam pendekatan ini:

1) Mengimpun dan mendokumentasikan pemahaman srtuktur


pengendalian intern.
2) Merencanakan dan melaksanakan pengujian pengendalian.
3) Menetapkan risiko pnegendalian.
4) Melakukan dokumentasi atas penetapan risiko pengendalian.
5) Melekukn penilain terhadap kemampuan tingkat risiko
pengendalian yang telah ditetapkan tersebut untuk mendukung
tingkat pengujian subtantif yang direncanakan auditor.
6) Merancang pengujian subtantif.

Perbandingan dua strategi audit tersebut adalah:


Primarily Substantive Lower Control Risk
Comparison
Approach Approach

Tingkat menengah - Tingkat moderat-


Asersi dari risiko
maksimum rendah
kontrol
Sedikit Lebih luas
Keluasan prosedur
untuk memperoleh
pemahaman
pengendalian internal
Sedikit Luas
Pengujian dari kontrol
Luas Terbatas
Pengujian substantif

Strategi Audit Tambahan

A. Pendekatan Substantif Utama Yang Menekankan Pada Prosedur Analitis

Dilakukan auditor ketika memiliki keahlian dan pengetahuan mengenai


bisnis dan industri untuk mengembangkan prediksi yang akurat mengenai saldo
laporan keuangan. Pengetahuan mengenai bisnis baik mengenai perusahaan. Serta
hubungan antara kapasitas dan pendapatan, dapat memudhkan uditor untuk menili
secara akurat penyajian yang wajar dari total pendapatan dan pengakuan
pendapatan terutama dengan menggunakan prosedur analitis, dan auditor akan
dapat membatasi luas pengujian subsantantif terinci.

B. Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis

Auditor dapat memilih strategi ini ketika risiko bawaan berada dibawah
maksimum dan auditor dapat mengembangkan ekspektasi yang dapat diandalkan
berkenaan dengan saldo akun.

Anda mungkin juga menyukai