PEMBAHASAN
2.2. PENGANTAR
Gagasan yang disampaikan secara lisan lebih mudah dipahami daripada secara
tertulis. Hal itu disebabkan dalam bahasa lisan factor gerak-gerik, mimik, intonasi,
irama, jeda, dan unsur-unsur nonbahasa lainnya ikut memperlancar komunikasi itu.
Dalam hal ini, unsur-unsur nonbahasa tersebut tidak terdapat dalam bahasa tulis.
Ketiadaan hal itu menyulitkan komunikasi dan memberikan peluang untuk terjadi
kesalahpahaman. Disinilah ejaan dan tanda baca berperan sampai batas-batas tertentu,
yakni menggantikan beberapa unsur nonbahasa yang diperlukan untuk memperjelas
gagasan atau pesan.
2
untuk melambangkan bunyi [u] saja, tetapi dalam bahasa inggris menggunakan huruf [u]
untuk melambangkan beberapa bunyi yang berbeda seperti pada contoh berikut :
put : huruf [u] di sini dipakai untuk melambangkan bunyi [u].
but : huruf [u] di sini dipakai untuk melambangkan bunyi /a/.
hurt : huruf [u] disini dipakai untuk melambangkan bunyi /e/.
Untuk melambangkan bunyi [i] bahasa Indonesia menggunakan huruf I saja. Dalam
bahasa Inggris, lambing untuk buyi /i/ digunakan pelbagai huruf dan bisa juga dengan
gabungan huruf, seperti pada contoh berikut :
huruf i : seperti terdapat pada kata-kata in, ill dan tin.
huruf y : seperti terdapat pada kata-kata many, happy dan family.
huruf e : seperti terdapat pada kata-kata she, me dan maybe.
huruf ee : seperti terdapat pada kata-kata free, see dam feet.
huruf ea : seperti terdapat pada kata-kata sea, seat dan clea.
Hal tersebut membuktikan bahwa dalam setiap bahasa terdapat sebuah perbedaan
dimana dalam tiap bahasa tersebut telah terjadi kesepakatan bersama di antara para
pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasa mereka sehingga perbedaa tersebut tidak
menimbulkan suatu permasalahan.
3
Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa
yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-
kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku
sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan
Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan
sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
Huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘)
ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-
an.
Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak
dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
4
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri
mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang
menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian
ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya
saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
5
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah :
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjara → cara
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oekoer -> ukur
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada
contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara
‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.