Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Aliran Energi Dan Materi Dalam Ekosistem Alami


Tenaga atau energi dibutuhkan oleh seluruh
organisme untuk melakukan suatu usaha atau aktivitas.
Sebagai contoh, tumbuhan membutuhkan energi dari
cahaya matahari, hewan dan manusia membutuhkan
energi yang dihasilkan dai proses pengolahan makanan di
dalam tubuh.
Energi yang terdapat di lingkungan sekitarmu memiliki
bentuk yang bermacam-macam, seperti energi cahaya,
energi listrik, energi kimia, energi panas, dan sebagainya.
Setiap bentuk energi dapat diubah menjadi bentuk energi
lainnya. para ilmuwan yang mempelajari perubahan energi
tersebut menemukan fenomena bahwa energi tidak dapat
diciptakan. Fenomena ini juga berlaku di dalam suatu
ekosistem. Setiap organisme mendapatkan energinya
dengan cara mengubah energi yang berasal dari
lingkungannya, seperti tumbuhan yang bergantung pada
cahaya matahari atau hewan dan manusia yang
membutuhkan makanan sebagai sumber energinya.
Macam-Macam Aliran Energi :
1. Tingkat Trofik
Interaksi antara organisme dengan lingkungan dapat terjadi karena adanya aliran
energi. Aliran energi adalah jalur satu arah dari perubahan energi pada suatu ekosistem.
Proses aliran energi antarorganisme dapat terjadi karena adanya proses makan dan
dimakan. Proses makan dan dimakan terjadi antara satu kelompok organisme dengan
kelompok organisme lainnya. Setiap kelompok organisme yang memiliki sumber
makanan tertentu disebut dengan tingkat trofik. Dalam suatu ekosistem terdapat
beberapa macam tingkat trofik seperti produsen, konsumen dan decomposer.
a. Produsen
Energi memasuki suatu ekosistem dimulai dari energi radiasi (cahaya matahari) yang
sebagian diserap oleh tumbuhan, ganggang, dan organisme fotosintetik lainnya. Energi
cahaya matahari kemudian diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintetik.
Energi kimia tersebut disimpan dalam bentuk senyawa organic seperti molekul glukosa.
Molekul glukosa kemudian dipecah dan digunakan sebagai sumber energi untuk
melakukan aktivitas seperti tumbuh dan berkembang, bernapas, memperbaiki jaringan
yang rusak, dan lain sebagainya. Seluruh organisme berklorofil seperti tumbuhan dan
ganggang hijau yang dapat mengolah makanannya melalui proses fotosintesis disebut
organisme autotrof atau dalam suatu ekosistem disebut dengan produsen.
b. Konsumen
Organisme seperti hewan membutuhkan makanan berupa organisme lain
(tumbuhan atau hewan lain) sebagai sumber energinya. Organisme yang tidak dapat
mengolah makanannya disebut organisme heterotrof atau konsumen. Konsumen dalam
suatu ekosistem dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkat. Konsumen tingkat we
(konsumen primer) adalah kelompok organisme yang secara langsung memakan
produsen. Anggota konsumen authority adalah kelompok herbivore atau pemakan
tumbuh-tumbuhan, seperti belalang, kelinci, kambing, dan sebagainya.
Konsumen tingkat II (konsumen sekunder) adalah kelompok organisme yang
memakan konsumen primer. Konsumen tingkat III (konsumen tersier) adalah kelompok
organisme yang memakan konsumen sekunder. Konsumen sekunder dan tersier
beranggotakan kelompok karnivora atau pemakan daging seperti singa, elang, ular,
serigala dan sebagainya.
Selain itu, konsumen primer, konsumen sekunder, dan seterusnya juga dapat
merupakan anggota kelompok omnivore, yaitu organisme yang memakan tumbuhan dan
hewan seperti ayam, manusia, dan sebagainya.
c. Dekomposer atau Detritivora
Beberapa organisme mendapatkan energinya dengan cara memakan detritus
atau materi organic dari organisme lain. Detritus dapat berupa bangkai, feses, daun
busuk, dan lain sebagainya. Organisme yang memakan detritus disebut dengan
detritivora. Organisme detritivora seperti cacing tanah, kutu kayu, kepiting, dan siput
biasanya banyak terdapat di dalam tanah atau di dasar perairan.
Sisa-sisa materi organic tidak hanya dihancurkan oleh detritivora. Organisme lain
seperti bakteri dan jamur juga menggunakan sisa materi organic tersebut sebagai sember
energinya. Organisme yang menggunakan sisa-sisa materi organic
dan produk terdekomposisi lainnya disebut decomposer atau saprotrof.

2. Rantai Makanan dan Jaring-Jaring Makanan


Rantai Makanan
Dalam ekosistem hanya tumbuhan hijau yang mampu menghasilkan makanan sendiri
melalui proses fotosintesis dengan bantuan air, karbondioksida, klorofil dan cahaya
matahari. Bagaimana dengan mahluk hidup lain? Mahluk hidup lain memperoleh
makanan dengan melalui proses interaksi dengan mahluk hidup lain melalui pola-pola
interaksi tertentu. Hal ini disebabkan karena mahluk hidup sebagai mahluk sosial tidak
dapat hidup tanpa peran makhluk hidup lain. Salah satu bentuk interaksi antar mahluk
hidup tersebut adalah proses makan dan dimakan yang jika disusun secara berurutan
akan membentuk suatu rantai makanan.
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan
urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai
produsen, konsumen, dan dekomposer. Berikut adalah contoh sebuah rantai makanan.
Pada rantai makanan tersebut terjadi proses makan dan dimakan dalam urutan
tertentu yaitu rumput dimakan belalang, belalang dimakan katak, katak dimakan ular dan
jika ular mati akan diuraikan oleh jamur yang berperan sebagai dekomposer menjadi zat
hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.
Tiap tingkat dari rantai makanan dalam suatu ekosistem disebut tingkat trofik. Pada
tingkat trofik pertama adalah organisme yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri
yaitu tumbuhan hijau atau organisme autotrof dengan kata lain sering disebut produsen.
Organisme yang menduduki tingkat tropik kedua disebut konsumen primer (konsumen
I). Konsumen I biasanya diduduki oleh hewan herbivora. Organisme yang menduduki
tingkat tropik ketiga disebut konsumen sekunder (Konsumen II), diduduki oleh hewan
pemakan daging (carnivora) dan seterusnya. Organisme yang menduduki tingkat tropik
tertinggi disebut konsumen puncak.
Dengan demikian, pada rantai makanan tersebut dapat dijelaskan bahwa:
1. Rumput bertindak sebagai produsen.
2. Belalang sebagai konsumen I (Herbivora).
3. Katak sebagai konsumen II (Carnivora)>
4. Ular sebagai konsumen III/konsumen puncak (Carnivora)>
5. Jamur sebagai dekomposer.

Ada dua tipe dasar rantai makanan:


1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan => herbivora =>
karnivora.
2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detriivora=
organisme pemakan sisa) predator.

Jaring-Jaring Makanan
Jaring-jaring makanan adalah kumpulan dari rantai makanan yang saling
berhubungan dan membentuk skema mirip jaring. Kelangsungan hidup organisme
membutuhkan energi dari bahan organik yang dimakan. Bahan organik yang
mengandung energi dan unsur-unsur kimia transfer dari satu organisme ke organisme
lain berlangsung melalui interaksi makan dan dimakan. Peristiwa makan dan dimakan
antar organisme dalam suatu ekosistem membentuk struktur trofik yang bertingkat-
tingkat.
Setiap tingkat trofik merupakan kumpulan berbagai organisme dengan sumber
makanan tertentu. Tingkat trofik pertama adalah kelompok organisme autotrop yang
disebut produsen. Organisme autotrof adalah organisme yang dapat membuat bahan
organik sendiri dari bahan anorganik dengan bantuan sumber energi. Bila dapat
menggunakan energi cahaya seperti cahaya, matahari disebut fotoautotrof, contohnya
tumbuhan hijau dan fitoplankton. Apabila menggunakan bantuan energi dari reaksi-reaksi
kimia disebut kemoautotrof, misalnya, bakteri sulfur, bakteri nitrit, dan bakteri nitrat.
Tingkat tropik kedua ditempati oleh berbagai organisme yang tidak dapat menyusun
bahan organik sendiri yang disebut organisme heterotrof. Organisme heterotrof ini hanya
menggunakan zat organik dari organisme lain sehingga disebut juga konsumen.
Pembagian konsumen adalah sebagai berikut.
a. Konsumen Primer
Organisme pemakan produsen atau dinamakan herbivora yang menempati tingkat trofik
kedua.
b. Konsumen Sekunder
Organisme pemakan herbivora yang dinamakan karnivora kecil yang menempati tingkat
trofik ketiga.
c. Konsumen Tersier
Organisme pemakan konsumen sekunder yang dinamakan karnivora besar yang
menempati tingkat trofik keempat.

2.2 Proses Aliran Energi dalam Ekosistem


Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut:
1) Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat
digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya dari
rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh mekanisme
fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang diubah menjadi makanan
(energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas, dan energi yang diubah menjadi
makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses respirasi yang juga sebagai keluaran
dari sistem.
2) Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai
makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah
diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara tingkatan
trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan berikutnya dari rantai
makanan. Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung
tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung
mangsanya.
3) Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi, maka akan disimpan dalam sistem,
diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari sistem sebagai materi organik.
4) Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen dan juga pada setiap tingkat
pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan
sejumlah panas keluar dari system.
5) Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem terbuka, maka beberapa materi organik
mungkin dikeluarkan menyeberang batas dari sistem. Misalnya akibat pergerakan
sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air
keluar dari sistem terbawa arus.

2.3 Siklus Biogeokimia


Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa
kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen
abiotik. Siklus tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-
reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia. Siklus
tersebut antara lain:
1) Siklus Nitrogen (N2). Nitrogen yang diikat biasanya
dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil
penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia
ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit,
yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga
menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar
tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat
diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah
menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan
cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam
ekosistem.
2) Siklus Fosfor. Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh
dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air
tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Fosfor dari batu dan
fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat
anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus-
menerus.
3) Siklus Karbon dan Oksigen. Karbondioksida di udara diimanfaatkan oleh tumbuhan untuj
berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan manusia dan
hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan
membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan
bakar yang juga menambah kadar CO2 di udara.

2.4 Macam-Macam Bentuk Pola Kehidupan


Makhluk hidup dengan lingkungan tertentu membentuk pola kehidupan yang khas,
sehingga ditemukan berbagai pola kehidupan dengan kekhasan masing-masing. Adanya
perbedaan lingkungan menyebabkan timbulnya berbagai pola kehidupan.
Pola kehidupan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Pola Kehidupan Di Darat
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola kehidupan di darat, antara lain:
 Keadaan tanah
 Suhu
 Angin
 Kelembaban udara
 Curah hujan
 Pancaran sinar matahari
Pola kehidupan di darat dapat mengalami perubahan menurut musim, misalnya:
o Pada waktu musim hujan kelembaban udara cukup tinggi, tanah basah, tumbuhan hidup
subur.
o Pada waktu musim kemarau kelembaban udara menurun, tumbuhan sebagian mati.

b. Pola Kehidupan di air


Lingkungan hidup di air dapat dibedakan menjadi:
1. Lingkungan air tawar: sungai, rawa, kolam, parit
2. Lingkungan air asin: laut
3. Lingkungan air payau: danau air tawar

Faktor yang penting dalam kehidupan di air adalah sifat-sifat air itu sendiri, misalnya:
1. Pola kehidupan di air akibat cahaya matahari
 Lingkungan air yang tembus cahaya matahari mengakibatkan tumbuhan hijau sebagai
produsen dapat mengadakan proses fotosintesis. Proses fotosintesis menghasilkan zat
makanan yang berguna bagi tumbuhan air dan merupakan sumber makanan bagi
makhluk hidup lainnya di dalam air.
 Lingkungan air yang dalam tidak tembus cahaya matahari merupakan daerah yang tidak
ada produsen, sehingga hewan yang hidup adalah pemangsa dan pengurai (karnivora
dan saprovora), yang mendapat makanan dari bahan-bahan yang mengendap di
dasarnya.
 Dalam kehidupan air berlangsung perpindahan energi dari sinar matahari ke tumbuhan air
ke konsumen.
2. Pola kehidupan di air akibat zat-zat pelarut
 Limbah-limbah industri yang terlarut di dalam air dapat mengakibatkan produsen dalam
air tidak berkembang sehingga ikan-ikan kekurangan makanan dan akhirnya mati.
 Pemupukan sering dilakukan pada kolam ikan agar tumbuhan air sebagai produsen
tumbuh subur sehingga makhluk hidup di dalam air tidak kekurangan makanan.
3. Pola kehidupan di air akibat gaya tekan ke atas
Karena adanya gaya tekan ke atas oleh air berlainan pada tiap kedalaman air,
maka hewan yang hidup di daerah dasar berlainan jenisnya dengan yang hidup di daerah
permukaan.
4. Pola kehidupan di air akibat perubahan suhu
Suhu yang mudah berubah-ubah dapat mempengaruhi kehidupan di dalam air,
baik untuk produsen maupun bagi makhluk hidup lainnya.
Pola kehidupan di dalam air di semua lingkungan sebenarnya sama, hanya jenis makhluk
hidupnya yang berbeda, hal ini disebabkan oleh sifat khas masing-masing lingkungan air
tersebut.
c. Pola Kehidupan Yang Khas
Hubungan timbal-balik antara komponen-komponen dalam suatu ekosistem
merupakan pola kehidupan dalam suatu komunitas.
Pola kehidupan yang khas terbagi atas:
1. Simbiosis
Simbiosis adalah cara hidup bersama antara dua makhluk hidup yang berbeda
dalam hubungan yang erat.
Jenis-jenis simbiosis yaitu:
a) Simbiosis mutualisme, adalah cara hidup bersama yang menguntungkan bagi kedua
belah pihak, misalnya: kupu-kupu dengan bunga, badak dengan sejenis burung, dan lain-
lain.
b) Simbiosis parasitisme, adalah cara hidup antara dua makhluk hidup yang berbeda, yang
satu mendapat keuntungan, yang lainnya dirugikan, misalnya: benalu dengan pohon
inang, tali putri dengan tumbuhan inang, kutu buah dengan tumbuhan inang, dan lain-
lain.
c) Simbiosis komensalisme, adalah cara hidup antara dua makhluk hidup yang berbeda,
yang satu diuntungkan sedangkan yang lainnya tidak dirugikan, misalnya: ikan hiu
dengan ikan-ikan remosa, tumbuhan paku dengan pohon yang tinggi, dan lain-lain.
2. Antibiosis
Antibiosis atau anti simbiosis adalah persekutuan hidup antara dua jenis makhluk
hidup, yang satu menghambat kehidupan makhluk hidup lainnya. Misalnya: Pennicillium
dengan jamur dan bakteri tertentu pennicillium dapat menghasilkan penicilin (sejenis
antibiotik) dan menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri tertentu.
Macam-macam antibiotika yang dihasilkan dari pola kehidupan sebagai antibiosis,
antara lain: Penisilin, Streptomisin, Kloromisin, Anreomisin, Teramisin, Tetraksiklin, dan
lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai