Etika profesi adalah suatu sikap etis yang dimiliki seorang profesional sebagai bagian integral
dari sikap hidup dalam mengembang tugasnya serta menerapkan norma-norma etis umum pada
bidang-bidang khusus (profesi) dalam kehidupan manusia.
Etika profesi atau kode etik profesi sangat berhubungan dengan bidang pekerjaan tertentu yang
berhubungan langsung dengan masyarakat atau konsumen. Konsep etika tersebut harus
disepakati bersama oleh pihak-pihak yang berada di lingkup kerja tertentu, misalnya; dokter,
jurnalistik dan pers, guru, engineering (rekayasa), ilmuwan, dan profesi lainnya.
Kode etik profesi ini berperan sebagai sistem norma, nilai, dan aturan profesional secara tertulis
yang dengan tegas menyatakan apa yang benar/ baik, dan apa yang tidak benar/ tidak baik bagi
seorang profesional. Dengan kata lain, kode etik profesi dibuat agar seorang profesional
bertindak sesuai dengan aturan dan menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik
profesi.
Agar kita lebih memahami apa itu etika profesi, maka kita dapat merujuk pada pendapat para
ahli berikut ini:
Menurut Anang Usman, SH., MSi, etika profesi adalah sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam
rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang
membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama
2. Siti Rahayu
Menurut Siti Rahayu (2010), pengertian etika profesi adalah kode etik untuk profesi tertentu
dan karenanya harus dimengerti selayaknya, bukan sebagai etika absolut.
3. Kaiser
Menurut Kaiser (Suhrawardi Lubis, 1994:6-7), pengertian etika profesi adalah sikap hidup
berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh
ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat.
Terdapat beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan dalam pelaksanaan kode etik profesi.
Adapaun prinsip-prinsip etika profesi adalah sebagai berikut:
Setiap profesional harus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan dan juga
terhadap hasilnya. Selain itu, profesional juga memiliki tanggungjawab terhadap dampak yang
mungkin terjadi dari profesinya bagi kehidupan orang lain atau masyarakat umum.
2. Prinsip Keadilan
Pada prinsip ini, setiap profesional dituntut untuk mengedepankan keadilan dalam menjalankan
pekerjaannya. Dalam hal ini, keadilan harus diberikan kepada siapa saja yang berhak.
3. Prinsip Otonomi
Setiap profesional memiliki wewenang dan kebebasan dalam menjalankan pekerjaan sesuai
dengan profesinya. Artinya, seorang profesional memiliki hak untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dengan mempertimbangkan kode etik profesi.
Integritas moral adalah kualitas kejujuran dan prinsip moral dalam diri seseorang yang
dilakukan secara konsisten dalam menjalankan profesinya. Artinya, seorang profesional harus
memiliki komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya, dan masyarakat.
Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, kode etik
profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam
kehidupan sehari-hari. Mengacu pada hal tersebut, maka fungsi dan tujuan etika profesi adalah
sebagai berikut:
1. Fungsi Kode Etik Profesi
Sebagai pedoman bagi semua anggota suatu profesi tentang prinsip profesionalitas
yang ditetapkan.
Sebagai alat kontrol sosial bagi masyarakat umum terhadap suatu profesi tertentu.
Sebagai sarana untuk mencegah campur tangan dari pihak lain di luar organisasi,
terkait hubungan etika dalam keanggotaan suatu profesi.
Etika yang menjadi fokus dalam telaah ini adalah etika yang berkaitan dengan profesi seorang
arsitek. Lingkup pengaturan ini berupa hubungan antara arsitek dengan owner, arsitek dengan
sesama arsitek, arsitek dengan profesi lain yang memiliki keterkaitan pekerjaan.
Dalam menjalankan tugas profesinya arsitek dibatasi dengan etika profesi. Namun hanya arsitek
yang menjadi anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) saja yang terikat dengan aturan kode etik
yang tercurah dalam Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI), juga negara mulai memasuki pada wilayah ini sejak diberlakukannya Undang-
undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18 tahun 1999 dan Undang-undang Bangunan Gedung
(UUBG) no. 28 tahun 2008, serta beberapa peraturan pemerintah dan petujuk operasionalisasi
kedua Undang-undang tersebut, saat ini turut mengatur kode etik secara tidak langsung. Serta
harapannya kedepan bahwa Undang-Undang Arsitek dapat mengimbangi pada sisi lain. Karena
bila melihat pada kedua undang-undang tadi maka lebih memfokuskan kewajiban dari seorang
arsitek dan belum mengatur hak-hak arsitek. Tentunya kondisi perundangan yang demikian saat
ini merupakan sebuah kelemahan perlindungan terhadap seorang perencana.
Demikianlah Ikatan Arsitek Indonesia dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab
merumuskan Kode Etik Arsitek sebagai berikut :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Seorang arsitek harus menempatkan diri, menata pikiran dan hasil karyanya, bukan sebagai
tujuan melainkan sarana yang digunakan secara maksimal dalam mencapai tujuan kemanusiaan
denganberupaya hemat sumber daya serta menghindar dampak negatif
Pasal 4
Atas dasar kepercayaan atas keutuhan integritas, keahlian, kujujuran, kearifan dan rasa sosial
yangdilimpahkan kepadanya, maka seorang arsitek mendahulukan tanggung jawab dan
kewajiban dari padahak dan kepentingan diri sendiri.
Pasal 5
Tanpa mengurangi hak dan kepentingan pemberi tugas, seorang arsitek berusaha memahami
dan memperjuangkan kepentingan umat manusia dan masyarakat pemakai, sekalipun pihak ini
bukanpemberi imbalan jasa secara langsung.
Pasal 6
Arsitek sebagai budayawan harus berupaya mengangkat nilai-nilai sosial budaya melalui
karyanya dan tidak semata-mata menggunakan pendekatan teknis.
Pasal 7
Pada tahap manapun dalam proses pembangunan, arsitek harus menunaikan tugasnya secara
bijak dan konsisten
SANKSI PIDANA DAN PERDATA KODE ETIK ARSITEK
Pada pasal 9 Pedoman Hubungan Kerja antara Arsitek dan Pemberi Tugas, menyatakan bahwa
arsitek brtanggung-jawab atas kerugian akibat kesalah-kesalahan yang dibuat arsitek, hal ini
diberikan ancaman juga pada UUBG Bab VIII.
Pasal 44 bahwa kesalahan yang diperbuat tersebut merupakan kesalahan yang disebabkan oleh
kelalain maka akan terkena sangsi sebesar-besarnya 1 tahun kurungan dan 1% dari harga
bangunan bila kelalaiannya tersebut mengakibatkan kerugian harta benda, dan kurungan 2 tahun
dan/atau 2% dari nilai bangunan bila akibat kelalaiannya mengakibatkan cacat seumur hidup,
serta 3 tahun kurungan dan/atau 3% nilai bangunan bila mengakibatkan korban jiwa. Namun bila
kesalahan tersebut diakibatkan karena kesengajaan maka dikenai sangsi sebesar-besarnya 5 tahun
penjara dan/atau 20% dari nilai bangunan bilama akibat kesalahannya tersebut mengakibatkan
korban jiwa.
Dalam menjalankan tugas profesinya arsitek dibatasi dengan etika profesi. Namun hanya arsitek
yang menjadi anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) saja yang terikat dengan aturan kode etik
yang tercurah dalam Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Ikatan Arsitek
Indonesia (IAI).
Ada 5(lima) kewajiban yang harus dipenuhi oleh arsitek professional (kewajiban secara umum,
kewajiban pada masyarakat, kewajiban pada profesi, kewajiban pada pengguna jasa, kewajiban
pada teman sejawat). Tidak terpenuhinya 5(lima) kewajiban tersebut oleh arsitek dianggap suatu
penyimpangan atau pelanggaran kode etik.
Seorang arsitek tidak semaksimal mungkin untuk menampilkan kepakaran dan kecakapannya
secara maksimal dalam menangani pekerjaan . Mendesain bangunan tanpa meneliti bahwa lokasi
perencanaan merupakan kawasan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya tinggi yang
harusnya dilestarikan. Bersikap masa bodoh atau membiarkan bahwa ada suatu kegiatan
renovasi/pembangunan pada suatu bangunan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya tinggi
yang seharusnya dilestarikan Menggunakan SDM yang tidak sesuai dengan keahliannya dan
tingkat kemampuan dan pengalamannya bidang arsitektur dalam menangani perancangan
bangunan. Memberikan pelayanan teknis keahlian yang berbeda karena factor SARA, golongan
dan gender.
2. Penyimpangan/Pelanggaran terhadap kepentingan masyarakat.
Melanggar hukum dengan mengabai-kan undang-undang/ peraturan yang terkait dengan proyek
pembangunan. Menjanjung dan mempromosikan dirinya untuk mendapatkan pekerjaan baik
secara lesan atau lewat media. Menyebut suatu produk bahan dalam pekerjaan proyeknya dengan
mendapat imbalan. Melakukan penipuan / kebohongan terkait dengan tugas profesi arsitek.
Menyuap kepada pihak tertentu untuk mendapatkan pekerjaan.
Melaksanakan pekerjaan bidang arsitektur tanpa memiliki Sertikat Keahlian Arsitek. Menerima
pekerjaan bidang arsitektur diluar jangkauan kemampuannya. Mengajukan imbalan jasa yang
tidak sesuai standard /hubungan kerja /standar IAI bidang arsitektur. Tidak melasanakan tugas
pekerjaan sesuai dengan kontrak yang berisi tentang lingkup penugasan, produk yang diminta,
imbalan jasa yg disepakati, tugas dan tanggung jawab yang diembannya, hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi.
Menandatangani suatu pekerjaan sebagai arsitek yang bukan dari hasil desainnya. Membuat
pernyataan yang keliru/menyesatkan/palsu atas fakta materiil, kualifikasi keprofesian,
pengalaman kerja atau penampilan karya kerjanya serta mampu menyampaikan secara cermat
lingkup dan tanggung jawab yang terkait dengan pekerjaan yang diakui sebagai karyanya.
Pada dasarnya penyimpangan dari apa yang tetera dalam Kode Etik dan Kaidah dan Tata Laku
Profesi IAI tidak ada sangsi hukumnya, yang ada adalah sangsi organisasi yaitu berupa teguran
lesan, teguran tertulis, penonaktifan sebagai anggota dan yang paling berat adalah dikeluarkan
sebagai anggota IAI. Sangsi yang diberikan oleh organisasi (IAI) ini akan berdampak pada
profesi dan psikologis bagi anggota yang kena sangsi, bahkan kemungkinan tidak mendapatkan
pekerjaan sebagai profesi arsitek. Namun apabila pelanggaran ini menyangkut hukum terkait
dengan pelanggaran undang-undang, peraturan pemerintaha dan lain sebagainya maka
penyelesaiannya lewat pengadilan.
Ilham membeberkan masalah pembangunan fasilitas pemerintahan dan sarana ibadah di Konut
menindaklanjuti statemen Ketua Komisi B DPRD Konut, Satria Baikole. Dimana Satria
mengungkapkan bahwa diduga gambar gedung DPRD Konut dijiplak dari salah satu kantor
DPRD daerah lain. Padahal biaya desainnya sudah dianggarkan.
Menurutnya, biaya desain gedung DPRD Konut sekitar Rp 200 juta, sedangkan kantor bupati
berkisar Rp 400 juta. "Kalau memang benar dugaan DPRD bahwa desain gambar hasil jiplakan,
tidak hanya anggaran desain yang harus dikembalikan. Tapi harus diproses secara hukum karena
jelas terjadi pelanggaran Keppres nomor 80 tahun 2003," ujarnya.
Khusus untuk proses tender kantor bupati Konut, Ilham mensinyalir telah terjadi pelanggaran
Keppres. Ini didasarkan pada saat pengambilan dokumen tender. "Memang ada gambar tapi tidak
ada Bill Off Quantity (BOQ) atau volume pekerjaan. Waktu anuweijzing, para kontraktor minta
BOQ dan panitia saat itu menyetujui. Tapi hingga pemasukan dokumen penawaran, BOQ tidak
dikeluarkan panitia lelang tanpa alasan yang jelas. Jadi para rekanan tidak bisa menghitung
volume pekerjaan secara tepat. Tapi anehnya, ada perusahaan rekanan yang kami duga mendapat
BOQ," bebernya. Pernyataan Ilham dipertegas lagi Fadli S Tanawali, Ketua BPP Asosiasi
Kontraktor Umum Indonesia (Askumindo) Sultra. Panitia proyek melalui Biro Ekonomi dan
Pembangunan Pemkab Konsel, tidak memperlihatkan review desain. Sehingga seenaknya saja
melakukan perubahan, termasuk rincian biaya.
ETIKA PROFESI ARSITEKTUR
DISUSUN OLEH :
D51116517
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019