PLEXUS LUMBOSAKRAL
Pembimbing :
Disusun Oleh:
Novia Pitaloka
1765050040
Pleksus lumbosakralis terdiri atas pleksus lumbalis dan pleksus sakralis. Bagian
pertama disusun oleh cabang anterior saraf spinal L.1, L.2, L.3 dan sebagian dari
L.4. Saraf perifer yang berinduk pada pleksus lumbalis ialah N. Kutaneus Femoralis
Lateralis, N. Femoralis, N. Genitofemoralis dan N. Obturatorius. Nervus femoralis
dan N. Obturatorius mempersarafi motorik dan sensorik pada sebagian medial dan
ventral tungkai atas. Nervus iliohipogastrikum dan ilioinguinalis bukan berasal dari
pleksus lumbalis, melainkan mereka merupakan cabang langsung dari saraf spinal
L.1.
Pleksus sakralis disusun oleh cabang anterior saraf spinal L.4 sampai dengan S.3.
anyaman saraf itu terletak di atas m. Piriformis pada permukaan dalam tulang
pelvis. Saraf perifer kutan yang berasal dari pleksus sakralis ialah n. Gluteus
superior dan n. Gluteus inferior, n. Kutaneus femoralis posterior dan n. Iskiadikus,
ketiga nervus ini mempersarafi motorik dan sensorik bagian dorsal dan lateral
tungkai atas.
Saraf perifer kutan yang mempersarafi kulit daerah inguinal ialah n. Ilioinguinalis
(cabang saraf spinal L.1), sedangkan daerah kutan tungkai yang lain di persarafi
oleh n. Kutaneus femoralis lateralis dan n. Kutaneus femoralis anterior (cabang dari
pleksus lumbalis). Persarafan tungkai bawah, pada bagian medial dipersarafi oleh
pleksus lumbalis sedangkan pada bagian lateral dan posterior dipersarafi oleh
pleksus sakralis.
Seluruh kulit kaki, kecuali yang menutupi maleolus medialis diurus oleh cabang –
cabang pleksus sakralis. Pada hakikatnya n. Iskiadikus merupakan kelanjutan
pleksus sakralis. Pada fosa poplitea ia bercabang dua menjadi: n. Tibialis dan n.
Peroneus komunis. Nervus Tibialis kemudian bercabang menjadi n. Kutaneus surae
medialis, n. Plantaris, dan n. Plantaris medialis. Nervus peroneus komunis
bercabang menjadi: n. Kutaneus surae lateralis, n. Peroneus profundus dan
supersficialis, n. Kutaneus dorsalis pedis intermedius dan n. Kutaneus dorsalis pedis
medialis.
PLEKSUS LUMBALIS
N. obturator
N. femoralis
Lesi pada pleksus lumbalis sangat terbatas dan jarang dijumpai. Kompresi dan
infiltrasi oleh tumor dalam abdomen dan abses psoas dapat menimbulkan gejala
akibat lesi primernya, apabila terjadi gejala akibat lesi sekundernya akan menjadi
lesi di pleksus lumbalis.
Lesi pada pleksus sakralis dapat terjadi pada waktu partus, manifestasi pada lesi
pleksus sakralis dapat berupa motorik maupun sensorik yang sangat menonjol yaitu
“drop foot” (kaki yang menjulai) disertai dengan defisit sensorik.
Berikut ini dibahas akibat pada lesi pada cabang pleksus lumbosakralis :
1. Nervus femoralis
Dibentuk oleh serabut – serabut radiks ventralis / dorsalis L.2, L.3 dan L.4
mempersarafi m. Sartorius dan m. Kuadriceps femoris. N. Femoralis
kemudian bercabang menjadi n. Safenus yang mempersarafi bagian medial
tungkai, telapak kaki dan ibu jari kaki.
Lesi pada nervus femoralis mengakibatkan lutut tidak dapat diluruskan dan
mengakibatkan atrofi yang cepat. Selain itu pasien juga biasanya mengeluh
tidak kuat mengangkat badan dari duduk kemudian berdiri dan pasien
mengeluh tidak kuat naik tangga. Lesi pada n. Femoralis terjadi akibat abses
psoas , fraktur femur atau pelvis, dan dislokasi sendi panggul. Diabetes
melitus dapat mengakibatkan neuropati n.femoralis akibat penyempitan
foramen intervertebrale yang dilewati oleh saraf spinal L.2, L.3, dan L.4
menimbulkan gambaran klinis neuritis n. Femoralis.
2. Nervus obturatorius
Disusun oleh serabut saraf spinal L.2, L.3 dan L.4 yang keluar dari rongga
pelvik kemudian melalui foramen obturatum mempersarafi m. Aduktor
magnus, m. Aduktor longus, m. Grasilis, m. Aduktor brevis, m. Obturatorius
eksternus dan m. Pektineus. Kelumpuhan akibat lesi pada n. Obturatorius
dapat mengakibatkan keluhan pada waktu penderita tidur terlentang dengan
kedua tungkai ditekuk pada persendian lutut. Tungkai dengan kelumpuhan
m. Aduktor longus atau brevis dan m. Grasilis tidak dapat mempertahankan
sikap itu sehingga tungkai jatuh ke samping.
3. Nervus iskiadikus
Merupakan saraf perifer yang paling besar, terdiri atas serabut saraf spinal
L.4, L.5, S.1, S.2 dan S.3. pada bagian proksimal fosa poplitea n. Iskiadikus
bercabang menjadi dua yaitu n. Tibialis dan n. Peroneus. Perjalanan nervus
ini bermula dari sendi sakroiliaka melewati spina iskiadika masuk diantara
trokanter mayor dan tuberositas iskii. Otot – otot yang dipersarafinya antara
lain m. Semitendineus, m. Semimembraneus, kaput longus m. Biseps
femoris dan m. Aduktor magnus. Fraktur tulang pelvis dan tulang femur
serta penekanan pada nervus ini dapat merusak n. Iskiadikus. Peradangan
pada nervus ini dapat menimbulkan nyeri yang terasa menjalar sepanjang n.
Iskiadikus (n. Tibialis dan n. Peroneus), nyeri itu dikenal sebagai iskialgia
atau siatika. Gejala yang muncul pada peradangan nervus ini lebih dominan
pada gejala sensorik, gejala motorik berupa paresis ringan semua otot
tungkai bawah dengan atrofia dan hipotonia, reflek tendo achilles menurun
atau hilang.
4. Nervus peroneus
Terbagi menjadi dua n. Peroneus profundus dan n. Peroneus superfisialis.
Nervus peroneus superfisialis mempersarafi m. Peroneus longus dan brevis
sedangkan n. Peroneus profundus mempersarafi m. Tibialis anterior, m.
Ekstensor digitorium longus, m. Ekstensor haluksis longus, m. Ekstensor
digitorium brevis, dan m. Peroneus tertsius. Lesi pada nervus ini terjadi bila
terdapat fraktur pada os. Fibula sehingga menimbulkan kelumpuhan pada
m. Peroneus dan m. Tibialis anterior dengan gambaran drop foot.
5. Nervus tibialis
Mempersarafi otot tungkai bawah antara lain m. Gastrocnemeus,
m.popliteus, m. Soleus, m. Plantaris, m. Tibialis posterior, m. Fleksor
digitorium longus, dan m. Fleksor haluksis longus. Lesi pada nervus terjadi
karena terputusnya n. Tibialis akibat tembakan peluru atau tusukan sehingga
menimbulkan kelumpuhan dan atrofi. Gambaran tungkai sikap talipes
kalkaneovalgus, yaitu kaki menapak dengan tumit dan bagian samping kaki
saja tanpa telapak kaki.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono A. Neuropati anatomi korelatif dan neurologi fungsional. Gajah
mada university press: 1993.
2. Duus P. Diagnosis topik Neurologi. Jakarta: EGC. 2014:79-81.
3. Martin, John. Neuroanatomy, Text and Atlas Third Edition. Mc Graw-
Hill.2003