Anda di halaman 1dari 97

INSPIRASI

KEPEMIMPINAN
ERA INDUSTRI 5.0
KATA PENGANTAR

Amanah Undang – Undang Nomor 12 tahun 2012


tentang Pendidikan Tinggi mengamanatkan
bahwa kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan
oleh setiap perguruan tinggi untuk mencapai
tujuan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi
adalah menghasilkan lulusan yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
terampil, kompeten, dan menjadi warga negara
yang demokratis, bertanggung jawab, dan
berbudaya untuk kepentingan bangsa.

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan


Kemahasiswaan bekerjasama dengan Majelis
Pendidikan Tinggi mengawal tujuan tersebut
melalui program Inti Dasar Capaian Pendidikan
(IDCP). IDCP diharapkan menjadi inti kurikulum
dari setiap program studi sehingga menghasilkan
lulusan dan pemimpin Indonesia yang mendunia
serta siap beradaptasi dan bersaing pada situasi
Industri 4.0, era digital serta global.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Majelis
Pendidikan Tinggi dan semua pihak yang telah
membantu dan berkontribusi dalam program IDCP
dan penulisan buku ini.

Jakarta, Oktober 2019


Direktur Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan

TTD

Ismunandar

i
KATA PENGANTAR

Perguruan tinggi di Indonesia yang berjumlah


lebih dari 4.700 institusi harus mengembangkan
kurikulum dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi. Kurikulum setiap
program studi diharapkan mencakup
pengembangan akhlak mulia, kecerdasan
intelektual, dan ketrampilan.

Terkait hal tersebut dalam proses pembelajaran,


setiap dosen diharapkan untuk menyiapkan
kurikulum dan menerapkan metode pembelajaran
yang dapat mencapai tujuan pendidikan tinggi
dengan memanfaatkan teknologi, data, dan
informasi sehingga menghasilkan lulusan yang
kreatif, kritis, inovatif dan mandiri pada era digital
dan berdaya saing global.

Untuk memperkaya kurikulum program studi,


program IDCP diharapkan dapat memperkuat dan
mempermudah pemahaman materi mata kuliah di
perguruan tinggi. Program IDCP dituangkan dalam
sebuah buku “Inspirasi Kepemimpinan Era Revolusi
Industri 4.0 menuju 5.0”. Buku ini memuat materi
yang sesuai untuk berbagi antara pemerhati
pendidikan tinggi dan para dosen karena berisi
penjelasan yang berhubungan dengan kiat-kiat

ii
pelaksanaan kebijakan yang diharapkan dapat
memberikan inspirasi bagi pemangku kepentingan
di perguruan tinggi.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Majelis


Pendidikan dan semua pihak yang telah
berkontribusi merealisasikan buku ini. Kami
berharap semoga buku ini dapat menjadi sarana
menghasilkan lulusan yang berdaya saing di era
digital dan global dengan tetap berakhlak mulia
dan berkarakter Indonesia.
Jakarta, Oktober 2019
Direktur Pembelajaran

TTD

Paristiyanti Nurwardani

iii
CATATAN KHUSUS

Majelis Pendidikan
Desember 2018

CATATAN KHUSUS
INFORMASI OUTPUT DISKUSI
MAJELIS PENDIDIKAN TAHUN 2018

Pada akhir tahun 2018, Majelis Pendidikan


membuat dua bekas catatan kumpulan hasil diskusi.
Berkas I merupakan sebuah buku tipis (Buku I) dan
sederhana yang dimaksudkan untuk dapat dibaca
oleh para pimpinan tingkat kebijakan yang tidak
berkesempatan mendalami kiat-kiat implementasi
suatu kebijakan dalam praktik terapannya di garis
depan. Berkas II merupakan sebuah buku (Buku II)
berisi penjelasan berkas I yang lebih erat
berhubungan dengan kiat-kiat pelaksanaan
kebijakan. Kedua berkas disusun dengan ungkapan
PROLOG dan EPILOG yang sama dengan maksud
memberi gambaran esensial tentang hal-hal yang
dibicarakan dalam buku. Buku ini merupakan
versi ringkasan eksekutif Buku I.

iv
Isi berkas hasil rapat Majelis Pendidikan tahun
2018 yang diberi judul Inspirasi Kepemimpinan Era
Industri 5.0 ini merupakan bahan-bahan untuk
dijadikan draf sebuah buku. Namun, untuk
menjadi buku yang mengikuti tata tulis sebuah
buku yang baik masih menghadapi kesulitan
waktu edit. Hasil rapat baru dapat dikumpulkan
menjadi semacam bunga rampai gagasan-
gagasan co-creation konsep pemikiran. Esensi isi
gagasan telah dianggap baik tetapi belum dapat
menjadi buku yang memenuhi standar tata tulis
ilmiah. Walaupun demikian, dengan
mempertimbangkan pentingnya gagasan tersebut
untuk disebarluaskan sebagai tambahan bekal
bagi dosen di Perguruan Tinggi (PT), maka hasil
rapat diputuskan untuk disiapkan apa adanya serta
agar mudah diakses oleh siapapun.

Bahan pokok berkas hasil rapat ini adalah dari


materi diskusi yang dibawa oleh para anggota
majelis pendidikan selama proses diskusi dalam
tahun 2018. Selain materi tersebut, sejumlah alinea
dan kalimat serta kata-kata dalam buku tahun
2016 dan hasil rapat tahun 2017 yang dianggap

v
perlu juga dikutip untuk perekat isi bahan bacaan
yang berkesinambungan.

Materi yang didiskusikan berorientasi pada


penemuan cara-cara yang diyakini dapat memberi
manfaat signifikan menuju operasionalisasi jalan
baru pendidikan yang dapat disegerakan sebagai
rintisan dalam tahun 2019. Rintisan implementasi
tersebut ditujukan untuk percepatan peningkatan
mutu solusi permasalahan pendidikan tinggi di
Indonesia menuju komunitas 5.0.

Hasil rapat majelis tahun 2018 ini menyampaikan


konsep penyelenggaraan pendidikan tinggi
berdasar tulisan yang ada di banyak tempat
ditambah refleksi anggota Majelis berkaitan
dengan bacaan pustaka dan pengalaman personal.
Konsep tersebut tidak terlepas dari pemikiran para
pendahulu, namun ditambah beberapa poin baru
(the new) untuk pendekatan pendidikan tinggi
agar menjadi lebih tepat dalam menghadapi
tantangan di Indonesia yang memiliki sejumlah
keunikan dan sukses beradaptasi pada kemajuan
mutakhir.

vi
Tantangan dan keunikan pendidikan tinggi di
Indonesia memang cukup tinggi. Tantangan dan
keunikan ini menyangkut heterogentitas situasi
perguruan tinggi. Heterogenitas situasi yang
pertama dapat dilihat dari status perguruan tinggi
– ada perguruan tinggi negeri (PTN) dan ada pula
perguruan tinggi swasta (PTS).

Di Indonesia, paling tidak ada 370 perguruan


tinggi negeri dalam berbagai bentuk; sebagai
akademi, akademi komunitas, politeknik, institut,
dan universitas. Dari jumlah tersebut lebih dari 75
PTN berbentuk universitas. Jumlah PTN sebanyak
ini nampaknya dapat menimbulkan heterogenitas
situasi dan tantangan tersendiri. Heterogenitas
situasi dan tantangan dapat berhubungan dengan
lokasi PTN tersebut, yang berlokasi di Pulau Jawa
dan di luar Pulau Jawa, serta dapat berada di
bagian barat Indonesia dan bagian timur
Indonesia. Lokasi dapat dipandang sebagai
heterogenitas situasi yang kedua.

Hal yang tidak kalah menantangnya adalah


heterogenitas situasi PTS di Indonesia yang
berjumlah sekitar 4000 institusi. Setiap PTS

vii
memiliki motivasi dan kesejarahan pendirian PTS
yang berbeda, sangat heterogen. Heterogenitas
situasi PTS menjadi semakin tinggi saat lokasi
dimana PTS berada dimasukkan dalam
pertimbangan.

Berdasarkan motivasi dan kesejarahan ada cukup


banyak PTS yang memang didirikan dengan
semangat untuk mencerdaskan dan untuk
memajukan bangsa dan negara. Keberadaan PTS
pada awal-awal masa kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dirasa telah
memberi kontribusi dalam mencerdaskan serta
memajukan bangsa dan negara Indonesia. Bahkan
ada PTS yang didirikan jauh sebelum PTN
didirikan. Universitas Islam Indonesia (UII)
misalnya, didirikan pada tahun 1947, yang diawali
sebagai Sekolah Tinggi Islam pada tahun 1946.
Namun pada kira-kira mulai pertengahan tahun
1980an motivasi pendirian PTS sudah mulai
beragam, antara motivasi luhur untuk
mencerdaskan serta memajukan bangsa dengan
motivasi komersial atau motivasi lain seperti
misalnya untuk membuat legacy (warisan). Dengan
heterogenitas situasi PTS ini konsep

viii
penyelenggaraan pendidikan tinggi yang baik
(good university governance) tidak selalu mudah
diterapkan. Heterogenitas situasi ini selanjutnya
akan mempengaruhi pilihan-pilihan keputusan
dalam penyelenggaraan dan pengelolaan PTS.
Pilihan-pilihan keputusan yang paling penting
dalam penyelengaraan dan pengelolaan PTS
adalah menyangkut keputusan investasi dan
pengembangan sumber daya manusia. Keputusan-
keputusan ini selanjutnya akan mempengaruhi
kualitas perguruan tinggi swasta.

Berdasarkan peringkat kualitas perguruan tinggi


versi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti) pada tahun 2018, PTS
yang terbaik di Indonesia umumnya berada di
Pulau Jawa. Namun demikian, ada beberapa
perguruan tinggi swasta di luar Jawa yang cukup
dikenal di daerah, di luar pulau Jawa. Perguruan
tinggi tersebut misalnya, Universitas
Muhamadiyah Sumatra Utara, Universitas Medan
Area di Sumatera Utara, Universitas Mahasaraswati
dan Universitas Pendidikan Nasional di Bali,
Universitas Balikpapan di Kalimantan serta

ix
Universitas Katolik Widya Mandira dan Universitas
Flores di Nusa Tenggara Timur.

Pemahaman oleh para anggota Majelis bersumber


pada ilmu eksplisit (explicit knowledge) dari
bacaan-bacaan dan sumber-sumber lain
didiskusikan melalui rangkaian pertemuan-
pertemuan. Ternyata materi diskusi dan hasil-hasil
diskusi yang dicatat sangat banyak untuk dijadikan
tulisan berupa output hasil rapat dengan tujuan
berbagi atau sharing upaya tindak lanjut bersama
pembaca yang tertarik berpartisipasi pada
implementasi solusi atas persoalan pendidikan
tinggi di Indonesia. Selanjutnya, disepakati untuk
memilah dan memilih materi yang dianggap
paling sesuai untuk berbagi dengan pemerhati
pendidikan tinggi dan utamanya para dosen.

Berdasar proses di atas, daftar pustaka pada bahan


hasil rapat ini berkaitan pernyataan sumber-
sumber tulisan belum tuntas dilengkapi. Demikian
juga, satu hal dipastikan bahwa tidak ada yang
merasa mengaku menulis bahan-bahan ini secara
personal. Buku ini wajib dipandang sebagai
kombinasi dan sintesis dari pengetahuan

x
masyarakat untuk masyarakat dan
dipersembahkan sebagai milik publik bagi
kemaslahatan pendidikan tinggi.

Berkas-berkas hasil rapat ini adalah laporan atas


penugasan oleh Kemenristekdikti kepada Mapen
(Majelis Pendidikan) DPT (Dewan Pendidikan
Tinggi). Semua yang berpartisipasi pada penulisan
buku ini menyerahkan tulisannya menjadi milik
publik melalui Kemenristekdikti yang telah
memfasilitasi kegiatan Mapen melalui DPT dengan
harapan dapat memberi manfaat bagi masyarakat
dan bangsa.

Sekali lagi, sumber pustaka serta kutipan-kutipan


dalam buku ini belum sempat dicermati
kelengkapannya. Untuk itu, para kontributor
penulisan mohon maaf apabila ada tulisan
seseorang dan institusi yang masih menginginkan
haknya untuk disebut sebagai sumber, namun
belum tercantum. Dimohon para pribadi atau
instansi yang menemukan pentingnya identitasnya
disebut sebagai sumber tulisan pada kalimat yang
ditunjuk spesifik, dapat menyampaikan
keinginannya kepada Majelis Pendidikan melalui

xi
Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) dengan alamat
email: dpt@ristekdikti.go.id. Keinginan tersebut
akan dipenuhi dan akan diumumkan sebagai
bagian perbaikan naskah ini atas permintaan
penulis asli yang meminta identitasnya
dicantumkan sebagai acuan untuk kalimat atau
alinea spesifik yang diyakini menjadi miliknya.

Demikian permintaan maaf para kontributor


penulisan naskah, atas kekurangtelitian kutipan
dan sumber pustaka.

Semoga buku ini memberi manfaat bagi pembaca


dalam penyelesaian amanah pada tugas dan
posisi, kewenangan dan tanggung jawab masing-
masing. Semoga peningkatan pendidikan tinggi di
Indonesia segera menghasilkan educational
outcomes yang berkontribusi signifikan bagi
kemajuan bangsa.

Aamiin.

xii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ______________________________ i


CATATAN KHUSUS _____________________________ v
DAFTAR ISI ____________________________________ xiv
PROLOG _______________________________________ xv
BAB I. MANAJEMEN PENGETAHUAN __________ 1
BAB II. INSPIRASI PENGEMBANGAN
PERGURUAN TINGGI ___________________ 8
BAB III. PENINGKATAN ANGKA
PARTISIPASI KASAR UNTUK
MENYIAPKAN POOLS OF LEADER ______ 28
BAB IV. INTEGRASI NILAI DAN
SPIRITUALITAS DALAM KURIKULUM
PENDIDIKAN TINGGI ___________________ 39
BAB V. ISI KURIKULUM ________________________ 48
BAB VI. PENDEKATAN DAN METODE
PEMBELAJARAN ________________________ 58
EPILOG ________________________________________ 66
DAFTAR PUSTAKA _____________________________ 71
KONTRIBUTOR _________________________________ 72

xiii
PROLOG

Pada akhir tahun 2018 ini Majelis Pendidikan


menerbitkan sebuah buku tipis dan sederhana. Di
dalamnya diuraikan berbagai gagasan yang
diharapkan dapat menginspirasi pimpinan
Perguruan Tinggi untuk meraih kesuksesan dalam
menjalankan amanah kepemimpinan mereka.
Gagasan-gagasan kepemimpinan dalam buku
ini merujuk pada kepemimpinan berbasis ilmu
pengetahuan dan lebih spesifik lagi pada
Knowledge Management. Sajian pemikiran di buku
ini terbagi ke dalam lima bab. Perincian ringkasnya
adalah sebagai berikut.
• Bab pertama berisi dua poin gagasan, yaitu (1)
ungkapan ringkas pemaknaan atas Inti Dasar
Capaian Pendidikan (IDCP) dalam pendidikan
tinggi; (2) pilihan ungkapan tentang bagian-
bagian relevan dalam Knowledge Management
yang berkaitan dengan seni praktik
kepemimpinan PT.
• Bab kedua menyampaikan prinsip praktik
pembinaan langsung untuk peningkatan mutu
pendidikan.

xiv
• Bab ketiga membahas cara peningkatan Angka
Partisipasi Kasar (APK).
• Bab keempat dan kelima menyampaikan
pemikiran tentang materi serta cara
penyampaian (delivery) kurikulum.
Secara umum pokok-pokok gagasan tersebut
dapat dielaborasikan sebagai berikut. Majelis
Pendidikan mendalami pemaknaan IDCP dalam
enam rumpun ilmu. Hal ini dimulai dari rumpun
ilmu agama serta hubungannya dengan lima
rumpun ilmu berikutnya. Dari pendalaman ini
ditemukan bahwa enam rumpun ilmu tersebut
membentuk jaringan keilmuan yang bercorak
multi-, inter-, dan transdisiplin.
Selanjutnya, dipastikan bahwa penerapan
IDCP dapat dikelola menjadi aktualisasi nilai-nilai
Pancasila melalui matakuliah apapun yang diampu
dosen. Dosen dapat menjelaskan sejarah
perkembangan pemikiran matakuliahnya dan
proyeksi amal ilmu tersebut untuk kemaslahatan
atau kebaikan sosial.
Dalam penjelasan amal ilmu matakuliah
apapun, dapat disampaikan hal umum bidang studi
ditambah hal spesifik. Hal spesifik tersebut adalah
nilai-nilai kehidupan (life values) dan spiritualitas.

xv
Dengan pendekatan tersebut dosen dapat
memandu mahasiswa berdialog interpersonal
maupun intrapersonal tentang pengembangan dan
penerapan ilmu sebagai “Jalan menuju Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan menyertakan praktik nilai-
nilai dan spiritualitas dalam amal ilmu.”
Dosen tidak langsung masuk ke bagian
materi perkuliahan, namun perlu mendiskusikan
terlebih dahulu sejarah perkembangan pemikiran
ilmunya dan prospek penggunaan ilmu tersebut.
Setiap dosen dapat merancang metode dan
pendekatan perkuliahan disertai kerangka yang
dapat mewadahi, memasukkan penjelasan tentang
nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas,
kontekstualitas ilmu yang dibahas berkaitan
dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap
mental profesional. Kerangka itu dalam masing-
masing rumpun ilmu dan kaitannya dengan
keseluruhan dapat dijabarkan secara garis besar
sebagai berikut.
Nilai-nilai kehidupan yang dilandasi rasa
kemanusiaan dapat dikembangkan melalui proses
internalisasi yang merupakan hal paling esensial
dalam rumpun ilmu humaniora. Esensi tersebut
sangatlah sederhana, yaitu merasakan kehidupan

xvi
dan dunia kita, memperlihatkan bagaimana orang-
orang lain hidup dan berpikir tentang kehidupan.
Upaya melatih daya cipta dan rasa
kemanusiaan melalui amal ilmu akan membantu
lulusan perguruan tinggi menentukan apa yang
penting dalam kehidupan dan menghayati tentang
apa yang dapat dilakukan untuk membuatnya
lebih baik. Dengan penghayatan tersebut akan
muncul kesadaran betapa pentingnya kebaikan
individu untuk mencapai kebaikan sosial sesuai
dengan semboyan bahwa ‘sebaik-baiknya orang
adalah mereka yang bermanfaat bagi sesama’.
Capaian kesadaran tersebut akan menjamin
perjalanan hidup yang makin meningkat
kualitasnya dalam memenuhi asas kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Posisi ilmu sosial dalam konteks
keindonesiaan menghendaki adanya upaya
memberikan kontribusi melalui amal ilmu yang
meletakkan kepentingan bangsa Indonesia sebagai
hal primer dan bangsa-bangsa lain sebagai
sekunder dalam kerangka kemanusiaan yang adil
dan beradab. Membawa topik pemaknaan ilmu
sosial bagi kepentingan persatuan Indonesia sangat

xvii
menarik didalami terus-menerus dalam praktik
pendidikan tinggi di Indonesia.
Perkembangan ilmu-ilmu sosial di Indonesia
tidak sama dengan perkembangan ilmu sosial di
dunia secara umum. Perkembangan ilmu sosial di
Indonesia selalu berimplikasi dengan keadaan
sosial, politik, dan budaya Indonesia yang secara
faktual bersifat majemuk sebagaimana yang
terumuskan dalam khazanah pengetahuan dan
kearifan kita sejak zaman bahari yang kemudian
kita jadikan sebagai semboyan nasional: Bhinneka
Tunggal Ika.
Sementara itu, dari sudut lain, kita lihat ada
kenyataan historis yang sangat penting
diperhatikan, yaitu bahwa setiap zaman mempunyai
generasi dengan karakteristik yang sesuai dengan
zamannya. Kini kita sedang melihat lahirnya
generasi milenial yang akan menjadi generasi baru
dengan perilaku yang berbeda dari generasi
sebelumnya. Dalam kelatahan pergaulan populer,
mereka biasa disebut “Kids Zaman Now”.
Generasi tersebut ke depan akan mengalami
perkembangan dan membentuk karakteristiknya
sendiri. Ada harapan tertumpu kepada para dosen
agar mereka makin piawai mendampingi

xviii
mahasiswa generasi tersebut. Dosen-dosen itu
sesuai mata kuliah yang mereka ampu diharapkan
selalu mendapat ruang optimal dalam memahami
inti dasar ilmu sosial dan pengembangan sifat
positif menuju perangai sosial yang penuh rasa
peduli, empati, simpati dan gotongroyong. Dengan
kepedulian terhadap rakyat, outcomes pendidikan
ilmu sosial merupakan modal signifikan bagi
persatuan Indonesia.
Selanjutnya, berbicara tentang rumpun ilmu
alam, manusia melihat dan mendengarkan alam
dengan pikiran terbuka, kadang-kadang
menemukan hal-hal yang menakjubkandan menjadi
dasar merangkai metode saintifik. Dengan
pengembangan pengetahuan alam, manusia akan
makin menguasai kenyataan alam mulai dari skala
di bawah nano sampai ukuran jagad raya yang
banyak bagiannya belum dipahami oleh manusia.
Amal ilmu alam memahami dan menghayati
bahwa banyak rahasia alam belum diketahui
manusia. Dengan pengetahuan yang ada, manusia
wajib menyadari koridor daya dukung alam yang
dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Para
dosen yang memiliki kepedulian tentang
pemaknaan kombinasi dari enam rumpun ilmu

xix
pasti dapat mencari dan menemukan pilihan
wawasan dalam belajar ilmu alam dikaitkan dengan
kepentingan penyuburan bibit-bibit karakter terpuji
para mahasiswa.
Dengan penalarannya, manusia meyakini
adanya harmoni, adanya keteraturan, adanya
kesederhanaan dalam kompleksitas alam raya, baik
itu benda mati maupun makhluk hidup. Melalui
logika dan nalarnya dibangunlah aksioma-aksioma,
definisi, dan hukum-hukum yang dipastikan berlaku
secara universal untuk memodelkan keteraturan
alam semesta. Bermula dari aksioma dan definisi
tersebut lahirlah ilmu formal (formal science).
Ilmu formal semata merupakan hasil olah
pikir. Namun demikian, tidak berarti ilmu formal
tidak dapat digunakan dalam realitas. Ilmu formal
berguna dalam menunjang pengertian dan
pemaknaan obyek di alam raya. Manusia sekarang
berusaha melakukan kajian terhadap isi alam raya,
mulai dari skala sangat besar dengan garis tengah
sepanjang 1027 meter, sampai yang amat kecil pada
ukuran garis tengah sepanjang 10-15meter.
Sungguh luar biasa kemungkinan-kemungkinan
kemanfaatan benda-benda dalam kisaran ukuran
tersebut. Namun, masih sangat sedikit hal yang

xx
diketahui manusia sampai saat ini dan tingkat
kebenarannya pun sangat relatif.
Kombinasi dan sintesis yang unik tersebut
memerlukan dukungan ilmu formal secara tepat
dan optimal. Ilmu formal menjadi fondasi dari
semua keilmuan kuantitatif, baik ilmu alam, ilmu
humaniora, ilmu sosial maupun ilmu terapan. Ilmu
formal, terutama matematika, menjadi bahasa
universal untuk menjelaskan alam semesta. Bentuk
bahasa universal tersebut mulai dari bilangan,
aritmetika, geometri, aljabar, kalkulus, hingga
probabilitas dan teori game, memberi wawasan
bahwa masih banyak rahasia alam semesta.
Keprihatinan terhadap dampak dari
penerapan ilmu bagi kehidupan manusia terutama
yang terkait dengan teknologi digital sudah
menjadi hal yang tidak dapat diabaikan lagi.
Rumpun ilmu terapan sebagai rumpun ilmu
pengetahuan yang mengkaji dan mendalami
aplikasi ilmu pengetahuan mengambil posisi garis
depan dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia.
Hal tersebut harus dilakukan agar sistem
pendidikan tinggi menghasilkan profesional yang
mampu berperan serta di masyarakat dalam
memecahkan masalah-masalah sosial termasuk

xxi
masalah-masalah sosial yang ditimbulkan karena
penerapan teknologi.
Ilmu terapan dalam bangunan ilmu
keindonesiaan berbasis enam rumpun ilmu telah
memilih kata kunci inti dasar kemaslahatan dan
memerlukan peran dosen dalam
menginternalisasikan nilai-nilai tersebut pada diri
mahasiswa. Pendidikan tinggi ke depan harus
menemukan cara kontekstual setempat yang paling
tepat dan program studi dapat menciptakan cara-
cara optimal tersebut.
Pemerintah dapat meningkatkan efektivitas
program facilitating, empowering, dan enabling
unjuk hasil kerja di perguruan tinggi. Buku ini
sebagai buku I yang jabarannya ada dalam buku II
cocok sebagai pemandu penciptaan solusi optimal
pergerakan program studi. Seperti telah dijelaskan
di depan, buku ini mulai dari Bab I tentang
Knowledge Management (KM) yang diikuti dengan
empat bab berikutnya untuk menjadi panduan
komprehensif dan bermanfaat.

xxii
BAB I
MANAJEMEN PENGETAHUAN

A. Ungkapan Tentang Posisi Praktik


Pengelolaan Pengetahuan

Bacaan terkandung dalam buku ini merupakan


tambahan bacaan yang bertujuan menghadirkan
inspirasi bagi pimpinan Perguruan Tinggi (PT).
Sampai dengan tahun 2018 pimpinan PT telah
lama memiliki perhatian besar terhadap
pengelolaan sumber daya keuangan, sumber daya
fisik dan sumber daya manusia (SDKU, SDFIS dan
SDM). Sumber daya yang masih kurang
diperhatikan oleh banyak pimpinan PT adalah
Sumber Daya Pengetahuan (SDP).

Dalam hal pengelolaan pendidikan tinggi,


dianjurkan para pimpinan memperhatikan sumber
daya pengetahuan. Memimpin dengan dukungan
pengelolaan sumber daya pengetahuan akan
meningkatkan mutu pengelolaan yang makin
efektif dan efisien. Sebagai keuntungannya, akan
lebih memuaskan dalam pemenuhan visi dan misi
perguruan tinggi.

1
Literatur menyampaikan bahwa Standard
Operating Procedure (SOP) termasuk salah satu
jenis produk pengelolaan pengetahuan. Membuat
SOP baru dapat dikatakan sebagai mencipta
pengetahuan dalam proses kepemimpinan. SOP
yang mencakup pelaksanaan semua kegiatan
dalam suatu sistem dapat diciptakan oleh
pimpinan PT. Pimpinan PT dapat menetapkan
proses penyelenggaraan pendidikan dengan suatu
kerangka sistem yang komprehensif dan
terintegrasi. Sistem yang bagus memerlukan
berbagai jenis SOP yang optimal.

Kegiatan mencipta ilmu adalah kegiatan


knowledge creation yang dalam pustaka diberi
istilah KC. KC adalah bagian dari Knowledge
Management (KM). Cerita inisiasi praktik KC
sebagai bagian KM di suatu PT disampaikan
dengan sangat ringkas dalam Bab I Buku I ini.
Uraian lebih luas dapat ditelusuri dalam Buku II.

Setiap perguruan tinggi pasti mampu menuliskan


kejelasan tentang posisi masing-masing pada saat
ini (base line) dan pasti mampu membuat
gambaran jelas tentang hal yang akan dicapai di
masa depan. Peta jalan (road map) ke masa depan
harus digambarkan mulai dari base line masing-

2
masing PT. Hal-hal tersebut akan menjadi bekal
sangat berharga dalam percepatan kemajuan PT.

Memahami base-line masing-masing PT sangatlah


perlu untuk kemudian menciptakan perencanaan
strategik (strategic planning). Tradisi baru tentang
pengelolaan sumber daya pengetahuan harus
dibangun di setiap PT, dan KM perlu
dikembangkan menjadi tradisi perguruan tinggi.
Catatan tentang membangun tradisi baru
penerapan KM mencakup cara penguasaan
pengetahuan dan cara-cara pengelolaan
perubahan diuraikan dalam Buku II.

B. Cerita inisiasi praktik KC sebagai


bagian KM
Pimpinan PT dapat dikatakan sukses apabila dapat
mengerjakan peningkatan mutu penyelenggaraan
Tridarma Perguruan Tinggi, menyelesaikan misi
khusus perguruan tinggi dan melakukan kaderisasi
kepemimpinan serta memperbaiki sistem yang
semua hal tersebut mencapai tingkat performance
terbaik maksimal yang mungkin dilaksanakan (max
probable success), selama masa baktinya.

Pada tahun 2000 seorang Dekan di suatu PTN di


Indonesia membuat sebuah catatan personal

3
untuk menjadi awal pencarian program dan
kegiatan fakultas yang relevan dengan situasi dan
kondisi saat itu. Dekan memilah dan memilih kata-
kata dari sebuah buku yang berjudul Collective
Intelligence ditulis oleh Pierre Levy (1999) berikut
catatan pribadi tersebut di kala itu:

▪ Combination of computer with human


intelligence
▪ Collaboration
▪ Knowledge Management
▪ Virtual Teaming
▪ Continuous Improvement and Learning

For Levy: The prosperity of a nation,


geographical region, business, or
individual depends on their ability to
navigate the knowledge space. →
Keyword: to navigate.

Spaces: space of earth, territory,


commerce, economics(?), politics,
engineering, etc.

We can develop sophisticated systems of


network intelligence. The called CI
(Collective Intelligence) has the potential

4
to project humanity into a phase of its
intellectual and social evolution

Catatan tersebut mendasari proses KM yang


dilakukan kemudian. Menyadari pentingnya tindak
lanjut dari catatan bersumber tulisan Levy tersebut
selanjutnya dicari rujukan yang memberi inspirasi
penciptaan gerakan partisipatif oleh warga
fakultas. Dipilih satu buku acuan pokok untuk
dijadikan bekal kombinasi dan sintesis dengan
prinsip kepemimpinan model Indonesia yang
digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Dihasilkanlah
beberapa catatan ringkas berikut ini.
1. Sosialisasi
2. Eksternalisasi
3. Kombinasi dari berbagai informasi
4. Internalisasi, sintesis dari proses belajar
organisasi
5. Implementasi dan belajar dari pengalaman
berikutnya untuk landasan peningkatan
lebih lanjut.

Kata-kata kunci pemikiran sintesis antara cara


barat dan cara timur diambil dari buku Nonaka
berupa lima poin diyakini tepat dan sejalan
dengan gagasan-gagasan Ki Hadjar Dewantara.

5
Semua warga fakultas, baik dosen maupun tenaga
kependidikan akan lebih nyaman melakukan
program dan kegiatan yang mereka ikut terlibat
dalam penciptaannya, perencanaannya.

C. Sedikit Ilustrasi Pelaksanaan KM


Praktik kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara,
Patrap Triloka Ki Hadjar Dewantara, sejalan
dengan tulisan tentang KC oleh Prof. Nonaka
cocok dengan budaya Indonesia. Patrap Triloka
tersebut dapat sangat harmonis diterapkan
dalam sinergi dengan berbagai metode tertulis
dalam literatur dunia yang mengungkapkan cerita
sukses management. Termasuk di dalamnya
adalah management penerapan KM.

Uraian tentang hal tersebut disajikan dalam Buku


II Bab I dengan cukup jelas menceritakan suatu
pengalaman praktik KM dan dapat digunakan
sebagai rujukan. Rujukan tersebut tidak untuk
ditiru, namun sebagai pertimbangan berbasis
konteks Indonesia. Dalam penciptaan praktik KM
di PT masing-masing akan dapat dilakukan makin
efektif dan lebih efisien. Pada masa sekarang,
perangkat pendukung KM sudah luar biasa
tersedia dan murah dengan cara aplikasi yang
mudah.

6
Dalam Buku II dimuat uraian terori ringkas tentang
KM dan disajikan cerita praktik KM di suatu PTN
dan PTS. Uraian terkait KM dalam Buku II tersebut
diharapkan dapat memotivasi para pimpinan PT
agar menciptakan praktik KM yang lebih bagus di
PT masing-masing dibanding cerita dalam Buku II.
Cerita dalam Buku II dimulai pada masanya, pada
masa tersebut belum tersedia perangkat IT yang
sebaik masa sekarang.

Selamat praktik KM yang makin efektif dan lebih


efisien. Dalam Bab II berikut disampaikan
gagasan-gagasan yang berorientasi peningkatan
Angka Partisipasi Kasar (APK) dan didalamnya
terkandung inspirasi tentang cara-cara
pemanfaatan IT masa sekarang.

7
BAB II
INSPIRASI PENGEMBANGAN
PERGURUAN TINGGI

Perguruan Tinggi merupakan institusi garis depan


yang berinteraksi langsung dengan mahasiswa
dalam melakukan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Perguruan Tinggi
memegang mandat negara untuk mendidik dan
menyiapkan para pemimpin yang akan
mengantarkan masyarakat Indonesia menjadi
bangsa yang bersatu, sejahtera, dan berdaulat,
dengan dukungan penguasaan ilmu pengetahuan,
rekayasa, dan teknologi yang maju, serta dilandasi
oleh nilai-nilai kehidupan spiritual dan akhlak yang
mulia. Perguruan tinggi dipercaya dapat
mempersiapkan diri untuk mampu melaksanakan
pendidikan yang bermutu dan manajemen yang
bertanggung-jawab sehingga harapan mulia di
atas dapat diwujudkan.

A. Sistem Pendidikan Tinggi

Pada tahun 1998, sejalan dengan kemenangan


negara barat atas negara timur terjadi reformasi
pemerintahan di Indonesia. Dari pemerintahan

8
totalitarian menjadi pemerintahan demokratik
partisipatif atau dikenal juga sebagai
pemerintahan good governance yang ditandai oleh
prinsip transparansi, akuntabilitas, responsiveness,
indenpendency, dan fairness. Kelima prinsip
tersebut mengandung makna seluruh komponen
sistem secara equitable dan inclusive
memperjuangkan cita-cita kemajuan bersama
tanpa agenda masing-masing, semua pihak
bertanggung-jawab penuh melakukan tugas yang
dialokasikan padanya, semua pihak ikut
berpartisipasi atas setiap permasalahan yang
muncul, tidak ada persekongkolan parsial di antara
anggota, dan setiap kontribusi bagi kepentingan
bersama akan dihargai betapapun kecilnya.

Pada konsep good governance, terjadi peralihan


peran pemerintah dari regulator dan operator
menjadi regulator, fasilitator dan pengawas.
Pemerintah bertanggung-jawab melindungi
kepentingan rakyat kecil dan menjamin kemajuan
bangsa. Peran operator pelayanan masyarakat
sedapat mungkin akan digeser kepada pihak
swasta dengan pertimbangan kelompok tersebut
akan menciptakan lapangan kerja, membayar
pajak, dan dapat maju lebih baik jika dibina
dengan tepat. Interaksi di antara mereka lebih
berorientasi pasar melalui mekanisme kolaborasi

9
dan kompetisi. Namun pemerintah wajib
menjamin tersedianya anggaran yang cukup untuk
memberikan subsidi dan melindungi kepentingan
rakyat terutama dalam hal pelayanan sosial seperti
pendidikan tinggi. Konsep good governance juga
ditandai oleh kehadiran masyarakat profesional
yang berfungsi sebagai pengontrol yang terdiri
atas asosiasi profesi, asosiasi industri atau badan
usaha, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya
mayarakat untuk mencegah hubungan yang tidak
transparan antara pemerintah dan swasta.

Selain ketiga komponen di atas, dibentuk juga


badan semi pemerintah yang beranggotakan
unsur pemerintah dan unsur masyarakat
profesional yang berfungsi memberikan masukan
kebijakan kepada pemerintah, melaksanakan
akreditasi dan sertifikasi jika diperlukan, dan
menjadi contracting agency kepada pihak swasta.
Dengan adanya berbagai kelompok institusi
pemerintah dan masyarakat yang berinteraksi
tersebut, maka prinsip check and balances akan
selalu terjadi untuk menjamin pencapaian cita-cita
bersama. Dalam konsep ini jabatan rangkap
diantara unsur-unsur yang berinteraksi merupakan
kondisi yang sebaiknya dihindari untuk
menghindari conflict of interest.

10
Sistem pemerintahan partisipatif atau good
governance ini mulai diterapkan di setiap sektor
pelayanan masyarakat. Dari tinjauan badan semi
pemerintah, sistem pendidikan tinggi Indonesia
mempunyai perangkat yang cukup lengkap.
Dewan Pendidikan Tinggi dan Majelis sebagai
lembaga pemberi masukan kebijakan, Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai
lembaga yang menetapkan Standar Nasional
Pendidikan Tinggi, dan Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BANPT) sebagai lembaga yang
melakukan akreditasi program studi dan
perguruan tinggi. Secara bertahap peran badan
semi pemerintah akan terus ditingkatkan
sementara peran pemerintah semakin diperkecil.
Ini terus dilakukan mengingat prinsip kehadiran
pemerintah tidak diperlukan jika masyarakat sudah
berdaya dan dapat mengatur dirinya sendiri.
Peralihan kepada sistem partisipatif good
governance yang dilandasi oleh nilai utama hak
azasi manusia (HAM) dan demokrasi memerlukan
secara umum penguatan nilai-nilai perilaku
individu yang meliputi kejujuran, integritas, dapat
dipercaya (trusted), mempunyai empati dan saling
menghargai, bertanggung-jawab, dan kompeten.
Untuk mengatasi rentang pengendalian yang lebar
mengingat wilayah republik Indonesia yang sangat
luas, pemerintah telah meningkatkan fungsi

11
Koordinasi Perguruan tinggi Swasta (Kopertis)
menjadi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
(L2DIKTI) yang akan bertanggung-jawab sebagai
wakil pemerintah pusat di daerah dalam melayani
bukan saja PTS tetapi juga seluruh PTN di wilayah
propinsi tersebut.

B. Perguruan Tinggi Otonom

Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta


mempunyai otonomi untuk mengelola sendiri
lembaganya. Otonomi akademik merupakan
kodrat perguruan tinggi untuk mencari dan
mengkomunikasikan kebenaran. Perguruan tinggi
memiliki kebebasan akademik dan kebebasan
mimbar akademik untuk menjadi kekuatan moral
bangsa dalam menjaga dan memperjuangkan
kebenaran. Dalam konsep perguruan tinggi
mahasiswa bukanlah client yang dilayani oleh
dosen, ia bukan pula input atau bahan baku untuk
diolah menjadi keluaran dengan kualitas tertentu.
Mahasiswa bersama dosen merupakan sivitas
akademika yang belajar bersama,
mengembangkan pengetahuan dan melaksanakan
pengabdian kepada masyarakat dalam rangka
mencari kebenaran, menjaga nilai-nilai moral, dan
memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada

12
mayarakat. Dosen mempunyai otonomi penuh
untuk memberikan nilai dan meluluskan
mahasiswanya tanpa campur tangan pihak
manapun. Mandat dan otoritas mulia ini perlu
disadari dan dijaga kehormatannya oleh seluruh
mahasiswa, dosen, dan insan perguruan tinggi.

Tridharma merupakan mandat yang diberikan


negara kepada perguruan tinggi yang mencakup
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Pengabdian kepada masyarakat
mempunyai peran yang sama pentingnya dengan
pendidikan dan penelitian. Tanggung-jawab
tridharma diberikan kepada perguruan tinggi,
bukan kepada setiap dosen dan mahasiswa.
Seorang dosen dapat saja melakukan ketiga-
tiganya, namun dapat lebih mengkhususkan suatu
dharma sesuai minat, keunggulan, dan penugasan
yang diberikan kepadanya.

Otonomi non-akademik atau sering disebut


otonomi manajemen merupakan kewenangan
yang diberikan oleh pemerintah kepada PTN atau
badan penyelenggara (yayasan) kepada PTS untuk
mengelola sumber daya perguruan tingginya yang
meliputi keuangan, sumber daya manusia, aset
(prasarana dan sarana), informasi, dan
pengetahuan.

13
C. Pemberdayaan Perguruan Tinggi

Pemberdayaan perguruan tinggi dapat dilakukan


pemerintah dalam bentuk program bantuan
pembinaan dengan menyediakan anggaran
tertentu. Untuk perguruan tinggi dengan
kemampuan institusi yang masih sangat terbatas
dapat dilakukan pendampingan dengan
menugaskan satu atau dua dosen berpengalaman
untuk menetap beberapa waktu diperguruan
tinggi tersebut mengembangkan program
peningkatan kapasitas institusi tertentu.
Bagi perguruan tinggi yang telah mempunyai
kapasitas institusi yang memadai dapat
dikembangkan program hibah berdasarkan usulan
proposal. Program ini dikembangkan dengan
pertimbangan akan lebih baik jika perguruan
tinggi sendiri berdasarkan minat internalnya
(internally driven) menyusun program atau
rencana pengembangannnya. Pada tahap lebih
lanjut kepada perguruan tinggi yang lebih maju
dengan pendekatan yang sama dapat
dikembangkan program hibah kompetisi.

14
D. Pengembangan Mutu
Akademik Perguruan Tinggi

Setiap perguruan tinggi dalam menyelenggarakan


pendidikan tinggi wajib memenuhi standar
pendidikan tinggi. Standar Pendidikan Tinggi
terdiri atas Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNDIKTI) dan Standard Pendidikan Tinggi yang
ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.
SNDIKTI merupakan satuan standar nasional
pendidikan, ditambah dengan standar penelitian,
dan standar pengabdian kepada masyarakat.
Standar pendidikan tinggi di masing-masing
perguruan tinggi terdiri atas sejumlah standar
dalam bidang akademik yang melampaui SNDIKTI
dan standar non akademik.

Penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian,


dan peningkatan Standar Pendidikan Tinggi
dilakukan oleh masing-masing perguruan tinggi
melalui sistem penjaminan mutu. Sistem
penjaminan mutu merupakan kebutuhan
perguruan tinggi untuk secara terus-menerus
meningkatkan mutu pelayanannya baik dalam
bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Idealnya sistem penjaminan
mutu dikembangkan berdasarkan motivasi internal
(internally driven), bukan atas perintah pihak luar,

15
dan diperbaiki secara terus menerus. Sistem
penjaminan mutu pendidikan tinggi terdiri atas
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan
Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). SPMI
direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi,
dikendalikan dan dikembangkan oleh perguruan
tinggi, sementara SPME direncanakan, dievaluasi,
dilaksanakan, dikendalikan, dan dikembangkan
oleh Badan Akreditasi Nasional Perguran Tinggi
(BAN-PT) bersama dengan Lembaga Akreditasi
Mandiri (LAM) melalui akreditasi sesuai dengan
kewenangannya masing-masing. Untuk
memudahkan pemerintah mengelola dan
membina sistem penjaminan mutu baik internal
maupun eksternal perguruan tinggi, telah disusun
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) yang
bersifat nasional dimana setiap perguruan tinggi
diwajibkan secara rutin memutakhirkan data dan
informasi penyelenggaraan pendidikan tingginya
kedalam sistem tersebut.

E. Pengembangan Manajemen
Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi, baik PTN maupun PTS,


mendapatkan mandat akademik untuk
menyelenggarakan pendidikan tinggi dari

16
pemerintah. Mandat penyelenggaraan manajemen
untuk PTN diberikan oleh pemerintah, dan untuk
PTS diberikan oleh Badan Penyelenggara.
Landasan penyelenggaraan perguruan tinggi yang
baik minimal mencakup Izin pendirian perguruan
tinggi, Statuta, dan Izin pendirian program studi.
PTN didirikan oleh Pemerintah, sementara PTS
oleh masyarakat dengan membentuk Badan
Penyelenggara berbadan hukum yang berpinsip
nirlaba dan wajib memperoleh izin Menteri. Pola
pengelolaan PTN dapat berbentuk Satuan Kerja,
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-
BLU), atau Badan Hukum, sementara pola
pengelolaan PTS ditetapkan oleh Badan
Penyelenggara (Yayasan).

Organisasi dan tata kerja perguruan tinggi minimal


memiliki 5 (lima) unsur, yaitu Penyusun kebijakan
(Senat akademik), Pelaksana akademik (Pimpinan
perguruan tinggi), Pengawas dan penjaminan
mutu (SPMI), Penunjang akademik atau sumber
belajar (Perpustakaan), dan Pelaksana administrasi
atau tata usaha (Direktorat atau Biro). Pengawas
dan penjaminan mutu merupakan perangkat
Pimpinan Perguruan Tinggi dalam mengelola
kegiatan akademik dan manajemen perguruan
tinggi.

17
F. Perencanaan Perguruan Tinggi

Perencanaan perguruan tinggi umumnya meliputi


Perencanana Jangka Panjang (25-30 tahun),
Perencanaan Strategis (5 tahun), dan Perencanaan
tahunan operasional. Perguruan tinggi pada
prinsipnya adalah suatu institusi negara yang
sangat berguna dan memberikan manfaat kepada
negara, bangsa, dan masyarakat karena berfungsi
sebagai lembaga moral yang mencari dan
mengkomunikasikan kebenaran, mendidik
masyarakat, dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, engineering dan teknologi untuk
kemajuan, kesejahteraan dan kemuliaan
kehidupan. Keberadaan perguruan tinggi akan
diperlukan selamanya sehingga perguruan tinggi
perlu memikirkan masa depannya dan
mempersiapkan rencana pengembangan jangka
panjang (25-30 tahun) baik untuk program
akademik maupun pembangunan fisik
berdasarkan arah dan kebijakan pengembangan
jangka panjang pendidikan tinggi yang disusun
oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan.

Rencana strategis perguruan tinggi merupakan


rencana pengembangan perguruan tinggi 5 (lima)
tahun yang merupakan bagian dari Masterplan
Pengembangan Akademik dan dan Fisik

18
Perguruan Tinggi untuk 25-30 tahun. Rencana
strategis merupakan strategi yang dipilih
perguruan tinggi untuk sukses mencapai kinerja
yang ditetapkan. Rencana strategis memuat
tindakan, kegiatan, dan keputusan yang telah
direncanakan, sesuai dengan sistem nilai dan
mandat perguruan tinggi, untuk memberikan
kemungkinan keberhasilan yang tinggi. Langkah-
langkah penyusunan Rencana Strategis meliputi
analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman (SWOT), Perumusan visi dan misi jangka
panjang, perumusan prinsip pengembangan
perguruan tinggi (guiding principles) berdasarkan
sistem nilai dan budaya organisasi,
pengembangan tujuan yang ingin dicapai dalam
kurun waktu 5 tahun, dan pengembangan
program dan anggaran yang diperlukan selama 5
tahun.

G. Pemilihan Pimpinan Perguruan Tinggi

Kepemimpinan membedakan manager dan leader.


Manager melakukan pengelolaan melalui
pelaksanaan tugas planning, organizing, executing,
monitoring, dan controlling (POEMC). Leader
disamping melakukan tugas manajemen juga
memberikan wawasan (visioning),

19
mengkoordinasikan dan mengarahkan (aligning),
melatih (coaching), memotivasi (motivating), dan
memberdayakan (empowering). Manager cocok
untuk suatu tim kerja, untuk mencapai tujuan
tertentu, berjangka waktu lebih pendek, dan
pekerjanya mempunyai kemampuan minimal
sesuai persyaratan. Tugas manajer adalah
mengatur tim kerja untuk mencapai tujuan. Leader
lebih merupakan pemimpin untuk institusi atau
organisasi yang tidak berjangka waktu. Menjadi
tanggung jawab pemimpin membawa seluruh
anggota masyarakatnya bagaimanapun kondisi
dan kualitasnya pada kehidupan yang lebih baik,
lebih maju, dan lebih mulia sesuai dengan cita-cita
bersama organisasi.

Seorang manager umumnya diangkat, otoritas


(kewenangan) diberikan untuk melaksanakan
fungsi dan tugasnya oleh pemilik kegiatan. Leader
umumnya diminta untuk memimpin oleh anggota
masyarakatnya. Otoritasnya diakui karena
dipercaya (trust) oleh rekan dan masyarakatnya,
berdasarkan kompetensinya yang tinggi, dan track
record-nya yang baik. Pemimpin perguruan tinggi
mempunyai otoritas akademik, umumnya ia
diminta untuk memimpin, bukan seperti di dunia
politik yang meminta untuk dipilih, sehingga tidak
memerlukan kampanye dan pencitraan. Pemimpin

20
di perguruan tinggi, umumnya dicari dengan cara
seleksi (selection) melalui panitia seleksi bukan
melalui pemilihan umum (election).

Di Perguruan tinggi terdapat pemimpin akademik


struktural seperti Rektor dan Ketua Senat, dan
pemimpin akademik fungsional dosen (lektor,
lektor kepala, dan guru besar). Perguruan tinggi
umumnya menerapkan konsep kepemimpinan
akademik ada di mana-mana. Semua lektor, lektor
kepala, dan guru besar adalah pemimpin yang
wajib memberikan contoh dan keteladanan
terutama kepada mahasiswanya.

H. Peran Dan Posisi Stakeholders Dalam


Penyusunan Rencana Strategis
Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia, baik PT besar


maupun PT kecil, negeri atau swasta, semuanya
memiliki kewajiban menyusun perencanaan,
berupa rencana jangka panjang 25 (dua puluh
lima) tahun, rencana jangka menengah atau
rencana strategis 5 (lima) tahun, dan rencana kerja
tahunan.1 Bagian ini tidak akan memaparkan

1Pasal 5 (1) & (2) c, Peraturan Pemerintah Nomor 4


Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
Dan Pengelolaan Perguruan Tinggi.

21
secara khusus tentang penyusunan rencana jangka
panjang dan rencana kerja tahunan, tetapi akan
terfokus pada bagaimana menyusun rencana
strategis, yaitu merencanakan masa depan PT
melalui penyusunan program dan kegiatan,
penyiapan sumber daya, dan pengaturan untuk
mewujudkan visi, misi dan tujuan PT dengan
mempertimbangkan perkembangan lingkungan
strategik. Penyusunan perencanaan strategis ini
penting agar suatu PT dapat menjalankan
kegiatannya dengan baik dan tepat sasaran sesuai
dengan visi, misi dan tujuannya dalam kurun
waktu sampai 5 (lima) tahun ke depan. Suatu PT
akan dapat berjalan dengan baik jika memiliki
perencananaan sebagai pedoman yang dapat
diikuti oleh semua pemangku kepentingan
(stakeholders). Pedoman tersebut disusun
berdasarkan diskusi dan perdebatan gagasan
pengembangan dari seluruh pemangku
kepentingan PT yang bersangkutan, bersifat
dinamis dan dapat ditinjau ulang secara periodik.

Dalam menyusun perencanaan tersebut, masing-


masing PT memiliki uniqueness-nya sendiri, baik
dilihat dari bentuknya, maupun dari ketersediaan
sumber daya, keunggulan, dan kekurangannya.
Sesuai peraturan perundang-undangan, PT di
Indonesia dapat berbentuk universitas, institut,

22
sekolah tinggi, politeknik, akademi, dan akademi
komunitas.2 Meskipun berbeda bentuk, setiap PT
memiliki idealisme fungsi yang sama, yang
berbeda dengan organisasi pada umumnya, yaitu
sebagai organisasi yang menyelenggarakan
kegiatan investasi jangka panjang untuk
mendidik generasi yang akan datang, dengan
melakukan kegiatan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu,
perbedaan PT dengan jenis organisasi lain ini akan
membedakan dalam penyusunan perencanaan
strategisnya. Mengenai hal ini, Munitz
menyatakan: "As you begin your own strategic
planning effort, be thoughtful and concise and
specific about where you want to make this
campus's mark. What do you do well, what do you
do differently, what do you do better than most
others. Those things that you care less about and
you do less well should disappear".3

1) Peran Pimpinan
Dalam menyusun rencana strategis, peran
pimpinan sangat menentukan berhasil tidaknya
kegiatan tersebut. Pemimpin PT diharapkan
dapat menjadi penggerak yang mendorong

2Pasal 59 (1), Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012


tentang Pendidikan Tinggi.
3Barry Munitz, speech at CSUN, 1995.

23
dan mendukung kegiatan penyusunan rencana
strategis PT-nya, dan jangan pernah kehilangan
fokus sejak dari awal sampai dengan
terealisasikannya rencana strategis tersebut.
Dia harus mampu mengajak dan memberi
semangat kepada pimpinan yang lain untuk
berkomitmen dan terlibat secara intensif dalam
proses kegiatan tersebut.

2) Peran Fakultas dan Unit-Unit


Selanjutnya, dalam menyusun rencana
strategis PT, peran fakultas dan/atau unit-unit
lain di suatu PT sangat penting karena pada
akhirnya pelaksana program dan kegiatan
adalah fakultas dan seluruh unit di PT yang
bersangkutan. Oleh karena itu, membangun
komitmen fakultas dan unit-unit lain dari sejak
awal dengan melibatkan dalam perencanaan
sangatlah diperlukan bagi PT. Dalam
mengelola PT diperlukan adanya distribusi
kewenangan agar masing-masing dapat
berperan dengan optimal, misalnya dengan
“sentralisasi administrasi desentralisasi
akademik” (SADA). Dengan pola seperti ini,
baik kepentingan manajemen pusat maupun

24
kepentingan fakultas dan unit-unit dapat
terpenuhi, yaitu mereka berupaya untuk saling
terikat dan bahkan tergantung satu sama lain,
tetapi pada saat yang sama masing-masing
juga mendapatkan ruang otonomnya,
sehingga untuk menjaga keserasian antara dua
dimensi ini, rencana strategis perlu disusun
secara bersama.

3) Posisi Dosen dan Tenaga Kependidikan


Akan lebih sempurna jika dalam menyusun
rencana strategis ini juga melibatkan dosen4
dan tenaga kependidikan5, terutama
bagaimana aspirasi dan gagasan mereka
tentang pengembangan PT dapat tertampung.
Terutama jika menyangkut masalah reward
system. Tentu tidak semuanya dapat dilibatkan
langsung, tetapi dengan mekanisme tertentu
4Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan,
dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada
Masyarakat (Pasal 1 angka 14 UU No. 12 Tahun 2012
Tentang Pendidikan Tinggi).
5Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang

mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang


penyelenggaraan pendidikan (Pasal 1 angka 5 UU No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

25
aspirasi dosen dan tenaga kependidikan dapat
diakomodasi.

4) Posisi Mahasiswa
Pada akhirnya pelaksanaan program dan
kegiatan yang dirancang dalam rencana
strategis akan melibatkan seluruh sivitas
6
akademika, termasuk mahasiswa . Untuk itu,
dalam menyusun rencana strategis PT perlu
untuk memahami peran, fungsi dan kebutuhan
mahasiswa. Mereka adalah generasi penerus
pemimpin bangsa, cendekiawan muda dan
calon intelektual yang terdaftar resmi sedang
belajar di suatu PT. Untuk sebagian (besar) PT,
mereka adalah sumber finansial utama proses
bisnis operasional kegiatan akademik
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat yang dilakukan oleh civitas
akademika dosen dan mahasiswa yang
didukung oleh tenaga kependidikan. Sasaran
pengembangan kemahasiswaan: (1) Mahasiswa
sebagai kekuatan moral (moral force) dapat

6Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang


Pendidikan Tinggi (Pasal 1 angka 15 UU No. 12 Tahun 2012
Tentang Pendidikan Tinggi).

26
mengangkat citra sebagai warganegara
masyarakat akademik; (2) Ormawa sesuai
dengan visi, misi perguruan tinggi, berorientasi
pada peningkatan prestasi, soft skill dan
entrepreneurship, tertib hukum dan
tenggungjawab, demokratis, akuntabel dan
transpara; (3) SDM pendukung (akademik dan
non akademik) berperan aktif sebagai
pemberdaya, fasilitator dan motivator; (4)
Sistem komunikasi yang sesuai dengan kaidah
akademik dan menjunjung tinggi etika bangsa
Indonesia; (5) Sarana dan prasarana yang
memadai; dan (6) Dukungan penganggaran
kegiatan kemahasiswaan yang memadai.7

7Ibid.

27
BAB III
PENINGKATAN ANGKA PARTISIPASI
KASAR UNTUK MENYIAPKAN POOLS OF
LEADERS

A. Latar Belakang
Isu Angka Partisipasi Kasar (APK) perlu dicermati
dengan perspektif yang luas terbuka. Secara
kuantitatif, Indonesia sedang mengalami
peningkatan jumlah penduduk usia kerja yang
diproyeksikan akan mencapai puncaknya pada
tahun 2040 (Adioetomo dan Pardede, 2018)
dimana Indonesia akan punya sekitar 216.240.000
orang usia produktif. Pada tahun 2045, 66,6% dari
total penduduk diperkirakan berada dalam usia
produktif. Ini merupakan bonus demografi yang
harus dimanfaatkan. Peluang untuk memanfaatkan
bonus demografi ini waktunya terbatas, dan
periode terbesar diproyeksikan akan bisa dinikmati
antara tahun 2020 - 2030 (Bank Dunia, 2011).

Tingginya jumlah penduduk usia produktif


merupakan peluang untuk peningkatan dan
percepatan kemajuan bangsa, namun juga dapat
menjadi bencana jika tidak dipersiapkan dengan
baik. Pendidikan tinggi memiliki peranan yang

28
sangat strategis. Namun fakta menunjukkan
bahwa APK pendidikan tinggi Indonesia tahun
2017 baru mencapai 33,37% (7.249.903 mahasiswa
usia 19-23 tahun). Artinya, masih ada sekitar
14.477.397 anak yang seharusnya berada di
bangku kuliah namun tidak kuliah. Padahal
Indonesia per Mei 2018 memiliki perguruan tinggi
(PT) sebanyak 4.607 dengan jumlah mahasiswa
8.388.763 (Kemenristekdikti, 2018), walaupun
memang dengan kualitas dan kapasitas yang
sangat beragam.

Tingginya jumlah penduduk usia produktif,


rendahnya APK perguruan tinggi, dan tingginya
jumlah PT yang ada menunjukkan bahwa
Indonesia perlu melakukan terobosan dalam
mempersiapkan generasi emas ini. Mereka yang
akan berada dalam kelompok usia produktif ini
merupakan the future leaders yang harus diberi
kesempatan dan akses terhadap peningkatan
kapasitas dirinya melalui suatu sistem pendidikan
tinggi yang bersifat beyond bricks and mortars,
beyond the walls.

Perkembangan teknologi informasi dan


komunikasi (TIK) telah membuka jalan untuk
peningkatan akses pendidikan. Perkembangan TIK
telah melahirkan berbagai platform dan aplikasi
pendidikan dan pembelajaran yang memfasilitasi

29
proses pembelajaran jarak jauh yang berkualitas
tinggi dengan memanfaatkan the best possible
educational technology. Penerapan teknologi
digital telah merevolusi model dan pendekatan
pembelajaran dari model tradisional di dalam
kelas ke model yang mudah diakses dimanapun
dan kapanpun. Pendidikan menjadi tersedia di
berbagai tempat dan tidak dibatasi oleh dinding-
dinding kelas.

Demikian juga, perkembangan TIK juga telah


menyuburkan global open movement yang
melahirkan paradigma sharing sehingga tercipta
berbagai perangkat pembelajaran dengan murah
dan bahkan banyak yang gratis, yang oleh
UNESCO disebut sebagai Open Educational
Resources (OERs), yang meliputi alat bantu/ tools
(software, platform), materi (content), dan lisensi
publikasi yang bersifat terbuka: open source
software, open content, open licensing (creative
commons) yang dapat dimanfaatkan oleh siapa
saja. Perkembangan TIK dan open movement
tersebut telah mendorong perkembangan model
praktik pembelajaran yang bersifat terbuka yang
kemudian menciptakan berbagai educational
business model baru seperti misalnya massive open
online courses (MOOCs).

30
Namun tentu saja peningkatan APK harus
dilakukan secara prudent, dengan prasyarat pokok
tidak boleh menurunkan mutu. Oleh sebab itu,
faktor pemampu untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan tinggi yang bermutu harus menjadi
fokus prioritas, khususnya terkait SDM (dosen,
tenaga kependidikan dan mahasiswa sebagai co-
creator sekaligus subyek pembentuk capaian
pendidikan), kurikulum, sarana dan prasarana, TIK
dan sistem informasi, anggaran, dan mitra
strategis. Semua inputs tersebut harus dikelola
secara serius dan bersungguh-sungguh, melalui
sistem kebijakan, peraturan, norma dan tata nilai
dalam susasana akademik yang kondusif dan
proses bisnis yang baik.

Oleh karena itu, upaya peningkatan APK menuntut


pengubahan cara-cara perbaikan dan peningkatan
mutu inputs penting lainnya secara koheren oleh
PT. Ada berbagai inputs penting yang harus
dipertimbangkan, antara lain adalah: (1) sistem
pengelolaan proses perubahan yang hati-hati, (2)
otonomi pengelolaan PT yang tidak setengah-
setengah, dan (3) penjaminan mutu khususnya
mutu input pendidikan tinggi.

31
B. Usulan Kerangka Sistem Pendidikan
Tinggi Terbuka Nasional

Bedasarkan latar belakang di atas, maka upaya


peningkatan APK tidak dapat dilakukan hanya
pada tatanan PT, tetapi harus dimulai pada
tatanan makro karena terkait dengan berbagai
kebijakan pada tingkat nasional. Saat ini
Kemendikbud telah memiliki Institut Siber
Indonesia (INSINDO). INSINDO diresmikan sebagai
suatu lembaga agregator dan penghubung (hub)
kegiatan administrasi dan akademik PT yang
bekerja dengan modus pembelajaran jarak jauh.
Dari tugas dan wewenang INSINDO tersirat bahwa
Kemendikbud memang ingin memanfaatkan
online learning untuk meningkatkan APK oleh PT-
PT yang basisnya pembelajaran tatap muka.
Namun demikian, dalam konsep INSINDO ini
tampaknya belum mengadopsi paradigma
pendidikan terbuka. Sebenarnya, perkuliahan
daring yang diselenggarakan oleh PT-PT dalam
INSINDO dapat dibuka kepada masyarakat umum
sebagai suatu mata kuliah terbuka (MOOCs) yang
kemudian dapat diakui kreditnya oleh PT (baik PT
penyelenggara matakuliah tersebut maupun PT
lainnya); dan jika diinginkan dan telah mencukupi
juga dapat diajukan sebagai bagian dari
pemenuhan kurikulum suatu program utuh. Secara

32
ringkas Gambar 3.1 berikut menunjukkan alur
pikiran ini.

Gambar 3.1. Kerangka Sistem Pendidikan Tinggi


Terbuka (SPTT) Terpadu.

Seperti terlihat dalam Gambar 3.1 di atas,


implementasi gagasan ini memerlukan regulasi
dari otoritas Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan. Tanpa ada regulasi yang jelas
tentang legalisasi dan pengakuan akan sistem
perkuliahan terbuka ini maka mahasiswa dan
masyarakat akan ragu untuk memanfaatkan
kesempatan kuliah terbuka tersebut. Dalam Sistem
Pendidikan Tinggi Terbuka (SPTT) tersebut,
INSINDO dan seluruh PT yang ada akan mengisi
kebutuhan akses pendidikan dalam suatu SPTT
yang Terpadu.

33
SPTT Terpadu sekaligus akan menjangkau
masyarakat umum (di samping yang berstatus
sebagai mahasiswa) untuk mendapatkan layanan
Pendidikan tinggi. Hal ini secara langsung
merupakan penunaian amanat UUD 1945.

C. Penyiapan Perguruan Tinggi

Pada tatanan PT sendiri, Kementerian dapat


memulai dengan memberikan penguatan
sehingga pimpinan PT berani dan berminat untuk
mulai memperkaya perkuliahan di kampus dengan
berbagai materi OERs, dan mulai menawarkan
beberapa mata kuliahnya secara terintegrasi
(misalnya dari 16 kali pertemuan, beberapa kali
diantaranya diganti dengan pertemuan online),
kemudian menawarkan beberapa mata kuliah
secara fully online. Tahapan ini diperlukan untuk
memperkenalkan model pembelajaran online
kepada para dosen sehingga mereka
mendapatkan kenyamanan baru. Kementerian
memfasilitasi masing-masing PT untuk
meningkatkan kapasitas mereka dalam
penyelenggaraan kuliah online ini sehingga setiap
PT memiliki prodi-prodi online.
Di sisi berbeda, Kemendikbud juga perlu
mengeluarkan himbauan (yang berarti

34
endorsement) kepada PT agar mulai
mengimplementasikan konsep RPL, khususnya RPL
yang diperoleh melalui kesertaan pada MOOCs
yang diselenggarakan penyelenggara manapun,
dalam dan luar negeri. Dengan demikian, PT tidak
akan ragu memberikan pengakuan hasil belajar
masyarakat dari MOOCs (bersertifikat) yang
kemudian akan mengurangi beban pengambilan
matakuliah dari PT yang bersangkutan. Secara
perlahan, PT didorong untuk mengurangi
penyelenggaraan matakuliah tertentu dan
dihimbau mengambil dari MOOC terseleksi
sehingga menurunkan biaya penyelenggaraan dari
sisi institusi, di samping juga institusi dapat
menggunakan sisa sumberdayanya untuk
melayani mahasiswa dalam jumlah yang lebih
tinggi.

Implementasi kebijakan menuju penyelenggaraan


SPTT Terpadu perlu dipersiapkan dan dilaksanakan
dengan bertahap. Untuk mengakomodasi
beragamnya tingkat kesiapan PT dalam
melaksanakan perkuliahan daring dan daring
Terbuka (PDDT), persiapan implementasi secara
terpadu dapat dilakukan melalui setidaknya dua
(2) pendekatan, yaitu:
1) mengundang PT yang telah relatif siap
berbasiskan kompetisi, dan

35
2) penugasan dengan pendampingan.

Rencana implementasi melalui kedua skema


tersebut dapat dibuat bertahap dengan target-
target yang ditingkatkan terus setiap tahunnya.
Secara umum, Gambar 3.2 memperlihatkan
ilustrasi pentahapan implementasi untuk enam
tahun ke depan yang kemudian dievaluasi pada
tahun 2025 untuk dirumuskan kebijakan
berikutnya.

Gambar 3.2. Skema pentahapan program peningkatan


APK

36
D. Kesimpulan

Isu APK merupakan isu kompleks yang harus


dilihat dari dua sisi tak terpisahkan: kuantitas dan
kualitas. Upaya peningkatan APK memerlukan
langkah prerekuisit pemecahan kesenjangan yang
ada di pendidikan tinggi itu sendiri. Kesenjangan
pendidikan tinggi menyentuh semua lini
pemangku kepentingan mulai dari Pemerintah
Pusat hingga jenjang institusi penyelenggara dan
pengelola pendidikan tinggi itu sendiri.
Penyelesaian kesenjangan pendidikan tinggi
khususnya dalam hal masih rendahnya APK
memerlukan upaya komprehensif yang harus
dimulai dari adanya kebijakan yang benar dan
inklusif untuk pemanfaatan perkembangan ICT
dan perangkat pembelajaran terbuka yang telah
banyak dihasilkan dari global open movement.
Oleh karena itu, kesenjangan pendidikan tinggi,
dalam ranah yang mana pun, hanya akan dapat
diatasi bila penanganannya komprehensif,
sungguh-sungguh, dan memanfaatkan segala
potensi yang dimiliki, terutama komitmen dan
political will dari pimpinan tertinggi yang
memegang kewenangan untuk mengatur
pendidikan tinggi di Indonesia. Integrasi berbagai
sumber pendidikan baik yang ada di sektor formal,
non-formal, maupun informal melalui mekanisme

37
yang berlandaskan kebijakan yang menjamin
legalitas pelaksanaan merupakan kunci terciptanya
suatu Sistem Pendidikan Tinggi Terbuka dan
Terpadu yang berpotensi meningkatkan kapasitas
sistem pedidikan tinggi untuk peningkatan APK
secara signifikan. Di era Revolusi Industri 4.0 yang
ditandai dengan otomatisasi berbagai mekanisme
atas fasilitasi integrasi berbagai sistema dan
perangkat elektronik, IoT, dan big data, tidak bisa
lain, kombinasi modus pendidikan jarak jauh dan
tatap muka serta konvergensi sistem pendidikan
formal, non-formal, dan informal menjadi suatu
keniscayaan. Indonesia perlu dan harus bergerak
ke arah ini. Hanya dengan membuka sistem
pendidikan tinggi yang ada saat ini menjadi suatu
sistem yang inklusif untuk seluruh warga negara,
maka Negara menjadi hadir menunaikan amanat
UUD 45 yang menjamin bahwa pendidikan adalah
hak seluruh warga negara.

38
BAB IV
INTEGRASI NILAI DAN SPIRITUALITAS
DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN
TINGGI

Perkembangan science, technology, engineering


dan mathematics (STEM) telah mengantarkan
peradaban manusia seperti yang kita saksikan
sekarang ini. Peradaban manusia memasuki era
digital, era artificial intelligence (AI), machine
learning, IoT, Cloud dan robotik. Paradoksnya,
banyak pekerjaan manusia yang ada sekarang
akan digantikan oleh mesin-mesin buatan
manusia, meskipun akan banyak pekerjaan baru
yang akan menggantikannya. Terjadi perubahan
sosial yang bercorak disruptif dalam sejarah
kehidupan manusia di masa sekarang dan yang
akan datang. Perubahan seperti itu selalu terjadi
sejak beralihnya era industri ke-1 ke era industri
ke-2, dari ke-2 ke era industri ke-3, dan dari ke-3
ke era industri ke-4, dan begitu seterusnya. Dalam
menghadapi perubahan sosial yang begitu cepat
sebagai akibat dari perkembangan sains dan
teknologi era Industri ke-4, dua kata kunci yang
diperlukan dalam pendidikan: Fleksibilitas dalam
berpikir (cognitive flexibility) dan kemampuan

39
seseorang untuk belajar sepanjang masa (lifelong
education).
Oleh karenanya, STEM perlu didampingi dan
dilengkapi dengan SMAC, yaitu Social, Media,
Analytics dan Cloud. Bertemunya STEM dan SMAC
ada di humanities (humaniora). IDCP adalah upaya
Majelis Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan untuk menyempurnakan bobot
kurikulum yang dulunya terlalu terfokus pada
Knowledge, Skill dan Attitude akan dilengkapi
dengan bobot Value (nilai) dan Spiritualitas
(spirituality). Bagaimana melekatkan pendidikan
humanities untuk semua mata kuliah pada semua
program studi pada era seperti itu? Bagaimana
metode dan pendekatan yang diperlukan untuk
melekatkan, menanamkan, dan mengembangkan
nilai-nilai kehidupan (lifevalues) dan spiritualitas
(spirituality) dalam proses pendidikan di
perguruan tinggi? Perguruan tinggi adalah tempat
dan kesempatan terakhir bagi para calon
pemimpin negeri yang akan datang (pool of the
next leaders) untuk membentuk karakter, akhlak
mulia, sikap (attitude), perilaku luhur (behaviour)
dalam konteks negara-bangsa Indonesia dan
sekaligus juga sebagai warga dunia. Tulisan ini
dimaksudkan sebagai media berbagi, tukar-
menukar pengalaman tentang permasalahan
tersebut sekaligus memberi dorongan kepada

40
generasi pemimpin perguruan tinggi era sekarang
dan lebih-lebih yang akan datang bahwa mereka
dapat berbuat sesuatu, optimis dan mampu
berpikir positif-kreatif mengatasi permasalahan
yang dihadapi jaman sekarang dan akan datang
berbasis keluasan ilmu, wawasan, pengalaman,
keteladanan dan kearifan lokal (local wisdom).
Nilai-nilai yang melekat pada IDCP dalam setiap
mata kuliah di tanah air Indonesia, antara lain
adalah nilai-nilai dasar yang disingkat dengan
akronim SEMANGAT dan SEJAHTERA. Nilai-nilai
yang terhimpun dalam kluster SEMANGAT adalah
nilai-nilai yang menggambarkan cara atau ways
bagaimana kehidupan yang baik dan terpuji
dijalani dan ditempuh, sedangkan nilai-nilai yang
terhimpun dalam kluster SEJAHTERA adalah nilai-
nilai tujuan atau goals dari kehidupan baik itu
sendiri. Hubungan antara kedua kluster tersebut
tidak bisa dipisahkan, ibarat sekeping mata uang
dengan dua permukaan. Dapat dibedakan tetapi
tidak dapat dipisahkan

SEMANGAT SEJAHTERA
• Saintifik • Spiritual
• Energetik • Empati
• Musyawarah • Jujur
• Aktif-Kreatif • Amanah
• Nasionalis • Harmoni

41
• Gotong-royong • Tanggungjawab
• Agamis • Etis
• Tangguh • Rendah hati
• Adil

Gambar 4.1. Nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas


melekat IDCP di Perguruan Tinggi
Indonesia

SEMANGAT, seperangkat nilai yang terdiri dari:


1. Saintifik (berpikir logis, metodologis dan
sistimatis; berpikir, bertindak, berperilaku dan
mengambil keputusan dan penilaian sesuai
dengan pengetahuan, data dan fakta yang
telah teruji dan terkonfirmasi; efisien, efektif).
2. Energetik (penuh semangat, bergairah untuk
mencapai kebahagiaan dan kesuksesan hidup;
berbuat sesuatu dengan dorongan dari dalam
(internally driven).

42
3. Musyawarah (berkonsultasi dan berembuk
dengan pihak lain untuk memecahkan
masalah baik dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, beragama maupun bernegara;
tidak egoistik dan egosentris, terbuka,
mendengar masukan dari kawan berembuk).
4. Aktif-Kreatif (melakukan suatu pekerjaan
dengan sungguh-sungguh dan gembira; tidak
mudah menyerah dan putus asa; tidak pasif
dan pasrah).
5. Nasionalis (sadar sepenuhnya sebagai warga
negara Indonesia, mempunyai jiwa bela
negara, dan konsisten dalam menerapkan
nilai-nilai Pancasila; tidak tergoda oleh
ideologi negara dan bangsa lain yang tidak
cocok dengan sejarah berdirinya negara
kesatuan republik Indonesia; tidak melanggar
nilai-nilai yang disepakati para pendiri bangsa
dan negara Indonesia; a faithful patriotic dan
bukannya a religious nationalism).
6. Gotong-royong (semua masalah baik
menyangkut pembangunan dan perbaikan
ekonomi, sosial, politik, budaya, ilmu
pengetahuan dipikul dan dipecahkan secara
bersama-sama; bekerja bersama tim; bukan
menjadi superman tetapi superteam).
7. Agamis (taat beragama sesuai dengan
keimanan dan kepercayaan masing-masing;

43
saling menghargai dan hormat menghormati
(respect) antar berbagai pemeluk agama dan
penghayat kepercayaan yang ada).
8. Tangguh (kuat, disiplin, ulet, tidak suka
mengeluh dalam menghadapi berbagai
persoalan dan cobaan dalam menjalani
kehidupan; bukan bermental complainer (suka
mengeluh) tapi bermental problem solver
(pemecah masalah).

Gambar 4.2. Nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas


melekat pada IDCP Perguruan Tinggi
Indonesia

SEJAHTERA adalah seperangkat nilai yang


meliputi:
1. Spiritual (baik yang bercorak agama, mistik,
romantik, kosmik-saintifik maupun humanis-

44
altruistik. Budaya dan adat istiadat Indonesia
terlalu kaya untuk dirinci kekayaan nilai
spiritual dan kearifan lokal (local wisdom) yang
dimiliki dalam kluster spiritual ini; tidak
materialistik dan hedonistik).
2. Etis (berakhlak mulia; berbudi pekerti luhur;
santun terhadap sesama manusia meskipun
berbeda etnis, suku, ras, agama dan
golongan).
3. Jujur (tidak suka berbohong dalam menjalani
kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat,
beragama dan berbirokrasi dalam kehidupan
bernegara; tidak koruptif dalam mengatur dan
menggunakan keuangan negara, dana
organisasi, partai, perusahaan).
4. Amanah (dapat dipercaya; trustworthy).
5. Harmoni (hidup dengan sesama manusia dan
alam semesta. Dapat bekerja sama dengan
berbagai golongan dan kelompok dalam
masyarakat, saling menghargai, toleran, damai
dan rukun; menjaga kelestarian alam
lingkungan).
6. Tanggungjawab (mampu memikirkan dan
mengkalkulasi implikasi dan konsekwensi dari
perbuatan atau tindakan yang dilakukan dan
perkataan atau ucapan yang dilontarkan dan
bersedia mempertanggungjawabkan akibat

45
yang ditimbulkan; tidak memviralkan berita
yang belum teruji kebenarannya (hoax)).
7. Empati (dapat merasakan yang dirasakan
orang lain; tenggang rasa; menjauhi prasangka
dan buruk sangka terhadap orang, golongan
dan kelompok lain karena kita juga tidak suka
diperlakukan dengan cara yang sama;
kecerdasan kolektif).
8. Rendah hati (santun, tidak angkuh; sombong;
tinggi hati).
9. Adil (berlaku adil dalam berperilaku ekonomi,
sosial, politik, berkeluarga dan bermasyarakat;
adil untuk diri sendiri dalam menjaga
kesehatan, istirahat, makanan; menjauhi
tindakan diskriminasi terhadap golongan lain
yang tidak sepaham, sekeyakinan, seagama,
seorganisasi, sebangsa, difabel atau disable
dan begitu seterusnya).

Nilai-nilai dalam dua kluster tersebut


sesungguhnya saling terkait dan terhubung antara
satu dan lainnya. Masing-masing nilai tidak berdiri
sendiri-sendiri. Saling berkait-kelindan,
permeating, interlinking. Knowledge
(pengetahuan), Skill (keterampilan) dan Attitude
(sikap) yang bagus selalu ditopang oleh sistem
Nilai dan Spiritualitas yang prima. Tanpa
bangunan Nilai dan Spiritualitas yang kokoh,
bangunan kehidupan pribadi, keluarga,

46
masyarakat, pemerintah, negara, birokrasi akan
rapuh, goyah dan runtuh. Potret manusia
Indonesia yang kurang begitu menggembirakan
mencerminkan ketidak-keterhubungan dan
keterputusan antara satu nilai dan nilai lainnya.
Perpaduan dan titik temu antara nilai-nilai dalam
kluster SEMANGAT dan kluster SEJAHTERA adalah
untuk meraih kemaslahatan, keberkahan dan
kebahagiaan hidup manusia Indonesia seluruhnya,
tanpa terkecuali. Bahagia dan sukses dalam bidang
kehidupan masing-masing adalah cita-cita
manusia Indonesia. Sukses dan bahagia sekaligus,
bukannya sukses tetapi tidak bahagia atau
sebaliknya bahagia tetapi tidak sukses. Tujuan
hidup manusia Indonesia dalam berkeluarga,
bermasyarakat, beragama, berbudaya, berpolitik,
berbangsa dan bernegara tidak lain dan tidak
bukan adalah untuk mencapai kemaslahatan,
keberkahan dan kebahagiaan. Ada nilai
transendentalitas (ruhaniyah; spiritualitas) dan
imanenitas (jasmaniyah) yang terkandung dalam
kata maslahat, berkah dan bahagia. Tanpa
maslahat, berkah dan bahagia, nilai-nilai tersebut
menjadi hampa, tidak bermakna (meaningless).

47
BAB V
ISI KURIKULUM

Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan


tujuan setiap program studi berorientasi pada
kebutuhan masyarakat dan bangsa, sebagai
bagian dari satu sistem utuh pendekatan
kemaslahatan sinergi ilmu-ilmu dalam enam
rumpun ilmu di Indonesia. Kurikulum menyangkut
materi, cara pendidikan dan cara penilaian. Model
kurikulum harus berorientasi pada suatu tujuan
yang jelas. Berikut adalah kutipan dari sebagian
ringkasan buku Kemendikbud. Indonesia memiliki
enam rumpun ilmu. Rumpun ilmu agama,
humaniora, dan sosial memiliki karakteristik
dominan dalam hal tata nilai dan norma (values),
sedangkan rumpun ilmu alam, formal, dan terapan
memiliki karakteristik dominan dalam hal fakta
(facts). Kategorisasi tersebut ditetapkan tidak
lantas menjadi dasar untuk memisahkan kedua
kelompok besar rumpun ilmu yang ada. Dalam
menghasilkan kemaslahatan dalam menerapkan
ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah, lazim
dilaksanakan dengan kerangka komprehensif
multi-disiplin, inter-disiplin dan trans-disiplin.

48
A. Tantangan Yang Dihadapi

Dunia telah berubah amat pesat dalam waktu


beberapa puluh tahun saja. Pengalaman yang
didapat manusia dalam kurun hanya dalam 50
tahun terakhir sudah membawa peradaban
manusia ke tempat yang tidak terbayangkan sejak
paruh pertengahan abad lalu. Mckinsey Global
Institute (MGI) dalam laporannya di tahun 2017:
Harnessing Automation for a Future that Works,
menyatakan di 54 negara yang meliputi 78% dari
seluruh pekerja di di dunia, akan mengalami
dampak dari RI 4 ini. Dari berbagai sektor-sektor
pekerjaan ditunjukkan bahwa 50% pekerjaan-
pekerjaan yang ada saat ini dalam bidang
pertanian, kehutanan, perikanan, dan perburuan
yang dikerjakan oleh 328,9 juta pekerja,
kemungkinan besar akan diotomasikan. Di sektor
manufacturing, 64% dari pekerjaan yang
dikerjakan oleh 237,4 juta orang, juga akan
diotomasikan. Pada sektor retail, 54% pekerjaan
yang meliputi 187,4 juta pekerja, juga akan
diotomasikan. Bila ditelisik Negara-negara yang
terlibat dalam perubahan besar ini nampak bahwa
di Cina akan ada 395,3 juta orang yang sekarang
bekerja di pekerjaan yang akan diotomasikan,
yaitu 51% dari total pekerja di sana. Ini diikuti
India, dimana ada 235,1 juta orang yang sekarang

49
bekerja di pekerjaan yang potensial akan
diotomasikan. Sedangkan di Amerika Serikat 60,6
juta orang (46% dari total pekerja), ada dalam
lingkungan pekerjaan yang segera diotomasikan.
Sayangnya keadaan Indonesia luput dari
jangkauan laporan MGI ini. Pekerjaan yang
dilaporkan di atas tidak berarti akan musnah,
tetapi cara mengerjakannya akan berubah.
Dengan adanya perubahan otomasi pekerjaan-
pekerjaan di atas, maka 10 ketrampilan yang
disarankan dipunyai oleh para pekerja yang akan
datang adalah:
1. Melakukan pemecahan masalah kompleks
(complex problem solving),
2. Berpikir kritis (critical thinking),
3. Kreativitas (creativity),
4. Pengelolaan manusia (people
management),
5. Koordinasi (coordinating with others),
6. Kecerdasan emosi (emotional
intelligence),
7. Pembuatan keputusan dan
mempertimbangkan (judgment and
decision making),
8. Berorientasi pelayanan (service orientation),
9. Negosiasi (negotiation), dan
10. Kelenturan berpikir (cognitive flexibility).

50
Kurikulum bukan sesuatu yang statis, akan tetapi
dinamis sesuai dengan jaman yang sedang
dilaluinya. Itulah sebabnya PT perlu meninjau
kembali kurikulum yang dipakai agar tetap segar
dan bermanfaat bagi mahasiswa, dosen, dan
institusinya. Kurikulum sifatnya tidak netral, akan
tetapi berpihak. Berpihak kepada siapa atau apa?
Kurikulum dapat berpihak kepada kebutuhan
suatu kelompok dan/atau Negara karena ada
perkembangan dalam kehidupan sosial, politik,
ekonomi, dan budaya. Isi kurikulum PT di
Indonesia pada awal Indonesia merdeka akan lain
sekali dengan Indonesia sesudah 73 tahun
merdeka. Pemerintah Indonesia dengan
Nawacitanya antara tahun 2014 - 2018
mendeklarasikan pembangunan infrastruktur, dan
dimulai tahun 2019 untuk pembangunan sumber
daya manusia. Komitmen untuk membangun
sumberdaya manusia Indonesia akan gayut
dengan kebutuhan RI 4.0 dan RI 5.0.
Meskipun dunia berubah dan pelaksanaan
pekerjaan-pekerjaan yang akan datang juga
berubah, isi kurikulum dapat merujuk kepada
kearifan lokal untuk memberikan muatan nilai-nilai
yang relevan bagi institusi Negara atau manusia
pada umumnya. Misalnya nilai-nilai yang
ditanamkan oleh Ki Hadjar Dewantara, atau para
arif cendekia Indonesia yang lain. Isi kurikulum

51
juga perlu memperhatikan koneksitas antara
konteks keIndonesiaan masa kini dengan tuntutan
jaman yang akan datang.
Isi kurikulum dalam sebuah PT sebaiknya
terkoneksi secara terpadu. Terkoneksi dalam hal
ini diartikan sebagai terkoneksi: 1) antar disiplin; 2)
antara PT dengan dunia yang lebih luas; 3) antara
penelitian dan pengajaran; 4) antara teori dan
praktek; 5) antara mahasiswa dengan dosennya; 6)
antara jatidiri mahasiswa (interior being) dengan
dunia di luar dirinya yang lebih luas; 7) antara
mahasiswa dengan mahasiswa lain; 8) antara
mahasiswa dengan disiplin ilmunya, artinya secara
otentik dan intim terkoneksi secara epistemologi
dan ontology; 9) antara bermacam komponen
dalam kurikulum (termasuk delivery nya); 10)
antara kemajemukan pemahaman mahasiswa akan
dunia; 11) antara berbagai area atau komponen
dalam PT, yaitu sebuah organisasi kompleks yang
membentuk PT; dan 12) antara berbagai aspek di
masyarakat, terutama hal-hal yang berkaitan
dengan proses pembelajaran.

B. Perkembangan Visioner

Perguruan tinggi baik di Indonesia dan dunia,


sama-sama menghadapi pertanyaan besar tentang

52
kesiapan mereka dalam menghadapi perubahan
sekarang ini. Hal ini terungkap dalam telaah Aoun
(2017) yang ujungnya adalah sebuah tantangan
bagi perguruan-perguruan tinggi dunia, seperti: a)
apakah perguruan tinggi siap untuk mengubah
robot menjadi cobot (collaborative robot), dimana
robot tidak dipandang lagi sebagai kompetitor
manusia, tetapi mitra bekerja yang mendukung
manusia untuk menciptakan dunia menjadi lebih
modern, ramah, aman ditinggali dan aman secara
ekologi; b) apakah perguruan tinggi mampu
menjawab munculnya hybrid jobs yang menuntut
kemampuan pemrograman teknologi atau analisis
data dengan ketrampilan-ketrampilan lain. Sebuah
kombinasi kemampuan baru yang rumit, yang
membutuhkan kurikulum yang lain dari yang
sudah ada.
Al-Khalili (2017) menuliskan pengalamannya
sebagai presiden salah satu PT ternama di Amerika
Serikat dalam buku: What’s Next? Even Scientists
Can’t Predict the Future – or Can They?
mengetengahkan pendapat Sir William Osler di
awal abad 20, bahwa selama hidup manusia akan
terpapar oleh penyakit infeksi. Sampai tahun 2014
berturut-turut dunia terpapar oleh virus SARS
(2003), flu babi (2009), dan Ebola (2014).
Diperlukan riset dan ilmu baru dengan kurikulum
baru yang melibatkan banyak ilmu-ilmu

53
pendukung dari yang semula hanya ilmu
kedokteran dan ilmu farmasi. Dibutuhkan ilmu
biologi, ilmu konseling genetika, ilmu-ilmu sosial,
ilmu hukum, dan ilmu Etika, dan ilmu agama.
Bioetika, akan menjadi ilmu yang semakin penting,
dimana selain membahas masalah kesehatan, juga
pencemaran lingkungan, penemuan material
cerdas (smart materials) dan sebagainya, yang
terkait dengan kehidupan umat manusia.
Selain daripada itu ada beberapa tulisan lain dari
bukunya Al-Khalili yang mungkin belum
terpikirkan oleh kita semua, yakni tentang
Transhumanisme. Dinyatakan ada sedikitnya
empat transhumanisme yang radikal, yaitu: (1)
peningkatan kebahagiaan; (2) pengubahan
kepribadian agar lebih bermoral; (3) perpanjangan
usia; dan (4) peningkatan kecerdasan. Uraian
singkat dari setiap transhumanisme tersebut
adalah sebagai berikut ini.
Transhumanisme pertama berkaitan dengan
kebahagiaan. Modernisasi juga menyebabkan
ketidakbahagiaan. Dengan kematangan
perkembangan teknologi dan ilmu genetika,
maka akan dimungkinkan mengkreasikan manusia
yang lebih berbahagia. Calon bayi hasil
eksperimen ini dipastikan akan menjadi manusia
yang berbahagia kelak, sebelum dimasukkan ke
dalam rahim calon ibunya. Bila eksperiman

54
kebahagiaan ini dikembangkan, maka di masa
yang akan datang, akan tercipta manusia bumi
yang semuanya berbahagia.
Transhumanisme yang kedua adalah pengubahan
kepribadian manusia. Tujuannya adalah manusia
yang lebih bermoral. Penelitian transhumanis
sudah menemukan bahwa kepribadian dan
moralistas manusia ditentukan oleh gennya.
Dengan demikian, seperti halnya Kebahagiaan,
maka gen ini dapat diubah saat dilakukan
experimen oleh ahli biologi gen. Perilaku manusia
dan personality traits mempunyai komponen gen.
Dengan rekayasa genetika kita bisa memilih dan
memilah gen yang menguntungkan kehidupan
manusia yang akan datang.
Transhumanisme ketiga adalah perpanjangan usia.
Rerata panjang usia manusia di dunia saat ini
adalah 71,5 tahun. Selama kehamilan dan saat bayi
dan anak-anak, diupayakan kesehatan prima
sehingga kemungkinan bayi hidup lama bisa
terjadi. Dengan diketemukannya sel punca
(stemcells), maka tubuh manusia bisa dibuat sehat
dan berumur sepanjang mungkin melalui
penggantian sel-sel tubuh atau organ-organ
tubuh manusia.
Transhumanisme terakhir adalah peningkatan
kecerdasan. Pemikirannya, bila dunia ini diisi

55
dengan semakin banyak manusia yang intelijen,
maka dunia akan lebih cepat majunya. Dengan
otak manusia yang lebih besar, maka harapannya
manusia akan lebih cerdas. Manusia yang
berkepala besar ini dijuluki “Homo Bigheadus”,
meminjam istilah antropologi manusia. Ilmu
neurosains, termasuk neuropsikologi, sudah
banyak menemukan bahwa area tertentu korteks
manusia berfungsi mengurus aktivitas kognitif
manusia, yang dipakai untuk berpikir,
memecahkan masalah, mempertimbangkan,
menahan diri dari perilaku tak terpuji (korupsi,
membunuh, dsb). Eksperimen di laboratorium
untuk pemuliaan tanaman masih banyak yang
gagal. Bahan-bahan eksperimen kemudian dapat
dibuang di keranjang sampah, dan dimulai
eksperimen yang lain lagi. Namun, apakah proses
seperti itu juga akan dilalui untuk menciptakan
Homo Bigheadus?
Transhumanisme hanyalah salah satu contoh
perkembangan dan dampaknya dari
perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang
akan datang. Hasil kloning domba yang bernama
Dolly di tahun 1996, dan belum lama ini
keberhasilan rekayasa genetika di Tiongkok sudah
memicu penolakan dari ilmuwan dunia. Isu
utamanya adalah Etika. Beberapa contoh
penolakan itu akan diulas sedikit di sini. Yang

56
pertama, adalah Leon Kass, seorang pimpinan
Bioetika, mengatakan bahwa transhumanisme itu
adalah sebuah keangkuhan diri ilmuwan. Untuk
mencapai suatu kemajuan, harus dengan upaya
dan pengorbanan yang panjang. Contohnya
adalah peraih hadiah Nobel. Tentang halnya
transhumanisme itu, maka upaya dan
pengorbanan panjang sudah diserahkan kepada
teknologi semata, tidak lagi terlihat upaya
manusia. Keberatan yang kedua dihadirkan oleh
Francis Fukuyama, yang mengkhawatirkan
transhumanisme ini akan merusak ekualitas
manusia bila berhadapan dengan kehidupan
politik modern. Dapat disimpulkan di sini, bahwa
revisi, adaptasi ataupun perubahan isi kurikulum
ke depan harus selalu dilakukan agar perguruan
tinggi selalu dalam keadaan up-to-date dengan
kemajuan di dunia.

57
BAB VI
PENDEKATANDAN DAN METODE
PEMBELAJARAN

Bangsa Indonesia memiliki konsep pendekatan


dan pembelajaran yang menggambarkan
keunikan ciri khas keindonesiaan. Konsep
pembelajaran tersebut dikemukakan oleh Ki
Hadjar Dewantara yang dikenal dengan sebutan
patrap triloka. Oleh karena itu, majelis pendidikan
pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2017
membuat buku untuk mulai merintis dan
mengembangkan peta jalan baru pendidikan
yang spesifik dan unik sesuai identitas dan
kepentingan bangsa Indonesia. Selanjutnya, pada
bulan Januari 2018, Kemenristekdikti memberikan
arahan agar perguruan tinggi segera
mempersiapkan reorientasi kurikulum yang di
dalamnya terdapat hybrid-blended dan distance-
online learning. Model kurikulum ke depan harus
secara jelas dan berani mendahulukan
kepentingan masyarakat dan Indonesia, serta
memastikan harmonisasi dengan kurikulum secara
umum di tingkat global. Bab lima buku ini
membahas beberapa hal, yaitu (a) rujukan solusi
wawasan kepemimpinan di suatu perguruan
tinggi, (b) modifikasi patrap triloka Ki Hadjar

58
Dewantara, (c) belajar sepanjang hayat lintas
generasi, (d) cara pembelajaran yang baik antara
generasi Z dengan generasi alpha, (e) pendekatan,
strategi, metode pembudayaan nilai dan
spiritualitas, dan (f) langkah ke depan.

Tentang rujukan solusi wawasan kepemimpinan di


suatu perguruan tinggi, telah kita ketahui bersama
bahwa pada tahun 2016 majelis pendidikan telah
menerbitkan buku berjudul Memandang Revolusi
Industri & Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan
Tinggi Indonesia. Dalam buku tersebut, dapat
ditemukan tiga butir pembuka yang dapat
digunakan sebagai rujukan dan acuan dalam
mengembangkan wawasan kepemimpinan
perguruan tinggi untuk menciptakan ilmu dengan
corak warna keindonesiaan sekaligus memberi
pencerahan di tingkat dunia. Ketiga butir
pembuka tersebut terkait sejarah perkembangan
pemikiran dan cita-cita mata kuliah, hal-hal yang
bersifat teknis, dan aspek profesional mata kuliah.

Dalam mengembangkan pendekatan dan


pembelajaran pendidikan tinggi, perlu adanya
modifikasi patrap triloka Ki Hadjar Dewantara.
Berkaitan dengan hal tersebut, dosen memandang
posisi mahasiswa berada dalam suatu model
dinamis sepanjang masa pendidikan di sebuah

59
mata kuliah. Pada posisi pertama, ing ngarsa sung
tuladha, yaitu dosen bertindak sebagai pemberi
contoh. Dosen memberikan ceramah tentang
materi perkuliahan dan mahasiswa sebagai
pendengar. Oleh karena efektivitas ceramah hanya
sekitar 10% maka cukup dilakukan pada awal
perkuliahan. Posisi kedua, diharapkan para
mahasiswa telah mengorganisir dirinya menjadi
grup-grup belajar bersama, antara mahasiswa
yang satu dengan yang lain saling memperkuat
dan bersinergi dalam pembelajaran. Pada posisi ini
dosen berfungsi sebagai motivator, ing madya
mangun karsa, agar setiap grup dapat memiliki
semangat tinggi belajar kontekstual dengan
dorongan dari dalam (internal driven). Terakhir,
pada posisi ketiga mahasiswa telah matang
dengan semangat internal dalam grup sehingga
dapat menunjukkan kemampuan puncaknya
masing-masing dalam menemukan solusi
tantangan pembelajaran sesuai yang diarahkan
silabus. Pada posisi ketiga ini posisi dosen adalah
tut wuri handayani.

Dalam proses belajar sepanjang hayat lintas


generasi, ke depan perlu diciptakan lingkungan
belajar yang dapat memberi jalan bagi mahasiswa
agar dapat bersama pihak stake holder yang
relevan mempelajari pemecahan persoalan-

60
persoalan nyata dalam praktik pengetahuan yang
dipelajari pada mata kuliah bersangkutan. Cara
pembelajaran sepanjang hayat tersebut juga
diupayakan agar mahasiswa saat lulus pendidikan
tinggi memiliki gairah untuk berjasa kepada
masyarakat, bangsa, dan negara.

Model pembelajaran yang baik bagi generasi Z


dan generasi alpha adalah model pembelajaran
berbasis teknologi informasi (digital learning).
Digital learning ini perlu diintegrasikan dengan
orientasi penyuburan pertumbuhan bibit-bibit nilai
kehidupan dan spiritualitas setiap mahasiswa.
Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa
bersama dosen perlu melatih diri dan
mengembangkan perasaan saat belajar di suatu
kelas, yaitu merasakan indahnya selalu belajar
bersama sepanjang hayat, indahnya sinergi lintas
generasi, indahnya memberi kontribusi bagi
masyarakat dan negara, merasakan indahnya
kepercayaan terhadap generasi penerus sebagai
problem solver urusan-urusan masa depan, dan
merasakan indahnya selalu melakukan inovasi.

Ada beberapa item penting yang perlu mendapat


perhatian dalam metode, pendekatan dan strategi
pendidikan, pembudayaan, pembiasaan,
pembentukan nilai dan karakter khususnya pada

61
level perguruan tinggi, yaitu: (1) keteladanan, (2)
dialogis, argumentatif, kritis, (3) multi-reference
dan multi-perspektif, (4) plural, multikultural dan
inter-cultural, dan (5) desain membentuk kembali
karakter (reshaping behaviour). Uraiannya adalah
sebagai berikut.

Pertama, keteladanan, tugas utama pendidikan


adalah mendekatkan jarak atau gap antara yang
seharusnya (das sollen) dan yang senyatanya (das
sein). Guru, dosen, guru besar dan lainnya harus
punya optimisme bahwa dia mampu dan bisa
memberi inspirasi dan mengubah perilaku
mahasiswa dan peserta didik seberapapun
kadarnya. Nilai dan spiritualitas memang bukan
sekedar diceramahkan, diomongkan (cognitive)
tetapi lebih menuntut pada praktik kehidupan dan
keteladanan dari semua anggota masyarakat,
terlebih dari para elit pimpinan dalam menjalani
kehidupan yang baik dan mulia.

Kedua, dialogis-argumentatif dan kritis berkaitan


dengan berpikir kritis (critical mind). Berpikir kritis
adalah salah satu cara bahkan pangkal tolak untuk
menumbuhkan kesadaran (awareness) dalam
proses panjang pembentukan nilai-nilai dan
spiritualitas yang otentik untuk generasi muda.
Nilai dan spiritualitas menyentuh dimensi paling

62
dalam dari manusia yaitu consciousness
(kesadaran) dan awareness (kesadaran pribadi).

Ketiga, kaya bacaan (multi-reference); kaya


perspektif (multi-perspectives). Dengan dentuman
revolusi digital dan keberhasilan sains dan
teknologi dalam bentuk artificial intelligence,
robotik, internet (IoT), para pendidik berharap
tidak akan mengurangi minat baca dan menulis
generasi muda di perguruan tinggi. Pengalaman
literasi tingkat tinggi dari para pendiri bangsa ini
menjadi inspirasi kuat bagi para tokoh pendidik,
tokoh masyarakat dan elit pemimpin negara dan
elit pimpinan (leader) organisasi agama untuk
merenungkan kembali seberapa banyak dan
seberapa luas bacaan literatur yang dikuasai yang
mampu menopang dan menyangga pendidikan,
penanaman dan pembentukan karakter, nilai-nilai
dan spiritualitas era sekarang.

Keempat, plural, multikultural, cross-cultural dan


inter-cultural. Penanaman nilai dan spiritualitas
dalam konteks keindonesiaan dalam kehidupan
global seperti saat sekarang ini sangatlah penting.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan
pergeseran paradigma berpikir (shifting paradigm)
dari yang semula hanya menekankan cara berpikir
bahwa hanya tata cara, adat istiadat dan moralitas

63
yang dimiliki sajalah yang paling benar
(kebenaran tunggal; moral monism) ke pluralisme
(banyak tata cara dan aturan moral yang dimiliki
berbagai etnis, agama, suku, ras namun terpisah
antara satu dan yang lain), kemudian berubah ke
cara berpikir yang bercorak multikultural, cross-
cultural dan bahkan inter-cultural.

Kelima, Desain membentuk kembali karakter


(reshaping behaviour). Salah satu cara untuk
menghidupkan nilai-nilai dan spiritualitas adalah
dengan menggunakan teori perubahan model
Design for Change (DfC) yang diperkenalkan oleh
Kiran Bir Sethi India. Ada empat tahapan yang
perlu dilakukan untuk membuat perubahan, yaitu
Feel, Imagine, Do, dan Share. Empat langkah dalam
DfC hakikatnya merupakan cara praktis untuk
menghidupkan nilai dan spiritual dalam konteks
keseharian. Nilai positif yang kurang atau belum
dihidupkan akan lebih mudah dilihat
keberhasilannya dengan model DfC sebab dimulai
dari kegelisahan (Feel), membayangkan yang
diharapkan (Imagine), melakukan rencana (Do),
dan berbagi pengalaman (Share) dari
implementasi rencana yang telah dibuat untuk
mewujudkan harapan menghidupkan nilai positif.
Dengan cara ini, continous quality improvement,
tut wuri handayani dapat dijaga untuk

64
meningkatkan kualitas nilai dan spiritual bagi
calon pemimpin bangsa di masa mendatang.

Selanjutnya, untuk langkah ke depan Indonesia


mengembangkan pendidikan yang bercorak IDCP
enam rumpun ilmu. Pendidikan bercorak IDCP
tersebut disertai pilihan materi dan cara
pembelajaran akan menumbuhkan bakat-bakat
mahasiswa agar memiliki rasa tanggung jawab
(sense of responsibility) sekaligus memiliki
kemampuan intelektual. Tentu saja dilengkapi
dengan spiritual yang kuat dan keterampilan
praktis (practical skill) yang mencakup seluruh
wilayah kajian dan keterampilan seperti
komunikasi, analisis dan keterampilan
memecahkan masalah yang kompleks serta
mampu menunjukkan implementasinya.

65
EPILOG

Tantangan pendidikan tinggi ke depan adalah


implementasi konsep, program, dan kegiatan-
kegiatan yang bertujuan mendidik calon-calon
pemimpin bangsa agar berkemampuan
menggerakkan masyarakat menuju cita-cita yang
tercantum dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945. Pemimpin-pemimpin bangsa harus
memiliki kemampuan individu dengan penguasaan
pengetahuan yang ditekuni. Penguasaan ilmu
tersebut harus menjadi modal bekerja secara
teamwork untuk bersinergi maksimal dalam
penyelesaian urusan-urusan bangsa dan negara
yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya baik
sebagai individu warga negara maupun sebagai
kontributor dalam sistem kerja yang dia menjadi
bagian sistem tersebut.

Penguasaan pada bidang ilmu yang ditekuni


merupakan bekal diri menjadi pemimpin, namun
belum cukup. Pemimpin yang ideal selain mencapai
tingkatan penguasaan ilmu yang ditekuni juga
harus memiliki karakter terpuji. Karakter tersebut

66
diantaranya tersusun dari komponen-komponen
penghayatan atas makna kerangka tindakan
mengikuti kata-kata kunci dengan huruf-huruf
depan tertulis pada dua kata, yaitu SEMANGAT
SEJAHTERA. Makna kata kunci tersebut diuraikan
dalam bab empat buku ini.

Sebagai lulusan perguruan tinggi karakter terpuji


juga dibentuk melalui penghayatan atas makna inti
dasar enam rumpun ilmu, yaitu intisari penghayatan
atas rohnya rumpun ilmu agama, ilmu humaniora,
ilmu sosial, ilmu alam, ilmu formal, dan ilmu
terapan. Seorang pemimpin yang menjiwai makna
inti dasar enam rumpun ilmu dan pengertian atas
uraian kata kunci SEMANGAT SEJAHTERA dalam
bab empat diyakini akan mampu menjadi
pemimpin dengan penguasaan ilmu yang ditekuni
dan memiliki karakter terpuji.

Pimpinan perguruan tinggi dapat menggunakan


buku ini sebagai acuan utama pembuka dalam
penelusuran pengetahuan relevan lainnya untuk
memastikan unjuk kerja maksimal kepemimpinan
yang didasari pengetahuan. Bab satu buku ini
memberi peta jalan manajemen pengetahuan yang

67
efektif dan efisien bagi penciptaan model
perancangan dan implementasi proses pendidikan
terbaik di institusi yang dipimpinnya.
Pendekatan manajemen pendidikan tinggi berbasis
model-model yang mengintegrasikan kegunaan
kemajuan teknologi informasi dan sejenisnya dapat
ditelusuri dalam bab tiga.

Penetapan posisi optimal perguruan tinggi dalam


tatanan kerja berkaitan sejak otoritas pusat sampai
dengan unit akademik dasar dapat ditelusuri dalam
bab dua. Bab empat dan bab lima membicarakan
materi dan penyampaian kurikulum yang ditujukan
untuk membuka jalan berpikir pimpinan perguruan
tinggi menemukan identitas dan keunikan
Indonesia berlanjut pada identitas dan keunikan
institusi masing-masing.

Model pendidikan tinggi yang akan dikembangkan


lebih lanjut dapat dikatakan sebagai internalisasi
model pendidikan IDCP dan bagi Indonesia model
tersebut lebih tepat dan lebih baik bagi masa
depan bangsa dan negara dibanding model
pendidikan general education dan liberale art yang
bersifat umum. Model pendidikan IDCP secara

68
konsep merupakan jawaban terbaik terhadap
dinamika gelombang revolusi industri 4.0 dan
antisipasi kehadiran gelombang revolusi industri 5.0
yang akan datang.

Tantangan paling berat konsep pendidikan IDCP


tersebut adalah pada implementasi yang sukses.
Implementasi yang sukses tersebut untuk masing-
masing perguruan tinggi diperlukan inisiasi
percepatan peningkatan mutu pendidikannya yang
unik. Keunikan tersebut dapat ditindaklanjuti
dengan pemanfaatan perkembangan teknologi
serta budaya lokal. Terkait inisiasi tersebut
inspirasinya dapat dicari dari bab satu buku ini dan
lampiran buku dua yang berjudul STAR (Student-
Teacher Aesthetic Rule sharing).

Sebagai tambahan jalan pelacakan inspirasi tentang


gambaran proses pendidikan tinggi dari masa lalu
sampai dengan sekarang dapat ditelusuri ungkapan
sejumlah narasumber yang dimuat dalam buku dua.

Diyakini bahwa semua pimpinan perguruan tinggi


memiliki kesempatan besar untuk membangkitkan
kemampuan puncak warga institusinya dan dirinya

69
dalam proses menempatkan perguruan tingginya
pada posisi terbaik yang paling memungkinkan
dalam berbagai keterbatasan yang dimiliki.

70
Daftar Pustaka

Al-Khalili, J. 2017. What’s Next? Even Scientists


Can’t Predict the Future or Can They?
London: Profile Book.
Aoun, J. 2017. Robot-Proof: Higher Education in
the Age of Artificial Intelligence. Cambridge:
MIT Press.
Gleason, N. W., 2018. Higher Education in the Era
of the Fourth Industrial Revolution,
https://doi.org/10.1007/978-981-13-0194-
0_1 Yale-NUS College, Singapore,
Singapore e-mail: Nancy.Gleason@yale-
nus.edu.sg
McKinsey Global Institute, December 2017. Jobs
lost, Jobs gained: workforce transitions in
Time of Automation.
Harari, Yuval N. 2018. 21 Lessons for the 21st
Century. London: Jonathan Cape.

71
KONTRIBUTOR

1. Widijanto S. Nugroho, Ph.D.


2. Prof. Dr. Ir. Sudjarwadi, M.Eng.
3. Prof. Tian Belawati, Ph.D.
4. Prof. Fuad Abdul Hamied, MA, Ph.D.
5. Irid Agoes, Ph.D.
6. Dr. Ismet P. Ilyas, M.Eng.Sc.
7. Prof. Dr. M. Amin Abdullah
8. Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, SH, LL.M.
9. Prof. Dr. Rizal Z. Tamin
10. E.F. Slamet Santoso Sarwono, MBA, DBA
11. Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., Psikolog
12. Dr. Ir. Adil basuki Ahza, MS.

72

Anda mungkin juga menyukai