DENGAN METODE TERAPI BERCAKAP - CAKAP DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA SOEPRAPTO BENGKULU TAHUN 2020
DISUSUN OLEH : INTAN PUTRI ANDRIANI NIM : PO 5120217008
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2020 BAB I PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik,mental dan social yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasaan sehat,sejahtera dan bahagia. Ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari. Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaraan dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Nasir,2011,hlmn 8). Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress misalnya gejala nyeri atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting atau disertai peningkatan resiko kematian,yang menyakitkan,nyeri,disabilitas atau sangat kehilangan kebebasan (Videback,2008,hlm 4). Halusinasi adalah gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara- suara terutama suara-suara orang , biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu (Prabowo,2014,hlmn.129). Gejala-gejala positif pada penderita Skizofrenia berfokus pada distorsi fungsi normal yaitu waham,halusinansi,bicara tidak teratur, dan kekacauan yang menyeluruh. Waham merupakan keyakinan salah yang didasarkan pada interpretasi yang salah atau tidak realitis dari suatu pengalaman atau persepsi. Tema waham yang umumnya terjadi adalah waham kejar, referensial, somatic, dan waham kebesaran. Seseorang dengan waham kebsesaran mempunyai perasaan yang berlebihan dan membesar-besarkan dirinya. Halusinasi dapat terjadi di lima panca indera,halusinasi pendengaran paling sering terjadi pada skizofrenia.( Copel,2007,hlmn 114). Menurut data World Health Organization (Who) pada tahun 2017 pada umumnya gangguan mental yang terjadi adalah ganguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi, dan 3.6% dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia . Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di Negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018), 136 juta jiwa mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah gangguan jiwa di Indonesia penduduk yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia sebanyak 31,1% di perkotaan dan 31,5% di pedesaan. Indonesia menjadi peringkat pertama dengan gangguan jiwa terbanyak. Gangguan jiwa berat terbanyak di DIY (2,7%), Aceh ( 2,7%), Sulawesi Selatan (2,6%), Bali (2,3%), dan Jawa Tengah (2,3%) di rumah sakit jiwa di indonesia sekitar 70% halusinasi yang di alami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% pengelihatan dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan kinestetik. Gangguan jiwa terjadi cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, kesulitan ekonomi, tekanan pekerjaan dan deskriminasi meningkatkan resiko penderita gangguan jiwa. Menurut WHO tahun 2012 terdapat 450 3juta orang menderita gangguan jiwa. Ini merupakan sesuatu yang sangat serius dan World Bank menyimpulkan bahwa saat ini gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 %. Gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dan prevalensi kejadiannya sebesar 11,5 % ( Depkes RI, 2014). Halusinasi pendengaran memiliki karakteristik mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai kata – kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang atau lebih.(Muhith, 2015). Pada halusinasi orang merasa bahwa ia seakan – akan menerima stimulus yang sebenarnya secara objektif stimulus tersebut tidak ada. Pada halusinasi terjadi bayangan yang jelas seperti pada persepsi. Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya halusinasi pada klien gangguan jiwa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor predisposisi (genetika, neurobiology,neuro transmitter, abnormal perkembangan saraf, dan psikologis) dan presipitasi (pengolahan informasi yang berlebihan, mekanisme penghantar listrik abnormal Tanya gejala pemicu). (Muhith, 2015) Salah satu cara mengontrol pasien halusinasi pendengaran adalah dengan cara bercakap-cakap. Bercakap-cakap dengan orang lain mampu membantu mengontrol halusinasi, ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain terjadi distraksi , focus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Melakukan aktivitas yang terjadwal untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur.(O.Fresa, 2016) Di Provinsi Bengkulu khususnya di Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Provinsi Bengkulu data jumlah penduduk Bengkulu yang gangguan jiwa pada tahun 2018 sebanyak 12.576 pasien. Sedangkan data pasien di ruang rawat inap tahun 2019 di rawat inap murai A pasien yang mengalami halusinasi sebanyak 25%, Diruang inap murai B sebanyak 20%, di ruang rawat inap murai C sebanyak 14%, dan diruang rawat inap anggrek sebanyak 10%. 2017 sebanyak 27.128 jiwa, 5890 orang di antaranya di rawat inap di RSKJ Soeprapto dan 21.238 orang lainya menjalani rawat jalan di RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu. Berdasarkan data statisitik rekam medik tahun 2017 di RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu pasien gangguan jiwa yang mengalami halusinasi pendengaran pada tahun 2014 berjumlah 413 pasien, tahun 2015 berjumlah 667 pasien, tahun 2016 berjumlah 752 pasien dan pada tahun 2017 berjumlah 895 pasien. Dan berdasarkan buku register Tahun 2017 di ruang rawat inap Murai A pasien yang mengalami halusinasi sebanyak 15%, di ruang rawat inap murai B sebanyak 18%, di ruang rawat inap murai C 14% dan di ruang rawat inap anggrek sebanyak 15 %. Hal ini menunjukkan pentingnya peran perawatuntuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasinya. Berdasarkan data di atas maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil kasus pasien dengan judul “ Manajemen Halusinasi Pendengaran dengan Metode Bercakap – cakap ” di Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu. Maka daeri itulah peran dan fungsi perawat adalah meningkatkan derajat kesahatan jiwa, merawat dan memulihkan nya. Peranan perawat dalam menghadapi klien halusinasi adalah membina hubungan saling percaya melalui pendekatan terapeutik dan membantu klien menghadirkan kenyataan. 1.1.1.2 Batasan Masalah Dalam karya tulis ilmiah ini penulis hanya membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan persepsi sensori :halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu. 1.1.1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum yang ingin dicapai adalah Mampu menerapkan “ Manajemen Halusinasi Pendengaran dengan Metode Terapi Okupulasi” dan mampu menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif kepada pasien dengan gangguan jiwa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu. 2. Tujuan Khusus Tujuan Khusus dari asuhan keperawatan pasien dengan gangguan persepsi halusinasi pendengaran : a. Melakukan Pengkajian pada pasien yang mengalami Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi (pendengaran) b. Menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi (pendengaran) c. Menetukan rencana keperawatan pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi (pendegaran) d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi (pendengaran) e. Mengevaluasi sesuai dengan tindakan keperawatan pada pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi (pendengaran) f. Mendokumentasikan penerapan proses keperawatan pada pasien dengan Gangguan persepsi sensori : halusinasi (pendengaran)
1.1.1.4 Manfaat Penulisan
1. Penulis a. Mempraktikan dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan sensori persepsi halusinasi b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa 2. Bagi Institusi Manfaat Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bagi institusi dapat digunakan sebagai a. Panduan belajar untuk mahasiswa di Jurusan Keperawatan Polltekkes Kemenkes Bengkulu b. Dapat meningkatkan kualitas dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya gangguan persepsi sensori :halusinasi pendengaran. 3. Bagi klien dan keluarga Manfaat Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bagi Klien dan Keluarga dapat mengetahui pengetahuan tentang perawatan pada pasien gangguan jiwa .