Anda di halaman 1dari 92

MUTU DAN UMUR SIMPAN UBI JALAR PUTIH

(Ipomoea batatas L.) DALAM KEMASAN PLASTIK


PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN

Oleh :
CININTA A.L.P. PERTIWI
F14051249

2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
MUTU DAN UMUR SIMPAN UBI JALAR PUTIH
(Ipomoea batatas L.) DALAM KEMASAN PLASTIK
PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Cininta A.L.P. Pertiwi
F14051249

2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
___________________________________________________________
MUTU DAN UMUR SIMPAN UBI JALAR PUTIH
(Ipomoea batatas L.) DALAM KEMASAN PLASTIK
PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Cininta A.L.P. Pertiwi
F14051249

Dilahirkan pada tanggal 24 Maret 1989


di Jakarta
Tanggal lulus:...............................................

Menyetujui,
Bogor, September 2009

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr.


Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng.


Ketua Departemen
Teknik Pertanian
Cininta A.L.P. Pertiwi. F14051249. MUTU DAN UMUR SIMPAN UBI
JALAR PUTIH (Ipomoea batatas L.) DALAM KEMASAN PLASTIK PADA
BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. I Wayan
Budiastra, M.Agr. 2009.

RINGKASAN

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang banyak diminati oleh pasar karena potensinya sebagai bahan pangan, bahan
baku industri, dan pakan ternak. Untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar,
diperlukan produk ubi jalar yang bermutu baik. Perhatian pada kegiatan
pascapanen diperlukan agar mutu ubi jalar segar tetap terjaga seperti pada saat
dipanen. Salah satu kegiatan pascapanen yang penting pada produksi ubi jalar
adalah penyimpanan. Kadar air yang tinggi dalam ubi jalar segar menyebabkan
ubi jalar tidak tahan disimpan lama. Oleh karena itu, penyimpanan ubi jalar segar
harus dilakukan dengan benar untuk mendapatkan ubi jalar dengan mutu yang
terjaga. Penggunaan kemasan plastik selama penyimpanan dapat dipertimbangkan
sebagai cara untuk mempertahankan mutu ubi jalar dan memperpanjang umur
simpannya. Kemasan plastik dapat melindungi produk dari perubahan kadar air
karena dapat menghambat terjadinya penyerapan uap air dari udara.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari mutu ubi jalar dalam
kemasan plastik selama penyimpanan, mengamati pengaruh jenis kemasan dan
suhu terhadap mutu ubi jalar selama penyimpanan, dan menduga umur simpan ubi
jalar. Penelitian dilakukan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009 di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen
Teknik Pertanian, Fateta, IPB.
Penelitian dilakukan melalui tahapan persiapan bahan, penyimpanan
dengan kemasan plastik, analisis parameter mutu ubi jalar, dan pendugaan umur
simpan. Ubi jalar yang disimpan diberi perlakuan berupa pengemasan dengan
plastik dan suhu penyimpanan. Selama penyimpanan, terdapat ubi jalar yang
dikemas dengan plastik dan ubi jalar yang tidak dikemas sebagai pembanding.
Kemasan plastik yang digunakan terdiri atas tiga jenis plastik yaitu low density
polyethylene (LDPE), high density polyethylene (HDPE), dan polipropilen (PP).
Penyimpanan dilakukan selama 14 hari pada dua tingkat suhu yaitu suhu ruang
(27-29oC) dan suhu dingin (15oC). Parameter mutu ubi jalar yang dianalisis antara
lain susut bobot, kadar air, kadar pati, kekerasan, dan kemunculan cacat pada
umbi yang meliputi pertunasan, kepoyoan, dan pembusukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemasan plastik mampu menekan
susut bobot dan mempertahankan kadar air, kadar pati, dan kekerasan ubi jalar.
Kemasan plastik juga memperlambat terbentuknya poyo, namun mempercepat
pertumbuhan tunas pada umbi. Pengaruh jenis kemasan adalah nyata terhadap
susut bobot, kadar air, kadar pati, dan kekerasan ubi jalar, sedangkan pengaruh
suhu penyimpanan adalah nyata terhadap susut bobot dan kadar pati, namun tidak
nyata terhadap kadar air dan kekerasan ubi jalar, Umur simpan ubi jalar tanpa
kemasan dan ubi jalar dalam kemasan PP adalah 10 hari apabila disimpan dalam
suhu ruang. Umur simpan ubi jalar dalam kedua perlakuan penyimpanan tersebut
merupakan umur simpan terlama dibandingkan dengan perlakuan penyimpanan
lainnya.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 24 Maret 1989 dari pasangan Djoko


Sasono dan Pretty Multihartina. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Angkasa I Jakarta
pada tahun 2000 lalu melanjutkan ke SLTP Labschool Rawamangun dan tamat
pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan jenjang sekolah
menengah atas di SMA 81 Jakarta kemudian melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor dengan mayor Teknik Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi pengurus
Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian IPB pada tahun 2006 sebagai staf
Departemen Keteknikan. Penulis juga pernah menjadi staf Departemen Kajian
Strategis Daerah dalam BEM KM IPB pada tahun 2007. Pada tahun 2008, penulis
melakukan Praktek Lapangan di Pabrik Teh Orthodoks PTPN VIII Perkebunan
Malabar dengan judul laporan ”Aspek Keteknikan Pertanian Pada Proses
Pengolahan Teh Hitam Orthodoks di PTPN VIII Perkebunan Malabar, Bandung,
Jawa Barat”. Pada tahun 2009, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Mutu
dan Umur Simpan Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Dalam Kemasan Plastik
Pada Berbagai Suhu Penyimpanan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Mutu dan Umur Simpan Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas
L.) Dalam Kemasan Plastik Pada Berbagai Suhu Penyimpanan”.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang telah
meluangkan ilmu, waktu, maupun tenaganya baik secara langsung dan tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. selaku Pembimbing Akademik atas
segala bimbingan, arahan, pemikiran, serta waktu yang telah dicurahkan.
2. Ibu Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si.
selaku dosen penguji atas saran serta masukannya.
3. Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr. (alm.) atas segala bimbingan dan arahan yang
telah diberikan.
4. Bapak Wargiono, atas saran serta masukannya.
5. Ibu, Bapak, dan Adik atas segala doa dan semangatnya.
6. Pak Sulyaden, Pak Wachid, dan Pak Wana atas segala bantuannya selama
pelaksanaan penelitian.
7. Mbak Rina atas waktu dan bantuannya.
8. Panji, Acid, dan Anya yang telah memberi dukungan dan semangat selama
pelaksanaan penelitian.
9. Teman-teman TEP 42 atas kebersamaan serta persahabatannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini mungkin belum sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
sebagai perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang
membacanya. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, September 2009

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. ii
DAFTAR TABEL...…………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… vi
I. PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………... 1
B. Tujuan………………………………………………………………… 3
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 4
A. Ubi Jalar……………………………….……………………………… 4
B. Pascapanen Ubi Jalar………...……………………………………….. 6
C. Standar Mutu Ubi Jalar ………………...…………………………….. 10
D. Kemasan Plastik……………………………………………………… 12
E. Penyimpanan..………………………………………………………… 14
III.METODOLOGI…………………………………………………………. 17
A. Waktu dan Tempat…..………………………………………………... 17
B. Bahan dan Alat..………………………………………………………. 17
C. Tahapan Penelitian………………….………………………………… 17
1. Persiapan bahan……….……………………………………………. 17
2. Penyimpanan dengan kemasan plastik……………………………... 19
3. Analisis parameter mutu ubi jalar………………………………….. 21
4. Pendugaan umur simpan…………………………………………… 22
D. Pengamatan…………………………………………………………… 22
1. Susut bobot……..…….……………………………………………. 22
2. Kadar air……….……………………………….…………………... 23
3. Kadar pati…….…………..………………………………………… 23
4. Kekerasan........………………..……………………………………. 23
5. Cacat pada umbi….………………………………………………… 24
E. Rancangan Percobaan ………………………………………………... 24

ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN….………………………………………. 27
A. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Susut 27
Bobot...……………………….…………………….…………………
33
B. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kadar
Air .….…….……………………………………….…………………
C. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kadar 37
Pati.....………………………….……………………………….…….
41
D. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap
Kekerasan..…………………………………………………………… 44
E. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap
45
Kemunculan Cacat Pada Umbi...………………………………….….
1. Pertunasan..……..…….……………………………………………. 46
2. Kepoyoan..…….……………………………….…………………... 48
3. Pembusukan.....….…………..….......……………………………… 48
F. Pendugaan Umur Simpan….…………………….…………….………
V. KESIMPULAN DAN SARAN………………….…………….………… 53
A. Kesimpulan.………………………………………………………… 53
B. Saran……………………………………………….………………… 53
DAFTAR PUSTAKA….……………….…………………………….……… 55
LAMPIRAN……………………………………………………………….… 58

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi gizi dalam tiap 100 gram daun dan ubi jalar segar.…. 5
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan khusus mutu ubi jalar……………...…… 12
Tabel 3. Karakteristik jenis plastik LDPE, HDPE, dan PP……………..… 13
Tabel 4. Masa simpan sayuran prepacked (eceran) pada lima suhu yang
berbeda………………………………………….……………….. 15
Tabel 5. Analisis ragam susut bobot...……………………………………. 31
Tabel 6. Uji Duncan jenis kemasan untuk susut bobot...…………………. 32
Tabel 7. Uji Duncan suhu penyimpanan untuk susut bobot……………… 32
Tabel 8. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan, suhu penyimpanan,
dan hari penyimpanan untuk susut bobot…………….…….……. 33
Tabel 9. Analisis ragam kadar air..………………………………...……… 36
Tabel 10. Uji Duncan jenis kemasan untuk kadar air……………………… 36
Tabel 11. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan dan suhu
penyimpanan untuk kadar air.…………………………………… 38
Tabel 12. Analisis ragam kadar pati...……………………………………… 40
Tabel 13. Uji Duncan jenis kemasan untuk kadar pati...…………………… 40
Tabel 14. Uji Duncan suhu penyimpanan untuk kadar pati...……………… 40
Tabel 15. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan dan suhu
penyimpanan untuk kadar pati...………………………………… 41
Tabel 16. Analisis ragam kekerasan..……………………………………… 43
Tabel 17. Uji Duncan jenis kemasan untuk kekerasan..…………………… 43
Tabel 18. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan, suhu penyimpanan,
dan hari penyimpanan untuk kekerasan.………………………… 44

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Ubi jalar..……………………………………………………… 6
Gambar 2 Ubi jalar saat curing…………………………………………… 18
Gambar 3. Ubi jalar yang telah dibersihkan dan disortasi………………… 18
Gambar 4. Ubi jalar dalam kemasan LDPE..……………………………… 19
Gambar 5. Ubi jalar dalam kemasan HDPE..……………………………… 19
Gambar 6. Ubi jalar dalam kemasan PP…………………………………… 20
Gambar 7. Ubi jalar tanpa kemasan. ……………………………………… 20
Gambar 8. Penyimpanan dalam suhu ruang.……………………………… 21
Gambar 9. Penyimpanan suhu dingin dalam refrigerator………………… 21
Gambar 10. Diagram alir tahapan penelitian.………………………...…….. 26
Gambar 11. Grafik susut bobot ubi jalar selama penyimpanan..…………… 28
Gambar 12. Grafik kadar air ubi jalar selama penyimpanan..……………… 34
Gambar 13. Grafik kadar pati ubi jalar setelah penyimpanan 14 hari……… 38
Gambar 14. Grafik kekerasan ubi jalar selama penyimpanan.……………… 42
Gambar 15. Grafik kemunculan tunas pada ubi jalar..……………………… 45
Gambar 16. Tunas pada umbi ubi jalar...…………………………………… 46
Gambar 17. Grafik kemunculan poyo pada ubi jalar..……………………… 47
Gambar 18. Kepoyoan pada umbi ubi jalar………………………………… 47

v
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Data susut bobot (% per 2 hari) ubi jalar selama 58
penyimpanan…………………………………………………
Lampiran 2. Data kadar air (% bb) ubi jalar selama penyimpanan.....……. 60
Lampiran 3. Data kadar pati (% bb) ubi jalar setelah penyimpanan 14 hari 62
Lampiran 4. Data kekerasan (kgf) ubi jalar selama penyimpanan.....…….. 63
Lampiran 5. Suhu (oC) dan kelembaban (%) saat proses curing dan 65
penyimpanan suhu ruang..……………………………………
Lampiran 6. Analisis ragam susut bobot ubi jalar…..…………………….. 67
Lampiran 7. Analisis uji Duncan susut bobot ubi jalar…..………………... 68
Lampiran 8. Analisis ragam kadar air ubi jalar …………...……………… 71
Lampiran 9. Analisis uji Duncan kadar air ubi jalar………………………. 72
Lampiran 10. Analisis ragam kadar pati ubi jalar…………………………... 73
Lampiran 11. Analisis uji Duncan kadar pati ubi jalar……………………... 74
Lampiran 12. Analisis ragam kekerasan ubi jalar…………………............... 75
Lampiran 13. Analisis uji Duncan kekerasan ubi jalar………...……............ 76
Lampiran 14. Gambar sampel ubi jalar putih setelah penyimpanan 14 hari.. 79

vi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komoditas ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu komoditas
umbi-umbian yang terkenal di kalangan masyarakat Indonesia. Pemanfaatan ubi
jalar sebagai alternatif bahan pangan semakin diperhitungkan dalam upaya
diversifikasi pangan di Indonesia. Prospek ubi jalar sebagai pengganti bahan
pangan pokok, seperti beras dan jagung, didukung oleh komposisi gizinya. Ubi
jalar merupakan sumber kalori dan karbohidrat yang tinggi. Rukmana (2007)
menyebutkan bahwa ubi jalar merupakan sumber kalori sebesar 215 kal/ha/hari
sedangkan padi dan jagung hanya 176 kal dan 110 kal/ha/hari. Sementara
Bouwkamp (1985) mengatakan bahwa 75-90% dari padatan ubi jalar merupakan
karbohidrat. Ubi jalar juga mengandung berbagai vitamin dan mineral serta
kandungan gizi lain seperti protein dan lemak.
Dilihat dari kandungan gizi serta potensi pemanfaatannya, ubi jalar layak
dipertimbangkan sebagai komoditas pertanian yang memiliki potensi pasar tinggi.
Rukmana (2007) menyebutkan bahwa ubi jalar memiliki potensi ekonomi dan
sosial yang cukup tinggi sebagai bahan makanan yang efisien pada masa
mendatang, bahan pakan ternak, dan bahan baku berbagai industri. Tidak hanya di
pasar dalam negeri, pemanfaatan ubi jalar yang tinggi di negara lain seperti
Jepang, Korea, dan Amerika, dapat menjadi potensi pasar yang diperhitungkan.
Rukmana (2007) menyatakan bahwa ubi jalar amat potensial diancang sebagai
komoditas ekspor nonmigas.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar, diperlukan produk ubi jalar yang
bermutu baik dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Produksi yang baik dan
terarah akan menghasilkan ubi jalar yang tidak hanya bermutu baik tetapi juga
bernilai jual tinggi. Wargiono (1980) menyebutkan bahwa sebagian besar hasil
panen ubi jalar dikonsumsi dalam bentuk ubi segar, oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, hasil ubi jalar harus selalu tersedia dalam
keadaan segar. Namun kendala yang dihadapi pada produksi ubi jalar yaitu ubi
jalar tidak tahan disimpan lama. Syarief dan Halid (1993) menyebutkan bahwa ubi
jalar hanya tahan selama 48 jam setelah dipanen sedangkan Juanda Js. dan

1
Cahyono (2004) menyatakan bahwa tunas pada ubi jalar akan tumbuh setelah
penyimpanan selama 1 minggu tanpa perlakuan khusus.
Selama penyimpanan, gangguan lain pada ubi jalar segar dapat terjadi
sehingga mutu dan kesegarannya menurun. Gangguan-gangguan tersebut
diantaranya penyusutan ukuran ubi, munculnya tunas, munculnya kerutan, dan
kebusukan. Metode penyimpanan yang telah dilakukan oleh petani ubi jalar
umumnya berupa penyimpanan sederhana dengan bantuan media seperti tanah,
pasir, abu, dan sekam. Namun Wargiono (1980) menyebutkan bahwa petani
biasanya menghindari penyimpanan ubi jalar karena dalam penyimpanan, ubi jalar
akan mengalami penurunan bobot sekitar 5%.
Penggunaan kemasan plastik selama penyimpanan dapat dipertimbangkan
sebagai cara untuk mempertahankan mutu ubi jalar dan memperpanjang umur
simpannya. Pengemasan menurut Pantastico (1986) memiliki keuntungan-
keuntungan diantaranya merupakan unit penanganan yang efisien, merupakan unit
penyimpanan yang mudah disimpan di gudang-gudang atau di rumah, serta
melindungi mutu dengan memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik dan
kehilangan air. Penggunaan kemasan plastik mempunyai keunggulan dibanding
bahan kemasan lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastis,
dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2 (Nurminah,
2002). Pengaruh lain dari kemasan plastik adalah melindungi produk dari
perubahan kadar air karena bahan kemasan dapat menghambat terjadinya
penyerapan uap air dari udara (Loekman et al., 1991 dalam Hafriyanti, 2008).
Banyak faktor yang mempengaruhi mutu ubi jalar selama menjalani masa
penyimpanan. Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan untuk mendapatkan
kondisi penyimpanan yang sesuai sehingga dapat memperpanjang masa simpan
ubi jalar sekaligus mempertahankan mutu ubi jalar selama masa penyimpanan.
Demikian pula untuk penyimpanan ubi jalar dalam kemasan plastik. Pengaruh
penggunaan kemasan plastik terhadap umur simpan dan mutu ubi jalar selama
penyimpanan perlu diamati. Apabila cara penyimpanan tersebut dapat
memperpanjang umur simpan serta menjaga mutu ubi jalar, maka penyimpanan
ubi jalar dalam kemasan plastik dapat diterapkan oleh para petani dan produsen
ubi jalar sebagai upaya mempertahankan mutu ubi jalar yang akan dipasarkan.

2
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mempelajari mutu ubi jalar dalam kemasan plastik selama
penyimpanan.
2. Mengamati pengaruh jenis kemasan dan suhu terhadap mutu ubi
jalar selama penyimpanan.
3. Menduga umur simpan ubi jalar.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Jalar
Ubi jalar memiliki banyak nama atau sebutan antara lain ketela rambat,
huwi boled (Sunda), tela rambat (Jawa), dan shoyu (Jepang). Ubi jalar juga
dikenal dengan sebutan sweet potato. Klasifikasi tanaman ubi jalar dalam
sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L. Sin batatas edulis choisy
(Juanda Js. Dan Cahyono, 2004)
Tanaman ubi jalar, yang termasuk dalam tumbuhan semusim (annual),
memiliki susunan tubuh utama yang terdiri dari batang, ubi, daun, bunga, buah,
dan biji. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku-buku, dan tipe
pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar). Batang tanaman tipe tegak
memiliki panjang antara 1-2 m, sedangkan tipe merambat memiliki panjang 2-3
m. Ukuran batang dibedakan atas tiga macam yaitu besar, sedang, dan kecil.
Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-unguan (Rukmana, 2007).
Tanaman ubi jalar memiliki daun tunggal yang beraneka ragam, baik
bentuk maupun warnanya (Lembaga Biologi Nasional dan LIPI, 1977). Daun ubi
jalar berbentuk bulat hati, bulat lonjong, dan bulat runcing, tergantung pada
varietasnya. Daun ubi jalar memiliki tulang-tulang menyirip, kedudukan tegak
agak mendatar, dan bertangkai tunggal yang melekat pada batang. Ukuran daun
bervariasi, tergantung pada varietasnya. Daun ubi jalar berwarna hijau tua dan
hijau kuning (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Umbi tanaman ubi jalar merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk
bahan makanan. Umbi tanaman ubi jalar memiliki mata tunas yang dapat tumbuh
menjadi tanaman baru. Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna

4
kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Ukuran
umbi ubi jalar ada yang besar dan kecil sementara bentuknya ada yang bulat, bulat
lonjong, dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang berwarna putih, kuning, ungu,
jingga, dan merah. Daging umbi ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan
ungu muda (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang penting disamping padi,
jagung, sagu, dan ubi-ubian lainnya. Zat patinya merupakan salah satu bahan
dalam pembuatan tekstil atau kertas. Daun bersama batang mudanya digunakan
untuk sayuran juga sebagai pakan ternak (Lembaga Biologi Nasional dan LIPI,
1977). Komposisi ubi jalar disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gizi dalam tiap 100 gram daun dan ubi jalar segar
Banyaknya dalam
No. Kandungan gizi
Ubi putih Ubi merah Ubi kuning* Daun
1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00
2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80
3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40
4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40
5 Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00 79,00
6 Fosfor (mg) 49,00 49,00 52,00 66,00
7 Zat besi (mg) 0,70 0,70 0,70 10,00
8 Natrium (mg) - - 5,00 -
9 Kalium (mg) - - 393,00 -
10 Niacin (mg) - - 0,60 -
11 Vitamin A (SI) 60,00 7700,00 900,00 6150,00
12 Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 0,10 0,12
13 Vitamin B2 (mg) - - 0,04 -
14 Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00 22,00
15 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70
16 Bagian yang dapat
86,00 86,00 - 73,00
dimakan (%)
Keterangan: *) Food and Nutrition Research Center Handbook I. Manila.
-) Tidak ada data
(Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI, 1981 dalam Juanda Js. dan Cahyono, 2004)

Tanaman ubi jalar diduga berasal dari Amerika Tengah tropis, tetapi ada
yang mengatakan berasal dari Polinesia. Penyebaran tanaman banyak dilakukan
oleh bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke-16 antara lain ke Filipina,
Indonesia, India, Jepang, dan Malaysia. Saat ini tanaman ubi jalar dapat
ditemukan di sekitar khatulistiwa hingga 40oLU dan 32oLS. Bergantung pada

5
macamnya, ubi jalar dipanen pada usia 3-6 bulan (Lembaga Biologi Nasional dan
LIPI, 1977).
Teknologi di bidang pemuliaan tanaman ubi jalar telah banyak
menemukan varietas-varietas (klon) baru yang lebih unggul daripada generasi
sebelumnya. Varietas ubi jalar yang telah ditemukan masing-masing memiliki
sifat yang berbeda-beda. Perbedaan sifat tersebut terletak pada bentuk umbi,
ukuran/bentuk umbi, warna kulit umbi, warna daging umbi, tekstur daging umbi,
rasa umbi, kandungan gizi, ketahanan terhadap penyakit, produktivitas, dan daya
adaptasi terhadap lingkungan. (Juanda Js. dan Cahyono, 2004). Rukmana (2007)
menyebutkan bahwa varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di
berbagai daerah jumlahnya cukup banyak, antara lain lampeneng, sawo, cilembu,
rambo, SQ-27, jahe, klenang, gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya,
daya, borobudur, prambanan, mendut, dan kalasan.

Gambar 1. Ubi jalar.

B. Pascapanen Ubi Jalar


Dalam Juanda Js. Dan Cahyono (2004) disebutkan bahwa penanganan
pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas (mutu) ubi jalar.
Penanganan pascapanen ubi jalar meliputi pembersihan, sortasi, penyimpanan,
pengemasan dan pengangkutan, dan pemasaran hasil. Bouwkamp (1985)
menyebutkan bahwa proses pascapanen ubi jalar terdiri atas proses curing dan
penyimpanan. Sementara Edmond dan Ammerman (1971) menyebutkan bahwa

6
dalam perjalanannya menuju pasar, ubi jalar mengalami empat periode yaitu
curing, post-curing, penyimpanan, dan pemasaran.
Penanganan pascapanen dilaksanakan sebagai upaya untuk
mempertahankan mutu ubi jalar yang telah dipanen. Sebelum dipanen, umbi ubi
jalar masih melekat dengan tanamannya sehingga dapat menerima substansi-
substansi makanan yang diperlukan bagi pertumbuhnnya. Saat dipanen, umbi akan
dilepas dari batang tanamannya yang mengakibatkan terhentinya penerimaan
substansi makanan sehingga pertumbuhan ikut terhenti. Karena tetap
membutuhkan sumber tenaga, maka umbi yang telah terlepas akan mengambil
tenaga tersebut dari kandungan gula yang ada dalam tubuhnya. Hal ini
menyebabkan terjadinya susut bobot pada umbi. Kegiatan pascapanen berupa
curing, post-curing, penyimpanan, dan pemasaran ditujukan untuk
meminimumkan susut tersebut sehingga kandungan dalam umbi pun tidak ikut
berkurang (Edmond dan Ammerman, 1971).
Kegiatan pascapanen yang pertama dilakukan setelah ubi jalar dipanen
adalah pembersihan dan sortasi. Umbi perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran
yang dapat menjadi sumber kontaminasi bermacam-macam patogen yang dapat
merusak umbi selama dalam penyimpanan. Umbi yang bersih dari kotoran dapat
meniadakan jasad-jasad renik yang menempel pada umbi sehingga umbi tidak
mudah terserang patogen saat di penyimpanan serta penampilannya akan lebih
menarik (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Sortasi atau pemisahan umbi ubi jalar dilakukan untuk memisahkan umbi
yang baik dan sehat dari umbi yang cacat atau rusak. Dalam kegiatan sortasi juga
dilakukan proses grading atau pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan
berdasarkan besarnya umbi dan tingkat kerusakannya. Sortasi dan grading
dilakukan untuk mendapatkan umbi yang berukuran seragam sesuai dengan
kualitasnya sehingga akan mempermudah penentuan harga dan penjualan di pasar
(Juanda Js. dan Cahyono, 2004).
Penyimpanan merupakan penanganan pascapanen yang dilakukan untuk
mempertahankan mutu umbi agar tetap terjaga sehingga saat belum terjual
mutunya tetap baik. Edmond dan Ammerman (1971) menyebutkan bahwa suhu

7
penyimpanan optimum untuk ubi jalar adalah 13-15.5oC. Sementara Syarif dan
Halid (1993) memberikan beberapa cara penyimpanan ubi jalar seperti berikut ini.
1. Cara-cara tradisional misalnya dengan penguburan kembali ubi yang sudah
dipanen atau membiarkan ubi tidak dipanen dan hanya dipanen dalam jumlah
yang diperlukan. Cara lain adalah dengan membungkus ubi dengan lumpur dan
menyimpan dalam air. Cara-cara tersebut dilakukan untuk memperpanjang daya
simpan ubi jalar dalam jumlah kecil dan memberikan hasil yang cukup
memuaskan.
2. Menyimpan ubi jalar dengan serbuk gergaji basah dalam peti. Cara ini dapat
mempertahankan mutu ubi jalar selama 1-2 bulan. Suhu simpan sekitar 26oC
memberikan hasil yang cukup memuaskan, praktis, dan murah bagi petani. Meski
begitu, jika serbuk gergaji terlalu kering maka tidak akan terjadi pengawetan,
Sebaliknya jika serbuk gergaji terlalu basah akan mempercepat pembusukan.
3. Cara lain yaitu ubi jalar yang telah dibersihkan diangin-anginkan selama 2-3
hari kemudian ditimbun di tempat yang kering dan sejuk dan ditutup dengan pasir
kering atau abu setebal 20-30 cm. Ubi jalar yang disimpan dengan cara seperti ini
dapat tahan selama 5 bulan tanpa boleng.
4. Ubi jalar dibuat menjadi gaplek dan tepung untuk mengawetkan produk.
Berbagai penelitian juga telah dilakukan terkait penyimpanan ubi jalar.
Penelitian-penelitian tersebut bertujuan antara lain untuk memperpanjang umur
simpan ubi jalar, maupun untuk menghindari terjadinya penurunan mutu fisik
maupun kimiawi ubi jalar selama masa penyimpanan. Banyak faktor yang
mempengaruhi mutu ubi jalar selama menjalani masa penyimpanan. Faktor-faktor
inilah yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan kondisi penyimpanan yang
sesuai sehingga dapat memperpanjang masa simpan ubi jalar sekaligus
mempertahankan mutu ubi jalar selama masa penyimpanan.
Penelitian mengenai penyimpanan ubi jalar juga pernah dilakukan oleh
Risnawati (2002) dan Rajagukguk (2002). Risnawati (2002) menerapkan
pelapisan lilin pada ubi jalar dan menyimpulkan bahwa mutu ubi jalar yang diberi
perlakuan pencelupan dalam emulsi lilin dan fungisida benlate-50 lebih baik
dibandingkan umbi yang tidak mendapat perlakuan. Diungkapkan pula oleh
Risnawati (2002) bahwa pencelupan ubi jalar ke dalam emulsi lilin dan fungisida

8
dapat menekan laju kerusakan ubi jalar. Sementara itu, Rajagukguk (2002)
memberikan perlakuan panas pada ubi jalar dan menyimpulkan perlakuan panas
dengan Hot Water Treatment pada pascapanen ubi jalar mencapai optimum pada
pencelupan dengan suhu 47.5oC selama 30 menit. Disebutkan oleh Rajagukguk
(2002) bahwa perlakuan panas yang diberikan pada pascapanen ubi jalar
mempengaruhi mutu ubi jalar terhadap susut bobot, kadar air, kekerasan, dan
kadar pati ubi jalar, namun tidak berpengaruh terhadap warna kulit dan warna
daging ubi.
Untuk ubi jalar, susut bobot telah menjadi sebuah masalah dalam
penanganan pascapanen. Wargiono (1980) menyebutkan bahwa petani biasanya
menghindari penyimpanan ubi jalar karena selama penyimpanan, ubi jalar akan
mengalami penurunan bobot sekitar 5%. Ini berarti bahwa susut bobot menjadi
salah satu kendala dalam proses penyimpanan ubi jalar. Dalam penelitiannya,
Watson et al. (1992) melakukan penyimpanan ubi jalar dengan menggunakan
beberapa media penyimpanan, yaitu pasir, tanah, abu, sekam, dan karung goni.
Setelah penyimpanan selama 2 minggu, ubi jalar yang disimpan mengalami susut
bobot, berturut-turut dalam media pasir, tanah, abu, sekam, dan karung goni,
sebesar 14.40%, 18.77%, 18.15%, 16.50%, dan 14.34%.
Curing merupakan kegiatan yang sebaiknya dilakukan sebelum
penyimpanan. Proses curing, menurut Juanda Js. dan Cahyono (2004), merupakan
penyembuhan luka melalui pembentukan lapisan gabus pada kulit. Lapisan
tersebut dapat menghambat penguapan air dan masuknya infeksi patogen sehingga
dapat mengurangi kehilangan berat. Proses curing dilakukan pada suhu 30-32oC
dengan kelembaban udara 85-90% selama 4-7 hari (Booth, 1973 dalam Juanda Js.
dan Cahyono, 2004). Selama proses curing akan terbentuk lapisan gabus yang
apabila dapat dipertahanan dengan baik selama masa penyimpanan, maka akan
menghasilkan ubi jalar dengan umur simpan yang lebih lama (Edmond dan
Ammerman, 1971).
Pengemasan pada ubi jalar dilakukan dengan tujuan untuk melindungi
umbi dari kerusakan mekanis karena pengangkutan dan kerusakan fisiologis
karena pengaruh lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan cahaya matahari.
Pengemasan umbi harus dilakukan dengan baik dan benar agar mutu dan

9
kesegaran umbi tetap baik hingga di tempat tujuan (Juanda Js. dan Cahyono,
2004).
Pengangkutan bertujuan untuk mengangkut ubi jalar ke pusat-pusat
pemasaran. Saat pengangkutan dilakukan, perlu diperhatikan bahwa peti kemasan
harus diatur rapi, teratur, dan tidak membentuk rongga. Hal ini dimaksudkan agar
peti kemasan tidak bergeser dan tidak saling berbenturan. Peti kemasan yang
bergeser-geser atau saling berbenturan akan menimbulkan kerusakan kemasan dan
kerusakan umbi di dalamnya (Juanda Js. dan Cahyono, 2004).

C. Standar Mutu Ubi Jalar


Standar mutu ubi jalar diperlukan dalam rangka menjaga mutu ubi jalar
yang sampai pada konsumen. Standar mutu bagi ubi jalar terdapat pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-4493-1998. Dalam SNI 01-4493-1998
disebutkan bahwa standar mutu ubi jalar sangat diperlukan agar baik konsumen
dan produsen mempunyai kepastian terhadap mutu yang diinginkan. Dengan
begitu, konsumen akan memperoleh mutu ubi jalar sesuai dengan daya belinya
dan produsen akan mendapat harga sesuai dengan produknya. Keuntungan lain
dengan adanya standar mutu ubi jalar yaitu dapat digunakan untuk pembinaan
perbaikan mutu ubi jalar.
Definisi ubi jalar dalam SNI 01-4493-1998 yaitu ubi jalar merupakan umbi
dari tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dalam keadaan utuh, segar, bersih,
dan aman dikonsumsi serta bebas dari organisme pengganggu tumbuhan.
Disebutkan pula bahwa terdapat beberapa istilah terkait dengan mutu ubi jalar.
Istilah-istilah tersebut diantaranya yaitu keseragaman warna, keseragaman bentuk
umbi, keseragaman berat umbi, umbi cacat, dan kotoran.
1. Keseragaman warna
Keseragaman warna kulit umbi seperti warna merah atau putih atau warna
lainnya dan keseragaman warna daging umbi, seperti putih, kuning, orange, dan
ungu sesuai dengan varietasnya.

10
2. Keseragaman bentuk umbi
Keseragaan bentuk umbi adalah keseragaman ratio panjang (P)/lebar (L) dari
ubi jalar, seperti bulat (P/L berkisar 1-1,5), elip (P/L berkisar 1,6-2,0), panjang
(P/L > 2,0) sesuai dengan varietasnya.
3. Keseragaman berat umbi
Keseragaman berat umbi adalah keseragaman sesuai dengan 3 macam
penggolongan berat yaitu:
a. golongan A mempunyai berat > 200 gram per umbi,
b. golongan B mempunyai berat 100-200 gram per umbi,
c. golongan C mempunyai berat < 100 gram per umbi, dan toleransi di atas
dan di bawah ukuran berat masing-masing 5% (biji) maks.
4. Umbi cacat
Umbi cacat adalah umbi yang rusak karena mekanis dan fisik seperti pecah,
teriris, tergores, memar, fisiologis karena bertunas, lunak, keriput, dan biologis
karena hama dan penyakit seperti berlubang, busuk, dan sebagainya.
5. Kotoran
Kotoran adalah benda-benda asing bukan umbi seperti tanah, pasir, batang,
daun, dan benda lainnya yang menempel pada umbi atau berada di dalam kemasan
sedangkan sekat atau pembungkus dalam kemasan tidak termasuk kotoran.
Disebutkan pula dalam SNI 01-4493-1998 mengenai klasifikasi serta
syarat mutu ubi jalar. Mutu ubi jalar dapat digolongkan ke dalam 3 kelas mutu
yaitu mutu I, II, dan III sementara syarat mutu ubi jalar terbagi menjadi syarat
umum dan syarat khusus. Syarat khusus mutu ubi jalar tercantum dalam Tabel 2
sedangkan syarat umum mutu ubi jalar adalah sebagai berikut.
1. Ubi jalar tidak boleh mempunyai bau asing.
2. Ubi jalar harus bebas dari hama dan penyakit.
3. Ubi jalar harus bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida.
4. Ubi jalar harus memiliki keseragaman warna, bentuk, maupun ukuran umbinya.
5. Ubi jalar harus sudah mencapai masak fisiologis optimal.
6. Ubi jalar harus dalam kondisi bersih.
Untuk pengemasan, dalam SNI 01-4493-1998 disebutkan bahwa
pengemasan dengan kotak kayu atau karton gelombang atau keranjang anyaman

11
bambu yang dilapisi karton dengan berat netto ubi jalar maksimum 10 kg dan
tahan mengalami handling, baik dalam waktu pemuatan dan pembongkaran.
Kotak pengemas harus berlubang-lubang, untuk sirkulasi udara. Sementara itu,
rekomendasi yang terdapat dalam SNI 01-4493-1998 diantaranya yaitu bahwa
umbi yang dikemas harus dicuci dan sebelumnya diangin-anginkan.

Tabel 2. Spesifikasi persyaratan khusus mutu ubi jalar


Mutu
No. Komponen Mutu
I II III
1 Berat umbi (gram/umbi) > 200 110 - 200 75 – 100
2 Umbi cacat (per 50 biji) maks Tidak ada 3 biji 5 biji
3 Kadar air (% bb min) 65 60 60
4 Kadar serat (% bb maks) 2 2,5 > 3,0
5 Kadar pati (% bb min) 30 25 25
(Sumber: SNI 01-4493-1998)

D. Kemasan Plastik
Nurminah (2002) mengungkapkan bahwa pengemasan komoditi
hortikultura merupakan suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu
wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya mengalami
sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang
tetap tinggi. Disebutkan pula bahwa dengan pengemasan, komoditi dapat
dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia, dan mikrobiologis
selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980
dalam Nurminah, 2002). Levy (2000) dalam Hariyanti (2006) menyebutkan
bahwa pengemasan juga dapat dijadikan pengawet produk pangan di dalamnya.
Nurminah (2002) menyebutkan bahwa beberapa faktor yang penting diperhatikan
dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan, keadaan lingkungan,
dan sifat bahan pengemas.
Nurminah (2002) mengatakan bahwa banyak ragam kemasan plastik yang
digunakan untuk makanan dan minuman, misalnya polietilen, polipropilen,
polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat,
polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin
formaldehid. Hafriyanti et al. (2008) menyebutkan bahwa polietilen (PE) dan
polipropilen (PP) merupakan jenis plastik yang harganya murah, mudah

12
ditemukan di pasaran, juga memiliki sifat umum yang hampir sama. Menurut
Wheaton dan Lawson (1985) dalam Hafriyanti et al. (2008) bahan kemasan
plastik yang paling banyak digunakan adalah plastik PE karena mempunyai harga
relatif murah, mempunyai komposisi kimia yang baik, resisten terhadap lemak
dan minyak, tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap makanan, mempunyai
kekuatan yang baik dan cukup kuat untuk melindungi produk dari perlakuan kasar
selama penyimpanan, mempunyai daya serap yang rendah terhadap uap air, serta
tersedia dalam berbagai bentuk. Plastik jenis LDPE dan HDPE merupakan varian
dari polietilen. Sementara dalam Hafriyanti et al. (2008) disebutkan bahwa plastik
PP memiliki daya lindung yang lebih baik terhadap produk yang dikemas serta
mempunyai daya tembus uap air yang lebih rendah dibanding plastik PE.
Robertson (1993) menyebutkan bahwa plastik LDPE memiliki densitas 915-939
kg/m3, HDPE memiliki densitas 941-965 kg/m3, sementara densitas PP adalah
sekitar 900 kg/m3. Dalam Tabel 3 diberikan karakteristik-karakteristik untuk
plastik jenis LDPE, HDPE, dan PP.

Tabel 3. Karakteristik jenis plastik LDPE, HDPE, dan PP


Jenis plastik
Karakteristik
LDPE HDPE PP
Titik leleh (oC) 105-115 128-138 160-175
Tensile modulus (GPa) 0.2-0.5 0.6-1.1 1.1-1.5
Tensile strength (MPa) 8-31 17-45 31-43
Elongation (%) 100-965 10-1200 500-650
WVTR*) (g μm/m2 d) 375-500 125 100-300
)
Permeabilitas O2**
160-210 40-73 50-94
(103 cm3 μm/m2 d atm)
*) Water vapour transmission rate, pada 37.8oC dan 90% RH (d = day, 24 jam)
**) Pada 25oC
(Sumber: Abdel-Bary, 2003)

Karakteristik masing-masing jenis plastik juga disebutkan dalam


Nurminah (2002) sebagai berikut.
1. Polietilen
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai
kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan
menjadi lunak dan mencair pada suhu 110oC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya

13
yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai
ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas
makanan, karena sifatnya yang termoplastik, polietilen mudah dibuat kantung
dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970).
2. Low Density Polyethylene (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60oC sangat resisten terhadap
senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang
baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen.
3. High Density Polyethylene (HDPE)
Plastik HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih
tahan terhadap suhu tinggi. Jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku, lebih
keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.
4. Polipropilen (PP)
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya
juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya
tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap
suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983).

E. Penyimpanan
Tujuan utama penyimpanan adalah pengendalian laju transpirasi, respirasi,
infeksi, penyakit, dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna
bagi konsumen. Umur simpan produk dapat diperpanjang dengan pengendalian
penyakit-penyakit pascapanen, pengaturan atmosfer, perlakuan kimiawi,
penyinaran, dan pendinginan. Suhu penyimpanan merupakan faktor lingkungan
yang terpenting karena suhu merupakan faktor yang mengatur laju semua proses-
proses fisiologi dan biokimia (Pantastico, 1986).
Pantastico (1986) mengatakan bahwa proses penyimpanan dilakukan
untuk menekan laju proses-proses kehidupan pada produk sampai sekecil-kecilnya
Oleh karena itu, produk harus diberikan kondisi penyimpanan yang sesuai dan
yang mencukupi. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi proses-proses yang
tidak dikehendaki, seperti pertunasan, pertumbuhan akar, dan perkecambahan biji.

14
Pengendalian berupa pengendalian transpirasi dan pengendalian respirasi dapat
dilakukan.
Pengendalian transpirasi dapat dilakukan melalui pengendalian faktor-
faktor lingkungan yang penting bagi transpirasi, yaitu suhu, RH, dan perbedaan
tekanan uap. Suhu rendah, RH tinggi, dan perbedaan tekanan uap yang kecil
diperlukan untuk menekan pengeriputan komoditi menjadi sekecil mungkin.
Pengeriputan timbul akibat kehilangan berat dan menjadikan produk tidak
menarik saat penjualan. Sementara itu, saat penggunaan RH tinggi pada
penyimpanan, harus diusahakan agar tidak terjadi pertumbuhan jamur dan
organisme-organisme pembusuk lainnya, yang disebabkan oleh pengembunan uap
pada permukaan komoditi. Faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan antara lain
dengan pengemasan yang tepat, penggunaan lapisan pelindung, dan pendekatan
suhu pendingin sedekat mungkin dengan suhu udara yang diinginkan (Pantastico,
1986).

Tabel 4. Masa simpan sayuran prepacked (eceran) pada lima suhu yang berbeda
Masa simpan dalam hari pada suhu
Komoditi
28oC 21oC 10oC 5oC 0oC
Asparagus 1 2–3 3–6 7 – 14 14 – 21
Brokoli 1 2–3 3–5 7 – 14 14 – 21
Buncis 2–3 4–5 6–8 7–9 14 – 21
Brussel sprout 1 2–3 4–5 5 – 10 14 – 21
Wortel 4 4–6 14 – 21 21 21 – 30
Cauliflower, head 2 2–4 5–7 6 – 12 14 – 21
Seledri 2–5 5–8 7 – 10 9 – 14 14 – 30
Ketimun 3–5 7 – 10 7 – 14 - -
Selada (head) 1–3 2–4 6–7 7 – 10 15 – 25
Selada (daun) 1 2–3 5–7 7 – 10 14 – 25
Karo (dengan kulit) 1–2 2–4 5–7 5 – 10 -5 – 10
Jamur 1 2–3 4–5 6–8 -8 – 12
Daun bawang 1 1–2 3–5 7 – 10 -14 – 25
Green peas 3–5 4–6 14 – 21 14 -
Tomat 1–3 2–5 4 – 12 - -
Ubi jalar 3–7 7 – 14 14 – 28 - -
Jagung manis (dalam kloht) 1 1–2 3–5 5–7 10 – 14
Bayam 1 1–2 2–3 5–6 10 – 20
Kentang 7 7 – 14 30 – 60 - -
(Sumber: Winarno, 2002)

15
Berbagai kondisi lingkungan selama produk pertanian disimpan sangat
berpengaruh terhadap mutu produk, atau perubahan Fisiologi Lepas Panen. Dari
semua faktor lingkungan, yang paling berpengaruh adalah suhu (Winarno, 2002).
Pada Tabel 3, disajikan masa simpan berbagai komoditi pada lima suhu yang
berbeda. Winarno (2002) juga menyatakan bahwa sifat-sifat penyimpanan sangat
dipengaruhi oleh varietas, keadaan udara, musim, tanah, keadaan kultural, tingkat
kematangan, serta cara-cara penanganan sebelum disimpan.

16
III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 hingga Mei 2009.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

B. Bahan dan Alat


Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi ubi jalar
(Ipomoea batatas L.) putih dengan umur panen 5 bulan yang diperoleh dari petani
ubi jalar di Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat. Bahan lain yang digunakan
adalah 3 jenis kemasan plastik, yaitu low density polyethylene (LDPE), high
density polyethylene (HDPE), dan polipropilen (PP). Ketiga jenis plastik tersebut
memiliki ketebalan 0.3 mm dan digunakan sebagai bahan kemasan bagi ubi jalar
selama penyimpanan.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan
digital untuk mengukur bobot umbi, rheometer untuk mengukur kekerasan, oven,
desikator, dan cawan untuk mengukur kadar air, refrigerator sebagai ruang
penyimpanan suhu dingin, dan termometer untuk mengukur suhu dalam ruang
penyimpanan.

C. Tahapan Penelitian
Penelitian akan menerapkan dua macam perlakuan pada ubi jalar selama
penyimpanan, yaitu perlakuan pengemasan dan perlakuan suhu ruang
penyimpanan. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
Tahap-tahap pelaksanaan penelitian meliputi sebagai berikut.
1. Persiapan bahan
Umbi ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan langsung
dari lahan setelah dipanen. Setelah dikumpulkan, ubi jalar dibiarkan untuk curing,
yaitu proses pembentukan lapisan gabus pada kulit yang dapat membantu
mempertahankan mutu ubi jalar selama penyimpanan. Curing dilakukan selama 6

17
hari dalam ruangan dengan suhu 27-29oC dan kelembaban 85-90% (Lampiran 5).
Setelah proses curing selesai, umbi ubi jalar dibersihkan dari tanah dan kotoran
yang masih melekat. Ubi jalar dibersihkan dengan cara dicuci dengan air
kemudian diangin-anginkan selama 3-4 jam. Umbi ubi jalar yang telah bersih
kemudian disortasi. Umbi yang masih dalam keadaan baik, bersih, dan tidak
memiliki cacat seperti pecah, tergores, bertunas, dan busuk dipisahkan dari umbi
yang telah cacat atau rusak. Umbi ubi jalar yang keadaannya masih baik
selanjutnya diberi perlakuan berupa pengemasan dengan plastik dan penyimpanan
pada dua tingkat suhu.

Gambar 2. Ubi jalar saat curing.

Gambar 3. Ubi jalar yang telah dibersihkan dan disortasi.

18
2. Penyimpanan dengan kemasan plastik
Ubi jalar yang disimpan diberi perlakuan pengemasan dengan plastik dan
suhu penyimpanan. Tiap kemasan diisi dengan 8 umbi ubi jalar. Jenis kemasan
yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Plastik LDPE

Gambar 4. Ubi jalar dalam kemasan LDPE.

b. Plastik HDPE

Gambar 5. Ubi jalar dalam kemasan HDPE.

19
c. Plastik PP

Gambar 6. Ubi jalar dalam kemasan PP.

d. Tanpa kemasan, sebagai pembanding yaitu ubi jalar yang disimpan tanpa
menggunakan bahan kemasan apapun.

Gambar 7. Ubi jalar tanpa kemasan.

Penyimpanan dilakukan selama 2 minggu pada dua tingkat suhu yaitu


suhu ruang (27-29oC) dan suhu dingin (15oC).

20
Gambar 8. Penyimpanan dalam suhu ruang.

Gambar 9. Penyimpanan suhu dingin dalam refrigerator.

3. Analisis parameter mutu ubi jalar


Sebelum penyimpanan, dilakukan pengukuran mutu awal dari ubi jalar
yang akan disimpan. Parameter mutu yang diukur antara lain bobot, kadar air,

21
kadar pati, kekerasan, dan cacat pada umbi yang meliputi kepoyoan, pertunasan,
dan pembusukan. Parameter mutu yang telah ditentukan kemudian diamati dan
diukur secara berkala selama penyimpanan. Pengukuran dilakukan setiap dua hari
selama penyimpanan, kecuali untuk kadar pati yang pengukurannya dilakukan
setelah penyimpanan berlangsung. Analisis parameter mutu hasil pengamatan dan
pengukuran selama penyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu
ubi jalar selama penyimpanan dan pengaruh perlakuan yang telah diterapkan
terhadap mutu ubi jalar yang disimpan.
4. Pendugaan umur simpan
Pendugaan umur simpan ubi jalar dilakukan dengan mengacu pada hasil
pengamatan dan pengukuran parameter mutu ubi jalar selama penyimpanan.
Parameter mutu yang telah diukur selama penyimpanan akan dibandingkan
dengan standar mutu ubi jalar untuk digunakan dalam menduga umur simpan ubi
jalar.

D. Pengamatan
Pengamatan dan pengukuran dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat
perubahan mutu yang terjadi pada ubi jalar. Pengamatan dan pengukuran yang
dilakukan antara lain terhadap parameter-parameter berikut.
1. Susut bobot
Susut bobot diukur untuk melihat besarnya penyusutan bobot umbi selama
penyimpanan berlangsung. Peralatan yang digunakan untuk mengukur bobot umbi
ubi jalar adalah timbangan digital dengan merk Mettler. Pengukuran susut bobot
dilakukan tiap dua hari sekali, yaitu pada hari ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, ke-10, ke-12,
dan ke-14. Perhitungan susut bobot dilakukan per dua hari untuk melihat apakah
terjadi perubahan nilai susut bobot untuk tiap dua hari selama penyimpanan.
Perhitungan susut bobot yang digunakan adalah sebagai berikut.

mn  2  mn
Susut bobot (%)   100 %
mn  2

Keterangan: mn-2 = Bobot hari ke-(n-2) (g)


mn = Bobot hari ke-n (g)

22
2. Kadar air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Pengukuran kadar
air dilakukan tiap dua hari sekali, yaitu pada hari ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, ke-10, ke-
12, dan ke-14. Cawan yang akan digunakan ditimbang dengan timbangan analitik.
Ubi jalar yang diukur kadar airnya diiris-iris kemudian diambil sebanyak 5-10
gram dan diletakkan ke dalam cawan. Cawan berisi 5-10 gram ubi jalar ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. Setelah
selesai, cawan dikeluarkan dari oven, dimasukkan ke dalam desikator selama 15
menit, kemudian ditimbang. Perhitungan untuk menentukan kadar air adalah
sebagai berikut.
(b  a)  (c  a)
Kadar air (% bb)   100 %
(b  a)

Keterangan: a = massa cawan (g)


b = massa cawan dan ubi jalar sebelum dimasukkan dalam oven (g)
c = massa cawan dan ubi jalar setelah dikeluarkan dari oven (g)

3. Kadar pati
Pati yang terkandung dalam ubi jalar merupakan salah satu parameter yang
menentukan mutu ubi jalar. Pengukuran kadar pati dilakukan dengan Direct Acid
Hydrolysis Method (AOAC, 1970 dalam Sudarmadji et al., 1997). Pengukuran
kadar pati dilakukan setelah masa penyimpanan 14 hari.

4. Kekerasan
Kekerasan umbi ubi jalar diukur dengan menggunakan alat rheometer
merk Sun Rheometer. Rheometer yang digunakan diatur pada mode 20, beban
maksimum 10 kg, kedalaman penusukan 10 mm, kecepatan penurunan jarum 60
mm/menit, dan menggunakan jarum dengan diameter 5 mm. Pengukuran
kekerasan dilakukan tiap 2 hari sekali, yaitu pada hari ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, ke-
10, ke-12, dan ke-14.

23
5. Cacat pada umbi
Pengamatan terhadap terbentuknya cacat pada umbi yang disimpan
dilakukan setiap 2 hari sekali, yaitu pada hari ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, ke-10, ke-12,
dan ke-14. Parameter untuk umbi cacat yang diamati pada penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
a. Pertunasan
Pengamatan pertunasan dilakukan dengan mengamati kapan munculnya tunas
pada umbi ubi jalar selama penyimpanan untuk tiap perlakuan yang
diterapkan.
b. Kepoyoan
Pengamatan kepoyoan dilakukan dengan mengamati kapan terbentuknya poyo
pada umbi ubi jalar selama penyimpanan untuk tiap perlakuan yang
diterapkan.
c. Pembusukan
Pengamatan pembusukan dilakukan dengan mengamati kapan umbi ubi jalar
menjadi busuk selama penyimpanan untuk tiap perlakuan yang diterapkan.

E. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap Faktorial dalam waktu (RAL-Factorial in Time),
kecuali untuk pengamatan kadar pati. Rancangan yang digunakan untuk
pengamatan kadar pati adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL-Faktorial).
Rancangan yang digunakan memiliki 2 faktor dengan 3 kali ulangan perlakuan.
Faktor-faktor yang digunakan antara lain sebagai berikut.
A : Jenis kemasan
A1 : Low density polyethylene (LDPE)
A2 : High density polyethylene (HDPE)
A3 : Polipropilen (PP)
A4 : Tanpa kemasan
B : Suhu ruang penyimpanan
B1 : Suhu ruang (T= 27-29oC; RH= 85-90%)
B2 : Suhu dingin (T= 15oC; RH= 75-85%)

24
Model dari RAL-Factorial in Time, seperti yang diungkapkan oleh Mattjik
dan Sumertajaya (2002), adalah sebagai berikut:
Yijkl = µ + αi + βj + αβij + δijk + ωl + γkl + αωil + βωjl + αβωijl + εijkl
dimana: Yijkl = nilai respon pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, ulangan
ke-k, dan waktu pengamatan ke-l
µ = rataan umum
αi = pengaruh faktor A taraf ke-i
βj = pengaruh faktor B taraf ke-j
αβij = pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B
δijk = komponen acak perlakuan
ωl = pengaruh waktu pengamatan ke-l
γkl = komponen acak waktu pengamatan
αωil = pengaruh interaksi waktu dengan faktor A
βωjl = pengaruh interaksi waktu dengan faktor B
αβωijl= pengaruh interaksi faktor A, faktor B dengan waktu
εijkl = komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan.
Sementara untuk RAL, bentuk umumnya adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
dimana: Yijk = pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan
ulangan ke-k
µ = rataan umum
αi = pengaruh utama faktor A
βj = pengaruh utama faktor B
αβij = komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
εijk = pengaruh acak dari interaksi AB yang menyebar normal (0, σ2).
Analisis statistik yang dilakukan adalah analisis ragam untuk melihat
interaksi, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan sebagai penentu beda nyata
dari hasil perhitungan. Analisis ragam dilakukan dengan taraf nyata 5%.
Pengolahan data statistik dilakukan dengan program SAS 9.1.

25
Pengumpulan ubi jalar putih

Curing
(selama 6 hari pada suhu 27-29oC dan kelembaban 85-90%)

Pembersihan

Sortasi

Pengukuran bobot awal, kadar air awal, kadar pati


awal, dan kekerasan awal.

Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan


tanpa kemasan dalam kemasan dalam kemasan dalam kemasan
(T1 = 27-29oC, plastik LDPE plastik HDPE plastik PP
T2 = 15oC) (T1 = 27-29oC, (T1 = 27-29oC, (T1 = 27-29oC,
T2 = 15oC) T2 = 15oC) T2 = 15oC)

Analisis parameter mutu:


 Susut bobot
 Kadar air
 Kadar pati
 Kekerasan
 Cacat pada umbi
(pertunasan, kepoyoan,
pembusukan)

Pendugaan umur simpan

Gambar 10. Diagram alir tahapan penelitian.

26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Susut


Bobot
Susut bobot pada produk pertanian merupakan masalah pascapanen yang
terkait dengan pemasaran. Dari segi ekonomi, banyak produk pertanian yang
dipasarkan berdasarkan bobotnya. Terjadinya susut bobot dapat menyebabkan
perubahan pada tampilan fisik produk sehingga produk tersebut tidak diminati
oleh pasar. Selain tampilan fisik, susut bobot juga mengindikasikan terjadinya
penurunan mutu pada produk yang ditunjukkan baik oleh perubahan tekstur
maupun penurunan nilai gizi produk. Hal ini memperlihatkan bahwa selama
pengolahan pascapanen, susut bobot sebaiknya dicegah sebagai upaya untuk
mempertahankan mutu produk setelah panen.
Susut bobot terkait erat dengan kehilangan air dari produk. Selain
kehilangan air, susut bobot juga dapat terjadi karena kehilangan berat kering ubi
jalar. McCombs dan Pope (1958) dalam Anonim (1995) melaporkan bahwa
kandungan berat kering ubi jalar menurun selama penyimpanan. Wilson et al.
(1995) menyebutkan bahwa kehilangan air dari dalam produk merupakan salah
satu penyebab utama penurunan mutu yang menjadikan produk tidak layak untuk
dipasarkan.
Gambar 11 menunjukkan grafik susut bobot ubi jalar selama
penyimpanan. Terlihat bahwa baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu
dingin, ubi jalar tanpa kemasan memiliki susut bobot yang jauh lebih tinggi
daripada ubi jalar yang dikemas. Susut bobot yang rendah pada ubi jalar tanpa
kemasan dapat menunjukkan bahwa uap air yang dihasilkan oleh ubi jalar, baik
dari respirasi maupun transpirasi, tertahan oleh kemasan plastik. Uap air yang
dihasilkan oleh ubi jalar tidak langsung dilepas ke udara namun ditahan oleh
kemasan plastik. Uap air yang tertahan dapat diserap kembali oleh ubi jalar
sehingga kehilangan air dari produk dapat dihindari. Sementara itu, ubi jalar tanpa
kemasan mengalami susut bobot yang tinggi karena tidak ada yang menahan air
dari ubi jalar sehingga uap air langsung dilepas ke udara di sekitarnya.

27
4.2

3.7

3.2

2.7

2.2

1.7

tanpa kemasan;
1.2 Suhu ruang
Susut bobot (%)

tanpa kemasan;
0.7 Suhu dingin

LDPE;Suhu ruang
0.2
HDPE;Suhu ruang
0.18
PP;Suhu ruang
0.16 LDPE;Suhu dingin
0.14 HDPE;Suhu dingin

0.12 PP;Suhu dingin

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

0
2 4 6 8 10 12 14

Hari penyimpanan (hari ke-)

Gambar 11. Grafik susut bobot ubi jalar selama penyimpanan.

Wilson et al. (1995) menyebutkan bahwa kelembaban relatif, suhu produk


dan lingkungan, serta laju udara merupakan faktor yang mempengaruhi
kehilangan air dari produk. Salunkhe (1976) mengutarakan bahwa kehilangan air
akan terjadi dengan cepat pada kelembaban relatif yang rendah dan sebaliknya
akan lambat pada kelembaban relatif yang tinggi. Sementara itu, terkait dengan
laju respirasi produk, Wilson et al. (1995) menyebutkan bahwa laju respirasi dari

28
suatu produk secara langsung dipengaruhi oleh suhu, dimana semakin tinggi suhu
maka laju respirasinya akan semakin tinggi.
Untuk ubi jalar tanpa kemasan, susut bobot yang lebih tinggi terjadi pada
penyimpanan dalam suhu dingin. Pada suhu ruang rata-rata susut bobot tiap dua
hari adalah 1.24% sedangkan pada suhu dingin 2.73%. Hal ini dapat terjadi karena
kelembaban relatif pada suhu dingin lebih rendah daripada kelembaban relatif
pada suhu ruang. Kelembaban relatif yang rendah mengakibatkan terjadinya
kehilangan air yang lebih cepat karena udara yang mengelilinginya mengandung
uap air dengan jumlah yang lebih sedikit daripada yang dapat ditampung pada
suhu bersangkutan. Dengan begitu, uap air dari produk akan ditransfer dari produk
ke udara yang lebih kering di sekitarnya.
Pada Gambar 11 terlihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang ubi jalar
dengan kemasan polipropilen (PP) mengalami susut bobot yang lebih rendah
daripada kedua jenis kemasan lainnya. Ubi jalar dengan kemasan high density
polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene (LDPE) terlihat memiliki susut
bobot yang relatif sama. Rata-rata susut bobot tiap dua hari pada suhu ruang untuk
ubi jalar dengan kemasan PP, HDPE, dan LDPE berturut-turut adalah 0.09%,
0.11%, dan 0.11%.
Gambar 11 menunjukkan bahwa pada suhu dingin, berbeda dengan pada
suhu ruang, ubi jalar dengan kemasan PP mengalami susut bobot yang relatif lebih
tinggi daripada kedua jenis kemasan lainnya. Ubi jalar dengan kemasan HDPE
mengalami susut bobot yang lebih rendah daripada LDPE. Rata-rata susut bobot
tiap dua hari pada suhu dingin untuk ubi jalar dengan kemasan PP, HDPE, dan
LDPE berturut-turut adalah 0.08%, 0.05%, dan 0.06%.
Gambar 11 menunjukkan bahwa untuk ubi jalar yang dikemas, terlihat
bahwa susut bobot cenderung lebih tinggi pada suhu ruang daripada suhu dingin.
Pada suhu yang lebih tinggi, laju respirasi juga akan lebih tinggi sehingga air yang
dihasilkan juga lebih tinggi. Dengan begitu, air yang hilang dari produk lebih
banyak daripada saat disimpan dalam suhu dingin. Sementara itu, susut bobot ubi
jalar dengan kemasan LDPE yang relatif tinggi dapat pula disebabkan oleh
permeabilitas O2 (Tabel 3) kemasan LDPE yang lebih tinggi daripada kedua

29
kemasan lainnya. Permeabilitas O2 yang tinggi memicu terjadinya respirasi
sehingga uap air yang dihasilkan lebih banyak.
Sebagai produk pertanian, ubi jalar merupakan benda hidup yang setelah
dipanen masih mengalami proses-proses fisiologis, diantaranya respirasi dan
transpirasi. Saat proses-proses tersebut masih berlangsung, produk menghasilkan
dan membutuhkan uap air serta berbagai macam gas. Kegiatan pertukaran uap air
dan gas antara produk dengan lingkungan harus terjadi dengan baik sehingga
proses-proses tersebut dapat tetap berlangsung. Saat ubi jalar dikemas dengan
plastik, maka proses pertukaran uap air dan gas dari produk ke lingkungan, dan
sebaliknya, akan melalui kemasan plastik tersebut.
Kehilangan air yang terjadi akibat uap air yang dilepaskan ke lingkungan
menjadi salah satu penyebab susut bobot pada produk. Massey (2003)
menyebutkan bahwa beberapa jenis plastik baik digunakan untuk menahan uap air
sehingga transmisi uap air tidak terjadi melalui bahan tersebut. Pada Tabel 3 telah
diberikan nilai yang menunjukkan tingkat transmisi uap air atau water vapour
transmission rate (WVTR) dari plastik PP, LDPE, dan HDPE.
Nilai WVTR LDPE yang lebih tinggi daripada HDPE menunjukkan bahwa
tingkat transmisi uap air saat melalui LDPE lebih besar daripada saat melalui
HDPE. Pada suhu dingin, LDPE memiliki rata-rata susut bobot yang lebih tinggi
daripada HDPE. Hal ini menunjukkan bahwa susut bobot yang lebih besar pada
ubi jalar dalam kemasan LDPE dapat diakibatkan oleh kemampuan kemasan
LDPE untuk melewatkan uap air lebih banyak ke udara daripada HDPE.
Sementara pada suhu ruang, rata-rata susut bobot ubi jalar dalam kemasan LDPE
sama dengan ubi jalar dalam kemasan HDPE. Hal ini dapat terjadi akibat adanya
faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kemampuan transmisi uap air
plastik, seperti suhu, kelembaban, dan tekanan.
Kisaran WVTR yang cukup besar untuk kemasan PP memperlihatkan
bahwa tingkat transmisi uap air pada PP dapat lebih rendah atau lebih tinggi
daripada HDPE, namun tetap lebih rendah daripada LDPE. Pada penyimpanan
suhu ruang, ubi jalar dalam kemasan PP terlihat memiliki rata-rata susut bobot
yang lebih rendah daripada HDPE dan LDPE, yang mungkin diakibatkan oleh
kemampuan transmisi uap air PP yang lebih rendah daripada HDPE dan LDPE.

30
Sementara pada suhu dingin, rata-rata susut bobot ubi jalar dalam kemasan PP
lebih tinggi daripada ubi jalar dalam kemasan HDPE maupun LDPE. Pada ubi
jalar dalam kemasan PP dan HDPE, hal tersebut dapat terjadi akibat kemasan PP
memiliki nilai WVTR yang lebih rendah daripada HDPE. Pada kemasan PP dan
LDPE, hal tersebut mungkin terjadi akibat pengaruh lingkungan, seperti suhu dan
kelembaban ruang penyimpanan, terhadap kemampuan plastik dalam
mentransmisikan uap air.
Hasil analisis ragam untuk susut bobot ditunjukkan pada Tabel 5 dan
selengkapnya pada Lampiran 6. Terlihat bahwa dengan menggunakan taraf 5%,
nilai Pr > F untuk jenis kemasan dan suhu penyimpanan jauh lebih kecil daripada
5%. Ini berarti bahwa jenis kemasan dan suhu penyimpanan berpengaruh sangat
nyata terhadap susut bobot. Uji lanjut berupa uji Duncan untuk jenis kemasan dan
suhu penyimpanan terdapat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 5. Analisis ragam susut bobot

Source Pr > F

Jenis kemasan <.0001

Suhu penyimpanan <.0001

Jenis kemasan*Suhu penyimpanan <.0001

r(Jenis kemasan*Suhu penyimpanan) <.0001

Hari penyimpanan <.0001

r(Hari penyimpanan) 0.5776

Jenis penyimpanan*Hari penyimpanan <.0001

Suhu penyimpanan*Hari penyimpanan <.0001

Jenis kemasan*Suhu penyimpanan*Hari penyimpanan <.0001

31
Tabel 6. Uji Duncan jenis kemasan untuk susut bobot

Duncan Grouping Mean N Jenis kemasan

A 1.983 42 Tanpa kemasan

B 0.085 42 LDPE

B 0.084 42 PP

B 0.079 42 HDPE
Ket: Nilai rata-rata dengan huruf (A, B) yang sama
menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi tidak
berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P ≤ 0.05.

Tabel 7. Uji Duncan suhu penyimpanan untuk susut bobot

Duncan Grouping Mean N Suhu penyimpanan

A 0.730 84 Suhu dingin

B 0.386 84 Suhu ruang


Ket: Nilai rata-rata dengan huruf (A, B) yang sama
menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi tidak berbeda
nyata pada tingkat kepercayaan P ≤ 0.05.

Dari uji Duncan, terlihat bahwa untuk jenis kemasan, ubi jalar yang
disimpan tanpa kemasan memiliki susut bobot yang berbeda nyata dengan jenis
kemasan yang lain. Ubi jalar tanpa kemasan berbeda nyata dalam menghasilkan
susut bobot yang paling tinggi. Sementara itu, untuk suhu penyimpanan, terlihat
bahwa penyimpanan pada suhu ruang berbeda nyata dengan penyimpanan pada
suhu dingin.
Dalam Tabel 5, dapat dilihat pula bahwa interaksi antara jenis kemasan,
suhu penyimpanan, dan hari penyimpanan adalah sangat nyata untuk susut bobot.
Uji lanjut berupa uji Duncan untuk interaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 8
dan selengkapnya dalam Lampiran 7. Uji Duncan yang dilakukan menunjukkan
bahwa rata-rata susut bobot ubi jalar terbesar terjadi pada interaksi tanpa kemasan
di suhu dingin pada hari ke-4. Interaksi tersebut paling berbeda nyata dengan
interaksi yang lain dimana selain interaksi tersebut, semua interaksi tidak berbeda
nyata untuk nilai susut bobot ubi jalar yang disimpan.

32
Tabel 8. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan, suhu penyimpanan, dan hari
penyimpanan untuk susut bobot
Jenis Kemasan
Penyimpanan Suhu Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Hari ke-2 Ruang 0.09h 0.09h 0.08h 1.19defg
Dingin 0.14h 0.12h 0.18h 3.14b
Hari ke-4 Ruang 0.10h 0.11h 0.07h 2.00c
Dingin 0.01h 0.01h 0.03h 4.06a
Hari ke-6 Ruang 0.11h 0.08h 0.07h 1.36def
Dingin 0.04h 0.03h 0.08h 2.83b
Hari ke-8 Ruang 0.13h 0.12h 0.10h 1.44de
Dingin 0.07h 0.06h 0.05h 3.25b
Hari ke-10 Ruang 0.09h 0.11h 0.09h 0.98efg
Dingin 0.05h 0.06h 0.06h 2.14c
Hari ke-12 Ruang 0.11h 0.11h 0.09h 0.83g
Dingin 0.02h 0.01h 0.06h 1.65cd
Hari ke-14 Ruang 0.12h 0.13h 0.11h 0.90fg
Dingin 0.12h 0.08h 0.11h 2.02c
RATA-RATA Ruang 0.11 0.11 0.09 1.24
Dingin 0.06 0.05 0.08 2.73
Ket: Nilai rata-rata dengan subscript (a, b, c, d, e, f, g, h) yang sama menunjukkan bahwa
interaksi yang terjadi tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P≤ 0.05.

B. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kadar Air


Kadar air, menurut Heddy (1994), sangat berpengaruh terhadap mutu
bahan pangan. Disebutkan pula oleh Heddy (1994) bahwa kandungan air sangat
berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan dimana sebagian besar bahan
pangan segar mempunyai kadar air 70% atau lebih. Kadar air juga berkaitan
dengan tingkat kesegaran dari bahan pangan. Jumlah air yang terkandung dalam
bahan pangan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi umur
simpan suatu produk (Hall, 1980). Ubi jalar merupakan salah satu jenis produk
pertanian dengan kadar air tinggi saat di panen. Kadar air dalam ubi jalar
merupakan salah satu faktor penentu mutu ubi jalar. Dengan begitu, kadar air
dalam ubi jalar perlu dipertahankan.
Gambar 12 merupakan grafik kadar air ubi jalar selama penyimpanan
berturut. Terlihat bahwa pada penyimpanan suhu ruang, ubi jalar tanpa kemasan
selama penyimpanan memiliki kadar air yang tidak selalu lebih rendah
dibandingkan ubi jalar yang dikemas. Namun pada akhir penyimpanan kadar air

33
ubi jalar yang tidak dikemas lebih rendah daripada ubi jalar yang dikemas. Kadar
air ubi jalar pada akhir penyimpanan untuk ubi jalar tanpa kemasan adalah
62.85%, sedangkan untuk ubi jalar dengan kemasan PP, HDPE, dan LDPE
berturut-turut adalah 65.76%, 64.55%, dan 66.46%.
Pada penyimpanan suhu dingin, ubi jalar tanpa kemasan memiliki kadar
air yang lebih rendah daripada ubi jalar yang dikemas. Pada akhir penyimpanan,
kadar air ubi jalar tanpa kemasan adalah 59.14%, sedangkan untuk ubi jalar
dengan kemasan PP, HDPE, dan LDPE berturut-turut adalah 63.59%, 66.07%,
dan 65.00%.

72
70 LDPE; Suhu ruang

68 HDPE; Suhu ruang


Kadar air (%bb)

66
PP; Suhu ruang
64
tanpa kemasan;
62 Suhu ruang
60 LDPE; Suhu dingin

58 HDPE; Suhu dingin


56 PP; Suhu dingin
54
tanpa kemasan;
52 Suhu dingin
0 2 4 6 8 10 12 14

Hari penyimpanan (hari ke-)

Gambar 12. Grafik kadar air ubi jalar selama penyimpanan.

Sebagai salah satu faktor mutu ubi jalar, maka kadar air dalam ubi jalar
harus diperhatikan dengan baik. Nilainya yang harus diperhatikan menuntut
adanya perlakuan-perlakuan khusus yang perlu diterapkan untuk mendapatkan
kondisi lingkungan yang mendukung terjaganya kandungan air dalam produk.
Pengendalian faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban menjadi salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kadar air suatu produk.
Salunkhe (1976) menyebutkan bahwa kelembaban relatif yang
direkomendasikan untuk suatu produk sebaiknya dipertahankan saat berada dalam
ruang penyimpanan. Pada penelitian ini, ruang penyimpanan dengan suhu dingin
memiliki kelembaban relatif yang lebih rendah daripada penyimpanan suhu ruang.
Hal tersebutdapat menyebabkan tingkat kehilangan uap air yang lebih tinggi pada
ubi jalar dalam suhu dingin daripada ubi jalar dalam suhu ruang.

34
Pada Gambar 12, dapat dilihat bahwa kadar air ubi jalar tanpa kemasan
lebih rendah saat disimpan dalam suhu dingin daripada dalam suhu ruang. Hal ini
dapat menunjukkan bahwa tingkat kehilangan air dari ubi jalar pada suhu dingin
lebih tinggi daripada ubi jalar dalam suhu ruang.
Untuk ubi jalar dengan kemasan plastik, nilai kadar air ubi jalar cenderung
lebih tinggi saat disimpan dalam suhu dingin daripada suhu ruang. Hal ini dapat
disebabkan oleh suhu ruang yang lebih tinggi memicu laju respirasi yang lebih
tinggi sehingga air yang dihasilkan lebih banyak. Kadar air yang lebih tinggi pada
ubi jalar dalam kemasan plastik menunjukkan bahwa kemasan plastik dapat
digunakan untuk mempertahankan kadar air ubi jalar. Kemasan plastik yang
digunakan menahan uap air sehingga air dari dalam umbi tidak hilang ke udara.
Untuk mempertahankan kadar air suatu produk berarti menghindari
kehilangan air dari suatu produk. Hal ini terkait dengan dengan susut bobot,
dimana nilai susut bobot sangat dipengaruhi oleh besarnya kehilangan air dari
dalam produk. Terjaganya kadar air dalam suatu produk dapat memperkecil nilai
susut bobot. Pada Gambar 12 terlihat bahwa ubi jalar dengan kemasan plastik,
baik dalam suhu ruang maupun suhu dingin, pada akhir masa penyimpanan
memiliki kadar air lebih tinggi daripada ubi jalar tanpa kemasan. Sementara pada
Gambar 11, terlihat pula bahwa pada kedua suhu penyimpanan, ubi jalar dengan
kemasan plastik memiliki susut bobot yang lebih rendah daripada ubi jalar tanpa
kemasan.
Hasil analisis ragam untuk kadar air ditunjukkan pada Tabel 9 dan
selengkapnya pada Lampiran 8. Terlihat bahwa untuk jenis kemasan nilai Pr > F
jauh lebih kecil daripada 5% sedangkan suhu penyimpanan memiliki nilai Pr > F
yang lebih besar dari 5%. Ini berarti bahwa pengaruh jenis kemasan terhadap
kadar air adalah sangat nyata sementara pengaruh suhu penyimpanan tidak nyata.
Uji lanjut berupa uji Duncan untuk jenis kemasan terdapat pada Tabel 10.
Uji Duncan memperlihatkan bahwa untuk jenis kemasan, ubi jalar yang
disimpan tanpa kemasan memiliki kadar air yang berbeda nyata dengan jenis
kemasan yang lain. Ubi jalar yang tanpa kemasan berbeda nyata dalam
menghasilkan kadar air yang paling rendah.

35
Tabel 9. Analisis ragam kadar air

Source Pr > F

Jenis kemasan <.0001

Suhu penyimpanan 0.9021

Jenis kemasan*Suhu penyimpanan 0.0002

r(Jenis kemasan*Suhu penyimpanan) 0.9694

Hari penyimpanan 0.5494

r(Hari penyimpanan) 0.9296

Jenis penyimpanan*Hari penyimpanan 0.1585

Suhu penyimpanan*Hari penyimpanan 0.4781

Jenis kemasan*Suhu penyimpanan*Hari penyimpanan 0.2119

Tabel 10. Uji Duncan jenis kemasan untuk kadar air

Duncan Grouping Mean N Jenis kemasan

A 64.523 42 HDPE

A 64.463 42 PP

A 64.012 42 LDPE

B 61.812 42 Tanpa kemasan


Ket: Nilai rata-rata dengan huruf (A, B) yang sama
menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi tidak
berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P ≤ 0.05.

Dalam Tabel 9, dapat dilihat pula bahwa interaksi antara jenis kemasan
dan suhu penyimpanan adalah sangat nyata untuk kadar air. Uji Duncan untuk
interaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11 dan selengkapnya dalam Lampiran
9. Uji Duncan yang dilakukan nenunjukkan bahwa rata-rata terendah kadar air ubi
jalar terjadi pada interaksi tanpa kemasan di suhu dingin. Interaksi tersebut paling
berbeda nyata dengan interaksi yang lain dimana selain interaksi tersebut, semua
interaksi tidak berbeda nyata untuk kadar air ubi jalar yang disimpan.

36
Tabel 11. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan dan suhu penyimpanan untuk
kadar air
Jenis Kemasan
Penyimpanan Suhu Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Hari ke-2 Ruang 64.28 63.92 61.43 63.18
Dingin 64.70 66.44 64.78 63.69
Hari ke-4 Ruang 64.36 66.94 61.67 63.73
Dingin 62.38 65.34 67.41 62.19
Hari ke-6 Ruang 63.54 62.81 63.67 63.41
Dingin 65.92 64.13 63.96 61.37
Hari ke-8 Ruang 63.32 63.62 63.05 62.74
Dingin 63.07 63.85 68.34 54.63
Hari ke-10 Ruang 62.79 64.40 64.08 64.23
Dingin 62.82 61.75 64.43 62.69
Hari ke-12 Ruang 62.23 65.08 63.08 63.21
Dingin 65.29 64.41 67.23 58.31
Hari ke-14 Ruang 66.46 64.55 65.76 62.85
Dingin 65.00 66.07 63.59 59.14
RATA-RATA Ruang 63.85b 64.48ab 63.25b 63.34b
(untuk uji Duncan) Dingin 63.94ab 64.57ab 65.68a 60.29c
Ket: Nilai rata-rata dengan subscript (a, b, c) yang sama menunjukkan bahwa interaksi yang
terjadi tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P ≤ 0.05.

C. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kadar Pati


Salah satu kandungan yang penting dalam ubi jalar adalah pati. Tingginya
kandungan pati dalam ubi jalar adalah salah satu pertimbangan dalam menjadikan
ubi jalar sebagai salah satu alternatif bahan pangan. Pati dalam ubi jalar juga
berpotensi unuk dijadikan berbagai jenis bahan pangan turunan. Pati yang
diekstrak dari ubi jalar umumnya disimpan dalam bentuk tepung yang selanjutnya
dapat digunakan untuk membuat berbagai macam panganan. Pengaruh kemasan
plastik selama penyimpanan ubi jalar terhadap kadar pati ubi jalar terlihat dalam
Gambar 13.
Gambar 13 memperlihatkan grafik kadar pati ubi jalar setelah
penyimpanan 14 hari. Dari grafik dapat dilihat bahwa ubi jalar yang disimpan
pada suhu ruang memiliki kadar pati yang lebih tinggi daripada ubi jalar yang
disimpan pada suhu dingin. Hal ini terjadi baik pada ubi jalar dengan kemasan
plastik maupun pada ubi jalar tanpa kemasan.

37
34
32
29.58
30 28.565 28.6328.26
28.15 28.06
Kadar pati (%) 28
26
23.77
24 22.995

22 Suhu ruang
20 Suhu dingin
18

16
14

12
10
LDPE HDPE PP tanpa kemasan

Jenis kemasan

Gambar 13. Grafik kadar pati ubi jalar setelah penyimpanan 14 hari.

Ubi jalar yang disimpan dengan LDPE terlihat memiliki kadar pati yang
lebih tinggi saat disimpan dalam suhu ruang daripada dalam suhu dingin. Selisih
antara kadar pati ubi jalar dengan LDPE pada suhu ruang dan suhu dingin cukup
besar. Hal serupa juga tampak pada ubi jalar dengan kemasan HDPE. Ubi jalar
dengan kemasan HDPE dalam suhu ruang memiliki kadar pati yang lebih tinggi
daripada ubi jalar dalam suhu dingin. Selisih antara kadar pati ubi jalar pada suhu
ruang dengan suhu dingin juga terlihat cukup besar. Sementara itu, untuk ubi jalar
yang dikemas dengan PP, meskipun kadar pati dalam suhu ruang lebih tinggi
daripada dalam suhu dingin, tetapi selisih diantaranya bernilai kecil.
Gambar 13 memperlihatkan bahwa baik pada suhu ruang maupun suhu
dingin, kadar pati ubi jalar dengan kemasan PP lebih tinggi daripada ubi jalar
dengan kemasan HDPE dan LDPE sementara kadar pati ubi jalar dengan kemasan
HDPE lebih tinggi daripada ubi jalar dengan LDPE. Pada kedua suhu
penyimpanan, dapat dilihat pula bahwa ubi jalar tanpa kemasan memiliki kadar
pati yang tinggi. Pada suhu ruang, kadar pati ubi jalar tanpa kemasan lebih tinggi
daripada ubi jalar dengan kemasan LDPE dan HDPE, meskipun lebih rendah
daripada ubi jalar dengan kemasan PP. Sedangkan pada suhu dingin, ubi jalar
tanpa kemasan memiliki kadar pati yang lebih tinggi daripada ubi jalar dengan
ketiga jenis kemasan plastik yang digunakan.

38
Winarno dan Aman (1973) dalam Kiswanto (2005) menyebutkan bahwa
respirasi pada dasarnya merupakan oksidasi enzimatik pada senyawa
makromolekul seperti gula, protein, pati, dan lemak hingga dihasilkan CO2 dan dan
H2O yang disertai dengan pembebasan energi atau panas dalam bentuk ATP. Pada
Gambar 14 terlihat bahwa ubi jalar dalam kemasan PP memiliki kadar pati yang
lebih tinggi daripada ubi jalar dalam kedua kemasan lainnya. Hal ini dapat
disebabkan oleh permeabilitas O2 (Tabel 3) kemasan PP yang lebih kecil daripada
kedua kemasan lainnya. Permeabilitas O2 yang lebih rendah mengakibatkan
respirasi yang terjadi lebih sedikit sehingga oksidasi enzimatis senyawa pati lebih
rendah. Dengan begitu kadar patinya tetap tinngi.
Winarno (2002) menyebutkan bahwa umbi-umbian merupakan sumber
pati. Heddy (1994) menyebutkan bahwa pati di dalam tanaman dapat merupakan
sebagai cadangan makanan. Kadar pati dalam ubi jalar menjadi salah satu
parameter dalam penentuan mutu ubi jalar. Dengan mempertahankan kadar pati
dalam ubi jalar berarti turut mempertahankan mutu ubi jalar. Ubi jalar dengan
kandungan pati tinggi akan diminati oleh pasar dan dilihat sebagai produk
bermutu dengan kandungan gizi yang mencukupi.
Hasil analisis ragam untuk kadar pati tertera pada Tabel 12 dan
selengkapnya terlampir dalam Lampiran 10. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa
nilai Pr > F untuk jenis kemasan dan suhu penyimpanan sama-sama lebih rendah
dari 5%. Ini menunjukkan bahwa baik jenis kemasan maupun suhu penyimpanan
berpengaruh nyata terhadap kadar pati. Uji Duncan untuk jenis kemasan terdapat
pada Tabel 13 sementara untuk suhu penyimpanan pada Tabel 14.
Dari uji Duncan, terlihat bahwa untuk jenis kemasan, ubi jalar yang
disimpan dengan kemasan HDPE dan LDPE memiliki kadar pati yang berbeda
nyata dengan jenis kemasan yang lain. Ubi jalar dengan kemasan HDPE dan
LDPE berbeda nyata dalam menghasilkan kadar air yang lebih rendah daripada
jenis kemasan lain. Sementara itu, untuk suhu penyimpanan, terlihat bahwa
penyimpanan pada suhu ruang berbeda nyata dengan penyimpanan pada suhu
dingin dimana suhu ruang mengahasilkan kadar pati yang lebih tinggi daripada
suhu dingin.

39
Pada Tabel 12 juga terlihat bahwa interaksi antara jenis kemasan dengan
suhu penyimpanan adalah sangat nyata. Uji Duncan untuk interaksi ini dapat
dilihat pada Tabel 15 dan selengkapnya pada Lampiran 11.

Tabel 12. Analisis ragam kadar pati

Source Pr > F

Jenis kemasan <.0001

Suhu penyimpanan <.0001

Jenis kemasan*Suhu penyimpanan <.0001

Tabel 13. Uji Duncan jenis kemasan untuk kadar pati

Duncan Grouping Mean N Jenis kemasan

A 28.820 4 PP

A 28.445 4 Tanpa kemasan

B 26.168 4 HDPE

C 25.573 4 LDPE
Ket: Nilai rata-rata dengan huruf (A, B, C) yang
sama menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi
tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P ≤
0.05.

Tabel 14. Uji Duncan suhu penyimpanan untuk kadar pati

Duncan Grouping Mean N Suhu penyimpanan

A 28.7313 8 Suhu ruang

B 25.7713 8 Suhu dingin


Ket: Nilai rata-rata dengan huruf (A, B) yang sama
menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi tidak berbeda
nyata pada tingkat kepercayaan P ≤ 0.05.

Uji Duncan menunjukkan bahwa terjadi tiga interaksi yang berbeda nyata
bagi kadar pati ubi jalar. Interaksi-interaksi tersebut yaitu interaksi antara kemasan
PP pada suhu ruang, interaksi kemasan HDPE pada suhu dingin, dan interaksi
kemasan LDPE pada suhu dingin. Interaksi antara kemasan PP pada suhu ruang

40
menghasilkan kadar pati paling tinggi sementara interaksi kemasan HDPE pada
suhu dingin dan interaksi kemasan LDPE pada suhu dingin menghasilkan kadar
pati yang lebih rendah daripada interaksi lainnya.

Tabel 15. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan dan suhu penyimpanan untuk
kadar pati
Jenis Kemasan
Penyimpanan Suhu Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Hari ke-14 Ruang 28.15b 28.56b 29.58a 28.63b
(rata-rata) Dingin 22.99d 23.77c 28.06b 28.26b
Ket: Nilai rata-rata dengan subscript (a, b, c, d) yang sama menunjukkan bahwa interaksi yang
terjadi tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P≤ 0.05.

D. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kekerasan


Kekerasan terkait dengan kualitas tekstural suatu produk. Pantastico
(1986) menyebutkan bahwa tekstur buah-buahan dan sayur-sayuran amat
bervariasi dimana tekstur tersebut bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk,
keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Gambar
14 memperlihatkan grafik kekerasan ubi jalar selama penyimpanan pada suhu
ruang dan suhu dingin.
Dalam Gambar 14 terlihat bahwa pada kedua suhu penyimpanan, ubi jalar
tanpa kemasan cenderung memiliki kekerasan yang lebih rendah daripada ubi
jalar dengan kemasan plastik. Muthmainnah (2008) menyebutkan bahwa
tingginya penurunan kekerasan dipengaruhi oleh tingginya susut bobot dan tingkat
kerusakan mekanis yang terjadi. Kekerasan pada ubi jalar tanpa kemasan yang
cenderung lebih rendah daripada kekerasan ubi jalar dengan kemasan plastik
dapat terkait dengan kehilangan air yang terjadi selama penyimpanan. Kehilangan
air dari produk turut dalam meningkatkan susut bobot produk tersebut. Ubi jalar
tanpa kemasan memiliki susut bobot yang lebih tinggi daripada ubi jalar dengan
kemasan plastik (Gambar 11) sehingga kekerasan ubi jalar tanpa kemasan lebih
rendah daripada ubi jalar dengan kemasan plastik.

41
8

7.5 LDPE; Suhu ruang

7 HDPE; Suhu ruang


6.5
PP; Suhu ruang
Kekerasan (kgf)

6
tanpa kemasan; Suhu ruang
5.5

5 LDPE; Suhu dingin

4.5 HDPE; Suhu dingin


4
PP; Suhu dingin
3.5
tanpa kemasan; Suhu dingin
3
0 2 4 6 8 10 12 14

Hari penyimpanan (hari ke-)

Gambar 14. Grafik kekerasan ubi jalar selama penyimpanan.

Pada akhir penyimpanan, kekerasan ubi jalar tanpa kemasan dalam suhu
ruang adalah 5.82 kgf sementara kekerasan ubi jalar dengan kemasan PP, HDPE,
dan LDPE berturut-turut adalah 6.36 kgf, 6.44 kgf, dan 6.67 kgf. Sedangkan
dalam suhu dingin, kekerasan ubi jalar tanpa kemasan pada akhir penyimpanan
adalah 5.02 kgf sementara kekerasan ubi jalar dengan kemasan PP, HDPE, dan
LDPE berturut-turut adalah 6.26 kgf, 6.51 kgf, dan 6.67 kgf. Terlihat bahwa baik
pada suhu ruang maupun suhu dingin, ubi jalar dengan kemasan LDPE memiliki
kekerasan yang paling tinggi diantara ubi jalar dengan kemasan plastik, diikuti
oleh ubi jalar dengan kemasan HDPE kemudian PP. Terlihat pula bahwa kisaran
nilai kekerasan ubi jalar dengan kemasan plastik pada suhu ruang tidak berbeda
jauh dengan nilai kekerasan ubi jalar pada suhu dingin.
Pantastico (1986) menyebutkan bahwa selama penyimpanan, turunnya
ketegaran disebabkan oleh pembongkaran protopektin yang tak larut menjadi
asam pektat dan pektin yang lebih mudah larut. Sementara Rajagukguk (2002)
menyebutkan bahwa proses pelunakan dapat disebabkan oleh terdegradasinya pati
dalam bahan, terutama untuk bahan yang mengandung pati dalam jumlah tinggi
seperti ubi jalar. Salunkhe (1976) menyatakan bahwa apabila kehilangan air, atau
transpirasi, apabila tidak dicegah, maka produk akan menjadi lisut, keras, atau
lunak, sehingga tidak layak konsumsi.

42
Hasil analisis ragam untuk kekerasan ditunjukkan pada Tabel 16 dan
selengkapnya pada Lampiran 12. Terlihat bahwa untuk jenis kemasan nilai Pr > F
jauh lebih kecil daripada 5% sedangkan suhu penyimpanan memiliki nilai Pr > F
yang lebih besar dari 5%. Ini berarti bahwa pengaruh jenis kemasan terhadap
kadar air adalah sangat nyata sementara pengaruh suhu penyimpanan tidak nyata.
Uji lanjut berupa uji Duncan untuk jenis kemasan terdapat pada Tabel 17.

Tabel 16. Analisis ragam kekerasan

Source Pr > F

Jenis kemasan <.0001

Suhu penyimpanan 0.3470

Jenis kemasan*Suhu penyimpanan 0.0169

r(Jenis kemasan*Suhu penyimpanan) 0.8856

Hari penyimpanan 0.0034

r(Hari penyimpanan) 0.3130

Jenis penyimpanan*Hari penyimpanan 0.0002

Suhu penyimpanan*Hari penyimpanan 0.1938

Jenis kemasan*Suhu penyimpanan*Hari penyimpanan 0.0071

Tabel 17. Uji Duncan jenis kemasan untuk kekerasan

Duncan Grouping Mean N Jenis kemasan

A 6.144 42 HDPE

A 6.141 42 LDPE

B 5.916 42 PP

C 5.339 42 Tanpa kemasan


Ket: Nilai rata-rata dengan huruf (A, B, C) yang
sama menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi
tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P ≤
0.05.

Dalam uji Duncan terlihat bahwa untuk jenis kemasan, ubi jalar yang
disimpan dengan kemasan PP dan tanpa kemasan memiliki kekerasan yang

43
berbeda nyata dengan jenis kemasan yang lain. Ubi jalar tanpa kemasan dan ubi
jalar dengan kemasan PP berbeda nyata dalam menghasilkan kekerasan yang lebih
rendah daripada jenis kemasan lainnya.

Tabel 18. Uji Duncan interaksi antara jenis kemasan, suhu penyimpanan, dan hari
penyimpanan untuk kekerasan
Jenis Kemasan
Penyimpanan Suhu Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Hari ke-2 Ruang 5.93bcdefghij 6.02bcdefghi 5.80bcdefghij 5.42defghijk
Dingin 5.89bcdefghij 6.20bcdefg 4.93jkl 5.31efghijk
Hari ke-4 Ruang 5.99bcdefghij 5.64bcdefghijk 6.16bcdefgh 5.13ghijkl
Dingin 5.74bcdefghijk 6.54bc 6.04bcdefghi 4.28lm
Hari ke-6 Ruang 6.21bcdefg 6.22bcdefg 5.80bcdefghij 5.20fghijkl
Dingin 6.02bcdefghi 6.25bcdef 6.07bcdefghi 4.71klm
Hari ke-8 Ruang 6.02bcdefghi 5.67bcdefghijk 5.97bcdefghij 5.89bcdefghij
Dingin 6.33bcde 6.13bcdefgh 5.54cdefghijk 7.51a
Hari ke-10 Ruang 5.82bcdefghij 6.10bcdefghi 6.14bcdefgh 5.99bcdefghij
Dingin 6.31bcde 6.25bcdef 6.24bcdef 3.82m
Hari ke-12 Ruang 6.39bcde 5.84bcdefghij 5.71bcdefghijk 5.52cdefghijk
Dingin 5.99bcdefghij 6.19bcdefgh 5.86bcdefghij 5.11hijkl
Hari ke-14 Ruang 6.67ab 6.44bcd 6.36bcde 5.82bcdefghij
Dingin 6.67ab 6.51bcd 6.26bcdef 5.02ijkl
Ket: nilai rata-rata dengan subscript (a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m) yang sama menunjukkan
bahwa interaksi yang terjadi tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P≤ 0.05.

Pada Tabel 16, terlihat pula bahwa interaksi antara jenis kemasan, suhu
penyimpanan, dan hari penyimpanan adalah sangat nyata untuk kekerasan. Uji
lanjutan berupa uji Duncan yang dilakukan untuk interaksi ketiga faktor
bersangkutan dapat dilihat pada Tabel 18 dan selengkapnya dalam Lampiran 13.
Uji Duncan menghasilkan analisis yang menyatakan bahwa adanya subscript yang
sama pada semua interaksi menunjukkan bahwa semua interaksi tidak berbeda
nyata untuk nilai kekerasan ubi jalar.

E. Pengaruh Kemasan Plastik dan Suhu Penyimpanan Terhadap


Kemunculan Cacat Pada Umbi
Cacat pada produk pertanian merupakan salah satu faktor yang sangat
merugikan bagi pemasaran produk tersebut. Tidak hanya dari segi tampilan fisik,
cacat pada produk pun akan mempengaruhi produk dari segi mutu. Dengan begitu,

44
cacat pada produk harus dihindari dan dicegah agar produk tetap layak untuk
dipasarkan. Pada ubi jalar, cacat pada umbi dapat disebabkan oleh faktor mekanis,
kimiawi, maupun biologis. Kerusakan akibat pengaruh mekanis seperti benturan,
goresan, maupun retakan dapat mengarah kepada kerusakan lain seperti
pembusukan dan pencemaran oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam
penelitian ini, pengamatan kemunculan cacat pada urbi dilakukan berdasarkan tiga
parameter, yaitu pertunasan, kepoyoan, dan pembusukan.
1. Pertunasan
Pantastico (1986) mengungkapkan bahwa pertunasan dapat menjadi
sumber kerusakan yang parah. Disebutkan pula oleh Pantastico (1986) bahwa
pertunasan berhubungan dengan dormansi dan istirahat, dimana dormansi
adalah keadaan inaktif yang diseabkan oleh faktor-faktor dalam maupun luar
sementara istirahat adalah peristiwa tak timbulnya pertunasan meskipun
keadaan lingkungannya menguntungkan. Ubi jalar merupakan produk
pertanian yang tidak mengenal keadaan istirahat, dengan demikian potensi
terjadinya pertunasan setelah panen menjadi lebih besar.
Gambar 15 merupakan grafik kemunculan tunas pada ubi jalar selam
penyimpanan. Terlihat bahwa tunas lebih cepat muncul pada penyimpanan
suhu ruang ketimbang pada penyimpanan suhu dingin. Terlihat pula bahwa
pada penyimpanan suhu ruang, tunas pada ubi jalar yang dikemas muncul
lebih cepat daripada ubi jalar yang tidak dikemas.

Gambar 15. Grafik kemunculan tunas pada ubi jalar.

45
Tumbuhnya tunas dapat dipacu oleh kondisi berupa kelembaban yang
tinggi. Kemunculan tunas yang lebih cepat terjadi pada suhu ruang dapat
disebabkan oleh kondisi kelembabannya. Pada penyimpanan suhu ruang,
kelembaban relatif ruang penyimpanannya lebih tinggi daripada ruang
penyimpanan dengan suhu dingin. Oleh karena itu, pertunasan lebih cepat
terjadi pada peyimpana suhu ruang. Sementara kemunculan tunas yang lebih
cepat pada ubi jalar yang dikemas dapat disebabkan oleh tertahannya uap air
oleh kemasan plastik sehingga kelembaban dalam kemasan menjadi lebih
tinggi dan memacu terbentuknya tunas. Gambar 16 merupakan gambar tunas
yang muncul pada umbi ubi jalar.

Gambar 16. Tunas pada umbi ubi jalar.

2. Kepoyoan
Kepoyoan, oleh Syarief dan Halid (1993), disebut sebagai warna
kecoklatan yang disebabkan oleh aktivitas enzim polifenolase yang terdapat
pada lendir ubi, yang akan membentuk warna coklat jika kontak dengan udara.
Munculnya kepoyoan pada umbi ubi jalar akan mempengaruhi penilaian mutu
ubi jalar dari segi tampilan fisiknya sehingga dapat mengurangi minat
konsumen saat pemasaran.
Gambar 17 merupakan grafik kemunculan poyo pada ubi jalar selama
penyimpanan. Terlihat bahwa kepoyoan pada ubi jalar muncul lebih cepat
pada ubi jalar yang disimpan pada suhu dingin daripada suhu ruang. Dapat
dilihat pula bahwa baik pada suhu dingin maupun suhu ruang, kepoyoan lebih
cepat terbentuk pada ubi jalar tanpa kemasan. Terjadinya hal ini dapat

46
disebabkan oleh kondisi lingkungan penyimpanan yang memudahkan
terjadinya kontak umbi dengan udara.

Gambar 17. Grafik kemunculan poyo pada ubi jalar.

Pada penyimpanan suhu dingin, kelembaban relatif ruang


penyimpanan yang lebih rendah daripada penyimpanan suhu ruang
menjadikan ruang tersebut lebih kering. Dengan begitu kontak umbi dengan
udara lebih mungkin untuk terjadi sehingga memicu terbentuknya warna
coklat pada umbi.

Gambar 18. Kepoyoan pada umbi ubi jalar.

47
Pada ubi jalar yang tidak dikemas, kepoyoan muncul lebih cepat akibat
kontak langsung umbi dengan udara. Kemasan plastik pada ubi jalar yang
dikemas menyebabkan terhalangnya kontak umbi dengan udara bebas
sehingga dapat memperlambat munculnya kepoyoan pada umbi. Pada Gambar
18 diberikan gambar umbi yang telah mengalami kepoyoan.

3. Pembusukan
Pembusukan pada produk pertanian dapat disebabkan oleh kondisi
yang memungkinkan mikroorganisme untuk berkembang pada produk.
Kerusakan mekanis seperti tergores, pecah, atau memar dapat memicu
pertumbuhan mikroba-mikroba pada produk. Heddy (1994) mengungkapkan
bahwa mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di mana saja,
baik di tanah, air, udara, serta di atas permukaan kulit buah-buahan, sayur-
sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Kelembaban relatif yang tinggi
juga dapart menjadi pemicu pertumbuhan mikroba, meskipun kelembaban
relatif yang tinggi diperlukan untuk mencegah terjadinya pengeriputan dan
susut bobot produk (Salunkhe, 1976).
Selama 14 hari penyimpanan ubi jalar, pembusukan pada umbi ubi
jalar tidak terjadi. Beberapa faktor yang memungkinkan hal ini terjadi
diantaranya terkait kegiatan pra penyimpanan yang dilakukan. Sebelum
penyimpanan dilakukan, ubi jalar terlebih dahulu melalui proses curing,
dimana pada proses tersebut, luka-luka pada umbi akibat kerusakan mekanis
disembuhkan melalui pembentukan lapisan gabus (periderm) pada umbi.
Selain itu, pada proses pemilihan, umbi-umbi yang dipilih merupakan umbi-
umbi yang bersih dan sedapat mungkin terbebas dari hama, penyakit, maupun
luka-luka mekanis. Dengan begitu pencegahan terhadap umbi yang buruk
telah dilakukan dari saat sebelum penyimpanan dilakukan.

F. Pendugaan Umur Simpan


Umur simpan suatu bahan pertanian terkait erat dengan mutunya. Saat
degradasi mutu telah mulai terjadi, maka hal tersebut mengindikasikan bahwa
umur simpan produk bersangkutan telah berkurang. Salah satu standar mutu yang

48
dapat digunakan sebagai pertimbangan nilai mutu ubi jalar adalah SNI 01-4493-
1998. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan membandingkan nilai parameter
mutu yang diamati dengan standar mutu yang ada. Saat nilai mutu hasil
pengamatan sudah tidak memenuhi syarat standar mutu yang berlaku, maka dapat
dikatakan bahwa produk tersebut telah tidak layak untuk dipasarkan. Dengan
demikian, umur simpan produk adalah jangka waktu dimana produk dapat
mempertahankan mutunya hingga nilainya sudah tidak memenuhi syarat pada
standar mutu yang berlaku.
Umur simpan yang dimaksud pada pembahasan ini merupakan waktu
dimana mutu ubi jalar masih dikatakan memenuhi standar dimulai sejak setelah
panen. Karena pada penelitian ini setelah dipanen ubi jalar langsung dicuring
selama 6 hari sebelum dimasukkan ruang penyimpanan, maka umur simpan ubi
jalar adalah total waktu curing ditambah jumlah hari penyimpanan dimana mutu
ubi jalar masih dianggap memenuhi persyaratan.
Dalam SNI 01-4493-1998 terdapat syarat umum dan syarat khusus. Syarat
umum dikatakan telah dipenuhi pada saat proses pemilihan ubi jalar yang akan
disimpan. Syarat khusus yang ditetapkan yang juga diamati dalam penelitian ini
adalah kadar air, kadar pati, dan cacat pada umbi. Pendugaan umur simpan akan
dilakukan berdasarkan parameter-parameter tersebut. Untuk susut bobot dan
kekerasan, karena kedua parameter tersebut terkait dengan kadar air, maka dapat
dikatakan bahwa penggunaan kadar air dalam pendugaan umur simpan telah
mewakili kedua parameter tersebut.
Kadar air yang memenuhi syarat standar mutu adalah 65% bb minimal
untuk mutu I dan 60% bb minimal untuk mutu II dan III. Dari Gambar 13 dapat
dilihat bahwa hingga penyimpanan hari ke-14 kadar air pada ubi jalar dengan
kemasan plastik semuanya masih diatas 60%. Dengan begitu, hingga waktu
tersebut, ubi jalar masih memenuhi syarat minimal untuk kadar air. Pada hari
penyimpanan ke-1, ubi jalar tanpa kemasan yang disimpan pada suhu ruang masih
memiliki kadar air diatas 60%, namun kadar air ubi jalar yang disimpan pada suhu
dingin telah mencapai dibawah 60% (Gambar 13). Bila dilihat pada Gambar 13,
maka ubi jalar tanpa kemasan pada suhu dingin telah memiliki kadar air dibawah
60% sejak penyimpanan hari ke-8. Sejak saat tersebut, ubi jalar yang disimpan

49
tanpa kemasan pada suhu dingin dikatakan telah tidak memenuhi syarat standar
mutu yang digunakan.
Hal serupa juga dilakukan untuk kadar pati. Standar mutu mensyaratkan
kadar pati minimal untuk ubi jalar mutu I adalah 30% bb dan untuk mutu II dan
III adalah 25%. Pada Gambar 14, dapat dilihat bahwa setelah penyimpanan hari
ke-14 kadar pati untuk ubi jalar pada suhu ruang, baik yang dikemas maupun
tidak, masih diatas 25%. Namun untuk suhu dingin, kadar pati ubi jalar dengan
kemasan PP dan ubi jalar yang tidak dikemas masih diatas 25% sedangkan kadar
pati ubi jalar dengan kemasan LDPE dan HDPE telah mencapai dibawah 25%
(Gambar 14). Maka, ubi jalar dengan kemasan LDPE dan HDPE yang disimpan
dalam suhu dingin sudah tidak memenuhi syarat dalam standar mutu sejak
sebelum penyimpanan hari ke-14.
Keberadaan umbi yang cacat juga menjadi pertimbangan dalam syarat
standar mutu. Kemunculan tunas dan poyo pada umbi mengindikasikan bahwa
umbi tersebut telah cacat. Dengan begitu, umur simpan ubi jalar dapat pula dilihat
dari kemunculan tunas dan poyo. Saat tunas dan poyo telah muncul, maka
kelayakan ubi jalar untuk dipasarkan telah menurun. Dengan melihat pada
pendugaaan sebelumnya, yaitu melalui kadar air dan kadar pati, ubi jalar yang
hingga penyimpanan hari ke-14 masih memenuhi syarat standar mutu kemudian
dilihat berdasarkan kemunculan tunas dan poyonya. Syarat pada standar mutu
untuk umbi cacat yaitu per 50 umbi maksimal tidak terdapat umbi cacat untuk
mutu I, terdapat 3 umbi untuk mutu II, dan 5 umbi untuk mutu III.
Ubi jalar tanpa kemasan yang disimpan dalam suhu ruang hingga
penyimpanan hari ke-14 masih memenuhi baik syarat kadar air maupun kadar
pati. Dilihat dari kemunculan tunas dan poyo, untuk memenuhi mutu I, ubi jalar
tanpa kemasan dalam suhu ruang mampu bertahan hingga penyimpanan hari ke-2
(Gambar 16 dan 18). Namun, kemunculan tunas dan poyo yang masih dibawah
10% pada penyimpanan hari ke-4 (Gambar 16 dan 18) menunjukkan bahwa ubi
jalar tanpa kemasan yang disimpan dalam suhu ruang masih memenuhi syarat
untuk mutu III. Dengan demikian, diduga bahwa umur simpan terlama untuk ubi
jalar yang disimpan tanpa kemasan adalah 10 hari apabila penyimpanan dilakukan

50
pada suhu ruang. Umur simpan 10 hari diperoleh dari penjumlahan 6 hari curing
dan 4 hari dalam ruang penyimpanan.
Ubi jalar dengan kemasan plastik yang hingga hingga penyimpanan hari
ke-14 masih memilki kadar air dan kadar pati yang memenuhi syarat standar mutu
adalah ubi jalar dengan kemasan LDPE, HDPE, dan PP yang disimpan dalam
suhu ruang, serta ubi jalar dengan kemasan PP yang disimpan dalam suhu dingin.
Dari kemunculan tunas, dapat dilihat bahwa pada peyimpanan hari ke-2 tunas
telah muncul pada ubi jalar dengan kemasan LDPE, HDPE, dan PP dalam suhu
ruang, sementara untuk ubi jalar dengan kemasan PP dalam suhu dingin, tunas
baru muncul setelah penyimpanan hari ke-10 (Gambar 16). Dilihat dari
kemunculan poyo, pada ubi jalar dengan kemasan LDPE, HDPE, dan PP dalam
suhu ruang poyo mulai muncul setelah penyimpanan hari ke-4, sementara untuk
ubi jalar dengan kemasan PP dalam suhu dingin, poyo telah muncul pada
penyimpanan hari ke-2 (Gambar 18).
Untuk ubi jalar dengan kemasan LDPE, HDPE, dan PP dalam suhu ruang,
pada penyimpanan hari ke-4 poyo belum tampak, namun kemunculan tunas telah
terjadi pada penyimpanan hari ke-2 (Gambar 16 dan 18). Tunas pada ubi jalar
dengan kemasan LDPE dan HDPE pada penyimpanan hari ke-4 telah mencapai
jauh diatas 10%, yaitu syarat maksimal untuk umbi cacat untuk mutu III,
sedangkan ubi jalar dengan kemasan PP pada penyimpanan hari ke-4 memiliki
kemunculan tunas yang hanya sedikit diatas 10%. Dengan begitu, untuk
penyimpanan pada suhu ruang, ubi jalar dengan kemasan PP merupakan yang
paling lama dapat bertahan dari kemunculan cacat daripada dengan dua kemasan
lainnya. Dengan demikian, diduga bahwa umur simpan terlama untuk ubi jalar
dengan kemasan dalam suhu ruang adalah 10 hari apabila ubi jalar dikemas
dengan PP. Umur simpan 10 hari merupakan hasil penjumlahan 6 hari curing dan
4 hari dalam ruang penyimpanan.
Pada ubi jalar dengan kemasan PP dalam suhu dingin, tunas tidak tampak
hingga penyimpanan hari ke-10, namun poyo telah muncul pada penyimpanan
hari ke-2 (Gambar 16 dan 18). Pada penyimpanan hari ke-3, tampak bahwa poyo
yang muncul hanya sedikit diatas 10%, yaitu syarat maksimal umbi cacat untuk
mutu III. Dengan demikian, diduga bahwa umur simpan untuk ubi jalar dengan

51
kemasan PP dalam suhu dingin adalah 9 hari. Umur simpan 9 hari merupakan
jumlah dari 6 hari curing dan 4 hari dalam ruang penyimpanan.
Ubi jalar tanpa kemasan diduga memiliki umur simpan 10 hari apabila
disimpan dalam suhu ruang sementara ubi jalar dengan kemasan PP diduga
memiliki umur simpan terlama diantara ubi jalr dengan dengan dua kemasan
lainnya. Pada suhu ruang, ubi jalar dengan kemasan PP diduga memiliki umur
simpan 10 hari sementara pada suhu dingin 9 hari. Karena ubi jalar yang
diinginkan adalah ubi jalar dengan umur simpan terlama, maka untuk ubi jalar
dengan kemasan, ubi jalar dengan kemasan PP yang disimpan dalam suhu ruang
adalah yang memiliki umur simpan terlama, yaitu 10 hari.
Dalam penyimpanan suhu ruang, ubi jalar tanpa kemasan dan ubi jalar
dalam kemasan PP diduga memiliki umur simpan yang sama. Namun, pengaruh
perlakuan tiap jenis penyimpanan terhadap parameter mutu ubi jalar, misal susut
bobot, kadar air, dan kekerasan, sebaiknya dipertimbangkan. Pertimbangan-
pertimbangan tersebut dapat digunakan untuk menentukan kondisi penyimpanan
yang sesuai guna mendapatkan ubi jalar dengan mutu yang dibutuhkan.

52
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Selama penyimpanan, kemasan plastik mampu menekan susut bobot dan
mempertahankan kadar air, kadar pati, dan kekerasan ubi jalar. Kemasan
plastik juga memperlambat terbentuknya poyo, namun mempercepat
pertumbuhan tunas pada umbi.
2. Jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot, kadar air, kadar
pati, dan kekerasan ubi jalar, sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh
nyata terhadap susut bobot dan kadar pati, namun berpengaruh tidak nyata
terhadap kadar air dan kekerasan ubi jalar,
3. Ubi jalar yang disimpan tanpa kemasan pada suhu ruang dan ubi jalar yang
disimpan dalam kemasan PP dalam suhu ruang memiliki umur simpan
terlama, yaitu 10 hari, dibandingkan dengan ubi jalar yang disimpan tanpa
kemasan pada suhu dingin, ubi jalar yang disimpan dalam kemasan PP
pada suhu dingin, ubi jalar yang disimpan dalam kemasan LDPE pada
suhu ruang, ubi jalar yang disimpan dalam kemasan LDPE pada suhu
dingin, ubi jalar yang disimpan dalam kemasan HDPE pada suhu ruang,
dan ubi jalar yang disimpan dalam kemasan HDPE pada suhu dingin.

B. Saran
1. Perlu dilakukan kajian mengenai jenis kemasan plastik lain yang mungkin
lebih sesuai untuk digunakan sebagai pengemas ubi jalar selama
penyimpanan. Jenis kemasan dengan kemampuan transmisi uap air yang
rendah serta permeabilitas gas yang tinggi sebaiknya digunakan untuk
dapat mempertahankan mutu ubi jalar dengan lebih optimal.
2. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam terkait dengan proses-proses
fisiologi yang terjadi pada ubi jalar selama penyimpanan, seperti proses
respirasi dan transpirasi.
3. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk mendapatkan kondisi suhu
dan kelembaban yang paling sesuai bagi penyimpanan ubi jalar dengan
kemasan.

53
4. Analisis perubahan kimiawi pada ubi jalar yang dikemas perlu dilakukan
untuk mengetahui apakah cara penyimpanan tersebut mempengaruhi
kandungan kimiawi dalam ubi jalar yang dapat berdampak pada perubahan
kandungan gizinya.

54
DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Bary, E. 2003. Handbook of Plastic Films. iSmithers Rapra Publishing.

[Anonim]. 1995. Penanganan Pascapanen Ubijalar. Buletin Teknik Sukamandi.


No.3 1995. 23-26.

Bouwkamp, J C., editor. 1985. Sweet Potato: A Natural Resource for the Tropics.
Boca Roton: CRC Press, Inc.

Edmond, J B dan G R Ammerman. 1971. Sweet Potatoes: Production Processing


Marketing. Connecticut: The Avi Publishing Company, Inc.

Hafriyanti, Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas Daging Sapi dengan Kemasan
Plastik PE (Polyethylen) dan Plastik PP (Polypropylen) di Pasar Arengka
Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. Vol 5 No 1 Februari 2008. 22-27.
http://www.uinsuska.info/faperta/attachments/092__Jurnal_%20hafriyanti.
pdf [20 Maret 2009].

Hall, C W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. Connecticut: Eastern


Graphics, Inc.

Haryanti, E D. 2006. Penentuan Umur Simpan Ubi Jalar Cilembu Panggang


[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Heddy S, editor. 1994. Pengantar Produksi Tanaman dan Penanganan


Pascapanen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Juanda Js., D dan B Cahyono. 2004. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis Usaha
Tani. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kiswanto, Y. 2005. Perubahan Kadar Senyawa Bioaktif Rimpang temulawak


Dalam Penyimpanan (Curcuma xanthorriza Roxb).
http://images.institutyogyakarta.multiply.multiplycontent.com/attachment/
0/SOrIlQoKCncAAD4mCn01/PERUBAHAN%20KADAR%20SENYAW
A%20BIOAKTIF.pdf?nmid=116003409 [07 September 2009].

[Lembaga Biologi Nasional dan LIPI] Lembaga Biologi Nasional dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Proyek Sumber Daya Ekonomi. 1977. Ubi-
ubian. Bogor: Lembaga Biologi Nasional – LIPI.

Massey, L K. 2003. Permeability Properties of Plastics and Elastomers: A Guide


to Packaging and Barrier Materials. William Andrew.

Mattjik, A A dan M Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi


SAS dan Minitab Jilid I. Bogor: IPB PRESS.

55
Muthmainnah, N. 2008. Mutu Fisik Sawo (Achras zapota L.) Dalam Kemasan
Pada Simulasi Transportasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurminah, M. 2002. Penelitian Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas Serta
Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas. http://library.usu.ac.id/
download/fp/fp-mimi.pdf [20 Maret 2009].

Pantastico, ER B, editor. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan


Pemanfaatan Buah-buahandan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.
Kamariyani, penerjemah; Tjitrosoepomo G, editor. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Terjemahan dari: Postharvest Physiology,
Handling, and Utilization of Tropical and Sub-tropical Fruits and
Vegetables.

Rajagukguk, M. 2002. Pengaruh Perlakuan Panas (Heat Treatment) dengan


Metode Hot Water Treatment pada Pascapanen Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L.) Selama Penyimpanan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Risnawati, I. 2002. Pengaruh Pelapisan Lilin Terhadap Umur Simpan Ubi Jalar
(Ipomoea batatas (L) Lam.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Robertson, G L. 1993. Food Packaging Principles and Practice. New York:


Marcel Dekker, Inc.

Rukmana, R. 2007. Ubi Jalar Budi Daya dan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.

Salunkhe, D K. 1976. Storage, Processing, and Nutritional Quality of Fruits and


Vegetables. United States: CRC Press, Inc.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4493-1998. Ubi Jalar.

Syarief, R dan H Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bandung:


Penerbit Arcan.

Wargiono J. 1980. Ubijalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Buletin Teknik. No. 5.
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor.

Watson, G A, et al. 1992. Post Harvest Technology of Sweet Potato. Sweet Potato
Production, Utilization, and Marketing in Commercial Centres of
Production in Java, Indonesia. Central Research Institute for Food Crops.
Agency for Agricultural Research and Development and International
Potato Center.

56
Wilson L G, M D Boyette, dan E A Estes. 1995. Postharvest Handling and
Cooling of Fresh Fruits, Vegetables, and Flowers for Small Farms.
Horticulture Information Leaflet. http://www.ces.ncsu.edu/depts/hort/hil/
pdf/hil-800.pdf [22 Mei 2009].

Winarno, F G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M-Brio


Press.

57
LAMPIRAN

58
Lampiran 1. Data susut bobot (% per 2 hari) ubi jalar selama penyimpanan

Suhu Jenis Kemasan


Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Penyimpanan hari ke-2:
Ulangan 1 Ruang 0.08 0.10 0.08 1.28
15oC 0.11 0.09 0.14 3.96
Ulangan 2 Ruang 0.10 0.10 0.08 1.06
15oC 0.15 0.14 0.19 2.35
Ulangan 3 Ruang 0.08 0.07 0.08 1.24
15oC 0.15 0.12 0.21 3.10
Penyimpanan hari ke-4:
Ulangan 1 Ruang 0.11 0.12 0.07 2.05
15oC 0.00 0.02 0.04 5.04
Ulangan 2 Ruang 0.10 0.10 0.08 1.94
15oC 0.03 0.00 0.04 3.13
Ulangan 3 Ruang 0.09 0.10 0.07 1.99
15oC 0.00 0.00 0.00 4.00
Penyimpanan hari ke-6:
Ulangan 1 Ruang 0.16 0.09 0.07 1.46
15oC 0.04 0.03 0.00 3.42
Ulangan 2 Ruang 0.08 0.08 0.07 1.31
15oC 0.02 0.03 0.16 2.18
Ulangan 3 Ruang 0.08 0.09 0.08 1.31
15oC 0.05 0.02 0.08 2.89
Penyimpanan hari ke-8:
Ulangan 1 Ruang 0.15 0.13 0.10 1.75
15oC 0.05 0.04 0.11 3.85
Ulangan 2 Ruang 0.12 0.12 0.11 1.27
15oC 0.06 0.09 0.03 2.18
Ulangan 3 Ruang 0.14 0.11 0.09 1.30
15oC 0.10 0.06 0.02 3.73

58
Lampiran 1. Data susut bobot (% per 2 hari) ubi jalar selama penyimpanan
(lanjutan)

Suhu Jenis Kemasan


Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Penyimpanan hari ke-10:
Ulangan 1 Ruang 0.11 0.13 0.09 1.03
15oC 0.06 0.08 0.01 2.67
Ulangan 2 Ruang 0.10 0.09 0.08 0.88
15oC 0.06 0.05 0.13 1.36
Ulangan 3 Ruang 0.08 0.10 0.10 1.03
15oC 0.02 0.04 0.04 2.40
Penyimpanan hari ke-12:
Ulangan 1 Ruang 0.13 0.12 0.10 0.86
15oC 0.00 0.00 0.03 2.12
Ulangan 2 Ruang 0.09 0.08 0.08 0.90
15oC 0.05 0.01 0.00 0.95
Ulangan 3 Ruang 0.11 0.11 0.10 0.71
15oC 0.02 0.03 0.14 1.88
Penyimpanan hari ke-14:
Ulangan 1 Ruang 0.14 0.15 0.10 0.87
15oC 0.10 0.09 0.15 2.28
Ulangan 2 Ruang 0.10 0.11 0.11 0.97
15oC 0.11 0.10 0.12 1.16
Ulangan 3 Ruang 0.12 0.13 0.10 0.86
15oC 0.13 0.06 0.06 2.61

59
Lampiran 2. Data kadar air (% bb) ubi jalar selama penyimpanan

Suhu Jenis Kemasan


Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Penyimpanan hari ke-2:
Ulangan 1 Ruang 64.08 63.43 63.10 62.99
15oC 61.70 64.21 64.85 61.26
Ulangan 2 Ruang 62.78 64.09 60.06 63.82
15oC 65.24 67.04 63.41 68.37
Ulangan 3 Ruang 65.99 64.23 61.12 62.74
15oC 67.17 68.07 66.09 61.44
Penyimpanan hari ke-4:
Ulangan 1 Ruang 61.61 65.23 63.84 60.30
15oC 61.86 64.81 67.52 64.61
Ulangan 2 Ruang 65.84 66.94 61.26 65.87
15oC 61.53 63.04 64.58 61.86
Ulangan 3 Ruang 65.64 68.65 59.91 65.01
15oC 63.75 68.17 70.13 60.10
Penyimpanan hari ke-6:
Ulangan 1 Ruang 64.24 62.58 63.91 61.98
15oC 67.92 66.61 63.18 62.30
Ulangan 2 Ruang 64.27 62.69 62.05 62.49
15oC 68.38 63.50 62.93 58.33
Ulangan 3 Ruang 62.12 63.15 65.05 65.76
15oC 61.44 62.27 65.78 63.48
Penyimpanan hari ke-8:
Ulangan 1 Ruang 60.86 65.50 62.71 62.18
15oC 63.18 64.88 64.34 52.28
Ulangan 2 Ruang 65.78 60.39 62.42 62.71
15oC 63.31 64.20 77.56 50.89
Ulangan 3 Ruang 63.32 64.98 64.01 63.32
15oC 62.71 62.48 63.12 60.73

60
Lampiran 2. Data kadar air (% bb) ubi jalar selama penyimpanan (lanjutan)

Suhu Jenis Kemasan


Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Penyimpanan hari ke-10:
Ulangan 1 Ruang 64.00 63.21 63.07 63.36
15oC 61.32 63.37 64.71 64.85
Ulangan 2 Ruang 61.13 64.02 63.14 62.98
15oC 64.94 61.20 62.01 63.65
Ulangan 3 Ruang 63.23 65.96 66.02 66.35
15oC 62.20 60.69 66.56 59.57
Penyimpanan hari ke-12:
Ulangan 1 Ruang 62.36 62.97 61.76 63.79
15oC 65.59 64.30 68.31 53.06
Ulangan 2 Ruang 60.54 66.27 65.31 64.85
15oC 62.57 64.63 70.21 63.29
Ulangan 3 Ruang 63.79 66.01 62.18 60.98
15oC 67.71 64.31 63.18 58.57
Penyimpanan hari ke-14:
Ulangan 1 Ruang 67.69 66.33 62.48 59.81
15oC 65.47 67.91 64.66 57.36
Ulangan 2 Ruang 65.71 62.76 69.14 63.27
15oC 63.17 67.70 64.44 60.67
Ulangan 3 Ruang 65.99 64.56 65.65 65.47
15oC 66.36 62.60 61.67 59.39

61
Lampiran 3. Data kadar pati (% bb) ubi jalar setelah penyimpanan 14 hari

Suhu Jenis Kemasan


Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Ulangan 1 Ruang 28.15 28.67 29.69 28.74
15oC 22.88 23.66 28.50 27.84
Ulangan 2 Ruang 28.15 28.46 29.47 28.52
15oC 23.11 23.88 27.62 28.68

62
Lampiran 4. Data kekerasan (kgf) ubi jalar selama penyimpanan

Suhu Jenis Kemasan


Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Penyimpanan hari ke-2:
Ulangan 1 Ruang 5.43 5.92 5.54 5.71
15oC 5.69 5.83 5.66 4.72
Ulangan 2 Ruang 6.53 6.03 6.31 5.42
15oC 6.02 6.70 5.97 5.96
Ulangan 3 Ruang 5.82 6.14 5.57 5.14
15oC 5.96 6.08 3.16 5.27
Penyimpanan hari ke-4:
Ulangan 1 Ruang 6.45 6.04 5.71 5.35
15oC 5.79 6.76 6.44 4.43
Ulangan 2 Ruang 5.97 5.74 6.36 4.43
15oC 5.43 6.80 6.23 3.77
Ulangan 3 Ruang 5.57 5.15 6.43 5.63
15oC 5.99 6.07 5.45 4.65
Penyimpanan hari ke-6:
Ulangan 1 Ruang 6.05 6.37 5.72 4.78
15oC 6.22 5.77 6.98 3.35
Ulangan 2 Ruang 6.39 6.11 5.97 5.18
15oC 5.86 6.59 5.83 5.49
Ulangan 3 Ruang 6.19 6.20 5.71 5.65
15oC 6.00 6.40 5.25 5.29
Penyimpanan hari ke-8:
Ulangan 1 Ruang 6.27 5.90 6.07 5.15
15oC 6.30 6.20 6.25 8.63
Ulangan 2 Ruang 5.76 5.88 5.89 6.31
15oC 6.24 6.16 4.61 8.30
Ulangan 3 Ruang 6.04 5.24 5.95 6.21
15oC 6.46 6.05 5.77 5.60

63
Lampiran 4. Data kekerasan (kgf) ubi jalar selama penyimpanan (lanjutan)

Suhu Jenis Kemasan


Tanpa
LDPE HDPE PP
kemasan
Penyimpanan hari ke-10:
Ulangan 1 Ruang 5.43 6.20 6.70 5.57
15oC 6.19 6.23 5.62 4.18
Ulangan 2 Ruang 6.22 6.13 5.73 6.46
15oC 6.64 6.20 6.19 3.11
Ulangan 3 Ruang 5.83 5.98 6.01 5.94
15oC 6.13 6.33 6.92 4.19
Penyimpanan hari ke-12:
Ulangan 1 Ruang 6.09 5.56 6.00 5.33
15oC 6.35 6.35 6.02 6.07
Ulangan 2 Ruang 6.36 5.89 5.46 5.13
15oC 6.10 5.98 5.63 4.25
Ulangan 3 Ruang 6.73 6.07 5.67 6.12
15oC 5.53 6.25 5.95 5.00
Penyimpanan hari ke-14:
Ulangan 1 Ruang 6.70 6.51 6.41 5.98
15oC 6.82 6.24 6.23 5.16
Ulangan 2 Ruang 6.40 6.48 6.53 5.85
15oC 7.13 6.34 6.44 5.10
Ulangan 3 Ruang 6.91 6.33 6.13 5.65
15oC 6.07 6.95 6.13 4.81

64
Lampiran 5. Suhu (oC) dan kelembaban (%) saat proses curing dan penyimpanan suhu ruang

65
Lampiran 5. Suhu (oC) dan kelembaban (%) saat proses curing dan penyimpanan suhu ruang (lanjutan)

66
Lampiran 6. Analisis ragam susut bobot ubi jalar

Hasil Analisis Faktorial Intime Susut Bobot


The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 83 160.739 1.937 175.16 <.0001
Error 84 0.929 0.011
Corrected Total 167 161.668

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean


0.994255 18.847 0.105 0.558

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F


jenis kemasan (jenis) 3 113.854 37.951 3432.57 <.0001
suhu penyimpanan (suhu) 1 4.994 4.994 451.71 <.0001
jenis*suhu 3 18.229 6.076 549.59 <.0001
r(jenis*suhu) 16 7.773 0.486 43.94 <.0001
hari penyimpanan (hari) 6 3.257 0.542 49.09 <.0001
r(hari) 12 0.115 0.010 0.87 0.5776
jenis*hari 18 10.461 0.581 52.57 <.0001
suhu*hari 6 0.611 0.102 9.21 <.0001
jenis*suhu*hari 18 1.443 0.080 7.25 <.0001

67
Lampiran 7. Analisis uji Duncan susut bobot ubi jalar (lanjutan)

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

Means with the same letter are


not significantly different.
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 4.058 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-4

B 3.254 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-8


B
B 3.137 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-2
B
B 2.828 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-6

C 2.142 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-10


C
C 2.017 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-14
C
C 1.996 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-4
C
D C 1.650 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-12
D
D E 1.438 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-8
D E
D E F 1.360 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-6
D E F
D G E F 1.191 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-2
G E F
G E F 0.977 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-10
G F
G F 0.901 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-14
G
G 0.825 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-12

H 0.177 3 PP, suhu dingin, hari ke-2


H
H 0.137 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-2
H
H 0.134 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-8
H
H 0.131 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-14
H
H 0.123 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-14
H
H 0.120 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-8
H
H 0.116 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-2
H

68
Lampiran 7. Analisis uji Duncan susut bobot ubi jalar (lanjutan)

Duncan Grouping Mean N perlakuan


H 0.116 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-14
H
H 0.110 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-12
H
H 0.107 3 PP, suhu dingin, hari ke-14
H
H 0.106 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-10
H
H 0.106 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-4
H
H 0.105 3 PP, suhu ruang, hari ke-14
H
H 0.105 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-12
H
H 0.105 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-6
H
H 0.102 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-4
H
H 0.098 3 PP, suhu ruang, hari ke-8
H
H 0.093 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-10
H
H 0.092 3 PP, suhu ruang, hari ke-12
H
H 0.090 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-2
H
H 0.087 3 PP, suhu ruang, hari ke-10
H
H 0.086 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-2
H
H 0.084 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-6
H
H 0.083 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-14
H
H 0.081 3 PP, suhu dingin, hari ke-6
H
H 0.081 3 PP, suhu ruang, hari ke-2
H
H 0.074 3 PP, suhu ruang, hari ke-6
H
H 0.074 3 PP, suhu ruang, hari ke-4
H
H 0.070 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-8
H
H 0.064 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-8
H
H 0.059 3 PP, suhu dingin, hari ke-12
H

69
Lampiran 7. Analisis uji Duncan susut bobot ubi jalar (lanjutan)

Duncan Grouping Mean N perlakuan


H 0.058 3 PP, suhu dingin, hari ke-10
H
H 0.056 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-10
H
H 0.054 3 PP, suhu dingin, hari ke-8
H
H 0.049 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-10
H
H 0.035 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-6
H
H 0.027 3 PP, suhu dingin, hari ke-4
H
H 0.027 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-6
H
H 0.021 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-12
H
H 0.012 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-12
H
H 0.010 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-4
H
H 0.008 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-4

70
Lampiran 8. Analisis ragam kadar air ubi jalar

Hasil Analisis Faktorial Intime Kadar Air


The GLM Procedure
Dependent Variable: respon (anova) untuk model
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 83 892.493 10.753 1.46 0.0422
Error 84 617.904 7.356
Corrected Total 167 1510.397

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean


0.591 4.258 2.712 63.702

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F


jenis kemasan (jenis) 3 206.656 68.885 9.36 <.0001
suhu penyimpanan (suhu) 1 0.112 0.112 0.02 0.9021
jenis*suhu 3 160.534 53.511 7.27 0.0002
r(jenis*suhu) 16 50.897 3.181 0.43 0.9694
hari penyimpanan (hari) 6 36.668 6.111 0.83 0.5494
r(hari) 12 41.056 3.421 0.47 0.9296
jenis*hari 18 183.967 10.220 1.39 0.1585
suhu*hari 6 41.034 6.839 0.93 0.4781
jenis*suhu*hari 18 171.569 9.532 1.30 0.2119

71
Lampiran 9. Analisis uji Duncan kadar air ubi jalar

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

Means with the same letter are


not significantly different.
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 65.678 21 PP, suhu dingin
A
B A 64.572 21 HDPE, suhu dingin
B A
B A 64.474 21 HDPE, suhu ruang
B A
B A 64.168 21 LDPE, suhu dingin
B
B 63.855 21 LDPE, suhu ruang
B
B 63.336 21 Tanpa kemasan, suhu ruang
B
B 63.247 21 PP, suhu ruang

C 60.288 21 Tanpa kemasan, suhu dingin

72
Lampiran 10. Analisis ragam kadar pati ubi jalar

Kadar Pati
The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 7 83.528 11.933 110.86 <.0001
Error 8 0.861 0.108
Corrected Total 15 84.389

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean


0.990 1.204 0.328 27.251

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F


jenis kemasan (jenis) 3 31.515 10.505 97.60 <.0001
suhu penyimpanan (suhu) 1 35.046 35.046 325.60 <.0001
jenis*suhu 3 16.967 5.656 52.54 <.0001

73
Lampiran 11. Analisis uji Duncan kadar pati ubi jalar

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon


Means with the same letter are
not significantly different.
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 29.580 2 PP, suhu ruang

B 28.630 2 Tanpa kemasan, suhu ruang


B
B 28.565 2 HDPE, suhu ruang
B
B 28.260 2 Tanpa kemasan, suhu dingin
B
B 28.150 2 LDPE, suhu ruang
B
B 28.060 2 PP, suhu dingin

C 23.770 2 HDPE. suhu dingin

D 22.995 2 LDPE, suhu dingin

74
Lampiran 12. Analisis ragam kekerasan ubi jalar

Hasil Analisis Faktorial Intime Kekerasan


The GLM Procedure
Dependent Variable: respon
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 83 65.932 0.794 2.70 <.0001
Error 84 24.724 0.294
Corrected Total 167 90.656

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean


0.727 9.219 0.543 5.885

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F


jenis kemasan (jenis) 3 18.144 6.048 20.55 <.0001
suhu penyimpanan (suhu) 1 0.263 0.263 0.89 0.3470
jenis*suhu 3 3.172 1.057 3.59 0.0169
r(jenis*suhu) 16 2.763 0.173 0.59 0.8856
hari penyimpanan (hari) 6 6.287 1.048 3.56 0.0034
r(hari) 12 4.157 0.346 1.18 0.3130
jenis*hari 18 16.638 0.924 3.14 0.0002
suhu*hari 6 2.619 0.437 1.48 0.1938
jenis*suhu*hari 18 11.889 0.660 2.24 0.0071

75
Lampiran 13. Analisis uji Duncan kekerasan ubi jalar (lanjutan)

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon


Means with the same letter are not
significantly different.
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 7.507 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-8
A
B A 6.668 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-14
B A
B A 6.668 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-14
B
B C 6.540 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-4
B C
B C D 6.508 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-14
B C D
B C D 6.437 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-14
B C D
B E C D 6.390 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-12
B E C D
B E C D 6.357 3 PP, suhu ruang, hari ke-14
B E C D
B E C D 6.330 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-8
B E C D
B E C D 6.315 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-10
B E C D
F B E C D 6.265 3 PP, suhu dingin, hari ke-14
F B E C D
F B E C D 6.250 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-10
F B E C D
F B E C D 6.248 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-6
F B E C D
F B E C D 6.242 3 PP, suhu dingin, hari ke-10
F B E C D
F B E C D G 6.225 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-6
F B E C D G
F B E C D G 6.208 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-6
F B E C D G
F B E C D G 6.200 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-2
F B E C D G
F B E C H D G 6.190 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-12
F B E C H D G
F B E C H D G 6.162 3 PP, suhu ruang, hari ke-4
F B E C H D G
F B E C H D G 6.145 3 PP, suhu ruang, hari ke-10
F B E C H D G
F B E C H D G 6.135 3 HDPE, suhu dingin, hari ke-8
F B E C H D G

76
Lampiran 13. Analisis uji Duncan kekerasan ubi jalar (lanjutan)

Duncan Grouping Mean N perlakuan


F B E I C H D G 6.103 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-10
F B E I C H D G
F B E I C H D G 6.038 3 PP, suhu dingin, hari ke-4
F B E I C H D G
F B E I C H D G 6.025 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-2
F B E I C H D G
F B E I C H D G 6.023 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-6
F B E I C H D G
F B E I C H D G 6.020 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-8
F B E I C H D G
F B E I C H D G 6.017 3 PP, suhu dingin, hari ke-6
F B E I C H D G
F B J E I C H D G 5.993 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-4
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.988 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-12
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.987 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-10
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.967 3 PP, suhu ruang, hari ke-8
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.927 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-2
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.890 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-8
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.887 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-2
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.863 3 PP, suhu dingin, hari ke-12
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.838 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-12
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.825 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-14
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.823 3 LDPE, suhu ruang, hari ke-10
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.802 3 PP, suhu ruang, hari ke-2
F B J E I C H D G
F B J E I C H D G 5.797 3 PP, suhu ruang, hari ke-6
F B J E I C H D G
F K B J E I C H D G 5.737 3 LDPE, suhu dingin, hari ke-4
F K B J E I C H D G
F K B J E I C H D G 5.710 3 PP, suhu ruang, hari ke-12
F K B J E I C H D G
F K B J E I C H D G 5.672 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-8
F K B J E I C H D G
F K B J E I C H D G 5.638 3 HDPE, suhu ruang, hari ke-4
F K J E I C H D G
F K J E I C H D G 5.540 3 PP, suhu dingin, hari ke-8
F K J E I C H D G

77
Lampiran 13. Analisis uji Duncan kekerasan ubi jalar (lanjutan)

Duncan Grouping Mean N perlakuan


F K J E I C H D G 5.523 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-12
F K J E I H D G
F K J E I H D G 5.420 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-2
F K J E I H G
F K J E I H G 5.315 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-2
F K J I H G
F K J I L H G 5.202 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-6
K J I L H G
K J I L H G 5.135 3 Tanpa kemasan, suhu ruang, hari ke-4
K J I L H
K J I L H 5.107 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-12
K J I L
K J I L 5.021 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-14
K J L
K J L 4.927 3 PP, suhu dingin, hari ke-2
K L
K M L 4.707 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-6
M L
M L 4.280 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-4
M
M 3.823 3 Tanpa kemasan, suhu dingin, hari ke-10

78
Lampiran 13. Analisis uji Duncan kekerasan ubi jalar (lanjutan)

Lampiran 14. Gambar sampel ubi jalar putih setelah penyimpanan 14 hari

LDPE, suhu ruang, ulangan 1 LDPE, suhu ruang, ulangan 2 LDPE, suhu ruang, ulangan 3

HDPE, suhu ruang, ulangan 1 HDPE, suhu ruang, ulangan 2 HDPE, suhu ruang, ulangan 3

PP, suhu ruang, ulangan 1 PP, suhu ruang, ulangan 2 PP, suhu ruang, ulangan 3

Tanpa kemasan, suhu ruang, Tanpa kemasan, suhu ruang, Tanpa kemasan, suhu ruang,
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

79
Lampiran 13. Analisis uji Duncan kekerasan ubi jalar (lanjutan)

Lampiran 14. Gambar sampel ubi jalar putih setelah penyimpanan 14 hari
(lanjutan)

LDPE, suhu dingin, ulangan 1 LDPE, suhu dingin, ulangan 2 LDPE, suhu dingin, ulangan 3I

HDPE, suhu dingin, ulangan 1 HDPE, suhu dingin, ulangan 2 HDPE, suhu dingin, ulangan 3

PP, suhu dingin, ulangan 1 PP, suhu dingin, ulangan 2 PP, suhu dingin, ulangan 3

Tanpa kemasan, suhu dingin, Tanpa kemasan, suhu dingin, Tanpa kemasan, suhu dingin,
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

80

Anda mungkin juga menyukai