Laporan Pendahuluan Ileus PDF
Laporan Pendahuluan Ileus PDF
3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi
munal dari tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. (Brunner and Suddarth, 2002)
Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen Klien rawat inap
Terganggu bagian proksimal letak obstruksi
7. Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)
8. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan
cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat
dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain
pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan
operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi
maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru
yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. (Sabara, 2007)
B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
1. Kebutuhan oxygenasi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya distensi abdomen akibat adanya
akumulasi cairan dan gas dalam lumen usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kontraksi otot-otot diafragma dan relaksasi otot-otot diafragma terganggu
menyebabkan ekspansi paru menurun sehingga respirasi tidak efektif.
2. Kebutuhan cairan dan elektrolit
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan intra lumen
akibat peningkatan ekskresi cairan kedalam lumen usus. Hal ini merupakan
penyebab kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya
penurunan ekstra celluler fluid (ECF) sehingga terjadi hipovolemik.
3. Kebutuhan rasa nyaman
Nyeri abdomen terjadi akibat adanya distensi abdomen dan akibat
kontraksi peristaltik kuat dinding usus melawan obstruksi. Jika obstruksi
berlanjut dan terjadi iskemia/inflamasi/perporasi dapat terjadi pireksia.
4. Kebutuhan nutrisi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap proses
digesti, ingesti dan absorbsi nutrient.
5. Kebutuhan eliminasi
Obstuksi usus mengakibatkan motilitas usus menurun, menyebabkan
refluk inhibisi spingter tergangga mengakibatkan terjadinya kegagalan buang air
besar (BAB).
6. Kebutuhan istirahat dan tidur
Karena pada penderita ileus obstruktif akibat dari distensi abdomen dan
adanya nyeri yang intermiten maka istirahat klien kurang atau terganggu.
7. Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman akan terganggu karena keterbatasan kognitif mengenai
penyakit dan berhubungan dengan prosedur tindakan sehingga timbul cemas.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen
tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric
1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem
pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika
syok hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak
ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
3. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
b. Intake dan output cairan seimbang
c. Turgor kulit elastic
d. Mukosa lembab
e. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Perubahan yang drastis pada tanda-
tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda- 3. kekurangan cairan dan elektrolit dapat
tanda syok mempengaruhi tingkat kesadaran dan
mengakibatkan syok.
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam 4. Menilai fungsi usus
5. Monitor intake dan output secara ketat 5. Menilai keseimbangan cairan
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit, hematokrit elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga tentang tindakan yang keluarga serta kerjasama antara
dilakukan: pemasangan NGT dan puasa. perawat-pasien-keluarga.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual yang 1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis : status puasa,
mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; 2. Menentukan kembalinya peristaltik
catat pasase flatus. ( biasanya dalam 2-4 hari ).
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet 3. Meningkatkan kerjasama pasien
dari pasien. Anjurkan pilihan makanan dengan aturan diet. Protein/vitamin C
tinggi protein dan vitamin C. adalah kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
Malnutrisi adalah fator dalam
menurunkan pertahanan terhadap
infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya diare; 4. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
makanan bau busuk dan berminyak. setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah serat.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan 5. Mencegah muntah. Menetralkan atau
sesuai indikasi: Antimetik, mis: menurunkan pembentukan asam
proklorperazin (Compazine). Antasida dan untuk mencegah erosi mukosa dan
inhibitor histamin, mis: simetidin kemungkinan ulserasi.
(tagamet).
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil
TTV.
2. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, 2. Adanya distensi pada abdomen dapat
kedalaman menyebabkan perubahan pola nafas.
3. Kaji bising usus pasien 3. Berkurangnya/hilangnya bising usus
menyebabkan terjadi distensi
abdomen sehingga mempengaruhi
pola nafas.
4. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 4. Mengurangi penekanan pada paru
derajat akibat distensi abdomen.
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoksia 5. Perubahan pola nafas akibat adanya
jaringan perifer: cianosis distensi abdomen dapat menyebabkan
oksigenasi perifer terganggu yang
dimanifestasikan dengan adanya
cianosis.
6. Monitor hasil AGD 6. Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik.
7. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien 7. Meningkatkan pengetahuan dan
tentang penyebab terjadinya distensi kerjasama dengan keluarga pasien.
abdomen yang dialami oleh pasien
8. Laksanakan program medic pemberian 8. Memenuhi kebutuhan oksigenasi
terapi oksigen pasien
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. Mengetahui ada atau tidaknya
konsistensi feces kelainan yang terjadi pada eliminasi
fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan perbaikan
fungsi usus.
4. Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat
Intervensi Rasional
Menyebabkan akumulasi gas di dalam
lumen usus sehingga terjadi distensi
abdomen.
5. Berikan penjelasan kepada pasien dan 5. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga penyebab terjadinya gangguan dan keluarga serta untuk
dalam BAB meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi 6. Membantu dalam pemenuhan
pencahar (Laxatif) kebutuhan eliminasi
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan peningkatan hasil TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dirasakan pasien dan menentukan
dengan adanya distensi abdomen tindakan selanjutnya guna mengatasi
nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi 3. Posisi yang nyaman dapat mengurangi
fowler rasa nyeri yang dirasakan pasien
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
nafas dalam saat merasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan 5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
tehnik pengalihan saat merasa nyeri hebat. pasien.
6. Kolaborasi dengan medic untuk terapi 6. Analgetik dapat mengurangi rasa
analgetik nyeri
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan kecemasan: 1. Rasa cemas yang dirasakan pasien
wajah tegang, gelisah dapat terlihat dalam ekspresi wajah
dan tingkah laku.
2. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan 2. Mengetahui tingkat kecemasan
pasien pasien.
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang tindakan yang akan 3. Dengan mengetahui tindakan yang
dilakukan sehubungan dengan keadaan akan dilakukan akan mengurangi
penyakit pasien tingkat kecemasan pasien dan
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk meningkatkan kerjasama
mengungkapkan rasa takut atau kecemasan 4. Dengan mengungkapkan kecemasan
yang dirasakan akan mengurangi rasa takut/cemas
5. Pertahankan lingkungan yang tenang dan pasien
tanpa stres. 5. Lingkungan yang tenang dan nyaman
dapat mengurangi stress pasien
6. Dorong dukungan keluarga dan orang berhadapan dengan penyakitnya
terdekat untuk memberikan support kepada 6. Support system dapat mengurani rasa
pasien cemas dan menguatkan pasien dalam
memerima keadaan sakitnya.