Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rinitis alergi merupakan penyakit saluran nafas yang sering dijumpai


pada anak disamping asma dan sinusitis. Sekitar 40 % anak pernah mengalami
rinitis alergi sampai usianya 6 tahun. Rinitis alergi merupakan penyakit yang
didasari oleh proses inflamasi. Terdapat hubungan yang erat antara saluran
napas atas dan bawah.
Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan
menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rinitis
merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat,
mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan
kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang
signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan
kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan
tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak
terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
Prevalensi rinitis alergi di Indonesia bervariasi antara 1,5-12,3 % dan
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagian besar penderita ternyata
mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan dan produktivitas kerja.
Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, rinitis alergi harus dianggap sebagai
penyakit serius agar tidak memperparah kondisi dan mempersulit
penanganannya (DeGuzman DA, 2007;Nurcahyo H, 2009).

B. TUJUAN PENULISAN

1. Menjelaskan definisi rinitis alergik


2. Menjelaskan etiologi rinitis alergik
3. Menjelaskan klasifikasi rinitis alergik
4. Menjelaskan manifestasi klinis rinitis alergik
5. Menjelaskan patofisiologi rinitis alergik
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang rinitis alergik
7. Menjelaskan penatalaksanaan rinitis alergik
8. Menjelaskan askep keperawatan rinitis alergik
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan
dan diperkirakan diperantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe I).
(Smeltzer & Bare, 2004)

B. ETIOLOGI
Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor diantaranya adalah
pajanan udara dingin, debu, uap, polusi udara, tinta cetak, bau masakan, bubuk
deterjen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor pencetus ini berupa iritan
non spesifik.
Alergen penyebab pada bayi dan anak biasa disebabkan oleh makanan alergen
ingestan sedangakn alergen inhalan lebih berperan dengan bertambahnya usia.
Manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung, tenggorok, anak
menjelang usia 4 tahun jarang di temukan. (Arwin, Munassir, & Kurniati, 2010)

C. KLASIFIKASI RHINITIS ALERGI

Walaupun tidak ada perbedaan absolut yang ditunjukkan rhinitis alergi sering
dibagai menjadi bentuk :
1. Bentuk musiman atau spesifik
Rinitis alergi musiman atau “hay fever” biasanya menimbulkan satu periode
dengan gejala tertentu pada tahun – tahun berikutnya, kedaan ini menimbulkan
adanya kepekaan terhadap serbuk sari dan spora yang berterbangan di udara
dengan jadwal prevalensi yang pasti. Rinitis musiman biasanya ringan pada
banyak orang dan mereka tidak berobat kedokter, tapi dapat merupakan
penyakit yang melelahkan pada beberapa orang karena penderita terus menerus
bersin, rinore yang banyak dan pruritus yang tidak sembuh – sembuh. Selaput
lendir yang sanagt pucat dan bengkak biasanya menyertai gejala – gejala ini dan
banyak sekali eosinofil dalam sekret hidung.
2. Bentuk perenial atau non spesifik
Rinitis perenial jarang menimbulkan perubahan besar dan beratnya penyakit
sepanjang tahun, dan gejal – gejala sering didominasi oleh obstruksi hidung
kronis, penyebab yang mencolok mencakup debu rumah, dan bahan – bahan
yang berasal dari hewan sehingga pasien akan terpajan bahan – bahan tersebut
setiap hari. Tidaklah mengherankan, bahwa orang dengan kepekaan klinis yang
parah sering mengalami rinitis perenial dan satu atau lebih kedaan yang dapat
diramalkan akan memburuk. (Price & Wilson, 2006).
3

Rinitis alergika perenial jarang langsung menjadi sumber gejala yang


mendadak, tetapi obstruksi parsial hidung yang menetap dapat menimbulkan
komplikasi yang tidak menyenangkan, seperti bernafas melalui mulut, dengan
akibat pasien mengeluh karena mendengkur dan rasa kering pada orofaring.
Sering timbul ligkaran gelap dan jaringan berlebihan dibawah mata.
Pengeluaran sekret dari fokus – fokus infeksi dalam hidung mempermudah
timbulnya sakit tenggorok dan bronkus menjadi kotor sehingga timbul infeksi.
Khususnya pada infeksi rekuren , mukosa hidung yang bengkak dapat
membentuk tonjolan lokal, atau polip yang nantinya akan menyumbat jalan
nafas. (Price & Wilson, 2006)

D. MANIFESTAS KLINIS

Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi dibandingkan dengan orang lain
karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel dan alergen hirup untuk melindungi
saluran nafas bagian bawah. Histamin merupakan mediator penting gejala alergi pada
hidung. (pusponegoro, 2004)
1. Kongesti nasal
2. Sekret hidung yang jernih dan encer
3. Bersin-bersin dan rasa gatal pada hidung
4. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorokan dan palatum mole
5. Batuk kering dan suara parau
6. Sakit kepala
7. Nyeri di daerah sinus paranasal dan epistaksis
4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah tepi dapat menduga adanya infeksi sebagai faktor


pencetus. Pemeriksaan feses dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
peningkatan eosinofil dan IgE karena cacing.
2. Pemeriksaan hitung eosinofil total dan kadar IgE total dapat digunakan untuk
menunjang adanya atopi pada pasien
3. Pemeriksaan apusan sekret hidung dilakukan untuk melihat adanya
eosinofilia
4. Pemeriksaan uji kulit terhadap alergen dilakukan untuk menegetahui adanya
atopi serta identifikasiMenekan
adanya faktor
sarafpencetus
di
daerah
5. Uji provokasi dilakukan sinus paranasal
terhadap makanan atau obat
6. Pemeriksaan IgE spesifik dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan
7. Pemeriksaan pencitraan sinus dilakukan pada sinusiti kronis untuki melihat
kemungkinan komplikasi sinusitis. (Arwin, Munassir, & Kurniati, 2010)

E. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu
atau seluruh intervensi berikut ini: tindakan menghindari alergen, farmakoterapi
atau imunoterapi.
1. Terapi Penghindaran (Menghindari Alergen)
Dalam terapi penghindaran, setiap upaya harus dilakukan untuk
menghilangkan alergen yang bekerja sebagai faktor pemicu. Tindakan
sederhana dan kontrol lingkungan sering efektif untuk mengurangi gejala.
Contoh-contoh tindakan ini adalah penggunaan alat pengendali suhu ruangan
atau air conditioner, pembersih udara, pelembab/penghilang kelembaban dan
lingkungan yang bebas asap.
2. Farmakoterapi
a. Antihistamin
Antihistamin oral mudah diserap. Preparat ini paling efektif jika diberikan
pada keadaan timbulnya gejala pertama karena mencegah terjadinya
gejala baru dengan menghambat kerja histamin pada reseptor-H1.
Antihistamin merupakan kelompok utama obat yang diprogramkan untuk
mengatasi gejala rinitis alergik. Efek samping yang utama dari kelompok
obat ini adalah sedasi. Efek samping tambahan mencakup keadaan
gelisah, tremor, vertigo, mulut yang kering, palpitasi, anoreksia, mual dan
vomitus.
5

b. Preparat Adrenergik
Preparat adrenergik merupakan vasokonstriktor pembuluh darah mukosa
dan dapat diberikan secara topikal (nasal serta oftalmika) di samping per
oral. Pemberian topikal (tetesan dan semprotan) menyebabkan efek
samping yang lebih sedikit dibandingkan pemberian per oral; kendati
demikian, penggunaan secara topikal dianjurkan dibatasi selama
beberapa hari saja untuk mencegah rebound congestion. Preparat
dekongestan nasal adrenergik digunakan untuk meringankan kongesti
nasal kalau diberikan secara topikal pada mukosa hidung. Preparat ini
mengaktifkan tempat-tempat reseptor alfa-adrenergik pada otot polos
pembuluh darah mukosa hidung; preparat adrenergik topikal akan
mengurangi aliran darah setempat, eksudasi cairan dan edema mukosa.
c. Natrium Kromolin Intranasal (Nasalcrom)
Merupakan semprotan yang bekerja dengan cara menstabilkan membran
sel mast dan menghambat pelepasan histamin serta mediator lainnya
dalam respons alergi. Preparat ini digunakan sebagai profilaksis sebelum
seseorang terpajan alergi atau sebagai terapi pada penderita rinitis alergik
yang kronis. Preparat natrium kromolin sama efektifnya seperti
antihistamin, tetapi kurang begitu efektif bagi pengobatan rhinitis alergik
musiman bila dibandingkan dengan preparat steroid intranasal.
d. Kortikosteroid
Preparat kortikosteroid intranasal merupakan indikasi bagi kasus-kasus
alergi yang lebih berat dan kasus-kasus rhinitis persisten yang tidak bisa
dikendalikan dengan obat-obat yang lebih konvensional seperti
dekongestan, antihistamin dan kromolin intranasal. Sekarang ini sudah
tersedia empat macam preparat:
 Beklometason (beconase, vancenase)
 Deksametason (decadron phosphate turbinaire)
 Flunisolid (nasalide)
 Triamsinolon (nasacort)
3. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan indikasi hanya jika hipersensitivitas IgE
(hipersensitivitas tipe I) terlihat pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak
dapat dihindari oleh pasien (debu rumah, serbuk sari). Tujuan imunoterapi
mencakup penurunan kadar IgE dalam darah, peningkatan tingkat
penghambatan antibodi IgG dan pengurangan sensivisitas sel mediator.
Imunoterapi ternyata paling efektif untuk serbuk sari gulma (ragweed pollen);
namun demikian, imunoterapi juga efektif untuk mengatasi reaksi alergik dengan
alergen rerumputan, pollen sejati, bulu kucing dan tungau debu rumah.
6

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN RHINITIS ALERGI

PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

meliputi :
1. Anamnese riwayat pasien.
mengungkapkan gejala bersin - bersin yang seringkali serangannya mendadak
dengan ditandai ingus yang encer serta berair, mata dan hidung terasa gatal,
lakrimasi dan kadang sakit kepala.
2. Riwayat keperawatan
Meliputi, riwayat alergi pada diri pasien atau keluarga, pemeriksaan alergi yang
akan menemukan sifat antigen, perubahan gejala menurut musim, dan riwayat
penggunaan obat juga perlu di tanyakan ke pasien.
3. Perawat perlu mengumpulkan data data
Seperti apa yang dirasakan pasien sesaat sebelum gejalanya muncul dengan
jelas, seperti adakah pruritus, masalah pernafasan, dan adakah rasa kesemutan
di area yg mana apakah pasien mengalami suara yg parau, mengi, biduran,
ruam, eritema, atau bahkan edema.
4. Masalah psikologis
Seperti emosional pasien, atau stress apa yang mungkin memicu gejala alergik
yang dialami pasien perlu jg di lakukan pengkajian.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Diagnosa Intervensi keperawatan Rasional


keperawatan
1. Bersihan jalan  Kaji fungsi pernafasan, bunyi  Bunyi nafas
nafas tidak nafas, kecepatan, irama dan menunjukkan
efektif kedalaman akumulasi sekret/
berhubungan ketidakmampuan
dengan untuk
obstruksi jalan membersihkan jalan
nafa nafas.
 Mencatat kemampuan untuk  Pengeluaran sekret
mengeluarkan mukosa/ batuk sulit bila sekret
efektif sangat tebal, efek
infeksi dan atau
tidak adekuat
7

hidrasi
 Berikan pasien fowler atau semi  Posisi membantu
fowler, bantu pasien untuk batuk memaksimalkan
dan latihan nafas dalam ekspansi paru dan
menurunkan upaya
pernafasan.
 Bersihkan sekret di hidung, mulut  Mencegah
dan trakea: penghisapan sesuai obstruksi/aspirasi.
keperluan. Penghisapan dapat
diperlukan bila
pasien tidak mampu
mengeluarkan
sekret.

