Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam disiplin ilmu kalam Kalau di pondok-pondok pesantren biasanya diajarkan kitab-
kitab yang menjadi pegangan seperti Tijan Ad darari, Aqidatul Awam, Ummul barahin, Sanusiyah,
Kifayatul Awam, jauhar Tauhid, Samarqandiyah dan kitab-kitab lain. Dimana kitab-kitab tersebut
membahas mengenai kajian-kajian dalam ilmu kalam khususnya yang berafiliasi dengan aliran Al
As’ariyah dan Al Maturidiyah yang lebih dikenal dengan aliran Ahlussunah.
Berkenaan dengan diskursus tentang Ahlussunnah maka saya akan mengutip beberapa
literatur yang menjelaskan tentang apa dan siapa sebenarnya yang menyandang Aliran Ahlussunah
dalam perspektif sejarah pemikiran Ilmu kalam atau Teologi Islam.
Arti Ahlussunnah ialah penganut Sunnah Nabi. Arti wal jama’ah ialah penganut I’tiqad
sebagai I’tiqad Jama’ah sahabat-sahabat Nabi. Kaum ahlussunah wal Jam’ah ialah kaum yang
menganut I’tiqad sebagai I’tiqad yang dianut oleh Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat
beliau. I’tiqad nabi SAW dan sahabat-sahabat itu telah termaktub dalam Al Qur’an dan dalam
Sunnah Rasul secara terpencar-pencar, belum tersusun secara rapid an teratur, tetapi kemudian
dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama Ushuluddin yang besar, yaitu
Syaikh Abu Hasan Ali al Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H.- wafat di Basrah juga tahun 324
H. dalam Usia 64 tahun)
Karena itu ada orang yang memberi nama kepada kaum Ahlussunnah wal jama’ah dengan
kaum ‘asy’ari, dikaitkan kepada Imam Abu Hasan ‘Ali Al Asy’ari tersebut. Dalam kitab-kitab
Ushuluddin biasa juga dijumpai perkataan Sunny, kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah, orang-
orangnya dinamai Sunniyun. Tersebut dalam kitab Ittihaf Sadatul Muttaqin karangan Imam
Muhammad bin Muhammad al Husni az Zabidi, yaitu kitab Syarah dari kitab Ihya
Ulumuddin karangan Imam Al Ghazali, pada jilid 2 pagina 6 yaitu : “Apabila disebut kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah, maka maksudnya ialah orang-orang yag mengikut rumusan (paham)
Asy’ari dan paham Abu Mansur al Maturidi.”.
Kaum Ahlussunah wal Jama’ah muncul pada abad 3 Hijriyah sebagai reaksi dari firqah-
firqah yang sesat (Syiah, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Mujassimah dan sebagian paham
Ibnu Taimiyah) timbulah golongan yang bernama kaum Ahlussunah wal Jama’ah, yang dikepalai
oleh dua orang ulama besar dalam Ushuluddin yaitu Syeikh Abu Hasan Ali al ‘Asy’ari dan Syeikh
Abu Mansur al Maturidi.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam penulisan makalah ini yaitu:
A. Apa pengertian Ahlu Sunnah wal Jama’ah?
B. Bagaimana Ahlu Sunnah dalam pandangan Teologi Islam?
C. Apa pengertian Ahlu Sunnah Salafiyyah?
D. Bagaimana pemikiran teologi Ahmad bin Hanbal?
E. Bagaimana pemikiran teologi Ibn Taimiyah?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
A. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Ahlu Sunnah wal Jama’ah
B. Untuk mengetahui Ahlu Sunnah dalam pandangan Teologi Islam
C. Untuk mengetahui Ahlu Sunnah Salafiyyah
D. Untuk mengetahui pemikiran teologi Ahmad bin Hanbal
E. Untuk mengetahui pemikiran teologi Ibn Taimiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama’ah
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berasal dari kata-kata :
a. Ahl (ahlun), berarti golongan atau pengikut.
b. Al Sunnah berarti tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup ucapan, tindakan, dan
ketetapan Rasulullah SAW.
c. Wa huruf ‘athaf yang berarti dan atau serta.
d. Al Jama’ah berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw. Maksudnya ialah perilaku atau
jalan hidup para sahabat.
Secara etimologis, istilah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah berarti golongan yang senantiasa
mengikuti jalan hidup Rasulullah SAW dan jalan hidup para sahabatnya. Atau golongan yang
berpegang teguh pada sunnah Rasul SAW dan sunnah para sahabat, lebih khusus lagi sahabat yang
empat, yaitu Abu Bakar As Siddiq, Umar bin Khatab, Ustman bin ‘Afan dan Ali Bin Abi Thalib.
Sejalan dengan pemikiran yang demikian itu , maka tepatlah definsi Ahlus Sunnah Wal
jama’ah yang dikemukakan oleh Abu al Fadl bin al syekh ‘Abd al Syakur al Sanuri dalam
kitabnya “ Al kawakib al lamma’ah fi Tahqiq al Musamma bi Ahlussunah wa al
Jama’ah”. Bahwasanya yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ialah golongan yang
senantiasa berpegang teguh (committed) mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dan petunjuk
(tariqah) para sahabatnya, baik dalam lingkup akidah, ibadah maupun dalam lingkup akhlak.
Meskipun belum secara tegas terungkap istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, namun
maknanya yang tersirat di dalamnya, yakni bahwa golongan yang selamat dari ancaman api neraka
itu adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak (jalan hidup) Rasulullah SAW. Dan para
sahabatnya. Makna yang demikian inilah yang kita maksudkan sebagai batasan (pengertian) Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah.
Dengan demikian, maka golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ialah satu-satunya golongan
umat Islam yang selamat dari ancaman neraka, hal ini lebih tegas lagi diungkapkan dalam hadis
lain yang Artinya : “(Rasulullah Saw. bersumpah) bahwa demi Dzat yang menguasai jiwa
Muhammad,sungguh umatku bakal terpecah menjadi 73 golongan.Maka yang satu golongan
masuk surga,sedangkan yang 72 golongan masuk neraka.Seorang sahabat bertanya: Siapakah
golongan yang masuk surga itu ya Rasulullah? Jawabnya: Yaitu golongan Ahlus Sunnah Wal
jama’ah”. (HR.Al-Tabrani)
Berdasarkan ketiga hadis tersebut, jelaslah bahwa umat Islam akan terpecah ke dalam
banyak golongan sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani. Di antara 73 golongan itu, terdapat satu
golongan yang selamat dari ancaman neraka, yakni golongan yang senantiasa mengikuti jejak
hidup Rasulullah saw. Dan jejak hidup sahabatnya. Dan golongan yang selamat (masuk surga) itu
ialah golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Sampai disini batasan subsatansial paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah masih diikuti oleh
golongan terbanyak. Golongan mayoritas ini memang belum disebut sebagai golongan Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah. Para ulama menyebutnya dengan istilah yang berbeda-beda, antara lain :
a. Jumhur al Ummah al islamiyyah (mayoritas Umat Islam).
b. Jamaiyyah (umat terbesar)
c. Al Sawad al A’dzam (kelompok Besar)
d. Al salaf Al Salih (para pendahulu yang saleh-saleh)
e. Ahl al Haq (golongan yang hak/benar)
f. Ahl Al Hadis.
Perkembangan selanjutnya, nama-nama tersebut masih banya dipergunakan untuk
menyebutkan golongan terbanyak yang tetap berpegang teguh kepada petunjuk naqli (Al Qur’an
dan As Sunnah), bahkan pada gilirannya, nama-nama itu sering dipergunakan sebagai nama lain
dari Ahlus Sunnah Wal jama’ah.
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Ibnu Taimiyah dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal tahun 661 H
dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qa’dah tahun 729 H. Ibnu
Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak pada
akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud serta seorang panglima dan penetang
bangsa Tartas yang pemberani. Ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir (Ahli tafsir Al-
Quran berdasarkan hadits), faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan yang luas tentang
filsafat.
Program utama Ibn Taymiyyah, sebenarnya, tidak hanya terbatas pada masalah takdir,
melainkan “menemukan dan mengangkat kembali masyarakat Islam normatif awal yang
didasarkan pada ajaran al-Quran dan Sunnah, seperti ia melihatnya.” Meskipun demikian,
berbeda dengan para pendahulu Sunni-nya, ia dapat melihat secara lebih kritis terhadap generasi
awal Islam.
Konsep takdir Ibn Taimiyyah secara sederhana adalah menerima takdir Tuhan merupakan
bagian esensial keyakinan Islam, tetapi meletakkan takdir sebagai maaf atas kesalahan seseorang
adalah dosa besar. Persoalannya, bagaimana Ibn Taymiyyah dapat mengompromikan dua hal
yang bertentangan ini? Secara bertahap ia mengemukakan tiga argumen yang satu sama lain
saling menunjang.
B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan ini, meskipun penulisan ini jauh dari
kata sempurna, minimal kita bisa mengimplementasikan tulisan ini. Mungkin masih banyak
kesalahan dari penulisan makalah ini, karena saya adalah manusia yang tempatnya salah dan dosa:
dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa
menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari masa sebelumnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih untuk dosen pembimbing mata kuliah Teologi Islam,
Bapak Misbahul Anam, S.PdI., M.PdI yang telah memberikan bantuan dalam proses pembuatan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul. 2012. Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Asy Syak’ah, Mustofa Muhammad. 1994. Islam Tidak Bermazhab. Jakarta: Gema Insani.
Abbad, Sirajudin. 1987. I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyyah.
Dasuki, Hafisz. 1993. Ensiklopedi Islam, Jilid.V cet. 1. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Depad RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-Hikmah, Bandung: Diponegoro.
Fauzi, Ahmad. 2006. Ilmu Kalam (sebuah pengantar), Cirebon: STAIN Press.
Ghazali, Adeng Muhtar. 2003. Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik Hingga Modern, Bandung:
CV PUSTAKA SETIA.
Mustopa. 2011. Mazhab-Mazhab Ilmu Kalam, Cirebon: Nurjati IAIN _publisher.
Nasir. Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teology Islam ), Jakarta: Rajawali Pers.
Razak, Abdur dan Anwar, Rosihan. 2012. Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia. cet ke-2
Saad, Thablawy Mahmud. 1984. At-Tashawwuf fi Turasts Ibn Taimiyah, Mesir: Al-hai Al-Hadis Al-
Mishriyah Al-Ammah li Al-Kitab.
Yusuf, Abdullah. 1993. Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat, Bandung: Sinar Baru.
Watt, W. Montgomerry. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Terj. Hartono
Hadi Kusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana.
[1] Thablawy mahmud Saad, At-Tashawwuf fi Turasts Ibn Taimiyah, (Mesir: Al-hai Al-Hadis Al-
Mishriyah Al-Ammah li Al-Kitab, 1984), hal. 11-38
[2] Abdur Razak dan Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hal.
109
[3] Adeng Muhtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik Hingga Modern, (Bandung: CV
PUSTAKA SETIA, 2003), hal. 101
[4] Rozak, Op.Cit.., hal. 109
[5] Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab, (Jakarta: Gema Insani, 1994), hal. 390
[6] Hafisz Dasuki, Ensiklopedi Islam, Jilid.V cet. 1, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hal. 82
[7] Depad RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-Hikmah, (Bandung: Diponegoro, 2007), hal. 312
[8] Sahilun A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teology Islam ), (Jakarta: Rajawali Pers. 2010). hal. 126-127
[9] Ahmad fauzi, Ilmu Kalam (sebuah pengantar), (Cirebon: STAIN Press), hal. 99
[10] Sirajudin Abbad, I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyyah,1987),hal. 261
[11] Abdullah Yusuf, Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat, (Bandung: Sinar Baru,
1993), hal. 58-60
[12] Mustopha, Mazhab-Mazhab Ilmu Kalam, (Cirebon: Nurjati IAIN _publisher, 2011), hal. 58