Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

INFEKSI TRAKTUS URINARIUS

Dosen Pembimbing:

Arini Kusmintarti M.Kes

Disusun oleh:

Susiyana (36718884)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

UNIVERSITAS GUNADARMA

DEPOK

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Infant Mortality Rate atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah
banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang
dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Besaran angka
kematian bayi di Negara-negara ASEAN dan SEARO antara 2,4 dan 88.
Indonesia memiliki angka kematian bayi 34 per 1.000 kelahiran hidup dan
berada di peringkat 10 diantara 18 negara angka tersebut merupakan masih
tergolong yang tertinggi.
Jumlah kematian bayi ini merupakan indikator keberhasilan ataupun
kegagalan dari pelayanan obstetri terhadap wanita hamil. Penyebab kematian
bayi yang terbanyak karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi
pada janin, kelahiran premature dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) sebesar
38,94 %. Penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah asfiksia 27,97 %
hal ini menunjukkan bahwa 66,91 % kematian bayi dipengaruhi oleh kondisi
ibu hamil selama kehamilan.
Dalam kehamilan terdapat perubahan fungsional, anatomik ginjal dan
saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik.
Perubahan anatomik terdapat peningkatan pembuluh darah, dan ruangan
interstisiel pada ginjal kemudian juga ginjal akan memanjang kira-kira 1 cm.
Semua itu akan kembali normal setelah melahirkan.
Ureter mengalami pelebaran dalam waktu yang pendek sesudah kehamilan
3 bulan terutama pada sisi sebelah kanan. Pelebaran yang tidak sama ini
mungkin karena perubahan uterus yang membesar dan mengalami dekstrorotasi
atau terjadinya penekanan pada vena ovarium kanan yang terletak diatas ureter,
sedangkan yang kanan tidak terdapat karena adanya sigmoid sebagai bantalan.
Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk, dan kadang berpindah letak ke
lateral kemudian kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Dari beberapa literature dan hipotesis telah dikemukakan bahwa salah satu
faktor presdiposisinya adalah akibat infeksi, termasuk disini infeksi saluran

2
kemih. Meskipun masih kontroversi, konveksi bakteriuria telah dihubungkan
pada beberapa penelitian yaitu Schieve dan collegues tahun dalam analisis
multivariatnya mengenai perinatal outcome dengan desain kohort pada 25,476
pasangan ibu dan anak, melaporkan bahwa terjadi peningkatan resiko BBLR,
kelahiran prematur, hipertensi atau preeklamsia, dan anemia pada ibu.

B. Tujuan
Tujuan umum untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan tenaga
kesehatan serta masyarakat sebagai gambaran nyata pada klien infeksi traktus
urinarius. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya retensio
urine dan tindakan yang perlu dilakukan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Infeksi Traktus Urinarius ( ITU ) adalah masuknya kuman atau bibit


penyakit dimana pada urin yang diperiksa ditemukan mikroorganisme lebih
dari 10.000 per ml. Urine yang diperiksa harus bersih, segar, dan di ambil dari
aliran tengah (midstream) atau diambil dengan fungsi suprasimpisis.
Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari normal ini disebut dengan
bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria
asimptomatik dan mungkin disertai dengan gejala-gejala yang disebut
bakteriuria simptomatik (Sarwono, 2006).
Infeksi saluran kencing merupakan komplikasi medika utama pada
wanita hamil, sekitar 15% wanita mengalami satu kali serangan akut infeksi
saluran kencing selama hidupnya. Infeksi Traktus Urinarius dapat
mempengaruhi keadaan ibu dan janin, dampaknya yang akan ditimbulkan
antara lain anemia, hipertensi, kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah
(BBLR).

B. Patogenesis
Kebanyakan infeksi traktus urinarius disebabkan oleh bakteri gram
negatif, terutama Eskerisia koli, spesies pseudomonas dan organisme yang
berasal dari kelompok Enterobakter. Jumlah seluruhnya mencapai lebih dari
80% kultur positif infeksi saluran kencing. Sementara kebanyakan organisme
tersebut adalah Eskerisia koli, infeksi jamur, misalnya spesies kandida yang
meningkat bersamaan dengan munculnya HIV/AIDS dan penyebarannya
menggunakan antibiotika berspektrum luas.

C. Etiologi
Infeksi traktus urinarius merupakan jenis infeksi nosokomial yang
paling sering terjadi disekitar 40% dari seluruh infeksi pada Rumah Sakit setiap
tahunnya. Organisme yang menyerang bagian tertentu sistem urine

4
menyebabkan infeksi saluran kencing yaitu ginjal (Pielonefritis), kandung
kemih (Sistitis), atau urine (Bakteriuria)
Salah satu penyebaranya organismenya dapat melalui :
1. penggunaan kateter dalam jangka pendek
2. penggunaan kateter yang lebih lama
3. Terlalu lama menahan kencing
4. Kurang minum
5. Penggunaan toilet yang tidak bersih
6. Kebiasaan cebok yang salah

D. Komplikasi
Infeksi traktus urinarius dapat di klasifikasikan menjadi 2 bagian :
1. Bakteri tanpa gejala (Asimptomatik)
Ditemukan bakteri sebanyak >100.000 per ml air seni dari sediaan
air seni “mid stream”. Angka kejadian bakteriuria Asimptomatik dalam
kehamilan sama seperti wantita usia reproduksi yang seksual aktif dan non-
pregnan sekitar 2-10%. Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan
kejadian bakteriuria ini dengan peningkatan kejadian anemia pada
kehamilan, persalinan premature, gangguan pertumbuhan janin, dan
preeklampsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan bakteriuria harus
diobati dengan seksama sampai air kemih bebas bakteri yang dibuktikan
dengan pemeriksaan beberapa kali.
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian :
 Ampisilin 3 X 500 mg selama 7 – 10 hari
 Sulfonamid
 Cephalosporin
 Nitrofurantoin 4x50-100 mg/ hari
2. Bakteriuria dengan gejala (Simptomatik)
a. Sistitis
Adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang pada
bagian atas saluran kemih. Sistitis ini cukup sering dijumpai dalam
kehamilan dan masa nifas. Kuman penyebabnya yaitu E. coli dan
kuman-kuman yang lain. Faktor predisposisi lain adalah uretra yang

5
pendek, adanya sisa air kemih yang tertinggal disamping penggunaan
kateter yang sering dipakai untuk ginekologi atau persalinan, sehingga
kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada di uretra distal
yang masuk dalam kandung kemih. Dianjurkan untuk tidak
menggunakan katetr bila tidak perlu.
 Gejala :
a. Disuria (kencing sakit) terutama pada akhir berkemih
b. Sering berkemih pada bagian atas simfisis
c. Sering tidak dapat menahan untuk berkemih
d. Air kemih kadang-kadang terasa panas
 Gejala Sistemik :
a. Suhu badan meningkat (Demam)
b. Nyeri pinggang
 Sisitis dapat diobati dengan :
a. Sulfonamid
b. Ampisilin
c. Eritromisin

Perlu diperhatikan obat-obat lain yang baik digunakan


untuk pengobatan infeksi saluran kemih, akan tetapi mempunyai
pengaruh tidak baik untuk janin ataupun bagi ibu.
 Penanganan :
Penanganan secara umum yakni dilakukan pengobatan
rawat jalan dan pasien dianjurkan untuk banyak minum. Atur
frekuensi berkemih untuk mengurangi rasa nyeri, spasme dan
rangsangan untuk selalu berkemih (dengan jumlah urine yang
minimal). Makin sering berkemih, nyeri dan spasme akan makin
bertambah.
Apabila antibiotika tunggal kurang memberi manfaat,
berikan antibiotika kombinasi. Kombinasi tersebut berupa jenis
ataupun cara pemberiannya, seperti amoksilin 4x250 mg per oral
digabung dengan Gentamisin 2x80 mg secara IM selama 10-14
hari.

6
b. Pielonefritis Akuta
Merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai terjadi
pada 1%-2% kehamilan terutama pada trimester III dan permulaan
masa nifas. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Escherichia coli,
Stafilokokkus aureus, Basillus proteus, dan Pseudomonas aeruginosa.
Predisposisinya antara lain penggunaan kateter untuk mengeluarkan air
kemih waktu persalinan atau kehamilan, air kemih yang tertahan sebab
perasaan sakit waktu berkemih karena trauma persalinan, dan luka pada
jalan lahir. Penderita yang menderita pielonefritis kronik atau
glomerulonefritis kronik yang sudah ada sebelum kehamilan, sangat
mendorong terjadinya pielonefritis akuta ini.
 Gejala penyakitnya :
a. Mual dan muntah
b. Nyeri pinggang
c. Demam tinggi dan menggigil sekitar 85% suhu tubuh
melebihi 380C dan sekitar 12% suhu tubuh mencapai 400C.
d. Keluhan sistitis ( merasa sakit pada kandung kemih)
e. Nafsu makan berkurang
f. Kadang – kadang diare
g. Jumlah urin sangat berkurang (Oliguria)
 Pengobatan Pielonefritis dengan cara :
a. Penderita harus dirawat
b. Istirahat berbaring
c. diberi cukup cairan infuse RL
d. antibiotika (Ampisilin, Sulfonamid)
e. Observasi persalinan preterm

Biasanya pengobatan berhasil baik, walapun kadang-kadang


penyakit ini dapat timbul lagi. Pengobatan sedikitnya dilanjutkan
selama 10 hari dan penderita harus diawasi akan kemungkinan berulang
kembali. Prognosis bagi ibu umumnya cukup baik bila pengobatan
cepat dan tepat diberikan, sedangkan pada hasil konsepsi seringkali
menimbulkan keguguran atau persalinan prematur.

7
c. Pielonefritis Kronika
Biasanya tidak atau sedikit sekali menunjukan gejala penyakit
saluran kemih dan merupakan predisposisi terjadinya pielonefritis
akuta dalam kehamilan. Penderita akan menderita tekanan darah tinggi.
Prognosis bagi ibu dan janin tergantung dari luasnya kerusakan
jaringan ginjal. Penderita yang hipertensi dan insufisiensi ginjal
mempunyai prognosis buruk karena penderita ini sebaiknya tidak
hamil akibat resiko tinggi.Perlu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan pada penderita yang menderita pielonefritis kronika.
d. Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada
individu dengan ginjal sehat sebelumnya dengan atau tanpa oliguria
dan berakibat azotemia progresif serta kenaikan ureum dan kreatinin
darah. ( Imam Parsoedi dan Ag. Soewito : ilmu penyakit dalam).
Gagal ginjal mendadak dalam kehamilan merupakan
komplikasi yang sangat gawat dalam kehamilan dan nifas, karena dapat
menimbulkan kematian atau kerusakan fungsi ginjal yang tidak bisa
sembuh lagi. Kejadiannya 1 dalam 1300-1500 kehamilan. Penderita
yang mengalami sakit gagal ginjal mendadak ini sering dijumpai pada
12-18 minggu, dan kehamilan telah cukup bulan.
Pada kehamilan muda sering disebabkan oleh abortus septik
yang disebabkan oleh bakteri Chlostirida welchii atau Streptokokkus.
Tanda-tandanya oliguria mendadak dan azosthemia serat pembekuan
darah intravaskuler sehingga terjadi nekrosis tubular yang akut.
Keruskan ini dapat sembuh bila tubulus tidak terlalu luas dalam waktu
10-14 hari. Sering kali dilakukan tindakan Histerektomi untuk
mengatasinya tetapi ada yang tidak perlu untuk dianjurkan untuk
melakukan histerektomi asal penderita diberikan antibiotika yang
adekuat dan intensif secara terus menerus sampai ginjal membaik. Jika
nekrosis kortikal yang bilateral dapat dihubungkan dengan solusio
plasenta, pre-eklampsia berat atau eklampsia, kematian janin dalam

8
kandungan yang lama, emboli air ketuban atau bahkan perdarahan
banyak yang dapat menimbulkan iskemi.
Pada masa nifas sulit diketahui sebabnya, sehingga disebut
sindrom ginjal idiopatik postpartum. Penanggulangannya diberi cairan
infus atau tranfusi darah, diperhatikan keseimbangan elektrolit dan
cairan segera lakukan hemodialisis bila ada tanda-tanda uremia.
Banyak penderita membutuhkan hemodialisis secara teratur atau
dilakukan transplatasi ginjal untuk ginjal yang tetap gagal.
Gagal ginjal dalam kehmilan dapat dicegah bila dilakukan :
1. Penanganan kehamilan dan persalinan dengan baik
2. Perdarahan, Syok, dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan
baik
3. Pemberian tarnfusi darah dengan hati-hati.
e. Glomerulonefritis Akuta
Glomerulonefritis akuta jarang dijumpai pada wanita hamil.
Penyakit ini dapat timbul setiap saat dalam kehamilan. Penyebab
biasanya Streptococcus beta-haemolyticus jenis A. Gambaran klinik
ditandai oleh timbulnya hematuria dengan tiba-tiba, udema dan
hipertensi pada penderita sebelumnya tampak sehat. Kemudian
sindroma ditambah dengan oliguria sampai anuria, nyeri kepala, dan
mundurnya visus ( retinitis albuminika). Pengobatan sama dengan di
luar kehamilan dengan perhatian khusus, istirahat, diet yang sempurna
dan rendah garam serta keseimbangan cairan elektrolit.
Untuk pemberantasan infeksi cukup diberi penisilin, karena
strepcoccus peka terhadap penisilin. Apabila tidak berhasil maka harus
dipakai antibiotika yang sesuai dengan hasil tes kepekaan. Biasanya
penderita sembuh tanpa sisa-sisa penyakit dan fungsi ginjal akan tetap
baik. Kehamilan dapat berlangsung sampai lahirnya anak hidup, dan
apabila diinginkan wanita boleh hamil lagi di kemudian hari.
Kehamilan tidak mempengaruhi jalan penyakit, sebaliknya
glomerulonefritis akuta akan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap
hasil konsepsi terutama yang disertai tekanan darah yang sangat tinggi

9
dan insufisiensi ginjal, dapat mengakibatkan abortus, partus
prematurus dan kematian janin.
f. Glomerulonefritis Kronika
Wanita hamil dengan glumerulonefritis kronika sudah
menderita penyakit isu beberapa tahun sebelumnya. Karena itu pada
pemeriksaan kehamilan terdapat proteinuria, sedimen yang tidak
normal, dan hipertensi.
Suatu cirri tetap maikin buruknya fungsi ginjal karena makin
lama makin banyak kerusakan yang diderita oleh glomerulus-
glomerulus ginjal. Penyakit ini dapat menampakan diri dalam 4 macam
:
1. Hnaya terdapat proteinuria menetap tanpa kelainan sedimen
2. Dapat menjadi jelas sebagai sindroma nefrotik
3. Berntuknya mendadak seperti pada glomerulonefritis akuta
4. Gagal ginjal sebagai penjelmaan pertama.

Keempat-empatnya dapat menimbulkan gejala-gejala


insufisiensi ginjal dan penyakit kardiovaskuler hipertensif.
Prognosis bagi ibu akhirnya buruk ada yang segera meninggal
dan ada yang agak lama. Hal itu tergantung dari luasnya kerusakan
ginjal waktu diagnosis dibuat dan ada atau tidaknya adanya faktor-
faktor yang mempercepat proses penyakit.
Prognosis bagi janin salam kasus tertentu tergantung pada
fungsi ginjal dan derajat hipertensi. Wanita dengan fungsi ginjal yang
cukup baik tanpa hipertensi yang berarti dapat melanjutkan kehamilan
sampai cukup bulan walaupun biasanya bayinya lahir dismatur akibat
insufisiensi plasenta. Apabila penyakit sudah berat, apalagi disertai
tekanan darah yang sangat tinggi, biasanya kehamilan berakhir dengan
abortus, partus prematurus, atau janin mati dalam kandungan.
g. Contoh Gangguan Traktus Urinaria
Menurut beberapa sumber, terdapat beberapa macam contoh dari
gangguang pada traktus urinaria baik yang disebabkan oleh bakteri

10
maupun trauma pasca operasi. Berikut beberapa contoh gangguan
pada traktus urinaria :
a. Retensio urine
Retensio urin adalah ketidak-mampuan berkemih selama 24
jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan
tidak dapat mengeluarkan urin ini lebih dari 25-50% kapasitas
kandung kemih (Stanton, 2000).
Retensi urin adalah ketidak mampuan seserorang untuk
mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam buli-buli hingga
kapasitas maksimal buli-buli terlampaui (Dasar-dasar Urologi :
2011).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung
kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis (Depkes RI
Pusdiknakes 1995).
Retensio urine post-partum adalah ketidakmampuan
berkemih secara spontan setelah persalinan.
Penyebab dari retensi urin ini adalah akibat dari edema
saluran kemih karena tekanan atau infeksi. Penyebab lainnya,
yaitu :
 Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis pada medulla spinalis
 Kelemahan otot detrusor karena terlalu lama meregang
 Kelainan patologi uretra
 Kecemasan atau trauma post-operasi

Tanda dan gejala :

 Urin mengalir lambat


 Terjadi poliuria
 Timbul hasrat berkemih tapi urin tertahan
 Tampak benjolan kistus pada abdomen sebelah bawah
 Nyeri pada suprapubik
b. Inkontinensia urine

11
Inkontinensia urin adalah ketidak mampuan seseorang untuk
menahan keluarnya urin (Dasar-dasar Urologi).
Inkontinensia urine merupakan salah satu keluhan utama
pada penderita usia lanjut. Seperti halnya dengan keluhan
pada suatu penyakit bukan merupakan suatu
diagnosa sehingga perlu dicari penyebabanya (Brocklehurst
dkk, 1987).
Inkontenensia urine merupakan eliminasi urine
dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar
keinginan (Brunner, Sudart. 2002:1394).
Gangguan ini sendiri diklasifikasikan ke dalam beberapa
jenis, diantaranya :
 Inkontinensia urine urge
Adalah inkontinensia yang ditandai dengan keluarnya
urin secara segera setelah adanya sensasi yang kuat yang sifatnya
urgensi untuk dihindari biasanya terjadi pada lansia, dan
berhubungan dengan kerusakan CNS (Central Nervous
System) (Smeltzer, Suzanne C : 2001).
 Inkontinensia urin stress
Merupakan inkontinensia urin dimana urin keluar melalui
uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal.
Terjadinya inkontinensia ini karena sfingter tidak mampu
menahan tekanan intrauretra saat tekanan intravesika meningkat
atau bisa juga karena kelemahan otot dasar panggul yang berfungsi
menyangga uretra dan buli-buli akibat trauma persalinan.
Peningkatan tekanan intraabdominal ini dapat dipacu oleh batuk,
bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat beban.
 Inkontinensia paradoksa
Keadaan keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada keadaan
volume urin di buli-buli melebihi kapasitasnya. Penyebabnya
karena kelemahan otot detrusor akibat cedera spinal, efek
pemakaian obat, atau pasca persalinan.

12
 Inkontinensi kontinua
Keadaan urin yang keluar setiap saat, dalam posisi apapun.
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula sistem urinaria
yang menyebabkan urin tidak melewati sfingter uretra. Fistula ini
sendiri terjadi akibat dari operasi ginekologi, trauma obstetri, atau
pasca radiasi daerah pelvik.
 Inkontinensia urin fungsional
Keadaan keluarnya urin tanpa dapat ditahan dimana pasien
dalam kondisi tidak mampu untuk menjangkau toilet saat muncul
hasrat miksi.
Tanda dan gejala umum Inkontinesia urin :
 Urin keluar tanpa disadari

