Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS SEPTEMBER 2016

“KEJANG DEMAM SEDERHANA”

DISUSUN OLEH :
NAMA : HASTY WAHYUNI
STAMBUK : N 111 14 044
PEMBIMBING : dr. ERWIN K PUTRA B
dr. I NYOMAN WIDAJADNJA, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure, kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam.1,2

Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung


singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di
antara seluruh kejang demam. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan – 5 tahun. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas,
otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang
demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana. Banyak pasien kejang
demam yang orangtua atau saudara kandungnya menderita penyakit yang sama.
Faktor prenatal dan perinatal dapat berperan dalam kejang demam.1,2,3

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam.
Selain itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam
pengawasan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira
9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat pada
usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature
yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat

2
keluarga epilepsi. Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan
perbandingan 1,2–1,6:1. Untuk pengobatan pada pasien kejang demam, terbagi
atas tiga tahap yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan
pengobatan profilaksis. 1,4

3
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama: An. RH
Usia: 1 tahun 3 bulan
Jenis kelamin: Laki-laki
Tanggal Pemeriksaan: 14/08/2016

B. Anamnesis:
a. Keluhan utama: Kejang
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien anak laki-laki 1 tahun 3 bulan masuk UGD dengan keluhan kejang.
Keluhan dialami kurang lebih 5 menit, serangan kejang 1 kali. Kejang
dialami 20.00 wita. Kejang ditandai dengan tangan mengepal, badan kaku
dan kaki tangannya tampak tersentak. Pasien sebelum kejang mengalami
demam. Sudah diberi obat penurun panas, tapi masih panas. Kesadaran
anak baik sebelum kejang dan setelah kejang pasien seperti mengantuk.
Pasien dibawa berobat ke Puskesmas pagi harinya tetapi kejang kembali
muncul pada pukul 10.00 wita sehingga pasien dibawa ke UGD
Puskesmas Lembasada. Pasien muntah 3 kali ketika di UGD, tanpa lendir
maupun darah, tidak ada batuk maupun pilek, tetapi demam sudah turun
dan kejang tidak timbul. Buang air besar dan kecil pasien biasa.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien pernah kejang pertama kali di usia 6 bulan, frekuensi 1 kali, disertai
demam sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada di keluarga yang mengalami gejala atau keluhan yang sama
dengan pasien.
e. Riwayat sosial ekonomi
Keluarga pasien memiliki status sosial ekonomi menengah

4
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Pasien lahir spontan di rumah sakit dibantu oleh dokter. Lahir cukup
bulan. Warna air ketuban tidak diketahui. Berat bayi lahir 3200 gram.
g. Anamnesis makanan
Pasien minum ASI sejak lahir sampai umur 6 bulan. Dari umur 6 bulan
sampai 8 bulan pasien minum susu formula ditambah dengan bubur sun.
Dari umur 8 bulan sampai 1 tahun bubur sun diganti dengan bubur saring
dan masih mendapatkan susu formula. Umur 1 tahun sampai sekarang
diberikan makanan keluarga.
h. Imunisasi: imunisasi dasar lengkap

C. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: sakit sedang
b. Kesadaran: compos mentis
c. Berat badan: 8,8 kg
d. Panjang badan: 75 cm
e. Status gizi: Z-Score -2-(-1) (gizi baik)
f. Tanda-tanda vital
Nadi: 126 x/menit Suhu: 37.5 °C
Respirasi: 32 x/m CRT: < 2 detik
g. Kulit: sianosis (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit normal
h. Kepala:
- Bentuk kepala normocephal
- Mata: sklera tidak ikterik , konjungtiva tidak anemis.
- Hidung: bentuk normal, sekret (-)
- Telinga: bentuk normal, tidak ada sekret
- Mulut: bibir biasa, lidah normal, tonsil sulit dinilai
i. Leher
- Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Pembesaran kelenjar tiroid (-)

5
j. Dada
Paru-paru
- Inspeksi: bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan, retraksi
otot bantu pernapasan (-)
- Palpasi: vokal fremitus normal kiri dan kanan
- Perkusi: bunyi sonor
- Auskultasi: bunyi paru bronkovesikuler, bunyi tambahan ronkhi (-),
wheezing (-)
k. Jantung
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi: ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi: batas jantung normal
- Auskultasi: Bunyi jantung S1/S2 murni reguler, bunyi tambahan (-)
l. Abdomen
- Inspeksi: permukaan sedikit cembung
- Auskultasi: bunyi peristaltik usus (+) kesan normal
- Perkusi: bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi: nyeri tekan (-), organomegali (-)
m. Genitalia: bentuk normal
n. Ekstremitas:
- Atas: akral hangat, edema (-)
- Bawah: akral hangat, edema (-)
o. Punggung: bentuk normal
p. Refleks: normal

D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

E. Resume
Pasien anak laki-laki 1 tahun 3 bulan masuk UGD Puskesmas dengan
keluhan kejang. Keluhan dialami kurang lebih 5 menit, serangan kejang 1 kali

6
pada malam hari, didahului dengan febris sebelumnya. Kejang ditandai tangan
mengepal, badan kaku dan ekstremitas tersentak. Kejang kemudian terjadi lagi
pada pagi harinya satu kali. Kesadaran baik sebelum kejang dan setelah kejang
pasien seperti mengantuk. Febris (+) dari sore sampai siang keesokan harinya.
Pasien sudah tidak febris dan tidak kejang ketika masuk UGD. Memiliki
riwayat kejang sekali ketika usia 6 bulan, didahului dengan febris.

