Anda di halaman 1dari 11

PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14

PEGANTAR ILMU
ADMINISTRASI PUBLIK

Chapter 14

Hal. 1 dari 11
Untuk Kalangan Sendiri
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14

Chapter 14
AKUNTABILITAS PUBLIK

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menganalisis konsep
akuntabilitas dan diskresi

B. PENGERTIAN AKUNTABILITAS PUBLIK


Akuntabilitas merupakan salah satu pilar good government yang merupakan pertanggung
jawaban pemerintah daerah dalam mengambil suatu keputusan untuk kepentingan publik, dalam
hal ini sebagaimana pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pelayanan publik yang di
berikan. Menurut Mardiasmo (2002 : 20) Pengertian akuntabilitas publik adalah sebagai berikut :

“Akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan


pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan
yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.”

Menurut Iman S. Tunggal dan Amin S. Tunggal (2002:7), akuntabilitas merupakan penciptaan
sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara board
of commisioners, board of directors, shareholders, dan auditor (pertanggungjawaban wewenang,
traccable, reasonable).

Akuntabilitas publik adalah prisip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak
penerapan kebijakan. (Buku Pedoman 11Penguatan Pengamanan Program Pembangunan
Daerah Bappenas & Depdagri, 2002, hal 19)

Dari pengertian diatas secara umumakuntabilitas publik dapatdiartikan sebagai suatu upaya untuk
memberikanpertanggungjawaban yang dilakukan oleh unit organisasi atau pihak-pihak yang
berkepentingan secara terbuka kepada pihak-pihak yang memberikan pertanggungjawaban
tersebut. Menurut Sulistoni (2003:35) pemerintah yang accountable memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :

Hal. 2 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
1. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka, cepat, dan tepat
kepada masyarakat.
2. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.
3. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan
pemerintah.
4. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara
proporsional, dan
5. Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui pertanggungjawaban
publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan
pemerintah.

C. PRINSIP-PRINSIP AKUNTABILITAS
Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal yaitu kemampuan dalam menjawab, dan konsekuensi.
Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan
tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan -pertanyaan yang
berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber
daya yang telah dipergunakan, dan apa yang telah tercapai dengan menggunakan sumber daya
tersebut. Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah, seperti dikutip oleh
LAN dan BPKP (2000:43) perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan
pelaksanaan misi agar akuntabel.
2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber daya-sumber
daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
3. Harus dapat menunjukan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
4. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh.
5. Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen
instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan pengukuran kinerja dan
penyusunan laporan akuntabilitas.

D. FUNGSI DAN JENIS AKUNTABILITAS PUBLIK


Fungsi Akuntabilitas Menurut Mardiasmo (2004:69) agar dapat berfungsi dengan baik, dalam
menerapkan suatu sistem akuntabilitas perlu diterapkan :

1. Pernyataan yang jelas mengenai tujuan dan sasaran dari kebijakan dan program. Hal
terpenting dalam membentuk suatu sistem akuntabilitas adalah mengembangkan suatu
pernyataan dengan cara yang konsisten. Pada dasarnya, tujuan dari suatu kebijakan dan

Hal. 3 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
program dapat dinilai, akan tetapi kebanyakan dari pernyataan tujuan dibuat terlalu luas
sehingga terlalu sulit pengukurannya. Untuk itu diperlukan suatu pernyataan yang realistis
dan dapat diukur.
2. Pola pengukuran tujuan; setelah tujuan dibuat dan hasil dapat diidentifikasi, perlu ditetapkan
suatu indikator kemajuan yang mengarah pada pencapaian tujuan dan hasil. Memilih
indikator untuk mengukur suatu arah kemajuan pencapaian tujuan kebijakan dan sasaran
program memerlukan cara dan metede tertentu agar indikator terpilih dapat mencapai hal
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
3. Pengakomodasian sistem intensif; suatu sistem intensif perlu disertakan dalam sistem
akuntabilitas. Penerapan sistem intensif harus diterapkan dengan hati-hati, karena
adakalanya sistem insentif akan mengakibatkan hasil yang berlawanan dengan yang
direncanakan.
4. Pelaporan dan penggunaan data; suatu sistem akuntabilitas kinerja akan dapat
menghasilkan data yang cukup banyak. Informasi yang dihasilkan tidak akan berguna
kecuali dirancang dengan hati-hati, dalam arti informasi yang disajikan benar-benar berguna
bagi pemimpin, pembuat keputusan dan program serta masyarakat.
5. Pengembangan kebijakan dan manajemen program yang dikoordinasikan untuk mendorong
akuntabilitas.

E. JENIS-JENIS AKUNTABILITAS
Menurut Mardiasmo (2002:21) Akuntabilitas terdiri dari dua macam yaitu:
1. Akuntabilitas vertikal (internal)
Setiap pejabat atau petugas publik baik individub maupun kelompok secara hierarki
berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasanlangsungnya mengenai
perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatansecara periodik maupun sewaktu-
waktu bila diperlukan.
2. Akuntabilitas Horizontal (eksternal)
Akuntabilitas horizontal (eksternal) melekat pada setiap lembaga negarasebagai suatu
organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yangtelah diterima dan
dilaksanakan ataupun perkembangannya untukdikomunikasikan kepada pihak ekternal
(masyarakat luas) dan lingkungannya (public or external accountability and environment).

Hal. 4 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
F. DISKRESI
Pemerintah dalam menggunakan wewenang publik wajib mengikuti aturan-aturan hukum
administrasi negara agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Keputusan-keputusan tersebut
terikat pada tiga asas hukum yakni : rechtmatigheid, wetmatigheid, dan discretie atau freis
ermessen.

Freies Ermessen berasal dari kata fres yang artinya bebas, lepas, tidak terikatdan merdeka.
Sementara itu ermessen Diartikan sebagai mempertimbangkan, menilai, menduga, dan
memperkirakan. FreiesErmessen berari oaring yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga
dan mempertimbangkan sesuatu. Sedangkan nata saputra mengartikan Freies Ermessen
sebagai suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi yaitu kebebasan
yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi Negara mengutamakan keefektifan
tercapainya suatu tujuan daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum. Dengan kata
lain Ermessen kebebasan bertindak dari pejabat negara tanpa harus terikat pada
undang-undang.Namun kebebasan ini harus berdasarkan hukum. Ada juga yang
mengatakan bahwa Freies Ermessen sama dengan diskresi, yaitu kebebasan untuk dapat
bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam menyelesaikan persoalan yang memerlukan
penanganan segera tetapi peraturan untuk penyelesaian persoalan itu belum ada karena
belum dibuat oleh badan yang diserahi tugas legislative. Freies Ermessen (Jerman), pouvoir
discretionnaire (perancis), discretionary power (inggris) atau diskresi menurut kuntjoro
Purbopranoto (1981) adalah kebebasan bertindak yang diberikan kepada pemerintah dalam
menghadapi situasi yang konkrit (kasustis). Dalam pandangan kuntjoro, Freies Ermessen harus
didasarkan pasa asas yang lebih luas yaitu asas kebijaksanaan, yang menghendaki bahwa
pemerintah dalam segala tindak tanduknya harus perpandangan luas dan selalu dapat
menghubungkan dalam menghadapi tugasnya itu gejala-gejala masyarakat yang harus
dihadapinya, serta pandai memperhitungkan lingkungan akibat-akibat tindak pemerintahannya itu
dengan penglihatan yang jauh kedepam. Diskresi muncul secara insidental, terutama ketika
peraturan perundang-undangan belum ada atau mengatur atau rumusan peraturan tertentu
bersifat multitafsir atau bersifat samar dan diskresi tidak dapat diprediksi sebelumnya.

G. DISKRESI DALAM PELAKSANAAN PEMERINTAHAN


Pada tataran pemerintah daerah, saat ini pengertian mengenai diskresi benarnya sudah tertuang
dalam UU Administrasi Pemerintahan Tahun 2014. Yakni kepurtusan dan/atau tindakan yang
dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dalam hal peraturan perundang-undangan memberikan pilihan,
tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atauadanya stagnasi pemerintahan.

Hal. 5 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
Namun, disisi lain kondisi yang ada bahwa kepala daerah dinilai kurang responsive dalam
berinovasi. Hal ini diakibatkan rendahnya kepastian dalam penegakan hukum, sehingga banyak
kepala daerah ketakutan dalam penggunaan kebijakan diskresi yang sangat rentan menyeret
kepala daerah atau pejabat daerah kedalam tindak pidana penyalahgunaan kewenangan atau
kekuasaan yang dimilikinya. Penyalahgunaan kewenangan dan korupsi adalah hal yang paling
krusial terhadap implikasi negative diskresi, apalahi dengan adanya payung hukum mengenai
diskresi pemerintah daerah dalam pelayanan publik tersebutTantangannya kemudian adalah
bagaimana melihat diskresi tersebut dalam kerangka akuntabilitas pemetintah daerah. Hubungan
antara diskresi pemerintah daerah dan kaitannya dengan akuntabilitas pemerintah memang cukup
kompleks. Namun menarik melihat kondisi yang menggambarkan keterkaitan antara diskresi
pemerintah daerah dan akuntabilitas, yang dikemukakan Yilmaz, Serdar., Yakup Beris And
Rodrigo Serranoberthet (2010:259-293) dalam development policy review dengan artikelnya
berjudul linking local government discretion and accountability in decentralisation. Mengemukakan
3 dimensi yang akan mempengaruhi bentuk akuntabilitas terkait diskresi yang dimiliki pemerintah
daerah, yaitu:

a. Diskresi Politik Local, yang mengemukakan pandangan bahwa untuk menciptakan kondisi
diskresi yang akuntabel dari pemerintah daerah harus memperhatikan beberapa hal yakni
bagaimana pembagian kekuasaan eksekutif dan legislative, model pemilian umum ditingkat
ditingkat daerah untuk memilih pemimpin, dan fungsi partai politik didaerah. Disisi lain juga
penguatan dilakukan dengan membatasi masa jabatan pemimpin untuk mmenghindari
budaya patronase politik dan membentuk control publik terhadap kinerja pemerintah daerah
b. Diskresi Administrative, disisi desentralisasi administrasi perlu diperhatikan hal
menyangkut aparatur pemerintah dalam hal kemampuan mengatur, diskresi untuk
mengelola pelayanan, diskresi dalam pelayanan publik dan pengaturan kenijakan. Dan
untuk melakukam penguatan terhadap kondisi ini adalah memuat struktur control publik
sehingga lebih melembaga dan adanya informasi pelayanan yang bisa diakses oleh
masyarakat.
c. Diskresi Fiscal (Keuangan), dalam diskresi pada posisi ini menyangkut bagaimana
pemerintah daerah mengatur pengeluaran, mengatur pendapatan daerah, mngelola fiscal
gap antar daerah, dan infrasruktur keuangan daerah. Disamping itu, utnuk memperkuat hal
ini maka perlu diperhayikan adanya manajemen yang efektif dan efisien dan juga
keterbukaan informasi terhadap akuntabilitas penggunaan anggaran.

Hal. 6 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
Seperti yang dikemukakan diatas bahwa tantangannya kemudian dalam penerapan diskresi di
daerah, hal tersebut kemudian menyangkut kapasitas yang dimiliki kepala daerah. Sekalipun
kemudian banyak implikasi negative yang hadir dengan adanya diskresi tersebut sudah
selayaknya bahwa diskresi kemudian tidak meninggalkan ranah akuntabilitas. Diskresi yang
disesuaikan dengan jalur hukum yang berlaku dan mengusahakan bagi kebaikan dalam
pelaksanaan pelayanan publik didaerah, maka kedepan diksresi bisa menjadi solusi dalam
permasalahan pelayanan publik yang saat ini dinilai tidak responsive dan tidak inovatif.

Disisi lain, diskresi yang dimiliki kepala daerah jangan dijadikan sebagai peluang para pejabat jadi
kebal hukum. Agar jelas dan tegas, serta tidak membuat peluang multi-tafsir, RUU Pemda harus
mengatur jelas soal diskresi ini.

Untuk itu kepala daerah dalam mengambil kebijakan untuk melaksanakan urusan pemerintahan
yang didesentralisasikan kepadanya, diperlukan adanya pengaturan diskresi kepala daerah agar
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan dengan lancar dan tanpa hambatab, pada
saat kepala daerah menemukan adanya regulasi, norma, standar, prosedur dan kriteria yang tidak
jelas, kabur, multi-tafsir, atau bahkan tidak ada ketentuannya.

Sejumlah kekawatiran dalam penerapan diskresi ini bagi kepala daerah memang cukup banyak,
sekalupun kemudiam alasan untuk memberikan ruang kreatifitasi dan inovasi dari pemerintah
daerah dalam pelayana publiknya didaerah, selama hal ini tidak bertentangan dengan aturan
hukum yang berlaku. Hanya saja, jika kemudian diskresi ini cenderung digunakan untuk hal-hal
yang merugikan negara, maka kecenderungan diskresi ini akan merugikan negara bahkan bisa
menjerat kepala daerah dalam praktek korupsi

Untuk itu pengauran mengenai hak diskresi ini perlu diperhatiak dengancermat. Sehingga dalam
pelaksanaanya kemudian dapat digunakan kepada daerah sebagai inovasi dalam pemerintah
daerah. Gamawan fauzi mengatakan bahwa dikresi itu ada batasannya dan diatur agar apa yang
dikeluarjan tidak terjadi. ada beberapa syarat termasuk melakukan inovasi tidak melanggar
hukum. Hal ini untuk menjawab sejumlah kekawatiran yang muncul dengan diaturnya hak diskresi
itu, antara lain kepala daerah dapat menyalahgunakan weweangn dan jabatan uantuk kepentingan
pribadi.

Dengan melihat realitas tersebut diatas, dapat ditarik benang merah bahwa peluang dan
tantangan diskresi berada pada kepala daerah, dalam hal ini kemudian bagaimana penafsiran
kepala daerah terhadap kewenangan diskresi yang dimilikinya melakukan inovasi dalam
pelayanan publik didaerahnya. Kecenderungan ini lahir karena banyaknya persoalan yang muncul
dari salah tafsirnya regulasi yang dibuat, terutama dalam mendukung inovasi dan kreatifitas

Hal. 7 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
kepala daerah dalam menjalankan pemerintahannya. Kondisi ini juga perlu didukung dengan
regulasi yang jelas, jika kemudian diskresi tersebut dilaksanakan didaerah sebagai upaya
mengakomodasi kreatifitas kepala daerah dalam melakukan inovasi dan tidak melanggar aturan
yang ada.

H. PEMBATASAN DISKRESI
Diskresi ibarat dua buah mata pedang yang mempunyai dua akibat yang baik maupun yang buruk
jika di gunakan. Diskresi di satu sisi menimbulkan kesewenang-wenangan tapi di sisi lain jika
diskresi tidak dilakukan maka dikhawatirkan tujuan pembangunan nasional akan sulit dilaksankan.
Sehingga asas ini ketika berlaku dapat dikatakan dilematis mengingat dua akibat yang dapat
timbul tersebut.

Dalam politik hukum asas diskresi ini harus dibatasi. Dalam perkuliahan Politik Hukum, Prof.
Muchsan menjelaskan ada 4 pembatasan asas diskresi ini:

1. Asas Diskresi dapat diberlakukan jika pada saat itu terjadi kekosongan hukum (rechtvakum).
Apabila terjadi kekosongan hukum dan tidak segera diambil sebuah tindakan dari aparat
yang berwenang, maka dapat berpotensi menimbulkan keadaan yang anarkis.
2. Ada kebebasan penafsiran/interpretasi. Apabila hal ini terjadi maka aparat dapat melakukan
diskresi karena merujuk pada peraturan yang mana dapat ditafsirkan berbeda-beda(multi-
tafsir).
3. Ada delegasi perundang-undangan (delegatie van wetgeving) demi pemenuhan kepentingan
umum.

Pembatasan yang terakhir yaitu demi kepentingan umum pun berpotensi untuk disalahgunakan.
Aparat bisa saja melakukan kesewenangan dengan dalih kepentingan umum. Maka dari itu Prof.
Muchsan mengemukakan pendapat bahwa apa yang disebut kepentingan umum yaitu
kepentingan umum berupa proyek pembangunan dan juga kepentingan umum yang berupa
proyek tersebut mempunyai 3 syarat yaitu kepentingan umum dilaksanakan oleh pemerintah,
kepentingan umum digunakan oleh rakyat, dan kepentingan umum tidak berorientasi pada
keuntungan(non-profit oriented).1

Selain itu terdapat beberapa alasan terjadinya diskresi yaitu:

1. Mendesak dan alasannya mendasar serta dibenarkan motif perbuatannya;

Hal. 8 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
2. Peraturan perundang-undangan yang dilanggar dalam menetapkan kebijaksanaan diskresi,
khusus untuk kepentingan umum, bencana alam dan keadaan darurat, yang penetapannya
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum;
3. Untuk lebih cepat, efisien, dan efektif dalam mencapai tujuan yang diamanatkan UUD 1945
dan Undang-undang, penyelenggaraan pemerintahan Negara, dan untuk keadilan serta
kesejahteraan masyarakat.

Menurut Prof. Muchsan didalam membuat suatu produk hukum aparat yang berwenang dapat
menggunakan dua (2) dasar untuk mengukur produk hukum itu benar atau tidak, yaitu :

1. Wetmatig ( dasar hukum positif ), ini merupakan dasar yang ideal, karena produk hukum
yang akan dibuat oleh aparat yang berwenang merupakan produk hukum yang berpatokan
atau berlandaskan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi secara hirarki
peraturan perundangan.
2. Doelmatig ( kebijakan / kearifan lokal )ialah produk hukum yang dibuat tanpa adanya
landasan hukum peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi secara hirarki
peraturan perundangan.

Maka konsekuensinya, jika produk hukum itu berupa wetmatig, maka harus melihat dasar
hukumnya. Tetapi jika produk hukum tersebut berupa doelmatigharus melihat unsur-unsur
dariAlgemene Beginselen Van Behoolijk Bestuur / The Principle Of Good Public Administration
atau disebut Asas –Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.2

Dalam perkuliahannya Prof. Muchsan menjelaskan ada 5 butir asas-asas umum pemerintahan
yang baik:

1. Asas Kepastian Hukum, asas ini menghendaki agar aparat yang berwenang membuat
keputusan yang sama terhadap kasus yang kondisinya sama.
2. Asas Permainan yang Layak, agar pemerintah dalam membuat produk hukum, memberikan
informasi yang seluas-luasnya kepada pihak terkait.
3. Asas Kecermatan, agar aparat pemerintah dalam membuat hukum memperhatikan semua
gejala/fenomena yang terkait sehingga produk hukumnya bersifat dinamis. Minimal
memperhatikan 3 norma yaitu norma agama, norma etika, dan norma hukum.
4. Asas Keseimbangan, agar aparat pemerintah dalam membuat produk hukum
menyeimbangkan antara hukum dan kewajiban pihak yang terkait.

Hal. 9 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
5. Asas Ketepatan Dalam Menentukan Sasaran, agar dalam membuat suatu produk hukum
harus memperhatikan semua gejala sosial dan segala aspek di masyarakat.

I. PENGGUNAAN DISKRESI DALAM KEBIJAKAN PEMERINTAHAN


Dalam prakteknya, tak jarang penggunaan diskresi ini melahirkan ekses yang tidak sedikit baik
bagi organisasi pemerintahan maupun pejabat yang melakukan kebijakan dikresi. Konsekwensi-
konsekwensi yang ditimbulkan juga tak sedikit, termasuk konsekwensi hukum.

Dalam Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan (AP) yang disahkan DPR RI tanggal
26 September 2014 persoalan diskresi ini pada dasarnya telah diatur dalam peraturan
perundangan tersebut, untuk menghindari peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh
pejabat pemerintah.

diskresi pada dasarnya dipahami sebagai pertimbangan dan dibuat atas dasar amanat undang-
undang dalam bentuk kata ‘dapat’, atau ‘boleh. Pejabat Pemerintah,lanjutnya, dalam membuat
keputusan diskresi berpedoman pada petunjuk teknis atas peraturan pelaksanaan terkait dengan
pasal dalam peraturan perundangan.

Lahirnya Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur penggunaan


diskresi oleh pejabat pemerintahan akan menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan.
Diskresi tidak didasarkan pada kebebasan bertindak. Diskresi wajib didasarkan pada hukum
iktikad baik dan ditetapkan oleh pejabat yang memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan
dan atau tindakan pemerintah.

Sebagai contoh digambarkan, seorang polisi lalu lintas dapat melakukan melakukan diskresi
dalam pengaturan lalu lintas di perempatan yang sudah ada traffic light. Dia bisa menahan
kendaraan untuk tidak berjalan, meski lampu hijau sudah menyala. Polisi lalu lintas juga bisa
memerintahkan kendaraan untuk berjalan, meski saat itu lampu merah menyala. Tapi semua itu
dilakukan dengan berbagai pertimbangan untuk kepentingan umum, bukan semaunya sendiri.

Urgensi terkait UU Administrasi Pemerintahan tak lepas dari ketimpangan hukum materiil,
kekosongan hukum, termasuk hukum yang mengatur sumber kewenangan atribusi, delegasi, dan
mandat. Sejak tahun 1986 Indonesia telahmemiliki UU tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN) sebagai hukum formal. UU ini kemudian disempurnakan tahun 2004 dan 2009. Di sini ada
ketimpangan hukum, karena putusan hakim tidak didasarkan pada hukum materiil yang diaturter
sendiri dalamUndang-Undang. Dengan UU Administrasi Pemerintahan, kelak penyelesaian
gugatan lebih mendahulukan hukum administrasi, sebelum dibawa keranah pidana.

Hal. 10 dari 11
PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK 14
Bukan itu saja, kehadiran UU Administrasi Pemerintahan juga mengisi kekosongan hukum. UU ini
menjadi instrument standardisasi administrasi negara, dan kodifikasi (pengaturan) undang-undang
tunggal sebagai payung yang member pedoman di semuasektorpemerintahan. Lebih dari itu, UU
ini mengatur syarat sahnya keputusan pemerintahan. Selain dibuat oleh pejabat yang
berwenang, keputusan pemerintahan juga harus sesuai standar prosedur, dan substansi juga
harus sesuai dengan obyek keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 2005. hal 40
Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmo Sudirdjo, Hukum Administrasi Negara, 1983, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Halaman 84
Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, 1988, Rajawali, Jakarta.Halaman 15
Muchsan, Perkuliahan “Politik Hukum”, 2012, Magister Hukum, UGM

Hal. 11 dari 11

Anda mungkin juga menyukai