Bab-25-74-75-Cek 20090130070438 15
Bab-25-74-75-Cek 20090130070438 15
A. KESEHATAN
I. PENDAHULUAN
237
II. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DI BIDANG
KESEHATAN
238
a. Puskesmas
Sampai dengan akhir Repelita I telah terbentuk lebih dari
2.000 buah Puskesmas yang berarti bahwa belum semua keca-
matan di Indonesia telah mempunyai Puskesmas. Di daerah-
daerah Jawa dan Bali setiap Puskesmas rata-rata melayani se-
kitar 50.000 penduduk. Sedangkan di daerah-daerah lainnya
di luar Jawa dan Bali terdapat Puskesmas yang harus me-
layani sekitar 95.000 penduduk. Oleh karena keadaan alam
serta luas daerah masing-masing kecamatan di luar Jawa dan
Bali relatif lebih besar, maka pelaksanaan pelayanan kese-
hatan oleh Puskesmas di daerah-daerah tersebut lebih terbatas.
23
9
dan 92 buah rumah sakit lainnya yang diasuh oleh lembaga
masyarakat. Setiap rumah sakit dalam masa Repelita I rata-
rata melayani 217.000 penduduk. Penderita yang datang ke
rumah sakit pada umumnya adalah mereka yang berasal dari
daerah lingkungan sekitar 5 km dari masing-masing rumah
sakit yang bersangkutan. Kecuali itu ternyata pula bahwa
paling banyak 85% dari tempat tidur rumah sakit propinsi,
55% tempat tidur rumah sakit kabupaten, dan 70% tempat
tidur rumah-rumah sakit khusus yang dipergunakan oleh
penduduk. Hal ini terutama disebabkan oleh karena :
(1) kurangnya persediaan obat-obatan yang dibutuhkan;
(2) sarana rumah sakit yang belum memadai, khususnya per-
lengkapan kedokteran, air, listrik, dan lain-lain;
(3) jarak tempat tinggal penduduk yang cukup jauh dengan
rumah sakit, serta sarana hubungan masih belum berjalan
baik;
(4) pelayanan terhadap masyarakaat oleh rumah sakit yang
masih sangat memerlukan perbaikan;
(5) tingkat kehidupan sosial ekonomi yang relatip masih belum
memadai.
e. Laboratorium kesehatan
Sampai akhir Repelita I telah selesai diperbaiki 13 labora-
torium kesehatan propinsi, 70 laboratorium kesehatan kabu-
paten, dan pembangunan 375 laboratorium kesehatan Puskes-
mas. Di samping itu telah dibangun pula pusat laboratorium
kesehatan masyarakat.
3. Pemberantasan penyakit menular
Pemberantasan penyakit menular terutama ditujukan untuk
mematahkan rantai penghubung penularan. Hal ini dilakukan
dengan menghilangkan sumber atau pembawa penyakit, men-
cegah hubungan dengan penyebab penyakit atau memberi keke-
balan kepada penduduk. Usaha pemberantasan terutama di-
tujukan terhadap penyakit cacar, patek, malaria, kolera, TBC,
penyakit kelamin, pes, kusta, dan penelitian untuk pemberan-
tasan beberapa penyakit lainnya.
240
Pada akhir Repelita I penyakit cacar telah dapat dikendali-
kan, sedangkan pemberantasan penyakit patek telah meliputi
94% dari seluruh penduduk Indonesia.
Penyakit-penyakit menular utama lainnya yang dalam masa
Repelita I belum dapat dikendalikan adalah penyakit-penyakit
malaria, kolera, dan TBC paru-paru. Kecuali itu pengendalian
penyakit malaria masih sangat memerlukan perhatian.
Dalam pada itu, sampai akhir Repelita I, sejumlah lebih 24
juta anak telah diberikan vakainasi BCG. Pengobatan ter-
hadap sumber penularan masih dilakukan secara terbatas,
sedangkan penderita sering pula tidak melangsungkan peng-
obatan lagi sesudah gejala batuknya hilang.
Penyakit-penyakit kelamin, kusta, dan beberapa penyakit
binatang yang dapat menjangkiti manusia (penyakit zoonosis)
masih terdapat secara endemis di daerah-daerah tertentu,
sedangkan terhadap penyakit yang dalam perkembangannya
menyebabkan penyakit kaki gajah (penyakit filaria), schisto-
somiasis (yang biasa dikenal dengan nama penyakit demam
keong), dan penyakit cacing tambang, sedang dilakukan per-
cobaan-percobaan pemberantasannya.
4. Pemulihan dan peningkatan kesehatan
Usaha-usaha pemulihan dan peningkatan kesehatan dalam
Repelita I meliputi perbaikan gizi, kesehatan jiwa, kesehatan
gigi, dan kesehatan mata.
Usaha perbaikan gizi telah dikembangkan pada 8 propinsi
yang meliputi 39 kabupaten, mencakup 226 kecamatan, dan
1.528 desa. Dalam rangka usaha perbaikan gizi telah dilatih
19.000 lebih petugas perbaikan gizi.
Peningkatan kesehatan jiwa, gigi, dan mata meliputi usaha-
usaha yang bersifat preventif, kuratif, peningkatan, dan reha-
bilitasi. Usaha kesehatan jiwa terutama ditujukan kepada
gangguan mental yang gawat (1- 2% dari penduduk), penyakit
ayan (sekitar 1% dari penduduk), dan perkembangan kemam-
puan kecerdasan yang terbatas (1 - 3% dari penduduk).
241
5. Peningkatan penyediaan air minum
Kegiatan terutama ditujukan untuk menambah jumlah pe-
nyediaan air minum di pedesaan yang memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Prioritas diberikan kepada daerah-daerah
kritis yakni daerah-daerah yang menghadapi situasi sebagai
berikut: terdapat wabah serta penularan penyakit melalui air,
sulit mendapat air, airnya belum memenuhi syarat kesehatan
untuk dijadikan air minum, sedang dilain pihak telah tersedia
tenaga-tenaga kesehatan lingkungan serta telah terdapat par-
tisipasi dari masyarakat.
Hingga akhir Repelita I usaha penyediaan air minum
pede-saan masih bersifat terbatas.
6. Pendidikan kesehatan masyarakat
242
Tenaga bidan berjumlah 8.323 orang, sedangkan tenaga
pengatur rawat berjumlah 7.736 orang. Sebagaimana juga pe-
nyebaran dokter maka penyebaran tenaga-tenaga para medis
di antara berbagai daerah di Indonesia tidaklah merata.
8. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kesehatan
Untuk mengembangkan kegiatan pembangunan kesehatan
berbagai penelitian di bidang kesehatan telah dilakukan.
Demikian pula untuk meningkatkan mutu pelayanan kese-
hatan telah dilatih 12.490 orang tenaga-tenaga kesehatan.
Di bidang penyediaan obat-obatan terdapat beberapa per-
kembangan. Pada awal pelaksanaan Repelita I kebanyakan
obat-obatan masih harus dibeli dari luar negeri dalam bentuk
obat jadi. Secara berangsur-angsur selama Repelita I pembe-
lian obat-obatan dari luar negeri diberikan penekanan pada
pembelian bahan-bahan obat-obatan untuk bahan pembuatan
obat jadi di Indonesia. Kernudian pada akhir Repelita I usaha
produksi obat-obatan dalam negeri terus berkembang. Dalam
rangka unit telah tercatat 700 pengusaha/pedagang farmasi,
1.200 buah apotik, dan 4.000 pedagang obat eceran. Di samping
itu telah dilakukan pula kegiatan-kegiatan guna mengamankan
pemakaian obat-obatan (termasuk penanggulangan masalah
narkotika), makanan, minuman, dan kosmetika.
III. MASALAH-MASALAH POKOK KESEHATAN
243
bangkitkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat ter-
hadap anti kesehatan serta cara-cara peneegahan penyakit.
Hal ini menyangkut masalah keserasian serta usaha yang
saling menunjang antara kegiatan-kegiatan pembangunan ke-
sehatan dan kegiatan pembangunan lainnya seperti penerang-
an, pendidikan, agama, pemerintahan daerah, dan lain seba-
gainya.
245
3. pelayanan kesehatan yang diutamakan adalah
pengobatan jalan;
4. dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan diutamakan usaha
kesehatan preventif.
Atas dasar landasan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum
tersebut di atas maka kegiatan-kegiatan pelaksanaan pemba-
ngunan kesehatan dalam Repelita II diarahkan untuk :
1. meningkatkan pengintegrasian pelayanan kesehatan ;
2. menyerasikan pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta
serta mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan ;
3. meningkatkan koordinasi dan penyerasian kegiatan-kegiat-
an pembangunan pusat dan daerah ;
4. desentralisasi usaha kesehatan ;
5. mengadakan perubahan-perubahan cara kerja untuk me-
ningkatkan efisiensi dan penggunaan fasilitas kesehatan
oleh masyarakat ;
6. mengadakan perubahan pendidikan tenaga dokter dan
tenaga para media dari berorientasi ke rumah sakit menjadi
berorientasi ke masyarakat ;
7. meningkatkan pengelolaan usaha-usaha kesehatan ;
8. mengembangkan koordinasi pembangunan kesehatan dengan
sektor-sektor pembangunan lainnya.
Dalam rangka kebijaksanaan-kebijaksanaan umum dan peng-
arahan kebijaksanaan-kebijaksanaan operasionil tersebut di
atas, maka dalam Repelita II akan dilakukan kegiatan-kegiatan
dalam lapangan :
1. pelayanan kesehatan ;
2. pemberantasan penyakit menular ;
3. peningkatan nilai gizi makanan rakyat ;
4. penyuluhan kesehatan ;
5. pengamanan obat-obatan, makanan, dan kosmetika ;
dan. berbagai kegiatan pembangunan kesehatan lainnya.
246
1. Peningkatan pelayanan kesehatan
Usaha peningkatan pelayanan kesehatan ditujukan untuk
menyediakan dan memberikan pemeliharaan kesehatan dalam
arti yang luas kepada setiap anggota masyarakat yang mem-
butuhkannya secara efisien dan efektif. Agar usaha pening-
katan pelayanan kesehatan tersebut dapat terlaksana dengan
sebaik-baiknya, maka seluruh sarana pelayanan kesehatan
diusahakan untuk berada dalam suatu sistem jaringan hubung-
an yang serasi. Dalam rangka pelaksanaan sistem jaringan
hubungan sarana-sarana kesehatan ini, maka sarana pelayanan
kesehatan yang paling dasar yakni Puskesmas dengan satuan-
satuan penunjangnya berupa Balai Pengabatan dan BKIA
sejauh mungkin akan memberikan pelayanan dan mengatasi
persoalan kesehatan yang dialami oleh penderita. Hanyalah
untuk masalah- masalah kesehatan yang tidak dapat diatasi
pada Puskesmas akan diteruskan kepada sarana pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi yakni rumah sakit kabupaten.
Kemudian untuk masalah-masalah kesehatan yang ternyata
memerlukan pemecahan lebih jauh akan diteruskan ke rumah
sakit propinsi dan apabila masih diperlukan akan diteruskan
ke rumah sakit pada tingkat nasional. Sebaliknya apabila pen-
derita telah selesai mendapatkan pelayanan pada sarana
kesehatan yang lebih tinggi, maka kemudian akan dikembalikan
kepada sarana kesehatan yang lebih rendah untuk mendapat-
kan pemeliharaan kesehatan seterusnya, apabila diperlukan.
Di lain pihak sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
tingkatnya harus selalu memberikan bimbingan kepada sarana-
sarana pelayanan kesehatan yang berada di tingkat yang lebih
rendah. Bersamaan dengan itu sarana kesehatan pada tingkat
yang lebih tinggi secara teratur memperoleh informasi kese-
hatan dari tingkat yang lebih rendah untuk diolah. Demikian
pula pendidikan dan latihan tenaga-tenaga kesehatan dilakukan
oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk
tenaga-tenaga pelayanan kesehatan yang berada pada tingkat
yang lebih rendah.
247
Melalui pelaksanaan sistem jaringan hubungan sarana-sarana
pelayanan kesehatan tersebut, maka akan tendapat suatu hu-
bungan timbal-balik yang serasi antara sarana-sarana pelayan-
an kesehatan pada berbagai tingkatannya.
Sekaligus dalam rangka pembinaan sistem jaringan pelayanan
kesehatan tersebut maka sasaran peningkatan pelayanan kese-
hatan dalam Repelita II terutama meliputi:
a. pengembangan Puskesmas sehingga setiap kecamatan
paling sedikit mempunyai satu Puskesmas dengan beberapa
bagian penunjangnya berupa Balai-balai Pengobatan dan BKIA ;
b. sistem jaringan hubungan pelayanan kesehatan antara
Puskesmas dengan bagian-bagiannya dan rumah-rumah sakit
diharapkan sudah berjalan lancar sehingga dapat menjamin
penampungan berbagai masalah kesehatan dengan baik;
c. mutu pelayanan dan pengelolaan sistem pelayanan kese-
hatan akan ditingkatkan sehingga sebagian besar rakyat Indo-
nesia dapat mempergunakan sarana-sarana kesehatan, baik yang
dimiliki oleh pemerintah maupun yang berada dalam asuhan
lembaga-lembaga masyarakat dengan sebaik-baiknya;
d. sarana-sarana penunjang pelayanan kesehatan akan di-
kembangkan sehingga pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan
dengan lebih baik;
e. peningkatan usaha pengamanan obat-obatan, makanan ,
dan sebagainya.
Usaha peningkatan pelayanan kesehatan terutama meliputi
kegiatan-kegiatan pengembangan Puskesmas, BKIA, Balai
Pengobatan, usaha kesehatan sekolah, rumah-rumah sakit
kesehatan gigi, kesehatan jiwa, pengadaan obat-obatan, alat-
alat kesehatan serta laboratorium kesehatan.
Puskesmas
248
Lebih” dari satu Puskesmas agar pelayanannya dapat mencapai
penduduk yang berada dibagian daerah yang agak terpencil.
Ruang lingkup pelayanan akan diperluas pula dengan mengubah
cara kerja statis dalam gedung Puskesmas menjadi lebih di-
namis dengan meningkatkan kunjungan rumah serta mendorong
turut sertanya masyarakat dalam usaha-usaha kesehatan. Di
samping itu secara bertahap diusahakan pula melengkapi per-
alatan, obat-obatan, dan tenaga pada Puskesmas-puskesmas.
Dengan demikian diharapkan jumlah kunjungan rata-rata se-
banyak 35 orang setiap hari pada Puskesmas dalam Repelita I
akan dapat ditingkatkan menjadi rata-rata 50 orang per hari
daIam Repelita II.
Pada akhir Repelita I telah terbentuk lebih dari 2.000 buah
Puskesmas dan dalam Repelita II akan dikembangkan menjadi
sekurang-kurangnya 3.400 buah, dengan pengarahan penyebar-
an sedemikian rupa, sehingga setiap kecamatan sedikit-dikitnya
mempunyai sebuah Puskesmas.
Dalam Repelita I sekitar 29% dari Puskesmas di Jawa dan
Bali telah dipimpin oleh tenaga dokter. Dalam Repelita II di-
usahakan agar 50% dari Puskesmas di Jawa dan Bali sudah
akan dipimpin oleh tenaga dokter.
Sedangkan di daerah-daerah di luar Jawa dan Bali dalam
Repelita I baru 20% dari Puskesmas yang telah dipimpin oleh
tenaga dokter. Dalam Repelita II diusahakan agar sekitar 40%
dari Puskesmas di daerah-daerah ini sudah akan dipimpin oleh
tenaga dokter.
249
3) memperluas pertolongan di luar rumah sakit dengan
menggiatkan dan menganjurkan pertolongan persalinan di
BKIA-BKIA (yang mempunyai tempat persalinan) dan di rumah-
rumah keluarga oleh tenaga-tenaga BKIA yang berwenang;
4) dalam menjalankan pelayanan, integrasi dengan kegiatan-
kegiatan lain diutamakan, untuk mempermudah pemben-
tukan Puskesmas;
5) walaupun perluasan pelayanan kepada penduduk adalah
merupakan salah satu tujuan utama, akan tetapi penam-
bahan BKIA hanya dilakukan jika telah tersedia tenaga-
tenaga dan biaya operasionil dari masing-masing daerah
yang bersangkutan.
Walaupun jumlah BKIA selama Repelita I t e l a h melampaui
jumlah kecamatan, namun karena penyebarannya yang tidak
merata, tidak seluruh kecamatan telah mempunyai BKIA.
Dalam Repelita II jumlah BKIA akan dikembangkan dan ber-
samaan dengan itu beberapa di antaranya sudah akan diin-
tegrasikan ke dalam Puskesmas. Penyebarannya akan dilakukan
sedemikian rupa sehingga setiap keoamatan akan mempunyai
BKIA.
Balai Pengobatan
250
Jumlah Balai Pengobatan pada akhir Repelita I adalah seba-
nyak 2.760 buah. Dari jumlah tersebut berangsur-angsur akan
diintegrasikan ke dalam Puskesmas sehingga pada akhir Repe-
lita II, 960 buah di antaranya telah menjadi bagian Puskesmas.
Rumah-rumah Sakit
Pengembangan rumah-rumah sakit dalam Repelita II akan
dititik-beratkan kepada pembinaan rumah sakit umum kabu-
paten dalam rangka penyempurnaan sistim jaringan hubungan
pelayanan kesehatan. Kegiatan akan dipusatkan kepada pening-
251
katan sarana-sarana penunjang rumah-rumah sakit dan me-
ningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Kecuali itu, untuk lebih meningkatkan mutu tenaga-tenaga
dokter, perhatian akan diberikan kepada peningkatan rumah-
rumah sakit yang menjadi tempat pendidikan bagi calon-calon
dokter, termasuk segi-segi pengelolaannya.
Peningkatan mutu akan diusahakan melalui perbaikan orga-
nisasi, administrasi, dan pengelolaan rumah-rumah sakit.
Dengan peningkatan mutu pelayanan, diharapkan bahwa
tingkat penggunaan tempat tidur rumah sakit oleh masyarakat
dapat ditingkatkan.
Kesehatan gigi
Usaha peningkatan kesehatan gigi dalam Repelita II teruta-
ma dilakukan melalui perluasan dan peningkatan kegiatan-
kegiatan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Untuk men-
dukung kegiatan-kegiatan tersebut diusahakan penambahan
tenaga-tenaga dokter gigi, perawat gigi, ahli teknik gigi, alat-
alat, dan bahan-bahan serta obat-obatan yang dibutuhkan.
Dalam Repelita I UKGS hanya terbatas kegiatannya pada
17 buah propinsi. Dalam Repelita II diusahakan agar semua
propinsi telah mempunyai kegiatan kesehatan gigi. Di samping
itu akan dilakukan pula penelitian-penelitian tentang berbagai
faktor yang dapat mendorong perkembangan kesehatan gigi.
Kesehatan jiwa
Kebijaksanaan pembinaan kesehatan jiwa dalam Repelita II
terutama ditujukan untuk mendorong perkembangan seluruh
sarana-sarana pelayanan kesehatan jiwa, pengembangan pela-
yanan kesehatan jiwa pada Puskesmas, dan meningkatkan efi-
siensi pelayanan kesehatan jiwa.
Dalam Repelita II di usahakan untuk meningkatkan pelayanan
22 buah rumah sakit jiwa dengan 7.000 buah tempat tidur yang
252
telah ada. Di samping itu akan dikembangkan pula usaha-usaha
untuk membangun tempat-tempat latihan bekerja bagi pende-
rita-penderita sakit jiwa.
Untuk meningkatkan usaha pembinaan kesehatan jiwa terse-
but diusahakan pengembangan tenaga-tenaga pelayanan kese-
hatan jiwa yakni tenaga-tenaga psikiater, ahli prisokologi, ahli
saraf, pembimbing sosial, dan perawat psikiatrik.
Kecuali itu, diusahakan pula untuk mengembangkan cara-
cara pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan kemajuan-kema-
juan ilmu pengetahuan.
253
Pelayanan laboratorium
Laboratorium kesehatan merupakan salah satu penunjang
utama yang memungkinkan pelayanan kesehatan dapat berja-
lan secara efektif, efisien, dan dengan mutu yang baik. Dalam
Repelita II akan dikembangkan usaha-usaha pengintegrasian
sehingga duplikasi kegiatan beberapa laboratorium kesehatan
dapat dihindarkan.
2. Pemberantasan penyakit menular
Usaha pemberantasan penyakit menular dalam Repelita II
sebanyak mungkin akan diintegrasikan ke dalam kegiatan Pus-
kesmas. Hanya beberapa kegiatan raja yang masih perlu dila-
kukan secara khusus, seperti penyemprotan rumah dengan
insektisida yang tidak dilakukan oleh petugas Puskesmas, akan
tetapi dilakukan oleh suatu team khusus.
Di daerah-daerah Jawa dan Bali serta beberapa tempat lain-
nya yang mempunyai cukup banyak Puskesmas, pemberantasan
penyakit menular dilakukan melalui Puskesmas dan bagian-
bagiannya. Akan tetapi di daerah-daerah lainnya di mana sara-
na kesehatan belum berkembang, pemberantasan penyakit
menular dilakukan dengan cara "sweeping" secara terus-mene-
rus dan teratur. Dengan cara ini penduduk yang tinggal di
daerah-daerah yang sukar dicapai dapat divaksinasi, diobati,
dan sekaligus team kesehatan dapat mengumpulkan data-data
tentang wabah. Namun demikian, cara ini tidak dapat dilaku-
kan terhadap penyakit-penyakit yang menahun seperti lepra
dan TBC paru-paru, karena memerlukan pengobatan berkala
sedikit-dikitnya selama satu tahun. Dalam hal sedemikian, pem-
berantasan penyakit-penyakit menular yang menahun di daerah-
daerah yang sulit tersebut akan dilakukan secara khusus untuk
masing-masing daerah.
254
di daerah-daerah Jawa dan Bali. Hal ini dilakukan untuk meng-
hindarkan perkembangan yang lebih besar dari pada penyakit
malaria di daerah-daerah tersebut yang akan menjadi sumber
penularan bagi daerah-daerah lainnya.
Dalam tahun-tahun selanjutnya, kegiatan penyemprotan akan
dikembangkan ke daerah-daerah lainnya sedangkan perhatian
khusus diberikan pada daerah-daerah transmigrasi, yakni dae-
rah-daerah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan bagian Teng-
gara (sepanjang jalan yang dibangun antara Banjarmasin —
Balikpapan — Samarinda), Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Tenggara. Di samping itu diutamakan pula
penyemprotan di daerah-daerah pusat kegiatan pembangunan,
misalnya di daerah penebangan hutan di Kalimantan Timur.
Tindakan ini perlu dilakukan, agar para transmigran dan para
tenaga kerja yang pada umumnya berasal dari Jawa dan Bali
serta dalam keadaan berpenyakit malaria, tidak menyebabkan
timbulnya ledakan wabah malaria di daerah-daerah yang ber-
sangkutan.
Kegiatan penyemprotan untuk pengendalian penyakit mala-
ria tersebut akan mencakup lebih dari 30 juta buah rumah
selama masa Repelita II.
Sementara itu akan dilakukan usaha-usaha perawatan dan
pengobatan terhadap penderita penyakit malaria. Usaha-usaha
ini meliputi seluruh daerah Indonesia, oleh karena penyakit
malaria pada dasarnya terdapat pada semua bagian tanah air,
walaupun ledakan-ledakan wabah sewaktu-waktu terdapat pada
daerah-daerah tertentu.
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan penderita
penyakit malaria tidak akan melebihi 2% dari penduduk di
daerah yang mendapatkan penyemprotan.
255
merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat.
Kegiatan terutama ditujukan pada kota-kota besar, kota-kota
pelabuhan, kota-kota pariwisata, dan kota-kota perdagangan.
Usaha penanggulangan penyakit kelamin tersebut meliputi
kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengobatan maupun pencegah-
an, khususnya bagi kalangan penduduk yang merupakan sum-
ber penularan penyakit kelamin.
Usaha-usaha pemberantasan penyakit patek di daerah-daerah
Jawa Bali akan diintegrasikan ke dalam kegiatan Puskesmas.
Sedangkan untuk daerah-daerah di luar Jawa Bali kegiatan-
kegiatan dilakukan melalui unit-unit pemberantasan penyakit
patek (TCPS).
Untuk memberantas penyakit lepra dilakukan usaha-usaha
untuk memutuskan mata rantai penularan dengan cara peng-
obatan jalan dalam waktu yang cukup, kepada para penderita
1epra terutama penderita terbuka. Dengan Cara pengobatan
jalan, sipenderita tetap dapat tinggal di rumahnya sendiri dan
datang ke klinik pada waktu-waktu yang ditentukan. Dalam
Repelita II diperkirakan akan dapat ditemukan 40.000 orang
penderita baru dan pengobatan teratur bagi 115.000 penderita
lepra.
Pemberantasan penyakit TBC terutama dilakukan melalui
pemberian vaksinasi/immunisasi BCG kepada golongan pen-
duduk berumur 0-14 tahun dan pengobatan penderita selama
1-2 tahun. Dalam rangka ini selama Repelita II diusahakan
Repelita II diperkirakan akan dapat ditemukan 40.000 orang
serta pengobatan terhadap sekitar lebih dari 200 ribu pen-
derita.
256
yang sehat, penyediaan air minum yang bersih, serta pem-
buangan kotoran (WC) yang memenuhi syarat-syarat kesehat-
an memegang peranan yang sangat penting.
Dalam Repelita II diperkirakan akan dapat diberikan vak-
sinasi kolera terhadap 1,5 juta orang yakni penduduk yang
berada disekitar tempat terjadinya penderita kolera dan peng-
obatan terhadap para penderita. Melalui usaha ini diharapkan
angka kematian penyakit kolera tidak akan melebihi 5% dari
jumlah penderita penyakit kolera.
257
420038 - (91).
penyakit cacing umumnya, ditujukan untuk mencegah perkem-
bangan penyakit-penyakit tersebut, khususnya di daerah-dae-
rah transmigrasi dan produksi.
Pemberantasan penyakit zoonosis (penyakit binatang yang
dapat menjangkiti manusia), ditujukan untuk mencegah
terjadinya penderita baru dan menghindarkan terjadinya ke-
matian karena penyakit pes dengan memberantas sumber
penularannya. Di samping itu untuk mencegah kematian karena
rabies, diusahakan memberikan pengobatan/vaksinasi kepada
penderita yang digigit hewan.
258
tukan berhasil tidaknya usaha-usaha pemberantasan penyakit
menular dikalangan rakyat.
Oleh karena itu maka kegiatan pengembangan hygiene dan
sanitasi dalam Repelita II, terutama ditujukan untuk memper -
luas penyediaan air minum yang sehat bagi penduduk didaerah
pedesaan, meningkatkan penggunaan tempat-tempat pembu-
angan kotoran (WC) yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
di pedesaan serta pencegahan terhadap pencemaran lingkungan.
Dalam Repelita II akan diusahakan pemasangan sedikit-dikit-
nya 1.200 instalasi air minum perpipaan di daerah pedesaan
dan pemasangan sekurang-kurangnya 20.000 sumur pompa yang
dapat mencakup jumlah penduduk yang cukup luas. Usaha-
usaha penyediaan air minum di pedesaan tersebut, terutama
akan dilakukan didaerah-daerah Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, dan Bali. Persiapan-persiap- an
teknis dan penyediaan tenaga di daerah-daerah tersebut
telah memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan penyedia-
an air minum di pedesaan. Sementara itu bagi daerah-daerah
lainnya terus dipelajari dan dipersiapkan kemungkinan pelak-
sanaan penyediaan air minum pedesaan, sehingga pada akhir
Repelita lI kegiatan penyediaan air minum pedesaan sudah
dapat mencakup daerah-daerah yang sangat membutuhkannya.
Dalam pada itu untuk mendorong berkembangnya pembuat-
an dan penggunaan tempat pembuangan kotoran yang sehat
di pedesaan, akan diberikan bantuan untuk pembuatan tempat
pembuangan kotoran di rumah-rumah keluarga di pedesaan.
Dalam rangka kegiatan ini diharapkan sekurang-kurangnya
500.000 tempat pembuangan kotoran akan terbangun dalam
masa Repelita II. Sejalan dengan berkembangnya swadaya ma-
syarakat sendiri, maka jumlah tersebut diharapkan akan dapat
lebih ditingkatkan lagi.
3. Peningkatan nilai gizi makanan rakyat
Usaha peningkatan nilai gizi makanan rakyat serta perbaik-
an gizi pada umumnya akan memperoleh perhatian yang lebih
259
besar dalam Repelita II. Perbaikan gizi tersebut meliputi usaha-
usaha di lapangan kesehatan, produksi, dan pemasaran bahan-
bahan makanan serta penyuluhan gizi yang ditujukan untuk
mendorong perkembangan pola makanan rakyat dengan kadar
gizi yang cukup.
Peningkatan nilai gizi makanan rakyat dalam hubungannya
dengan pembangunan di lapangan kesehatan terutama meli-
puti pencegahan kekurangan vitamin A, khususnya pada anak-
anak umur 1 - 4 tahun, pemberian makanan tambahan,
pencegahan gondok endemis, penyuluhan gizi yang merupakan
bagian dari kegiatan Puskesmas, serta penelitian gizi bahan
makanan.
Usaha pencegahan kekurangan vitamin A dalam Repelita II
akan meliputi sekurang-kurangnya tujuh juta lebih anak-anak
berumur 1-4 tahun yang berdasarkan perkiraan sangat mem-
butuhkannya. Di samping itu akan diusahakan pula memberi-
kan makanan tambahan (yang bernilai gizi tinggi) kepada
anak-anak umur 1-5 tahun dan ibu-ibu hamil. Pencegahan gon-
dok endemis ditujukan kepada penduduk, khususnya yang
berada di daerah-daerah pegunungan tertentu yang diperkirakan
berjumlah sekurang-kurangnya satu juta orang. Tindakan-
tindakan pencegahan gondok endemis tersebut diharapkan
dapat memberikan perlindungan untuk masa lima tahun.
Di samping usaha-usaha di lapangan kesehatan tersebut,
akan dilakukan pula kegiatan-kegiatan perbaikan gizi dalam
lapangan produksi bahan makanan. Tindakan-tindakan akan
dilakukan terhadap cara pengolahan bahan makanan, khusus-
nya beras, agar bahan-bahan gizi yang terdapat pada beras
tidak musnah dalam proses pengolahannya. Lebih dari itu akan
dipelajari kemungkinan untuk menambahkan bahan-bahan yang
bernilai gizi tinggi dalam proses pengolahan bahan pangan,
sehingga bahan pangan yang beredar dimasyarakat telah
memperoleh nilai gizi yang tinggi. Hasil-hasil yang dicapai di
lapangan ini akan dikembangkan lebih lanjut, yakni dengan
mengusahakan penambahan bahan yang bernilai gizi tinggi
260
dalam proses pembuatan bahan-bahan makanan yang tersebar
luas di kalangan rakyat (teh, opak dan lain sebagainya).
Usaha-usaha penyuluhan gizi akan diarahkan kepada usaha
untuk mendorong perkembangan pola makanan di kalangan
masyarakat yang memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan..
Kegiatan ini akan dikaitkan dengan usaha-usaha di bidang
pemasaran bahan makanan, sehingga masyarakat banyak dapat
memperoleh kemungkinan untuk mendapatkan bahan makanan
bergizi tinggi yang dapat dijangkau oleh kemampuan daya
belinya.
4. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pe-
ngertian dan kesadaran rakyat terhadap pentingnya peranan
keadaan hygiene dan sanitasi yang baik, peranan air minum
yang sehat serta makanan yang dapat disediakan, tetapi ber-
nilai gizi yang tinggi bagi perwujudan kesehatan dan kese-
jahteraan hidup perorangan, maupun keluarga.
Kegiatan utama penyuluhan kesehatan masyarakat dalam
Repelita II meliputi usaha untuk memperkuat aparatur pe-
nyuluhan kesehatan, pengembangan dan penyebaran tenaga-
tenaga ahli penyuluhan kesehatan masyarakat, pengembangan
media pendidikan kesehatan masyarakat, serta meningkatkan
kegiatan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat.
Dalam Repelita II diharapkan dapat dikembangkan tenaga-
tenaga ahli penyuluhan kesehatan masyarakat, latihan tenaga-
tenaga penyuluhan kesehatan masyarakat, percobaan penyuluh-
an kesehatan masyarakat pada sejumlah Puskesmas, serta
berbagai kegiatan lainnya.
Di samping memanfaatkan tenaga-tenaga penyuluh dari
kalangan kesehatan sendiri, akan diusahakan untuk lebih me-
ngembangkan kerja sama dari kalangan masyarakat seperti
organisasi wanita dan lain sebagainya. Begitu pula keserasian
dan saling menunjang akan diusahakan dengan pelbagai ke-
giatan penerangan di bidang-bidang pembangunan lainnya.
261
Kecuali itu, perhatian yang saksama ditujukan pula untuk
menemukan cara-cara penyuluhan yang dapat diterima dan
mudah dipahami rakyat.
5. Pengawasan obat-obatan, makanan, dan sebagainya
262
c. peningkatan kerja sama ilmiah untuk manfaat timbal-balik
dengan badan-badan ilmiah di dalam dan di luar negeri.
Bidang-bidang permasalahan yang akan mendapat perhatian
utama di lapangan penelitian kesehatan dalam Repelita II
meliputi :
a. masalah penyakit dan gangguan kesehatan lainnya, untuk
memperoleh data-data epidemiologis dan permasalahan-
nya serta menemukan cara penanggulangannya;
b. masalah lingkungan hidup, meliputi !ingkungan biologis,
lingkungan fisik, sumber-sumber penularan, dan vector
penyakit serta pencemaran lingkungan;
c. masalah teknis kesehatan, meliputi percobaan klinis,
percobaan vaksin, dan laboratorium;
d. penentuan berbagai standar dan persyaratan kesehatan
yang dapat diterapkan di Indonesia;
e. penemuan cara-cara pemberian pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang paling efektif dan efisien meliputi segi-
segi organisasi, sarana, pemanfaatan sarana, pengeIolaan
asuransi kesehatan, dan penyerasian usaha-usaha kesehatan
pemerintah dan swasta;
f. penelitian segi-segi ekonomis dan ketatalaksanaan
dalam pembangunan bidang kesehatan;
g. masalah obat-obatan, makanan, dan kosmetika
termasuk
standardisasi obat-obatan, pola penggunaan obat-obatan,
dan penelitian obat-obatan asli (meliputi segi-segi
medis
maupun segi-segi pengusahaannya) ;
h. penelitian tentang segi-segi sosial budaya dan psychologi
masyarakat untuk perkembangan pembangunan kesehatan
di Indonesia.
7. Pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
Usaha pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan me-
liputi kegiatan pendidikan dan penataran tenaga kesehatan,
pendayagunaan tenaga kesehatan, serta peningkatan perpus-
takaan kedokteran dan kesehatan.
263
Kegiatan di lapangan pendidikan tenaga-tenaga kesehatan
meliputi pendidikan tenaga-tenaga kesehatan yang diperlukan
khususnya oleh Puskesmas, bimbingan teknis untuk peningkat-
an mutu tenaga kesehatan, peningkatan kemampuan adminis-
trasi dan ketatalaksanaan, serta peningkatan sarana pendidikan
tenaga kesehatan.
Dalam rangka peningkatan penyediaan tenaga-tenaga kese-
hatan, dalam Repelita II diperkirakan jumlah tenaga dokter
akan mencapai jumlah 10.500 orang, yang berarti sekitar dua
kali jumlah dokter pada akhir Repelita I. Demikian pula jumlah
tenaga paramedis (belum termasuk jenis tenaga kesehatan
berpendidikan Sekolah Dasar ditambah satu tahun) akan
mencapai jumlah 98.619 orang. Tenaga-tenaga tersebut terdiri
dari 3.418 tenaga kesehatan berpendidikan SLA ditambah 3
tahun (akademis), 4.517 tenaga berpendidikan SLA ditambah
1 tahun, 49.186 tenaga berpendidikan SLP ditambah 3 tahun,
dan 41.498 tenaga berpendidikan SLP ditambah 2 atau 1 tahun,
serta pendidikan SD ditambah 4 tahun (Tabel 25 — 1).
Melalui usaha-usaha perbaikan pendidikan tenaga-tenaga
paramedis yang meliputi perbaikan gedung sekolah/asrama,
perlengkapan, serta latihan-latihan ketrampilan, maka diharap-
kan bahwa jumlah tenaga paramedis akan dapat lebih diting-
katkan lagi. Dengan demikian maka jumlah tenaga-tenaga
paramedis yang membantu dokter dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan akan dapat lebih ditingkatkan.
Agar tenaga-tenaga kesehatan dapat lebih didayagunakan
secara efektif, akan ditingkatkan langkah-langkah untuk
mendistribusikan tenaga kesehatan antara daerah-daerah
secara lebih merata. Untuk ini diusahakan peningkatan peren-
canaan penempatan dan perkembangan karier tenaga ke-
sehatan.
Dalam rangka peningkatan mutu tenaga-tenaga kesehatan
akan dikembangkan suatu sistem jaringan informasi kesehatan
baik di pusat maupun di daerah-daerah. Untuk itu akan diting-
katkan penyediaan perpustakaan kedokteran dan kesehatan,
264
TABEL 2 5 — 1
JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN PADA AKHIR
REPELITA I DAN PERKIRAAN PADA AKHIR REPELITA II
TAHUN: 1974/75 — 1978/79
1. D o k t e r 6.221 10.500
2. a. Perawat (akademis) 439 939
b. Pemilik Kesehatan 597 972
c. Penata Gizi 131 231
d. Guru Perawat, Guru Bidan, Pemelihara
Kesehatan Masyarakat 1.081 1.276
3. a. Pembantu Penilik Hygiene 601 998
b. Guru Perawat (1 thn), Guru Bidan
(1 thn), Pemelihara Kesehatan
Masyarakat (1 thn). 248 998
4.a. Bidan 8.323 15.823
b. Pengatur Rawat, Perawat Jiwa 7.736 16.686
c. Pengatur Gizi 199 399
d. Pengatur Analis 608 1.233
e. Pengatur Farmasi 4.573 13.698
f. Pengatur Rawat dan Teknik Gigi 472 1.347
5. Penjenang Kesehatan 24.248 41.498
6. Juru Kesehatan dan Tenaga Pembantu
Kesehatan Jainnya 26.617 *)
Catatan:
1. Jenis tenaga golongan (2) berpendidikan SLA ditambah 3 tahun.
2. Jenis tenaga golongan (3) berpendidikan SLA ditambah 1 tahun,
3. Janis tenaga golongan (4) berpendidikan SLP ditambah 3 tahun.
4. Jenis tenaga golongan (5) berpendidikan SLP ditambah 2 tahun, SLP + 1 tahun,
dan SD + 4 tahun.
5. Jenis tenaga golongan (6) berpendidikan SD ditambah 1 tahun.
*) Dalam Repelita II, Juru Kesehatan dan Tenaga Pembantu Kesehatan digabungkan
kedalam golongan 4 dan golongan 5 pada Tabel ini.
265
420038 - (9 d) .
266
khususnya di daerah-daerah. Demikian pula penterjemahan dan
penyebaran dokumentasi ilmiah kesehatan, penyebaran infor-
masi populer kesehatan, dan hasil-hasil penelitian akan
ditingkatkan.
B. KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. PENDAHULUAN
Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial dalam rangka
pembangunan nasional, terutama ditujukan kepada pembinaan
dan pemupukan kemampuan serta kesanggupan anggota
267
masyarakat yang terhalang karena keadaan sosial ekonomi,
sosial budaya, fisik, dan mental untuk lebih dapat melakukan
peranan mereka secara positip dalam proses pembangunan.
Dengan demikian kelompok-kelompok masyarakat tersebut
memperoleh kemungkinan untuk mendapatkan kehidupan layak
sesuai dengan azas keadilan sosial yang merata.
Kecuali itu, kebijaksanaan juga ditujukan untuk mengu-
rangi ketidakserasian sosial di antara kelompok-kelompok
masyarakat.
Perhatian juga diberikan kepada masalah-masalah yang
timbul sebagai akibat pengaruh sampingan dalam proses per-
kembangan, yang menyebabkan kemerosotan nilai-nilai, misal-
nya pelacuran, perjudian yang tak terawasi, penyalahgunaan
narkotika, dan sebagainya.
Salah satu segi lain daripada usaha pembangunan kesejah-
teraan sosial adalah pengembangan sistem jaminan sosial dan
pengerahan dana sosial sesuai dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang pemanfaatannya dikaitkan secara langsung de-
ngan keperluan pembangunan.
Kebijaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial pada
umumnya bersifat membantu mendorong perobahan sikap-sikap
sosial masyarakat yang lebih sesuai dengan pembangunan.
268
perlu segera ditanggapi dalam usaha pembangunan di bidang
kesejahteraan sosial. Di samping itu terdapat pula masalah-
masalah kesejahteraan sosial lainnya misalnya masalah tuna-
karya, terutama yang berasal dari golongan berkemampuan
ekonomi sangat rendah. Masalah tersebut disebabkan kegagalan
untuk mendapatkan lapangan pekerjaan sebagai akibat belum
terpenuhinya pengembangan kesempatan kerja yang memadai
atau terjadinya pergeseran-pergeseran sektor pekerjaan serta
perubahan-perubahan persyaratan-persyaratan kerja. Dalam
bidang ini terdapat suatu masalah yang juga penting yaitu
mengenai generasi muda Indonesia. Persoalan pokok di sini
adalah untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan gene-
rasi sebagai sumber manusia muda atau sebagai sumber tenaga
kerja potensiil.
Mengenai persoalan meningkatan gejala penyalah gunaan
narkotika di kalangan remaja, diperlukan penyempurnaan
penanggulangannya yang bersifat kegiatan antar departemen/
lembaga dan masyarakat meliputi baik usaha pencegahan, pem-
berantasan, maupun penyembuhannya.
