SKRIPSI
AZMI INDILLAH
1112102000074
JUNI 2016
ii
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
AZMI INDILLAH
1112102000074
JAKARTA
JUNI 2016
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Gelatin sapi banyak diaplikasikan sebagai eksipien farmasi yang sangat bermanfaat
seperti cangkang kapsul, pengikat tablet, penstabil, emulsi, dll. Nilai LD50 gelatin
sapi secara spesifik belum diketahui, maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan
nilai LD50 dan tingkat keamanan dari gelatin sapi golongan farmasetik dan pro
analisis dengan uji toksisitas akut oral pada tikus betina menggunakan metode dari
OECD 425 (Up and Down Procedure). Perubahan berat badan dan tanda toksisitas
selama 14 hari serta efek histopathological pada hati dan ginjal tikus diamati. Pada
penelitian ini, tikus diberikan gelatin sapi secara oral dengan dosis tunggal 5000
mg/kgbb. Setelah diamati selama 14 hari, hasil menunjukkan bahwa tidak ada
kematian dan tidak ada perbedaan yang bermakna pada Uji Kruskal Wallis pada
perubahan bobot badan tikus (p ≥ 0,05) serta tidak terlihat adanya tanda-tanda
toksisitas pada dosis 5000 mg /kgbb, yang berarti menunjukkan bahwa gelatin sapi
aman dikonsumsi pada dosis lebih dari 5000 mg / kgbb (LD50> 5000 mg /kgbb).
Selanjutnya, pemeriksaan histopatological menggunakan statistik Uji Batas Nyata
mengungkapkan bahwa tidak ada efek kerusakan yang bermakna pada organ hati dan
ginjal tikus (p ≥ 0,05).
ABSTRAK
Bovine gelatin was useful for pharmaceutical excipients as capsule shell, tablet
binder, stabilizer, emulsion, etc. The LD50 of the specifically bovine gelatin
unknown, so the present study aimed to determine LD50 to establish the safety of
pharmaceutical and pro analysis grade of Bovine Gelatin by acute oral toxicity study
in female rats as per OECD guideline 425 (Up and Down Procedure). Change in body
weight, toxicity sign for 14 days and histhopathological effect on liver and kidney of
rat observed. Rats were administrated bovine gelatin per-oral in single dose of 5000
mg/kg body weight. Throughout 14 days of the treatment, no mortality and no
significant change in body weight were analized using Kruskal Wallis Test (p ≥ 0,05)
and no toxicity sign at 5000 mg/kgbb bod weight doses, which reveal the safety of
these bovine gelatin on the doses up to 5000 mg/kg body weight (LD50 > 5000 mg/kg
body weight). Further, histhopatological examination using Least Significance
Different Test reveal no significant adverse effect observed on the liver and kidney
(p ≥ 0,05).
Key word : Acute toxicity, Bovine Gelatin, OECD 425
viii
KATA PENGANTAR
9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
10. Sahabat seperjuangan animal house kloter pertama Ade Rachma Islamiah,
Afina Almas Ghasani, dan Denny Bachtiar yang selalu membantu, memberi
motivasi, dukungan dari awal hingga akhir penyelesaian skripsi ini
11. Teman-teman seperjuangan di laboratorium Zakiyah Zahra, Moethia, Santi
Susilawati, Nita Fitriani, Hary Abdul Rahman, Nurul Fitri, Fenny Delfiyanti,
Siti Windi, Noni Tri U, yang telah memberikan motivasi selama penelitian
12. Sahabat Cera Alba (Dian, Endang, Moethia, Zakiyah, Intan, Icha, Laila,
Risha, Icak, Nunud, Afina dan Pepew) yang telah menjadi sahabat sejak awal
perkuliahan hingga membantu dalam selesainya penelitian ini
13. Sahabat Colostrum Devi Elvina, Yossi Atika, Catur Desiana, dan Hestiningsih
yang telah memberikan motivasi dari jauh hingga penelitian selesai
14. Teman-teman Cabe Farmasi 2012 AC atas persaudaraan dan kebersamaan
yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan
skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan
15. Seluruh pengurus HMPS periode 2014-2015 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu atas pengalaman dan kerjasama selama masih dalam kepengurusan
yang berperan penting dalam penyusunan skripsi ini
16. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan
dan dukungan yang diberikan. Saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel 2.1 Kegunaan Gelatin pada Makanan ........................................................ 12
Tabel 2.2 Data Fisiologis dan Reproduksi Tikus ................................................. 13
Tabel 2.3 Klasifikasi Toksisitas Berdasarkan GHS ............................................. 17
Tabel 2.4 Klasifikasi Toksisitas Berdasarkan GHS ............................................. 17
Tabel 2.5 Prinsip Penentuan LD50 pada Tiga Metode Alternatif ......................... 23
Tabel 3.1 Perlakuan terhadap Tikus ..................................................................... 30
Tabel 4.1 Nilai LD50 Gelatin Sapi GF dengan software AOT 425 StatPgm ....... 35
Tabel 4.2 Nilai LD50 Gelatin Sapi PA dengan software AOT 425 StatPgm ........ 35
Tabel 4.3 Bobot Tikus .......................................................................................... 36
Tabel 4.4 Pegamatan Tanda-tanda Toksisitas ...................................................... 36
Tabel 4.5 Gambar Histopatologi Organ Hati dan Ginjal ..................................... 38
Tabel 4.6 Skoring Histopatologi Organ Hati dan Ginjal ...................................... 39
xiv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini perlu dilakukan karena terdapat kasus penyakit Bovine Spongiform
Encelopathy (BSE) atau sapi gila pada penggunaan produk yang berasal dari
hewan sapi
2. Nilai LD50 gelatin sapi belum pernah diteliti dan dipublikasikan
sebelumnya
3. Toksisitas gelatin sapi serta pengaruhnya terhadap organ hati dan ginjal
belum pernah diketahui sebelumnya
1. 3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efek toksisitas akut gelatin sapi
golongan farmasetik dan pro analisis yang diukur dengan LD50 dan
pengaruhnya terhadap organ hati dan ginjal tikus.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Menentukan nilai LD50 gelatin sapi golongan farmasetik dan pro analisis
pada tikus betina
b. Mengamati tanda toksisitas yang dapat timbul akibat efek toksik setelah
pemberian gelatin sapi golongan farmasetik dan pro analisis
c. Mengamati perubahan yang terjadi pada histopatologi organ hati dan
ginjal hewan uji setelah pemberian gelatin sapi golongan farmasetik dan
pro analisis
1. 4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
serta wawasan mengenai keamanan yang ditinjau dari nilai LD50 gelatin sapi
golongan farmasetik dan pro analisis yang sering digunakan sebagai eksipien
pada bidang farmasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gelatin
Dalam Food Chemicals Codex gelatin didefinisikan sebagai produk yang
diperoleh dari hidrolisis kolagen asam, basa, atau enzimatik, komponen protein utama
dari kulit, tulang, dan jaringan ikat hewan, termasuk ikan dan unggas. Tidak ada
gelatin yang bersumber dari tanaman dan bahan kimia (GMIA, 2012)
Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen.
Gelatin merupakan protein yang larut yang bisa bersifat sebagai gelling agent (bahan
pembuat gel) atau sebagai non gelling agent. Sumber bahan baku gelatin dapat
berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (hanya kulit) dan ikan (kulit).
Gelatin memiliki fungsi yang masih sulit digantikan dalam industri pangan
maupun obat-obatan. Gelatin merupakan bahan penting yang berguna dalam produksi
makanan, sediaan farmasi dan industri fotografi serta keperluan teknis beragam. Hal
ini juga dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan
pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga
luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang
transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi
(Hastuti et al, 2007).
Gelatin larut dalam larutan air dari alkohol polihidrat seperti gliserol dan
propilen glikol. Gelatin tidak larut dalam pelarut organik yang kepolarannya kurang
seperti benzena, aseton, alkohol primer dan dimetilformamida.
Gelatin dapat disimpan dalam wadah kedap udara pada suhu kamar tetap untuk
jangka waktu yang lama. Ketika gelatin kering dipanaskan di atas suhu 45 ° C pada
kelembaban relatif tinggi (di atas 60% RH) kemampuan gelatin dalam membengkak
kemudian larut akan hilang.
Dua sifat yang paling berguna pada gelatin yaitu kekuatan gel dan
viskositasnya. Kemampuan keduanya akan menurun pada suhu di atas 40o C. Pada
pH tinggi dan degradasi enzim proteolitik, larutan gelatin akan mengalami degradasi
sehingga meningkatkan resiko munculnya mikroorganisme.
Gelatin terdiri dari 50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17% nitrogen dan 25,2%
oksigen.
a. Sifat Amfoter
Gelatin dalam larutan bersifat amfoter, mampu bertindak baik sebagai asam
atau sebagai basa. Pada larutan gelatin yang bersifat asam memiliki muatan
8
positif (kation) dalam medan listrik. Dalam larutan gelatin yang bersifat basa
memiliki muatan negatif (anion). pH terletak pada titik tengah di mana
muatan bersih adalah nol dan tidak ada gerakan yang terjadi, dikenal sebagai
Titik isoelektrik. Gelatin tipe A memiliki rentang titik isoelektrik yang luas
(pH 7 dan 9). Sedangkan Gelatin tipe B memiliki rentang isoelektrik yang
lebih sempit antara pH 4,7 dan 5,4.
b. Turunan kimia
Gelatin dapat diberi perlakuan secara kimia untuk mengubah sifat fisika dan
kimianya secara signifikan. Perubahan ini adalah hasil dari modifikasi
struktural dan atau reaksi kimia. Reaksi khas yang sering terjadi seperti
asilasi, esterifikasi, deaminasi, cross-linking dan polimerisasi, serta reaksi
sederhana dengan asam dan basa.
c. Kekuatan Gel
Pembentukan gel yang termoreversibel dalam air adalah salah satu sifat
gelatin yang paling penting. Ketika larutan gelatin dengan konsentrasi lebih
besar dari 0,5% didinginkan sampai suhu 35-40 ° C itu dapat meningkatkan
viskositas, dan membentuk gel. Kekuatan gel tergantung pada konsentrasi
gelatin, kekuatan intrinsik dari gelatin, pH, suhu, dan adanya zat tambahan.
d. Viskositas
Viskositas yang digunakan sesuai dengan konsentrasi dimana gelatin tersebut
akan digunakan. Distribusi berat molekul berperan penting dalam efek pada
viskositas yang mempengaruhi kekuatan gel. Beberapa gelatin dengan
kekuatan gel yang tinggi memiliki viskositas yang lebih rendah daripada
gelatin dengan kekuatan gel yang rendah. Viskositas larutan gelatin
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi gelatin dan dengan penurunan
suhu.
e. Warna
Warna gelatin tergantung pada sifat dari bahan baku yang digunakan. Dan
tergantung gelatin yang dihasilkan merupakan hasil ekstraksi pertama, kedua
atau ketiga.
9
pembuatan gelatin yang berasal dari tulang dapat dilakukan juga dengan
menggunakan cara asam yang lebih sederhana yang akhirnya juga menggeser pH
isoelektrik pada sekitar 5.5 – 6.0.
Secara ekonomis, proses asam lebih disukai dibandingkan dengan proses
basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan dalam proses asam relatif lebih
singkat yaitu (3-4 minggu) dibanding dengan proses basa (sekitar 3 bulan).
Setelah mengalami perendaman, bahan dinetralkan untuk kemudian
diekstraksi dan dipekatkan (evaporasi). Bahan yang telah mengalami pemekatan
dikeringkan untuk kemudian mengalami proses penggilingan atau penghancuran
menjadi partikel yang lebih kecil atau sesuai dengan standar tertentu (Hastuti et al,
2007).
iritasi selaput lendir, kompatibel dengan berbagai obat, basis meleleh atau
larut dalam cairan tubuh, dan basis harus stabil pada penyimpanan.
e. Emulsi Gelatin : Gelatin di industri digunakan sebagai stabilizer, agen
texturizing, pembentuk film, dan sebagai media pendukung koloid. Persiapan
emulsi minyak dengan gelatin yang digunakan topikal harus dipastikan
distribusi dan ukuran globlet stabil dalam penyimpanan.
f. Mikroenkapsulasi : Gelatin digunakan untuk menghasilkan minyak
mikroenkapsulasi untuk berbagai keperluan baik dalam gizi dan aplikasi
farmasi. Metode tradisional enkapsulasi dikenal sebagai koaservasi di mana
minyak terdispersi dengan bantuan gelatin pada antarmuka antara fase berair
dan fase berair. Contoh umum dari hal ini adalah suplemen vitamin untuk
berbagai makanan dan untuk multi-vitamin.
g. Media Pertumbuhan Bakteri : Setiap eksipien pada sediaan farmasi sering
ditemukan berbagai jenis bakteri. Gelatin farmasi dimurnikan dan disterilkan
untuk menghilangkan kekhawatiran ini. Namun, karena gelatin adalah berasal
dari kolagen, gelatin dapat digunakan sebagai nutrisi untuk bakteri.
terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan
keawetan buah. (Hastuti et al, 2007)
Tabel 2.1. Kegunaan Gelatin pada Makanan (GMIA, 2012)
Kegunaan Aplikasi
Pembentuk Gel Makanan penutup gel, daging, gula.
Whipping agent Marshmalllow, sifon, whipped cream
Pelindung koloid Es krim, makanan penutup beku
Agen pengikat Keju, produk beku
Clarifying agent Bir, wine, jus buah, cuka
Pembentuk film Pelapis untuk buah dan daging
Thickener Bubuk campuran minuman, kaldu, saus, sup, puding,
jeli, sirup, produk susu
Bahan Penolong Proses Mikroenkapsulasi warna, rasa, minyak, vitamin
Emulgator Sup krim, saus, perasa, pasta daging, whipped
cream, produk susus
Penstabil Krim keju, susu coklat, yogurt, pengisi krim
Agen Adesif untuk mengikat bumbu untuk produk daging.
Kegunaan Aplikasi
2.6. Toksisitas
Toksisitas adalah ilmu yang digunakan untuk memprediksi efek biologi atau
efek samping yang tidak diinginkan pada makhluk hidup sebagai akibat terpaparnya
senyawa kimia atau alam. Seperti terjadinya perubahan yang merugikan terkait
pengobatan yang mempengaruhi organisme dalam bertahan hidup, reproduksi atau
beradaptasi dengan lingkungan. Dengan demikian peran utama pengujian toksikologi
adalah untuk mengidentifikasi bahaya pada manusia sebagai konsekuensi dari
terpaparnya zat kimia juga dapat mengetahui hubungan antara dosis-respon toksik
untuk mengidentifikasi dosis toksiknya. (Hau dan Hoosier, 2003)
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari potensi bahan untuk menghasilkan
satu atau lebih efek yang merusak pada organisme. Beberapa zat terbukti mampu
menghasilkan efek samping untuk manusia dan hewan yang terpapar. Kerentanan,
rute, dosis, dan durasi paparan zat tertentu dapat mempengaruhi adanya efek samping
dan keparahannya. Pengujian toksisitas akut dilakukan untuk menentukan efek dari
paparan tunggal suatu zat. Efek akut biasanya menjadi nyata segera setelah suatu
paparan, meskipun tergantung pada bahan penyebab dan mekanisme aksinya, periode
laten mungkin mendahului manifestasi dari efek. Pengujian toksisitas subkronis dan
kronis dilakukan untuk mengetahui keberadaan efek yang menjadi jelas setelah durasi
paparan yang lama. Penting diketahui bahwa pada suatu bahan beracun, apakah
mereka menyebabkan efek akut atau jangka panjang, maka perlu diidentifikasi
dengan prosedur dan praktek yang berkembang dan diimplementasikan untuk
mencegah cedera dan penyakit. (Sass, 2016)
dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari
24 jam; apabila pemberian dilakukan secara berulang, maka interval waktu tidak
kurang dari 3 jam. (BPOM RI, 2014)
Toksisitas akut meliputi adanya efek samping yang terjadi pada periode waktu
yang singkat, umumnya selama 24 jam, yang muncul setelah adanya paparan suatu
senyawa dengan dosis tunggal atau beberapa dosis dalam jangka waktu 24 jam. Data
toksisitas akut tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat bahaya dari suatu
zat serta untu memberi pelabelan. Dengan demikian, parameter yang digunakan untuk
mengemukakan toksisitas akut merupakan nilai LD50. Dimana LD50 adalah dosis
yang menyebabkan kematian hewan uji sebesar 50% (Hau dan Hoosier, 2003)
Tujuan dari pengujian toksisitas akut meliputi :
1. Mengetahui tingkat bahayan hasil paparan zat uji
2. Menentukan kerentanan populasi atau spesies tertentu terhadap zat uji
3. Mengidentifikasi organ atau jaringan tertentu yang yang terganggu akibat zat
uji
4. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi resiko dari
zat uji
5. Memberikan informasi kepada dokter untuk meminimalisir pemberian obat
yang beresiko
(Sass, 2016)
Suatu senyawa dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai toksisitas akut. Nilai
toksisitas akut dinyatakan sebagai LD50. Hasil toksisitas akut dievaluasi berdasarkan
kriteria bahaya dari GHS (Globally Harmonised Classification System for Chemical
Substances and Mixtures) dan juga berdasarkan kategori dari Loomis. Kategori ini
bertujuan untuk penentuan kategori toksisitas akut bahan kimia serta untuk
pelabelannya.
17
Tidak ada
Simbol
symbol
Prinsip toksisitas akut yaitu pemberian secara oral suatu zat dalam beberapa
tingkatan dosis kepada beberapa kelompok hewan uji. Penilaian toksisitas akut
ditentukan dari kematian hewan uji sebagai parameter akhir. Hewan yang mati
selama percobaan dan yang hidup sampai akhir percobaan diotopsi untuk dievaluasi
adanya gejala-gejala toksisitas dan selanjutnya dilakukan pengamatan secara
makropatologi pada setiap organ. Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk
18
mengidentifikasi bahan kimia yang toksik dan memperoleh informasi tentang bahaya
terhadap manusia bila terpajan. Uji toksisitas akut digunakan untuk menetapkan nilai
LD50 suatu zat. (BPOM, 2014)
untuk Panduan 423 dan 425 adalah angka kematian, tetapi untuk Pedoman 420 itu
adalah pengamatan tanda-tanda jelas yang menunjukkan toksisitas (OECD,2001).
adalah 5, 50, 300, dan 2000 mg/kgBB. Pemberian sampel uji pada tiap kelompok
hewan dilakukan secara bertahap, dengan dosis awal yang terpilih diharapkan
menghasilkan mortalitas pada beberapa hewan. Kelompok hewan selanjutnya
diberikan dosis yang lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung pada kematian, sampai
tujuan dicapai, yaitu klasifikasi zat uji berdasarkan identifikasi dosis yang
menyebabkan kematian, kcuali bila tidak ada efek pada dosis tertinggi. Pengujian ini
meggunakan 3 hewan dari satu jeni kelamin dalam tiap kelompok. Rata-rata jumlah
hewa yang digunakan adalah 7, 6 hewan yang digunakan dalam limit test. (OECD,
2001).
terdapat tiga atau lebih hewan yang masih bertahan hidup maka dosis toksik sampel
lebih dari 2000 mg/kgBB atau 5000 mg/kgBB. Tetapi jika terdapat tiga atau lebih
hewan yang mati maka dilakukan pengujian main test.
Panduan ini juga menggunaka prosedur bertahap, tetapi menggunakan hewan
tunggal, dengan hewan pertama diberikan dosis di bawah estimasi dari LD50.
Tergantung pada hasil dari hewan sebelumnya, jika hewan hidup maka dosis
dinaikkan namun jika hewan mati maka dosis diturunkan. Penambahan dan
pengurangan dosis disesuaikan dengan factor 3,2 yaitu 175, 550, 1750, 5000
mg/kgbb. Urutan ini berlanjut sampai ada pembalikan dari hasil awal, kemudian dosis
yang diberikan pada hewan selanjutnya mengikuti prinsip up and down sampai salah
satu dari kriteria stop terpenuhi.
Kriteria stop yang dimaksud adalah :
a. 3 hewan berturut-turut bertahan di atas batas dosis
b. 5 pengulangan terjadi pada 6 hewan yang diujikan Dimulai dari dosis terendah
saat ditemukan hewan uji yang hidup, setelah itu dilakukan uji pada konsentrasi
diatas dosis terendah tersebut dan uji pada kedua konsentrasi ini dilakukan
sebanyak 2 kali
c. Terjadi 3 kali kematian pada 4 konsentrasi yang sama
Pengujian ini menggunakan satu hewan dari satu jenis kelamin. Pemodelan
statistic menunjukkan bahwa rata-rata jumlah hewan yang digunakan dalam
pengujian ini adalah sekitar 6-9 hewan dan 5 hewan yang digunakan dalam limit test.
Prosedur pengujian yang dijelaskan dalam metode ini adalah meminimalkan
jumlah hewan yang diperlukan untuk memperkirakan toksisitas akut oral bahan
kimia. Selain untuk mengestimasi interval LD50, pada uji ini juga dapat dilakukan
pengamatan terhadap tanda-tanda toksisitas. (OECD, 2008)
Untuk ketiga panduan tersebut, pengamatan klinis yang cermat harus dilakukan
setidaknya dua kali pada hari pemberian dosis atau lebih sering ketika menunjukkan
respon dari hewan, dan setidaknya sekali sehari setelahnya. Pengamatan tambahan
dilakukan jika hewan terus menunjukkan tanda-tanda toksisitas. Pengamatan meliputi
perubahan kulit dan bulu, mata dan selaput lender, pernapasan, peredaran darah,
22
system saraf pusat dan otonom, aktivitas somatomotor dari tingkah laku. Pengamatan
tambahan dibutuhkan jika terdapat hewan yang menunjukkan tanda-tanda keracunan.
Pengamatan yang dilakukan meliputi tremor, konvulsi, salivasi, diare, letargi,
sedative dan koma. Jika terdapat hewan yang dalam keadaan hampir mati dan
menunjukkan kesakitan hebat atau menunjukkan stress hebat sebaiknya dibunuh dan
dianggap dalam interpretasi hasil dengan cara yang sama seperti hewan mati pada
pengujian.
23
Masa berlaku Dihapuskan pada tahun 2002 Masih berlaku Masih berlaku Masih berlaku
metode
Botham (2002) dan Sass (2000)
24
2.9.3.2. Ginjal
Ginjal adalah organ yang berperan mengatur keseimbangan cairan tubuh serta
mengeksresi kelebihannya yaitu air kemih. DI dalam ginjal terdiri 3 proses rangkaian
penting, yaitu proses filtrasi, reabsorbsi dan augmentasi. Ginjal terdiri dari tiga bagian
utama, meliputi korteks (bagian luar), medulla (sumsum ginjal) dan pelvis renalis
(rongga ginjal) (Utomo, 2013).
Bagian korteks mengandung banyak nefrin. Nefron merupakan unit
fungsional dan structural dari ginjal dan ginjal terdiri dari ribuan nefron. Tiap nefron
terdirir dari dua bagian, yaitu korpus renalis dimana plasma darah difiltrasi dan
tubulus renalis yang mengabsirpsi dan mensekresi cairan yang lewat. Korpus renalis
dibagi menjadi dua bagian yait glomerulus (kapiler glomerulus) dan kapsula Bowman
yang mengelilingi kapiler glomerulus. Sedangkan tubulus renalis dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu tubulus proksimal, lengkung henle, dan tubulus distalis (Tortora, 2005).
yang didapatkan yaitu lebih dari 5000 mg/kgBB serta tidak muncul adanya kematian
dan tanda sakit atau stress (Kimani et al, 2014).
Pada dasarnya, uji toksisitas harus dilakukan terhadap semua zat yang
diaplikasikan ke makhluk hidup, tidak hanya dilakukan pada ekstrak tanaman. Salah
satu contohnya adalah gelatin. Gelatin sangat berguna dan sering diaplikasikan dalam
sediaan farmasi. Salah satu jenis gelatin yang telah diuji toksisitasnya yaitu gelatin
kulit ikan patin Siam (Pangasius hypophthalmus). Uji toksisitas yang dilakukan pada
gelatin ini yaitu bersifat subkronik dimana paparan zat yang diberikan kepada hewan
uji yaitu selama 4 minggu. Terdapat beberapa parameter yang dilakukan pada
penelitian ini untuk mengetahui keamanan gelatin ini. Dan hasilnya menunjukkan
bahwa pada dosis gelatin 48 mg/kgBB sudah mulai mempengaruhi kadar GOT.
Namun untuk kerusakan yang terjadi pada organ target tidak mempengaruhi secara
bermakna terhadap pemberian gelatin kulit ikan patin siam ini (Rachmawati et al,
2011).
29
BAB 3
METODE PENELITIAN
Maksimal penggunaan hewan pada limit test ini yaitu 5 ekor. Dan jika
terdapat 3 hewan uji yang hidup, maka limit test ini dapat dihentikan dan bisa ditarik
kesimpulan bahwa nilai LD50 gelatin sapi yaitu sebesar >5000mg/kgbb. Pengamatan
yang meliputi bobot badan dan tanda-tanda toksisitas dilakukan hingga hari ke-14.
Tikus yang masih bertahan hidup sampai hari ke 14, dimatikan dengan cara
inhalasi menggunakan eter. Setelah tikus mati, kemudian dilakukan pembedahan
untuk mengambil organ hati pada tikus betina. Pengambilan organ hati tikus betina
dilakukan sebagai berikut :
a) Tikus betina yang telah mati ditelentangkan pada papan bedah
b) Kulit perut bagian bawah diangkat dengan pinset, kemudian pada bagian
tersebut digunting menggunakan gunting bedah
c) Pengguntingan tersebut dilanjutkan kearah perut atas sisi kanan dan kiri hingga
ke bagian bawah kedua kaki depan tikus sehingga seluruh bagian rongga perut
tikus terlihat
d) Organ yang diambil adalah hati dan ginjal
3.4.5.1 Organ Hati (Andreas, Trianto dan Ilmiwan, 2015)
Organ hati yang telah diambil di hari ke-15 dibuat preparat histologinya dan
diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 400x. Pada tiap preparat histologi hati,
diambil 10 lapang pandang dan diamati kerusakan selnya. Kerusakan yang ditemui
kemudian diberi skoring untuk mengetahui derajat kerusakannya.
Skoring : 0 : tidak terdapat degenerasi sel pada hati
1 : terjadi degenerasi sel di satu tempat
2 : terjadi degenerasi sel di beberapa tempat
3 : terjadi degenerasi sel di seluruh tempat
3.4.5.2 Organ Ginjal (Leehey et al, 2008)
Organ ginjal yang telah diambil di hari ke-15 dibuat preparat histologinya
dan diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 200x. Pada tiap preparat histologi
ginjal, diambil 30 glomerulus dan diamati kerusakan selnya. Kerusakan yang ditemui
kemudian diberi skoring untuk mengetahui derajat kerusakannya.
Skoring : 0 : glomerulus normal
1 : vasodilatasi kapiler
2 : atrofi glomerulus (sclerosis)
34
BAB IV
Tabel 4.1 Nilai LD50 Gelatin Sapi GF dengan software AOT 425 StatPgm
BAHAN UJI : GELATIN SAPI GOLONGAN FARMASETIK
TIPE TEST : LIMIT TEST
No Dosis Respon Jangka Pendek Respon Jangka Panjang
1. 5000 mg/kgbb O O
2. 5000 mg/kgbb O O
3. 5000 mg/kgbb O O
Keterangan : O : hewan hidup, X : hewan mati
Sampel uji gelatin sapi golongan pro analisis (PA) diuji toksisitasnya pada
tiga tikus betina menggunakan metode Up and Down Procedure dengan dosis
tunggal 5000 mg/kgbb (OECD, 2008).. Setelah dilakukan pengamatan selama 14
hari, tidak terdapat pula tikus yang mengalami kematian, sehingga nilai LD50 gelatin
sapi golongan pro analisis adalah lebih dari 5000 mg/kgbb. Penentuan ini
menggunakan software AOT 425 StatPgm. Nilai LD50 ini termasuk senyawa yang
praktis tidak toksik.
Tabel 4.2 Nilai LD50 Gelatin Sapi PA dengan software AOT 425 StatPgm
BAHAN UJI : GELATIN SAPI GOLONGAN PRO ANALISIS
TIPE TEST : LIMIT TEST
No Dosis Respon Jangka Pendek Respon Jangka Panjang
1. 5000 mg/kgbb O O
2. 5000 mg/kgbb O O
3. 5000 mg/kgbb O O
Keterangan : O : hewan hidup, X : hewan mati
Perubahan bobot pada tikus uji dianalisa menggunakan analisa statistik Uji
Kruskal Wallis. Dan hasil analisis ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna antara bobot tikus kontrol, tikus uji dengan gelatin golongan farmasetik
dan pro analisis (p ≥ 0,05) . Hal ini menjelaskan pula bahwa dengan pemberian
gelatin sapi golongan farmasetik dan pro analisis tidak mempengaruhi bobot tikus
(Lampiran 10).
Hati
Ginjal
Skoring yang dilakukan pada histopatologi organ hati dan ginjal kemudian
dianalisis menggunakan statistik. Pengujian statistik menggunakan Uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara
histopatologi organ hati pada kelompok kontrol, kelompok uji gelatin sapi golongan
farmasetik dan pro analisis (p ≥ 0,05). Begitu pula pada histopatologi organ ginjal,
bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol, kelompok uji
gelatin sapi golongan farmasetik dan pro analisis (p ≥ 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian gelatin sapi golongan farmasetik maupun pro analisis tidak
mempengaruhi histopatologi organ hati dan ginjal.
4.3 Pembahasan
Uji toksisitas akut ini dilakukan karena gelatin sapi sangat umum digunakan
sebagai zat tambahan pada sediaan makanan dan farmasi. Pada bidang farmasi sendiri
penggunaan gelatin dapat menjadi zat tambahan dalam pembuatan berbagai sediaan
farmasi seperti tablet, suppositoria, kapsul, emulsi dan lain sebagainya.
Salah satu parameter penentuan keamanan suatu senyawa adalah menentukan
nilai LD50. Persyaratan nilai LD50 dari gelatin telah dicantumkan dalam Handbook of
Pharmaceutical Excipients. Namun, untuk nilai LD50 secara spesifik gelatin sapi
belum diketahui sehingga perlu dilakukan uji toksisitas terhadap gelatin sapi untuk
mengetahui tingkat keamanan dari gelatin sapi tersebut. Pada penelitian ini gelatin
sapi yang digunakan yaitu golongan famasetik dan pro analisis. Sampel uji yang
digunakan adalah gelatin sapi golongan farmasetik (Gelita) dan gologan pro analisis
(Sigma Aldrich).
40
Pada uji toksisitas akut yang dilakukan pada gelatin sapi menggunakan
metode Up and Down Procedure (UDP). Metode ini merupakan salah satu metode
alternatif dalam pengujian toksisitas akut yang dikeluarkan oleh OECD. Jika
dibandingkan dengan metode konvensional, metode UDP ini menggunakan hewan
yang relatif lebih sedikit, bahkan sepertiga dibanding dengan metode konvensional.
Selain itu dapat menentukan estimasi nilai LD50 jika dibandingkan dengan metode
lain yang hanya dapat menentukan rentang nilai LD50 (Erkekoglu, 2011). Metode
UDP ini juga telah divalidasi untuk memastikan keakuratan metode dan hasil yang
nantinya akan didapatkan (Ningrum, 2012).
Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Sprague Dawley berusia
8-12 minggu pada saat pemberian zat uji. Jenis kelamin hewan uji juga
mempengaruhi respon dalan toksisitas akut. Betina cenderung lebih sensitif dalam
memunculkan tanda-tanda toksisitas dibandingkan jantan (Lipnick,1995). Tikus
betina yang digunakan dalam keadaan belum pernah menikah dan tidak sedang hamil
(OECD, 2008). Galur Sprague Dawley dipilih karena merupakan galur yang paling
sering digunakan untuk penelitian serta memiliki sifat tenang dan mudah dikontrol
Selain itu galur ini bersifat lebih sensitif dibandingkan galur Wistar (Zmarowski, et
al., 2013). Selain itu penelitian ini telah lolos Kaji Etik di Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (Lampiran 2).
Sampel uji gelatin yang diberikan kepada hewan uji dipilih menggunakan rute
oral. Rute oral dipilih karena disesuaikan dengan aplikasi umum gelatin dalam
sediaan farmasi seperti tablet, kapsul, dan emulsi. Untuk mempermudah pemberian
zat uji ke hewan uji, serbuk gelatin dilarutkan terlebih dahulu dengan akuades.
Menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients, air yang biasa disebut akuades
sangat penting untuk kehidupan biologis dan keamanannya dalam formulasi sediaan
farmasi tidak perlu diragukan lagi. Selain itu, di dalam Handbook of Toxicology
disebutkan bahwa air merupakan salah satu zat pembawa yang tidak toksik dan tidak
mengiritasi dalam pemberian rute oral (Carol, 1995). Pembuatan larutan koloid
gelatin dilakukan pada suhu 60o C dan pemberian pada hewan uji dilakukan saat
41
koloid gelatin masih bersuhu 30o C untuk mencegah pembentukan gel yang akan
mempersulit pemberian zat uji.
Uji toksisitas akut ini dilakukan pada hewan kontrol dan hewan uji untuk tiap
sampel yang digunakan. Tikus uji yang digunakan terlebih dahulu diaklimatisasi
selama 14 hari untuk proses adaptasi terhadap kondisi yang baru. Selama masa
aklimatisasi tersebut, tikus diberi makan dan minum (ad libitum). Serta diamati pula
perubahan bobot badan tikus. Karena pemberian zat uji diberikan secara oral, hewan
uji harus dipuasakan terlebih dahulu selama semalaman karena dengan adanya
makanan atau zat kimia lainnya yang berada di saluran pencernaan dikhawatirkan
akan ada reaksi antar senyawa (Jothy et al, 2011). Saat pemberian zat uji, tikus
ditimbang bobot badannya terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan dosis. Dan
setelah zat uji selesai diberikan, tikus tetap dipuasakan selama 4 jam. Serta
pengamatan dilakukan selama 14 hari.
Dalam metode UDP, tahap awal yang dilakukan adalah limit test. Dimana
pada tahap ini hanya dilakukan pada sampel uji yang telah diinformasikan bahwa
bersifat tidak toksik. Maksimal penggunaan hewan pada limit test adalah lima ekor.
Menurut Handbook of Pharmaceutical Excipient disebutkan bahwa gelatin memiliki
persyaratan nilai LD50 yaitu 5000 mg/kgbb. Maka, pada limit test, gelatin sapi diuji
toksisitasnya menggunakan dosis 5000mg/kgbb.
Pada prinsipnya, tahap limit test ini tidak bertujuan untuk menentukan suatu
nilai pasti LD50, namun tahap ini dapat sebagai acuan dalam mengklasifikasikan dosis
gelatin sapi kelas farmasetik dan pro analisis yang membuat hewan uji masih
bertahan hidup (Jothy et al, 2011). Setelah dilihat respon hewan uji terhadap sampel,
ternyata 3 hewan uji pertama yang dipakai tidak mengalami kematian sehingga limit
test dapat dihentikan dan tidak perlu dilakukan perlakuan pada tikus lainnya. Karena
pada limit test pengujian gelatin sapi golongan farmasetik dan pro analisis ini tidak
terdapat hewan uji yang mati, maka uji toksisitas yang dilakukan hanya cukup sampai
limit test dan tidak perlu dilakukan main test (OECD, 2008).
Nilai LD50 ditentukan menggunakan software AOTStat425Pgm yang hasilnya
menunjukkan bahwa nilai LD50 gelatin sapi golongan farmasetik dan pro analisis
42
dengan sebelum diberikan zat uji dan hewan kontrol. Pengaruh gelatin sapi terhadap
tanda-tanda toksisitas belum pernah dilakukan sebelumnya. namun untuk senyawa
yang memiliki kemiripan dengan gelatin seperti kolagen dan kitosan yang merupakan
eksipien yang berasal dari bagian tubuh hewan telah dilakukan pengamatan tanda-
tanda toksisitasnya. Menurut Marone et al (2010) pada uji toksisitas akut oral kolagen
tidak ditemukan adanya tanda-tanda toksisitas. Begitu pula pada penelitian Pokharkar
et al (2009) yang menguji toksisitas kitosan, hasil yang diperoleh menujukkan bahwa
tidak ditemukan pula tanda-tanda toksisitas ataupun perubahan perilaku pada hewan
uji.
Untuk mengamati kerusakan hewan uji terhadap zat uji, pada hari ke-15
hewan uji dilakukan terminasi. Pengamatan dilakukan pada histopatologi organ hati
dan ginjal. Organ hati dan ginjal sangat penting untuk diamati karena kedua organ
tersebut bertugas dalam menjalankan fungsi proses pencernaan. Organ hati yang
merupakan organ terbesar dan tempat utama dalam metabolisme dan detoksifikasi
obat atau senyawa lainnya. Jika terdapat penumpukan bahan-bahan toksik dalam
parenkim hati maka dapat melukai sel hepatosit dan menyebabkan terjadinya
perubahan histopatologis yang bervariasi. Sedangkan ginjal yang berfungsi sebagai
organ ekskresi dapat menjadi organ sasaran utama dari efek toksik karena peranannya
dalam mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, kemudian filtrat dibawa melalui sel
tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu (Utomo, 2015).
Hisopatologi organ hati diamati pada 10 lapang pandang di tiap preparat
(Andreas et al, 2015). Pada organ hati tikus kontrol, susunan sel-sel hepatosit
bermuara ke vena sentralis dengan normal dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda
patologi. Sedangkan pada organ hati hewan uji, telihat adanya kelainan struktur sel
hati. Kebanyakan, kerusakan histologi hati akibat paparan senyawa yang toksik
meliputi perlemakan hati, kematian sel hati, dan lesi hepatobiliari (Amacher, 1998).
Pada pemberian gelatin sapi golongan farmasetik maupun pro analisis memiliki
kelainan patologis pada hati yang sama. Terlihat adanya tanda awal perlemakan di
hati yaitu terjadi degenerasi sel yang ditandai dengan adanya pelebaran pada asinus.
Secara teori, terjadinya degenerasi sel pada tikus uji terjadi akibat akumulasi bahan
44
toksik dan metabolit lain menyebabkan degenerasi sel (Tatukude, Loho dan Lintong,
2014). Selain itu juga ditemukan sedikit adanya perlemakan yang sudah terbentuk.
Adanya akumulasi lemak di hati merupakan salah satu tipe kerusakan oleh toksin
yang menyebabkan steatosis makrovesikular atau mikrovesikular. Steatosis
merupakan kerusakan hati yang bersifat reversible dimana kerusakan tersebut dapat
kembali normal bila penyebab kerusakan (paparan zat) dihentikan. namun terdapat
kemungkinan akan adanya perubahan sekunder atau bahkan menyebabkan kematian
sel (Amacher, 1998). Histopatologi organ hati yang muncul pada hewan uji diberi
skoring untuk mengetahui derajat kerusakan organ hati (Lampiran 13). Meskipun
ditemukan beberapa kerusakan, hasil analisis statistik dengan Uji ANOVA
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,5) dengan
pemberian gelatin sapi golongan farmasetik maupun pro analisis terhadap kerusakan
organ hati (Lampiran 14).
Organ ginjal pada tikus kontrol menunjukkan sel yang normal dan tidak
terlihat adanya gangguan. Namun pada tikus uji yang diberikan gelatin sapi golongan
farmasetik ditemukan adanya atrofi pada glomerulus. Begitu pula yang terjadi pada
histopatologi organ ginjal tikus uji gelatin sapi pro analisis yang juga terjadi atrofi
glomerulus, hal ini ditandai dengan melebarnya ruang antara kapsula bowman dan
glomerulus akibat mengkerutnya glomerulus. Munculnya atrofi glomerulus yang
terjadi, disebabkan akibat masuknya senyawa-senyawa yang bersifat toksik ke dalam
filter glomerulus yang menyebabkan pengecilan morfologi ginjal dan aktivitas sel-sel
tubuli yang menjadi barier dari filter glomerulus. Adanya atrofi glomerulus
menggambarkan adanya reaksi antara makromolekul yang terfiltrasi dengan dinding
filter glomerulus (Mansuroh, 2013), sedangkan kondisi tubulus proksimal pada kedua
hewan uji terlihat normal dan tidak terjadi adanya kerusakan. Pada histopatologi
ginjal, hanya ditemukan kerusakan pada glomerulus, maka dilakukan skoring
terhadap kerusakan glomerulus ginjal (Lampiran 16) yang diambil dari 30 glomerulus
di tiap preparat (Leehey et al, 2008). Hasil analisis statistik menggunakan Uji
ANOVA terhadap skoring histopatologi organ ginjal menunjukkan bahwa tidak ada
45
tidak adanya tanda-tanda toksisitas yang muncul, serta histopatologi organ hati dan
ginjal dengan perbedaan yang tidak bermakna.
Jika dilihat dari hasil penelitian di atas, pemberian gelatin sapi golongan
farmasetik dan pro analisis tidak memiliki perbedaan secara bermakna. Secara teori,
gelatin sapi golongan pro analisis memang bukan dimaksudkan untuk tujuan
konsumsi, namun gelatin sapi golongan ini digunakan untuk kultur sel pada analisis
di tingkat biomolekul (IACUC, 2015). Selain itu, perbedaan golongan dari kedua
gelatin ini yaitu tingkat kemurniannya, dimana golongan pro analisis memiliki
kemurnian yang lebih tinggi sehingga diduga bahwa pada proses ekstraksi gelatin
tidak terlalu memperhatikan profil keamanannya jika dibandingkan dengan gelatin
sapi golongan farmasetik.
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya :
1. Nilai LD50 yang didapat dari hasil uji toksisitas akut gelatin sapi golongan
farmasetik maupun pro analisis memiliki nilai lebih besar dari 5000
mg/kgbb sehingga kedua golongan ini merupakan senyawa yang tidak
toksik
2. Pengamatan tanda-tanda toksisitas yang dilakukan pada tikus yang
diberikan gelatin sapi golongan farmasetik maupun pro analisis terlihat
normal jika dibandingkan dengan sebelum pemberian dan tikus kontrol
3. Secara mikroskopis, kerusakan histopatologi organ hati dan ginjal tikus
betina pada pemberian gelatin sapi golongan farmasetik dan pro analisis
tidak memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≥
0,05).
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas yang dilakukan
pada hewan uji jantan dan betina. Selain itu perlu dilakukan uji toksisitas subkronik
dan kronik untuk mengetahui pengaruh penggunaan dalam jangka waktu yang lama
terhadap perubahan bobot badan, tingkah laku, dan kerusakan pada organ sasaran
dengan pemberian Gelatin Sapi.
48
DAFTAR PUSTAKA
Andreas, Trianto dan Ilmiwan. 2015. Gambaran Histologi Regenerasi Hati Pasca
Penghentian Pajanan Monosodium Glutamat pada Tikus Wistar. Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.Vol. 3, No. 1, Hal 2
Botham, Philip A. 2003. Acute Systemic Toxicity- prospect for tiered testing
strategies. Toxicology in Vitro 18. 227-230
BPOM RI. 2014. Peraturan Kepala dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 20-31
Dellman. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner Edisi III. Terj dari Text Book of
Hystology Veteriner oleh Hartono. Jakarta : UIN Press, 411-445
Erkekoglu, Giray, dan Basaran . 2011. 3R Principle and Alternative Toxicity Testing
Methods. FABAD Journal of Pharmaceutical Science, Vol 36, pp. 101-117
Guyton, A.C., Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedoteran edisi ke-9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC., 156-168, 244-260
Hastuti et al. 2007. Pengenalan dan Proses Pembuatan Gelatin. MEDIAGRO. Vol 3
No 1. Suhenry, Sri, dkk. 2015. Proses Pembuatan Gelatin dari Kulit Kepala
Sapi dengan Proses Hidrolisis Menggunakan Katalis HCl. Program Studi
Teknik Kimia, FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta. Hal 4-6
Hau dan Hoosier. 2003. Handbook of Laboratory Animal Science. Second Edition.
Volume 2. United States of America : CRC Press
Jothy et al. 2011. Acute Oral Toxicity of Methanolic Seed Extract of Cassia fistula in
Mice. www.mdpi.com/journal/molecules. ISSN 1420-3049, pp 5268-5282
Kamal et al. 2012. Acute Toxicity Study of Standardized Mitragyna speciosa Korth
Aqueous Extract in Sprague Dawley Rats. Journal of Plant Studies; Vol. 1,
No. 2; 2012 ISSN 1927-0461, pp 120-129
Kimani et al. 2014. Safety of Prosopis juliflora (Sw.) DC.(Fabaceae) and Entada
leptostachya Harms (Leguminosae) Extract Mixtures Using Wistar Albino
Rats. British Journal of Pharmaceutical Research. 4(21): 2475-2483, 2014
ISSN: 2231-2919
Krinke, G.J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA:Academic Press. Hal:150-152
Lehninger. 1990. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hal. 178 –
183.
Lipnick, et al. 1995. Comparison oh the Up and Down, Conventional LD50, and
Fixed-Dose Acute Toxicity Procedures.Fd Chem Toxic.Vol.33, No.3 pp.223-
231
Loomis dan Hayes. 1996. Loomis's Essentials of Toxicology .Fourth Edition. London
: Academic Press, Inc
Mansuroh, Farichah. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Kulit Akar Ginseng
Kuning (Rennellia elliptica Korth.) terhadap Mencit (Mus musculus). Skripsi.
FKIK : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ningrum, Sri Rahayu Widya. 2012. Validasi Uji Toksisitas Akut Metode
Organization For Economic Cooperation And Development (OECD) 425
Pada Mencit Betina Menggunakan Tembaga (Ii) Sulfat Pentahidrat. Skripsi.
FMIPA: Universitas Indonesia
Pokharkar et al. 2009. Acute and Subacute Toxicity Studies of Chitosan Reduced
Gold Nanoparticles: A Novel Carrier for Therapeutic Agents. Journal of
Biomedical Nanotechnology Vol.5, 1–7, 2009
Rachmawati et al. 2011. Toksisitas Subkronik Gelatin Kulit Ikan Patin Siam
(Pangadius hypophthalmus) terhadap Mencit (Mus musculus). Jurnal
Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni
2011, hal 81-90
Rasyid, M., Usmar, dan Subehan. 2011. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol
Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.) pada Mencit. Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sabbani, Ramesh dan Shobharani. 2015. Acute Oral Toxicity Studies of Ethanol Leaf
Extract of Derris Scandens & Pulicaria Wightiana in Albino Rats.
International Journal of Pharmacological Research. ISSN : 2277-3312
Sass, Neil. 2000. Humane Endpoints and Acute Toxicity Testing. ILAR Journal
Volume 41, Number 2. 114-123
Sengupta, Pallav. 2013. The Laboratory Rat: Relating Its Age with Human’s.
International Journal of Preventive Medicine, Vol 4, No 6. Hal 624-630
Tatukude, Loho dan Lintong. 2014. Gambaran histopatologi Hati Tikus Wistar yang
Diberikan Boraks. Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 2, Nomor 3, pp 6
Tortora GL. Principles of Human Anatomy. Ed ke-10. USA: John Wiley & Sons, Inc
U.S. Department of Health and Human Services Food and Drug Administration.
2005. Guidance for Industry Nonclinical Studies for the Safety Evaluation of
Pharmaceutical Excipients. United States
Utomo, Budi. 2015. Pengaruh Pemberian Gelatin Tulang Ayam terhadap Gambaran
Makroskopis Hati dan Ginjal Mencit. Skripsi Fakultas Peternakan :
Universitas Hasanuddin
Whishaw, Haun dan Kolb. 1999. Analysis of Behavior in Laboratory Rodents. dalam
: Modern Techniques in Neuroscience Research. Canada : University of
Lethbridge, Department of Psychology, . Chapter 44. 1243-1275
53
Zmarowski, Amy, et al., 2013. Differential Performance of Wistar Han and Sprague
Dawley Rats in Behavioral Tests: Differences in Baseline Behavior and
Reactivity to Positive Control Agents. WIL Research Europe, B.V., ’s-
Hertogenbosch, The Netherlands
54
Larutan gelatin
didinginkan hingga
Dilarutkan dalam 4
750 mg gelatin suhu 30o C dan
ml Aquades pada
ditimbang diberikan kepada
suhu diatas 60o C
hewan uji pada
suhu tersebut
2. Uji Toksisitas
Limit Test
Sebelum pemberian
dosis, tikus 4 ml larutan gelatin Amati tanda
diaklimatisasi diadministrasikan toksisitas pada tikus
selama 10 hari dan ke satu hewan uji tiap 30 menit
dipuasakan secara oral selama 4 jam
semalaman
Tikus pertama
Setelah diamati
hidup, maka 2 tikus
selama 14 hari, Amati kematian
lainnya diberi
ketiga tikus tetap selama 2 hari
perlakuan yang
hidup
sama
𝑚𝑔
5000 ( ) 𝑥0,16 (𝑘𝑔)
𝑘𝑔𝐵𝐵
4𝑚𝑙 = 𝑚𝑔
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 800𝑚𝑔/4𝑚𝑙
= 200 mg/ml
Larutan gelatin sapi diberikan kepada hewan uji dengan VAO 4 ml. Hal ini
disebabkan kelarutan gelatin sapi dalam aquades adalah 1:5 dan dosis uji yang
digunakan sangat besar. Sehingga 800 mg serbuk gelatin didispersikan dalam
4 ml akuades bersuhu 60o C. Dan konsentrasi zat uji yang diberikan yaitu
sebesar 200 mg/ml.
61
Nilai LD50 kurang dari 5000mg/kgbb adalah ketika 3 atau lebih hewan mati hidup
setelah pemberian dosis uji ;
O XO XX
O OX XX
O XX OX
O XX X
Nilai LD50 lebih dari 5000mg/kgbb adalah ketika 3 atau lebih hewan hidup setelah
pemberian dosis uji ;
O OO
O XO XO
O XO O
O OX XO
O OX O
O XX OO
O : hidup
X : mati
62
Rerata bobot ±
Kelompok Rerata bobot tikus (gram) SD
Kontrol 1 168,46
187,7 ± 27,20
Kontrol 2 206,93
GF 1 162,2
GF 3 162,4
PA 1 186,86
PA 3 176,46
66
Hari_0 Hari_1 Hari_2 Hari_3 Hari_4 Hari_5 Hari_6 Hari_7 Hari_8 Hari_9 Hari_10 Hari_11 Hari_12 Hari_13 Hari_14
N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Mean 166.0000 168.5000 171.5000 174.0000 174.3750 175.0000 176.8750 177.0000 179.1250 180.3750 181.8750 182.8750 183.0000 184.5000 187.1250
a,b
Normal Parameters Std. 14.19255 15.75708 12.53566 13.50132 15.62907 12.82854 13.76785 15.82945 15.36636 15.09908 14.78839 16.17262 16.30951 16.87771 15.93233
Deviation
Absolute .176 .338 .171 .177 .209 .219 .203 .251 .201 .182 .144 .222 .250 .215 .203
Most Extreme Differences Positive .176 .338 .171 .177 .209 .219 .203 .251 .201 .182 .144 .222 .250 .215 .203
Negative -.156 -.196 -.141 -.133 -.147 -.138 -.140 -.125 -.119 -.139 -.110 -.132 -.122 -.164 -.115
Kolmogorov-Smirnov Z .498 .956 .484 .501 .590 .619 .575 .710 .570 .514 .406 .629 .707 .607 .575
Asymp. Sig. (2-tailed) .965 .321 .974 .963 .877 .838 .896 .694 .902 .954 .997 .824 .699 .855 .896
Keputusan : Karena terdapat (p≤0,05) maka dapat disimpulkan bahwa data bobot
tikus tidak homogen, maka uji homogenitas bobot tikus dari hari ke-0 sampai hari ke-
14 dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis
68
Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤0,05 maka Ho ditolak
Test Statisticsa,b
Hari_0 Hari_1 Hari_2 Hari_3 Hari_4 Hari_5 Hari_6 Hari_7 Hari_8 Hari_9 Hari_10 Hari_11 Hari_12 Hari_13 Hari_14
Chi-Square 3.128 2.889 1.490 2.694 1.806 2.249 3.806 2.694 2.249 3.806 3.806 3.261 3.261 3.806 1.806
Df 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Asymp. Sig. .209 .236 .475 .260 .405 .325 .149 .260 .325 .149 .149 .196 .196 .149 .405
Keputusan : Data bobot tikus kelompok uji dan kelompok kontrol tidak berbeda secara bermakna (p≥0,05)
69
Keterangan :
Piloereksi Bulu hewan terlihat keras atau tegak sebagian
Konvulsi Otot-otot hewan mungkin kaku aau lembek. Hal ini berlangsung selama beberapa
detik atau mungkin lebih lama. Jika kejang berlangsung selama lebih dari satu
menit dan diulangi selama 5 kali sehari, maka hewan harus dibunuh
Tremor Hewan dapat menunjukkan otot berkedut atau gerakan kulit yang cepat
Nyeri Tikus yang nyeri akan menyipitkan bagian orbital, melipat daun telinga ke bagian
dalam dan menjauhkan kumisnya dari wajah
Mata (grooming) Hewan akan mengeluarkan cairan berwana merah yang keluar di dekat matanya.
Secara normal, hewan akan melakukan perawatan diri (grooming) dengan cairan
ini.
Refleks daun Dengan mencubit daun telinga biasanya hewan akan mengguncang kepalanya. Jika
telinga tidak ada reflex maka adanya ketidaknormalan
Salivasi Salivasi yang berlebhan atau abnormal ditandai dengan kegagalan untuk menelan
merupakan respon terhadap paparan zat uji.
Lakrimasi Merupakan peningkatan produksi air mata pada tikus. Cairan merah yang keluar
dari matanya mengindikasikan tikus mengalami stress.
Hiperaktivitas Merupakan reaksi yang berlebihan akibat adanya sentuhan atau suara. Bisa terjadi
akibat ketakutan berlebih atau perubahan neuronal
1. : Vena sentralis
: Sel hepatosit
normal
Jaringan Normal
2. : Vena sentralis
: Sel hepatosit
normal
Jaringan Normal
3. : Pelebaran asinus
(degenerasi sel)
4. : terjadi
perlemakan
: Pelebaran asinus
(degenerasi sel)
5. : terjadi
perlemakan
: Pelebaran asinus
(degenerasi sel)
6. : Pelebaran asinus
(degenerasi sel)
7. : Pelebaran asinus
(degenerasi sel)
8. : Pelebaran asinus
(degenerasi sel)
Sampe LP 1 LP 2 LP 3 LP 4 LP 5 LP 6 LP 7 LP 8 LP 9 LP 10 Rata-rata
l
GF1 3 2 2 2 2 1 2 1 0 2 1,7
GF2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1,3
GF3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,2
PA1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1
PA2 0 2 1 2 0 2 2 2 2 2 1,5
PA3 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1,7
K1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0,3
K2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0
Hipotesis :
Ho = Data skoring histopatologi organ hati terdistribusi normal
Ha = Data skoring histopatologi organ hati tidak terdistribusi normal
2.210 2 5 .205
3. Uji ANOVA
Tujuan : untuk menentukan ada tidaknya perbedaan pada histopatologi organ hati
tikus pada seluruh kelompok hewan uji
Hipotesis :
Ho : Derajat kerusakan histopatologi hati tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha : Derajat kerusakan histopatologi hati tikus berbeda secara bermakna
ANOVA
skoring
Keputusan : Skoring histopatologi organ hati tikus kelompok uji gelatin sapi
golongan farmasetik dan pro analisis tidak berbeda secara bermakna
dibandingkan terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)
78
4. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap skoring histopatologi organ hati
Tujuan : Untuk mengetahui letak perbedaan data skoring histopatologi organ hati
Hipotesis Ho: Data skoring histopatologi organ hati tidak memiliki perbedaan
Ha: Data skoring histopatologi organ hati memiliki perbedaan
Multiple Comparisons
Skoring
LSD
(I) kelompok (J) kelompok Difference (I-J) Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Keputusan :
- Tidak ada perbedaan yang bermakna antara histopatolgi hati tikus kontrol
dengan tikus uji gelatin sapi golongan farmasetik (p ≥ 0,05)
- Tidak ada perbedaan yang bermakna antara histopatolgi hati tikus kontrol
dengan tikus uji gelatin sapi golongan pro analisis (p ≥ 0,05)
- Tidak ada perbedaan yang bermakna antara histopatolgi hati tikus uji
golongan pro analisis dengan tikus uji gelatin sapi golongan farmasetik
(p ≥ 0,05)
79
1.
: glomerulus
normal
: tubulus
proksimal normal
4.
: glomerulus
mengkerut (atrofi)
: tubulus
proksimal normal
8.
: glomerulus
normal
: tubulus
proksimal normal
skoring
N 8
Positive .285
Negative -.215
Kolmogorov-Smirnov Z .807
Tujuan : Untuk melihat data skoring histopatologi organ ginjal homogen atau
tidak
5.525 2 5 .054
3. Uji ANOVA
Tujuan : untuk menentukan ada tidaknya perbedaan pada histopatologi organ
ginjal tikus pada seluruh kelompok hewan uji
Hipotesis :
Ho : Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha : Derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus berbeda secara bermakna
ANOVA
skoring
Keputusan : Skoring histopatologi organ ginjal tikus kelompok uji gelatin sapi
golongan farmasetik dan pro analisis tidak berbeda secara bermakna dibandingkan
terhadap kelompok kontrol (p≥0,05)
86
4. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap skoring histopatologi organ ginjal
Tujuan : Untuk mengetahui letak perbedaan data skoring histopatologi organ
ginjal
Hipotesis Ho: Data skoring histopatologi organ ginjal tidak memiliki perbedaan
Ha: Data skoring histopatologi organ ginjal memiliki perbedaan
Multiple Comparisons
Skoring
LSD
(I) kelompok (J) kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Keputusan :
- Tidak ada perbedaan yang bermakna antara histopatolgi ginjal tikus kontrol
dengan tikus uji gelatin sapi golongan farmasetik (p ≥ 0,05)
- Tidak ada perbedaan yang bermakna antara histopatolgi ginjal tikus kontrol
dengan tikus uji gelatin sapi golongan pro analisis (p ≥ 0,05)
- Tidak ada perbedaan yang bermakna antara histopatolgi ginjal tikus uji
golongan pro analisis dengan tikus uji gelatin sapi golongan farmasetik (p ≥
0,05)