Anda di halaman 1dari 3

Antibiotika merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat

bakteri (NHS, 2012). Setelah digunakan pertama kali tahun 1940-an, antibiotika membawa
perubahan besar pada pelayanan kesehatan dan penyembuhan infeksi bakteri (WHO, 2011).

Antibiotik sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan kasus-kasus
penyakit. Antibiotik dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis
mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes) yang dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme lainnya. (Goodman, 2007). Menurut Michael J. Pelczar, Jr., kata antibiotik
digunakan untuk produk metabolik yang dihasilkan oleh suatu organisme tertentu yang dalam
jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain
(Michael J.P., Jr, 2012).

Meskipun antibiotika memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah


berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional (Katzung, 2007).
Penggunaan antibiotika yang rasional, merujuk pada ketepatan dosis, pemilihan antibiotika, cara
pemberian, lama pemberian yang tepat, bentuk sediaan yang seharusnya diberikan kepada
pasien, serta harga yang terjangkau (WHO, 2010).

Menurut International Journal of Infection Control, (2013) dalam banyak negera


berkembang, antibiotik tersedia tanpa resep sehingga individu menggunakan antibiotik dengan
sewenang-wenang. Antibiotik digunakan dengan dosis yang tidak tepat, tidak tepat indikasi, cara
pemberian dengan interval waktu yang tidak tepat, dan lama pemakaian yang tidak tepat. The
Center for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat menyebutkan terdapat 50 juta
resep antibiotik yang tidak diperlukan (unnescecery prescribing) dari 150 juta resep setiap tahun
(Akalin, 2002). Munculnya resistensi antibiotik telah menjadi masalah global kesehatan
masyarakat dalam beberapa dekade terakhir. Studi di Eropa menunjukkan bahwa resisten
terhadap antibiotik meningkat dengan peningkatan konsumsinya, yang dapat didorong oleh
penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan pendidikan yang tidak memadai (Lim dan Teh,
2012). Orang yang terinfeksi dengan organisme resisten antibiotik lebih sering masuk rumah
sakit dan membutuhkan pengobatan dengan obat lini kedua atau ketiga yang mungkin kurang
efektif , lebih toksik dan biayanya tinggi.
Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan antibiotika sangat tinggi bahkan lebih
dari 80% ditemukan dibanyak provinsi di Indonesia. Berdasarkan data menteri Kesehatan
Republik Indonesia (2011), Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban
tinggi kekebalan obat terhadap kuman Multidrug Resistance (MDR) di dunia. Menurut
penelitian, 92% masyarakat Indonesia tidak menggunakan antibiotika secara tepat. Hasil
penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari 2.494 individu di
masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotika antara lain:
Ampisilin, Kotrimoksazol dan Kloramfenikol (Permenkes, 2011).

Masyarakat memainkan peranan penting dalam penyebaran resistensi bakteri terhadap


antibiotik. Sebagai upaya untuk mengurangi resistensi antibiotik adalah dengan mendidik
masyarakat tentang penggunaan antibiotik. Ini akan menjadi kampanye mengatasi fakta bahwa
antibiotik tidak menyembuhkan batuk biasa atau pilek. Beberapa negara telah melakukan
kampanye nasional untuk memodifikasi kesalahpahaman masyarakat mengenai efektivitas
antibiotik, untuk mempromosikan penggunaan antibiotik yang tepat dan mencegah
perkembangan resistensi antibiotik (McNulty et al, 2012).

Salah satu bidang utama dalam pengendalian resistensi antibiotik adalah perubahan
dalam perilaku pengguna dan penyedia antibiotik. Strategi pengendalian resistensi utama karena
itu merekomendasikan pendidikan masyarakat untuk mempromosikan penggunaan antibiotik
yang sesuai (Abimbola,2013).

DAFTAR PUSTAKA

NHS. 2012. The Antibiotic Awareness Campaign. National Health Study Choices.
http://www.nhs.uk. Diakses pada 25 November 2018

World Health Organization. 2011. The World Medicine Situation 2011 3ed. Geneva : Rational
Use of Medicine.

Goodman dan Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Vol.2, Diterjemahkan oleh
Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Bandung : Penerbit Buku Kedokteran.
Pelczar, Jr., Michael J dan E.C.S. Chan. 2012. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, 10th Ed. New
York:McGraw-Hill.

WHO. 2010. Medicine: Rational Use of Medicines. www.who.int. Diakses pada 25 November

2018

Akalin, E., H. 2002. Surgical prophylaxis: the evolution of guidelines in an era of cost
containment. Journal of Hospital Infection, 50, 3-7.

Lim, K.K. and Teh C.C. 2012. A Cross Sectional Study of Public Knowledge and Attitude
towards Antibiotics in Putrajaya, Malaysia. Southern Med Review: An International
Journal to Promote Pharmaceutical Policy Research. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc.
Diakses pada 25 November 2018

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

McNulty, Cliodna., Boyle, Paul. 2012. The Public’s Attitudes to And Compliance With
Antibiotics. http://jac.oxfordjournals.org/content/60/suppl_1/i63.full.pdf. Diakses pada 25
November 2018

Abimbola, I. O.2013. Knowledge and practices in the use of antibiotics among a group of
Nigerian university students. International Journal of Infection Control. 9 (7), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai