BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan
dan diperkirakan diperantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe I).
(Smeltzer & Bare, 2004)
B. ETIOLOGI
Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor diantaranya adalah
pajanan udara dingin, debu, uap, polusi udara, tinta cetak, bau masakan, bubuk
deterjen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor pencetus ini berupa iritan
non spesifik.
Alergen penyebab pada bayi dan anak biasa disebabkan oleh makanan alergen
ingestan sedangakn alergen inhalan lebih berperan dengan bertambahnya usia.
Manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung, tenggorok, anak
menjelang usia 4 tahun jarang di temukan. (Arwin, Munassir, & Kurniati, 2010)
Walaupun tidak ada perbedaan absolut yang ditunjukkan rhinitis alergi sering
dibagai menjadi bentuk :
1. Bentuk musiman atau spesifik
Rinitis alergi musiman atau “hay fever” biasanya menimbulkan satu periode
dengan gejala tertentu pada tahun – tahun berikutnya, kedaan ini menimbulkan
adanya kepekaan terhadap serbuk sari dan spora yang berterbangan di udara
dengan jadwal prevalensi yang pasti. Rinitis musiman biasanya ringan pada
banyak orang dan mereka tidak berobat kedokter, tapi dapat merupakan
penyakit yang melelahkan pada beberapa orang karena penderita terus menerus
bersin, rinore yang banyak dan pruritus yang tidak sembuh – sembuh. Selaput
lendir yang sanagt pucat dan bengkak biasanya menyertai gejala – gejala ini dan
banyak sekali eosinofil dalam sekret hidung.
2. Bentuk perenial atau non spesifik
Rinitis perenial jarang menimbulkan perubahan besar dan beratnya penyakit
sepanjang tahun, dan gejal – gejala sering didominasi oleh obstruksi hidung
kronis, penyebab yang mencolok mencakup debu rumah, dan bahan – bahan
yang berasal dari hewan sehingga pasien akan terpajan bahan – bahan tersebut
setiap hari. Tidaklah mengherankan, bahwa orang dengan kepekaan klinis yang
parah sering mengalami rinitis perenial dan satu atau lebih kedaan yang dapat
diramalkan akan memburuk. (Price & Wilson, 2006).
3
D. MANIFESTAS KLINIS
Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi dibandingkan dengan orang lain
karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel dan alergen hirup untuk melindungi
saluran nafas bagian bawah. Histamin merupakan mediator penting gejala alergi pada
hidung. (pusponegoro, 2004)
1. Kongesti nasal
2. Sekret hidung yang jernih dan encer
3. Bersin-bersin dan rasa gatal pada hidung
4. Sering terdapat rasa gatal pada tenggorokan dan palatum mole
5. Batuk kering dan suara parau
6. Sakit kepala
7. Nyeri di daerah sinus paranasal dan epistaksis
4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah meringankan gejala. Terapi dapat mencakup salah satu
atau seluruh intervensi berikut ini: tindakan menghindari alergen, farmakoterapi
atau imunoterapi.
1. Terapi Penghindaran (Menghindari Alergen)
Dalam terapi penghindaran, setiap upaya harus dilakukan untuk
menghilangkan alergen yang bekerja sebagai faktor pemicu. Tindakan
sederhana dan kontrol lingkungan sering efektif untuk mengurangi gejala.
Contoh-contoh tindakan ini adalah penggunaan alat pengendali suhu ruangan
atau air conditioner, pembersih udara, pelembab/penghilang kelembaban dan
lingkungan yang bebas asap.
2. Farmakoterapi
a. Antihistamin
Antihistamin oral mudah diserap. Preparat ini paling efektif jika diberikan
pada keadaan timbulnya gejala pertama karena mencegah terjadinya
gejala baru dengan menghambat kerja histamin pada reseptor-H1.
Antihistamin merupakan kelompok utama obat yang diprogramkan untuk
mengatasi gejala rinitis alergik. Efek samping yang utama dari kelompok
obat ini adalah sedasi. Efek samping tambahan mencakup keadaan
gelisah, tremor, vertigo, mulut yang kering, palpitasi, anoreksia, mual dan
vomitus.
5
b. Preparat Adrenergik
Preparat adrenergik merupakan vasokonstriktor pembuluh darah mukosa
dan dapat diberikan secara topikal (nasal serta oftalmika) di samping per
oral. Pemberian topikal (tetesan dan semprotan) menyebabkan efek
samping yang lebih sedikit dibandingkan pemberian per oral; kendati
demikian, penggunaan secara topikal dianjurkan dibatasi selama
beberapa hari saja untuk mencegah rebound congestion. Preparat
dekongestan nasal adrenergik digunakan untuk meringankan kongesti
nasal kalau diberikan secara topikal pada mukosa hidung. Preparat ini
mengaktifkan tempat-tempat reseptor alfa-adrenergik pada otot polos
pembuluh darah mukosa hidung; preparat adrenergik topikal akan
mengurangi aliran darah setempat, eksudasi cairan dan edema mukosa.
c. Natrium Kromolin Intranasal (Nasalcrom)
Merupakan semprotan yang bekerja dengan cara menstabilkan membran
sel mast dan menghambat pelepasan histamin serta mediator lainnya
dalam respons alergi. Preparat ini digunakan sebagai profilaksis sebelum
seseorang terpajan alergi atau sebagai terapi pada penderita rinitis alergik
yang kronis. Preparat natrium kromolin sama efektifnya seperti
antihistamin, tetapi kurang begitu efektif bagi pengobatan rhinitis alergik
musiman bila dibandingkan dengan preparat steroid intranasal.
d. Kortikosteroid
Preparat kortikosteroid intranasal merupakan indikasi bagi kasus-kasus
alergi yang lebih berat dan kasus-kasus rhinitis persisten yang tidak bisa
dikendalikan dengan obat-obat yang lebih konvensional seperti
dekongestan, antihistamin dan kromolin intranasal. Sekarang ini sudah
tersedia empat macam preparat:
Beklometason (beconase, vancenase)
Deksametason (decadron phosphate turbinaire)
Flunisolid (nasalide)
Triamsinolon (nasacort)
3. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan indikasi hanya jika hipersensitivitas IgE
(hipersensitivitas tipe I) terlihat pada alergen inhalan yang spesifik yang tidak
dapat dihindari oleh pasien (debu rumah, serbuk sari). Tujuan imunoterapi
mencakup penurunan kadar IgE dalam darah, peningkatan tingkat
penghambatan antibodi IgG dan pengurangan sensivisitas sel mediator.
Imunoterapi ternyata paling efektif untuk serbuk sari gulma (ragweed pollen);
namun demikian, imunoterapi juga efektif untuk mengatasi reaksi alergik dengan
alergen rerumputan, pollen sejati, bulu kucing dan tungau debu rumah.
6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN RHINITIS ALERGI
PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
meliputi :
1. Anamnese riwayat pasien.
mengungkapkan gejala bersin - bersin yang seringkali serangannya mendadak
dengan ditandai ingus yang encer serta berair, mata dan hidung terasa gatal,
lakrimasi dan kadang sakit kepala.
2. Riwayat keperawatan
Meliputi, riwayat alergi pada diri pasien atau keluarga, pemeriksaan alergi yang
akan menemukan sifat antigen, perubahan gejala menurut musim, dan riwayat
penggunaan obat juga perlu di tanyakan ke pasien.
3. Perawat perlu mengumpulkan data data
Seperti apa yang dirasakan pasien sesaat sebelum gejalanya muncul dengan
jelas, seperti adakah pruritus, masalah pernafasan, dan adakah rasa kesemutan
di area yg mana apakah pasien mengalami suara yg parau, mengi, biduran,
ruam, eritema, atau bahkan edema.
4. Masalah psikologis
Seperti emosional pasien, atau stress apa yang mungkin memicu gejala alergik
yang dialami pasien perlu jg di lakukan pengkajian.
hidrasi
Berikan pasien fowler atau semi Posisi membantu
fowler, bantu pasien untuk batuk memaksimalkan
dan latihan nafas dalam ekspansi paru dan
menurunkan upaya
pernafasan.
Bersihkan sekret di hidung, mulut Mencegah
dan trakea: penghisapan sesuai obstruksi/aspirasi.
keperluan. Penghisapan dapat
diperlukan bila
pasien tidak mampu
mengeluarkan
sekret.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rinitis alergi merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering
ditemukan dan diperkirakan diperantarai oleh reaksi imunologi cepat
(hipersensitivitas tipe I). Gejala rinitis alergi dapat dicetuskan oleh berbagai faktor
diantaranya adalah pajanan udara dingin, debu, uap, polusi udara, tinta cetak,
bau masakan, bubuk deterjen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor
pencetus ini berupa iritan non spesifik. Alergen penyebab pada bayi dan anak
biasa disebabkan oleh makanan alergen ingestan sedangakn alergen inhalan
lebih berperan dengan bertambahnya usia. Manifestasi klinis reaksi
hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung, tenggorok, anak menjelang usia 4
tahun jarang di temukan. Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi
dibandingkan dengan orang lain karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel
dan alergen hirup untuk melindungi saluran nafas bagian bawah. Histamin
merupakan mediator penting gejala alergi pada hidung.
B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih
banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.
11
DAFTAR PUSTAKA
Arwin, A., Munassir, Z., & Kurniati, N. (2010). Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
Price, S., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis proses - Proses penyakit.
Jakarta: EGC.
pusponegoro, H. (2004). Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2004). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.