2. Nyeri yang  Kaji nyeri yang dialami pasien Mengetahui tingkat


berhubungan secara komprehensif,meliputi nyeri yang dialami
dengan lokasi,karakteristik,awitan,dura pasien
kongesti sinus si,frekwensi,kualitas nyeri dan
faktor prespitasi.

 Manajemen nyeri Penanganan nyeri


- berikan informasi tentang secara efektif,
nyeri,seperti penyebab membantu mengatasi
nyeri,berapa lama masalah nyeri yg
berlangsung, timbul.
- anjurkan penggunaan
teknik non farmakologis
seperti, teknik nafas dalam
- gunakan agens agens
famakologi untuk
mengurangi atau
menghilangkan nyeri,
- fasilitasi penggunaan obat
resep atau obat bebas
secara aman dan efektif.
- Bantu pasien dalam
informasi penggunaan
analgesia yang di
kendalikan oleh pasien
8

sendiri ( patient Controlled


Analgesia ),dan gunakan
pendekatan yang positif
untuk mengoptimalkan
respon pasien terhadap
analgesik ( misalnya,” obat
ini akan mengurangi nyeri
anda ).
 Anjurkan kepada pasien untuk Untuk menentukan
melaporkan jika keluhan nyeri tindakan kolaborasi
tidak berhasil diatasi oleh medis selanjutnya
pasien, dan keluhan nyeri
semakin berat,

3. Kurang  Anjurkan pasien menghindari  untuk mengurangi


pengetahuan makanan yang menyebabkan gejala rinitis alergi
tentang alergi masalah alerginya,seperti jenis agar tidak berulang.
berhubungan ikan, biji bijian, telur,dan
dengan kurang coklat.
informasi
 Anjurkan pasien  untuk menetralkan
mengkomsumsi makanan radikan bebas dan
yang mengandung antioksidan meningkatkan
tinggi seperti sayuran dan sistem kekebalan
buah buahan. tubuh dan
mencegah
komplikasi penyakit
yg lebih lanjut

 Anjurkan klien mengkomsumsi  cenderung


asam lemak esensial ( omega membantu
3 )yang banyak terkandung meredakan inflamasi
dalam ikan laut. karena mengandung
Gamma linoleat (
GLA ).

4. Gangguan  Kaji kebutuhan tidur pasien  Mengetahui


9

istirahat tidur permasalahan


berhubungan pasien dalam
dengan hidung pemenuhan
tersumbat,nyeri kebutuhan istirahat
sekunder tidur
peradangan
hidung  Gali informasi penyebab lain  Untuk menentukan
pasien tidak dapat istirahat tidur jenis penanganan
dengan tenang,dari lingkungan masalah yg sesuai
rumah,suasana dengan
rumah,kebisingan,ataupun penyebabnya
suasana emosional pasien.

 Anjurkan klien bernafas dengan  Agar suplai oksigen


mulut tetap terpenuhi
 Kolaborasi medis pemberian obat  Untuk mengatasi
antihistamin,dekongestan,antiinfl gejala klinis yang
amasi dialami pasien.
10

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering
ditemukan dan diperkirakan diperantarai oleh reaksi imunologi cepat
(hipersensitivitas tipe I). Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor
diantaranya adalah pajanan udara dingin, debu, uap, polusi udara, tinta cetak,
bau masakan, bubuk deterjen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor
pencetus ini berupa iritan non spesifik. Alergen penyebab pada bayi dan anak
biasa disebabkan oleh makanan alergen ingestan sedangakn alergen inhalan
lebih berperan dengan bertambahnya usia. Manifestasi klinis reaksi
hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung, tenggorok, anak menjelang usia 4
tahun jarang di temukan. Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi
dibandingkan dengan orang lain karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel
dan alergen hirup untuk melindungi saluran nafas bagian bawah. Histamin
merupakan mediator penting gejala alergi pada hidung.

B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih
banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.
11

DAFTAR PUSTAKA

Arwin, A., Munassir, Z., & Kurniati, N. (2010). Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
Price, S., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis proses - Proses penyakit.
Jakarta: EGC.
pusponegoro, H. (2004). Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2004). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai