Anda di halaman 1dari 4

EFEK DERMATITIS KONTAK TERHADAP KESEHATAN PEKERJA

TERMASUK MEKANISME TERJADINYA PENYAKIT PADA PEKERJA

Dermatitis kontak ialah suatu inflamasi pada kulit yang disertai edema
intraselulerpada epidermis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada
kulit. Berdasarkan penyababnya, dermatitis kontak ini dibagi menjadi dua yaitu dermatitis
kontak iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis
(Nuraga, 2008)
Dermatitis kontak alergik (DKA) terjadi pada seseorang yang mempunyai
sensitivitas yang tinggi, dimana orang tersebut telah mengalami sensitisasi terhadap suatu
allergen (bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah yaitu kurang dari
1000 dalton). Berbagai faktor yang berpengaruh dalam timbulnya DKA yaitu seperti
potensi sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas area yang terkena, lama pajanan,
oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, dan Ph. Juga faktor individu, misalnya keadaan
kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status
imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).
Reaksi alergi ini menyebabkan terjadinya inflamasi pada kulit yang bermanisfestasi
eritema, edema, dan vesikel. Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritematosa yang berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA
akut dapat terjadi pada tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, dan skrotum yang
dimana eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya
juga campuran. DKA dapat meluas ke bagian tubuh yang lain, misalnya dengan cara
autosensitisasi. Telapak tangan dan kaki relative resisten terhadap DKA.
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun
yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV,
suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi
dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA
(Singgih, 2015).
Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan
kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Dermatitis kontak iritan dapat
diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah
penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan
(DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabka antara
lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak dating berobat, atau bahkan tidak
mengeluh (Nuraga, 2008).
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit
yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut,
dan vehikulum, juga dipengaruhi faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih
permaebel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga
ikut berperan.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan
kulit di berbagai tempat menyababkan perbedaan permaebelitas; usia ( anak dibawah 8
tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras ( kulit hitam lebih tahan daripada kulit
putih); jenis kelamin ( insidens DKI lebih banyak pada wanita); penyakit kulit yang pernah
atau sedang dialami (amabang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya
dermatitis atopic.
Kelaian kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membrane lemak (lipid membrane)
keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membrane sel dan merusak lisosom,
mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membrane mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF)
dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotriene (LT). PG dan
LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permaebilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrophil, serta mengaktifasi sel mas mlepaskan
histamine, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vascular.
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,
misalnya Interleukin (IL-1) dan granulocyte macrophage colony stimulatunt factor
(GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi
reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dana desi intrasel-1
(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFα, suatu sitokin
proinflamasi yang dapat mengaktifkan sel T, makrofag dari granulosit, menginduksi
ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin (Singgih, 2015).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bhan iritan
lemah akan menimbulkan kelaina kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan
keruakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan
kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh
iritan.
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat
memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu jug banyak
faktor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan yaitu faktor individu (
misalnya ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit lain), faktor lingkungan (misalya suhu dan
kelembaban udara, oklusi) (Fitra, 2015.
DAFTAR PUSTAKA

Nuraga, dkk. 2008. Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan Bahan Kimia di
Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Jawa Barat:
Universitas Indonesia
Singgih SN. 2015. Kejadian Timbulnya Dermatitis Kontak ada Petugas Kebersihan.
Lampung: Universitas Lampung.
Fitra Saftarina, dkk. 2015. Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang
mempengaruhinya pada Pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Abdul
Moeloek. Lampung: Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai