Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


1. Mahasiswa dapat menggunakan huruf dalam menulis sesuai dengan pedoman EYD.
2. Mahasiswa dapat menulis bermacam-macam kata di dalam bahasa Indonesia
menurut pedoman EYD.
3. Mahasiswa dapat menuliskan kata serapan dengan tepat sesuai dengan pedoman
EYD.
4. Mahasiswa dapat menerapkan kaidah tanda baca (fungsituasi) sesuai dengan
pedoman EYD.

2.2. PENGANTAR
Gagasan yang disampaikan secara lisan lebih mudah dipahami daripada secara
tertulis. Hal itu disebabkan dalam bahasa lisan factor gerak-gerik, mimik, intonasi,
irama, jeda, dan unsur-unsur nonbahasa lainnya ikut memperlancar komunikasi itu.
Dalam hal ini, unsur-unsur nonbahasa tersebut tidak terdapat dalam bahasa tulis.
Ketiadaan hal itu menyulitkan komunikasi dan memberikan peluang untuk terjadi
kesalahpahaman. Disinilah ejaan dan tanda baca berperan sampai batas-batas tertentu,
yakni menggantikan beberapa unsur nonbahasa yang diperlukan untuk memperjelas
gagasan atau pesan.

2.3. HAKIKAT EJAAN


Pada hakikatnya ejaan merupakan konvensi grafis, perjanjian di antara anggota
masyarakat pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya. Bunyi bahasa yang
seharusnya diucapkan diganti dengan lambing-lambang huruf dan tanda-tanda lain.
Bahasa Indonesia, dan banyak bahasa lain di dunia, menggunakan abjad Latin untuk
menuliskan bahasanya. Walaupun abjad yang digunakan sama, karena sistem bunyi
bahasa-bahasa itu tidak sama dan penggunaan huruf-huruf itu bersifat arbitrer, sistem
ejaannya pun menjadi tidak sama. Misalnya bahasa Indonesia menggunakan huruf [u]

2
untuk melambangkan bunyi [u] saja, tetapi dalam bahasa inggris menggunakan huruf [u]
untuk melambangkan beberapa bunyi yang berbeda seperti pada contoh berikut :
 put : huruf [u] di sini dipakai untuk melambangkan bunyi [u].
 but : huruf [u] di sini dipakai untuk melambangkan bunyi /a/.
 hurt : huruf [u] disini dipakai untuk melambangkan bunyi /e/.

Untuk melambangkan bunyi [i] bahasa Indonesia menggunakan huruf I saja. Dalam
bahasa Inggris, lambing untuk buyi /i/ digunakan pelbagai huruf dan bisa juga dengan
gabungan huruf, seperti pada contoh berikut :
 huruf i : seperti terdapat pada kata-kata in, ill dan tin.
 huruf y : seperti terdapat pada kata-kata many, happy dan family.
 huruf e : seperti terdapat pada kata-kata she, me dan maybe.
 huruf ee : seperti terdapat pada kata-kata free, see dam feet.
 huruf ea : seperti terdapat pada kata-kata sea, seat dan clea.

Hal tersebut membuktikan bahwa dalam setiap bahasa terdapat sebuah perbedaan
dimana dalam tiap bahasa tersebut telah terjadi kesepakatan bersama di antara para
pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasa mereka sehingga perbedaa tersebut tidak
menimbulkan suatu permasalahan.

2.4. EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)


Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin
ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga terbentuklah
kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi
sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa
Indonesia terdiri dari :
1. Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib

3
Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa
yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
 Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
 Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
 Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
 Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-
kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku
sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan
Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan
sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
 Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
 Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb.
 Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an.
 Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
 Huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
 Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘)
ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
 Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-
an.
 Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak
dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.

4
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri
mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang
menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian
ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya
saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

3. Ejaan Yang Disempurnakan


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku
sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau
Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani
oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama
tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati
oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden
No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan
baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan
pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

5
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah :
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjara → cara
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oekoer -> ukur
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir

Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada
contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara
‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Adapun motif lahirnya EYD antara lain :


a. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa Indonesia.
b. Membina ketertiban dalam penu-lisan huruf dan tanda baca.
c. Memulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai