Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS KEMAMPUAN REPRESENTASI PESERTA DIDIK SMA DAN

GAYA BELAJAR DENGAN MODEL INQUIRY BASE LEARNING PADA


MATERI STRUKTUR ATOM
MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Seminar Pendidikan Kimia

(APPC 3702)

Dosen Pembimbing:

Almubarak S.Pd M.Pd

Oleh:
M. Isra’I Rahman
(1610120310005)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

SEPTEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, karunia hidayah dan Ridho-Nya kepada penulis selama
menyusun dan menyelesaikan makalah seminar ini dengan judul: ‘’ANALISIS
KEMAMPUAN REPRESENTASI PESERTA DIDIK SMA DAN GAYA
BELAJAR DENGAN MODEL INQUIRY BASE LEARNING PADA MATERI
STRUKTUR ATOM’’
Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Almubarak S.Pd, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan


Kimia yang telah memberikan pengarahan tentang penulisan makalah.
2. Orang tua dan saudara(i) serta teman-teman mahasiswa yang selalu
mendo’akan dan mendukung saya .
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Akhir kata saya berharap
makalah seminar ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca.

Banjarmasin, 13 September 2018

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .............................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4

1.5 Definisi Operasional.................................................................................... 5


BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 7

2.1. Belajar dan pebelajaran .............................................................................. 7

2.1.1 Belajar ................................................................................................... 7

2.1.2 Pengertian Pembelajaran ....................................................................... 8

2.2 Pemahaman Konsep Kimia ......................................................................... 9

2.3 Pembelajaran Berbasis Multiple Representasi .......................................... 11

2.4 Gaya Belajar ............................................... Error! Bookmark not defined.

2.5 Model Pembelajaran Inquiry Based Learning........................................... 15

2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Inquiry Based Learning .................. 15

2.5.2 Ciri-ciri dan Prinsip Model Pembelajaran Inquiry .............................. 15

2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Inquiry Based Learning ........................... 16

2.5.4 Sintaks Model Pembelajaran Inquiry Based Learning ............... 1Error!


Bookmark not defined.

2.6 Materi Struktur Atom ................................................................................ 19

ii
BAB III PEMBAHASAN ........................................ Error! Bookmark not defined.

3.1 Hubungan Model Inquiry Based Learning degan Kemampuan


Representasi .............................................................................................. 25

3.2 Hubungan Inquary Based Learning dengan Gaya Belajar ................. Error!
Bookmark not defined.6

3.3 Penelitian Relevan .................................... Error! Bookmark not defined.6


BAB IV PENUTUP ................................................ Error! Bookmark not defined.8

4.1 Kesimpulan .............................................. Error! Bookmark not defined.8

4.2 Saran ......................................................... Error! Bookmark not defined.8


DAFTAR PUSTAKA ............................................. Error! Bookmark not defined.9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu sains yang memuat fakta,
konsep, hukum dan teori yang diperoleh melalui proses dan analisis ilmiah yang
hamper keseluruhan bersifat abstrak (Fahmi & Irhasyuarna, 2017). Materi kimia
sebagian besar dapat dipahami dengan eksperimen, tetapi yang bersifat abtrak dan
teoritis sulit dipahami jika hanya mengandalkan dari informasi guru. Struktur Atom
merupakan materi dasar pembelajaran kimia SMA/MA yang bersifat teoritis dan
abstrak.
Kimia dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit khususnya bagi peserta
didik yang baru mengenal dunia kimia. Hal ini disebabkan karena kebanyakan
materi pembelajaran kimia selalu berdasarkan fakta, konsep dan prosedural,
karakteristik pembelajaran kimia tergolong konsep yang abstrak oleh sebab itu
peserta didik sulit memahami materi kimia. Salah satunya materi dasar kimia yaitu
struktur atom, dimana materi ini membutuhkan kemampuan daya nalar yang tinggi.
Konsep representasi kimia merupakan alternative cara dalam memahami kimia
lebih mudah (Widyasari, Indrianti & Mulyani, 2018).
Struktur Atom sangat berkaitan dengan multiple representasi di mana
bentuk representasi yang memadukan antara teks, gambar nyata, atau grafik.
Pembelajaran dengan multiple representasi diharapkan mampu untuk
menjembatani proses pemahaman Peserta didik terhadap konsep-konsep kimia.
Representasi kimia dikembangkan berdasarkan urutan dari fenomena yang dilihat,
persamaan reaksi, model atom dan molekul, dan symbol (Amalia, 2018).

1
2

Johnstone (2000) membedakan representasi kimia ke dalam tiga tingkatan.


Tingkat makroskopis yang bersifat nyata dan mengandung bahan kimia yang kasat
mata dan nyata. Tingkat submikroskopis juga nyata tetapi tidak kasat mata yang
terdiri dari tingkat partikulat yang dapat digunakan untuk menjelaskan pergerakan
elektron, molekul, partikel atau atom. Kemudian, level simbolik yang terdiri dari
berbagai jenis representasi gambar maupun aljabar seperti rumus kimia, persamaan
kimia, diagram, stoikiometri . Proses pembelajaran dengan konsep tersebut
menjadikan peserta didik dapat berpikir kritis dan analisis dalam menyelesaikan
permasalahan dan melatih keterampilan. Proses berpikir itu sendiri dilakukan
melalui tanya jawab antara guru dan peserta didik, peserta didik dengan peserta
didik agar terciptanya proses berpikir dalam menemukan hal – hal yang baru
(Nurhani, Paluin,Tureni, 2015).
Pembelajaran kimia yang terjadi saat ini hanya membatasi pada dua level
representasi, yaitu makroskopik dan simbolik. Level berpikir mikroskopik
dipelajari terpisah dari dua tingkat berpikir lainnya, sehingga Peserta didik
cenderung hanya menghafalkan representasi sub mikroskopik dan simbolik yang
bersifat abstrak (dalam bentuk deskripsi kata - kata) akibatnya peserta didik tidak
mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan struktur dari suatu zat yang
mengalami reaksi (Herawati, Mulyani, Redzeki, 2013). Hal ini juga berkaitan
dengan gaya belajar peserta didik dengan setiap peserta didik memiliki kemampuan
sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup dan semua peserta didik belajar
melalui alat indrawi baik penglihatan, pendengaran dan gerakan. Purmadi &
Surjono (2016) Setiap orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar semakin
kita mengenal baik gaya belajar maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri
dalam menguasai keterampilan dan konsep – konsep pembelajaran kimia. Istilah
gaya belajar mengacu khusus kepada penglihatan (visual),pendengaran (audiotori),
dan gerakan (kinestetik). Gaya belajar visual menyangkut penglihatan dan mental.
Gaya belajar pendengaran merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Gaya
belajar kinestetik merujuk pada gerakan besar dan kecil. Dengan memahami gaya
belajar peserta didik akan membuat lebih bahagia, karena respon guru terhadap
3

kebutuhan dirinya tepat, dengan demikian informasi yang diberikan kepadanya


akan lebih mudah terserap.
Solusi agar peserta didik mudah memahami materi struktur atom yaitu
pembelajaran harus menerapkan suatu model atau strategi pembelajaran agar
seorang guru mengetahui sejauh mana progres belajar dan kualitas proses
pembelajaran. Dengan model pembelajaran menggunakan visual, auditori, dan
kinestetik akan mendukung peserta didik untuk lebih mudah memahami tentang
materi struktur atom yang merupakan materi dasar kimia, hal ini didukung oleh
penelitian Suryantini, Wiarta, Manuaba (2017) Hasil penelitian menunjukan nilai
rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi daripada nilai rata-rata kelompok
kontrol (84,13>76,08). Dengan demikian, Model Pembelajaran Visual Auditori
Kinestetik berbantuan Media Audio Visual berpengaruh terhadap kompetensi
pengetahuan IPA Peserta didik kelas V SD Gugus Gugus Dewi Sartika Kecamatan
Denpasar Timur tahun pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian Suryantini, Wiarta,
Manuaba (2017) senada dengan penelitan Subroto, Kasmadi, Supardi (2012)
mengatakan bahwa teknik penentuan sampel dengan sistem Cluster random
sampling diperoleh dua kelas untuk dijadikan sampel yaitu kelas X3 sebagai kelas
eksperimen yang mendapat perlakuan menggunakan model pembelajaran VAK
menggunakan media Swishmax dan kelas X2 sebagai kelas kontrol yang
mendapatkan perlakuan pembelajaran ceramah diskusi. Data penelitian diperoleh
dengan metode dokumentasi, tes, angket, dan observasi. Simpulan penelitian ini
menyatakan bahwa model pembelajaran VAK menggunakan media Swishmax
mempengaruhi hasil belajar siswa. Besarnya pengaruh yang diberikan model
pembelajaran ini yaitu 35,13%.
Pembelajaran yang mengarahkan pada terciptanya suasana kegiatan yang
diharapkan dapat memunculkan keterampilan proses sains dalam mencapai hasil
belajar yang optimal yaitu pembelajaran dengan metode praktikum yang berbasis
Inquiry Based Learning. Karena kemampuan inquiry selalu dikaitkan dengan
kegiatan penyelidikan atau eksperimen, maka perlu adanya kegiatan praktikum
untuk memfasilitasi peserta didik dalam mencari tahu dan menemukan apa yang
dibutuhkan. Dari kegiatan praktikum tersebut, dapat dimunculkan keterampilan
4

proses sains pada Peserta didik meliputi mengamati atau mengobservasi,


mengklasifikasikan, meramalkan/ memprediksi dan mengkomunikasikan.
Berkembangnya keterampilan proses sains pada peserta didik, diharapkan hasil
belajar yang diperoleh juga akan meningkat. (Nashrullah, 2015)
Berdasarkan paparan tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
mengambil judul “Analisis kemampuan representasi peserta didik SMA dan gaya
belajar dengan model inquiry based learning pada materi Struktur Atom”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:
1. Apakah terdapat pengaruh model inquiry based learning terhadap
kemampuan representasi pada materi struktur atom?
2. Apakah terdapat pengaruh model inquiry based learning terhadap gaya
belajar pada materi struktur atom?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui:
1. Pengaruh pengaruh model inquiry based learning terhadap kemampuan
representasi pada materi struktur atom?
2. Pengaruh model inquiry based learning terhadap gaya belajar visual,
audiotori, dan kinestetik (VAK) pada materi struktur atom?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi sekolah, memberikan informasi serta kontribusi dalam mencari
alternatif perbaikan pembelajaran kimia guna meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah, khususnya di SMA Negeri 6 Banjarmasin dan
sekolah lain pada umumnya.
2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dan alternatif pilihan yang dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran kimia dengan menerapkan model
pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) memperbaiki medel
pembelajaran yang lebih mengarah pada student centered dan sebagai media
untuk membimbing peserta didik mengembangkan potensi belajarnya.
5

3. Bagi peserta didik, untuk meningkatkan pemahaman konsep terhadap


materi serta membantu peserta didik dalam perbaikan cara belajar dan
pengembangan potensi peserta didik.
4. Bagi peneliti, dapat dijadikan referensi mengenai penerapan model
pembelajaran dan gaya belajar pada mata pelajaran sains, khususnya mata
pelajaran kimia serta sebagai suatu pengalaman yang berharga dalam
mengembangkan keilmuannya untuk selanjutnya dapat digunakan dalam
pembelajaran apabila terjun langsung ke dunia pendidikan.
1.5 Definisi Operasional
Agar pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini tidak menyimpang
dari tujuan karena adanya kesalahan penafsiran atas istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian, maka penulis memberikan definisi operasional sebagai berikut:
1. Kemampuan Representasi kimia
Kemampuan Representasi kimia merupakan suatu cara untuk
mengekspresikan fenomena, konsep abstrak, gagasan, dan proses mekanisme.
Representasi kimia dapat dijelaskan dengan tiga level representasi dalam konsep-
konsep kimia yaitu level makroskopik, mikroskokopik dan simbolik.
2. Model Pembelajaran Inquiry Based Learning
Inquiry based learning adalah model pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu orientasi, merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan
merumuskan kesimpulan (Hosnan, 2014). Peserta didik diharapkan dapat
mengembangkan seluruh kemampuan untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan,
mencari informasi, dan melakukan penyelidikan secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehingga peserta didik bisa merumuskan sendiri penemuannya dengan
percaya diri.
3. Model pembelajaran visual auditori kinestetik
Model pembelajaran visual auditori kinestetik merupakan model
pembelajaran yang mengoptimalkan ketiga modalitas belajar untuk menjadikan
pendidik dan peserta didik merasa nyaman. Model visual auditori kinestetik
6

menggunakan 3 macam sensori dalam menerima informasi yaitu penglihatan,


pendengaran dan gerak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Pembelajaran


2.1.1 Belajar

Belajar merupakan salah satu hal yang penting untuk mencapai tujuan
pendidikan. Belajar merupakan salah satu aspek yang berperan penting untuk
membentuk pribadi manusia. Belajar merupakan interaksi manusia dengan alam
sekitarnya. Dari pandangan tersebut maka beberapa ahli memberikan definisi
mengenai belajar.

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar mengajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan,
pemahaman,sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan lain-lain. Slameto
(2003) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.

Belajar juga boleh dikatakan sebagai suatu proses interaksi antara diri
manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep
ataupun teori. Proses interaksi itu sendiri meliputi dua hal, yaitu proses internalisasi
dari sesuatu ke dalam diri pebelajar dan dilakukan secara aktif, dengan segenap
panca indera ikut berperan. Proses internalisasi dan keaktifan pebelajar dengan
segenap panca indera perlu ada pengembangannya yakni melalui proses yang
disebut dengan sosialisasi yaitu menginteraksikan atau menularkan ke pihak.
Dalam proses sosialisasi, karena berinteraksi dengan pihak lain tentu akan
melahirkan suatu pengalaman. Dari pengalaman satu ke pengalaman lain inilah
yang nantinya akan menyebabkan perubahan pada diri seseorang.

Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa proses belajar yang terjadi

7
8

merupakan proses aktif dimana individu menerapkan pengetahuan yang


dimilikinya. Proses belajar bukan semata-mata terjadi karena adanya hubungan
antara stimulus dan respon tetapi lebih merupakan hasil dari kemampuan individu
dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Proses belajar yang terjadi
bercirikan antara lain sebagai berikut:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh pembelajar dari
apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu
dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
2. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik
secara kuat maupun lemah.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu
perkembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu seseorang dalam
keraguan.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui
pembelajar, konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi
interaksi dengan bahan yang dipelajari. (Suparno, 2001)
Dari definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses aktif seseorang untuk memperoleh perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap dengan cara membentuk
makna dan mengembangkan pemikirannya dengan membuat pengertian yang baru.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran banyak ahli
telah merumuskan definisi pembelajaran berdasarkan pandangannya masing
masing antara lain:
1. Mursell menggambarkan pembelajaran sebagai “mengorganisasikan
belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti
atau bermakna bagi siswa (Slameto, 2003: 33).
9

2. Pembelajaran menurut psikologi kognitif dilakukan dengan mengaktifkan


indera siswa agar diperoleh suatu pemahaman. Pengaktifan indera siswa
dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan alat bantu belajar atau
media yang sesuai dengan kebutuhan serta sistem penyampaian pengajaran
yang bervariasi. Penyampaian pengajaran yang bervariasi yaitu dengan
menggunakan banyak metode, misalnya metode diskusi, discovery,
eksperimen dan lain-lain. Ini maksudnya agar indera anak dapat aktif,
sehingga banyak hal-hal yang dapat diserap dan diproses dalam diri anak
sehingga dapat terjadi proses belajar dan pemahaman dapat diperoleh
(Gino, 1999: 34).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
proses komunikasi dua arah antara guru dan siswa dalam rangka memberikan
bimbingan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar sehingga
diperoleh suatu pemahaman.
2.2 Pemahaman Konsep Kimia
Pemahaman adalah kemampuan menerangkan sesuatu dengan kata-kata
sendiri, mengenali sesuatu yang dinyatakan dengan kata-kata yang berbeda dengan
yang terdapat dalam buku teks (Baharudin & Jaenudin, 2010). Terdapat tiga aspek
yang berhubungan dengan pemahaman, yaitu kemampuan menerangkan atau
menjelaskan, pengenalan dan kemampuan menginterpretasi. Novak & Cakir (2008:
197) mengungkapkan pendapatnya bahwa konsep itu merupakan paket makna,
mereka menangkap keteraturan, pola, atau hubungan antara obyek-obyek,
peristiwa, dan konsep lainnya.
Menurut Arifin, dkk sebagaimana dikutip dalam Susiwi (2007) pendekatan
konsep merupakan bentuk instruksional kognitif yang memberi kesempatan siswa
berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan menemukan prinsip sendiri.
Ada beberapa ciri konsep menurut Anitah & Susiwi (2007), yaitu:
1. Konsep merupakan buah pikiran yang dimiliki seseorang atau sekelompok
orang. Konsep tersebut ialah semacam simbol.
10

2. Konsep timbul sebagai hasil pengalaman manusia dengan menggunakan


lebih dari satu benda, peristiwa atau fakta. Konsep tersebut adalah suatu
generalisasi.
3. Konsep ialah hasil berpikir abstrak manusia yang merangkum banyak
pengalaman.
4. Konsep merupakan perkaitan fakta-fakta atau pemberian pola pada fakta-
fakta.
5. Suatu konsep dapat mengalami modifikasi disebabkan timbulnya fakta-
fakta baru.
Lebih lanjut menurut Dahar (1996), ilmu kimia tumbuh berkembang
berdasarkan eksperimen-eksperimen. Sebagai ilmu yang tumbuh secara
eksperimental, maka ilmu kimia mengandung baik pengetahuan deklaratif maupun
pengetahuan prosedural. Seperti halnya pengetahuan deklaratif pada umumnya,
pengetahuan kimia juga disusun oleh konsep-konsep dalam suatu jaringan
proposisi. Untuk mengikuti perkembangan ilmu kimia yang sangat pesat, belajar
konsep kimia merupakan kegiatan yang paling sesuai bagi pembentukan
pengetahuan kimia dalam diri siswa.
Konsep-konsep dalam kimia saling berkaitan. Pemahaman salah satu
konsep berpengaruh terhadap konsep lain. Hal ini akan menyebabkan proses
pembelajaran kimia menjadi rumit karena setiap konsep harus dikuasai dengan
benar sebelum mempelajari konsep lainnya.
Pembelajaran sebaiknya tidak hanya mengedepankan teori saja, tetapi akan
lebih baik jika mengajak siswa untuk menganalisis kasus nyata yang memerlukan
penggalian kemampuan mereka dalam menganalisis dan mengaplikasikan konsep.
Hal ini berimplikasi tidak hanya pada penggunaan metode yang bervariatif akan
tetapi juga proses pembelajaran yang tidak hanya berorientasi untuk menghabiskan
seluruh materi tanpa memperhatikan apakah materi atau konsep kimia sudah dapat
terstruktur dengan benar dalam kognisi siswa (Sari & Purtadi, 2009).
Pemahaman konsep sangat penting bagi siswa, karena siswa yang belajar
akan lebih berinteraksi dengan konsep daripada obyek atau situasi sebenarnya.
Pemahaman konsep merupakan keseluruhan kecakapan yang dicapai melalui
11

proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dengan skor prestasi belajar
yang diukur dengan tes pemahaman konsep.

2.3 Pembelajaran berbasis Multiple Representasi

Multi bentuk representasi adalah perpaduan antara teks, gambar nyata, atau
grafik. Sehingga yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis multiple
representasi adalah suatu model pembelajaran yang menggabungkan antara
teks/verbal, gambar, grafik dalam suatu pembelajaran. Informasi atau materi
pembelajaran melalui teks dapat diingat dengan baik jika disertai dengan gambar.
Penyajian multiple representasi menurut Waldrip (2006) dapat dikelompokkan
secara khusus seperti pengetahuan tentang gambar, model tabel, grafik, dan
diagram.

Representasi dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu


representasi internal dan eksternal. Para contrucvitisme berpandangan bahwa
representasi internal ada di dalam kepala siswa dan representasi eksternal
disituasikan oleh lingkungan siswa (Meltzer, 2005: 6). Representasi internal
didefinisikan sebagai konfigurasi kognitif individu yang diduga berasal dari
perilaku manusia yang menggambarkan beberapa aspek dari proses fisik dan
pemecahan masalah. Sedangkan representasi eksternal adalah jenis bantuan
eksternal kepada seseorang sehingga dia dapat membantu orang lain dalam
pemecahan masalah. Representasi eksternal biasanya mengacu pada 1) simbol
fisik, objek, atau dimensi, dan 2) aturan eksternal, kendala, atau hubungan yang
terkait dalam konfigurasi fisik (misalnya hubungan spasial dari bilangan dengan
digit tertentu, kendala fisik pada alat bantu belajar, dan lain-lain) (Farida, 2010: 4).
Waldrip (2006: 12) menyatakan pengertian multiple representasi sebagai
praktik merepresentasikan kembali (re-representing) konsep yang sama melalui
berbagai bentuk, yang mencakup mode verbal, grafis dan numerik. Semua
representasi eksternal seperti analogi, persamaan, grafik, diagram, gambar dan
simulasi dapat memperlihatkan kata- kata dan perhitungan matematik. Multiple
representasi juga berfungsi sebagai instrumen untuk memberikan dukungan dan
12

memfasilitasi terjadinya belajar bermakna dan belajar mendalam. Dengan


menggunakan berbagai bentuk representasi dapat membuat konsep-konsep menjadi
lebih mudah dipahami dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan motivasi
pelajar(Farida, 2010: 5).
Berdasarkan karakteristik ilmu kimia, Johnstone (2000) mengklasifikasikan
mode-mode representasi kimia menjadi level representasi makroskopik,
submikroskopik dan simbolik (Sunyono, 2011: 21). Representasi makroskopik
yaitu representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu
fenomena yang dapat dilihat dan dipersepsi oleh panca indra atau dapat berupa
pengalaman sehari-hari pebelajar. Contohnya: terjadinya perubahan warna, suhu,
pH larutan, pembentukan gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika suatu
reaksi kimia berlangsung. Seorang pelajar dapat merepresentasikan hasil
pengamatan dalam berbagai mode representasi, misalnya dalam bentuk laporan
tertulis, diskusi, persentasi oral, grafik dan sebagainya.
Representasi submikroskopik yaitu representasi kimia yang menjelaskan
mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekular) terhadap
fenomena makroskopik yang diamati. Representasi pada level ini diekspresikan
secara simbolik mulai dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi
komputer, yaitu menggunakan gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi baik diam
maupun bergerak (animasi) atau simulasi. Representasi simbolik yaitu representasi
kimia secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus kimia, diagram, gambar,
persamaan reaksi, stoikiometri dan perhitungan matematik.
Multiple representasi digunakan dalam pembelajaran dikarenakan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1) Multiple intelligences

Siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Sehingga representasi yang berbeda cocok untuk gaya belajar yang berbeda pula.

2) Visualisasi otak
Kuantitas fisik dan konsep sering dapat dilihat dan dipahami lebih baik
dengan menggunakan representasi yang nyata.
13

3) Membantu membangun jenis lain dari representasi

Beberapa representasi konkret membantu dalam membangun representasi


yang lebih abstrak.
4) Beberapa representasi berguna untuk penalaran kualitatif

Penalaran kualitatif sering dibantu dengan menggunakan representasi


konkret.
Di dalam penelitian ini, strategi pembelajarannya dilandasi prinsip- prinsip
berikut ini: level makroskopik disajikan melalui kegiatan laboratorium
(praktikum), kemudian diintegrasikan dengan level submikroskopik dengan
animasi. Selanjutnya dihubungkan dengan level simbolik melalui persamaan kimia.

Penerapan multirepresentasi dalam pembelajaran dilakukan dengan langkah-


langkah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi konsep-konsep kunci.

Langkah awal adalah mengidentifikasi konsep-konsep tersebut dengan


representasi-representasi yang tepat dan memikirkan bagaimana siswa dapat
mengambil manfaat dari representasi-representasi yang disajikan.
2) Mengkonstruk representasi lain
Dengan konsep kunci yang ada dalam pikiran, kita dapat membuat
representasi lain yang berfokus pada konsep yang sama. Dari representasi verbal
dapat dibuat representasi lain, misalnya gambar, grafik, matematik, atau yang lain,
demikian juga dengan representasi-representasi lain. Dengan memberikan beberapa
representasi suatu konsep akan memberikan alternatif kepada siswa untuk
memahami konsep tersebut dengan berbagai cara sesuai dengan kecerdasan dan
gaya belajar siswa.
2.4 Gaya Belajar
Gaya belajar adalah kombinasi dari cara seseorang dalam menyerap
informasi, kemudian mengatur informasi, dan mengolah informasi tersebut menjadi
bermakna (Deporter & Hernacki, 2013). Gaya belajar seseorang dipengaruhi oleh
faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan (Susilo, 2006).
Terdapat tiga jenis gaya belajar, yang diklasifikasikan berdasarkan
14

kecenderungan dan kecepatan seseorang dalam memproses informasi yaitu: gaya


belajar auditif (mendengar), gaya belajar visual (melihat), gaya belajar kinestetik
(belajar langsung melalui gerakan, bekerja, menyentuh) (Pribadi,2011). Deporter &
Hernacki, 2013 mengatakan dalam penelitiannya adapun deskripsi dari karakteristik
masing-masing gaya belajar tersebut adalah :
Orang-orang Visual
 Rapi dan teratur.
 Teliti terhadap detail.
 Mengingat apa yang dilihat dari pada apa yang didengar.
 Mengingat dengan asosiasi visual.
 Lebih suka membaca dari pada dibacakan.
Orang-orang Auditorial
 Mudah terganggu oleh keributan.
 Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.
 Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara.
 Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.
 Mempunyai masalah dengan pekerjaan - pekerjaan yang melibatkan
visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain.
Orang-orang Kinestetik
 Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.
 Belajar melalui memanipulasi dan praktik.
 Banyak menggunakan isyarat tubuh.
 Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot, mereka mencerminkan
aksi dengan gerakan tubuh saat membaca.
 Ingin melakukan segala sesuatu.
Terdapat beberapa manfaat mengetahui gaya belajar, baik bagi guru maupun
bagi siswa. Adapun manfaat mengetahui gaya belajar bagi guru yaitu: membantu
menyampaikan informasi yang sesuai, membantu mengelola kelas dengan baik,
membantu memahami keragaman manusia di dalam kelas, membantu siswa untuk
mudah dan lebih cepat belajar. Sedangkan manfaat mengetahui gaya belajar bagi
15

siswa yaitu: dapat memperoleh pengetahuan penting tentang diri sendiri, memahami
kekuatan dan kelemahan dalam belajar, mengingat, dan memecahkan masalah,
meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan penghargaan diri dan kepercayaan
diri, menciptakan lingkungan belajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa
(Siagian & Tanjung, 2012).
2.5 Model Pembelajaran Inquiry Based Learning
2.5.1 Pengertian model pembelajaran inquiry based learning
Inquiry berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat,
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan
penyelidikan. Inquiry juga dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari
tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah adalah
pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek
pertanyaan. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu proses untuk memperoleh dan
mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk
mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan
masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis (Jauhar, 2011).
Model inquiry based learning merupakan pengajaran yang mengharuskan peserta
didik mengolah pesan sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai. Dalam model ini peserta didik dirancang untuk terlibat dalam melakukan
inkuiri. Model pengajaran inquiry based learning merupakan pengajaran yang
terpusat pada peserta didik. Dalam pengajaran ini peserta didik lebih aktif belajar
(Wahyudin, Sutikno, & Isa, 2010).
Robert B. Sund dan Leslie W. Trowbridge (1973) menyatakan bahwa ada
tiga macam model pembelajaran Inquiry yaitu: (a) Inquiry Terbimbing (Guided
Inquiry), (b) Inquiry Bebas (Free Inquiry), (c) Inquiry Bebas yang Dimodifikasi
(Modified Free Inquiry). Model Inquiry yang akan dipaparkan dalam makalah ini
adalah free inquiry (Inquiry bebas). Pemilihan ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa model Inquiry bebas ini perlu diterapkan agar peserta didik dapat berperan
aktif secara maksimal dalam menemukan inti pembelajaran.
2.5.2 Ciri-ciri dan prinsip model pembelajaran inquiry
Menurut Tabany (2014) pembelajaran inquiry memiliki 3 ciri-ciri, yaitu:
16

1) Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan.
2) Menekankan kepada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari
dan menemukan.
3) Tujuan dari pembelajaran inquiry yaitu mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis, logis, dan kritis.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran Inquiry menurut Hosnan (2014)
antara lain:
1) Berorientasi pada pengembangan intelektual atau kemampuan berpikir
2) Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi
antara peserta didik maupun interaksi peserta didik dengan pendidik,
bahkan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan.
3) Prinsip bertanya yaitu pentingnya peran pendidik yang harus dilakukan
sebagai penanya.
4) Prinsip belajar untuk berpikir, bukan hanya mengingat sejumlah fakta,
melainkan belajar adalah proses mengembangkan potensi seluruh otak.
5) Prinsip keterbukaan yaitu pembelajaran bermakna yang menyediakan
berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya.
2.5.3 Kelebihan dan kelemahan Inquiry based learning
Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, peran guru lebih aktif
sebagai pemberi pengetahuan bagi peserta didik, guru dianggap sebagai sumber
informasi, sedangkan peserta didik hanya sebaga subjek yang harus menerima
materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Akibatnya peserta didik memiliki
banyak pengetahuan tetapi tidak pernah dilatih untuk menemukan pengetahuan dan
konsep sehingga peserta didik cenderung lebih cepat bosan dalam mengikuti
pelajaran, serta cepat lupa dengan materi pelajaran yang diajarkan. Masalah
demikian dapat diatasi dengan cara menerapkan model Inquiry Based Learning
dalam kegiatan pembelajaran, karena dengan pendekatan ini peserta didik
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
model Inquiry Based Learning mempunyai banyak kelebihan dibandingkan
17

dengan metode ceramah. Adapun kelebihan model dengan pendekatan Inquiry


Based Learning menurut Sagala (2009)
a. Kelebihan Model Inquiry Based Learning
1) Dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri peserta
didik, sehingga peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-
ide lebih baik.
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.
4) Mendorong peserta didik untuk berpikir intuitif dan merumuskan
hipotesisnya sendiri.
5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.
9) Peserta didik dapat menghindari dari cara-cara belajar tradisional.
b. Kekurangan Model Inquiry Based Learning menurut Sagala (2009)
1) Diharuskan adanya kesiapan mental pada peserta didik.
2) Perlu adanya proses penyesuaian/adaptasi dari metode tradisional ke
pendekatan ini.
3) Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah
ditentukan.
2.5.4 Sintaks model pembelajaran inquiry based learning
Sintaks model pembelajaran inquiry based learning menurut Sanjaya
(2014) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sintaks model pembelajaran inquiry based learning


Tahap Tingkah Laku Pendidik
18

Tahap 1 Pendidik menyajikan kejadian-kejadian atau


Observasi untuk menemukan fenomena yang memungkinkan peserta didik
masalah menemukan masalah
Pendidik membimbing peserta didik
Tahap 2
merumuskan masalah penelitian berdasarkan
Merumuskan masalah
kejadian dan fenomena yang disajikannya
Tahap 3 Pendidik membimbing peserta didik untuk
Mengajukan hipotesis mengajukan hipotesis terhadap masalah yang
telah dirumuskannya
Tahap 4 Pendidik membimbing peserta didik untuk
Merencanakan pemecahan merencanakan pemecahan masalah,
masalah membantu menyiapkan alat dan bahan yang
(melalui eksperimen atau cara diperlukan dan menyusun prosedur kerja
lain) yang tepat
Tahap 5
Melaksanakan eksperimen (atau Selama peserta didik bekerja, pendidik
cara pemecahan masalah yang membimbing dan memfasilitasi
lain)
Tahap 6 Pendidik membantu peserta didik melakukan
Melakukan pengamatan dan pengamatan tentang hal-hal yang penting dan
pengumpulan data membantu mengumpilkan dan
mengorganisasi data
Tahap 7 Pendidik membantu peserta didik
Analisis data menganalisis data supaya menemukan suatu
konsep
Tahap 8 Pendidik membimbing peserta didik
Penarikan kesimpulan dan mengambil kesimpulan berdasarkan data dan
penemuan menemukan sendiri konsep yang ingin
ditanamkan.
(Sanjaya, 2014)
19

2.6 Materi Struktur Atom


Struktur atom merupakan materi pembelajaran kimia yang bersifat
kompleks dan abstrak (Umaida, 2008). Konsep yang bersifat abstrak cenderung
berpotensi menyebabkan kesulitan belajar.
Partikel Penyusun Atom
Berdasarkan teori atom Dalton, dapat didefinisikan atom sebagai unit
terkecil dari suatu unsur yang dapat melakukan penggabungan kimia. Tetapi,
penyelidikan yang dimulai pada tahun 1850-an dan dilanjutkan pada abad
kesembilan belas secara jelas menunjukkan bahwa atom sesungguhnya memiliki
struktur internal: yaitu, atom tersusun atas partikelpartikel yang lebih kecil lagi.
Penelitian tersebut mengarah pada penemuan tiga partikel subatomelektron, proton,
dan neutron (Chang, 2003).
a. Elektron
Keberadaan dan sifat-sifat elektron diketahui berdasarkan percobaan sinar
katoda yang dilakukan oleh Sir William Crookes pada tahun 1879. Dalam
percobaanya, Crookes menggunakan alat yang digunakan tabung sinar katoda.
Dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Tabung Sinar Katoda


Tabung sinar katoda terdiri dari tabung kaca bertekanan sangat rendah. Pada
tabung tersebut dipasang dua elektroda. Elektroda yang dihubungkan ke kutub
negatif dari sumber listrik disebut katoda, sedangkan yang dihubungkan dengan
kutub positif disebut anoda. Pengamatan terhadap sinar katoda menunjukkan
bahwa sinar tersebut dapat dibelokkan mendekati kutub positif medan listrik. Hal
ini membuktikan bahwa sinar katoda bermuatan negatif. Partikel-partikel sinar
katoda oleh G.J Stoney diberi nama elektron (Sunarya, 2010).
20

b. Proton
Keberadaan proton dapat dibuktikan oleh Eugen Goldstein melalui
percobaan dengan tabung Crookes. Pada gambar tabung crookes, Goldstein
membuat lubang pada katoda kemudian diisi gas hidrogen bertekanan rendah.
Setelah dihubungkan dengan sumber arus listrik searah bertegangan tinggi, pada
bagian belakang katoda terbentuk seberkas sinar.
Tabung sinar terusan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Tabung Sinar terusan (modifikasi tabung Crookies)


Goldstein berpendapat bahwa ketika tabung crookes dihubungkan dengan
arus searah terbentuk sinar katoda (elektron) yang bergerak menuju anoda. Dalam
perjalanannya, elektron-elektron tersebut bertumbukan dengan gas hidrogen yang
terdapat dalam tabung, mengakibatkan gas hidrogen terurai menjadi atomatom
hidrogen bermuatan positif. Berkas sinar positif oleh Goldstein dinamakan sinar
terusan atau sinar positif (Sunarya, 2010). Partikel-partikel bermuatan positif
tersebut disebut proton (Chang, 2013).
c. Neutron
Model struktur atom Rutherford menyisakan sebuah masalah penting yang
belum terpecahkan. Diketahui bahwa hidrogen, atom yang paling sederhana,
mengandung hanya satu proton dan bahwa helium mengandung dua proton. Jadi
perbandingan massa atom helium dan hidrogen adalah 2:1. Tapi dalam
kenyataannya, perbandingannya adalah 4:1.
Rutherford dan rekan-rekannya mempostulatkan bahwa pasti terdapat jenis
partikel subatom yag lain di dalam inti atom; pembuktiannya diberikan oleh James
Chadwick (1932) ketika menembakkan partikel α ke selembar tipis berilium, logam
tersebut memancarkan radiasi yang berenergi sangat tinggi yang serupa dengan
sinar –ϒ. Percobaan selanjutnya menunjukkan bahwa sinar itu sesungguhnya terdiri
21

atas partikel netral yang mempunyai massa sedikit lebih besar daripada massa
proton. Chadwick menyebutnya neutron (Chang, 2013).
Perkembangan model atom
a. Model Atom Dalton
Pada abad kelima SM, filusuf Yunani Democritus mengungkapkan
keyakinannya bahwa semua materi terdiri atas partikel yang sangat kecil dan tidak
dapat dibagi lagi, dan diberi nama atomos (berarti tidak dapat dibelah atau dibagi).
Pada tahun 1808 John Dalton merumuskan definisi yang presisi tentang blok
penyusun materi yang tidak dapat dibagi lagi atau disebut atom.
Hasil karya Dalton menandai bahwa awal era modern dalam bidang kimia.
Hipotesis tentang sifat materi yang merupakan landasan teori atom Dalton dapat
dirangkum sebagai berikut:
1) Unsur tersusun atas partikel yang sangat kecil, yang disebut atom. Semua
unsur tertentu adalah identik, yaitu mempunyai ukuran, massa, dan sifat
kimia yang sama. Atom satu unsur tertentu berbeda dari atom semua unsur
yang lain.
2) Senyawa tersusun atas atom-atom dari dua unsur atau lebih.
3) Dalam reaksi kimia terjadi reaksi pemisahan, penggabungan, atau
penyusunan ulang atom-atom, reaksi kimia tidak mengakibatkan penciptaan
atau pemusnahan atom-atom (Chang, 2013).
a. Model Atom Thomson
J.J. Thomson melakukan penyelidikan terhadap atom dengan menggunakan
tabung sinar katoda. Dengan alat ini Thomson menemukan elektron sebagai
partikel sub atomik dalam atom pada 1896. Sinar dari katoda dilewatkan melalui
celah sempit pada anoda. Pada daerah tertentu dari tabung dipasang pelat deflektor
yang dihubungkan dengan kutub baterai. Jika hubungan dengan baterai pada pelat
deflaktor diputuskan, maka jalannya sinar katoda adalah lurus. Tetapi ketik baterai
dipasang, maka sinar katoda dibelokkan pada daerah tersebut mendekati kutub
positif baterai. Percobaan ini membuktikan bahwa sinar katoda bermuatan negatif.
Hal ini disajikan dalam Gambar 2.4.
22

Gambar 2.4 Skema Tabung Sinar Katoda


Sumber: Nivaldo (2010)
Atom merupakan bola bermuatan positiif dengan muatan negatif elektron
tersebar merata di dalamnya seperti kismis di dalam roti. Berikut Gambar 2.5 model
atom Thomson.

Gambar 2.5 Model Atom Thomson


Sumber: Nivaldo (2010)

b. Model Atom Rutherford


Rutherford mengajukan teori atomnya, yaitu:
1) Sebagian besar atom berupa ruang kosong, sehingga semua massa atom
terpusat pada inti atom yang sangat kecil.
2) Atom disusun dari inti atom yang bermuatan positip dan elektron-elektron
yang bermuatan negatif yang mengelilingi inti atom.
3) Seluruh proton terpusat di dalam inti atom.
4) Banyaknya proton di dalam inti sama dengan jumlah elektron yang
mengelilingi inti atom, ketika atom bersifat netral.
Dari teorinya, Rutherford memodelkan atom sebagaimana pada sistem tata
surya, yaitu elektronelektron bergerak mengelilingi inti atom seperti planetplanet
mengitari matahari.
Satu keberatan dari postulat Rutherford adalah selama elektron bergerak
dalam suatu orbit, maka ada percepatan menuju ke pusat, elektron ini secara
kontinyu mengemisikan radiasi dan secara berangsur- angsur akan melepaskan
23

energi yang akhirnya akan jatuh ke dalam inti. Hal ini adalah tidak mungkin terjadi
karena atom itu stabil lagi pula model ini tidak dapat memperoleh data dari
penelitian spektrum atom unsur- unsur.
c. Model Atom Bohr
Rutherford menyatakan bahwa atom dibangun oleh inti atom bermuatan
positif dikelilingi oleh elektron bermuatan negatif. Elektron dalam atom tidak diam,
melainkan berputar secara kontinu mengelilingi inti atom dengan percepatan tetap.
Jika tidak demikian, elektron akan tertarik ke inti. Gerakan elektron mengelilingi
inti merupakan syarat untuk dapat menerangkan spektra atom, seperti spektra
hidrogen.
Model atom Rutherfod tidak dapat menerangkan energi yang dilepaskan
dalam bentuk radiasi, karena pada setiap perputaran elektron dengan percepatan
tetap, elektron akan kehilangan energi yang pada akhirnya akan tertarik ke inti.
Perilaku ini seperti menimbulkan gerakan berbentuk spiral yang berakhir yang
berakhir dengan jatuhnya elektron ke inti. Ada penyataannya atom bersifat mantap
dan stabil.
Pada tahun 1913, Neils Bohr menyatakan bahwa kegagalan tersebut dapat
diperbaiki dengan menerapkan hipotesis Planck tentang mekanika kuantum untuk
menjelaskan model atom. Penjelasan Bohr diungkapkan dengan empat postulat,
sebagai berikut:
1) Hanya ada seperangkat orbit tertentu yang diperbolehkan bagi elektron
dalam atom hidrogen. Orbit ini merupakan keadaan stasioner (menetap)
elektron dan merupakan lintasan elektron dalam mengelilingi inti atom.
Gerakan elektron dalam lintasan stasioner dijelaskan dengan hukum
mekanika klasik.
2) Selama elektron berada dalam lintasan stasioner, energi elektron tetap
sehingga tidak ada energi dalam bentuk radiasi yang dipancarkan atau
diserap oleh atom.
3) Elektron hanya dapat berpindah dari satu lintasan ke lintasan stasioner yang
lain disertai dengan perubahan energi yang besarnya sama dengan
persamaan Planck, ∆E= h v.
24

4) Lintasan stasioner yang dibolehkan memiliki besaran dengan sifat-sifat


tertentu, yang disebut momentum sudut (Sunarya, 2010). Model atom
hidrogen menurut Bohr ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Perpindahan elektron dalam atom hidrogen


Sumber: Jespersen, Brady dan Hyslop (2012)
d. Model Atom Mekanika Gelombang
Pada tahun 1924, Louis de Broglie ahli fisika Prancis pemenang hadiah
Nobel tahun 1929, menyimpulkan bahwa elektron dalam atom dapat dipandang
sebagai partikel dan gelombang. Sebagai akibat dualistis sifat elektron,
Heisenberg pemenang hadiah nobel untuk bidang fisika tahun 1926
mengemukakan azas ketidakpastian, yakni tidak mungkin mengetahui secara
bersamaan kedudukan dan kecepatan gerak elektron. Dengan alasan ini lintasan
elektron yang digambarkan Bohr tidak mungkin ada. Yang dapat dikatakan adalah
elektron dalam atom mempunyai kebolehjadian ditemukan dalam ruang-ruang
tertentu dalam atom yang disebut orbital. Gagasan bahwa elektron berada
dalam orbital-orbital di seputar inti atom merupakan model atom yang
mutakhir.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hubungan model inquiry based learning dengan kemampuan representasi


Pembelajaran inquiry-based learning (IBL) merupakan pembelajaran
kontruktivisme yang melibatkan siswa secara aktif di dalam pembelajaran,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan dan menganalisis
informasi, mengeksplorasi pemikiran dan penalarannya sehingga siswa
memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai materi pembelajaran yang
sedang dipelajari. Siswa aktif dalam mengumpulkan berbagai sumber informasi dan
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman. Coffman (2009,
p.1) mengatakan bahwa inquiry didefinisikan sebagai pengalaman dan eksplorasi
yang melibatkan siswa dalam proses belajar sehingga mereka memperoleh
pemahaman yang lebih dalam dari materi yang diajarkan. Pembelajaran inquiry
menerapkan pendekatan konstruktivis sehingga siswa berinteraksi dengan konten,
mengajukan pertanyaan untuk meningkatkan pemahaman dan komprehensif serta
pada saat yang sama mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Jacobsen, Eggen
& Kauchak, 2009, p.243 mengatakan bahwa inquiry merupakan sebuah proses
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan masalah-masalah
berdasarkan pada pengujian logis atas fakta-fakta dan observasi-observasi.
Menampilkan masalah yang menarik dan menantang yang sesuai dengan konteks
kehidupan akan menciptakan pembelajaran yang aktif yang berhubungan langsung
dengan konsep representasi kimia. Representasi dibedakan menjadi tiga
representasi, yaitu representasi makroskopik, representasi submikroskopik, dan

25
26

representasi simbolik (Jhonstone dalam Chandrasegaran, Treagust dan Mocerino,


2007). Ketiga level representasi tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. Untuk
membangun pemahaman konseptual dalam ilmu kimia, membutuhkan kemampuan
untuk merepresentasikan, menerjemahkan dan menyesuaikan strategi dan kondisi
pembelajaran dengan masalah-masalah kimia dalam bentuk representasi
makroskopik, submikroskopik, dan simbolik secara simultan.
3.2 Hubungan Inquiry Based Learning dengan gaya belajar
Penelitian yang relevan berjudul “Penerapan strategi pembelajaran
matematika berbasis gaya belajar VAK (Visual, Auditorial, Kinestetik)” dapat
meningkatkan aktivitas belajar yang positif. Aktifitas siswa dalam pembelajaran
selama diterapkannya strategi pembelajaran tersebut cenderung meningkat[2] .
Dalam proses pembelajaran, siswa tidak lagi merasa tertutup kepada guru
dalam arti siswa tidak enggan dalam bertanya disaat mereka tidak mengerti.
Berdasarkan simpulan tersebut, maka dianjurkan untuk dapat menggunakan strategi
pembelajaran berbasis gaya belajar VAK (visual, auditorial, kinestetik) dan salah
satu alternative bagi guru untuk meningkatkan kompetensi bagi siswa. Model
pembelajaran inquiry based learning merupakan model yang tepat, karena model
Inquiry merupakan model pembelajaran yang membantu guru untuk dapat
membimbing peserta didik mengaitkan dan mencari tahu sendiri materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata dan mendukung bagi siswa dapat
menghubungkan pengetahuan yang berbasis representasi dengan penerapannya
dalam memahami materi [4] . Sehubungan dengan hal itu,inquiry dan representasi
memiliki asas-asas penting yang berhubungan dengan teori belajar kontruktivisme.
Dalam memberikan tugas, guru perlu memperhatikan gaya belajar siswa.
Menurut Rose and Nicholl (2002:130), ada tiga tipe gaya belajar, yaitu gaya belajar
visual, auditori, dan kinestetik. Ketiga gaya belajar tersebut jika diperhatikan dan
dilayani oleh guru, dapat mendukung pencapaian tujuan pembelajaran dengan
optimal. Hal ini karena kemampuan siswa menyerap materi pelajaran dipengaruhi
kecenderungan gaya belajarnya (UNESCO: 2009).
3.3 Penelitian relevan
Hasil penelitian (Heuvelen & Zou, 2001; Meltzer, 2005, Kohl &
27

Finkelstein,2008) menyarankan bentuk representasi multi kimia adalah


kemampuan untuk menyelesaikan masalah dalam kimia dengan representasi dari
berbagai cara secara matematis, verbal (tertulis atau lisan), dan visual (notasi,
gambar, dan grafik). Fungsi utama representasi dalam pembelajaran siswa, yaitu:
sebagai pelengkap proses kognitif, membatasi interpretasi antar representasi dan
membangun pemahaman (Ainsworth, 2006; 1999). Masalah tentang kurangnya
kemampuan untuk representasi siswa yang menyelesaikan masalah kimia dapat
diselesaikan dengan memberikan pengalaman baru yang menarik bagi siswa (Putri,
Mahardika, & Ketut, 2012). Tantangan di pembentukan berbagai kemampuan
representasi dapat dicapai dengan menggunakan model inkuiri(Mahardika, Agus,
& Dadi, 2012).
S.M. Mustisya et al. (2013) menyatakan bahwa dalam mengimplementasikan
pembelajaran inkuiri dapat menciptakan pemahaman konsep dan keterampilan
proses sains yang bagus, meliputi memprediksikan, mengkomunikasikan,
mengamati atau mengobservasi, menduga, mengukur, dan mengklasifikasikan
(predicting, communicating, observing, inferring, measuring and classifying).
Senada dengan Khan (2011) menyatakan bahwa metode pembelajaran
laboratorium inkuiri lebih efektif meningkatkan keterampilan proses sains
dibanding metode pembelajaran laboratorium tradisional.
Penerapan model Inquiry based learning berpengaruh terhadap gaya VAK
(visual, auditori, kinestetik) dalam Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa oleh Ari (2010). Dalam skripsi ini
menunjukkan adanya peningkatan motivasi dapat dilihat dari indikator-indikator
yang meliputi:1) antusias dalam belajar sebelum tindakan 31,7% dan diakhir
tindakan 82,93%, 2) memperhatikan penjelasan guru sebelum tindakan 51,22%
dan diakhir tindakan 87,80%. Adanya peningkatan prestasi belajar siswa dapat
dilihat dari banyaknya yang mencapai KKM sebelum tindakan 36,58% dan diakhir
tindakan 85,36%.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
1. Dengan adanya penerapan model inquiry based learning diharapkan peserta
didik dapat menguasai materi struktur atom didalam kemampuan
representasi dan guru dapat memahami gaya belajar yang dimiliki peserta
didik.
2. Model inquiry based learning berpengaruh positif terhadap kemampuan
representasi dan gaya belajar peserta didik.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan uraian makalah ini adalah :
1. Model inquiry memiliki kekurangan harus adanya kesiapan mental pada
peserta didik, perlu adanya proses penyesuaian/adaptasi dari metode
tradisional ke pendekatan ini, dalam mengimplementasikannya,
memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikan
dengan waktu yang telah ditentukan.
2. Model inquiry based learning lebih cocok digunakan pada materi kimia
yang berbasis praktikum

28
DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, S. (1999). The functions of multiple representation, Computers and


Education, 33(1), 131–152. Ainsworth, S. (2006). DeFT: A conceptual
framework for considering learning with multiple representation, Learning
and Instruction, 16(3), 183-198.

Anitah, S. dkk.(2007). Strategi pembelajaran kimia. Jakarta: Universitas Terbuka.

Ari, S. (2010). Penerapan Model Pembelajaran VAK (Visual Auditori Kinestetik)


dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid 1 Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga.

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori belajar. Bandung: Erlangga.

David, Meltzer. 2005. The Relationship Between Mathematics Preparation an


Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable in
Diagnostic Pretes Scores”. Departemen of Physics and Astronomy, Lowa
State University.

DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2013. Quantum Learning: Membiasakan


Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa Learning.

Farida, I. (2010) Interkoneksi Multiple Level Representasi Mahasiswa Calon Guru


Pada Kesetimbangan Dalam Larutan Melalui Pembelajaran Berbasis

29
30

WEB. Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati

Gino, H.J. 1997. Belajar dan Pembelajaran 1. Surakarta: UNS Press.

Herawati, R.F., Mulyani, S., & Redjeki, T. Pembelajaran Kimia Berbasis Multiple
Representasi Ditinjau Dari Kemampuan Awal Terhadap Prestasi Belajar
Laju Reaksi Siswa Sma Negeri I Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Heuvelen, V. & Zou. X. L. (2001). Multiple representation of work-


energyprocesses, American Journal of Physics. 69(2), 184.
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran
Abad 21 Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia
Indonesia.

Iistiqamah Amalia, (2018) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT


pada Materi Struktur Atom di Kelas X SMA Negeri 11 Banda Aceh. Skripsi
thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Inayati I, Subroto T, Supardi K I (2012) Pembelajaran Visualisasi, Auditori,


Kinestetik Menggunakan Media Swishmax Materi Larutan Elektrolit Dan
Non-Elektrolit. Semarang: Universitas Negeri Malang.

Jauhar, M. (2011). implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai


Konstruktivistik Sebuah Pengembangan Pembelajaran Berbasis CTL
(Contextul Teaching & Learning). Jakarta: Prestasi Pustaka

Jespersen, Neil D., Brady James E., dan Hyslop, Alison. 2012. Chemistry The
Molecular Natur of Matter.

Johnstone, A. H. (1993). The Development of Chemistry Teaching. Journal of


31

Chemical Education, LXX (9), 701-705

Kohl, P. B. & Noah, D. F. (2008). Pattern of multiple representation use by expert


and novices during physics problem solving, Physical Review Special
Topics-Physics Education Research, 4(1), 1-13.

Nurhani, Paluin & Tureni (2015) Peningkatan Keterampilan Menulis Teks


Eksposisi Dengan Menggunakan Metode Inquiri Pada Siswa Kelas Viii
Smp Jawa Tengah: PBSI UM Purwokerto.

Paul, Suparno. (2013). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.


Jakarta: Grasindo.

Pribadi, Benny A. 2011. Model Desain Assure untuk Mendesain Pembelajaran


Sukses. Jakarta: Dian Rakyat.

Purmadi, A., & Surjono, H.D. (2016) Pengembeangan Bahan Ajar Berbasis Web
Berdasarkan Gaya Belajar Siswa Untuk Mata Pelajaran Fisika.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Purtadi S & Sari P (2009) Analisis Miskonsepsi Konsep Laju Dan Kesetimbangan
Kimia Pada Siswa SMA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Robert B. Sund, Leslie W. Trowbridge. (1973). Teaching science by inquiry in the
secondary school. Ohio: Columbus, Ohio.

Sanjaya, W. (2014). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.
32

Suryantini N. W. N, Wiarta I W, Manuaba I B S (2017) Pengaruh Model


Pembelajaran Visual Auditori Kinestetik Berbantuan Audio Visual
Terhadap Kompetensi Pengetahuan Ipa Kelas V. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha

Susilo. 2009. Sukses dengan Gaya Belajar. Pinus. Yogyakarta.

Susiwi, S. (2007). Perangkat perkuliahan perencanaan pembelajaran kimia.


Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Suyono dan Hariyanto, 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya Offset.

Tro, Nivaldo J. 2010. Principle of Chemistry: a molecular approach.

Jespersen, Neil D., Brady James E., dan Hyslop, Alison. 2012. Chemistry The
Molecular Natur of Matter.

Wahyudin, Sutikno, A. Isa. (2010). Kefektifan Pembelajaran Berbantuan


Multimedia Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing untuk
Meningkatkan Minat dan Pemahaman Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 58-62.

Widyasari, Indriyanti, & Mulyani (2018) Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan


Model Pjbl Dan Pbl Berdasarkan Representasi Tetrahedral Kimia Ditinjau
Dari Kreativitas Siswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Waldrip, B, dkk (2006) “An exploitary study of teachers and student use of multy
modal representations of consepts in primary sciences. 28, (15), 1834-1896.

Anda mungkin juga menyukai