1. Landasan Teori
Secara awam air tercemar dapat dilihat dengan mudah, misalnya dari kekeruhan,
karena umumnya orang berpendapat bahwa air murni atau bersih itu jernih dan
tidak keruh, atau dari warnanya yang transparan dan tembus cahaya, atau dari
baunya yang menyengat hidung, atau menimbulkan gatal-gatal pada kulit dan ada
juga yang dapat merasakan dengan lidah, seperti rasa asam dan getir. Dalam menentukan
Pencemaran air, parameter-parameter yang dipakai diantaranya:
a. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam
perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman
atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7
dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7dikatakan kondisi perairan
bersifat basa
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar
6,5 – 7,5. PH digunakan sebagai indikator pencearan air karena dapat mengetahui
apakah air tersebut tercemar oleh Air limbah atau bahan buangan industri yang akan
mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian
besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. (Sasongko dkk, 2014)
b. Kekeruhan
Tingkat kekeruhan air biasa disebut Turbiditas. Turbiditas pada air
disebabkan oleh adanya materi suspensi, seperti tanah liat/lempung, endapan
lumpur, partikel organik yang koloid, plankton, dan organisme mikroskopis
lainnya. Turbiditas biasanya diukur dengan turbidimeter yang berprinsip pada
spektroskopi absorpsi, dan yang diukur adalah absorpsi akibat partikel yang
tercampur. Turbiditas juga biasa diukur dengan turbidimeter atau nephelometer yang
berprinsip pada hamburan sinar dengan peletakan detektor pada sudut 900 dari sumber
sinar dan yang diukur adalah hamburan cahaya oleh campurannya.
Tingkat kekeruhan atau turbiditas ini ditunjukkan dengan satuan pengukuran
yaitu Nephelometric Turbidity Units (NTU). Standar kekeruhan air ditetapkan antara
5-25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) dan berdasarkan ketentuan dari Badan
Kesehatan Dunia (WHO), batas maksimum tingkat kekeruhan air minum yang
memenuhi syarat adalah 5 NTU. Bila kekeruhan pada air melebihi batas yang telah
ditetapkan maka akan mengganggu estetika dan mengurangi efekifitas desinfeksi air
c. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air.
Parameter suhu sangat diperlukan dalam penentuan karakteristik limbah, karena
menyangkut kecepatan reaksi dan pengaruhnya terhadap kelarutan suatu gas, bau dan
rasa. Pengukuran suhu dapat dipakai thermometer khusus yang dapat dipakai untuk
setiap variasi kedalaman.
Air mempunyai suhu yang rendah apabila dibandingkan dengan suhu
lingkungan. Oleh karena itulah air terasa dingin apabila kita sentuh. Pada kondisi
normal, air mempunyai suhu yang lebih rendah daripada suhu lingkungan. Misalkan
suhu pada lingkungan kita dapati sebesar 30 derajat Celcius, maka suhu air normal di
lingkungan tersebut sekitar 25 sampai 27 derajat Celcius. Jadi,apabila ditemui air
yang tidak dipanaskan atau dalam kondisi normal ini mempunyai perbuhan suhu,
maka hal ini mengindikasikan bahwa air bisa saja tercemar.
Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini erat
hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan
habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat
sebagai berikut :
(1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
(2) kecepatan reaksi kimia meningkat.
(3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan
mati. (Sasongko dkk, 2014)
Sasongko, E.B., dkk. (2014). Kajian Kualitas Air Dan Penggunaan Sumur Gali Oleh Masyara
kat Di Sekitar Sungai Kaliyasa Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan. Volume 12 Issue
2: 72-82
d. Warna
Estetika air sering dilihat dari warna. Air yang jernih, transparan, segar
dan tidak bau merupakan indikator air bagus secara awam. Namun demikian
penting untuk dapat membedakan antara air yang mempunyai warna asli
akibat material terlarut dan warna semu akibat zat-zat yang tersuspensi. Warna
kuning alami pada air yang berasal dari daerah pegunungan adalah berasal
dari asam-asam organik yang tidak berbahaya bagi kesehatan, dan warna ini bisa
disamakan dengan warna asam tanik yang terdapat dalam air teh. Namun
demikian banyak konsumen atau pemakai air yang menolak air dengan
warna yang terlalu menyolok atas dasar alasan estetika. Demikian pula
dengan industri tertentu, air berwarna sering kali tidak dapat diterima,
misalnya pada industri kertas yang bermutu tinggi. (Herlambang, 2006)
Herlambang, Arie. (2006). Pencemaran Air Dan Strategi Penggulangannya. Jurnal Akuaku
ltur Indonesia. Vol. 2 , No.1
a. Pengukuran Ph
Metode :
Prinsip :
b. Pengukuran Suhu
Metode :
Prinsip :
Pengukuran suhu air menggunakan thermometer alkohol (cairan berwarna
merah). Naiknya senyawa alkohol sesuai dengan derajat panas pada sampel
air yang ditunjukan pada skala suhu baca dalam alat.
c. Proses Koagulan
Metode :
Jar test
Prinsip:
Alat :
Aluminium foil
Sendok ukur(1)
Baskom
Stopwatch
Bahan :
Air sungai
Tawas
4. Prosedur
Percobaan Koagulasi
5. Hasil/Data
Pengujian ph
Pengukuran Suhu
Percobaan Koagulasi
Pada percobaan koagulasi 400 ml air sungai pada 6 buah gelas ukur dengan
konsentrasi tawas berebda-beda tiap sampel air sungai didapatkan bahwa
pada konsentrasi tawas 2 gr menghasilkan kualitas air terbaik atau air yang
paling jernih.
6. Pembahasan
Pada praktikum pengujian ph, pengukuran suhu dan percobaan koagulasi
menggunakan sampel air sungai. Adapun sampel air sungai yang digunakan pada
kelompok saya berasal dari sungai dukuh di banjar cemenggoan desa celuk kecamatan
sukawati kabupaten gianyar. Berikut adalah pembahasan dari masing-masing
praktikum yang dilakukan :
Pengukuran Suhu
Percobaan Koagulasi
Dalam percobaan koagulasi ini digunakan 6 buah gelas ukur yang diisi 400
ml air sungai dan tawas dengan konsentarasi yang berbeda-beda. kemudian
dilakukan pengadukan selama 1 menit dengan cepat (100rpm) dan
pengadukan selama 10 menit dengan lambat (60rpm). Pengadukan cepat ini
bertujuan untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel
koloid dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan
bertumbukan satu sama lain. Sedangkan pengadukan lambat ini berujuan
untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran mikro
menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan
beragregasi dengan partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pengadukan pelan
akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik menarik antar
partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya tolaknya, yang
menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan
lebih sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat
terlarut terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar.
Ketika pertumbuhan flok sudah cukup maksimal massa dan ukurannya flok-
flok ini akan mengendap ke dasar gelas ukur sehingga terbentuk 2 lapisan
yaitu lapisan air jernih dan lapisan endapan flok yang menyerupai lumpur
pada dasar gelas ukur.