F. Diagnosis
Kejang demam sederhana

G. Terapi
 IVFD Ringer Laktat 14 tpm
 Parasetamol syr 4 × 3/4 sendok
 Stesolid syr 2 × 1/2 sendok

7
BAB III
PEMBAHASAN

Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya


kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode demam.1,2
Menurut Livingstone (1954) Kejang demam sederhana adalah kejang demam
yang berlangsung singkat. Yang digolongkan kejang demam sederhana adalah : 1,2
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama
e. Pemeriksaan neurologis sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Dalam kasus ini, pasien masuk ke dalam kejang demam sederhana karena
memenuhi beberapa modifikasi kriteria Livingston, yaitu umur pasien 1 tahun 3
bulan, kejang berlangsung kurang dari 15 menit, frekuensi kejang dalam 1 tahun
tidak melebihi 4 kali, kejang yang terjadi didahului oleh demam.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada proses tata laksana kejang demam,
yaitu : 2
1. Pengobatan Fase Akut
Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat
harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah
terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan
lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan
intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali
sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB

8
IV, BB < 10 kg dosis 5 mg rektal, BB > 10 kg dosis 10 mg rektal) adalah
pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena
memiliki masa kerja yang singkat.1,2
2. Profilaksis Intermitten
Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38℃. Terapi
intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif
mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten
hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent
dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg
untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien
dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis
0,3 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien
menunjukkan suhu 38,5℃ atau lebih.1,2
3. Profilaksis Terus Menerus
Pemberian fenobarital 3-4 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat
digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang
memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital,
meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah
15-40 mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan
kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi. Indikasi profilaksis terus menerus adalah :
1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap

9
4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi
pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu episode demam
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan. 1,2

Pada kasus ini pengobatan yang diberikan yaitu stesolid syrup yang berisi
diazepam untuk mencegah agar kejang tidak terjadi, sebab saat pasien dirawat
pasien sudah tidak mengalami kejang, sehingga diberikan profilaksis dengan
stesolid syrup serta diberikan parasetamol sirup sebagai antipiretik untuk
demamnya akan tetapi jika sudah tidak demam dapat dihentikan.
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase
akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya
lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara
intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal
pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat
diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg pada berat badan lebih dari 10 kg.2,4
Pada kasus ini pasien tidak dirujuk karena keluarga pasien menolak
sehingga pasien diberikan penanganan awal kejang yang sesuai dengan pelayanan
kesehatan primer pada umumnya.

Prognosis dari kejang demam sederhana dengan penanggulangan yang tepat


dan cepat prognosisnya akan baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Risiko
yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

10
Prognosis pada anak ini baik sebab penangan diberikan dengan segera dan
profilaksis juga diberikan dan setelah beberapa hari perawatan sudah menunjukan
adanya perbaikan klinis. 1,3,5

Pengetahuan tentang Kejang Demam


Pengetahuan masyarakata khususnya ibu tentang kejang demam adalah
suatu pemahaman yang dimiliki oleh seorang ibu tentang demam antara 38,9ºC-
40,0ºC yang dapat menyebabkan terjadinya kejang. 4

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan tentang kejang demam 4


a. Pengalaman ; Ibu yang anaknya sudah pernah kejang sebelumnya, biasanya
akan lebih waspada dan mengantisipasi apabila anak demam untuk mencegah
terjadinya kejang lagi.
b. Tingkat Pendidikan ; Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi
akan memiliki pengetahuan yang lebih luas dari pada orang yang
berpendidikan lebih rendah.
c. Fasilitas ; Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Fasilitas tersebut bisa berasal dari majalah, televisi,
radio, koran, buku, gadget dan lain-lain. Sehingga mempermudah orang tua
untuk mendapatkan informasi tentang kejang demam.
d. Penghasilan ; Penghasilan tidak terlalu berpengaruh terhadap pengetahuan
seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan besar, maka dia mampu
menyediakan fasilitas yang lebih baik untuk mencari dan mendapatkan
informasi tentang kejang demam.
e. Pekerjaan ; Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan
oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu
tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang.

Pada kasus ini ibu pasien sudah mengetahui tentang kejang demam
karena sebelumnya pasien sudah pernah mengalami kejang demam sebanyak 1
kali pada usia 6 bulan. Namun disini ibu pasien belum memiliki pengetahuan

11
berlebih untuk mencegah terjadinya kejang demam yang berulang. Oleh karena itu
penting untuk pihak petugas pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi
yang tepat dan lebih kepada keluarga pasien sebagai bentuk pencegahan dan
kesiapsediaan keluarga terhadap terjadinya kejang demam yang kemungkinan
akan terjadi kembali pada pasien ataupun pada anggota keluarga lainnya
khususnya anak-anak. Bentuk sikap kesiapan tersebut salah satunya yaitu apabila
ada anak yang mengalami demam, ibu harus menyiapkan termometer untuk
memantau suhu tubuhnya serta obat penurun demam agar dapat mencegah suhu
tubuh yang meningkat yang dapat memicu terjadinya kejang demam. Selain itu,
ibu juga harus peka dalam mencari penyebab mengapa anak bisa menjadi demam,
apakah ada keluhan lain yang terjadi selama sakit seperti batuk, pilek, ataupun
diare. Sehingga penanganan terhadap penyebab timbulnya demam bisa tepat
apabila pasien dibawa ke pelayanan kesehatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Neurologi IDAI. 2012. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta :


Badan Penerbit IDAI.
2. Soetomenggolo T.S. dan Ismael S., 2010. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IDAI
3. Hasan R. dkk., 2011. Buku Kuliah, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
4. Deliana M., 2014. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4,
No. 2, Jakarta.
5. Tejani NR. Febrile Seizure. Dalam emedicine.medscape.com 31 September 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai