Anda di halaman 1dari 4

Diterbitkan Sunday, March 29, 2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu penyakit menakutkan bagi kaum wanita. Walaupun kini sudah
ada pengobatan terbaik, tetapi perjuangan melawan kanker payudara tidak selalu berhasil. Hal itu
karena masih kurangnya atensi dari kaum wanita dalam memahami kanker payudara guna
menghindarkan diri dari serangan kanker payudara serta cara melakukan deteksi sejak dini ( Setiati,
2009).

Kesadaran akan pentingnya memahami apa dan bagaimana penyakit kanker tersebut menjadi sangat
penting, sebab pengenalan dan pemahaman sejak dini akan mampu mendeteksi dini setiap gejala
penyakit ini, sehingga penyakit kanker ini bisa ditangani sejak dini. karena jika sudah terdeteksi sejak dini,
penanganannya pun efektif dan efesien, sehingga tidak terlalu membahayakan dan bahkan bisa
ditangani secara tuntas (Diananda, 2009).

Di seluruh dunia, diperkirakan 7,6 juta orang meninggal akibat kanker pada tahun 2005 (WHO, 2005) dan
84 juta orang akan meninggal hingga 10 tahun ke depan (Diananda, 2009).

Menurut data The American Cancer Society (2008), diketahui bahwa sekitar 178.000 perempuan
Amerika di diagnosis terkena kanker payudara setiap tahun (Santoso, 2009).

American Cancer Society merekomendasikan agar sejak usia 20 tahun kaum wanita memeriksakan
payudaranya setiap tiga tahun sekali sampai usia 40 tahun. Sesudahnya, pemeriksaan dapat dilakukan
sekali dalam setahun. Meskipun sebelum umur 20 tahun benjolan pada payudara bisa di jumpai, tetapi
potensi keganasannya sangat kecil (Setiati, 2009).

Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker kedua paling banyak diderita kaum wanita setelah
kanker mulut/leher rahim. Kanker payudara umumnya menyerang wanita yang telah berumur lebih dari
40 tahun. Namun demikian, wanita muda pun bisa terserang kanker ini (Mardiana, 2009).

Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, 70% wanita yang datang sudah dengan
kekambuhan dan pada stadium lanjut, sisanya 30 % terdiagnosis pada stdium I atau II ( Setiati, 2009).

Menurut hasil penelitian Niatilina (2006) tentang pemeriksaan payudara sendiri di SMU Harapan
Hamparan Perak kelas II bahwa responden yang mengetahui tentang SADARI adalah mayoritas sebanyak
22 orang (62,9%) yang berpengetahuan kurang, sedangkan kelas I yaitu minoritas sebanyak 13 orang
(37,1%) yang berpengetahuan cukup.
Berdasarkan hasil penelitian Irma (2008) tentang SADARI di SMA YP Swasta Medan. Dari 96 responden
yang diteliti mayoritas yang berpengetahuan kurang sebanyak 60 orang (62,5%), pengetahuan cukup
sebanyak 35 orang (36,5%), sedangkan minoritas yang berpengetahuan baik sebanyak 1 orang (1,0%).

Untuk menemukan gejala awal kanker payudara dapat di deteksi sendiri oleh kaum wanita, jadi tidak
perlu seorang ahli untuk menemukan awal kanker payudara. Secara rutin wanita dapat melakukan
metode SADARI dengan cara memijat dan meraba seputar payudaranya untuk mengetahui ada atau
tidaknya benjolan disekitar payudara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa
perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologi,
perubahan psikologi dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada
umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Sedangkan menurut World
Health Organization (WHO) remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang
secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa kanak-
kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan ekonomi dari ketergantungan menjadi relative
mandiri ( Notoatmodjo, 2007).

2.2. Defenisi SADARI

Kemungkinan timbulnya benjolan pada payudara sebenarnya dapat diketahui secara cepat dengan
pemeriksaan sendiri. Istilah ini disebut dengan SADARI, yaitu pemeriksaan payudara sendiri. Sebaiknya
pemeriksaan sendiri ini dilakukan secara berkala, yaitu satu bulan sekali. Ini dimaksudkan agar yang
bersangkutan dapat mengantisipasi secara cepat jika ditemukan benjolan pada payudara (Mardiana,
2009).

Untuk menemukan gejala awal kanker payudara dapat di deteksi sendiri oleh kaum wanita, jadi tidak
perlu seorang ahli untuk menemukan awal kanker payudara. Secara rutin wanita dapat melakukan
metode SADARI dengan cara memijat dan meraba seputar payudara untuk mengetahui ada atau
tidaknya benjolan di sekitar payudara sendiri (setiati, 2009).

2.3. Tujuan SADARI

Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah untuk mendeteksi secara dini gejala kanker payudara
secara individu (Nurcahyo, 2010).

Masih banyak wanita yang belum menyadari pentingnya mereka melakukan pemeriksaan dini terhadap
payudaranya. Dalam kenyataan sehari - hari banyak wanita datang ke dokter setelah mereka menyadari
adanya benjolan yang terus membesar dan dibiarkan saja, dengan alasan ekonomi, khawatir harus
dioperasi. Alasan keuangan yang tidak memadai, membuat mereka enggan memeriksakan diri ke dokter.
Namun, beberapa wanita yang peduli dengan kesehatan payudaranya memeriksakan payudaranya sejak
dini ke dokter atas kesadaran mereka sendiri (Setiati, 2009).

Jika dalam proses pemeriksaan ditemukan adanya benjolan di sekitar payudara, sebaiknya sesegera
mungkin dikonsultasikan ke dokter. Hal ini perlu dilakukan karena tidak semua benjolan yang timbul
disekitar payudara adalah kanker. Semakin cepat dikonsultasikan ke dokter semakin cepat pula bisa di
pastikan benjolan tersebut kanker atau bukan. Selain itu, semakin cepat pula bisa dilakukan pengobatan
(Mardiana, 2009).

2.4. Waktu Melakukan SADARI

1. Pemeriksaan payudara sendiri dapat dilakukan pada wanita sejak usia 20 tahun

yaitu dapat dilakukan secara teratur sebulan sekali selama 10 menit.

2. Pemeriksaan payudara sendiri pada wanita yang berumur ≥ 20 tahun dapat di

Lakukan setiap tiga bulan sekali ( Saryono, 2008).

3.Pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya dilakukan setelah menstruasi selesai

( Diananda, 2009).

2.5. Cara Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri

Ada dua cara pemeriksaan payudara yang dilakukan sendiri :

2.5.1. Posisi Berdiri

1. Pada tahap awal, lepas semua pakaian atas, lalu berdiri di depan cermin dengan posisi kedua tangan
lurus

3. Angkat kedua tangan keatas hingga lurus. Perhatikan kembali seluruh bagian payudara. Pastikan ada
tidaknya perubahan yang tampak seperti adanya tarikkan di sekitar payudara atau adanya kerutan di
kulit payudara.

4. Pada kondisi berdiri sempurna dengan tangan lurus di samping badan, pijat atau tekan secara
perlahan-lahan payudara sebelah kiri tepat di sekitar puting susu dengan tangan kanan, sedangkan
payudara sebelah kanan dengan tangan kiri. Pastikan ada tidaknya cairan ( bukan air susu ) yang keluar
dari puting susu.

2.5.2. Posisi Berbaring

1. Letakkan bantal di bawah bahu atau di bawah punggung untuk mempermudah pemeriksaan.

2. Letakkan tangan kanan di bawah kepala dan tangan kiri meraba sambil menekan perlahan-lahan
payudara sebelah kanan. Begitu pula sebaliknya, letakkan tangan kiri dibawah kepala dan periksa
payudara sebelah kiri dengan tangan kanan.

3. Lakukan perabaan dengan gerakkan memutar disertai tekanan secara perlahan- lahan. Gunakan tiga
ujung jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis untuk meraba (Mardiana, 2009).

Gejala klinis kanker payudara bisa berupa adanya benjolan pada payudara yang tidak terasa nyeri.
Semula, benjolan itu kecil. Lama-kelamaan benjolan ini semakin besar, lalu melekat pada kulit, sehingga
menimbulkan perubahan pada kulit payudara dan puting payudara. Itulah yang membuat puting
payudara tertarik kedalam (retraksi), serta berwarna merah muda atau kecoklatan sampai menjadi
oedema, sehingga terlihat seperi kulit jeruk, mengerut, atau timbul borok pada payudara. Semakin lama,
borok membesar dan mendalam. Inilah yang akan menghancurkan seluruh payudara (Santoso, 2009).

Kanker payudara sebenarnya dapat diatasi apabila terdeteksi sejak dini. Faktor pemicu eksternal ( dari
luar tubuh pasien ) penyebab timbulnya kanker payudara dikarenakan gaya hidup wanita masa kini yang
gemar mengkonsumsi junk food dan makanan berkadar lemak tinggi, diet, mengonsumsi alkohol, radiasi
kecantikan, pengobatan hormonal, pestisida dan pencemaran lingkungan, dan paparan di tempat kerja
( paparan dari gelombang elektromagnetik ). Sedangkan faktor pemicu internal (dari dalam tubuh pasien
) bersifat genetik dan hormonal.

Faktor pemicu eksternal dapat dihindari dengan mengurangi konsumsi lemak dan alkohol serta
mengenali situasi lingkungan yang dapat menjadi pemicu zat karsinogenik, seperti pestisida dan cairan
pembersih. Selain itu, hindari paparan di tempat kerja, misalnya, instalasi nuklir dan pekerja radiasi.

Faktor pemicu internal juga dapat dihindari dengan mewaspadai pemberian obat hormonal.penggunaan
KB hormonal seperti pil atau suntik KB tidak dianjurkan lebih dari lima tahun dan wanita yang telah
berusia diatas 35 tahun harus lebih berhati-hati menggunakan alat KB. Sejak dini, wanita harus bisa
mendeteksi dan mengenali perubahan dalam tubuh, mulai dari masa menstruasi pertama hingga
menopause ( Setiati, 2009

Anda mungkin juga menyukai