H. Penanganan
a. Wanita hamil dengan infeksi ini harus di rawatinapkan. Karena penderita
sering mengalami mual dan muntah, mereka umumnya datang dengan
keadaan dehidrasi.
b. Bila penderita dalam keadaan syok, lakukan tindakan yang sesuai untuk
mengatasi syok tersebut. Segera lakukan pemasangan infus untuk restorasi
cairan dan pemberian medikamentosa. Pantau tanda vital dan diuresis
secara berkala.
c. Bila terjadi ancaman partus prematurus, lakukan pemberian antibiotika
seperti yang telah diuraikan di atas dan penatalaksanaan partus
prematurus.
d. Lakukan pemeriksaan urinalisis dan biakan ulangan.
e. Terapi antibiotika sebaiknya diberikan secara intravena. Ampisilin bukan
merupakan pilihan utama karena sebagian besar mikroorganisme
penyebab terbukti resisten terhadap antibiotika jenis ini.
f. Walaupun golongan aminoglikosida cukup efektif tetapi pemberiannya
harus dengan memperhatikan kemampuan ekskresi kreatinin karena pada
pielonefritis akut, sering terjadi gangguan fungsi ginjal secara temporer.
g. Terapi kombinasi antibiotika yang efektif adalah gabungan sefoksitin 1-2
gram intravena setiap 6 jam dengan gentamisin 80 mg intravena setiap 12

13
jam. Ampisilin 2 gram/siproksin 2 gram intravena dan gentamisin 2x80
mg.
h. Bila setelah penanganan yang adekuat dalam 48 jam pertama, ternyata
sebagian gejala masih ada, pertimbangkan kemungkinan mikroorganisme
resisten terhadap antibiotika yang diberikan, nefrolitiasis, abses
perinefrikata obstruksi sekunder akibat kehamilan.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi infeksi traktus urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine
ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml ini disebut dengan
istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut
asimptomatik dan mungkin disertai gejala disebut simptomatik.
Infeksi traktus urinalis atau infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri
yang paling sering dijumpai selama kehamilan.Walaupun bakteriuria
asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai saluran
bawah yang menyebabkan sistitis atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkin
ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis.
Bahwa penyebaran penyakit infeksi dalam kehamilan telah sangat
menghawatirkan dan perlu penanganan yang serius.Penyakit infeksi dalam
kehamilan sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang dan kondisi
kesehatan reproduksi.Penanggulangan Penyakit infeksi dalam kehamilan dapat
lebih efektif dengan dilakukannya upaya pencegahan dengan pemeriksaan
khusus sedini mungkin sebelum terlambat.
B. SARAN
1. Bagi ibu yang sedang hamil
a. Sebaiknya selama masa kehamilan selalu menjaga daya tahan tubuh atau
stamina sehingga tidak rentan terserang berbagai penyakit.
b. Diharapkan agar lebih menjaga kebersihan diri terutama pada bagian Genital
(alat kelamin), karena hal itu dapat mencegah timbulnya jamur atau virus pada
bagian genital yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti Herpes
Genitalis dan varicella.
c. Jika ibu mengalami gejala – gejala seperti nafsu makan berkurang, demam,
terdapat ruam pada bagian tubuh, dan terasa gatal ibu harus segera datang
ketenaga kesehatan untuk mendapatkan pengobataan.
2. Bagi petugas kesehatan agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas Ibu dan

15
anak. Serta dapat memberikan penyuluhan dengan penekanan pada aspek
perubahan perilaku.
3. Bagi teman teman agar belajar yang rajin agar kelak bisa menangani pasien
dengan professional

16
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka Rihama
Sumber Artikel Dari: http://rofhiah.blogspot.com/2013/12/makalah-penyakit-
yang-menyertai.html#ixzz347tpre00
http//WWW.GOOGLE.COM
Ilmu kebidanan : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2006.
Asuhan Kebidanan IV ( Patologi Kebidanan ) penerbit Trans Info Media Jakarta
2010.
http.www.infeksi trkatus urinarius.com

17
18

Anda mungkin juga menyukai