Dalam masa Repelita I telah dilakukan berbagai usaha guna
mengembangkan kelompok masyarakat yang mengalami ham-
batan serta kesulitan dalam memahami dan menyesuaikan diri
dengan alam pembangunan. Antara lain telah diusahakan
kegiatan-kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial desa. Berba-
gai hasil telah diperoleh dari kegiatan-kegiatan lembaga sosial
desa, misalnya perbaikan perumahan pedesaan dengan sistem
gotong royong dan lain sebagainya. Namun dirasakan bahwa
perhatian terhadap daerah pedesaan perlu lebih ditingkatkan
dalam jangka waktu Repelita II. Kebijaksanaan terhadap pede-
saan harus merupakan kebijaksanaan yang mendasar meliputi
aspek-aspek ekonomis dan sosial serta mengembangkan kelem-
bagaan-kelembagaan mereka sendiri secara bertahap dalam
rangka pengembangan prakarsa pembangunan. Demikian juga
terhadap keluarga-keluarga dan masyarakat yang tinggal di be-
berapa daerah yang minus dan tandus, daerah yang terasing,
269
dan daerah yang padat penduduknya perlu diberikan pelayanan
untuk mengembangkan kemampuan ekonomis mereka. Ini dila-
kukan melalui bantuan guna mengembangkan berbagai ketram-
pilan yang memungkinkan meluasnya kesempatan kerja lokal.
Permasalahan tersebut sebenarnya ditanggapi oleh usaha pem-
bangunan itu sendiri karena dengan pembangunan diharapkan
golongan-golongan masyarakat yang terlalu lemah potensi eko-
nominya dapat ditingkatkan.
Barbagai kegiatan lain telah dilakukan dalam bidang kesejah-
teraan sosial untuk memberikan rehabilitasi dan penyantunan
kepada anggota-anggota masyarakat yang sebagai orang per-
seorangan terhalang kemampuannya oleh faktor-faktor fisik,
mental, dan sosial. Usaha-usaha rehabilitasi sosial bagi para
penderita cacat meliputi penderita cacat tubuh, cacat mental,
dan tunanetra. Tujuannya adalah untuk mengusahakan agar
para penderita mampu mengatasi kecederaannya serta mengem-
balikan kepercayaan pada diri sendiri. Diusahakan pula agar
mereka memperoleh ketrampilan kerja untuk dapat disalurkan
kelapangan kerja yang layak sesuai dengan bakat dan kecakap-
annya. Untuk itu lembaga-lembaga rehabilitasi penderita cacat
di Solo serta cabangnya di Palembang, dan Ujung Pandang telah
diperluas serta diperlengkapi dengan peralatan pendidikan dan
ketrampilan. Sedangkan untuk para tunanetra, diseluruh Indo-
nesia terdapat 14 buah Panti Pendidikan dan Pengajaran Kegu-
naan Tunanetra sebagai tempat perawatan, pendidikan, dan
latihan kerja. Pembinaan kesejahteraan anak dan taruna, antara
lain dilakukan melalui penyelenggaraan Panti-panti Asuhan
yang telah berjumlah 287 buah dengan hampir 13.000 anak
asuhan.
Walaupun demikian masih perlu ditingkatkan usaha-usaha
rehabilitasi bagi para penderita cacat serta penyalurannya ke-
masyarakat dan lapangan pekerjaan. Demikian pula perlu per-
baikan sistem asuhan bagi anak-anak terlantar. Di samping itu
dengan adanya daerah bencana alam yang bersifat kronis se-
hingga tidak memungkinkan lagi bagi para korban bencana
270
alam untuk dapat memulai kembali memperkembangkan kehi-
dupan di daerah tersebut, maka perlu diusahakan untuk menya-
lurkan mereka ke daerah-daerah pertanian di luar Jawa yakni
Lampung, Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara.
Di daerah-daerah tersebut diharapkan mereka akan mampu
memperkembangkan dan memperbaiki tingkat penghidupannya.
Melalui cara tersebut hasil penanggulangan korban akibat bencana
alam tidak lagi bersifat konsumtif melainkan produktif serta turut
membantu penyebaran penduduk yang lebih seimbang. Selama
Repelita I telah dapat disalurkan 3.108 Kepala Keluarga (KK)
korban bencana alam berasal dari daerah banjir di Lamongan
(Jawa Timur), dari daerah bencana gunung Merapi (Jawa Tengah),
dari daerah bencana kelaparan di gunung Kidul (Yogyakarta), serta
dari daerah banjir Ciamis (Jawa Barat). Semua kegiatan tersebut
merupakan daya-upaya untuk mengurangi berbagai kelemahan
dan kekurangan di bidang sosial pada umumnya.
Mengenai perkembangan dana-dana sosial serta jaminan sosial,
pada akhir Repelita I telah mulai dirintis pemikiran-pemikiran ke
arah penggunaan yang lebih efektif dan pengorganisasian dana-
dana sosial yang lebih baik. Dengan demikian dana-dana tersebut
diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dana pembangunan.
Tentang hal ini masih dihadapi berbagai masalah yang perlu
dipecahkan.
271
Kebijaksanaan lain adalah membantu golongan-golongan
masyarakat yang relatif terhambat perkembangan sosial eko-
nominya melalui pembinaan dan peningkatan agar mereka
mampu ikut serta berperan dalam kegiatan pembangunan. Ke-
bijaksanaan juga ditujukan ke arah tercapainya penyebar-
an beban dan hasil pembangunan yang lebih merata. Dalam
rangka yang lebih luas maka kebijaksanaan tersebut akan mem-
bantu mengembangkan dan mengarahkan nilai-nilai dan sikap-
sikap yang lebih sesuai serta menunjang usaha pembangunan.
Hal ini bertalian erat dengan berbagai program perubahan so-
sial dari bidang-bidang pendidikan, penerangan, kehidupan or-
ganisasi masyarakat, pembinaan hukum, pembinaan generasi
muda, dan lain-lain.
Berbagai kebijaksanaan lainnya di bidang kesejahteraan-
sosial ditujukan untuk menanggulangi masalah-masalah kepin-
cangan-kepincangan sosial dalam masyarakat, seperti perju-
dian umum yang tidak terawasi, keberandalan anak-anak,
penyalahgunaan narkotika, dan lain-lain.
Kepada anggota-anggota masyarakat yang terhalang, baik
jasmani, mental, maupun sosial, diberikan pelayanan rehabili-
tasi dengan memberikan ketrampilan-ketrampilan yang diper-
lukan agar mereka dapat menjadi warga masyarakat yang
layak dan dapat turut berpartisipasi dalam usaha pembangunan.
Demikian pula akan dikembangkan berbagai langkah usaha
untuk membina sistem jaminan sosial dan pengerahan dana
sosial bagi golongan-golongan masyarakat tertentu yang pe-
manfaatannya secara langsung dapat digunakan bagi kepen-
tingan pembangunan.
Atas dasar hasil-hasil yang dicapai selama Repelita I maka
kebijaksanaan pokok kesejahteraan sosial diarahkan agar ke-
giatan-kegiatan pelayanan baik yang diselenggarakan dalam
lembaga/panti sosial, maupun yang diselenggarakan di luar
lembaga (non institusionalcare), mempergunakan cara pende-
katan ke arah pembentukan lembaga-lembaga yang bersifat
produktif. Dalam kerangka yang demikian diharapkan, disatu
272
pihak masyarakat dengan sukarela dan penuh kesadaran ikut
serta dalam kegiatan-kegiatan sosial, dan dilain pihak masya-
rakat memperoleh kesempatan untuk mengembangkan keca-
kapan/ketrampilan berkat adanya lembaga tersebut.
Bertitik tolak dari kebijaksanaan tersebut di atas maka usa-
ha-usaha kesejahteraan sosial dalam Repelita II, penyusunannya
selain didasarkan atas besarnya masalah yang dihadapi, juga
didasarkan atas perhitungan langsung atau tidak langsungnya
serta cepat-lambatnya program tersebut dapat menunjang dan
melengkapi usaha-usaha pembangunan. Atas dasar pokok-pokok
masalah di bidang kesejahteraan sosial disusun langkah-langkah
dalam skala prioritas sebagai berikut :
1) Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang sekaligus ekonomis
produktif sehingga sedikit banyak menunjang dan meleng-
kapi usaha-usaha pembangunan.
2) Usaha-usaha kesejahteraan sosial murni yang didasarkan
atas prinsip mengangkat mereka yang berkepentingan un-
tuk dapat menolong diri mereka sendiri.
3) Usaha-usaha perintisan jaminan sosial untuk para lanjut
usia dan kelompok-kelampok produktif.
Di samping itu seluruh kegiatan tersebut selalu diarahkan
untuk memberikan rangsangan terhadap perkembangan poten-
si masyarakat pada umumnya dan kesejahteraan rakyat pada
khususnya.
Atas dasar seluruh kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut
di atas, akan dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai
berikut :
A. Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang membantu
men-dorong perubahan sosial yang lebih luas
Berbagai kegiatan di bidang kesejahteraan sosial akan dila-
kukan untuk mendorong perubahan sikap sosial masyarakat
guna berpartisipasi dalam pembangunan. Kegiatan ini antara
lain meliputi peningkatan taraf hidup, pengembangan ketram-
pilan, nilai-nilai sosial, perbaikan dan pengembangan
lembaga-
273
lembaga kemasyarakatan terutama di bidang ekonomi masya-
rakat pedesaan.
Segi lain yang akan mendapatkan perhatian adalah pembina-
an kesejahteraan masyarakat, termasuk antara lain usaha-
usaha pembinaan kesejahteraan perumahan dan usaha-usaha
keluarga berencana.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok serta langkah-langkah
kegiatan guna mendorong perubahan sosial, meliputi usaha-
usaha sebagai berikut:
274
yang tersebar di daerah-daerah terpencil. Dalam Repelita II
diusahakan agar sebagian besar dari anggota suku terasing
tersebut dapat dimasyarakatkan. Kegiatan tersebut diharapkan
akan mempunyai pengaruh efektif pula terhadap suku-suku
y a n g tinggal disekitarnya. Pelayanan sosial diberikan kepada
mereka dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan kegiatan
sosial, pembangunan pusat Operasi Sementara, perintisan
perkampungan yang menetap, dan penyediaan sarana-sarana
sosial.
275
Kirakan 29% tinggal di pedesaan dalam keadaan kurang tera-
wat dan memerlukan penyantunan. Kepada orang-orang lanjut
usia tersebut diberikan pelayan sosial dalam bentuk Pant Wer-
dha dengan kegiatannya pengisian waktu terluang serta latihan-
latihan ketrampilan untuk memberikan kesibukan dan re-
kreasi sehat. Pelaksanaan penyantunan selama Repelita I menca-
pai jumlah 5.000 orang. Dalam Repelita II direncanakan akan
dapat diselenggarakan penyantunan untuk sekitar 20.000 orang.
276
b. Rehabilitasi penderita akibat bencana , alam dan korban
lainnya
277
a. Usaha untuk mengatasi/membatasi sumber-sumber penye-
babnya.
b. Usaha penampungan dan rehabilitasi dalam panti-panti
sosial.
c. Usaha untuk dapat menyalurkan hasrat dan aspirasinya.
(2) Kegiatan yang ditujukan kepada anak-anak diluar
jangkauan sistem persekolahan serta anak-anak mogok sekolah
(drops-out).
Kegiatan antara lain:
a. Bimbingan untuk mengembangkan ketrampilan kerja dan
peningkatan sumber pendapatannya. Kemudian memper-
siapkan mereka untuk dapat berpartisipasi secara produk-
tif dalam pembangunan.
b. Penyediaan fasiilitas-fasilitas rekreasi.
(3) Kegiatan yang ditujukan kepada keluarga-keluarga,
antara lain:
a Pelayanan bimbingan kesejahteraan bagi keluarga yang
mengalami keretakan.
b Bimbingan keluarga dengan cara pemberian perangsang
berupa alat-alat produksi agar mereka mampu meningkat-
kan pendapatannya sehingga dapat menjamin pertumbuh-
an serta perkembangan anak-anaknya.
b. Penampungan dan penyaluran tunakarya.
Sasaran daripada kegiatan ini adalah para tunakarya yang
keadaan ekonominya sangat rendah (gelandangan),
Kegiatan pokoknya meliputi:
a. Pendidikan/latihan ketrampilan kerja.
b. Penyaluran 10.000 Kepala Keluarga tunakarya ke lapangan
pekerjaan terutama ke daerah pertanian di luar Jawa.
c. Kegiatan-kegiatan lain di bidang ini ditujukan antara lain
untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari pengaruh
perjudian.
278
Demikian pula usaha untuk menyantunkan wanita tunasusila
pada panti-panti pendidikan agar dapat disalurkan ke lapangan
pekerjaan yang sesuai dengan martabat kemanusiaan yang se-
wajarnya.
Dalam banyak hal kegiatan tersebut di atas membutuhkan
pendekatan yang menyeluruh meliputi kegiatan-kegiatan yang
bersifat preventif maupun rehabilitatif dari berbagai lembaga
pemerintah maupun masyarakat.
279
Kebijaksanaan dan kegiatan usaha di bidang ini juga mem-
butuhkan usaha yang terintegrasi. Dengan demikian perlu di-
kembangkan suatu perlembagaan yang efektif untuk menam-
pung dan mengkoordinasikan penyelenggaraannya.
4. Peningkatan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial
PEMBIAYAAN
280
golongkan dalam sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional,
dan Pembinaan Generasi Muda sebesar Rp. 920,00 juta dalam
tahun 1974/75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 6.845,00 juta
dalam jangka waktu lima tahun selama Repelita II.
Untuk Penelitian yang digolongkan dalam sektor Pengem-
bangan Ilmu dan Teknologi, Penelitian dan Statistik sebesar
Rp. 385,00 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan ber-
jumlah Rp. 2.740,00 juta selama lima tahun dalam Repelita II.
Sedang untuk pembangunan prasarana fisik Pemerintahan
dan/atau untuk Peningkatan Efisiensi Aparatur Pemerintahan
yang digolongkan dalam Sektor Aparatur Negara sebesar
Rp. 515,00 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan ber-
jumlah Rp. 2.740,00 juta selama lima tahun dalam Repelita IL
Dalam seluruh jumlah-jumlah tersebut di atas sudah terma-
suk nilai lawan pelaksanaan bantuan proyek.
281
TABEL 25 — 2
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN
1974/75 — 1978/79
(dalam jutaan rupiah)
282
KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
1 2 3 4
283
1