Anda di halaman 1dari 75

IDENTIFIKASI PENERAPAN GREEN TRANSPORTATION

UNTUK MEWUJUDKAN GREEN CITY DI KOTA BOGOR

FARAH DITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Identifikasi


Penerapan Green Transportation untuk Mewujudkan Green City di Kota Bogor”
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Farah Dita
NIM A44110075
ABSTRAK
FARAH DITA. Identifikasi Penerapan Green Transportation untuk Mewujudkan
Green City di Kota Bogor. Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN.

Berbagai permasalahan perkotaan timbul di Kota Bogor akibat tingkat


pertumbuhan yang pesat serta kepadatan penduduk yang tinggi, salah satunya
adalah permasalahan transportasi. Oleh karena itu, Kota Bogor memerlukan suatu
penataan ruang yang baik dan Kota Hijau merupakan salah satu konsep yang
dapat diterapkan di Kota Bogor. Transportasi Hijau merupakan salah satu atribut
Kota Hijau yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan transportasi di Kota
Bogor. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi penerapan dan permasalahan
yang dihadapi dalam penerapan Transportasi Hijau saat ini, serta menganalisis
penerapan yang telah dilakukan dalam mencapai atribut Transportasi Hijau di
Kota Bogor. Metode penelitian yang dilakukan adalah survei lapang, wawancara,
penyebaran kuesioner, serta studi pustaka. Penelitian ini dibatasi pada identifikasi
3 aspek transportasi aktif, yaitu pejalan kaki, pengguna sepeda, dan angkutan
umum massal. Analisis dilakukan dengan metode analisis kesenjangan. Penilaian
dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual dari penerapan Transportasi
Hijau yang telah dilakukan dengan kondisi ideal Transportasi Hijau,
menggunakan indikator Transportasi Hijau yang telah disesuaikan dengan batasan
penelitian dan rencana pengembangan transportasi yang dibuat oleh Pemerintah
Kota Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Transportasi Hijau
menurut 3 aspek yang sudah terlaksana saat ini di Kota Bogor mencapai 50%,
dimana tergolong cukup baik. Namun, perlu adanya peningkatan kinerja dan
penetapan prioritas utama pada tiap aspek tersebut agar dapat mewujudkan
Transportasi Hijau yang sesuai dengan yang direncanakan.

Kata kunci : Kota Bogor, Kota Hijau, Transportasi Hijau, Analisis Kesenjangan.

ABSTRACT
FARAH DITA. Identification of Green Transportation Application to Realize
Green City in Bogor City. Supervised by ALINDA FM ZAIN.

Several problems are caused by highly grown population in Bogor City,


one of them is transportation. Therefore, Bogor City needs a good urban planning
and green city is one of the concept that can be applied. Green transportation is
one of it’s attribute that offers solution to transportation problem in Bogor. The
aim of this study is to identify the existing appliance of green transportation and
analyze the problems within the process. Field surveying, interviewing,
questioning and literature studying are used as the study method. This study is
limited to the identification of three active transportation aspects; pedestrian,
bicycle, and mass mode vehicle using gap analysis to compare the current with
the ideal condition of green transportation using the indicator that has been
adapted with the study limitation and transportation development plan made by
the government. The results shows that the current appliance of green
transportation on those aspects reach 50% and is considered well enough.
Therefore to ensure the plan are going in it’s course, the performance need to be
improved and the prime priority on each aspect needs to be determined.

Keywords: Bogor city, green city, green transportation, gap analysis.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI PENERAPAN GREEN TRANSPORTATION
UNTUK MEWUJUDKAN GREEN CITY DI KOTA BOGOR

FARAH DITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur Lanskap
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Identifikasi Penerapan Green Transportation untuk Mewujudkan
Green City di Kota Bogor
Nama :Farah Dita
NIM : A44110075

Disetujui oleh

Dr. Ir. Alinda FM Zain, M.Si.


Pembimbing

Ketua Depmiemen Arsitektur Lanskap

Tanggal Lulus: . D 8 JAN 2016


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul
“Identifikasi Penerapan Green Transportation untuk Mewujudkan Green City di
Kota Bogor” ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Arsitektur Lanskap pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Alinda FM Zain, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, atas
bimbingan dan saran yang diberikan kepada penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan penelitian ini,
2. dinas-dinas dan instansi-instansi terkait di Kota Bogor yang sudah banyak
membantu dalam proses pencarian data,
3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. dan Akhmad Arifin Hadi, SP., MALA selaku
dosen pembimbing akademik, atas bimbingannya selama ini,
4. seluruh staf pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, atas
ilmu yang telah diberikan kepada penulis,
5. Harjono dan Lismanawati, selaku orang tua penulis, yang selalu memberikan
dukungan, doa, serta motivasi untuk penulis,
6. Harry Prasetyo sebagai kakak atas dukungannya,
7. Dhea, Grace, Lucky, Laras, dan teman-teman Departemen Arsitektur Lanskap
48 atas saran, doa, serta dukungan yang diberikan selama ini,
8. Bremi, Raya, Rani, Flo, Ridwan, Aji, Ega, Mumu, Nauval, Vio, dan Obin atas
saran dan semangat yang diberikan, serta
9. seluruh pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari penelitian ini jauh dari sempurna. Namun, penulis tetap
berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Bogor
dan pihak lain yang memerlukan.

Bogor, Desember 2015

Farah Dita
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Kota 3
Green City 4
Permasalahan Transportasi di perkotaan 5
Green Transportation 6
Transit Oriented Development (TOD) 8
Gap Analysis 9
METODE 9
Lokasi dan Waktu Penelitian 9
Batasan Penelitian 10
Alat dan Bahan Penelitian 10
Metode Penelitian 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Gambaran Umum Kota Bogor 18
Kondisi Geografis 18
Kondisi Demografi (Kependudukan) 21
Kondisi Ekonomi 21
Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Kota Bogor 22
Pengembangan Sistem Jaringan Jalan 22
Pengembangan Sistem Angkutan Umum 23
Non-Motorized Transportation 25
Pengelolaan Perparkiran 27
Pembangunan Transfer Point 27
Kendaraan Ramah lingkungan 28
Inventarisasi 29
Jalur Pedestrian 30
Jalur Sepeda 31
Angkutan Umum Massal 34
Analisis 41
Fokus pada akses (focus on access) 41
Transportasi tidak bermotor (non-motorized transportation) 42
Transportasi bermotor saat ini (motorized transportation by
current means) 43
Transportasi bermotor dengan potensi sarana (motorized
transportation by potential means) 44
Pengurangan kebutuhan pergerakan orang (less need movement of
people) 45
Metode untuk mencapai dan mempertahankan visi (methods of
attaining and sustaining the vision) 46
Strategi Perencanaan Penerapan Green Transportation di Kota Bogor 49
PENUTUP 53
Simpulan 53
Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 56
RIWAYAT HIDUP 59
DAFTAR TABEL

1 Visi Sustainable Transportation menurut The Centre for Sustainable


Transportation 7
2 Alat dan bahan penelitian 11
3 Jenis dan sumber data 12
4 Batasan penentuan skroing indikator green transportation 13
5 Tingkat kemiringan daerah berdasarkan kecamatan di Kota Bogor 18
6 Tingkat kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan di Kota Bogor 21
7 PDRB per kapita Kota Bogor atas dasar harga konstan tahun 2008 s.d.
2012 21
8 Rencana tahap-tahap perbaikan dan pengembangan jalur pedestrian di
Kota Bogor 25
9 Konversi kebutuhan CNG yang dapat diakomodasi dari rencana SPBG
Pertamina dan PNG 29
10 Realisasi jumlah penumpang BTS Trans Pakuan per tahun 36
11 Jumlah penumpang kereta api Stasiun Bogor tahun 2013 38
12 Daftar nama perusahaan otobus, trayek yang dilayani, dan jumlah armada
pada Terminal Bus Baranangsiang, Bogor 39
13 Hasil penilaian tiap indikator green transportation 46

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3


2 Hirarki komponen green transportation 6
3 Peta Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat 10
4 Alur tahapan penelitian 17
5 Grafik rata-rata temperatur udara Kota Bogor tahun 2013 19
6 Grafik rata-rata kelembaban relatif udara Kota Bogor tahun 2013 19
7 Peta wilayah administrasi Kota Bogor 20
8 Peta Rencana Transportasi Umum Massal Kota Bogor 24
9 Peta Rencana Jaringan Non-Motorized Kota Bogor 26
10 Kondisi jalur pedestrian di Jalan Siliwangi (kiri) dan Jalan Jalak Harupat
(kanan) 30
11 Grafik tingkat performa jalur pedestrian Kota Bogor 31
12 Kondisi aktual jalur sepeda di Jalan Kapten Muslihat (kiri) dan Jalan
Nyi Raja Permas (kanan) 31
13 Fasilitas-fasilitas pendukung jalur sepeda 32
14 Grafik tingkat performa jalur sepeda Kota Bogor 32
15 Peta dan kondisi eksisting jaringan non-motorized Kota Bogor 33
16 Moda angkutan umum massal BTS Trans Pakuan (kiri), KA commuter
line (tengah), dan bus APTB (kanan) 34
17 Grafik tingkat performa jalur sepeda Kota Bogor 27
18 Prasarana bus Trans Pakuan di Jalan KH. Sholeh Iskandar (kiri) dan
Baranangsiang (kanan) 35
19 Grafik rata-rata penumpang terangkut BTS Trans Pakuan per hari 36
20 Peta rute KA Commuter Jabodetabek 37
21 Fasilitas untuk penyandang cacat pada Jalan Jend. Sudirman (kiri) dan
moda angkutan umum massal KA Commuter (kanan) 41
22 Kondisi jalur pedestrian dan jalur sepeda di Jalan Kapten Muslihat (kiri)
dan Jalan Nyi Raja Permas (kanan) 42
23 Berbagai model moda angkutan umum massal berbasis rel; monorel (kiri),
aeromovel (tengah), dan tram (kanan) 43
24 Park and ride sebagai upaya mewujudkan keintegrasian antar
angkutan 45
25 Ilustrasi Kawasan TOD Sukaresmi 45
26 Tipe jalur sepeda; bike path (kiri), bike lane (tengah), dan bike route
(kanan) 51
27 Gambar referensi untuk mengintegrasikan sepeda dengan moda
angkutan umum massal 52

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 56
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kota Bogor merupakan salah satu kota yang menunjang kehidupan Kota
Jakarta. Letaknya yang dekat dengan Ibukota menyebabkan pembangunan di kota
ini berkembang dengan cepat, begitu pula dengan kepadatan penduduknya.
Pembangunan di berbagai sektor pun terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya. Akibat dari perkembangan yang pesat tersebut menyebabkan
wajah kota menjadi berubah. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk
menjaga nilai estetika kota dan membatasi proses pembangunan yang dilakukan
agar tidak melebihi daya dukung kota hingga menyebabkan degradasi lingkungan.
Green city merupakan salah satu konsep penataan ruang yang dapat
dijadikan solusi untuk mengurangi berbagai permasalahan-permasalahan yang
timbul akibat proses pembangunan di perkotaan. Konsep green city ini
mengedepankan perencanaan dan penataan ulang kota secara sehat dan ekologis.
Terdapat 8 atribut untuk mewujudkan green city, yaitu green planning and design,
green open space, green building, green transportation, green water, green waste,
green energy, dan green community. Kedelapan atribut tersebut saling terkait satu
sama lain dan menjadi satu kesatuan membentuk konsep green city.
Pesatnya pembangunan serta meningkatnya kepadatan penduduk di Kota
Bogor menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan perkotaan, salah satunya
adalah permasalahan transportasi. Transportasi merupakan salah satu bidang yang
berkaitan dengan proses perpindahan atau pergerakan orang maupun barang di
dalam suatu kota. Kebutuhan akan sistem transportasi menjadi salah satu
kebutuhan penting bagi masyarakat suatu kota. Meningkatnya kebutuhan
transportasi berdampak pula pada peningkatan permasalahan transportasi yang
dihadapi kota. Permasalahan transportasi seperti tingkat kemacetan yang tinggi
akibat bertambahnya jumlah pengguna kendaraan pribadi, meningkatnya
pencemaran udara akibat tingginya jumlah emisi yang dihasilkan oleh
transportasi, dan meningkatnya kebisingan di daerah perkotaan merupakan
beberapa permasalahan transportasi yang terus berkembang di Kota Bogor. Selain
itu, meningkatnya jumlah angkutan kota yang beroperasi turut berkontribusi
dalam kemacetan yang terjadi di Kota Bogor.
Green transportation merupakan salah satu atribut dari konsep green city
yang dapat dijadikan solusi dari permasalahan transportasi yang dihadapi Kota
Bogor. Dalam atribut green transportation ini, pengembangan transportasi
dimaksudkan agar moda transportasi dapat lebih ramah lingkungan dan
berkelanjutan, yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan perangkat
transportasi yang berwawasan lingkungan (Putra, 2011). Kota Bogor sendiri telah
memiliki rencana pengembangan transportasi yang terdapat dalam program Bogor
Transportation Program (B-TOP), dimana program ini melanjutkan hasil
pengembangan program Sustainable Urban Transport Improvement Project
(SUTIP) yang merupakan kerja sama antara Bappeda Kota Bogor dengan Tim
GIZ dari Jerman. Identifikasi terhadap penerapan green transporation di Kota
Bogor perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar upaya penerapan yang
telah dilakukan serta upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan
sistem transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Kota Bogor.
2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, permasalahan


yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. belum ada penelitian yang dapat menjelaskan bagaimana penerapan green
transportation di Kota Bogor,
2. belum diketahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penerapan
upaya green transportation, dan
3. belum diketahui sejauh mana penerapan yang telah dilakukan untuk mencapai
green transportation di Kota Bogor.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut:


1. mengidentifikasi penerapan green transportation di Kota Bogor saat ini,
2. mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam penerapan green
transportation tersebut, dan
3. menganalisis penerapan yang telah dilakukan dalam mencapai atribut green
transportation di Kota Bogor.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:


1. memberikan pengetahuan mendalam mengenai konsep green city, khususnya
mengenai atribut green transportation, dan
2. memberikan strategi perencanaan sebagai bahan alternatif pemerintah untuk
mewujudkan green city di Kota Bogor, khususnya atribut green
transportation, seperti yang telah direncanakan oleh Pemerintah Kota Bogor.

Kerangka Pikir

Dalam atribut green transportation, sistem transportasi yang diterapkan


lebih mengajak masyarakat untuk melakukan transportasi aktif. Transportasi aktif
yang dimaksud adalah dengan berjalan kaki, penggunaan sepeda, maupun
penggunaan moda angkutan umum massal. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana penerapan green transportation yang telah diterapkan
saat ini di Kota Bogor, khususnya mengenai fasilitas pendukung transportasi aktif.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui kesenjangan antara upaya realisasi green
transportation yang telah berjalan dengan kondisi yang diharapkan, sehingga
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun strategi-strategi yang perlu
dilakukan agar green transportation dapat tercapai sesuai dengan yang
direncanakan. Penerapan green transportation yang diidentifikasi mengacu pada
rencana pengembangan transportasi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, yang tercakup dalam Bogor
Transportation Program (B-TOP). Kerangka pikir penelitian ini dijelaskan pada
Gambar 1.
3

Kota Bogor

Permasalahan transportasi di
Kota Bogor

Identifikasi penerapan green


transportation di Kota Bogor

Jalur Jalur Angkutan Angkutan Taksi High Single


Pedestrian Sepeda Umum Massal Kota Occupancy Occupancy
(Paratransit) Vehicle Vehicle
(HOV) (SOV)

Bogor Transportation Bappeda Kota Bogor


Program (B-TOP)

Strategi perencanaan penerapan


green transportation di Kota
Bogor

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Kota

Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan
yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata
ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan
sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami
dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak
kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah
dibelakangnya (Bintarto, 1982). Amos Rapoport (1985) menggunakan 10 kriteria
secara lebih spesifik untuk merumuskan kota sebagai berikut:
1. ukuran dan jumlah penduduknya yang besar terhadap massa dan tempat,
2. bersifat permanen,
3. kepadatan minimum terhadap massa dan tempat,
4. struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan oleh jalur jalan dan
ruang-ruang perkotaan yang nyata,
5. tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja,
4

6. fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yang meliputi sebuah pasar, sebuah
pusat administratif atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat
keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan
kelembagaan yang sama,
7. heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada masyarakat,
8. pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di
luar kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas,
9. pusat pelayanan (service) bagi daerah-daerah lingkungan setempat, serta
10. pusat penyebaran, memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada masa dan
tempat itu.
Menurut Hatt dan Reis (1959) bahwa kehadiran kota adalah untuk memenuhi
kebutuhan sosial dan kegiatan ekonomi penduduk yang selalu berkembang.

Green City

Green city atau Kota Hijau dikenal sebagai kota ekologis. Kota yang
secara ekologis juga dapat dikatakan sebagai kota yang sehat. Artinya, adanya
keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian
lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman,
nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan
potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat,
difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat
mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan
semua pihak terkait (stakeholders).
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2011), Kota Hijau juga dapat
disebut sustainable city (kota yang berkelanjutan) atau eco-city (kota berbasis
ekologi), yaitu kota yang dalam melaksanakan pembangunannya dirancang
dengan mempertimbangkan aspek lingkungan sehingga fungsi dan manfaatnya
dapat berkelanjutan. Terdapat 8 atribut untuk mewujudkan konsep green city,
yaitu green planning and design, green building, green open space, green
transportation, green energy, green water, green waste, dan green community.
Atribut-atribut tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya, misalnya,
untuk mewujudkan sistem transportasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,
selain diperlukan penataan sistem transportasi, diperlukan pula penataan ruang
terbuka hijau (RTH), khususnya RTH jalur hijau untuk berkontribusi dalam
mengurangi pencemaran udara akibat emisi yang dihasilkan oleh transportasi.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan green city, diperlukan suatu rencana
pembangunan maupun pengembangan yang mendukung pelaksanaan kedelapan
atribut tersebut.
Inti dari Green City adalah sebuah konsep “investasi bersama”, dimana
merencanakan dari awal hingga terbentuknya infrastruktur hijau yang mampu
memberikan keuntungan maksimum pada pemanfaatan energi, kesehatan, nilai
properti, biodiversitas, dan pencitraan. Perwujudan kota hijau membutuhkan
dukungan dan keterlibatan sektor lain dalam rangka memenuhi tercapainya atribut
kota hijau. Atribut yang pertama adalah sektor perhubungan dalam rangka
menciptakan green transportation, yaitu pengembangan sistem transportasi yang
berkelanjutan, misalnya transportasi publik, jalur sepeda, dan sebagainya. Atribut
yang kedua adalah sektor pengembangan permukiman yang meliputi green waste,
5

yaitu usaha untuk melaksanakan prinsip 3R (Reduce, Re-use, dan Recycle), green
water, yaitu efisiensi pemanfaatan sumberdaya air, dan green building, atau
bangunan hemat energi. Aspek lain yang tak kalah penting adalah sektor energi
dalam rangka green energy, yaitu pemanfaatan sumber energi yang efisien dan
ramah lingkungan (Ernawi, 2012).
Permasalahan Transportasi di Perkotaan

Transportasi secara umum dapat diartikan sebagai usaha perpindahan


orang atau barang dari suatu lokasi ke lokasi lain untuk keperluan tertentu tertentu
dengan menggunakan alat tertentu pula. Sedangkan, sistem transportasi memiliki
pengertian sebagai suatu kesatuan dari komponen yang saling mendukung dan
bekerja sama dalam pengadaan pelayanan jasa transportasi yang melayani
wilayah, mulai dari tingkat lokal (desa dan kota) sampai ketingkat nasional
maupun internasional (Miro, 2012). Sistem transportasi sangat penting dalam
kehidupan perkotaan, karena dapat mempengaruhi segala bidang, seperti sosial,
ekonomi, maupun lingkungan. Untuk itu, penataan transportasi perlu dilakukan
untuk mengurangi dampak negatif di segala bidang, khususnya lingkungan.
Permasalahan-permasalahan lingkungan yang sering timbul saat ini di
perkotaan akibat aktivitas transportasi umumnya terkait dengan faktor kebisingan,
polusi udara, tundaan pejalan kaki, kecelakaan lalu lintas, stress bagi pengemudi,
dan kesehatan masyarakat. Di antara faktor-faktor tersebut yang dirasakan paling
mengganggu adalah faktor kebisingan dan polusi udara. Kebisingan adalah suara
yang tidak diinginkan karena memiliki intensitas atau volume yang melampaui
level yang dapat diterima. Suara mulai dikatakan tidak nyaman pada tingkat 65
dB, mulai mengganggu ketika mencapai 85 dB, dan pada tingkat 95 dB sudah
sangat mengganggu serta dapat merusak pendengaran (Widiantono, 2009).
Polusi udara adalah berbagai jenis senyawa gas dan partikel yang
keberadaannya dalam proporsi tertentu dapat membahayakan manusia. Udara
normal mengandung Nitrogen (78%), Oksigen (21%), Argon (0,93%), dan CO2
(0.032%). Gas buang sisa pembakaran kendaraan bermotor umumnya
menghasilkan beberapa senyawa gas dan partikulat yang dapat membahayakan
kesehatan manusia. Dampak polusi udara terhadap manusia dapat berupa
gangguan kesehatan dalam jangka panjang yang dapat mengakibatkan penurunan
daya refleks dan kemampuan visual; atau jangka pendek seperti gangguan
pernafasan dan sakit kepala. Polusi udara umumnya memberikan dampak
terhadap sistem pernafasan manusia, seperti kesulitan bernafas, batuk, asma, dan
kerusakan fungsi paru-paru. Tingkat keseriusan gangguan tersebut tergantung dari
tingkat pemaparan dan konsentrasi polutan yang merupakan fungsi dari volume
dan komposisi lalu lintas, kepadatan serta kondisi cuaca (Widiantono, 2009).
Selain pencemaran udara serta kebisingan, permasalahan transportasi lain
yang sering dijumpai saat ini adalah kemacetan. Meningkatnya jumlah pengguna
kendaraan pribadi yang melebihi kapasitas jalan yang ada merupakan penyebab
utama kemacetan saat ini. Kurangnya fasilitas transportasi umum massal, baik
dari segi kualitas maupun kuantitas, dalam mengakomodasi masyarakat sebagai
pengguna menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan
pribadi dalam bepergian. Selain itu, jumlah angkutan kota, sebagai pendukung
moda transportasi umum, yang beroperasi saat ini cenderung meningkat, sehingga
berkontribusi pula dalam kemacetan yang terjadi di perkotaan.
6

Green Transportation

Dalam kehidupan perkotaan, cara pergerakan yang dilakukan masyarakat


merupakan salah satu faktor yang menciptakan perubahan besar bagi kualitas
hidup mereka. Kebersihan udara untuk bernapas, jumlah lahan yang dibutuhkan,
kesehatan fisik maupun psikologi masyarakat merupakan hal-hal yang
dipengaruhi oleh pemilihan sistem transportasi kota. Green transportation dapat
juga diartikan sebagai suatu usaha pembangunan dan pengembangan sistem
transportasi yang berprinsip pada pengurangan dampak negatif terhadap
lingkungan, efisiensi penggunaan bahan bakar, dan berorientasi pada manusia
yang meliputi pengembangan jalur-jalur khusus pejalan kaki dan sepeda,
pengembangan angkutan umum massal yang memanfaatkan energi alternatif
terbarukan yang bebas polusi dan ramah lingkungan, serta mempromosikan gaya
hidup sehat dalam bertransportasi. Green transportation dikenal sebagai
transportasi aktif karena berorientasi pada manusia, seperti berjalan kaki,
bersepeda, dan menggunakan moda angkutan umum massal. Masyarakat didorong
untuk memanfaatkan transportasi publik dan mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi dalam bepergian. Berikut adalah piramida terbalik dari hirarki dalam
komponen pengembangan green transportation (Gambar 2).

Gambar 2 Hirarki komponen green transportation


Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2013

Green transportation sangat erat kaitannya dengan konsep transportasi


berkelanjutan, dimana dalam konsep ini menekankan pada sistem transportasi
yang penggunaan bahan bakar, emisi kendaraan, tingkat keamanan, kemacetan,
serta akses sosial dan ekonominya tidak akan menimbulkan dampak negatif yang
tidak dapat diantisipasi oleh generasi yang akan datang (Richardson, 2000).
Menurut The Centre for Sustainable Transportation (2002), terdapat beberapa visi
dalam mewujudkan sistem transportasi yang berkelanjutan yang dijelaskan dalam
tabel berikut (Tabel 1).
7

Tabel 1 Visi Sustainable Transportation menurut The Centre for Sustainable


Transportation
No Visi Deskripsi
1 Fokus pada akses Dalam kehidupan masyarakat yang memiliki sistem transportasi
(focus on access) berkelanjutan, setiap orang setidaknya memiliki akses terhadap
barang, jasa, dan peluang sosial sebanyak yang mereka miliki saat
ini, terutama bagi masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah
atau orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik.
2 Transportasi tidak Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan masyarakat
bermotor (non- menjadi jenuh akan kepadatan jalan raya dan polusi yang dihasilkan
motorized setiap harinya. Oleh karena itu, masyarakat cenderung lebih memilih
transportation) aktivitas berjalan kaki, bersepeda, dan moda transportasi non-
motorized lainnya karena lebih menyenangkan dan ramah
lingkungan.

3 Transportasi Beberapa akses berkendara bergantung pada sistem transportasi


bermotor saat ini motorized yang mirip dengan sistem transportasi motorized pada
(motorized awal tahun 2000-an, tetapi lebih sedikit penggunaan energi maupun
transportation by polusi yang dihasilkan. Lebih mengacu pada penggunaan transportasi
current means) publik karena didukung dengan tata ruang dan desain kawasan
perkotaan yang mendukung dan juga karena penggunaan kendaraan
pribadi mengeluarkan biaya yang lebih besar.

4 Transportasi Beberapa akses berkendara bergantung pada penggunaan teknologi


bermotor dengan yang sedikit berbeda dari teknologi yang masyarakat umum gunakan
potensi sarana saat ini. Teknologi yang dimaksud seperti penggunaan bahan bakar
(motorized yang menggunakan sumber daya terbarukan seperti hidrogen yang
transportation by diproduksi dengan energi surya, sistem transportasi yang cerdas,
potential means) layanan kereta api, maupun teknologi pesawat. Secara bersamaan
teknologi-teknologi tersebut dapat mampu melayani pergerakan
orang maupun barang dengan lebih bersih, lestari, dan aman.

5 Pergerakan Pergerakan barang menggunakan moda transportasi yang sesuai


barang dengan ukuran, jarak pengiriman, dan meminimalisasi emisi yang
(movement of dihasilkan. Pengirim maupun penerima barang mempertimbangkan
goods) aspek lingkungan sama seperti mempertimbangkan tujuan keuangan
dalam memilih waktu serta cara pengiriman barang.
6 Pengurangan Pada awal tahun 2000, berbagai model sistem transportasi motorized
kebutuhan yang digunakan selalu menghasilkan rute perjalanan yang lebih
pergerakan orang singkat. Hal ini disebabkan karena bentuk area perkotaan yang lebih
dan barang (less tersusun (compact city) dan memiliki multi-guna yang baik. Beberapa
need for akses dicapai melalui telekomunikasi, dimana lebih rendah
movement of kebutuhan pergerakan orang maupun barang.
people and
goods)
7 Pengurangan atau Hasil akhirnya yaitu dampak yang dihasilkan dari transportasi lebih
peniadaan rendah terhadap lingkungan, baik lokal maupun global. Dampak yang
dampak terhadap dihasilkan sangat rendah sehingga tidak ada lagi alasan akan
lingkungan dan kekhawatiran tentang kesehatan masyarakat atau setiap bagian dari
kesehatan lingkungan alam, di masa sekarang maupun masa mendatang. Secara
manusia (little or khusus, jumlah emisi dari CO2 maupun zat rumah kaca lainnya yang
no impact on the dihasilkan dari transportasi kurang dari seperlima total emisi pada
environment and tahun 1990-an.
on human health)
8

Tabel 1 Visi Sustainable Transportation menurut The Centre for Sustainable


Transportation (lanjutan)
8 Metode untuk Perubahan yang terjadi pada area perkotaan yang mendukung
mencapai dan terwujudnya sistem transportasi berkelanjutan tersebut perlu
mempertahankan didukung dengan pelaksanaan kebijakan yang tepat mengenai standar
visi (methods of kendaraan, bahan bakar, dan infrastruktur yang dapat digunakan.
attaining and
sustaining the
vision)
9 Area bukan Ketika peluang untuk mewujudkan transportasi berkelanjutan di area
perkotaan (non- perdesaan mungkin berbeda dan lebih terbatas dibandingkan di area
urban areas) perkotaan, masyarakat perdesaan dapat melakukan kontribusi positif
menuju transportasi yang berkelanjutan.

10 Tanggal Untuk mencapai keberhasilan transportasi yang berkelanjutan,


pencapaian (date pengaturan serta pertemuan para kinerja dalam jangka pendek
of attainment) maupun menengah akan menjadi bagian penting dari pencapaian
transportasi berkelanjutan dalam jangka panjang.

Sumber : The Centre for Sustainable Transportation, 2002.


Dalam green transportation, penggunaan kendaraan pribadi dengan
penumpang hanya 1 orang atau disebut single occupancy vehicle (SOV) tidak
diutamakan. Penggunaan kendaraan pribadi dengan menerapkan sistem ride
sharing lebih dianjurkan bila penggunaan kendaraan pribadi tidak dapat
dielakkan. Ride sharing dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
memungkinkan seorang pengemudi kendaraan memberikan tumpangan ke orang
lain. Penerapan ride sharing dalam berkendara ini dikenal juga sebagai high
occupancy vehicle (HOV).

Transit Oriented Development (TOD)

Transit Oriented Development (TOD) merupakan salah satu pendekatan


pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi
penggunaan angkutan massal seperti Bus Rapid Transit (BRT) maupun kereta
MRT, yang dilengkapi jaringan pejalan kaki maupun sepeda. Dengan demikian
perjalanan akan didominasi dengan menggunakan angkutan umum yang
terhubungkan langsung dengan tujuan perjalanan. Konsep TOD menawarkan pola
pengembangan kawasan di sekitar stasiun transit (bus dan kereta api) dengan
fungsi terpadu (compact development) dalam populasi masyarakat berkepadatan
tinggi sebagai salah satu generator penumpang transit dengan prioritas pada
pejalan kaki dan kemudahan penumpang dalam akses menuju stasiun transit
(Newman dan Kenworthy, 1999).
Penerapan sistem Transit Oriented Development (TOD), membutuhkan
dukungan sarana moda transportasi dan prasarana/infrastruktur antara lain
mencakup jaringan jalan, jalur pejalan kaki (pedestrian), jalur sepeda,
halte/stasiun (transit stop), fasilitas parkir (park and ride) dan pusat informasi
yang mudah dijangkau jika pengendara melakukan perpindahan disekitar area
transit. Manfaat konsep pembangunan berbasis TOD antara lain sebagai berikut:
mengurangi penggunaan mobil pribadi dan mengurangi pengeluaran keluarga
untuk biaya transportasi,
9

meningkatkan jumlah pejalan kaki dan pengguna transit sehingga


meningkatkan gaya hidup yang sehat,
menghidupkan kembali kawasan pusat kota dan meningkatkan intensitas serta
densitas pembangunan di sekitar area transit,
meningkatkan penjualan property di sekitar kawasan transit,
meningkatkan kesempatan bagi berbagai kegiatan dan fungsi di sekitar
kawasan transit,
mengurangi polusi dan kerusakan lingkungan,
mengurangi peluang terjadinya urban sprawl dan membuka peluang untuk
pengembangan compact city, serta
mengurangi biaya pembangunan karena lebih murah jika dibandingkan
dengan membangun infrastruktur jalan baru lagi (Ewing, 1997).

Gap Analysis

Gap analysis atau analisis kesenjangan adalah perbandingan kinerja aktual


dengan kinerja potensial atau yang diharapkan. Model gap analysis juga dikenal
dengan model ServQual atau Service Quality karena sering digunakan untuk
mengukur kualitas pelayanan. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985),
analisis maupun evaluasi dari kualitas pelayanan dapat diperoleh dengan
melakukan perbandingan antara kondisi yang diharapkan (expectations) dengan
kondisi pelakasanaan (performances). Dalam gap analysis, juga dilakukan
identifikasi tindakan-tindakan apa yang diperlukan untuk mengurangi
kesenjangan atau mencapai kondisi yang diharapkan pada masa mendatang. Oleh
karena itu, gap analysis dapat dikatakan sebagai alat analisis yang mempunyai
pendekatan secara bottom-up yang dapat memberikan masukan berharga bagi
pemerintah, terutama dalam perbaikan dan peningkatan kinerja pelayanan kepada
masyarakat. Terdapat beberapa manfaat dari gap analysis, yaitu:
menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan suatu yang
diharapkan,
mengetahui peningkatan kerja yang diperlukan untuk menutup kesenjangan
tersebut,
menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait prioritas, waktu, dan
biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah
ditetapkan, dan
mengetahui kondisi terkini dan tindakan apa yang akan dilakukan di masa
yang akan datang.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, dimana


jalan-jalan yang dijadikan objek penelitian ditentukan berdasarkan rencana
pengembangan transportasi yang dilakukan Bappeda Kota Bogor. Secara
geografis Kota Bogor terletak di antara 106‟ 48‟ BT dan 6‟ 26‟ LS. Kota Bogor
terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan (Gambar 3).
Proses penelitian dilakukan pada bulan April sampai Agustus 2015.
10

Gambar 3 Peta Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat


Sumber : google.com

Batasan Penelitian

Batasan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi penerapan atribut green


transportation yang telah dilakukan pemerintah Kota Bogor saat ini yang
difokuskan pada 3 aspek fasilitas transportasi aktif, yaitu jalur pedestrian, jalur
sepeda, dan moda angkutan umum massal. Ketiga aspek tersebut merupakan
komponen yang sangat berpengaruh dalam mewujudkan green transportation.
Hasil dari identifikasi tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan
metode gap analysis dan dijelaskan secara deskriptif.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah kamera yang digunakan
untuk mengambil gambar kondisi eksisting tapak. Bahan-bahan yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain berupa data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang didapatkan secara langsung di lapangan, dan data sekunder
adalah data pendukung lain yang sesuai dan valid. Berikut merupakan penjelasan
dari bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini.
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil survei langsung pada tapak. Dari data ini
peneliti dapat mengetahui kondisi tapak yang secara langsung dapat dilihat. Selain
itu, dilakukan pula pencarian data-data yang diperlukan dan wawancara terhadap
dinas-dinas yang terkait dengan penelitian ini, serta penyebaran kuesioner kepada
masyarakat Kota Bogor.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga yang terkait dengan objek
penelitian yang dilakukan dan studi literatur. Data sekunder yang digunakan
antara lain berupa peta dan informasi mengenai kondisi bio-fisik Kota Bogor dan
beberapa bahan pustaka yang dapat mendukung analisis penelitian.
11

Tabel 2 Alat dan bahan penelitian


Alat Kegunaan
Kamera Mengambil gambar di lokasi penelitian
Laptop Mengolah data
Printer Mencetak hasil data
Software Ms. Office, adobe
Mengolah data
photoshop
Bahan Kegunaan
Peta dasar Panduan pengambilan dan pengolahan data
Peta RTRW Mengetahui rencana pengembangan ruang Kota Bogor
Peta sistem transportasi Mengetahui konektivitas antar jalur kendaraan maupun
Kota Bogor jaringan non-motorized di Kota Bogor
Studi Pustaka Studi literatur, bahan strategi perencanaan
Kuesioner Mendapatkan persepsi masyarakat

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei lapang, desk


study, wawancara, serta penyebaran kuesioner. Survei lapang dilakukan untuk
mengetahui penerapan konsep green transportation yang telah dilaksanakan di
Kota Bogor. Aspek yang diamati antara lain aspek perencanaan transportasi,
kondisi aktual sistem transportasi, serta sarana maupun prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan yang ada di Kota Bogor saat ini. Metode desk study adalah cara
pengumpulan data dan informasi melalui pemeriksaan dan analisis data dan
informasi yang menggunakan data sekunder, baik berupa dokumen-dokumen
perusahaan, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian,
laporan, data statistik, studi pustaka, peta-peta, dan sebagainya.
Wawancara dilakukan pada dinas-dinas yang terkait dalam penelitian ini,
diantaranya adalah Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda),
Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP),
Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ), dan Organisasi Angkutan Darat
(ORGANDA) Kota Bogor. Kuesioner ditujukan kepada penduduk Kota Bogor
untuk mendapatkan persepsi masyarakat mengenai jalur pedestrian, jalur sepeda,
dan angkutan umum massal di Kota Bogor saat ini. Koresponden kuesioner
diambil 5% dari jumlah rata-rata pengguna BTS Trans Pakuan per tahun.
Penelitian dilakukan dengan 4 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap
inventarisasi, tahap analisis dan pengolahan data, serta tahap penyusunan strategi
perencanaan. Berikut merupakan penjelasan dari tahapan penelitian.
a. Tahap Persiapan
Persiapan administrasi serta perizinan melakukan penelitian dilakukan
pada tahap ini. Pembuatan surat izin penelitian yang akan ditujukan pada dinas-
dinas yang terkait dalam penelitian ini, seperti Bappeda, DLLAJ, dan dinas-dinas
Kota Bogor yang terkait lainnya. Selanjutnya, dilakukan persiapan alat-alat yang
akan diperlukan dalam penelitian ini.
12

b. Tahap Inventarisasi
Pada tahap ini, dilakukan pengambilan data primer dengan cara survei
langsung pada lokasi dan data sekunder dengan cara mencari bahan-bahan pustaka
yang berguna bagi penelitian ini. Pada survei lapang, dilakukan pengambilan
gambar di lokasi serta wawancara kepada dinas-dinas yang terkait dengan
penelitian ini untuk mengetahui upaya-upaya penerapan green transportation
yang telah direncanakan di Kota Bogor. Pencarian data-data yang diperlukan
mengacu pada batasan penelitian yang telah ditetapkan. Selain itu, dilakukan pula
penyebaran kuesioner yang ditujukan kepada pejalan kaki, pengguna jalur sepeda,
serta pengguna angkutan umum massal untuk mengetahui persepsi masyarakat
mengenai upaya penerapan green transportation dalam ketiga aspek tersebut.
Jumlah koresponden ditentukan sebanyak 5% dari jumlah rata-rata penumpang
terangkut per harinya oleh BTS Transpakuan, yang merupakan satu-satunya moda
angkutan umum massal Bogor yang melayani rute dalam kota serta dibawah
tanggung jawab langsung Pemerintah Kota Bogor.
Tabel 3 Jenis dan sumber data
No Jenis Data Bentuk Data Sumber Cara Pengambilan
Letak, luas, dan primer, survei lapang dan
1 pencitraan satelit
batas tapak sekunder RTRW Kota Bogor
Rencana sistem pengamatan
primer, survei lapang dan
2 transportasi Kota langsung, studi
sekunder RTRW Kota Bogor
Bogor pustaka
Indikator green
3 sekunder RTRW Kota Bogor studi pustaka
transportation
pengamatan
primer, survei lapang, dinas
4 Sebaran penduduk langsung, studi
sekunder kependudukan
pustaka
Persepsi
5 primer survei lapang Kuesioner
masyarakat

c. Tahap Analisis dan Pengolahan Data


Hasil dari inventarisasi kemudian dianalisis dengan menggunakan metode
gap analysis. Analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual jalur
pedestrian, jalur sepeda, dan sistem transportasi massal yang ada saat ini dengan
rencana pengembangan Bogor Transportation Program (B-TOP) yang dilakukan
oleh Bappeda Kota Bogor sebagai kondisi ideal. Metode gap analysis yang
digunakan mengacu pada pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Penilaian dilakukan dengan menggunakan metode skoring terhadap
indikator green transportation, yang dikembangkan dengan mengelompokkan
program-program transportasi dalam B-TOP menurut visi sustainable
transportation menurut The Centre for Sustainable Transportation (CST) yang
berkaitan dengan batasan penelitian. Visi-visi sustainable transportation yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah focus on acces, non-motorized
transportation, motorized transportation by current means, motorized
transportation by potential means, less need for movement of people, dan methods
of attaining and sustaining the vision. Berikut merupakan batasan dari indikator
green transportation yang akan digunakan dalam metode skoring (Tabel 4).
13

Tabel 4 Batasan penentuan skoring indikator green transportation


Nilai Pembobotan
Indikator
Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4
Fokus pada 1. Tidak ada 1. Ada fasilitas 1. Ada fasilitas 1. Ada fasilitas 1. Ada fasilitas
akses (focus fasilitas pendukung pendukung pendukung pendukung
on access) pendukung kegiatan lalu kegiatan lalu kegiatan lalu kegiatan lalu
kegiatan lalu lintas dan lintas dan lintas dan lintas dan
lintas dan angkutan jalan angkutan jalan angkutan jalan angkutan jalan
angkutan jalan namun sulit yang cukup yang mudah yang ramah
(fasilitas untuk diakses mudah untuk diakses oleh bagi
pejalan kaki, oleh diakses penyandang penyandang
fasilitas untuk penyandang penyandang cacat (disable) cacat (disable)
pengguna cacat (disable) cacat (disable), di sebagian dan tersebar
sepeda, namun hanya besar ruas di seluruh
fasilitas di sebagian jalan kota ruas jalan kota
pemberhentian kecil ruas jalan
angkutan 2. Ada fasilitas kota 2. Ada fasilitas 2. Ada fasilitas
umum) angkutan angkutan angkutan
umum massal 2. Ada fasilitas umum massal umum massal
2. Tidak ada namun sulit angkutan dengan desain dengan desain
fasilitas diakses oleh umum massal prasarana yang sarana
angkutan penyandang dengan desain mendukung maupun
umum massal cacat (disable) prasarana yang bagi prasarana
ramah bagi penyandang yang mudah
3. Tarif angkutan penyandang cacat (disable) diakses bagi
umum massal cacat, tetapi di sebagian penyandang
yang masih sedikit besar moda cacat (disable)
diberlakukan jumlahnya angkutan (seluruh moda
belum umum massal angkutan
terjangkau 3. Tarif angkutan umum massal)
bagi semua umum massal 3. Tarif angkutan
kalangan yang umum yang 3. Tarif
(persepsi diberlakukan diberlakukan angkutan
masyarakat ≤ cukup terjangkau umum yang
25%) terjangkau untuk semua diberlakukan
bagi hampir kalangan (50% sangat
semua < persepsi terjangkau
kalangan (25% masyarakat ≤ untuk semua
< persepsi 75%) kalangan
masyarakat ≤ (persepsi
50%) masyarakat >
75%)
Transportasi 1.Tidak ada 1. Ada sarana 1. Ada sarana 1. Ada sarana 1. Ada sarana
tidak bermotor fasilitas jalur dan prasarana dan prasarana dan prasarana dan prasarana
(non-motorized pedestrian jalur jalur jalur jalur
transportation) pedestrian pedestrian pedestrian pedestrian
2. Tidak ada namun dengan dengan dengan
fasilitas jalur performanya performa yang performa yang performa
sepeda masih buruk cukup baik baik (50% < yang sangat
(rata-rata (25% < rata- rata-rata baik (rata-rata
performa ≤ rata performa performa ≤ performa >
25%) ≤ 50%) 75%) 75%)

2. Ada rencana 2. Ada rencana 2. Ada rencana 2. Terdapat jalur


pembangunan pembangunan pembangunan sepeda di
jalur sepeda jalur sepeda, jalur sepeda, seluruh ruas
namun belum penerapan penerapan jalan kota
ada belum belum dengan
penerapannya maksimal, maksimal, performa
performanya performanya yang sangat
3. Tidak terdapat masih buruk cukup baik baik (rata-rata
pembatas (rata-rata (33% < rata- performa >
antar jalur performa ≤ rata performa 66%)
33%) ≤ 66%)
14

Tabel 4 Batasan penentuan skoring indikator green transportation (lanjutan)


3. Jalur 3. Jalur 3. Tiap jalur
kendaraan kendaraan (pedestrian-
terpisah, terpisah, sepeda-
namun jalur terdapat kendaraan)
pedestrian dan pembatas terpisah
sepeda masih antara jalur sepenuhnya
bersatu, hanya pedestrian dengan
ada tempat dengan sepeda pembatas
penyeberang- berupa garis hard
an (zebra (line), ada barriers, ada
cross) tempat tempat
penyeberangan penyeberang-
maupun an serta JPO
Jembatan dalam bentuk
Penyeberangan pedestrian
Orang (JPO) mall maupun
skywalk

Transportasi 1. Tidak terdapat 1. Ada fasilitas 1. Ada fasilitas 1. Ada fasilitas 1. Ada fasilitas
bermotor saat fasilitas angkutan angkutan angkutan angkutan
ini (motorized angkutan umum massal umum massal umum massal umum massal
transportation umum massal dalam kota dalam kota berbasis jalan, berbasis
by current dalam kota yang berbasis yang berbasis memiliki jalan,
means) jalan, namun jalan, tempat memiliki
tidak memiliki memiliki pemberhentian tempat
tempat tempat khusus (halte), pemberhenti-
pemberhentian pemberhentian jalur terpisah an khusus
khusus (halte) khusus (halte), dengan jalur (halte), jalur
dan jalurnya namun kendaraan terpisah
masih bersatu jalurnya masih lainnya namun dengan jalur
dengan jalur bersatu dengan pembatas jalur kendaraan
kendaraan jalur masih berupa lainnya
lainnya (mixed kendaraan soft barriers dengan
traffic) lainnya (mixed (line) pembatas
traffic) jalur berupa
2. Tingkat 2. Tingkat hard barriers
kenyamanan 2. Tingkat kenyamanan
dan keamanan kenyamanan dan keamanan 2. Tingkat
sarana maupun dan keamanan sarana maupun kenyamanan
prasarana sarana maupun prasarana dan
angkutan prasarana angkutan keamanan
umum massal angkutan umum massal sarana
masih buruk umum massal baik (50% < maupun
(persepsi cukup baik persepsi prasarana
masyarakat ≤ (25% < masyarakat ≤ angkutan
25%) persepsi 75%) umum massal
masyarakat ≤ sangat baik
50%) 3. Ada rencana (persepsi
pembangunan masyarakat >
3. Ada rencana angkutan 75%)
pembangunan umum massal
angkutan dalam kota 3. Ada rencana
umum massal dengan jalur pembangunan
dalam kota khusus angkutan
dengan jalur (berbasis rel), umum massal
khusus sudah ada dalam kota
(berbasis rel), penerapannya berbasis rel
namun belum namun masih dan hasil
ada belum penerapan
penerapannya maksimal sesuai dengan
yang
direncanakan
15

Tabel 4 Batasan penentuan skoring indikator green transportation (lanjutan)


4.
Transportasi 1. Seluruh moda 1. Seluruh moda 1. Sebagian besar 1. Sebagian besar 1. Seluruh moda
bermotor angkutan angkutan moda angkutan moda angkutan angkutan
dengan umum massal umum massal umum massal umum massal umum sudah
potensi sarana masih masih masih sudah menggunakan
(motorized menggunakan menggunakan menggunakan menggunakan bahan bakar
transportation bahan bakar bahan bakar bahan bakar bahan bakar alternatif
by potential minyak minyak minyak (fossil), alternatif, sebagai bahan
means) (fossil), tidak (fossil), ada namun sudah hanya sedikit bakar utama
ada bahan bahan bakar ada yang masih kendaraan,
bakar alternatif tetapi pemanfaatan menggunakan ketersediaan
alternatif yang masih sulit bahan bakar bahan bakar bahan bakar
tersedia dan serta belum alternatif oleh minyak alternatif
dimanfaatkan dimanfaatkan beberapa moda (fossil), berlimpah dan
oleh moda oleh moda angkutan ketersediaan mudah
angkutan angkutan umum massal, bahan bakar diperoleh
umum massal umum massal ketersediaan alternatif
bahan bakar mudah 2. Seluruh moda
2. Keintegrasian 2. Keintegrasian alternatif diperoleh angkutan
antar moda antar moda cukup mudah umum (dalam
angkutan angkutan diperoleh 2. Keintegrasian maupun luar
umum massal umum massal antar sebagian kota) sudah
(dalam (dalam 2. Keintegrasian besar moda terintegrasi
maupun luar maupun luar antar moda angkutan dengan baik,
kota) hampir kota) masih angkutan umum massal perpindahan
tidak buruk (20% < umum (dalam (dalam antar moda
terkoneksi persepsi maupun luar maupun luar transportasi
sama sekali masyarakat ≤ kota) cukup kota) baik, mudah
(persepsi 40%) baik (40% < (60% < dilakukan
masyarakat ≤ persepsi persepsi (persepsi
20%) 3. Ada rencana masyarakat ≤ masyarakat ≤ masyarakat >
pengintegrasi- 60%) 80%) 80%)
3. Tidak ada an antar moda
rencana angkutan 3. Ada rencana 3. Ada rencana 3. Ada rencana
pengintegrasi- umum massal, pengintegrasi- pengintegrasi- pengintegrasi-
an antar moda namun belum an antar moda an antar moda an antar moda
angkutan ada angkutan angkutan angkutan
umum massal penerapannya umum massal, umum massal, umum massal,
penerapannya sebagian besar penerapannya
masih sedikit penerapannya sudah
sudah terlaksana
terlaksana semua dan
namun performanya
performanya sangat baik
masih belum
maksimal

Pengurangan 1. Waktu tempuh 1. Waktu tempuh 1. Waktu tempuh 1. Waktu tempuh 1. Waktu
kebutuhan perjalanan perjalanan saat perjalanan saat perjalanan saat tempuh
pergerakan menggunakan bepergian bepergian bepergian perjalanan
orang (less moda menggunakan menggunakan menggunakan menggunakan
need for angkutan moda angkutan angkutan moda angkutan moda
movement of umum massal umum massal umum massal umum massal angkutan
people) dalam kota dalam kota dalam kota dalam kota umum massal
sangat lama cukup lama, sama cepatnya lebih cepat dalam kota
(persepsi lebih cepat dengan daripada sangat cepat,
masyarakat ≤ menggunakan penggunaan menggunakan pengurangan
20%) kendaraan kendaraan kendaraan waktu tempuh
pribadi (20% < pribadi (40% < pribadi (60% < yang
2. Tidak terdapat persepsi persepsi persepsi signifikan
rencana masyarakat ≤ masyarakat ≤ masyarakat ≤ (persepsi
penataan 40%) 60%) 80%) masyarakat >
ruang 80%)
perkotaan
16

Tabel 4 Batasan penentuan skoring indikator green transportation (lanjutan)


2. Terdapat 2. Terdapat 2. Terdapat 2. Terdapat
rencana rencana rencana rencana
penataan ruang penataan penataan ruang penataan
perkotaan ruang perkotaan ruang
namun belum perkotaan berbasis TOD, perkotaan
berbasis TOD berbasis TOD sudah ada berbasis
namun belum penerapannya TOD, hasil
ada tetapi belum penerapannya
penerapannya maksimal sesuai dengan
yang
direncanakan
Metode untuk 1. Tidak terdapat 1. Ada standar, 1. Ada standar, 1. Ada standar, 1. Ada standar,
mencapai dan standar, peraturan peraturan peraturan peraturan
mempertahan- peraturan, maupun maupun maupun maupun
kan visi maupun kebijakan yang kebijakan yang kebijakan yang kebijakan
(methods of kebijakan mendukung mendukung mendukung yang
attaining and yang program green program green program green mendukung
sustaining the mendukung transportation transportation transportation green
vision) program (standar (standar (standar transportation
green kendaraan, kendaraan, kendaraan, (standar
transportation bahan bakar bahan bakar bahan bakar kendaraan,
yang yang yang bahan bakar
digunakan, digunakan, digunakan, yang
dsb), namun dsb), cukup dsb), cukup digunakan,
tidak dijadikan diprioritaskan diprioritaskan dsb), menjadi
prioritas dan dalam dalam prioritas
belum secara pembangunan- pembangunan- utama dalam
detail nya, namun nya, sudah pembangunan
dijabarkan belum secara cukup detail -nya, dan
dalam detail dijabarkan penjabaran
peraturan dijabarkan dalam dalam
dalam peraturan peraturan
2. Belum ada peraturan detail
penerapan dari 2. Sudah ada
standar, 2. Sudah ada penerapan dari 2. Sudah ada
peraturan, penerapan dari standar, penerapan
maupun standar, peraturan, dari standar,
kebijakan peraturan, maupun peraturan,
tersebut maupun kebijakan, ada maupun
kebijakan pengawasan kebijakan, ada
tersebut tetapi secara kontinu pengawasan
belum dalam secara kontinu
maksimal penerapannya dalam
penerapannya
3. Belum 3. Didukung
didukung penuh oleh 3. Didukung
penuh oleh sebagian besar penuh oleh
masyarakat masyarakat seluruh
kota lapisan
masyarakat,
sudah menjadi
kesadaran
pribadi
masyarakat
untuk
mematuhi
peraturan, dan
kebijakan
tersebut
Sumber : dimodifikasi dari The Centre for Sustainable Transportation (2002),
Bappeda (2015), dan Desdyanza (2014)
17

Tabel skoring tersebut digunakan sebagai acuan penilaian kondisi aktual


penerapan green transportation Kota Bogor saat ini. Kondisi aktual tersebut
diperoleh dari hasil pengamatan langsung (wawancara dan penyebaran kuesioner)
serta data-data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga yang terkait
dengan objek penelitian ini. Setelah proses penilaian tersebut dilakukan, dapat
diperoleh nilai total penerapan dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan: X1;X2 = nilai penerapan tiap indikator


Xn = nilai penerapan indikator ke-n
Xt = nilai total penerapan dari seluruh indikator
Setelah diperoleh nilai total penerapan, kemudian dilakukan penilaian
untuk mengetahui persentase penerapan green transportation yang telah dicapai
Kota Bogor saat ini. Persentase penerapan green transportation dapat diperoleh
dengan menggunakan rumus berikut:

*menurut penerapan jalur pedestrian, jalur sepeda, dan moda angkutan umum massal
d. Tahap Penyusunan Strategi Perencanaan
Dari hasil analisis dan pengolahan data dapat diketahui besar persentase
penerapan green transportation yang telah diterapkan di Kota Bogor serta
indikator apa saja yang sudah diterapkan dengan baik dan indikator mana yang
masih perlu dikembangkan performanya melalui strategi perencanaan untuk dapat
mencapai kondisi ideal yang diharapkan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam melakukan pengembangan
green transportation di Kota Bogor di masa mendatang.
Data Kondisi Data Kondisi Data Kondisi
Eksisting Jalur Eksisting Eksisting Angkutan
Pedestrian Jalur Sepeda Umum Massal
Inventarisasi

Identifikasi Kondisi Penerapan Indikator Green


Green Transportation
Transportation

Bogor Transportation Program


Analisis Gap

Strategi Perencanaan Penerapan Green Transportation


Sintesis

Gambar 4 Alur tahapan penelitian


18

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum Kota Bogor

Kondisi Geografis
Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106°48‟ Bujur Timur dan
6°26‟ Lintang Selatan, dengan luas wilayah sebesar 11.850 Ha. Kota Bogor terdiri
dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan, yaitu Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan
Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan
Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Secara administratif, Kota Bogor
dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor,
b. sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor,
c. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan
Ciomas, Kabupaten Bogor, dan
d. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan
Caringin, Kabupaten Bogor.
Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330 m dari permukaan
laut. Jenis tanah hampir seluruh wilayah adalah latosol cokelat kemerahan dengan
kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta
bersifat agak peka terhadap erosi. Aspek topografi wilayah Kota Bogor pada
dasarnya bervariasi antara datar dan berbukit (antara 0-200 mdpl sampai dengan >
300 mdpl). Kemiringan lereng di Kota Bogor sebagian besar pada klasifikasi datar
dan landai (< 15%) seluas 9.855,21 Ha atau 83,17%, seluas 1.109,89 Ha atau
sekitar 9,35% berada pada klasifikasi lahan agak curam (15%-25%). Sedangkan
untuk lahan yang berada pada klasifikasi curam dan sangat curam (> 25%) hanya
seluas 884,9 Ha atau sekitar 7,45%. Berikut penjelasannya dalam tabel
kemiringan berdasarkan kecamatan di Kota Bogor (Tabel 5).
Tabel 5 Tingkat kemiringan daerah berdasarkan kecamatan di Kota Bogor
Tingkat Kemiringan (ha)
Agak Sangat Jumlah
Kecamatan Datar Landai Curam
Curam Curam (ha)
< 2° 2,0°-14,9° 15,0°-24,9° 25,0°-39,9° 40°+
Bogor
169,10 1.418,40 1.053,89 350,37 89,24 3.081
Selatan
Bogor Timur 182,30 722,62 56,03 44,25 9,80 1.015
Bogor Utara 137,85 1.565,65 0,00 68,00 0,50 1.772
Bogor
125,44 560,47 0,00 117,54 9,55 813
Tengah
Bogor Barat 618,40 2.502,14 0,00 153,81 10,65 3.285
Tanah Sareal 530,85 1.321,91 0,00 31,24 0,00 1.844
Jumlah 1.763,94 8.091,19 1.109,92 765,21 119,74 11.850
Sumber : BPS Kota Bogor 2013
19

Kondisi iklim Kota Bogor sepanjang tahun 2013, memiliki suhu rata-rata
tiap bulan maksimum 31,6°C dengan suhu terendah sebesar 22,7°C. Kelembaban
udara tertinggi sebesar 90,4% dan terendah sebesar 73,5%. Curah hujan rata-rata
setiap bulan sekitar 333,0 – 630,2 mm, dengan curah hujan terbesar terjadi pada
bulan Mei dan September 2013. Secara umum, iklim di wilayah Kota Bogor
termasuk kategori sejuk dan dengan curah hujan yang cukup tinggi, Kota Bogor
dijuluki sebagai Kota Hujan. Berikut grafik rata-rata temperatur udara dan rata-
rata kelembaban relatif udara Kota Bogor tahun 2013 (Gambar 5 dan Gambar 6).

Gambar 5 Grafik rata-rata temperatur udara Kota Bogor tahun 2013


Sumber : BPS Kota Bogor 2013

Gambar 6 Grafik rata-rata kelembaban relatif udara Kota Bogor tahun 2013
Sumber : BPS Kota Bogor 2013
Wilayah Kota Bogor dialiri oleh 2 sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung
dan Sungai Cisadane, serta anak-anak sungai (Sungai Cipakancilan, Sungai
Cidepit, Sungai Ciparigi, dan Sungai Cibalok) yang secara keseluruhan
membentuk pola aliran paralel-sub paralel sehingga mempercepat waktu
mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar tersebut. Kota Bogor
memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah
Air Minum. Sumber air bagi Kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah, dan
mata air.
Secara umum, penggunaan lahan di Kota Bogor dapat dibedakan menjadi
2 bagian, yaitu kawasan terbangun dan kawasan belum terbangun. Kawasan
terbangun memiliki luas sebesar 4.411,86 Ha atau sekitar 37,23% dari luas total
Kota Bogor. Kawasan terbangun di wilayah Kota Bogor didominasi oleh kawasan
20

permukiman seluas 3.135,79 Ha (26,46%), yang didalamnya terdapat fasilitas


kesehatan, pendidikan, peribadatan, serta perkantoran.
Kawasan belum terbangun di Kota Bogor memiliki luas total sebesar
7.438,14 Ha atau sekitar 62,77% dari luas total Kota Bogor, yang berupa Situ,
Sungai, Kolam, RTH, Tanah Kosong Non RTH, dan lain-lain yang belum
teridentifikasi. Kawasan belum terbangun di Kota Bogor didominasi oleh RTH
seluas 6.088,58 Ha atau 51,38% yang didalamnya terdapat hutan kota, jalur hijau
jalan, jalur hijau SUTET, kawasan hijau, kebun raya, lahan pertanian kota,
lapangan olah raga, sempadan sungai, Taman Pemakaman Umum (TPU), taman
kota, taman lingkungan, taman perkotaan dan taman rekreasi.

Gambar 7 Peta wilayah administrasi Kota Bogor


Sumber : Bappeda Kota Bogor
21

Kondisi Demografi (Kependudukan)


Kota Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki
kepadatan penduduk cukup tinggi. Berdasarkan data kependudukan dari BPS,
Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2013 mencapai 1.013.019 jiwa, dengan
total penduduk laki-laki sebesar 514.797 jiwa (50,82%) dan total penduduk
perempuan sebesar 498.222 jiwa (49,18%). Dibandingkan dengan tahun 2012,
jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2013 bertambah sebanyak 8.188 orang
atau meningkat sebanyak 0,81%. Dengan luas wilayah 118,50 km², kepadatan
penduduk di Kota Bogor pada tahun 2013 mencapai 8.549 orang per km². Berikut
ini adalah tabel tingkat kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan di Kota
Bogor (Tabel 6).
Tabel 6 Tingkat kepadatan penduduk berdasarkan kecamatan di Kota Bogor
Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan
No Kecamatan
(km²) (Jiwa) Penduduk (per km²)
1 Bogor Selatan 30,81 191.468 6.214
2 Bogor Timur 10,15 100.517 9.903
3 Bogor Utara 17,72 182.615 10.306
4 Bogor Tengah 8,13 103.719 12.758
5 Bogor Barat 32,85 224.963 6.484
6 Tanah Sareal 18,84 209.737 11.133
Jumlah 118,50 1.013.019 8.549
Sumber : BPS Kota Bogor 2013

Kondisi Ekonomi
Kondisi perekonomian Kota Bogor dapat dikatakan membaik, hal ini
dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Kota Bogor,
yang selama empat tahun terakhir menunjukkan peningkatan baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan. Pada tahun 2008, jumlah PDRB per
Kapita atas dasar harga berlaku hingga tahun 2012 mengalami pertumbuhan yang
cukup baik, yaitu dari 11,08 juta rupiah pada tahun 2008, kemudian meningkat
menjadi 17,34 juta rupiah pada tahun 2012. PDRB per Kapita atas dasar harga
kostan mengalami peningkatan yang cukup pesat selama periode 2008-2012, yaitu
sebesar 4,67 juta rupiah pada tahun 2008 menjadi 5,37 juta rupiah pada tahun
2012. Rata-rata pertumbuhan PDRB per Kapita Kota Bogor adalah 3,38% per
tahun, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini (Tabel 7).
Tabel 7 PDRB per kapita Kota Bogor atas dasar harga konstan tahun 2008 s.d.
2012
Uraian 2008 2009 2010 2011 2012
PDRB per Kapita atas dasar
11,08 12,58 14,64 16,01 17,24
Harga Berlaku (Rp.juta/jiwa)
PDRB per Kapita atas dasar
Harga Konstan Tahun 2000 4,67 4,77 5,04 5,25 5,37
(Rp.juta/jiwa)
Sumber : Diolah dari BPS Kota Bogor 2013
22

Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Kota Bogor

Berbagai pengembangan sistem transportasi telah direncanakan oleh


Pemerintah Kota Bogor. Saat ini, rencana pengembangan transportasi Kota Bogor
terdapat dalam Bogor Transportation Program (B-TOP). B-TOP termasuk dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor 2015-
2019, yang melanjutkan hasil pengembangan program Sustainable Urban
Transport Improvement Project (SUTIP) yang merupakan kerja sama antara
Bappeda Kota Bogor dengan Tim GIZ dari Jerman dan dilaksanakan pada periode
2009-2014 lalu. Dalam rencana pengembangan transportasi ini, pemerintah
memusatkan pada strategi pembangunan kota dan peningkatan mobilitas
perkotaan. Strategi pembangunan kota memfokuskan pada pengurangan beban
pusat kota melalui redistribusi fungsi ruang ke pinggiran kota yang didukung
sistem jaringan jalan dan sistem transfer point yang efektif dan efisien.
Pengembangan sistem angkutan massal berbasis jalan dan rel yang didukung
sistem pedestrian dan kendaraan ramah lingkungan serta penegakan hukum yang
masif dan sistematis. Berikut merupakan penjelasan mengenai beberapa program
pembangunan sistem transportasi.

Pengembangan Sistem Jaringan Jalan


a. Peningkatan Jaringan Jalan
Rencana peningkatan jalan dilakukan dengan memperbesar kapasitas jalan
dan peningkatan kondisi jalan agar jalan tersebut sesuai dengan fungsi dan kelas
jalan yang ditetapkan. Peningkatan kondisi jalan yang dilakukan di Kota Bogor
adalah perbaikan jalan-jalan yang rusak dan kondisinya belum memadai, terutama
di wilayah selatan kota. Rencana peningkatan fungsi dan kapasitas jalan bertujuan
untuk meningkatkan aksesibilitas antar bagian kota secara merata,
mengembalikan penggunaan jalan yang tidak sesuai karena perubahan guna lahan
sekitar menjadi sesuai dengan kapasitas jalan yang seharusnya. Upaya
peningkatan fungsi dan kapasitas jalan ini dilakukan terutama pada jalan-jalan
utama kota (arteri dan kolektor) pada ruas-ruas tempat pusat kegiatan komersial
dan fasilitas pelayanan berada, seperti Jalan Pajajaran, Jalan Raya Tajur, Jalan
Cilendek-Semplak, dan Jalan Ciomas.
b. Peningkatan Mobilitas Regional
Kota Bogor berada dalam sistem perwilayahan Jabodetabek, hal ini
menyebabkan pusat Kota Bogor berfungsi sebagai simpul pergerakan orang dan
barang, terutama bagi pelintas ulang alik (commuter) Bogor-Jakarta-Bogor
dengan jumlah lebih kurang 600.000 orang/hari. Pada sisi lain, karena Kota Bogor
dan sekitarnya juga menjadi tempat kerja/sekolah dan tujuan wisata, maka pada
saat yang bersamaan juga terjadi perjalanan ulang alik Jakarta-Bogor-Jakarta.
Pergerakan ulang alik tersebut difasilitasi oleh KRL (KA Commuter), AKDP dan
kendaraan pribadi. Untuk meningkatkan kapasitas prasarana yang ada, perlu
dikembangkan/dibangun:
jalan Tol Bogor-Parung-Tangerang,
penyediaan jalur khusus kendaraan umum pada jalan Tol Jagorawi (Trans
Jabodetabek),
penyediaan gerbong KA VIP Jakarta-Bogor-Jakarta pada pagi dan sore/malam
hari,
23

peningkatan frekuensi perjalanan KA Bogor-Sukabumi, dan


peningkatan aksesibilitas Jakarta-Bogor pada jalan nasional/provinsi melalui
pelebaran/peningkatan jalan Jakarta-Parung-Lebak Bulus, pembangunan
flyover pada pertigaan Parung, pelebaran/peningkatan jalan Jakarta-Cibinong-
Cililitan, dan pembangunan Monorel Jakarta-Bogor.
c. Peningkatan Mobilitas Pusat Kota
Kota Bogor memiliki pola jaringan jalan yang terpusat ke tengah kota (radial
konsentris). Hal ini menyebabkan pusat kota mengalami beban yang berat. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penataan ruang dan rekayasa lalu lintas, sehingga
kapasitas ruang dan jalan dapat mendukung pertumbuhan yang terjadi. Rencana
penataan keliling luar KRB/IB ini adalah:
pembangunan flyover/jembatan pada beberapa lintasan padat, yaitu Jembatan
Pamoyanan, underpass Baranangsiang, flyover Kapten Muslihat, flyover MA
Salmun, flyover RE Martadinata, flyover Kebon Pedes, flyover Warung
Jambu, dan Jembatan laying Bantarjati-Air Mancur,
pengadaan bis khusus, seperti bis sekolah, bis wisata dalam kota, dan bis
keliling,
pengembangan areal parkir bersama pada kawasan komersial, terutama pada
jalan arteri primer (Jalan Raya Pajajaran, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Kapten
Muslihat), dan
pembangunan gedung parkir (Park & Ride), terutama pada kawasan komersial
yang dapat dikembangkan jalur pedestrian seperti sisi Jalan Surya Kencana,
Jalan Pajajaran, dan lain-lain.

Pengembangan Sistem Angkutan Umum


a. Pengembangan Kelembagaan Angkutan Umum
Kepemilikan angkutan umum yang ada saat ini masih didominasi oleh
angkutan individual, sehingga tidak memiliki badan hukum yang jelas. Dalam
keadaan saat ini, perencanaan dan pengawasan operasional angkutan umum
sangat lemah karena kebijakan tidak mengikat kepada anggotanya. Oleh karena
itu, dalam program pembangunan transportasi, program pengembangan
kelembagaan angkutan umum termasuk didalamnya. Dalam program ini, BUMD
ditugaskan oleh Walikota sebagai “management company” ataupun sebagai
operator secara langsung melalui penandatanganan kontrak Standar Pelayanan
Minimum (SPM), dimana BUMD tersebut harus mematuhi ketentuan standar
pelayanan minimal yang dijanjikan Pemerintah kepada masyarakat. BUMD
berkoordinasi dengan dinas teknis DLLAJ terkait kebijakan, perencanaan,
perizinan, dan pengembangan infrastruktur. Selain itu, BUMD juga melakukan
pengawasan operasional kepada Badan Hukum jasa angkutan lain untuk memiliki
SPM sebagai dasar kontrak layanan antara BUMD dengan operator Badan Hukum
tersebut.
b. Pengembangan Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan “Bus Transit System-
BTS” Trans Pakuan
Sebagai upaya pembangunan transportasi perkotaan yang berkelanjutan,
Pemerintah Kota Bogor mencoba menggunakan pendekatan metode push and
pull. Dalam metode ini, Pemkot mengajak masyarakat untuk meninggalkan
kendaraan pribadi dan mulai beralih dengan penggunaan angkutan umum melalui
perbaikan layanan transportasi umum yang ada. Oleh karena itu, pemerintah
24

melakukan rencana penambahan 3 koridor baru pada layanan BTS Trans Pakuan
yang melayani rute Ekalokasari – Lanud. Atang Sanjaya, Terminal Merdeka –
Ciluar, dan Ciawi – Tanah Baru (via R3), serta ditunjang dengan prasarana
(jaringan jalan, pedestrian, dan shelter) dan pengembangan ITS (Intelligent
Transport System) berupa PTIS (Public Transport Information System) dan bus
priority.

Gambar 8 Peta Rencana Transportasi Umum Massal Kota Bogor


Sumber: DLLAJ Kota Bogor
Dalam menjamin ketersediaan angkutan umum, dilakukan pemisahan,
dimana Fungsi Regulator dilaksanakan oleh DLLAJ Kota Bogor dan Fungsi
Penyelenggara Angkutan Umum dilaksanakan oleh otoritas angkutan umum
(BUMD Kota Bogor) yang dalam hal ini adalah Perusahaan Daerah Jasa
Transportasi (PDJT) sebagai Bus Management Company (BMC) yang
25

menjembatani antara regulator dan operator. Saat ini, PDJT Kota Bogor sedang
dalam tahapan proses transformasi dari operator BTS Trans Pakuan menjadi BMC
(Bus Management Company). Perubahan tersebut menjadi potensi investasi Badan
Usaha ber-Badan Hukum Jasa Angkutan sebagai operator dalam pengembangan
koridor Trans Pakuan berdasarkan kontrak pelayanan melalui penyediaan
sarana/bus (sebanyak ± 200 kendaraan tahap awal perencanaan dari 7 koridor)
dengan sistem operasional didasarkan atas Standar Pelayanan Minimum (SPM)
dan Ticketing Smart Card System yang dimungkinkan terintegrasi antar koridor
dan angkutan umum berbasis jalan rel dan metode transportasi lainnya.

Non-Motorized Transport
Semakin padat kota yang dibangun, maka seharusnya semakin mudah pula
fasilitas-fasilitas yang ada di kota untuk diakses dengan berjalan kaki sehingga
kota menjadi lebih layak huni. Saat ini, fasilitas pejalan kaki termasuk fasilitas
pendukungnya seperti zebra cross, underpass atau jembatan penyeberangan orang
(JPO) yang ada di Kota Bogor kondisinya sangat kurang, sementara potensi
pemanfaatannya terus meningkat. Baik desain maupun fungsi dari fasilitas
tersebut kurang memberikan kenyamanan maupun keamanan bagi pejalan kaki
maupun penyandang cacat (disable). Untuk itu, pemerintah merencanakan
penyediaan dan pemanfaatan sarana dan prasrana pejalan kaki dengan
mempertimbangkan aspek kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pengguna,
serta mengakomodasi kepentingan penyandang cacat (disable).
Untuk mewujudkan pengembangan Non-Motorized Transport tersebut,
pemerintah telah menyusun rencana 9 tahap perbaikan dan pengembangan jalur
pedestrian yang ada di Kota Bogor yang sudah dimulai pengerjaannya sejak tahun
2012 lalu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas fasilitas jalur pedestrian
yang sudah ada sebelumnya agar tingkat kenyamanan dan keamanan pejalan kaki
semakin meningkat, sehingga penggunaan kendaraan pribadi dalam jarak tempuh
yang singkat dapat berkurang. Berikut penjelasan dari tahap-tahap tersebut (Tabel
8 dan Gambar 9).

Tabel 8 Rencana tahap-tahap perbaikan dan pengembangan jalur pedestrian di


Kota Bogor
Tahap Tahun
Pengembangan Wilayah Pengembangan Pelaksanaan
Pedestrian Pengembangan
Tahap 1 Jalan Nyi Raja Permas 2012
Tahap 2 Jalan Kapten Muslihat (kiri) 2013
Tahap 3 Jalan Kapten Muslihat (kanan) 2014
Tahap 4 Seputaran Kebun Raya (kiri) 2015
Tahap 5 Seputaran Kebun Raya (kanan) 2016
Tahap 6 Jalan Surya Kencana - Jalan Paledang 2017
Tahap 7 Jalan Pajajaran (kiri) 2018
Tahap 8 Jalan Pajajaran (kanan) 2018
Tahap 9 Jalan Ahmad Yani - Jalan Pemuda - Jalan Dadali 2019
Sumber : Bappeda Kota Bogor
26

Gambar 9 Peta Rencana Jaringan Non-Motorized Kota Bogor


Sumber: DLLAJ Kota Bogor
Dalam melakukan perbaikan dan pengembangan jalur pedestrian tersebut,
Pemerintah Kota Bogor juga memperhatikan beberapa aspek kebutuhan dari
pejalan kaki. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan rencana penyediaan dan
pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki di Kota Bogor
dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu:
a. pembangunan prasarana dan sarana pejalan kaki mengikuti ketentuan teknis
yang ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan, berupa jalur pedestrian (fasilitas pejalan kaki dan pesepeda)
27

maupun fasilitas penyeberangan (jembatan penyeberangan orang dengan


konsep Sky Walk atau Pedestrian Mall),
b. desain prasarana dan sarana pejalan kaki harus mengakomodasi kepentingan
para penyandang cacat (disable),
c. terintegrasi (terpadu) dengan pembangunan Stasiun KA Bogor, terminal
penumpang atau shelter BTS Trans Pakuan, dan
d. terhubung dengan antar pusat kegiatan perdagangan dan jasa (pertokoan,
mall).

Pengelolaan Perparkiran
Saat ini, layanan parkir di badan jalan (on street parking) masih
mendominasi di Kota Bogor. Layanan parkir di badan jalan menyebabkan
gangguan yang signifikan terhadap sistem lalu lintas secara keseluruhan, terutama
untuk layanan parkir di badan jalan yang rawan dan menimbulkan hambatan
samping (side friction) bagi jalan. Dalam rencana pengembangan yang dilakukan
pemerintah, keberadaan on street parking dimungkinkan tidak mengganggu
kinerja/tingkat pelayanan lalu lintas pada suatu ruas jalan dengan dipasang
marka/rambu lalu lintas dan ditetapkan sebagai objek retribusi parkir.
Penyediaan prasarana parkir di luar badan jalan (off-street parking) perlu
dilakukan untuk meminimalkan atau bahkan meniadakan sistem on street parking.
Selain itu, upaya peningkatan kinerja jaringan jalan juga dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu:
a. penetapan ketentuan penyediaan parkir bagi semua kegiatan yang
menimbulkan kenaikan tingkat pergerakan lalu lintas dengan pembangunan
fasilitas parkir bersama pada setiap pusat aktivitas penduduk, antara lain
dengan cara:
Park & Ride di terminal dan stasiun kereta api, dan
gedung parkir di pusat kota pada kawasan (jaringan jalan) dengan
kepadatan tinggi serta pusat perdagangan dan jasa (pertokoan, mall, hotel),
b. meminimalkan ruang-ruang publik yang dimanfaatkan sebagai fasilitas parkir,
dan
c. memperluas fasilitas parkir yang sudah tidak memadai, baik dengan perluasan
vertikal maupun horizontal (pusat-pusat kegiatan di Kota Bogor).

Pembangunan Transfer Point


Pemerintah Kota Bogor memasukkan penataan ruang berbasis Transit
Oriented Development (TOD) dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
Kota Bogor tahun 2011-2031, bekerja sama dengan PT. Kereta Api Indonesia
(PT. KAI) dalam Program Pembangunan dan Pengembangan Prasarana Kawasan
Stasiun Kereta Api Lawang Taleus di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah
Sareal, Kota Bogor. Pembangunan Stasiun KA Lawang Taleus dengan fungsi
utama sebagai stasiun dan sepur stabling (jalur rel), serta fungsi khusus sebagai
bagian dari jaringan moda transportasi terpadu Kota Bogor dengan pengembangan
kawasan berbasis Transit oriented Development (TOD) yang mengintegrasikan
berbagai fungsi (layanan dan teknik transportasi, layanan publik dan komersial,
serta ruang dan penanda/landmark kota), dengan menerapkan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) dan berbasis kebudayaan yang
28

menjadikan sebuah „green facilities‟ dalam satu konsep pengembangan kawasan


“Kota KAI”.
Lokasi pembangunan terletak di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah
Sareal, dengan rencana Stasiun KA terletak di KM 50+025 antara Stasiun Bogor
dan Cilebut (jarak 4,7 km dari Stasiun Bogor dan 2,8 km dari Stasiun Cilebut).
Sebagai dukungan mobilitas dan aksesibilitas, akan dibangun jaringan jalan baru
serta adanya integrasi moda dengan pelayanan angkutan massal Trans Pakuan dan
Angkutan Kota sebagai feeder. Saat ini, dari kebutuhan lahan seluas ± 4,3 ha
untuk Stasiun KA Lawang Taleus, telah dibebaskan oleh Pemerintah Kota Bogor
seluas ± 1,4 ha dan sisanya dalam proses pembebasan oleh PT. KAI. Selain itu,
dikembangkan pula kawasan mixed use plan “ Kota KAI” berbasis TOD dengan
pembangunan gedung vertikal, dimana pada satu gedung terdapat beberapa fungsi
bangunan, seperti lantai dasar dibangun pusat retail, perkantoran serta komersial,
sedangkan pada lantai atas dibangun hunian tempat tinggal, dengan kebutuhan
lahan dalam proses penetapan lokasi.

Kendaraan Ramah Lingkungan


Sebagai upaya mendukung komitmen Pemerintah RI untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca sampai dengan 26% pada tahun 2020 (Peraturan Presiden
No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca), Pemerintah Kota Bogor berkomitmen dengan kebijakan menjadikan Kota
Bogor menjadi kota yang ramah lingkungan (Green City) melalui pengembangan
dan pemanfaatan bahan bakar alternatif dengan menggunakan Bio Diesel
Fuel/BDF, kendaraan listrik, dan Bahan Bakar Gas/BBG.
a. Bio Diesel Fuel (BDF)
Pada awal pengoperasian, BTS Trans Pakuan telah menggunakan campuran
minyak jelantah pada bahan bakarnya (diesel) yang diperoleh dari masyarakat
maupun bantuan atau bagian Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan
hotel dan restoran. Namun, ketersediaan minyak jelantah dan sejenisnya tidak
stabil sehingga diperlukan kerja sama yang baik dengan perusahaan-perusahaan
maupun masyarakat dalam pemanfaatan minyak bekas serta perlu didukung oleh
kebijakan pemerintah yang tepat. Selain itu, dalam penggunaan bahan bakar
campuran minyak jelantah, mesin kendaraan menjadi lebih mudah berkarat
sehingga perlu diimbangi dengan teknologi yang canggih dalam pemanfaatannya.
b. kendaraan listrik
Pada pertengahan tahun 2014 sudah dilakukan kerja sama dan uji coba
kendaraan listrik di Kota Bogor dengan Litbang Kementerian Perhubungan. Dan
sampai saat ini, uji coba penggunaan kendaraan listrik masih terus dilakukan dan
akan ditingkatkan lebih jauh hingga diperoleh teknis pengoperasian, pola kerja
sama dengan PLN, pengadaan kendaraan, dukungan hokum yang lebih kuat, dan
hal lain yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kendaraan umum bermesin
listrik.
c. Bahan Bakar Gas (BBG)
Untuk mengembangkan kendaraan angkutan penumpang berbahan gas
(BBG) telah dilakukan berbagai pertemuan dengan berbagai pihak terkait seperti
Pertamina, Perusahaan Gas Negara (PGN), Kementerian Perhubungan,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta swasta, dengan
hasil sebagai berikut :
29

sudah disepakati pembangunan 4 SPBG oleh Pertamina di beberapa titik di


Jalan Raya Pajajaran yang terdiri dari 1 SPBG Mother Station (MS), 1 SPBG
On Line (OL) dan 2 SPBG Daughter Station (DS), serta 4 SPBG yang akan
dibangun oleh PGN, yang secara lebih teknis lokasi akan disepakati kemudian
sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
DLLAJ Kota Bogor sudah menyiapkan 1.001 converter kit untuk digunakan
oleh angkot bila secara teknis angkot dan SPBG sudah siapa diopersikan, dan
kendaraan pengguna BBG akan dikembangkan untuk Trans Pakuan dan
kendaraan umum lainnya.
Penggunaan BBG sebagai bagian konversi Bahan Bakar Minyak (BBM), dengan
pilihan penggunaan BBG jenis Compressed Natural Gas (CNG), dimana saat ini
telah terbangun 1 unit SPBG yang secara rutin telah dimanfaatkan oleh sekitar 50
kendaraan angkutan kota.
Salah satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Bogor 2015-2019 adalah terwujudnya sistem angkutan umum kota
yang nyaman dan ramah lingkungan, dengan program pengembangan transportasi
ramah lingkungan dan indikator sasaran jumlah angkutan umum berbahan bakar
alternatif sebanyak 1000 kendaraan. Sebagai tahap awal penggunaan BBG untuk
kendaraan angkutan umum (Kota dan AKDP) di Kota Bogor yang dapat
diakomodasi oleh 4 lokasi rancana SPBG tersebut, dengan kebutuhan CNG
sebagai berikut :
Tabel 9 Konversi kebutuhan CNG yang dapat diakomodasi dari rencana SPBG
Pertamina dan PGN
Kebutuhan CNG (Liter
Lokasi SPBG Potensi Kendaraan
Setara Premium/hari)*
MS – Jl. Raya Pajajaran 1704 23.856 LSP/hari
OL – Jl. Raya Pajajaran 2757 38.598 LSP/hari
DS – Terminal Bubulak 2532 35.448 LSP/hari
DS – Sukasari 1735 24.290 LSP/hari
*Asumsi : 16 rit/kendaraan/hari, 12 km/rit, 14 km/LSP → ± kebutuhan CNG 14 LSP/kendaraan
Sumber : Bappeda Kota Bogor

Inventarisasi

Dengan luas wilayah sebesar 11.850 Ha dan jumlah penduduk yang


melebihi 1 juta orang menjadikan Kota Bogor sebagai salah satu kota di Indonesia
dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan berpengaruh pada
peningkatan kebutuhan transportasi bagi masyarakat. Peraturan mengenai lalu
lintas jalan dan sistem transportasi Kota Bogor tercantum dalam Peraturan Daerah
(Perda) Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Selain itu, pemerintah juga menyediakan moda angkutan
umum untuk membantu mengakomodasi pergerakan masyarakat dalam
beraktivitas sehari-hari.
Dari hasil survey langsung maupun studi pustaka, diperoleh beberapa data
primer dan sekunder mengenai kondisi sistem transportasi Kota Bogor saat ini,
khususnya mengenai kondisi jalur pedestrian, jalur sepeda, serta moda angkutan
umum massal. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Lalu Lintas dan
30

Angkutan Jalan (DLLAJ), jumlah penumpang BTS Trans Pakuan pada tahun
2013 adalah sebesar 3.973 penumpang. Jumlah tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah 3.090 penumpang. Selain
itu, diketahui pula rata-rata jumlah penumpang yang terangkut BTS Trans Pakuan
per harinya, dari tahun 2007 (awal beroperasi) sampai dengan tahun 2013
berjumlah 2.833 penumpang. Sebanyak 5% dari jumlah tersebut kemudian
ditetapkan sebagai koresponden kuesioner, yang dibulatkan menjadi 150 orang.
Berikut merupakan penjelasan dari kondisi sistem transportasi Kota Bogor yang
sedang berjalan saat ini.

Jalur Pedestrian
Pada masa kedudukan Belanda di Indonesia, Kota Bogor merupakan salah
satu kota yang dibangun dengan peruntukkan sebagai kota hunian. Penataan ruang
di Kota Bogor cenderung mengikuti model penataan ruang seperti kota-kota di
Eropa dan sekitarnya, dimana keberadaan elemen jalur pedestrian juga
diperhitungkan ketika awal perencanaan. Oleh karena itu, sebagian besar jalan-
jalan di Kota Bogor telah memiliki jalur pedestrian, khususnya di jalan-jalan besar
di pusat kota. Baik desain maupun lebar jalur pedestrian di Kota Bogor bervariasi
dengan rata-rata lebar jalur sebesar 1m-2,5m (kecuali pada Jalan Nyi Raja Permas
sebagai jalur khusus pedestrian dan sepeda sebesar 10m). Berikut adalah beberapa
kondisi eksisting jalur pedestrian di Kota Bogor (Gambar 10).

Gambar 10 Kondisi jalur pedestrian di Jalan Siliwangi (kiri) dan Jalan Jalak
Harupat (kanan)

Hak dan kewajiban pejalan kaki di Kota Bogor tercantum dalam Perda
Kota Bogor Nomor 3 tahun 2013 Paragraf 9 tentang Hak dan Kewajiban Pejalan
Kaki dalam Berlalu Lintas. Beberapa program pembenahan jalur pedestrian dalam
RTRW Kota Bogor 2011-2031 yang sudah terlaksana antara lain penerapan
kawasan khusus pedestrian dan pesepeda di Jalan Nyi Raja Permas, pembangunan
underpass Jalan Raya Pajajaran untuk akses menuju Kebun Raya Bogor, serta
perbaikan jalur pedestrian di sekitaran Kebun Raya Bogor dan beberapa jalan
arteri sekunder.
Berdasarkan persepsi masyarakat Kota Bogor yang diperoleh dari hasil
penyebaran kuesioner, tingkat kenyamanan jalur pedestrian yang ada saat ini
adalah sebesar 48,2%, dengan tingkat keamanan sebesar 45,1%. Sedangkan untuk
jumlah fasilitas pendukung jalur pedestrian yang ada (bangku, tempat sampah,
tempat penyeberangan/JPO) sebesar 51,6%. Untuk tingkat akomodasi jalur
31

pedestrian (berdasarkan jalur) yang ada saat ini dalam mengakomodasi pengguna,
didapatkan persepsi masyarakat sebesar 52% serta keintegrasian jalur pedestrian
dengan moda transportasi lainnya sebesar 65,7%. Dari hasil tersebut dapat
diketahui rata-rata performa jalur pedestrian yang ada saat ini berdasarkan
persepsi masyarakat adalah sebesar 52,5%. Berikut penjelasan tingkat performa
jalur pedestrian yang ada saat ini berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh
(Gambar 11).
100.0%
80.0%
60.0%
40.0% 65.7%
20.0% 48.2% 45.1% 51.6% 52.0%
0.0%
Kenyamanan Keamanan Fasilitas Akomodasi Keintegrasian
pengguna pengguna pendukung jalur dengan moda
pedestrian angkutan
lainnya

Faktor performa jalur pedestrian

Gambar 11 Grafik tingkat performa jalur pedestrian Kota Bogor


Sumber: Pengamatan langsung (kuesioner)

Jalur Sepeda
Saat ini, fasilitas untuk pengguna sepeda belum menjadi kebutuhan yang
diprioritaskan dalam pengembangan sistem transportasi di Kota Bogor. Dalam
Perda Kota Bogor, penjelasan peraturan fasilitas jalur sepeda belum tertulis secara
detail dan masih disatukan dengan peraturan fasilitas jalur pedestrian. Fasilitas
jalur sepeda yang ada saat ini di Kota Bogor hanya terdapat di Jalan Nyi Raja
Permas, Jalan Kapten Muslihat, dan Jalan Ir. H. Juanda saja. Jalur sepeda di Kota
Bogor ini termasuk ke dalam tipe Raised Cycle Tracks, dimana jalur sepeda
tepisah secara vertikal (perbedaan level) dengan jalur kendaraan (NACTO, 2011).
Rata-rata lebar jalur sepeda yang ada di Kota Bogor adalah 1 m-1,5 m, sedangkan
pada kawasan khusus pedestrian dan sepeda di Jalan Nyi Raja Permas memiliki
lebar sebesar 4,5 m. Kondisi aktual jalur sepeda di Kota Bogor ditunjukkan pada
Gambar 12.

Gambar 12 Kondisi aktual jalur sepeda di Jalan Kapten Muslihat (kiri) dan Jalan
Nyi Raja Permas (kanan)

Prasarana yang sudah ada untuk mengakomodasi pengguna sepeda adalah


fasilitas parkir sepeda yang diletakkan di setiap ujung jalan. Tipe ini hanya
diperuntukkan untuk parkir jangka pendek saja dimana tingkat keamanan serta
32

tingkat perlindungan dari kerusakan akibat cuaca masih rendah. Selain itu,
terdapat pula tempat penyeberangan yang menggunakan perbedaan pavement
serta beberapa rambu serta marka jalan untuk pengguna sepeda. Berikut adalah
beberapa fasilitas pendukung jalur sepeda yang ada di Kota Bogor saat ini
(Gambar 13).

Gambar 13 Fasilitas-fasilitas pendukung jalur sepeda

100.0%
80.0%
60.0%
40.0%
20.0% 40.9% 39.6% 39.9% 41.2% 47.7%
0.0%

Faktor performa jalur sepeda

Gambar 14 Grafik tingkat performa jalur sepeda Kota Bogor


Sumber: Pengamatan langsung (kuesioner)
Berdasarkan grafik tersebut, persepsi masyarakat terhadap tingkat
kenyamanan jalur sepeda yang ada saat ini di Kota Bogor adalah sebesar 40,9%
dengan tingkat kenyamanan sebesar 39,6%. Persentase kondisi dan performa dari
fasilitas pendukung jalur sepeda adalah sebesar 39,9%. Sedangkan, untuk tingkat
akomodasi jalur sepeda (berdasarkan lebar jalur) yang ada saat ini dalam
mengakomodasi pengguna, didapatkan persepsi masyarakat sebesar 41,2% dan
tingkat keintegrasian dengan moda angkutan lainnya sebesar 41,2%. Dari nilai-
nilai persentase tersebut dapat diketahui nilai rata-rata performa dari jalur sepeda
di Kota Bogor yang ada saat ini adalah sebesar 41,9%.
Konektivitas antar jalur sepeda yang ada belum terlihat karena baru
terdapat 3 jalur sepeda dan ketiganya masih belum terhubungkan dengan baik.
Tidak adanya fasilitas penyeberangan sepeda pada persimpangan (intersection)
menurunkan tingkat keamanan bagi pengguna sepeda di Kota Bogor, padahal
jalur sepeda yang ada saat ini berada pada kawasan dengan aktivitas masyarakat
yang cukup tinggi karena berada di jalan yang melalui stasiun kereta dan kawasan
komersil. Berikut merupakan kondisi dari jaringan non-motorized yang ada di
Kota Bogor saat ini (Gambar 15).
33

Gambar 15 Peta dan kondisi eksisting jaringan non-motorized Kota Bogor


Sumber : DLLAJ Kota Bogor
34

Angkutan Umum Massal


Sistem transportasi umum yang ada saat ini di Kota Bogor masih
memanfaatkan angkutan kota sebagai moda angkutan umum yang utama. Menurut
data yang diperoleh dari DLLAJ Kota Bogor, angkutan kota yang beroperasi di
Bogor saat ini berjumlah 3.412 unit, yang melayani 23 rute trayek yang tersebar di
seluruh ruas-ruas jalan Kota Bogor. Selain itu, terdapat pula 10 rute trayek
Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) yang melalui Kota Bogor dengan jumlah
armada yang beroperasi sebanyak 4.426 unit. Hal-hal tersebut merupakan salah
satu penyebab kemacetan yang terjadi di Kota Bogor saat ini. Oleh karena itu,
diperlukan moda angkutan umum massal yang terkoneksi di setiap ruas jalan
utama Kota Bogor agar perpindahan dapat dilakukan dengan cara yang lebih
efektif dan efisien.
Moda angkutan umum yang melayani pergerakan masyarakat Kota Bogor
saat ini terdiri atas angkutan kereta api, angkutan Bus Transit System (BTS) Trans
Pakuan, dan Angkutan Perkotaan Terintegrasi Busway (APTB). Di antara ketiga
moda angkutan tersebut hanya BTS Trans pakuan saja yang melayani rute dalam
Kota Bogor serta dibawah pertanggung jawaban Pemkot Bogor. Selain itu,
terdapat pula moda angkutan umum otobus yang melayani perjalanan antar kota
dalam provinsi maupun antar kota luar provinsi, namun tidak dikelola langsung
oleh Pemkot Bogor melainkan dengan perusahaan-perusahaan otobus. Berikut
moda angkutan umum massal yang beroperasi saat ini (Gambar 16).

Gambar 16 Moda angkutan umum massal BTS Trans Pakuan (kiri), KA commuter
line (tengah), dan bus APTB (kanan)
Sumber: google.com

100.0%
80.0%
60.0%
40.0% 49.9%
43.7% 45.3% 42.4% 38.9%
20.0%
0.0%
Kenyamanan Keamanan Tarif Efisiensi Keintegrasian
pengguna pengguna perjalanan waktu antar moda
perjalanan angkutan
umum massal

Faktor performa moda angkutan umum massal

Gambar 17 Grafik tingkat performa jalur sepeda Kota Bogor


Sumber: Pengamatan langsung (kuesioner)
35

Berdasarkan pada grafik tersebut (Gambar 17), persentase tingkat


kenyamanan pengguna moda angkutan umum massal di Kota Bogor berjumlah
43,7%, sedangkan untuk tingkat keamanan diperoleh persentase sebesar 45,3%.
Untuk tingkat kemudahan akses (berdasarkan biaya) diperoleh persepsi
masyarakat sebesar 49,9%. Menurut persepsi masyarakat untuk tingkat efisiensi
moda angkutan umum massal Kota Bogor dalam mengurangi waktu perjalanan
adalah sebesar 42,4%. Untuk keintegrasian antar moda angkutan umum massal
diperoleh persepsi masyarakat sebesar 38,9%. Jumlah ini termasuk rendah yang
disebabkan karena belum adanya koneksi antara BTS Trans Pakuan dengan moda
angkutan umum massal KA Commuter.
a. BTS Trans Pakuan
Bus Transit System (BTS) Trans Pakuan merupakan proyek Pemkot Bogor
melaui Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor dengan Tim GIZ
(Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit) dari Jerman sebagai salah satu
upaya perwujudan dari Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP.113 Tahun
2009, yang menyatakan bahwa Kota Bogor ditetapkan sebagai salah satu Kota
Percontohan Penataan Transportasi Perkotaan. BTS Trans Pakuan mulai
dioperasikan pada tahun 2007 dan hanya koridor 1 yang beroperasi, yaitu trayek
Terminal Bubulak-Terminal Baranangsiang/Cidangiang via Jl. KH. Sholeh
Iskandar dengan jumlah bus sebanyak 10 bus. Pada tahun 2009, Direktur Jenderal
Perhubungan Darat menambahkan bantuan sebanyak 20 bus yang dioperasikan
pada koridor 2 “Terminal Baranangsiang/Cidangiang-Ciawi”. Saat ini, terdapat 3
koridor Trans Pakuan yang beroperasi, yaitu Koridor 1 (Cidangiang-Terminal
Bubulak, Koridor 2 (Cidangiang-Harjasari), dan Koridor 3 (Cidangiang-
Bellanova).
Prasarana pendukung BTS Trans Pakuan saat ini antara lain halte dan
fasilitas pejalan kaki. Fasilitas halte BTS Trans Pakuan yang ada saat ini
berjumlah 89 halte yang tersebar di seluruh rute trayek. Desain halte BTS Trans
Pakuan dibagi menjadi 4 model, yaitu model permanen tertutup, permanen
terbuka, semi permanen, dan portable. Saat ini, terdapat 4 halte pemberangkatan
dan pemberhentian bus Trans Pakuan, yaitu halte Bubulak, halte Cidangiang-
Baranangsiang, halte Bellanova, dan halte Rancamaya. Fasilitas pejalan kaki
terhubung langsung dengan halte BTS Trans Pakuan pada kanan dan kiri jalan.
Namun, fasilitas pejalan kaki yang ada saat ini belum dapat mengakomodasi
pengguna dengan baik karena kontinuitas yang rendah, desain yang belum ramah
bagi penyandang cacat (disable), dan terjadinya disfungsi Pedagang Kaki Lima
(PKL).

Gambar 18 Prasarana bus Trans Pakuan di Jalan KH. Sholeh Iskandar (kiri) dan
Baranangsiang (kanan)
36

Sejak awal dioperasikan hingga saat ini, moda transportasi BTS Trans
Pakuan ini banyak diminati oleh masyarakat Kota Bogor. Hal ini dibuktikan
dengan terus meningkatnya jumlah pengguna BTS Trans Pakuan setiap tahunnya.
Namun, banyaknya pengguna tidak seimbang dengan banyaknya jumlah bus yang
tersedia, sehingga sebagian besar armada yang beroperasi saat ini kondisinya
buruk yang berdampak pada penurunan tingkat kenyamanan pengguna.
Kurangnya kualitas pelayanan ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah
pengguna moda angkutan umum massal tersebut. Peningkatan jumlah penumpang
BTS Trans Pakuan dijelaskan pada Tabel 10 dan Gambar 19.
Tabel 10 Realisasi jumlah penumpang BTS Trans Pakuan per tahun
2007
2013 (s/d
Koridor (Mulai 2008 2009 2010 2011 2012
Agustus)
Mei)
Koridor 1 410.368 824.472 1.087.154 982.676 917.871 1.296.106
784.228
Koridor 2 - - 15.388 11.881 2.380 21.615
Koridor 3 - - - 77.740 110.830 177.718 181.732
Jml Pnp/Th 410.368 824.472 1.102.542 1.072.297 1.031.081 1.495.439 965.960
Sumber: DLLAJ Kota Bogor

5000
4000
3973
3000
3011 2957 2825 3090
2000
2251
1000 1725
0
Jumlah penumpang

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 19 Grafik rata-rata penumpang terangkut BTS Trans Pakuan per hari
Sumber : DLLAJ Kota Bogor

b. Kereta Api Commuter


Moda angkutan kereta api yang ada saat ini melayani perjalanan antar kota
se-Jabodetabek dengan menggunakan kereta commuter. KA Commuter ini
dikelola dan dioperasikan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek, anak perusahaan
dari PT. Kereta Api Indonesia (PTKA). Rute KA Commuter yang beroperasi ke
Bogor yaitu rute Jakarta Kota-Bogor, yang melewati 24 stasiun pemberhentian,
yaitu Stasiun Jakarta Kota – Jayakarta – Mangga Besar – Sawah Besar – Juanda –
Gondangdia – Cikini – Manggarai – Tebet – Cawang – Duren Kalibata – Pasar
Minggu Baru – Pasar Minggu – Tanjung Barat – Lenteng Agung – Universitas
Pancasila – Universitas Indonesia – Pondok Cina – Depok Baru – Depok –
Citayam – Bojonggede – Cilebut – Stasiun Bogor. KA Commuter hanya melintasi
2 stasiun yang ada di Kota Bogor, yaitu Stasiun Cilebut dan Stasiun Bogor.
Stasiun Bogor juga merupakan terminus atau ujung pemberhentian dari KA
37

Pangrango yang dioperasikan oleh PT. KAI, yang melayani rute Bogor –
Sukabumi – Cianjur.
KA Commuter merupakan moda angkutan umum massal yang menjadi
salah satu pilihan utama masyarakat Kota Bogor untuk melakukan perjalanan ke
Jakarta. Kemampuan mengangkut muatan dengan jumlah besar serta adanya jalur
tersendiri merupakan beberapa keunggulan yang ditawarkan moda angkutan
massal tersebut. Selain itu, adanya jadwal beroperasi yang teratur menjadikan KA
Commuter sebagai moda angkutan dengan layanan transportasi yang efektif dan
efisien, baik dari segi energi (bahan bakar) yang digunakan maupun waktu
tempuh perjalanan. Berikut adalah peta trayek KA commuter yang beroperasi saat
ini (Gambar 20).

Gambar 20 Peta rute KA Commuter Jabodetabek


Sumber: krl.co.id
38

Jumlah penumpang kereta api Stasiun Bogor pada tahun 2013 berjumlah
17.491.405 penumpang. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang
mengalami penurunan sebanyak 1,35% dari tahun 2011. Penurunan ini terjadi
karena jumlah penumpang abonemen menurun tajam di tahun 2012, yaitu sekitar
60,29% dibanding tahun 2011. Hal ini disebabkan pula karena sejak Desember
2012 tiket abonemen sudah tidak diberlakukan. Berikut penjelasan mengenai
jumlah penumpang kereta api Stasiun Bogor selama tahun 2013 (Tabel 11).
Tabel 11 Jumlah penumpang kereta api Stasiun Bogor tahun 2013
Rata-Rata
Penumpang Penumpang Jarak per
Umum Abonemen Jumlah Penumpang
Bulan
(Regular (Passengers Penumpang (Average
Passengers) Subscribe) Distance per
Passanger)
Januari 921.805 0 921.805 34,18
Februari 908.018 0 908.018 33,63
Maret 1.044.432 0 1.044.432 38,68
April 1.025.378 0 1.025.378 37,98
Mei 1.048.721 0 1.048.721 38,84
Juni 1.033.991 0 1.033.991 38,30
Juli 1.766.702 264.235 2.030.937 75,21
Agustus 1.035.390 286.398 1.321.788 48,95
September 1.502.004 457.109 1.959.113 72,55
Oktober 1.536.884 486.981 2.023.865 74,95
November 1.528.421 509.207 2.037.628 75,46
Desember 1.624.182 511.547 2.135.729 79,70
Total 2013 14.975.928 2.515.477 17.491.405 54,04
2012 11.858.074 686.700 12.544.774 38,72
2011 10.986.668 1.729.440 12.716.108 44,17
2010 10.797.515 1.995.710 12.793.225 48,00
Sumber : PT KAI Stasiun Bogor
c. Perusahaan Otobus
Otobus merupakan angkutan umum berukuran besar yang dapat memuat
banyak penumpang. Saat ini, pengelolaan berbagai moda otobus yang ada di Kota
Bogor masih dibawah tanggung jawab masing-masing perusahaan otobus (pihak
swasta). Berbagai perusahaan otobus yang beroperasi di Bogor saat ini melayani
pengguna yang ingin bepergian antar kota dalam provinsi maupun antar kota luar
provinsi. Berdasarkan data yang diperoleh dari DLLAJ, terdapat 50 lebih
perusahaan otobus yang beroperasi pada Terminal Bus Baranangsiang saat ini,
dengan 120 jumlah rute yang dilayani. Namun, berkembangnya moda transportasi
yang lebih efektif dan efisien meyebabkan jumlah pengguna otobus menurun. Hal
ini dapat terlihat dari menurunnya jumlah penumpang otobus dari tahun 2010
yang berjumlah 4.190.962 penumpang menjadi 3.722.731 penumpang pada tahun
2013. Meskipun begitu, penggunaan otobus ini masih banyak diminati oleh
39

masyarakat Kota Bogor, khususnya yang ingin bepergian keluar kota, karena tarif
otobus yang diberlakukan saat ini tergolong cukup terjangkau bagi sebagian besar
kalangan masyarakat. Berikut adalah beberapa perusahaan otobus yang beroperasi
saat ini di Terminal Bus Barangsiang, Bogor (Tabel 12).
Tabel 12 Daftar nama perusahaan otobus, trayek yang dilayani, dan jumlah
armada pada Terminal Bus Baranangsiang, Bogor
Jumlah Armada
No (Bus)
Trayek yang Dilayani Nama Perusahaan
Bus Bus
Besar Sedang
1 Bogor - Cibinong - Kelapa Dua - Pasar 1. Deddys Putra 2 -
Minggu 2. Sukma Jaya 6 -
3. Wurya Cipta Loka 12 -
2 Bogor - Cibinong - Kampung Rambutan 1. Miniarta 36 -
2. Deddys Putra 23 -
3. Bama Putra 4 -
4. Koantas Bima 4 -
3 Bogor - Parung - Ciputat - Lebak Bulus 1. Parung Indah 8 -
2. Alinda 2 -
3. Pusaka 13 -
4. Mahesa Jaya 8 -
5. Ichtra Jaya 8 -
6. Bintang Tiga 5 -
7. Limas 2 -
4 Bogor - Parung - Ciputat - Tangerang 1. Pusaka 21 -
2. Alinda 8 -
3. Dirgahayu 5 -
4. Perdana Jaya 10 -
5. Batur Salembur 4 -
5 Bogor - Parung - BSD - Tangerang - 1. Pusaka
22 -
Kalideres
6 Bogor - Jasinga - Rangkas - Pandeglang 1. Rudi 5 -
7 Bogor - Jasinga - Pandeglang - Bayah 1. Rudi 2 -
2. Mulya Sari 4 -
3. Sinar Sari 4 -
8 Bogor - Cibinong - Jakarta - Cirebon - 1. Putra Remaja 2 -
Tegal - Pekalongan - Semarang - 2. Ramayana 22 -
Yogyakarta - Wonosari
3. Maju Lancar 2 -
4. Nan Tungga 2 -
5. Putra Remaja 2 -
9 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Santoso
Purwokerto - Wonosobo - Temanggung - 4 -
Magelang - Yogyakarta - Wonosari
10 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Damri 2 -
Cirebon - Tegal - Purwokerto 2. Kramat Jati 2 -
3. Lorena 2 -
40

Tabel 12 Daftar nama perusahaan otobus, trayek yang dilayani dan jumlah
armada pada Terminal Bus Baranangsiang, Bogor (lanjutan)
11 Bogor - Cibinong - Tol Cikampek - Cirebon 1. Dieng Indah 2 -
- Pejagan - Ketanggungan - Prupuk - 2. Sumber Alam 2 -
Bumiayu - Purwokerto - Kebumen -
Purworejo
12 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Nan Tungga
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 2 -
Yogyakarta - Klaten

13 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Garuda


Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 4 -
Solo - Yogyakarta - Klaten
14 Bogor - Cibinong - Jakarta - Cirebon - 1. Tri Mulia 2 -
Tegal - Pekalongan - Semarang - Wirosari - 2. Dedy Jaya 6 -
Purwodadi - Solo - Klaten
3. Pahala Kencana 2 -
15 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Tunggal Dara 1 -
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 2. Dedy Jaya 2 -
Solo - Wonogiri
3. Limas 2 -
4. Gajah Mulia 2 -
5. Purwowidodo 4 -
16 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Tri Mulia 2 -
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 2. Gajah Mulia 4 -
Solo - Purwantoro
3. Mulyo Indah 2 -
4. Tunggal Dara 2 -
17 Bogor - Parung - Jakarta - Jatibarang - 1. Tri Mulia 2 -
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 2. Tunggal Dara
Solo - Baturetno 2 -
18 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Gunung Mulia 4 -
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang 2. Nan Tungga
2 -
19 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Bogor Jaya 2 -
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 2. Handoyo 2 -
Magelang - Yogyakarta - Solo
3. Muncul 4 -
20 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Mulyo Indah 4 -
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 2. Limas 2 -
Solo
3. Muncul 3 -
21 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Sumber Alam 2 -
Cirebon - Tegal - Purwokerto - Purworejo - 2. Damri 2 -
Wates
3. Pratama 1 -
4. Muncul 3 -
22 Bogor - Cibinong - Jakarta - Jatibarang - 1. Lorena 4 -
Cirebon - Tegal - Pekalongan - Semarang - 2. Pahala Kencana 8 -
Rembang - Surabaya - Denpasar
3. Ryanta Mitra 4 -
23 Bogor - Parung - Serpong - Bumi Serpong 1. Pusaka - 10
Damai
Sumber : DLLAJ Kota Bogor
41

Analisis

Pada tahap ini, analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual


sistem transportasi Kota Bogor dengan kondisi ideal menurut rencana
pengembangan transportasi yang dikeluarkan oleh Bappeda Kota Bogor. Penilaian
dilakukan dengan menggunakan metode skoring terhadap indikator green
transportation yang difokuskan pada 3 aspek (jalur pedestrian, jalur sepeda, dan
moda angkutan umum massal). Berikut merupakan penjelasan hasil analisis dari
tiap indikator green transportation yang diteliti.

Fokus pada akses (focus on access)


Dalam indikator ini, penilaian dilakukan terhadap kemudahan pengguna
dalam mengakses sarana dan prasarana sistem transportasi yang ada. Pengguna
yang dimaksud dalam indikator ini diprioritaskan pada pengguna jalan maupun
kendaraan yang berkebutuhan khusus (disable). Penilaian dilakukan dengan
meninjau kemudahan kondisi sarana dan prasarana sistem transportasi yang ada
untuk diakses oleh pengguna disable. Selain itu, keterjangkauan tarif angkutan
bagi pengguna angkutan umum massal juga termasuk dalam penilaian indikator
ini. Data kondisi aktual diperoleh dari pengamatan langsung dan hasil kuesioner.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa desain
sarana dan prasarana sistem transportasi yang ada saat ini di Kota Bogor belum
memberikan prioritas kepada penyandang cacat (disable) secara menyeluruh. Hal
ini dapat terlihat dari kurangnya jalur pedestrian maupun jembatan penyeberangan
yang memiliki jalur yang melandai (ramp), material pavement khusus, atau
handrails, sehingga kurang memudahkan para penyandang cacat dalam
mengakses sarana dan prasarana yang ada. Jalur pedestrian yang sudah
menerapkan kebutuhan para penyandang cacat ini hanya dapat ditemukan di
beberapa jalan saja, yaitu di Jalan Nyi Raja Permas, Jalan Kapten Muslihat, serta
sebagian Jalan Aria Surilaga saja. Selain itu, masih sedikit sekali sarana moda
angkutan umum massal yang memiliki bangku prioritas serta desain prasarananya
yang memiliki ramp untuk memudahkan para penyandang cacat dalam mengakses
moda angkutan umum massal. Saat ini, bangku prioritas baru dapat ditemukan di
moda angkutan massal KA commuter saja. Berikut adalah kondisi fasilitas untuk
penyandang cacat yang ada saat ini di jalur pedestrian dan angkutan umum massal
Kota Bogor (Gambar 21).

Gambar 21 Fasilitas untuk penyandang cacat pada Jalan Jend. Sudirman (kiri) dan
moda angkutan umum massal KA Commuter (kanan)
Tarif moda angkutan umum massal yang berlaku saat ini, tergolong cukup
terjangkau bagi semua kalangan masyarakat Kota Bogor. Hal ini dilihat dari hasil
kuesioner yang menunjukkan persentase asumsi masyarakat mengenai tarif moda
42

angkutan umum massal sebesar 49,9%. Berdasarkan Perda Bogor Nomor 3 Tahun
2013 pasal 121 tentang Tarif Angkutan, penetapan tarif angkutan kelas ekonomi
dilakukan oleh Walikota dengan tata cara perhitungan besarnya tarif ditentukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Transportasi tidak bermotor (non-motorized transportation)


Dalam indikator ini, penilaian dilakukan terhadap performa jalur
pedestrian serta jalur sepeda dalam mengakomodasi pengguna. Data yang
digunakan diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada masyarakat selaku
pengguna kedua jalur tersebut. Performa yang dimaksud diperoleh dari rata-rata
gabungan dari tiap penilaian masyarakat terhadap 5 aspek pelayanan yang
diberikan oleh kedua jalur tersebut, yaitu tingkat kenyamanan, tingkat keamanan,
ketersediaan fasilitas pendukung, tingkat akomodasi jalur (berdasarkan lebar
jalur), serta keintegrasian jalur-jalur tersebut dengan moda angkutan umum yang
ada. Selain itu, dilakukan pula penilaian terhadap interaksi antar jalur (jalur
kendaraan, jalur pedestrian, dan jalur sepeda).
Dari hasil penyebaran kuesioner, diketahui bahwa rata-rata performa dari
jalur pedestrian yang ada saat ini adalah sebesar 52,5%. Angka ini menunjukkan
bahwa jalur pedestrian yang ada tergolong baik dalam mengakomodasi
penggunanya. Namun, masih diperlukan strategi untuk meningkatkan
kenyamanan maupun keamanan para pejalan kaki dalam mengakses jalur
pedestrian yang ada. Sedangkan, untuk rata-rata performa dari jalur sepeda yang
ada saat ini adalah sebesar 41,86%, dimana hasil persentase tersebut menunjukkan
bahwa performa jalur sepeda yang ada saat ini cukup baik namun belum maksimal
penerapannya (masih dalam tahap pengembangan). Desain fasilitas parkir sepeda
yang ada saat ini hanya dapat mengakomodasi parkir utuk sementara. Baik jalur
pedestrian maupun jalur sepeda yang ada saat ini sudah terpisah dengan jalur
kendaraan, namun masih dalam satu badan jalan dan hanya dipisahkan dengan
pembatas berupa (line) saja. Hal ini dapat membahayakan kedua pengguna jalur
tersebut, terlebih lagi jalur sepeda yang ada saat ini masih didominasi oleh pejalan
kaki yang tentunya berdampak pada menurunnya tingkat kenyamanan bagi
pengguna sepeda. Berikut adalah kondisi jalur sepeda yang ada saat ini di Kota
Bogor (Gambar 22).

Gambar 22 Kondisi jalur pedestrian dan jalur sepeda di Jalan Kapten Muslihat
(kiri) dan Jalan Nyi Raja Permas (kanan)
Peningkatan kenyamanan dan keamanan kedua jalur dapat dilakukan
dengan memperhatikan kebutuhan dari tiap pengguna. Jalur pedestrian harus
memiliki kontinuitas antar jalur pedestrian dan dilengkapi dengan fasilitas-
fasilitas pendukung seperti rambu, lampu penerangan, lapak tunggu (shelter),
pagar pembatas, marka jalan, dan pelindung/peneduh. Selain itu, jalur pedestrian
43

juga harus dilengkapi tempat penyeberangan (zebra cross) pada setiap


persimpangan maupun pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu
lintas kendaraan > 40 km/jam, atau jembatan penyeberangan bila jalur
penyeberangan berupa zebra cross sudah mengganggu lalu lintas kendaraan yang
ada (Departemen Pekerjaan Umum, 1999). Pada jalur sepeda, perlu adanya
konektivitas antar jalur sepeda serta penyebarannya merata di tiap ruas jalan kota,
khususnya ruas jalan utama kota (arteri). Selain itu, jalur sepeda sebaiknya
memiliki bollard (tonggak pembatas) untuk mencegah kontak dengan kendaraan.
Untuk parkir dalam waktu singkat (short-term parking), sebaiknya desain rak
sepeda yang digunakan memiliki bentuk yang dapat mengamankan badan sepeda
serta paling sedikit 1 roda ban sepeda. Penggunaan rak sepeda yang hanya
mengamankan 1 roda ban sepeda saja tidak dianjurkan kecuali di tempat-tempat
tertentu yang memiliki pengawasan yang cukup (VTA, 2012).

Transportasi bermotor saat ini (motorized transportation by current means)


Penilaian pada indikator ini dilakukan dengan menilai performa moda
angkutan umum massal yang ada dilihat dari tingkat kenyamanan dan keamanan
moda angkutan umum massal tersebut menurut pendapat masyarakat sebagai
pengguna. Moda angkutan umum massal yang dinilai dalam indikator ini adalah
moda angkutan umum massal yang melayani rute trayek dalam kota. Selain itu,
dilakukan juga penilaian terhadap tipe moda angkutan umum massal dalam
meningkatkan performa moda angkutan umum massal tersebut.
Saat ini, hanya ada satu moda angkutan umum massal di Kota Bogor yang
melayani rute trayek dalam kota, yaitu BTS Trans Pakuan. BTS Trans Pakuan
merupakan moda angkutan umum massal yang masih berbasis jalan, dimana
jalurnya masih bersatu dengan jalur kendaraan lainnya (mixed traffic). Hal ini
tentu mengurangi performa moda angkutan umum massal dalam hal kecepatan
tempuh perjalanan. Saat ini, terdapat 89 halte sebagai tempat pemberhentian BTS
Trans Pakuan, yang tersebar di 3 rute trayek yang ada. Berdasarkan hasil
penyebaran kuesioner yang diperoleh, pendapat masyarakat mengenai performa
moda angkutan umum massal yang ada tergolong cukup baik, dengan persentase
tingkat kenyamanan pengguna sebesar 43,7% dan tingkat keamanan pengguna
sebesar 45,3%. Namun begitu, tetap diperlukan adanya peningkatan kualitas
sarana maupun prasarana moda angkutan umum massal yang ada untuk
meningkatkan performa angkutan umum tersebut secara maksimal.

Gambar 23 Berbagai model moda angkutan umum massal berbasis rel; monorel
(kiri), aeromovel (tengah), dan tram (kanan)
Sumber: google.com
Dalam program Bogor Transportation Program (B-TOP) yang dilakukan
pemerintah, sudah terdapat perencanaan pengembangan moda angkutan umum
44

massal di Kota Bogor. Dalam program tersebut, Pemkot Bogor telah membuat
rencana pembangunan moda angkutan umum massal berbasis rel (Light Rail
Transit), yang dapat dimungkinkan implementasinya di Kota Bogor seperti
monorel, aeromovel, atau tram (Gambar 23). Namun, sampai saat ini belum
terlihat penerapannya. Dalam merencanakan pembangunan moda angkutan umum
massal berbasis rel, model angkutan perlu disesuaikan dengan ketersediaan lahan
yang ada.

Transportasi bermotor dengan potensi sarana (motorized transportation by


potential means)
Penilaian pada indikator ini dilakukan terhadap banyaknya penggunaan
serta ketersediaan bahan bakar alternatif, sebagai pengganti bahan bakar minyak
(BBM). Penilaian banyaknya penggunaan bahan bakar alternatif tersebut
difokuskan pada penggunaan oleh moda angkutan umum massal yang ada. Selain
itu, dilakukan juga penilaian terhadap keintegrasian antar moda angkutan umum
massal yang melayani rute dalam maupun luar kota yang ada saat ini melalui
tingkat persepsi masyarakat yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner.
Keintegrasian tersebut ditinjau dari kemudahan pengguna dalam melakukan
perpindahan moda angkutan umum massal saat ini.
Pada awal beroperasi, BTS Trans Pakuan menggunakan Bio Diesel Fuel
(BDF), yaitu campuran minyak jelantah pada bahan bakarnya. Namun,
ketersediaan minyak jelantah dan lainnya tidak stabil serta penggunaan minyak
jelantah sebagai bahan bakar tersebut ternyata menyebabkan mesin kendaraan
menjadi mudah berkarat. Oleh karena itu, penggunaan BDF minyak jelantah tidak
lagi dilakukan sehingga BTS Trans Pakuan sampai saat ini masih menggunakan
bahan bakar minyak sebagai bahan bakar utama. Selain BDF, saat ini terdapat
pula bahan bakar alternatif berupa Bahan Bakar Gas (BBG) di Kota Bogor.
Namun, pemanfaatannya baru dilakukan oleh ± 50 unit kendaraan angkutan kota
saja. Selain itu, saat ini hanya terdapat 1 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas
(SPBG) saja yang berlokasi di Jalan Merdeka.
Menurut pendapat masyarakat, saat ini keintegrasian antar moda angkutan
umum massal masih tergolong buruk dilihat dari persentase yang hanya sebesar
38,9% saja. Hal ini disebabkan karena saat ini belum ada rute trayek BTS Trans
Pakuan yang melalui Stasiun KA Bogor. Moda angkutan umum kota masih
menjadi angkutan pengumpan (feeder) utama moda angkutan umum massal KA
Commuter. Dalam program SUTIP, sudah terdapat rencana penambahan koridor
trayek BTS Trans Pakuan yang melalui Stasiun KA Bogor, namun belum ada
penerapannya hingga saat ini.
Ketersediaan bahan bakar alternatif yang mudah diperoleh perlu
disediakan agar penggunaan moda angkutan umum maupun penggunaan
kendaraan pribadi tidak menggunakan bahan bakar minyak sebagai bahan bakar
utama dan beralih menggunakan bahan bakar alternatif yang tentunya lebih ramah
lingkungan. Selain itu, perlu adanya keintegrasian antara moda angkutan umum
maupun dengan fasilitas pendukung lalu lintas lainnya, misalnya penyediaan area
park and ride pada sarana moda angkutan umum transit atau penempatan tempat
pemberhentian bus (bus stop) yang dapat diakses dengan mudah oleh pejalan kaki
maupun pengguna sepeda (ODOT, 2003). Berikut adalah contoh dari area parkir
untuk konsep park and ride (Gambar 24).
45

Gambar 24 Park and ride sebagai upaya mewujudkan keintegrasian antar


angkutan
Sumber: google.com

Pengurangan kebutuhan pergerakan orang (less need movement of people)


Dalam indikator ini, penilaian dilakukan terhadap kecepatan waktu
tempuh perjalanan dengan menggunakan moda angkutan umum massal menurut
pendapat masyarakat yang diperoleh dari hasil kuesioner. Tingkat kecepatan
waktu tempuh dalam indikator ini didukung oleh penataan ruang yang berbasis
Transit Oriented Development (TOD). Untuk itu ditinjau pula program
pengembangan penataan ruang yang berbasis TOD serta penerapannya.
Menurut pendapat masyarakat, moda angkutan umum massal yang ada
saat ini belum dapat mengurangi waktu perjalanan secara signifikan. Hal ini
terlihat dari hasil kuesioner, dengan persentase sebesar 42,4%, yang artinya
kecepatan waktu tempuh perjalanan menggunakan moda angkutan umum massal
tidak jauh berbeda dengan kecepatan waktu tempuh perjalanan menggunakan
kendaraan pribadi. Untuk saat ini, penataan ruang yang sudah ada di Kota Bogor
belum berbasis Transit Oriented Development, namun penataan ruang berbasis
TOD sudah termasuk di dalam program B-TOP yang direncanakan oleh Pemkot
Bogor meskipun belum ada penerapannya.
Penataan ruang berbasis TOD dapat berkontribusi mengurangi rata-rata
waktu tempuh perjalanan secara signifikan. Hal ini disebabkan karena dalam
konsep TOD mengadopsi tata ruang campuran (mixed-use plan) dan
maksimalisasi penggunaan angkutan umum massal yang dilengkapi jaringan
pedestrian dan sepeda. Dengan demikian perjalanan (trip) akan didominasi oleh
penggunaan angkutan umum yang terhubungkan langsung dengan tujuan
perjalanan. Dalam penataan ruang ini, ditandai dengan kepadatan yang relatif
tinggi pada tempat pemberhentian angkutan umum dan biasanya dilengkapi
dengan fasilitas parkir, khususnya parkir sepeda (Kementerian Pekerjaan Umum,
2013). Berikut adalah ilustrasi perencanaan kawasan TOD di Kelurahan
Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Gambar 25).

Gambar 25 Ilustrasi Kawasan TOD Sukaresmi


Sumber: DLLAJ Kota Bogor
46

Metode untuk mencapai dan mempertahankan visi (methods of attaining and


sustaining the vision)
Penilaian dalam indikator ini dilakukan dengan meninjau peraturan,
kebijakan, maupun standar-standar yang mendukung program green
transportation, seperti standar kendaraan, bahan bakar yang digunakan, maupun
infrastruktur yang digunakan, meninjau penerapan serta prioritasnya dalam
pelaksanaan pembangunan di Kota Bogor. Selain itu, dilihat pula apakah program
green transportation tersebut telah mendapat dukungan penuh dari seluruh lapisan
masyarakat Kota Bogor. Penilaian dilakukan dengan pengamatan langsung serta
peninjauan dari data-data sekunder yang diperoleh.
Segala hal mengenai sistem transportasi Kota Bogor diatur dalam
Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Perda tersebut,
dijelaskan aturan-aturan tentang lalu lintas jalan, kelas jalan, penggunaan jalan,
perlengkapan jalan, fasilitas parkir, maupun persyaratan teknis dan laik jalan
kendaraan bermotor. Dalam beberapa aturan tersebut tersirat pembangunan
transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, meskipun penjelasannya
belum tertulis secara detail. Pengembangan yang berkaitan dengan penerapan
green transportation cukup diprioritaskan, namun penjelasan mengenai standar-
standar pelaksanaan rencana pengembangan belum tertulis secara detail dan
menyeluruh pada semua aspek yang berkaitan dengan green transportation.
Dalam penerapannya, peraturan-peraturan tersebut belum ditegakkan secara tegas.
Hal ini terlihat dari masih banyaknya orang yang melanggar peraturan tersebut
namun tidak dikenakan sanksi. Banyaknya pelanggaran pun dapat
mengindikasikan bahwa dukungan masyarakat terhadap penerapan program
tersebut belum sepenuhnya diberikan.
Untuk menciptakan sistem transportasi yang ramah lingkungan serta
berkelanjutan, diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dengan
masyarakatnya. Pemerintah terus berupaya untuk menyediakan sistem transportasi
yang nyaman dan aman untuk masyarakat, begitupun masyarakat selaku pengguna
sistem transportasi harus mendukung pemerintah dengan tidak melanggar aturan
maupun berbuat kerusakan pada fasilitas publik. Selain itu, perlu membangun
persamaan persepsi dan tujuan antar instansi atau dinas-dinas pemerintah dalam
menerapkan dan mengembangkan suatu program, supaya program tersebut dapat
terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan.
Tabel 13 Hasil penilaian tiap indikator green transportation
Indikator Kondisi Aktual Kondisi Ideal Skor(a)
Fokus pada Desain jalur yang memperhatikan Seluruh fasilitas pendukung lalu 2
akses (focus on kebutuhan disable hanya terdapat lintas jalan (jalur pedestrian,
access) di Jalan Jend. Sudirman, Jalan jalur sepeda, tempat
Nyi Raja Permas, Jalan Kapten penyeberangan/ JPO) maupun
Muslihat, dan sebagian Jalan Aria fasilitas angkutan umum
Surilaga. Untuk desain moda didesain dengan
angkutan umum massal yang mempertimbangkan aspek
memprioritaskan kaum disable kenyamanan dan keamanan bagi
baru terdapat pada angkutan pengguna normal maupun
umum KA Commuter saja. Tarif pengguna berkebutuhan khusus
angkutan umum massal yang (disable). Tarif angkutan umum
berlaku saat ini cukup terjangkau massal yang diberlakukan dapat
bagi pengguna, dilihat dari terjangkau bagi semua kalangan
47

Tabel 13 Hasil penilaian tiap indikator green transportation (lanjutan)


persepsi masyarakat yang ekonomi (dengan persentase dari
berjumlah 49,9%. persepsi masyarakat sebanyak >
75%).
Transportasi Nilai rata-rata performa fasilitas Fasilitas jalur pedestrian (sarana 3
tidak bermotor jalur pedestrian yang ada saat ini maupun prasarana) yang ada
(non-motorized tergolong baik dengan persepsi dapat mengakomodasi pengguna
transportation) masyarakat sebesar 52,5%, yang dengan sangat baik, dengan nilai
artinya baik sarana maupun rata-rata performa sebanyak >
prasarana jalur pedestrian saat ini 75%. Fasilitas jalur sepeda yang
sudah dapat mengakomodasi ada telah tersebar dan terkoneksi
pengguna dengan baik. Untuk di seluruh ruas jalan kota,
performa jalur sepeda yang ada khususnya di jalan-jalan utama.
saat ini cukup baik (persentase Selain itu, baik sarana maupun
rata-rata performa sebesar prasarana jalur sepeda dapat
41,9%), namun rencana mengakomodasi pengguna
pengembangan jalur sepeda yang sepeda dengan baik, dengan
diharapkan belum nilai rata-rata performa jalur
terimplementasi sepenuhnya sepeda sebesar > 66%. Setiap
(masih berjalan), jalur sepeda jalur (jalur pedestrian, jalur
baru terdapat di Jalan Nyi Raja sepeda, aupun jalur kendaraan)
Permas, Jalan Kapten Muslihat, telah terpisah sepenuhnya
dan sebagian Jalan Ir. H. Juanda dengan menggunakan pembatas
saja. Jalur pedestrian maupun hard barriers. Penyebaran zebra
jalur sepeda yang ada saat ini cross maupun JPO (berbentuk
sudah terpisah dari jalur pedestrian mall maupun
kendaraan, namun baik jalur skywalk) sudah menyeluruh di
pedestrian maupun sepeda masih ruas-ruas jalan kota, khususnya
dalam satu badan jalan dan hanya pada pusat-pusat keramaian.
dipisahkan dengan pembatas
berupa garis (line) atau marka
jalan. Zebra cross sudah tersebar
di ruas-ruas jalan kota, namun
JPO hanya terdapat di Jalan
Kapten Muslihat dan Jalan Raya
Pajajaran (Baranangsiang) saja.

Transportasi BTS Trans Pakuan saat ini Terdapat moda angkutan umum 2
bermotor saat memiliki 3 koridor trayek dengan massal berbasis jalan maupun rel
ini (motorized jumlah halte pemberhentian yang melayani rute dalam kota
transportation sebanyak 89 halte yang tersebar dan memiliki tempat
by current di seluruh rute trayek. BTS Trans pemberhentian khusus. Untuk
means) Pakuan masih berbasis jalan dan moda angkutan umum massal
bersatu dengan jalur kendaraan berbasis jalan, telah memiliki
lainnya (mixed traffic). Menurut jalur khusus yang terpisah
persepsi masyarakat, performa dengan jalur kendaraan lainnya
moda angkutan umum massal dengan pembatas berupa hard
yang ada saat ini tergolong cukup barriers. Performa moda
baik, dengan persentase tingkat angkutan umum massal yang
kenyamanan pengguna sebesar ada sangat baik dalam
43,7% dan tingkat keamanan mengakomodasi penggunanya,
sebesar 45,3%. Dalam program dengan persentase tingkat
Bogor Transportation Program kenyamanan maupun keamanan
(B-TOP), sudah ada rencana menurut penggunanya adalah
pembangunan moda angkutan sebanyak > 75%.
umum massal berbasis rel, namun
saat ini belum ada penerapannya.
48

Tabel 13 Hasil penilaian tiap indikator green transportation (lanjutan)


Transportasi Bahan bakar fossil masih menjadi Seluruh kendaraan pribadi 1
bermotor bahan bakar utama bagi sebagian maupun moda angkutan umum
dengan potensi besar moda angkutan umum (khususnya moda angkutan
sarana massal yang ada saat ini. umum massal) telah
(motorized Penggunaan bahan bakar memanfaatkan bahan bakar
transportation alternatif berupa bahan bakar gas alternatif sebagai bahan bakar
by potential baru dimanfaatkan oleh 50 utama kendaraan. Ketersediaan
means) kendaraan angkutan kota saja. bahan bakar alternatif melimpah
Saat ini, hanya terdapat 1 unit dan mudah diperoleh. Antar
Stasiun Pengisian Bahan Bakar moda angkutan umum massal
Gas (SPBG) saja yang berlokasi sudah terintegrasi dengan sangat
di Jalan Merdeka. Menurut baik, dimana persentase tingkat
pendapat masyarakat, keintegrasian menurut
keintegrasian antar moda masyarakat adalah sebesar >
angkutan umum massal yang ada 80%.
saat ini tergolong masih buruk
(persentase sebesar 38,9%). Hal
ini disebabkan karena belum
adanya rute trayek BTS Trans
Pakuan yang melintasi Stasiun
Bogor. Terdapat rencana
penambahan rute trayek BTS
Trans Pakuan yang melintasi
Stasiun Bogor, namun belum ada
implementasinya.
Pengurangan Besar persentase pendapat Penataan ruang kota berbasis 2
kebutuhan masyarakat mengenai kecepatan TOD dan pemanfaatan lahan
pergerakan moda angkutan massal saat ini kota secara mixed-use, sehingga
orang (less need adalah sebesar 42,4%, yang dapat memberikan kontribusi
movement of artinya kecepatan waktu tempuh dalam pengurangan waktu
people) dalam penggunaan moda perjalanan yang signifikan
angkutan umum massal masih dalam sistem transportasi kota.
sama dengan kecepatan waktu Kecepatan waktu tempuh dalam
tempuh menggunakan kendaraan penggunaan moda angkutan
pribadi. Penataan ruang yang ada umum massal jauh lebih cepat
saat ini belum berperan dalam dibandingkan kecepatan waktu
mengefisiensikan waktu tempuh penggunaan kendaraan
perjalanan atau perpindahan pribadi (dengan persentase dari
masyarakat. Sudah ada rencana pendapat masyarakat sebesar >
penataan ruang berbasis Transit 80%
Oriented Development (TOD)
dalam program B-TOP, namun
belum ada implementasinya.

Metode untuk Sudah terdapat peraturan maupun Baik peraturan, kebijakan, 2


mencapai dan kebijakan yang mendukung maupun program-program
mempertahan- program green transportation dan pembangunan yang ada telah
kan visi cukup diprioritaskan. Adanya memprioritaskan program green
(methods of program-program pengembangan transportation pada
attaining and sistem transportasi yang pembangunan sistem
sustaining the direncanakan oleh pemerintah transportasinya. Penerapan
vision) yang mendukung terjadinya peraturan maupun program-
transportasi aktif serta program pembangunan telah
mengupayakan pengurangan diterapkan dengan baik, tegas,
dampak negatif pada lingkungan dan konsisten terhadap apa yang
yang disebabkan oleh direncanakan. Tingkat
transportasi. Namun, penjabaran pelanggaran yang dilakukan
dalam peraturan maupun masyarakat berkurang dan sudah
49

Tabel 13 Hasil penilaian tiap indikator green transportation (lanjutan)


penjelasan mengenai standar menjadi kesadaran dalam
pelaksanaan belum tertulis secara pribadi diri tiap lapisan
detail. Penerapan dari peraturan, masyarakat untuk mematuhi
kebijakan, maupun program- peraturan-peraturan tersebut.
program pengembangan tersebut
belum maksimal diterapkan.
Dukungan masyarakat terhadap
pengembangan green
transportation pun belum penuh
diberikan ditinjau dari masih
banyaknya masyarakat yang
melanggar peraturan-peraturan
tersebut.
Nilai Total Penerapan 12(b)
Nilai Maksimal 24(c)
Persentase Penerapan Green Transportation 50%(d)
a
[Keterangan skor lihat pada Tabel Halaman]
b
[Nilai Total Penerapan (Xt) = X1+X2+ … +Xn]
c
[Nilai Maksimal (Xmax) = jumlah indikator penerapan × poin skoring maksimal]
d
]

Dari hasil analisis yang diperoleh setelah melakukan penilaian-penilaian


tersebut, dapat diketahui besar persentase penerapan green transportation yang
telah dilakukan saat ini adalah sebesar 50%, yang artinya tergolong cukup baik.
Rata-rata performa dari jalur pedestrian, jalur sepeda, maupun moda angkutan
umum massal yang ada saat ini cukup baik dalam mengakomodasi penggunanya.
Namun, masih diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan performa ketiga
aspek tersebut agar dapat mengakomodasi tiap penggunanya secara maksimal.
Berdasarkan pengamatan langsung serta hasil analisis yang diperoleh,
permasalahan utama yang dihadapi dalam upaya penerapan green transportation
di Kota Bogor adalah kurangnya penetapan prioritas pada ketiga aspek
transportasi aktif tersebut dalam pelaksanaan rencana pengembangan transportasi
yang telah dilakukan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa program dalam Bogor
Transportation Program (B-TOP) yang masih berorientasi pada kendaraan
pribadi, seperti program peningkatan mobilitas dengan melakukan pembangunan
jalan tol dan jaringan Bogor Ring Road. Selain itu, rencana pembenahan atau
perbaikan sistem angkutan umum yang ada cenderung memfokuskan pada
pembenahan sistem angkutan kota, yang memang saat ini masih menjadi moda
angkutan umum yang utama. Tidak masalah bila kedua program pengembangan
tersebut dimasukkan dalam rencana pengembangan transportasi, tetapi tidak perlu
dijadikan sebagai program prioritas utama yang harus dilakukan saat ini.

Strategi Perencanaan Penerapan Green Transportation di Kota Bogor

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, beberapa strategi yang perlu


dilakukan untuk mengurangi kesenjangan antara penerapan green transportation
yang telah dilakukan dengan kondisi ideal dari green transportation yang
direncanakan adalah peningkatan performa maupun keintegrasian fasilitas
transportasi aktif, penerapan tata ruang berbasis Transit Oriented Development
50

(TOD), pengoptimalan penerapan peraturan maupun kebijakan, penetapan


prioritas dalam pelaksanaan program pengembangan transportasi, serta
peningkatan kerja sama antar tiap lapisan masyarakat. Berikut adalah
penjelasannya.
Peningkatan performa fasilitas transportasi aktif
Peningkatan kualitas serta layanan dari fasilitas pendukung transportasi
aktif (pedestrian, sepeda, angkutan umum massal) yang ada saat ini perlu
dilakukan agar dapat lebih optimal mengakomodasi penggunanya. Dalam
meningkatkan kualitas dari fasilitas-fasilitas tersebut, baik sarana maupun
prasarana, aspek kenyamanan dan keamanan pengguna harus diutamakan,
termasuk para penyandang cacat (disable). Selain itu, perlu peningkatan
konektivitas dari tiap jalur agar jalur-jalur tersebut menyebar rata dan membentuk
suatu jaringan transportasi aktif yang saling terkoneksi di ruas-ruas jalan Kota
Bogor, khususnya di jalan-jalan utama kota.
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2013), karakteristik trotoar
sebagai jalur pejalan kaki harus memiliki arah yang jelas, dengan lokasi berada di
tepi jalan bebas hambatan, memiliki permukaan rata (maksimal 5%), serta lebar
minimal sekitar 1,5-2m. Sedangkan untuk karakteristik jalur penyeberangan, yang
dimaksudkan untuk menghindari konflik dengan kendaraan, harus menyilang
diatas jalan, dilengkapi dengan lampu lalu lintas (traffic light), memiliki lebar
sekitar 2-4m, serta antisipasi terhadap frekuensi tertentu (waktu-waktu ramai).
Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam mendesain jalur pedestrian antara lain
sebagai berikut:
1. membantu keterkaitan antar elemen-elemen kota (urban desain),
2. memberikan tekanan pada hubungan antar bangunan dan antar aktivitas,
3. memperhatikan hubungan antar fasilitas kota,
4. mempertimbangkan kemungkinan perkembangan kota di masa mendatang,
5. mempertimbangkan keseimbangan „rasio‟ dan „keterkaitan‟ antara pedestrian
dan jalur kendaraan,
6. memperhatikan keamanan bagi penggunanya,
7. mempertimbangkan jumlah pengguna dan lebar minimum serta maksimum
jalur,
8. memperhatikan desain terhadap dukungan aktivitas, seperti tempat hiburan,
pusat jajan, tempat bersantai, dan sebagainya,
9. menekankan pentingnya tanaman, penerangan, tempat duduk, dan elemen
lain penunjang kenyamanan pengguna, serta
10. mempertimbangkan kemungkinan terjadinya‟shared used hours‟ melalui
manajemen waktu pemakaian.
Dalam mendesain jalur sepeda, beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain, seperti lebar jalur (lebar minimum 1 m untuk jalur satu arah dan 1,8 m
untuk jalur dua arah, dengan ruang bebas tinggi minimal 1,8 m), kemiringan jalur
sepeda (maksimal 7%), serta penggunaan perkerasan untuk jalur sepeda
(perkerasan yang digunakan harus dapat memberikan kenyamanan pengguna
dengan tidak menimbulkan getaran bagi pesepeda dan tidak tergenang air ketika
hujan). Selain itu, terdapat 3 tipe jalur sepeda yang dapat diterapkan, yaitu tipe
51

bike path (jalur sepeda terpisah sepenuhnya dari jalan raya dan sering dipadukan
dengan fasilitas pejalan kaki), bike lane (bagian dari jalan yang ditandai dengan
marka untuk pengguna sepeda dan biasanya searah dengan arus lajur bermotor),
dan bike route (desain yang digunakan bersama antara lalu lintas bermotor dengan
sepeda). Berikut adalah gambar referensi desain jalur sepeda yang dapat
diterapkan di Kota Bogor (Gambar 26).

Gambar 26 Tipe jalur sepeda; bike path (kiri), bike lane (tengah), dan bike route
(kanan)
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Dalam melakukan pengembangan sistem transportasi berbasis green
transportation, para penyandang cacat juga termasuk pengguna yang tingkat
kenyamanan maupun keamanannya dalam bidang transportasi perlu diperhatikan.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain jalur untuk
penyandang cacat, yaitu pengurangan atau penyisihan jalur pedestrian dari segala
hal yang dapat membatasi/menghalangi gerak para disable, perhitungan ukuran
ruang gerak pada jalur pedestrian, dan penyediaan tempat-tempat maupun area
peristirahatan (ADA, 1994). Penyediaan fasilitas untuk kaum disable dapat
dilakukan dengan penggunaan ramp, pavement khusus, dan handrails pada jalur
pedestrian, serta penyediaan ramp maupun bangku prioritas pada moda angkutan
umum massal.
Peningkatan keintegrasian fasilitas transportasi aktif
Keintegrasian tiap fasilitas pedestrian, sepeda, dan moda angkutan umum
massal perlu ditingkatkan agar perpindahan moda dapat dilakukan secara efektif
dan efisien. Konektivitas setiap jalur, khususnya jalur sepeda perlu ditingkatkan
kembali, khususnya jalur sepeda yang dalam rencana pengembangannya hanya
terdapat pada jalan-jalan sekitaran Kebun Raya Bogor. Setiap jalur, baik jalur
pedestrian maupun jalur sepeda, sebaiknya tersebar di ruas-ruas jalan kota,
khususnya jalan utama, agar dapat mengakomodasi penggunanya secara
menyeluruh. Jalur yang terkoneksi di setiap ruas jalan kota dapat meningkatkan
kenyamanan serta keamanan bagi penggunanya.
Selain halte yang terkoneksi dengan jalur pedestrian, keintegrasian dapat
pula ditingkatkan dengan penyediaan rak sepeda pada halte maupun moda
angkutan umum massal yang ada, yang dapat diterapkan seperti pada contoh
(Gambar 27). Keintegrasian antar moda angkutan umum massal pun perlu
ditingkatkan. Beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam merencanakan
pelayanan transportasi publik yang terintegrasi ada 5, yaitu menyediakan suatu
pengalaman positif kepada pengguna, mempertimbangkan peraturan pemerintah,
mengembangkan suatu jaringan transportasi publik yang terintegrasi,
52

merencanakan penggunaan modal dan infrastruktur, serta mengembangkan


perbaikan secara kontinu (NSW, 2013).

Gambar 27 Gambar referensi untuk mengintegrasikan sepeda dengan moda


angkutan umum massal
Sumber: google.com

Penerapan tata ruang berbasis TOD


Penerapan dari rencana tata ruang berbasis Transit Oriented Development
(TOD) perlu dilaksanakan untuk mencegah eksploitasi ruang secara berlebihan
dan terjadinya urban sprawl. Penerapan tata ruang berbasis TOD perlu
dikombinasikan dengan penggunaan multi-fungsi lahan (mixed-use) untuk
mengurangi waktu tempuh perjalanan.
Pengoptimalan penerapan peraturan dan kebijakan
Untuk menjaga dan mempertahankan hasil penerapan green transportation
yang telah dilaksanakan serta mewujudkan green transportation yang sesuai
dengan apa yang direncanakan, pengoptimalan penerapan peraturan, kebijakan,
dan standar perlu dilakukan. Peningkatan sistem pengawasan saat proses
pelaksanaan rencana maupun setelah pelaksanaan untuk memastikan penerapan
yang telah dilakukan sesuai dengan harapan dan mencegah terjadinya disfungsi
peruntukkan. Selain itu, juga untuk menjaga penerapan green transportation
tersebut agar dapat berkelanjutan.
Penetapan prioritas dalam pelaksanaan program pengembangan transportasi
Salah satu cara agar penerapan green transportation dapat berjalan sesuai
dengan rencana, yaitu dengan penetapan skala prioritas tiap program untuk
dilaksanakan. Hal ini dapat disesuaikan dengan tujuan dari pengembangan green
transportation yang direncanakan maupun dengan mengacu pada hirarki
komponen prioritas dalam green transportation. Oleh karena itu, sosialisasi
mengenai pengertian, tujuan, program penerapan, maupun pencapaian yang
diharapkan dari green transportation perlu dipahami secara mendalam bagi pihak-
pihak yang akan terkait dalam pengembangan tersebut agar persepsi dari pihak-
pihak yang terkait sama dan sesuai dengan yang diharapkan.
Peningkatan kerja sama antar tiap lapisan masyarakat
Penerapan green transportation dapat terimplementasi secara optimal
apabila ada kerja sama yang baik dari setiap lapisan masyarakat. Pemerintah
selaku perencana, pelaksana, serta pengelola perlu lebih terbuka pada masyarakat
mengenai program pengembangan yang akan dilakukan oleh pemerintah. Hal ini
dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi pada masyarakat secara langsung
53

maupun melalui media, seperti pamphlet, banner, maupun iklan-iklan yang


ditampilkan di sarana maupun prasarana angkutan umum. Selain itu, masyarakat
sebagai pengguna perlu menghargai upaya pemerintah, dengan tidak melakukan
kerusakan dan mematuhi peraturan serta kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah.

PENUTUP
Simpulan

Penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi penerapan green


transportation yang telah dilakukan saat ini, serta rencana pengembangan
transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor. Dari hasil identifikasi
tersebut diketahui bahwa pemerintah telah menyusun rencana pengembangan
green transportation di Kota Bogor melalui Program Bogor Transportation
Program (B-TOP). Program tersebut melanjutkan hasil pengembangan dari
program pengembangan transportasi sebelumnya dan termasuk dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor Tahun 2015-2019.
Oleh karena itu, penerapan yang sudah dilakukan saat ini belum optimal karena
masih dalam proses realisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, permasalahan utama yang
dihadapi dalam penerapan green transportation di Kota Bogor adalah kurangnya
penetapan prioritas pada ketiga aspek transportasi aktif (jalur pedestrian, jalur
sepeda, dan moda angkutan umum massal) dalam pelaksanaan rencana
pengembangan transportasi yang telah dilakukan. Pada program pengembangan
transportasi yang direncanakan pemerintah, pengembangan transportasi belum
sepenuhnya bertujuan meningkatkan transportasi aktif. Untuk menghadapi
permasalahan transportasi yang terus berkembang serta keterbatasan lahan untuk
melakukan pengembangan transportasi di Kota Bogor, peningkatan kualitas dan
layanan dari tiap fasilitas pendukung terjadinya transportasi aktif yang sudah ada
saat ini merupakan program yang perlu dijadikan sebagai prioritas utama dalam
pelaksanaannya.
Dari keenam indikator green transportation berdasarkan 3 aspek
transportasi aktif yang dianalisis, diketahui persentase penerapan green
transportation yang telah dilakukan hingga saat ini adalah sebesar 50%, yang
berarti penerapan ketiga aspek tersebut yang sudah dilakukan saat ini baru
mencapai setengah dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena program
tersebut masih berjalan hingga saat ini sehingga belum memberikan pelayanan
yang optimal. Oleh karena itu, masih perlu adanya peningkatan kinerja dari tiap
aspek yang diteliti serta penerapan indikator green transportation dalam aspek
lainnya agar dapat terwujud green transportation seperti yang diharapkan.

Saran

Untuk mewujudkan green transportation, perlu adanya kerja sama yang


baik antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat supaya green
transportation dapat tercapai dengan performa yang maksimal. Selain itu, perlu
54

adanya kesamaan persepsi dan tujuan antar instansi-instansi pemerintah dalam


melakukan rencana pengembangan transportasi maupun penerapannya agar
pencapaian yang akan diraih dapat konsisten dengan apa yang direncanakan pada
awalnya.

DAFTAR PUSTAKA
[ADA] Americans With Disabilities Act. 1994. Americans With Disability Act
Accessibility Guidelines for Buildings and Facilities Transportation
Vehicles. Washington DC (US): United States Access Board.
[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2015. Bogor
Transportation Program (B-TOP). Bogor (ID): Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Kota Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Bogor dalam Angka 2013. Bogor (ID): Badan
Pusat Statistik Kota Bogor.
[CST] Centre for Sustainable Transportation. 2002. Definition and Vision for
Sustainable Transportation [internet]. Diunduh pada 12 Oktober 2015.
Tersedia dalam www.cst.uwinnipeg.ca.
[DLLAJ] Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2013. Profil & Direktori Dinas
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan “Bogor Towards Sustainable Urban
Transportation”. Bogor (ID): Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota
Bogor.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1999. Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan
Kaki pada Jalan Umum [internet]. Diunduh pada 28 November 2015.
Tersedia dalam www.pu.go.id.
[KEMEN PU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Program Pengembangan
Kota Hijau (P2KH). Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Penataan Ruang.
[KEMEN PU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2013. Panduan Kota Hijau di
Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Penataan Ruang.
[NACTO] National Association of City Transportation Officials. 2011. Urban
Bikeway Design Guide [internet]. Diunduh pada 27 November 2015.
Tersedia dalam www.nacto.org.
[NSW] New South Wales Government. 2013. Integrated Public Transport
Service Planning Guidelines [internet]. Diunduh pada 9 November 2015.
Tersedia dalam www.transport.nsw.gov.au.
[ODOT] The Oregon Department of Transportation. 2003. Design Guidelines for
Public Transportation [internet]. Diunduh pada 9 November 2015. Tersedia
dalam www.oregon.gov/odot.
[VTA] Santa Clara Valley Transportation Authority. 2012. Bicycle Technical
Guidelines [internet]. Diunduh pada 28 November 2015. Tersedia dalam
www.vta.org.
Bintarto R. 1982. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia.
Desdyanza NA. 2014. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Bogor
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
55

Ernawi IS. 2012. Gerakan Kota Hijau: Merespon Perubahan Iklim dan Pelestarian
Lingkungan. Buletin Online Tata Ruang. Edisi 2:4-7.
Ewing R. 1997. Transport and land Use Innovations. Chicago: American
Planning Association.
Hatt PK, AJ Reiss Jr. 1959. Cities and Society. Illinois: The Free Press, Glencoe.
Miro F. 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta: Erlangga.
Newman and Kenworthy. 1999. Sustainability and Cities: Overcoming
Automobile Dependence. Washington DC: Island Press.
Parasuraman A, Zeithaml VA, Berry LL. 1985. A Conceptual Model of Service
Quality and Its Implications for Future Research. Journal of Marketing,
Fall. pp. 41-50.
Putra R. 2011. Permasalahan Transportasi Darat Indonesia dan Alternatif
Penanganannya. Vol.2. Bandung.
Rapoport A. 1985. Asal-usul Kebudayaan Permukiman. Pengantar Sejarah
Perencanaan Perkotaan. Bandung. Hal. 22.
Richardson HW, dkk. 2000. Compact Cities in Developing Countries: Assesment
and Implications. London: Spon Press.
Widiantono D. 2009. Green Transport: Upaya Mewujudkan Transportasi yang
Ramah Lingkungan. Buletin Online tata ruang. ISSN 1978-1571.
56

Lampiran 1 Lembar Kuesioner

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

KUESIONER PENELITIAN

Dengan hormat,
Saya Farah Dita, mahasiswa S1 Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, sedang mengadakan penelitian
mengenai IDENTIFIKASI PENERAPAN GREEN TRANSPORTATION
UNTUK MEWUJUDKAN GREEN CITY DI KOTA BOGOR di bawah
bimbingan Dr. Ir. Alinda FM Zain, M.Si. Dalam rangka memenuhi syarat untuk
menyelesaikan program sarjana (S1) ini, diperlukan kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk mengisi kuesioner ini.
Semua data hasil kuesioner yang diperoleh akan digunakan untuk tujuan
akademis. Kami akan menjamin kerahasiaan data yang
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari berikan sesuai dengan kode etik. Oleh karena itu,
pengisian kuesioner diharapkan dapat dilakukan seobjektif mungkin tanpa ada
paksaan dari pihak manapun.
Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari untuk mengisi kuesioner ini,
Saya ucapkan terima kasih.

IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Alamat :
3. Jenis kelamin :
4. Usia :
5. Pendidikan terakhir :
6. Pekerjaan :

Berilah tanda checklist (v) berdasarkan skala penilaian pada pernyataan


berikut ini yang menurut anda sesuai dengan kondisi sistem transportasi Kota
Bogor saat ini.
Keterangan :
ST : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
CS : Cukup Setuju/netral
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
57

I. JALUR PEDESTRIAN DI KOTA BOGOR


Skala Penilaian
Pernyataan Alasan (mohon diisi)
ST TS CS S SS

Jalur pedestrian di Bogor


sudah memberikan rasa
nyaman bagi pejalan kaki
(jalur pedestrian ternaungi,
drainase baik dan tidak
tergenang saat hujan)
Jalur pedestrian di Bogor
sudah memberikan rasa aman
bagi pejalan kaki (kondisi
jalan tidak berlubang,
material pavement tidak
licin, tidak terlalu gelap
ketika malam hari)
Tersedia fasilitas pendukung
jalur pedestrian di sepanjang
jalur (terdapat bangku,
tempat sampah, dsb)
Jalur pedestrian sudah
mengakomodasi pengguna
dengan baik (lebar jalur
dapat mengakomodasi
pengguna terutama pada
waktu-waktu ramai
Jalur pedestrian sudah
terintegrasi dengan moda
angkutan umum lainnya
(khususnya angkutan umum
massal)

II. JALUR SEPEDA DI KOTA BOGOR

Skala Penilaian
Pernyataan Alasan (mohon diisi)
ST TS CS S SS
Jalur sepeda di Bogor sudah
memberikan rasa nyaman
bagi pesepeda (jalur
pedestrian ternaungi,
drainase baik, jalan tidak
berlubang)
Jalur sepeda di Bogor sudah
memberikan rasa aman bagi
pesepeda (terdapat pembatas
yang memisahkan pengguna
kendaraan dengan sepeda,
tidak gelap ketika malam
hari)
58

Tersedia fasilitas
pendukung jalur sepeda di
sepanjang jalur (terdapat
shelter, tempat sampah,
dsb)
Jalur sepeda sudah
mengakomodasi pengguna
dengan baik (lebar jalur
dapat mengakomodasi
pengguna dengan baik,
tidak ada kontak antar
pengguna sepeda pejalan
kaki, ataupun kendaraan
lainnya)
Jalur sepeda sudah
terintegrasi dengan moda
angkutan umum massal
lainnya (BTS Trans
Pakuan)

III. MODA ANGKUTAN UMUM MASSAL DI KOTA BOGOR (BTS


TRANS PAKUAN)

Skala Penilaian
Pernyataan Alasan (mohon diisi)
ST TS CS S SS

Moda angkutan umum


massal di Bogor sudah
memberikan rasa nyaman
bagi penggunanya
Moda angkutan umum
massal di Bogor sudah
memberikan rasa aman bagi
penggunanya
Tarif moda angkutan umum
massal di Bogor terjangkau
bagi semua kalangan
Moda angkutan umum
massal di Bogor cepat
sehingga dapat mengurangi
waktu perjalanan secara
signifikan
Antar moda angkutan umum
massal di Bogor sudah
terintegrasi dengan baik
(kereta dengan BTS Trans
Pakuan sudah terintegrasi)

~ TERIMA KASIH ~
59

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 5 September 1993. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Harjono dan
Lismanawati. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1998 di TK Putra
Indonesia Tangerang Selatan. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan
di SDN Serua 6 Tangerang Selatan. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan
pendidikan di SMPN 2 Ciputat dan tahun 2008 melanjutkan pendidikan di SMAN
1 Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2011, penulis menamatkan pendidikan
SMA dan pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
(IPB) pada program mayor Arsitektur Lanskap di Departemen Arsitektur
Lanskap, Fakultas Pertanian melalui jalur masuk Ujian Talenta Mandiri (UTM)
Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis pernah menjadi asisten
praktikum pada mata kuliah Lanskap Kota dan Wilayah pada Tahun 2015, dan
mata kuliah Analisis Tapak pada tahun yang sama.

Anda mungkin juga menyukai

  • 550 549 1 PB PDF
    550 549 1 PB PDF
    Dokumen1 halaman
    550 549 1 PB PDF
    Aidha Aulia Larumpang
    Belum ada peringkat
  • Diagram Bubble
    Diagram Bubble
    Dokumen5 halaman
    Diagram Bubble
    Aidha Aulia Larumpang
    Belum ada peringkat
  • Modul 10
    Modul 10
    Dokumen16 halaman
    Modul 10
    Aidha Aulia Larumpang
    Belum ada peringkat
  • Modul 8
    Modul 8
    Dokumen16 halaman
    Modul 8
    Aidha Aulia Larumpang
    Belum ada peringkat